Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pembangunan ekonomi berbasis sumber daya alam merupakan aspek yang

berperan penting dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi karena mampu

memberikan solusi terhadap permasalahan-permasalahan makro seperti masalah

pengangguran yang mampu diatasi dengan memperluas kesempatan kerja,

meningkatkan investasi baik dari dalam negeri maupun luar negeri, dan mampu

meningkatkan nilai ekpors berbagai produk. Tetapi, pembangunan ekonomi tidak

akan mudah dicapai jika hanya mengandalkan sumber daya alam yang ada, tetapi

harus disertai dengan kualitas sumber daya manusia yang baik, agar tujuan-tujuan

dari pembangunan ekonomi nasional dapat dicapai.

Dalam rangka pembangunan ekonomi nasional tersebut, upaya yang

dilakukan untuk meningkatkan kapasitas maupun kualitas sumber daya manusia

di Indonesia merupakan tugas bersama. Dengan meningkatkan kualitas sumber

daya manusia baik dari segi fisik ataupun mental maka akan berpengaruh positif

terhadap tingkat kemandirian bangsa dan daya saing Indonesia (Aryo, 2020).

Menurut Databoks (2019) Indonesia merupakan negara peringkat pertama di

ASEAN dan peringkat ke-empat di dunia sebagai negara dengan jumlah penduduk

terbanyak. Seharusnya, dengan banyaknya jumlah penduduk yang dimiliki maka

akan banyak tenaga kerja produktif yang ditawarkan dan pada akhirnya akan

meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang pesat. Tetapi, yang terjadi di

Indonesia, justru dengan berlimpahnya jumlah penduduk yang dimiliki

1
menyebabkan banyak masalah sosial yang terjadi seperti pengangguran yang pada

akhirnya menyebabkan kemiskinan dan ketimpangan pendapatan, serta

ketimpangan output pembangunan yaitu pendidikan dan kesehatan belum dapat di

akses oleh seluruh lapisan masyarakat Indonesia.

Output pembangunan tersebut merupakan salah satu indikator yang

digunakan untuk mengukur kualitas sumber daya manusia. Alat yang digunakan

adalah Indeks Pembangunan Manusia (IPM) atau Human Development Index

(HDI). Ada tiga indikator yang digunakan untuk mengukur kualitas sumber daya

manusia yaitu kesehatan, pendidikan, dan standar hidup yang layak. Tinggi

rendahnya nilai IPM diklasifikan menjadi empat yaitu dikategorikan sangat tinggi

apabila IPM > 80, tinggi IPM > 70, sedang IPM > 60, dan rendah IPM < 60

(Badan Pusat Statistik, 2018).

Sedangkan menurut Azahari (2000) kategori yang digunakan oleh United

Nations Development Programme dalam mengukur nilai HDI adalah berkisar dari

0 hingga 1. Suatu wilayah dikategorikan sebagai Very High Human Development

apabila nilai HDI adalah 0,8 – 1, High Human Development apabila nilai HDI

adalah 0,7 – 0,79, Medium Human Development apabila nilai HDI adalah 0,6 –

0,69, dan Low Human Development apabila nilai HDI adalah 0 – 0,59.

2
Tabel 1.1 Indeks Pembangunan Manusia di Masing-masing Negara ASEAN
Berdasarkan Peringkat Dunia tahun 2016 – 2020.
2016 2017 2018 2019 2020
No Negara P N P N P N P N P N
1. Singapura 8 0,93 9 0,932 9 0,935 11 0,938 9 0,935
2. Brunei D 40 0,852 39 0,853 43 0,845 47 0,838 43 0,845
3. Malaysia 47 0,799 57 0,8 61 0,804 62 0,81 61 0,804
4. Thailand 86 0,784 83 0,755 77 0,765 79 0,77 77 0,765
5. Indonesia 115 0,694 116 0,698 101 0,707 107 0,718 108 0,719
6. Filipina 113 0,696 133 0,69 101 0,707 110 0,710 112 0,712
7. Vietnam 116 0,689 116 0,691 118 0,693 117 0,7 118 0,693
8. Myanmar 147 0,574 148 0,578 145 0,584 147 0,583 143 0,584
9. Laos NA NA 140 0,602 140 0,604 NA NA 138 0,604
10. Kamboja 146 0,576 146 0,582 146 0,581 144 0,594 144 0,581
Sumber : United Nations Development Programme, 2021
Keterangan : P = Peringkat, N = Indeks Pembangunan Manusia

Berdasarkan tabel 1.1 menjelaskan bahwa Singapura memiliki IPM dengan

peringkat tertinggi, yaitu peringkat 8 didunia atau peringkat 1 di antara negara-

negara ASEAN pada tahun 2016. Singapura terus masuk dalam kategori Very

High Human Development dengan nilai rata-rata IPM sebesar 0,934. Pada tahun

2017 dan 2018, Singapura mampu mempertahankan posisinya sebagai peringkat 9

dunia. Perubahan nilai IPM singapura sangatlah kecil, yaitu hanya sebesar 0,03

persen dan rata-rata peningkatan serta penurunannya tidak mencapai 1 persen.

Negara ASEAN dengan nilai IPM terbaik setelah Singapura adalah Brunei

Darussalam. Dimana dari tahun 2016 hingga 2020 terus masuk dalam kategori

Very High Human Development karena rata-rata nilai IPM adalah sebesar 0,847.

Perubahan nilai IPM Brunei adalah sebesar 0,01 persen yang berarti bahwa

peningkatan dan penurunan IPM masih sangat kecil. Selain itu, Singapura berhasil

menduduki posisi negara terbaik kedua di ASEAN dan peringkat 50 besar dunia

dalam segi kualitas sumber daya manusia.

3
Malaysia juga merupakan negara ASEAN yang termasuk unggul dalam

kualitas sumber daya manusia yang dibuktikan dengan kategori Very High

Human Development dari tahun 2017 hingga 2020 dengan rata-rata nilai IPM

sebesar 0,803. Turunnya nilai IPM hanya terjadi pada tahun 2020 dengan

penurunan sebesar 0,006 persen dan rata-rata peningkatan IPM adalah sebesar

0,01 persen. Meskipun di tahun 2016 hingga 2019 nilai IPM terus meningkat,

tetapi hal tersebut tidak membuat Malaysia mampu mempertahankan

peringkatnya pada 50 besar dunia, justru di tahun 2017 hingga 2020 Malaysia

berada pada peringkat 100 besar dunia.

Jadi, dapat disimpulkan bahwa Singapura, Brunei Darussalam dan Malaysia

sebagai negara dengan IPM tertinggi di ASEAN merupakan negara yang memiliki

nilai IPM yang berkategori Very High Human Development yang berskala 0,8

hingga 1 yang berarti bahwa ketiga negara tersebut memiliki capaian kualitas

hidup atau pembangunan standar hidup layak dengan indikator Angka Harapan

Hidup, Lama Sekolah, dan Pengeluaran riil perkapita yang tinggi.

Indonesia masih berada pada kategori Medium Human Development pada

tahun 2016 hingga 2017, tetapi pada tahun 2018 hingga 2020 Indonesia mampu

mengejar ketertinggalannya dan masuk dalam kategori High Human Development

dengan rata-rata nilai IPM sebesar 0,707 dan berada pada peringkat 101 dunia di

tahun 2018 atau peringkat 5 di ASEAN. Meskipun peringkat Indonesia masih jauh

tertinggal dibandingkan dengan negara Singapura, Brunei Darussalam, dan

Malaysia tetapi peningkatan IPM indonesia lebih konsisten dibandingkan dengan

4
negara-negara tersebut. IPM Indonesia tahun 2016 hingga 2020 meningkat

sebesar 0,004 persen.

Berdasarkan rata-rata nilai IPM Indonesia yaitu sebesar 0,707 yang

dikategorikan kedalam High Human Development disimpulkan bahwa capaian

kualitas hidup atau pembangunan standar hidup yang layak di Indonesia belum

maksimal dengan indikator Angka Harapan Hidup, Lama Sekolah, dan

Pengeluaran riil perkapita yang berada dibawah negara Singapura, Brunei

Darussalam, dan Malaysia.

Menurut Sahroji (2017) di Indonesia hanya sebesar 44 persen penduduk

yang mampu menyelesaikan pendidikan menengah, dan sebesar 11 persen murid

tidak menyelesaikan pendidikan. Jika dibandingkan dengan Singapura yang hanya

1,2 persen yang tidak menyelesikan pendidikannya. Selisih angka tersebut sangat

signifikan dalam mempengaruhi peringkat IPM dan kualitas sumber daya

manusia. Brunei darussalam membebaskan seluruh biaya pendidikan kepada

penduduknya pada semua jenjang pendidikan termasuk tempat tinggal, makanan,

buku, transportasi dan lain-lain yang belum dilakukan oleh Indonesia. Malaysia

mencapai tingkat literasi penduduk dewasa sebesar 95 persen, dan Thailand

merupakan salah satu negara dengan sistem pendidikan terbaik.

Rendahnya nilai IPM Indonesia juga disebabkan oleh kondisi lingkungan

masyarakat yang belum memiliki kesadaran yang tinggi terhadap cara hidup sehat,

meskipun jika dilihat dari gizi ibu dan anak terlihat cukup baik dan adanya

peningkatan fasilitas serta pelayanan kesehatan. Dalam rangka meningkatkan

kualitas sumber daya manusia, maka ketiga indikator pembentuk Indeks

5
Pembangunan Manusia haruslah diperhatikan secara seimbang karena capaian

indikator yang satu tidak dapat ditutupi dengan capaian indikator yang lain.

Ketiga indikator tersebut haruslah diperhatikan sesuai dengan proporsinya

masing-masing karena peran pentingnya dalam tujuan pembangunan ekonomi

nasional (BPS, 2018).

Jika dilihat lebih dekat terjadi ketimpangan jumlah unit medis antar daerah

di Indonesia, unit medis yang ada di Jawa dengan Papua yang berselisih sebesar

69.879 unit dan selisih paling kecil terjadi di pulau Jawa dan di Sumatera yaitu

sebesar 45.129 unit. Hal ini membuktikan bahwa rendahnya nilai IPM Indonesia

juga disebabkan oleh masih belum meratanya fasilitas kesehatan pada pulau-pulau

yang ada di Indonesia. Hal ini juga mejadi penyebab mengapa nilai IPM yang

tertinggi berada dipulau jawa yaitu sebesar 0,751 dikarenakan terpusatnya fasilitas

kesehatan di wilayah tersebut (BPS, 2020).

Meskipun kualitas sumber daya manusia Indonesia jauh tertinggal

dibandingkan dengan empat negara ASEAN lainnya tetapi Indonesia bukanlah

negara terburuk. Filipina adalah negara ASEAN yang memiliki posisi yang

hampir sama dengan Indonesia dimana Filipina dikategorikan negara High Human

Development pada tahun yang sama dengan Indonesia yaitu di tahun 2018.

Sedangkan negara yang berada dibawah Indonesia adalah Vietnam, Myanmar, dan

Laos dengan nilai IPM berada pada skala 0,5 hingga 0,6 dan dikategorikan

kedalam Low Human Developement.

Kamboja merupakan negara yang memiliki nilai IPM paling rendah di

ASEAN dengan rata-rata nilai IPM hanya sebesar 0,582 atau dikategorikan

6
kedalam Low Human Development dan berada pada peringkat 146 dunia atau

peringkat 10 di ASEAN. Artinya bahwa negara Kamboja memiliki capaian

kualitas hidup atau pembangunan hidup layak yang maih buruk dengan komponen

Angka Harapan Hidup , Lama Sekolah, dan Pengeluaran riil perkapita yang masih

rendah.

Tabel 1.2 Rata-rata Pengeluaran Pemerintah Bidang Pendidikan dan


Kesehatan, serta Jumlah Penduduk di Negara ASEAN Tahun
2016-2020
Pengeluaran Pendidikan Pengeluaran Kesehatan
Jumlah
Negara Persen Penduduk Persen
dari Rupiah (Jiwa) dari Rupiah
GDP GDP
Singapura 2,67 135.177.233.610 5.649.600 2,15 110.110.879.611
Brunei D 4,08 7.385.674.713 428.802 2,24 4.135.435.605
Malaysia 4,81 228.133.214 31.526.000 3,76 177.272.397
Thailand 3,22 231.286.646.227 69.408.000 1,01 89.753.240.495
Indonesia 2,95 406.317.000.000 264.254.000 1,5 206.104.000.000
Filipina 3,58 173.965.047 106.660.000 0,9 45.708.120
Vietnam 4,53 156.031.143 95.532.000 4,7 167.977.923
Myanmar 2,13 15.162.982.441 53.720.000 0,98 6.926.916.331
Laos NA NA 7.061.000 2,43 4.482.608.696
Kamboja 2,6 8.897.169.324 16.248.000 1,37 4.682.289.116
Sumber : ADB Key Indicators Databese, 2021 (data diolah), World Bank, 2022
(data diolah)

Berdasarkan tabel 1.2 menjelaskan bahwa pengeluaran pemerintah

Indonesia adalah yang paling besar nominalnya yaitu mencapai Rp 406 miliar jika

dibandingkan dengan negara-negara ASEAN lainnya, namun rata-rata

pengeluaran pemerintah bidang pendidikan hanya sebesar 2,95 persen dari GDP

pada tahun 2016 hingga 2020. Selain itu, diketahui bahwa Indonesia juga

merupakan negara yang paling besar nilai nominalnya untuk pengeluaran pada

bidang kesehatan meskipun jika dilihat dari persentase GDP masih cukup kecil

7
yaitu sebesar 1,5 persen atau sama setara dengan Rp 206 Miliar. Negara ASEAN

yang mengutamakan sektor pendidikan adalah negara Malaysia, Vietnam dan

Brunei Darussalam yang mengalokasikan anggaran pada bidang pendidikan lebih

dari 4 persen dari GDP. Malaysia sebagai negara yang mengalokasikan anggaran

paling tinggi pada sektor pendidikan yaitu sebesar 4,81 persen dari GDP atau

setara dengan Rp 228 juta. Di ikuti oleh negara Vietnam yang mengalokasikan

anggaran pada sektor pendidikan sebesar 4,53 persen dari GDP atau setara dengan

Rp 156 juta. Brunei Darussalam juga berinvestasi pada sektor pendidikan sebesar

4,08 persen dari GDP yang setara dengan Rp 7 miliar. Meskipun Indonesia

memiliki nominal yang paling besar dalam pengeluaran bidang pendidikan tetapi

jika dilihat dari besaran GDP Indonesia masih lebih rendah dibandingkan negara

Malaysia, Vietnam dan Brunei Darussalam.

Menurut Brodjonegoro (2019) rendahnya nilai IPM Indonesia jika dilihat

dari segi pengeluaran pemerintah bidang pendidikan terjadi karena pengalokasian

aggaran pendidikan yang memprioritaskan kuantitas, sedangkan untuk kualitas

pendidikan belum diperhatikan dengan baik. Pemerintah Indonesia hanya

mengalokasikan dana tersebut untuk sarana fisik dan sarana bukan fisik yang

memberikan peningkatan pada kualitas siswa secara langsung.

Myanmar merupakan negara dengan besaran pengeluaran bidang

pendidikan yang paling kecil jika dilihat dari persenan GDP. Myanmar hanya

mengalokasikan anggaran untuk pendidikan sebesar 2,13 persen atau setara

dengan Rp 15 miliar. Nominalnya cukup besar dibandingkan dengan negara

Brunei Darussalam, Malaysia dan Vietnam. Myanmar menginvestasikan nominal

8
anggaran yang cukup besar karena jumlah penduduk yang dimiliki pun cukup

besar. Jumlah penduduk Myanmar lebih besar dibandingkan dengan negara

Malaysia dan Brunei Darussalam, wajar bila nominal pengeluaran pendidikannya

lebih besar dibandingkan dengan dua negara tersebut.

Jika dilihat pada sektor kesehatan, negara yang memprioritaskan bidang

kesehatan adalah Vietnam dan Malaysia. Vietnam mengalokasikan anggaran

untuk bidang pendidikan sebesar 4,7 persen dari GDP atau setara dengan Rp 167

juta. Dibandingkan dengan Indonesia, nominal pengeluaran vietnam jauh lebih

kecil dimana pengeluaran Indonesia dibidang kesehatan mencapai Rp 206 miliar.

Begitu juga dengan Malaysia yang berinvestasi pada bidang kesehatan sebesar

3,76 persen dari GDP atau setara dengan Rp 177 juta. Persenan GDP malaysia

untuk kesehatan lebih besar tetapi nominalnya lebih kecil dibandingkan dengan

Indonesia.

Secara umum, Malaysia merupakan negara yang paling memperhatikan

pembangunan manusianya yang terbukti melalui pengeluaran bidang pendidikan

dan kesehatan nya dengan mengeluarkan anggaran sebesar 4,8 dari GDP untuk

pendidikan dan 3,76 persen dari GDP untuk kesehatan. Dua indikator penting

dalam pembentukan IPM sangat diperhatikan sehingga Malaysia mampu menjadi

negara dengan kategori Very High Human Development. Berbeda dengan

Indonesia yang sudah mengeluarkan nominal yang besar untuk sektor pendidikan

dan kesehatan tetapi masih belum mampu menjadi negara dengan kategori Very

High Human Development.

9
Nominal pengeluaran pemerintah bidang pendidikan dan kesehatan di

Indonesia sangat besar dibandingkan negara ASEAN lainnya disebabkan oleh

rata-rata jumlah penduduk Indonesia juga yang tertinggi di ASEAN yaitu

mencapai 264.254.000 jiwa dari periode 2016-2020. Piramida penduduk

Indonesia mencerminkan Indonesia termasuk dalam piramida ekspensif yang

berarti bahwa terdapat lebih banyak jumlah penduduk berusia 0-19 tahun dimana

didalamnya terdapat penduduk berusia 7-19 tahun yang masih akan menempuh

pendidikan dari pendidikan dasar hingga perguruan tinggi. Sehingga pemerintah

Indonesia harus berinvestasi lebih besar pada pendidikan melihat bahwa

banyaknya penduduk yang akan mengakses pendidikan (World Meters, 2019).

Sedangkan untuk negara yang memprioritaskan pendidikan dan kesehatan

yang dibuktikan oleh besarnya pengeluaran pemerintah dilihat dari persenan GDP

seperti Malaysia, Vietnam dan Brunei Darussalam masih mengeluarkan anggaran

yang lebih kecil jika dibandingkan dengan Indonesia dilihat dari besaran nominal

Rupiahnya. Hal ini disebabkan oleh adanya perbedaan jumlah penduduk pada

masing-masing negara itu sendiri, dimana nilai nominal anggaran pendidikan dan

kesehatan Indonesia lebih besar karena jumlah penduduknya juga tinggi sehingga

butuh biaya yang besar untuk memberikan pelayanan pendidikan dan kesehatan

yang merata bagi seluruh penduduk, sedangkan dengan alokasi Malaysia,

Vietnam, dan Brunei Darussalam lebih kecil karena penduduk yang akan

mengkases pendidikan dan kesehatan juga kecil, dimana rata-rata jumlah

penduduk Malaysia hanya sebesar 31.562.000 jiwa, dimana angka ini bahkan

tidak mencapai satu per empat dari jumlah penduduk Indonesia. Begitu juga

10
dengan Vietnam yang memiliki penduduk cukup besar tetapi masih tidak sebesar

rata-rata jumlah penduduk Indonesia yaitu sebesar 95.532.000 jiwa, dan Brunei

Darussalam yang merupakan negara dengan rata-rata jumlah penduduk terkecil di

ASEAN yaitu hanya mencapai 428.802 jiwa.

Besarnya pengeluaran pendidikan dan kesehatan di Indonesia salah satu nya

bertujuan untuk mengatasi masalah terpusatnya pelayanan pendidikan dan

kesehatan pada wilayah tertentu. Terpusatnya kesehatan dan pendidikan

menggambarkan bahwa belum meratanya pembangunan ekonomi yang juga

merupakan penyebab terjadinya ketimpangan pendapatan. Ketimpangan

pendapatan menyebabkan sempitnya peluang masyarakat dalam memperbaiki

kualitas diri. Tingginya ketimpangan akan menjadi penyebab terhambatnya

kesejahteraan dan pendidikan dengan kualitas yang tinggi (Simarmata, 2019).

World Bank (2019) menyatakan bahwa ketimpangan pendapatan Indonesia

dari tahun 2018 hingga 2019 terus mengalami peningkatan meskipun masih

dikategorikan rendah karena nilai gini rasio kecil dari empat. Meskipun masih

dalam kategori rendah, ketimpangan masih harus diperhatikan agar tidak

meningkat menjadi ketimpangan yang ekstrem yang akan menyebabkan

terjadinya inefisiensi perekonomian yang digambarkan dengan situasi dimana

akan semakin kecil bagian dari jumlah penduduk yang memenuhi syarat dalam

mendapatkan pinjaman atau bentuk kredit lainnya sebagai akibat dari tingginya

ketimpangan pendapatan pada seluruh tingkat pendapatan rata-rata (Todaro &

Smith, 2013).

11
Ketimpangan pendapatan yang terjadi di Indonesia secara umum disebabkan

oleh terus meningkatnya akumulasi kekayaan kelas atas, dimana kondisi tersebut

menggambarkan konsumsi tahunan yang dilakukan 10 persen orang terkaya

mengalami kenaikan hingga 6 persen, sedangkan konsumsi untuk 40 persen orang

termiskin hanya mengalami peningkatan yang lebih kecil dari 2 persen (Ringo,

2021).

Rata-rata penurunan ketimpangan pendapatan masih sangat kecil yaitu

sebesar 0,005. Selain itu, Indonesia berada diperingkat dua di ASEAN mengenai

tingkat ketimpangan pendapatan tepat di bawah Thailand sebagai peringkat

pertama dengan ketimpangan paling tinggi di ASEAN, sedangkan Brunei

Darusalam merupakan negara terbaik di ASEAN jika dilihat dari segi kemerataan

pendapatan (Purnamasari, 2017).

Selain kesehatan dan pendidikan, keberhasilan pembangunan ekonomi

nasional juga dapat dilihat laju pendapatan perkapita. GDP perkapita Indonesia

tahun 2018-2020 terus mengalami penurunan dan yang paling signifikan terjadi

pada tahun 2020 dimana pertumbuhan GDP perkapita adalah sebesar -3,107.

Kondisi pertumbuhan ekonomi Indonesia jauh lebih baik jika dibandingkan

dengan Brunei darussalam sebagai negara dengan kategori Very High Human

Development dimana GDP perkapita Brunei tahun 2015, 2016, dan 2018 adalah

minus (World Bank, 2019).

Fenomena sosial dan ekonomi yang juga ikut mempengaruhi kualitas

sumber daya manusia adalah pengangguran. Peningkatan jumlah pengangguran di

Indonesia tahun 2019 ke 2020 adalah sebesar 2,76 juta jiwa. Pengangguran di

12
Indonesia disebabkan oleh banyaknya jumlah pencari kerja dibandingkan dengan

permintaan tenaga kerja di pasar tenaga kerja. Kondisi ini semakin buruk karena

pencari kerja kembali memasuki dunia kerja, dan terus bertambahnya pekerja baru

di dunia kerja karena setiap tahun Indonesia memiliki ribuan bahkan jutaan

lulusan dari perguruan tinggi dan SMA/ SMK (Tysara, 2021).

Menurut lokadata (2020) Penurunan jumlah penduduk miskin adalah

cerminan dari penurunan jumlah pengangguran pada tahun yang sama. Banyaknya

jumlah pengangguran di Indonesia menyebabkan tingkat kemiskinan Indonesia

tahun 2018 mencapai 5,1 persen yang jika dibandingkan dengan negara ASEAN

lainnya memiliki selisih yang signifikan. Bahkan tingkat kemiskinan yang berada

di Brunei Darussalam, Malaysia, dan Thailand berkisar antara 0,0 hingga 0,1.

Berdasarkan uraian masalah yang terjadi, maka akan dianalisa fenomena

tersebut dalam penelitian yang berjudul “Analisis Pengaruh Pengeluaran

Pemerintah Bidang Pendidikan dan Kesehatan, Pendapatan Perkapita,

Pengangguran, Kemiskinan, dan Ketimpangan Pendapatan terhadap Indeks

Pembangunan Manusia di Indonesia”.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan penjelasan pada latar belakang, maka akan dibahas beberapa

permasalahan, yaitu :

1. Bagaimana pengaruh pengeluaran pemerintah bidang pendidikan dan

kesehatan, Pendapatan Perkapita, pengangguran, kemiskinan, dan

ketimpangan pendapatan terhadap indeks pembangunan manusia di

Indonesia?

13
2. Bagaimana strategi pemerintah dalam mengatasi masalah mengenai

Indeks Pembangunan Manusia di Indonesia ?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang akan dibahas, maka tujuan dari

penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh pengeluaran pemerintah

bidang pendidikan dan kesehatan, Pendapatan Perkapita, pengangguran,

kemiskinan, dan ketimpangan pendapatan terhadap indeks pembangunan

manusia di Indonesia

2. Untuk mengetahui dan menganalisis strategi yang dilakukan pemerintah

untuk mengatasi masalah mengenai Indeks Pembangunan Manusia di

Indonesia.

1.4 Manfaat Penelitian

1. Manfaat Akademis

Penelitian ini diharapkan mampu memberikan referensi atau

pengetahuan baru untuk pengembangan wawasan dan ilmu pengetahuan,

terkhusus mengenai hubungan pengeluaran pemerintah bidang pendidikan

dan kesehatan, pendapatan perkapita, pengangguran, kemiskinan, dan

ketimpangan pendapatan terhadap Indeks Pembangunan Manusia dimana

merupakan salah satu fokus mata kuliah Ekonomi Sumber Daya Manusia.

Selain itu, penelitian ini dapat digunakan sebagai pedoman dan rujukan

bagi studi kepustakaan dan untuk penelitian lebih lanjut.

14
2. Manfaat Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan

memberikan informasi baru sebagai pedoman untuk menganalisis kualitas

sumber daya manusia melalui Indeks Pembangunan Manusia di Indonesia,

terutama bagi instansi pemerintah terkait untuk membuat strategi dan

menetapkan kebijakan mengenai peningkatan sumber daya manusia.

15

Anda mungkin juga menyukai