Gambar 1.3 Peta Rata – Rata IPM Per Provinsi Tahun 2010-2019
2. Tingkat Kemiskinan
Kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk
memenuhi kebutuhan dasar makanan (setara dengan pemenuhan kebutuhan kalori
2100 kkal per kapita perhari dan bukan makanan (kebutuhan minum untuk
perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan) diukur dari sisi pengeluaran.
Penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita
perbulan di bawah garis kemiskinan.
Gambar 2.3 Peta Rata – Rata Persentase Penduduk Miskin Per Provinsi Tahun 2010-
2019
Tabel 1. Rata-rata Pengeluaran Perkapita dan Garis Kemiskinan di Indonesia Tahun
2013-2018 (Rupiah)
Tahu Rata-rata Pengeluaran Rata-rata Garis Garis
n Perkapita (Perkotaan) Pengeluaran Kemiskinan Kemiskinan
Perkapita (Perkotaan) (Pedesaan)
(Pedesaan)
2013 RP 903.085 RP 505.461 RP 275.779 RP 275.779
2014 RP 978.718 RP 572.586 RP 326.853 RP 296.681
2015 RP 1.074.664 RP 659.414 RP 356.378 RP 333.034
2016 RP 1.168.131 RP 711.266 RP 372.114 RP 350.420
2017 RP 1.263.526 RP 780.593 RP 400.995 RP 370.910
2018 RP 1.350.524 RP 852.105 RP 425.770 RP 392.154
3. Indeks Williamson
V w=
√ ∑ ( y i− y )2
i=1
y
()
n 0 < V w< 1
Keterangan:
Vw : Indeks Williamson
yi : PDRB per kapita wilayah-i
y : PDRB per kapita rata-rata seluruh wilayah
fi : Jumlah penduduk wilayah-i
n : Jumlah penduduk seluruh wilayah
Ketimpangan PDRB per kapita antar provinsi di Indonesia dari tahun 2010
sampai dengan tahun 2019 sangat tinggi dan berfluktuatif. Pada tahun 2010 Indeks
Williamson Indonesia sebesar 0,69955 dan naik menjadi 0,70415 pada tahun 2011.
Namun pada tahun 2014 Indeks Williamson Indonesia menurun dari tahun
sebelumnya yaitu tahun 2013 dari 0,70896 menjadi 0,70713 dan terus menurun
sampai tahun 2016 pada angka 0,70038. Terjadi kenaikan di tahun 2017 pada angka
0,70547 dan terus naik sampai pada tahun 2019 menjadi 0,71902.
4. Gini Ratio
Gambar 4.1. Grafik Gini ratio 2011 – 2019 Penduduk Indonesia (Kota dan Desa)
Berdasarkan Gambar 4.1 diatas terlihat dengan signifikan bahwa ketimpangan
distribusi pendapatan di kota relative jauh lebih tinggi dibandingkan dengan di
pedesaan. Secara umum baik Indonesia mengalami perbaikan distribusi pendapatan
yang ditunjukkan oleh menurunnya Gini ratio terlebih sejak pemerintahan 2014 dari
angka 0.41 menjadi 0.38 di akhir tahun 2019. Jika melihat grafik penurunan Gini
ratio yang relatif stagnan di pedesaan maka kontributor penurunan Gini ratio lebih
didominasi oleh kawasan perkotaan.
Gambar 4.3. Peta Rata-Rata Gini Ratio Per Provinsi Tahun 2011-2019
Anomali terjadi pada 2 propinsi yaitu DKI Jakarta dan Kalimantan Utara. DKI
Jakarta tidak memiliki data Gini ratio pedesaan karena seluruh wilayahnya dianggap
kawasan perkotaan, sedangkan Kalimantan Utara propinsi yang relative baru berusia
7 tahun sejak 2013, sehingga sentuhan pertumbuhan ekonomi belum sepenuhnya
dapat diukur mengingat dampak samping dari pembangunan umumnya adalah
meningkatnya Gini ratio.