PENDAHULUAN
Kehidupan berbangsa dan bernegara tidak lepas dari adanya faktor-faktor yang
membangun kondisi kehidupan yang sejahtera. Kesejahteraan manusia dikondisikan
sebagai tujuan pokok dalam ekonomi masyarakat. Dalam skala global hal ini dikenal
sebagai tujuan pembangunan berkelanjutan (Sustainable Development Goals atau
SDGs) yang merupakan tindakan lanjutan dari Millennium Development Goals atau
MDGs yang disetujui pada sidang umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada
September 2015 yang memuat 17 tujuan, 169 target, dan 241 indikator yang mana
dimaksudkan agar tujuan yang belum tercapai dalam Millennium Development Goals
dapat terealisasikan dengan Sustainable Development Goals. Tujuan Sustainable
Development Goals antara lain pengentasan segala bentuk kemiskinan di semua
tempat, mencapai ketahanan pangan dan menggalakkan pertanian yang berkelanjutan,
menggalakkan hidup sehat dan kesejahteraan bagi semua kelompok usia,
menciptakkan pendidikan berkualitas dan inklusif bagi semua orang, mencapai
kesetaraan gender, menjamin akses air dan sanitasi, memastikan kemudahan atas akses
energi yang terjangkau dan berkelanjutan, mempromosikan pertumbuhan ekonomi
yang berkelanjutan dan inklusif, membangun infrastruktur, mengurangi kesenjangan,
menciptakan lingkungan perkotaan yang inklusif dan aman, penanganan perubahan
iklim, perlindungan ekosistem laut dan daratan, menciptakan perdamaian, dan
kemitraan global demi pembangunan yang berkelanjutan.
I-1
yang dikemukakan oleh Mahbub ul Haq yang adalah seorang ekonom dari Pakistan
dalam bukunya yang berjudul Reflections on Human Development. Angka yang
ditunjukkan indeks tersebut akan dianalisis dari beberapa faktor yang mempengaruhi
naik dan turunnya nilai Indeks Pembangunan manusia itu sendiri.
1
Badan Pusat Statistik. 2016. Indikator Kesejahteraan Rakyat Provinsi Jawa Timur 2016, Surabaya:
Badan Pusat Statistik.
I-2
Tabel 1. Analisa Indikator Indeks Pembangunan Manusia Indonesia tahun 2015-
2017.
Tahun
Indikator
2015 2016 2017
Angka Harapan Hidup (tahun) 69,0 69,2 69,4
Harapan Lama Sekolah (tahun) 12,7 12,8 12,8
Rata-rata Lama Sekolah (tahun) 7,9 8,0 8,0
Pendapatan per Kapita (PPP US$) 10.037 10.437 10.846
Nilai Indeks Pembangunan Manusia 0,686 0,691 0,694
Sumber: Human Development Indices and Indicators: 2018 Statistical Update,
UNDP (diolah oleh penulis)2
2
United Nation Development Programme. 2018. Human Development Indices and Indicators: 2018
Statistical Update. New York. United States of America.
3
Kementerian Kesehatan RI. 2013. Gambaran Kesehatan Lanjut Usia di Indonesia. Jakarta: Pusat Data
dan Informasi Kementerian Kesehatan RI.
I-3
faktor yang mempengaruhi angka harapan hidup itu sendiri, berupa faktor sosial
maupun faktor ekonomi. Angka harapan hidup dapat dipengaruhi oleh keadaan
lingkungan, ketersediaan pangan, pendidikan, kebijakan pemerintah maupun
perekonomian masyarakat dan sebagainya. Peningkatan harapan hidup disebabkan
karena hidup yang lebih baik, pencegahan serta perawatan ibu, meningkatnya
pendidikan dan pendapatan perkapita.
Lebih lanjut, United Nations Development Programme kemudian melakukan
komparasi negara-negara tetangga Indonesia dalam proses pembangunan manusia
yang diukur dengan Indeks Pembangunan Manusia pada tahun 2017. Hal tersebut
dijelaskan dalam tabel 2. dibawah ini:
4
Ibid hal. 12
I-4
Dilihat dari tabel 2. Komparasi Negara-negara tetangga Indonesia dilihat dari
indikator Indeks Pembangunan Manusia tahun 2017. Angka Harapan Hidup di
Indonesia pada tahun 2017 sebesar 69,4 tahun yang mana berada diatas umur rata-rata
sebesar 69,1 tahun untuk negara-negara dalam kelompok pengembangan manusia
menengah dan dibawah rata-rata sebesar 74,7 tahun untuk negara-negara di Asia Timur
dan Pasifik.
I-5
yang ditetapkan melalui Keputusan Menteri Kesehatan R.I. Nomor
HK.02.02/Menkes/52/2015. 5
5
http://www.depkes.go.id/article/view/17070700004/program-indonesia-sehat-dengan-pendekatan-
keluarga.html diakses pada (belom masuk dafpus)
I-6
dan manfaat (benefit), serta kendali mutu dan biaya. Keseluruhan pilar tersebut
dimaksudkan agar mampu mencapai keluarga-keluarga sehat.
6
http://www.depkes.go.id/article/view/17070700004/program-indonesia-sehat-dengan-
pendekatan-keluarga.html diakses pada (belom masuk dafpus) IBID
I-7
sehat. Dimana, program ini sebagai salah satu implementasi dalam Program Indonesia
Sehat.
Sasaran program ini adalah seluruh warga masyarakat di wilayah DKI Jakarta
termasuk aspek kesehatan lingkungannya, khususnya yang tinggal di lokasi rumah
susun sederhana sewa (Rusunawa), kampung deret dan kampung kumuh dan miskin
(slum area) dengan melakukan upaya kunjungan dari rumah ke rumah yang dilakukan
oleh petugas kesehatan yang telah dibentuk. Kunjungan ini untuk dimaksudkan untuk
melaksanakan kegiatan pengendalian berbagai penyakit, melalui identifikasi dan
edukasi, serta menambah wawasan dan pengetahuan warga tentang masalah
kesehatan.7
7
Peraturan Gubernur DKI Jakarta nomor 115 tahun 2016 tentang Program Ketuk Pintu Layani Dengan
Hati.
I-8
4. Melakukan pembinaan kesehatan lingkungan termasuk makanan jajanan dan
adanya potensi timbulnya penyakit menular dan pengendalian penyakit tidak
menular pada kelompok khusus di masyarakat (home surveilance);
5. Melakukan rujukan kasus sesuai ketentuan dan prosedur yang berlaku serta
tingkat keparahan (severity) termasuk pelayanan kegawatdaruratan.
Ditinjau dari Peraturan Gubernur DKI Jakarta nomor 116 tahun 2016, indikator
keberhasilan dari pelaksanaan program Ketuk Pintu Layani Dengan Hati adalah8:
8
Ibid.
I-9
- Kemandirian dalam mengelola kondisi kesehatan dan lingkungan di
tempat tinggalnya.
5. Terlaksananya program promotive dan preventif;
- Terlaksananya program Ketuk Pintu Layani Dengan Hati dengan
mengedepankan upaya promotive dan preventif
6. Deteksi dini tumbuh kembang anak;
- Meningkatnya angka deteksi tumbuh kembang anak yang ada di
Provinsi DKI Jakarta
7. Deteksi dini kesehatan masyarakat;
- Meningkatnya kesadaran akan kesehatan dengan melakukan
pendeteksian secara dini atas kesehatan dan lingkungan di masyarakat.
8. Perubahan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS); dan
- Perubahan pola hidup masyarakat menjadi lebih bersih dan lebih sehat.
9. Meningkatnya angka harapan hidup.
- Meningkatnya indicator kesehatan atas Indeks Pembangunan Manusia
sehingga nilai Indeks Pembangunan Manusia di Provinsi DKI Jakarta
meningkat pula.
Dari uraian indicator keberhasilan diatas, angka harapan hidup dipilih karena
menurut Sukirno (dalam Wahyuni, 2011) tolak ukur kesehatan yang berhubungan
dengan status kesehatan baik perorangan maupun masyarakat disuatu daerah dapat
dilihat dari Angka kelahiran dan angka kematian; Angka kesakitan; Angka harapan
hidup; dan Angka yang menyangkut proses persalinan yang mana hal tersebut mampu
diukur menggunakan data yang dikeluarkan oleh Dinas Kesehatan setempat9.
Pembangunan dalam aspek kesehatan dapat dilihat dari angka harapan hidup di
suatu wilayah. Hasil dari program ini dapat terlihat dari laporan Badan Pusat Statistik
9
Wahyuni Triana, Rochyati. 2011. Implementasi & Evaluasi Kebijakan Publik. Surabaya: PT. Revka
Petra Media. Hal. 34
I-10
dari tahun 2015 hingga 2017 terkait dengan pertumbuhan angka harapan hidup di
wilayah Indonesia dapat dilihat dari tabel 6. dibawah ini:
Tabel 6. Komparasi dan Sebaran Angka Harapan Hidup di 10 Provinsi teratas se–
Indonesia tahun 2015-2017
10
Ibid.
I-11
Lebih lanjut, penentuan lokasi atau locus dari penelitian ini dilihat dari nilai
Angka Harapan Hidup di tiap wilayah di Provinsi DKI Jakarta. Hal tersebut dijelaskan
dalam tabel 8. dibawah ini:
Kota Jakarta Timur menduduki peringkat pertama dalam nilai angka harapan
hidup yang ada di Provinsi DKI Jakarta dan selalu mengalami peningkatan dalam
capaian angka harapan hidup. Maka dipilihlah kota Jakarta Timur sebagai lokasi
penelitian ini.
11
Universitas Kristen Indonesia. 2017. Program Ketuk Pintu Layani Dengan Hati (KPLDH) yang
Berhasil di Puskesman Kelurahan Duren Sawit, Jakarta Timur. (http://reporter.uki.ac.id/program-ketuk-
I-12
Penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Debby D.V. Kawengian dan Joyce J.
Rares (2015) dengan judul “Evaluasi Kebijakan Pencegahan dan Pemberantasan
Perdagangan Manusia (Trafficking) Terutama Perempuan dan Anak di Kabupaten
Minahasa Selatan Provinsi Sulawesi Utara” yang mana melakukan evaluasi kebijakan
dilihat dari teori evaluasi kebijakan dari Jones yakni Political evaluation,
Organizational evaluation, dan Substantive evaluation.12 Hasilnya ditemukan bahwa
secara politis kebijakan tersebut belum berhasil menjadi alat untuk melindungi nasib
perempuan di Minahasa Selatan, secara organisasi masih belum ada koordinasi antar
instansi terkait, belum ada sosialisasi kebijaakn kepada masyarakat dan belum ada
keseriusan dalam melaksanakan kebijakan ini, dan secara substantif bahwa kelemahan
utama dalam kebijakan ini ada pada ketidak jelasan bentuk sanksi hukum yang akan
diterima oleh para pelaku kejahatan trafficking di Sulawesi Utara lebih khusus lagi di
Minahasa Selatan.
Kemudian riset yang dilakukan oleh Tiara Dhayu Prameswari (2017) yang
berjudul “Evaluasi Kebijakan Pendidikan Program Bina Lingkungan di Kota Bandar
Lampung” yang mana melakukan evaluasi dengan melihat proses pembuatan kebijakan
yakni input, proses, dan output yang diberikan oleh Dinas Pendidikan terkait dalam
proses pembuatan kebijakan.13 Hasilnya ditemukan bahwa dari input kebijakan terlihat
pada implementasi kebijakan tersebut belum sepenuhnya tercapai dikarenakan
penetapan kuota penerimaan peserta didik bina lingkungan yang tidak efektif dan tidak
sesuai. Dari segi proses kebijakan terlihat bahwa implementasii kebijakan tersebut
pintu-layani-dengan-hati-kpldh-yang-berhasil-di-puskesmas-kelurahan-duren-sawit-jakarta-timur/
diakses pada 6 Juni 2019)
12
Kawengian, Debby D.V., Rares, Joyce J. 2015. Evaluasi Kebijakan Pencegahan dan Pemberantasan
Perdagangan Manusia (Trafficking) terutama Perempuan dan Anak di Kabupaten Minahasa Selatan
Provinsi Sulawesi Utara. E-Journal Acta Diurna Vol. IV no. 5.
13
Prameswari, Tiara D. 2017. Evaluasi Kebijakan Pendidikan Program Bina Lingkungan di Kota
Bandar Lampung. Bandar Lampung. Universitas Lampung.
I-13
belum sepenuhnya tercapai dikarenakan input yang tidak sesuai membuat guru
kesulitan dalam menjelaskan materi karena motvasi belajar peserta didik rendah dan
penetapan kuota tersebut menyebabkan eksistensi sekolah swasta dikarenakan sulit
untuk mendapatkan calon peserta didik. Dan dari segi output kebijakan terlihat bahwa
implementasi kebijakan tersebut belum sepenuhnya tercapai dikarenakan pencapaian
kualitas mutu pendidikan di kota Bandar Lampung tidak efektif karena mutu
pendidikan mengalami penurunan semenjak adanya prorgam Bina Lingkungan dan
pencapaian kuota penerimaan peserta didik tidak efektif dikarenakan adanya tumpang
tindih regulasi terkait kuota penerimaan peserta didik.
Lebih lanjut, riset yang dilakukan oleh Asrul Nurdin (2013) yang berjudul
“Implementasi Kebijakan Peraturan Daerah no 2 tahun 2008 tentang Pembinaan Anak
Jalanan, Gelandangan, Pengemis, dan Penamen di Kota Makassar” yang mana
menganalisis proses pelaksanaan atau adopsi kebijakan Peraturan Daerah No 2 Tahun
2008 daerah Kota Makassar yang membahas mengenai bentuk pembinaan anak
jalanan, gelandangan pengemis, dan pengamen di Kota Makassar serta faktor-faktor
yang mempengaruhi proses pelaksanaan Peraturan Daerah No 2 Tahun 2008.14 Hasil
dari penelitian ini ditemukan bahwa dalam adopsi peraturan daerah, pemerintah kota
Makassar telah melakukan beberapa program pembinaan berupa pembinaan
pencegahan, pembinaan lanjutan, dan usaha rehabilitasi sesuai dengan arah pembinaan
yang tertuang pada peraturan daerah no 2 tahun 2008 di kota Makassar.
Selanjutnya, riset yang dilakukan oleh Muhammad Iqbal (2018) yang berjudul
“Evaluasi Program Unggulan Pelayanan Kesehatan Bupati Pesawaran Home Care di
Kabupaten Pesawaran tahun 2013-2016” yang mana melakukan evaluasi dengan
menggunakan 6 indikator menurut Wirawan yakni Layanan Program, Pelaksanaan
Layanan, Stakeholder yang dilayani, Sumber-sumber yang dipergunakan, pelaksanaan
program dibandingkan dengan yang diharapkan dalam rencana, dan kinerja
14
Nurdin, Asrul. 2013. Implementasi Kebijakan Peraturan Daerah no 2 tahun 2008 tentang Pembinaan
Anak Jalanan, Gelandangan, Pengemis, dan Penamen di Kota Makassar. Makassar. Universitas
Hasanuddin.
I-14
pelaksanaan program.15 Hasilnya ditemukan bahwa pelaksanaan program tersebut
masih tidak sesuai harapan dan masih banyak masyarakat yang belum mendapatkan
layanan dari Home Care. Ditemukan juga faktor penghambat program Home Care
seperti akses wilayah yang kurang mendukung, sumber daya manusia yang kurang,
fasilitas mobilisasi yang kurang, dan kurangnya partisipasi masyarakat dalam
pelaksanaan program ini.
Kemudian, riset yang dilakukan oleh Rensi Mei Nandini (2016) yang berjudul
“Dampak Usaha Ekonomi Kreatif Terhadap Masyarakat Desa Blawe Kecamatan
Purwosari Kabupaten Kediri” yang mana melakukan evaluasi melihat dari dampak
yang terjadi secara ekonomi dan sosial.16 Hasilnya ditemukan bahwa masyarakat Desa
Blawe sebagai kelompok sararan dari program ekonomi kreatif telah merasakan
dampak dari program ekonomi kreatif. Dampak yang dirasakan oleh masyarakat adalah
dampak ekonomi berupa meningkatnya pendapatan masyarakat, terciptanya
kesempatan kerja dan meningkatnya ekspor. Secara dampak sosial yang terjadi adalah
meningkatnya kualitas hidup, meningkatkan toleransi sosial dan pengurangan
kesenjangan sosial. Dampak ekonomi dan sosial menunjukkan bahwa kehidupan
masyarakat Desa Blawe menjadi lebih baik dibandingkan dengan kehidupan
sebelumnya. Selain itu faktor-faktor yang mempengaruhi dampak program ekonomi
kreatif adalah kondisi masyarakat, sumber daya yang memadahi dan program yang
dapat diterima oleh masyarakat Desa Blawe.
Dan yang terakhir, riset yang dilakukan oleh Antik Bintari dan Landrikus
Hartanto Sampe Pandiangan (2016) yang berjudul “Formulasi Kebijakan Pemerintah
tentang Pembentukan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) Perseroan Terbatas (PT)
15
Iqbal, Muhammad. 2018. Evaluasi Program Unggulan Pelayanan Kesehatan Bupati Pesawaran
Home Care di Kabupaten Pesawaran tahun 2013-2016 (Studi di Puskesmas Bernung, Puskesmas
Kotadalam, dan Puskesmas Hanura. Bandar Lampung. Universitas Lampung.
16
Nandini, Rensi M. 2016. Dampak Usaha Ekonomi Kreatif Terhadap Masyarakat Desa Blawe
Kecamatan Purwoasri Kabupaten Kediri. Surabaya. Universitas Airlangga.
I-15
Mass Rapid Train (MRT) Jakarta di Provinsi DKI Jakarta” yang mana menganalisis
kebijakan Peraturan Daerah Nomor 7 Tahun 2013 Tentang Perubahan Atas Peraturan
Daerah Nomor 3 Tahun 2008 Tentang Pembentukan Badan Usaha Milik Daerah PT
MRT Jakarta.17 Hasilnya adalah ada ada 4 tahapan formulasi yang dilakukan sehingga
menghasilkan kebijakan pembentukan Badan Usaha Milik Daerah PT MRT Jakarta
yaitu perumusan masalah, penyusunan agenda, pemilihan alternatif kebijakan untuk
memecahkan masalah dan tahap penetapan kebijakan. Pengambilan keputusan yang
lambat mengenai pembangunan MRT telah memberikan pengaruh pada pembentukan
PT MRT Jakarta. Pertarungan kepentingan yang terjadi antar berbagai aktor membuat
tahapan perumusan kebijakan berjalan lambat. Proses yang kurang berjalan dengan
baik membuat penanganan kemacetan berjalan lambat dan tidak kunjung selesai.
Perbedaan riset saya kali ini adalah melakukan identifikasi dampak yang terjadi
dari implementasi program Ketuk Pintu Layani dengan Hati terhadap masyarakat
Kelurahan Duren Sawit, Kecamatan Duren Sawit, Kota Administrasi Jakarta Timur
dengan menggunakan salah satu bentuk dimensi evaluasi kebijakan publik yakni
Evaluasi Sumatif atau Evaluasi Dampak. Yang mana, peneliti menggunakan metode
evaluasi yang dikemukakan oleh Finsterbusch dan Motz dalam Wibawa (1994) yakni
single program before-after yang mana membandingkan dampak yang terjadi sebelum
dan sesudah kebijakan dalam kelompok sasaran dengan berdasarkan pada faktor-faktor
yang mempengaruhi dampak dari kebijakan kesehatan yakni faktor lingkungan dan
faktor sosial-ekonomi.
17
Bintari, A., Pandiangan. L.H.S. 2016. Formulasi Kebijakan Pemerintah tentang Pembentukan Badan
Usaha Milik Daerah (BUMD) Perseroan Terbatas (PT) Mass Rapid Train (MRT) Jakarta di Provinsi
DKI Jakarta. Jurnal Ilmu Pemerintahan.Vol.2 No.2. Bandung. Universitas Padjajaran.
I-16
direncanakan.18 Lebih lanjut, suatu kebijakan atau program tidak boleh hanya berakhir
pada implementasinya saja, karena sebelum ada evaluasi akhir terdapat dampak yang
dihasilkan (Hogwood dan Gunn, 1990).19 Pertimbangan ini dapat dipahami mengingat
adanya perbedaan antara hasil langsung / direct output yang berupa target yang
dihasilkan oleh suatu kebijakan (policy outputs) dengan dampak yang diharapkan
terjadi dalam masyarakat (policy impacts). Maka dari itu, fokus dari evaluasi kebijakan
atau program adalah pada penilaian terhadap dampak atau kinerja dari suatu kebijakan.
Berdasarkan uraian latar belakang masalah diatas, maka rumusan masalah yang
dapat ditarik dari peneliti adalah:
1. Mendeskripsikan realitas program Ketuk Pintu Layani dengan Hati yang ada di
Provinsi DKI Jakarta kepada pembaca.
2. Mendeskripsikan dampak dari program Ketuk Pintu Layani Dengan Hati
terhadap masyarakat Kelurahan Duren Sawit, Kecamatan Duren Sawit, Kota
Jakarta Timur.
18
Hogwood, Brian W. dan Gunn, Lewis A. 1990. Policy Analysis for the Real World. New York: Oxford
University Press.
19
Ibid.
I-17
3. Menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi dampak dari program Ketuk
Pintu Layani Dengan Hati di Kelurahan Duren Sawit, Kecamatan Duren Sawit,
Kota Jakarta Timur.
2. Untuk dapat menjadi bahan perbaikan evaluasi pemerintahan dan menjadi
bahan rujukan bagi para peneliti dan akademisi.
1.4 Manfaat
Manifestasi dari tujuan penelitian yang diberikan oleh peneliti adalah mampu
memberikan manfaat bagi pembaca. Dalam hal ini, manfaat dibagi menjadi 2 (dua)
yakni: Manfaat Akademis dan Manfaat Praktis.
I-18
Menurut Snelbecker dalam Moleong (2011), teori adalah seperangkat proposisi
yang berinteraksi secara sintaksi (yakni mengikuti aturan tertentu yang dapat
dihubungkan secara logis dengan lainnya dengan data atas dasar yang dapat diamati)
dan berfungsi sebagai media untuk meramalkan dan menjelaskan fenomena yang ingin
diamati.20 Dalam penelitian ini akan dijabarkan beberapa konsep. Maka dari itu akan
dikembangkan beberapa teori dalam penelitian ini yakni:
20
Moleong, L.J. 2011. Metodologi Penelitian Kualitatif Edisi Revisi. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
21
World Health Organisation (WHO). 2000. The World Health Report: Health System: Improving
Performance. Geneva.
22
Walt G. 1994. Health Policy: an introduction to process and power. London: Zed Books. United
Kingdom.
23
Bornemisza O., Sondorp E. 2002. Health Policy Formulation In Complex Political Emergencies and
Post-Conflict Countries. A Literarture Review. London School of Hygiene adn Tropical Medicine
University of London. Depatement of Public Health and Policy. Health Policy Unit London UK.
I-19
Maka, dapat ditarik kesimpulan bahwa Kebijakan Kesehatan adalah
serangkaian tindakan yang dikembangkan oleh pemerintah dengan tujuan
meningkatkan kondisi kesehatan penduduk. Jadi pihak berwenang mempromosikan
kampanye pencegahan dan untuk memastikan akses yang demokratis dan masif ke
pusat-pusat medis.
1.5.2 Dampak
I-20
kebijakan atau program tertentu terhadap kelompok sasaran kebijakan. Menurut Dye
(2017), Evaluasi kebijakan adalah pemeriksaan yang objektif, sistematis, dan empiris
terhadap efek dari kebijakan dan program public terhadap targetnya dari segi tujuan
yang ingin dicapai.24 Lebih lanjut menurut Mustopadidjaja (2003), fenomena yang
dinilai dalam studi kebijakan publik adalah yang berkaitan dengan tujuan, sasaran
kebijakan, kelompok sasaran (target groups) yang ingin dipengaruhi, berbagai
instrumen kebijakan yang digunakan, respon dari lingkungan kebijakan, kinerja yang
dicapai, dampak yang terjadi, dan lain sebagainya. 25
1. Pengkajian Persoalan.
Tujuannya adalah untuk menemukan dan memahami hakekat persoalan
dari suatu permasalahan dan kemudian merumuskannya dalam hubungan sebab
akibat.
2. Penentuan Tujuan.
Adalah tahapan untuk menentukan tujuan yang hendak dicapai melalui
kebijakan publik yang segera akan diformulasikan.
24
Dye, Thomas R. 2017. Understanding Public Policy 15th edition. Englewood Cliffs, N.J.: Printice
Hall, Inc.
25
Mustopadidjaja. AR. 2003. Manajemen Proses Kebijakan Publik, Formulasi, Implementasi dan
Evaluasi Kinerja, Jakarta: Duta Pertiwi F. Lembaga Adminsitrasi Negara Republik Indonesia.
26
Dunn, William N. 2011. Public Policy Analysis: An Introduction 5th edition. New Jersey: Pearson
Education
27
Ibid.
I-21
3. Perumusan Alternatif.
Alternatif adalah sejumlah solusi pemecahan masalah yang mungkin
diaplikasikan untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan.
4. Penyusunan Model.
Model adalah penyederhanaan dan kenyataan persoalan yang dihadapi
yang diwujudkan dalam hubungan kausal. Model dapat dibangun dalam
berbagai bentuk, misalnya model skematik, model matematika, model fisik,
model simbolik, dan lain-lain.
5. Penentuan Kriteria.
Analisis kebijakan memerlukan kriteria yang jelas dan konsisten untuk
menilai alternatif kebijakan yang ditawarkan. Kriteria yang dapat dipergunakan
antara lain kriteria ekonomi, hukum, politik, teknis, administrasi, peranserta
masyarakat, dan lain-lain.
6. Penilaian Alternatif.
Penilaian alternatif dilakukan dengan menggunakan kriteria dengan
tujuan untuk mendapatkan gambaran lebih jauh mengenai tingkat efektivitas
dan kelayakan setiap alternatif dalam pencapaian tujuan.
7. Perumusan Rekomendasi.
Rekomendasi disusun berdasarkan hasil penilaian alternatif kebijakan
yang diperkirakan akan dapat mencapai tujuan secara optimal dan dengan
kemungkinan dampak yang sekecil-kecilnya.
Dunn (2011) lebih lanjut membagi siklus pembuatan kebijakan dalam lima
yaitu tahap pertama tahap penyusunan agenda, tahap kedua melalui formulasi
kebijakan, tahap ketiga melalui adopsi kebijakan, tahap keempat merupakan tahap
implementasi kebijakan dan tahap terakhir adalah tahap penilaian atau evaluasi
kebijakan28. Kelima tahap yang menjadi urut-urutan semuanya perlu dikelola dan
dikontrol oleh pembuat yang sekaligus pelaksana kebijakan publik. Tanpa adanya
28
Ibid.
I-22
kepemimpinan yang profesional dan bertanggung jawab maka bukan kesuksesan yang
diperoleh melainkan kebijakan yang menbawa kerugian bagi publik
Penyusunan
Agenda
Formulasi
Kebijakan
Adopsi Kebijakan
Implementasi
Kebijakan
Penilaian/Evaluasi
Kebijakan
29
Ibid.
30
Wibawa, Samodra. 1994. Evaluasi Kebijakan Publik. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada
I-23
“...Aspek proses pembuatan kebijakan, aspek proses implementasi, aspek
konsekuensi kebijakan dan aspek efektifitas dampak kebijakan. Keempat aspek
pengamatan ini dapat mendorong seorang evaluator untuk secara khusus
mengevaluasi isi kebijakan, baik pada dimensi hukum dan terutama
kelogisannya dalam mencapai tujuan, maupun konteks kebijakan, kondisi
lingkungan yang mempengaruhi seluruh proses kebijakan. Lebih lanjut,
evaluasi terhadap aspek kedua disebut sebagai evaluasi implementasi,
sedangkan evaluasi terhadap aspek ketiga dan keempat disebut evaluasi
dampak kebijakan.”
31
Budi, Winarno, 2012. Kebijakan Publik:Teori dan Proses, Yogyakarta: Media Pressindo
I-24
lima dimensi yang harus dibahas dalam meperhitungkan dampak dari sebuah
kebijakan.32 Dimensi-dimensi tersebut meliputi:
Lebih lanjut menurut Wahyuni Triana (2011), dimensi dampak yang harus
dikaji antara lain34:
1. Dampak pada masalah publik pada kelompok sasaran yang diharapkan atau
tidak.
32
Ibid.
33
Ibid.
34
Ibid
I-25
2. Dampak pada kelompok di luar sasaran.
3. Dampak sekarang dan dampak yang akan datang.
4. Dampak biaya langsung yang dikeluarkan untuk membiayai program dan
dampak biaya tidak langsung yang dikeluarkan oleh publik sebagai akibat
dari suatu kebijakan.
Menurut Rossi et.al (2018) penilaian atas dampak adalah untuk memperkirakan
apakah intervensi menghasilkan efek yang diharapkan atau tidak. Perkiraan seperti ini
tidak menghasilkan jawaban yang pasti tapi hanya beberapa jawaban yang mungkin
masuk akal.35 Tujuan dasar dari penilaian dampak adalah untuk memperkirakan “efek
bersih” dari sebuah intervensi – yakni perkiraan dampak intervensi yang tidak
dicampuri oleh pengaruh dari proses dan kejadian lain yang mungkin juga
memengaruhi perilaku atau kondisi yang menjadi sasaran suatu program yang sedang
dievaluasi itu.
Suatu program dapat dinilai memiliki dampak jika program tersebut bisa
mencapai perubahan sesuai dengan tujuan dan objektif. Kajian tentang evaluasi
dampak bertujuan untuk menguji efektivitas suatu kebijakan atau program dalam
mencapai tujuan.
Studi evaluasi kebijakan bersifat deskriptif dan analistis, di satu sisi studi
evaluasi berusaha menggambarkan dampak dan hasil yang telah dicapai, di lain pihak
studi evaluasi berusaha menggambarkan proses implementasi suatu kebijakan. Maka
dalam melakukan studi evaluasi ada beberapa jenis studi evaluasi. Finsterbusch dan
Motz (dalam Wibawa, 1994) menyebutkan empat jenis evaluasi program berdasarkan
kekuatan kesimpulan sebagai berikut36:
35
Rossi, Peter. H., Lipsey, Mark. W., & Freeman, Howard. E. 2018. Evaluation: A systematic approach
8thedition. Thousand Oaks, California: Sage Publ.
36
Ibid.
I-26
Tabel 10. Empat Jenis Evaluasi
Pengukuran Kondisi
Kelompok Informasi yang
Jenis Evaluasi Kelompok Sasaran
Kontrol diperoleh
Sebelum Sesudah
Single program Tidak Ya Tidak ada Keadaan kelompok
after only sasaran
Single program Ya Ya Tidak ada Perubahan keadaan
before-after kelompok sasaran
Comparative Tidak Ya Ada Keadaan sasaran dan
after only bukan sasaran
Comparative Ya Ya Ada Efek program
before- after terhadap kelompok
sasaran
Sumber: Wibawa, 1994 (diolah oleh penulis)37
Dari jenis studi evaluasi yang dikemukakan oleh Finsterbusch dan Motz maka
dapat dilihat bahwa jenis evaluasi Single program before-after merupakan jenis studi
evaluasi yang paling lemah. Pemilihan terhadap jenis studi yang dipakai oleh evaluator
dalam melakukan analisis seringkali sangat ditentukan oleh ketersediaan data
mengenai kebijakan publik tersebut. Bila evaluator hanya dapat memperoleh data
tentang sasaran program pada waktu program telah selesai, maka hanya akan
melakukan studi Single program before-after. Sebaliknya, bila mempunyai data lebih
lengkap tentang sasaran program pada waktu sebelum dan setelah program
berlangsung, maka cenderung untuk melakukan studi menggunakan metode Single
program before-after dalam mengevaluasi kebijakan.
Kajian evaluasi dampak sering kali disebut sebagai evaluasi sumatif. Menurut
Parsons (2008), evaluasi sumatif adalah suatu evaluasi dengan melakukan usaha
37
Ibid.
I-27
mengukur bagaimana kebijakan atau program dalam jangka waktu tertentu.38 Lebih
lanjut, Palumbo (dalam Parsons, 2008) menjelaskan bahwa evaluasi sumatif digunakan
untuk mengukur bagaimana sebuah kebijakan atau program telah memberikan dampak
terhadap masalah yang ditangani.39 Evaluasi sumatif berusaha memantau pencapaian
tujuan dan target formal setelah suatu kebijakan atau program diterapkan untuk jangka
waktu tertentu. Evaluasi sumatif dilakukan pasca-implementasi, dimana evaluasi
dimaksudkan untuk untuk memperkirakan dan membandingkan dampak dari intervensi
terhadap satu kelompok dengan kelompok lainnya.
38
Parsons, Wayne. 2008. Public Policy: An Introduction to the Theory and Practice of Policy Analysis.
Cheltenham: Edward Elgar. hal. 552
39
Ibid. hal. 552
I-28
Lebih lanjut, pengukuran dampak ini dijelaskan dalam Tabel 5. Metode
Pengukuran Dampak menggunakan model Single program before-after dibawah ini:
40
Gormley, Kevin. 1999. Social Policy and Health Care. Churchill Livingstone.
I-29
Dari penjelasan diatas, disimpulkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi
perhitungan dampak kebijakan kesehatan adalah faktor sosial dan faktor ekonomi yang
merupakan variable langsung yang berpengaruh terhadap kondisi kesehatan.
Angka Harapan Hidup menunjukkan jumlah tahun hidup yang diharapkan oleh
penduduk di suatu wilayah. Dengan memasukkan informasi mengenai angka kelahiran
dan kematian per tahun, variabel tersebut diharapkan akan mencerminkan rata-rata
lama hidup sekaligus hidup sehat masyarakat. Untuk menghitung angka harapan hidup
digunakan metode tidak langsung. Data dasar yang dibutuhkan dalam metode ini
adalah rata-rata anak lahir hidup dan rata-rata anak masih hidup dari wanita pernah
kawin. Secara singkat, proses penghitungan angka harapan hidup ini disediakan oleh
program Mortpak. Untuk mendapatkan Indeks Harapan Hidup dengan cara
menstandartkan angka harapan hidup terhadap nilai maksimum dan minimumnya.
41
World Health Organization. -. Mortality Burden Disease - Life Expectancy.
(https://www.who.int/gho/mortality_burden_disease/life_tables/situation_trends_text/en/ diakses pada
9 Juni 2019)
I-30
Menurut Sede dan Ohemeng (2015) faktor-faktor yang mempengaruhi angka
harapan hidup adalah42:
a. pendapatan perkapita;
b. Pendidikan;
c. pengeluaran pemerintah di bidang kesehatan;
d. pengangguran;
e. nilai tukar.
Hal ini menunjukkan bahwa harapan hidup memiliki hubungan langsung
dengan kesejahteraan sosial, kesehatan manusia dan pembangunan ekonomi.
1.5.3.1 Pengukuran Angka Harapan Hidup
Penghitungan angka harapan hidup terdapat dua metode yaitu metode langsung
dan metode tidak langsung. Metode langsung dihitung dengan menggunakan tabel
kematian (life table) yaitu berdasarkan angka kematian berdasarkan umur (Age Specific
Death Rate) yang diperoleh dari catatan registrasi kematian secara bertahun-tahun
(Badan Pusat Statistik, 2016)43.
Namun, pencatatan kematian di Indonesia masih belum berjalan dengan baik
sehingga Badan Pusat Statistik menghitung angka harapan hidup dengan metode tidak
langsung yaitu dengan menggunakan bantuan komputer Mortpak Lite (Badan Pusat
Statistik, 2016)44. Metode tidak langsung ini menghitung angka harapan hidup
berdasarkan rata-rata usia wanita melahirkan anak pertama (mean age of childbering),
rata- rata anak yang pernah dilahirkan (children ever born) dan rata-rata anak yang
masih hidup (children surviving).
1.6 Definisi Konsep
42
Sede, Peter I dan Williams Ohemeng. 2015. Socio-Economic Determinant of Life Expectancy in
Nigeria (1980-2011). Health Economics Review. Volume 5, Issue 2.
43
Ibid.
44
Ibid
I-31
Berdasarkan teori-teori yang telah dikemukakan, maka definisi konsep yang
relevan dengan teori yang dijabarkan adalah sebagai berikut:
I-32
lingkungan dan faktor sosial ekonomi yang merupakan variable langsung yang
berpengaruh terhadap kondisi kesehatan.
7. Angka Harapan Hidup adalah jumlah tahun hidup yang diharapkan oleh
penduduk di suatu wilayah.
Dalam penelitian ini yang fokusnya pada dampak program Ketuk Pintu Layani
Dengan Hati yang merupakan program kesehatan terhadap peningkatan Indeks
Pembangunan Manusia, peneliti menggunakan metode penelitian kualitatif. Metode ini
merupakan satu-satunya cara yang relevan untuk memahami fenomena sosial (tindakan
manusia).
45
Moleong, L.J. 2011. Metodologi Penelitian Kualitatif Edisi Revisi. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
46
Shank, G. 2002. Qualitative Research. A Personal Skills Approach. New Jersey: Merril Prentice
Hall. Hal.5
I-33
mengatakan para peneliti mencoba memahami bagaimana orang lain memahami
pengalaman mereka Dari dua pengertian diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa
penelitian kualitatif merupakan metode yang memfokuskan pada pemahaman
fenomena sosial dari sudut pandang subjek penelitian secara deskriptif.
47
Creswell, J. W. 2010. Research Design: Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif, dan Mixed. Yogjakarta:
PT Pustaka Pelajar
48
Ibid.
I-34
relevan dengan masalah penelitian tertentu, (Bungin, 2007).49 Menurut Bungin
(2007), informan penelitian adalah subjek yang memahami informasi objek
penelitian sebagai pelaku maupun orang lain yang memahami objek penelitian.
50
Seseorang atau sesuatu diambil sebagai sampel karena peneliti menganggap
bahwa seseorang atau sesuatu tersebut memiliki informasi yang diperlukan bagi
penelitian. Memiliki informasi dalam artian memiliki pengetahuan,
pengalaman, dan memahami permasalahan. Teknik ini memberikan
kemudahan kepada peneliti untuk menentukan informan yang akan
diwawancarai sesuai dengan tujuan penelitian. Informan yang diwawancara
dalam penelitian ini adalah Kepala Dinas Kesehatan Kota Jakarta Timur,
Kepala Pusekesmas Kelurahan Duren Sawit, Kecamatan Duren Sawit, Jakarta
Timur, dan Masyarakat Kelurahan Duren Sawit, Kecamatan Duren Sawit,
Jakarta Timur.
49
Bungin, Burhan. 2007. Penelitian Kualitatif: Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Publik dan Ilmu Sosial
lainnya. Jakarta:Putra Grafika
50
Ibid.
51
Yin, Robert K. 2011. Studi Kasus: Desain dan Metode. Jakarta.: Rajagrafindo Persada.
I-35
b. Menyiapkan, mengumpulkan, dan menganalisis data. Peneliti
melakukan persiapan, pengumpulan,dan analisis data berdasarkan
protokol penelitian yangtelah dirancang sebelumnya.
c. Menganalisis dan menyimpulkan. Pada kasus tunggal, hasil penelitian
digunakan untuk mengecek kembali kepada konsep atau teori yang telah
dibangun pada tahap pertama penelitian
52
Ibid
53
Ibid.
54
Ibid.
55
Ibid.
I-36
pembanding untuk mengecek kebenaran informasi yang didapatkan. Selain itu
peneliti juga melakukan pengecekan derajat kepercayaan melalui teknik
triangulasi dengan metode, yaitu dengan melakukan pengecekan hasil
penelitian dengan teknik pengumpulan data yang berbeda yakni wawancara,
observasi, dan dokumentasi sehingga derajat kepercayaan data dapat valid.
Menurut Miles dan Huberman (2009), terdapat tiga jalur analisis data
kualitatif yakni reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan.56
Reduksi data adalah proses pemilihan, pemusatan perhatian pada
penyederhanaan, pengabstrakan, dan transformasi data kasar yang muncul dari
catatan-catatan tertulis di lapangan. Proses ini berlangsung terus menerus
selama penelitian berlangsung. Reduksi data merupakan bentuk analisis yang
menajamkan, menggolongkan, mengarahkan, membuang yang tidak perlu, dan
mengorganisasi data dengan cara sedemikian rupa sehingga kesimpulan akhir
dapat diambil. Reduksi dilakukan dengan cara seleksi ketat atas data, ringkasan,
dan menggolongkannya dalam pola yang lebih luas. Penyajian data adalah
penyusunan informasi sehingga memberi kemungkinan akan adanya penarikan
kesimpulan dan pengambilan tindakan. Penulis disini menggunakan seluruh
jalur atau cara analisis data kualitatif dikarenakan informasi yang akan
diperoleh penulis mungkin akan banyak sehingga diperlukan instrumen dan
cara yang baik dalam mengolah data kualitatif
56
Miles, B. Mathew dan Huberman, Michael. 2009. Analisis Data Kualitatif Buku Sumber Tentang
Metode-metode Baru. Jakarta: UI Press.
I-37
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Budi, Winarno, 2012. Kebijakan Publik: Teori dan Proses Kebijakan Publik,
Yogyakarta: Media Pressindo
Bungin, Burhan. 2007. Penelitian Kualitatif: Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Publik
dan Ilmu Sosial lainnya. Jakarta:Putra Grafika
Aqil, Muhammad. Munawar Ali Qureshi. Dr. Rizwan Raheem Ahmed. Seemab
Qadeer. 2014. “Determinants of Unemployment in Pakistan”. International Journal of
Physical and Social Sciences. Volume 4, Issue 4.
Creswell, J. W. 2010. Research Design: pendekatan kualitatif, kuantitatif, dan mixed.
Yogjakarta: PT Pustaka Pelajar
Dunn, William N. 2011. Public Policy Analysis: An Introduction 5th edition. New
Jersey: Pearson Education
Dye, Thomas R. 2017. Understanding Public Policy 15th edition. Englewood Cliffs,
N.J.: Printice Hall, Inc.
Gormley, Kevin. 1999. Social Policy and Health Care. Churchill Livingstone.
Hogwood, Brian W. dan Gunn, Lewis A. 1990. Policy Analysis for the Real World.
New York: Oxford University Press.
Miles, B. Mathew dan Huberman, Michael. 2009. Analisis Data Kualitatif Buku
Sumber Tentang Metode-metode Baru. Jakarta: UI Press.
Moleong, L.J. 2011. Metodologi Penelitian Kualitatif Edisi Revisi. Bandung: PT.
Remaja Rosdakarya.
I-38
Rossi, Peter. H., Lipsey, Mark. W., & Freeman, Howard. E. 2018. Evaluation: A
systematic approach 8thedition. Thousand Oaks, California: Sage Publ.
Sede, Peter I dan Williams Ohemeng. 2015. Socio-Economic Determinant of Life
Expectancy in Nigeria (1980-2011). Health Economics Review. Volume 5, Issue 2.
Shank, G. 2002. Qualitative Research. A Personal Skills Approach. New Jersey: Merril
Prentice Hall.
Wahyuni Triana, Rochyati. 2011. Implementasi & Evaluasi Kebijakan Publik.
Surabaya: PT. Revka Petra Media.
Walt G. 1994. Health Policy: an introduction to process and power. London: Zed
Books.UK
Wibawa, Samodra. 1994. Evaluasi Kebijakan Publik. Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada
Yin, Robert K. 2011. Studi Kasus: Desain dan Metode. Jakarta.: Rajagrafindo Persada.
World Health Organisation (WHO). 1994. The World Health Report: Health System:
Improving Performance. Geneva
World Health Organisation (WHO). 2000. The World Health Report: Health System:
Improving Performance. Geneva
I-39
Publikasi Pemerintah
Badan Pusat Statistik. 2016. Indikator Kesejahteraan Rakyat Provinsi Jawa Timur
2016, Surabaya: Badan Pusat Statistik.
Pedoman Pelaksanaan Ketuk Pintu Layani Dengan Hati oleh Dinas Kesehatan Provinsi
DKI Jakarta.
Peraturan Gubernur DKI Jakarta nomor 116 tahun 2016 tentang Program Ketuk Pintu
Layani Dengan Hati.
Artikel
Brata, Aloysius Gunadi, 2002. Pembangunan Manusia dan Kinerja Ekonomi Regional
di Indonesia. Jurnal Ekonomi Pembangunan.
Kawengian, Debby D.V., Rares, Joyce J. 2015. Evaluasi Kebijakan Pencegahan dan
Pemberantasan Perdagangan Manusia (Trafficking) terutama Perempuan dan Anak
di Kabupaten Minahasa Selatan Provinsi Sulawesi Utara. E-Journal Acta Diurna Vol.
IV no. 5.
I-40
Marisca, Haryadi. 2016. Pengaruh Kinerja Keuangan Daerah Terhadap Indeks
Pembangunan Manusia Di Provinsi Jambi. Jurnal Prespektif Pembiayaan Dan
Pembangunan Daerah. Jambi.
Septi Danasari, Lina; Wibowo, Arief. 2017. Analisis Angka Harapan Hidup di Jawa
Timur Tahun 2015. Jurnal Biometrika dan Kependudukan. Vol.6 No.1. Daerah
Istimewa Yogyakarta. Universitas Airlangga.
Skripsi
Nandini, Rensi M. 2016. Dampak Usaha Ekonomi Kreatif Terhadap Masyarakat Desa
Blawe Kecamatan Purwoasri Kabupaten Kediri. Surabaya. Universitas Airlangga.
Laman Online
Universitas Kristen Indonesia. 2017. Program Ketuk Pintu Layani Dengan Hati
(KPLDH) yang Berhasil di Puskesman Kelurahan Duren Sawit, Jakarta Timur.
(http://reporter.uki.ac.id/program-ketuk-pintu-layani-dengan-hati-kpldh-yang-
berhasil-di-puskesmas-kelurahan-duren-sawit-jakarta-timur/ diakses pada 6 Juni 2019)
I-41
World Health Organization. -. Mortality Burden Disease - Life Expectancy.
(https://www.who.int/gho/mortality_burden_disease/life_tables/situation_trends_text/
en/ diakses pada 9 Juni 2019)
I-42