PENDAHULUAN
1. LATAR BELAKANG
Indeks Pembangunan Manusia merupakan suatu indeks yang mencakup tiga bidang
pembangunan manusia yang dianggap sangat mendasar yang dilihat dari kualitas fisik dan
non fisik penduduk. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) adalah pengukuran perbandingan
dari harapan hidup, melek huruf, pendidikan dan standar hidup di suatu negara.
Untuk melihat sejauh mana keberhasilan pembangunan dan kesejahteraan manusia, United
Nations Development Programme (UNDP) telah menerbitkan suatu indikator yaitu Indeks
Pembangunan Manusia (IPM) untuk mengukur kesuksesan pembangunan dan kesejahteraan
suatu Negara. Konsep Indeks Pembangunan Manusia menurut UNDP dan Badan Pusat
Statistik (BPS,2023) mengacu pada pengukuran pencapaian pembangunan manusia berbasis
sejumlah komponen dasar kualitas hidup:
1. Angka harapan hidup untuk mengukur pencapaian di bidang Kesehatan.
2. Angka melek huruf dan rata–rata lama sekolah untuk mengukur pencapaian di bidang
Pendidikan.
3. Standar kehidupan yang layak yang diindikasikan dengan logaritma normal dari produk
domestik regional bruto per kapita penduduk dalam prioritas daya beli.
Keberhasilan pembangunan khususnya pembangunan manusia dapat dinilai secara parsial
dengan melihat seberapa besar permasalahan yang paling mendasar di masyarakat tersebut
dapat teratasi. Permasalahan – permasalahan tersebut diantaranya adalah kemiskinan,
pengangguran, buta huruf, ketahanan pangan, usia harapan hidup, dan penegakan demokrasi.
Indeks Pembangunan Manusia menjelaskan bagaimana penduduk dapat mengakses hasil
pembangunan dalam memperoleh pendapatan, kesehatan, pendidikan, dan sebagainya.
Namun persoalannya adalah pencapaian pembangunan manusia secara parsial sangat
bervariasi dimana beberapa aspek pembangunan tertentu berhasil dan beberapa aspek
pembangunan lainnya gagal.
Jawa Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang terdiri dari 27
Kabupaten/Kota. IPM Jawa Barat setiap tahun semakin meningkat, berturut-turut mulai tahun
2019 sampai tahun 2021 sebesar 72,03; 72,09 dan 72,45 (BPS, 2021). Ini berarti bahwa
upaya pembangunan manusia terus diupayakan guna meningkatkan kualitas dan
kesejahteraan penduduk di Jawa Barat. Walaupun terus meningkat setiap tahunnya, peringkat
IPM Jawa Barat secara nasional menempati peringkat ke-9 (BPS, 2021). Peringkat ini
termasuk dalam kategori sedang apabila mengingat Jawa Barat sebagai pusat pertumbuhan
ekonomi Pulau Jawa. Hal tersebut menunjukkan bahwa faktor yang mempengaruhi tinggi
rendahnya IPM tidak bisa ditentukan dengan melihat satu faktor saja. Oleh karena itu perlu
dilakukan analisis untuk melihat faktor apa saja yang berpengaruh terhadap Indeks
Pembangunan Manusia di Jawa Barat.
2. PERMASALAHAN
3. TUJUAN
1. Untuk mendapatkan informasi mengenai analisis dalam eksplorasi data peubah terikat
Indeks Pembangunan Manusia dan peubah bebas berupa usia harapan hidup, harapan
lama sekolah, rata-rata lama sekolah, pengeluaran perkapita, dan kepadatan penduduk.
2. Untuk mendapatkan informasi mengenai hubungan yang linear antara tiap peubah.
3. Untuk mendapatkan informasi mengenai model regresi dari data Indeks pembangunan
Manusia.
4. Untuk mendapatkan informasi mengenai ada atau tidaknya pelanggaran asumsi dalam
model regresi yang telah dibuat.
5. Untuk mendapatkan informasi mengenai isu multikolinearitas, pencilan, atau titik
pengungkit.
6. Untuk mendapatkan informasi mengenai model regresi terbaik dan seberapa baik model
regresi yang telah diperoleh.
7. Untuk mendapatkan informasi mengenai hasil dari inferensi terhadap model terbaik
yang telah diperoleh.
8. Untuk mendapatkan informasi mengenai interpretasi dari hasil yang diperoleh beserta
insights yang dapat diperoleh dari model tersebut.
METODE
1. Data
2. Prosedur
Prosedur analisis yang digunakan dalam penelitian ini sebagai berikut :
1. Melakukan analisis dalam eksplorasi data peubah terikat Indeks Pembangunan
Manusia dan peubah bebas berupa usia harapan hidup, harapan lama sekolah, rata-rata
lama sekolah, pengeluaran perkapita, dan kepadatan penduduk.
2. Melakukan pengujian untuk melihat hubungan yang linear antara tiap peubah
3. Memperoleh model regresi dari data Indeks pembangunan Manusia
4. Menguji apakah terdapat pelanggaran asumsi dalam model regresi yang telah dibuat
5. Menguji apakah terdapat isu multikolinearitas, pencilan, atau titik pengungkit
6. Melakukan perbaikan model untuk mengatasi isu multikolinearitas, pencilan, atau titik
pengungkit
7. Memperoleh model regresi terbaik dan menganalisis model regresi yang telah
diperoleh
8. Melakukan analisis untuk memperoleh hasil dari inferensi terhadap model terbaik
9. Melakukan interpretasi dari hasil yang diperoleh beserta insights yang diperoleh dari
model tersebut
1. Eksplorasi Data
Indeks Pembangunan Manusia atau IPM Jawa Barat tahun 2022 sebesar 73,12
berada pada status tinggi. IPM Jawa Barat mengalami peningkatan setiap tahunnya.
Wilayah Jawa Barat terdiri dari 27 kabupaten/kota dengan nilai IPM yang berbeda.
Berikut nilai Indeks Pembangunan Manusia berdasarkan kabupaten/kota di Jawa Barat
pada tahun 2022.
(a) (b)
Gambar 2. Sebaran IPM Jawa Barat 2022
Pada Boxplot Indeks Pembangunan Manusia Provinsi Jawa Barat tahun 2022
menunjukkan bahwa data cenderung condong ke arah kiri karena jarak antara Q1 dan Q2
lebih panjang dibandingkan jarak antara Q2 dan Q3 sehingga data lebih terpusat di sebelah
kanan serta tidak ada outlier yang ditemukan dalam data. Berdasarkan Histogram diatas,
diperhatikan bahwa Indeks Pembangunan Manusia Provinsi Jawa Barat tahun 2022 dapat
diasumsikan tidak mengikuti sebaran normal. Hal ini terlihat secara eksploratif dari
histogram yang cenderung menggambarkan sebaran data yang tidak simetris.
2. Linearitas
Hubungan linier atau pola hubungan antar peubah respon dan penjelas yang
digunakan dalam penelitian digambarkan melalui scatter plot pada Gambar 3 dan nilai
korelasi Pearson pada Tabel 3. Hubungan peubah yang positif menunjukkan kenaikan dan
penurunan nilai antar peubah akan menunjukkan arah yang bersesuaian. Sebaliknya nilai
korelasi yang negatif menunjukkan bahwa kenaikan satu peubah akan diiringi penurunan
peubah yang lain.
Gambar 3. Hubungan linier atau pola hubungan antar peubah respon dan penjelas
Berdasarkan Gambar 3, terlihat bahwa semua peubah memiliki hubungan linier karena
memiliki garis lurus. Selain itu, semua peubah memiliki hubungan positif. Hubungan positif
antara IPM dengan kelima peubah penjelas, yaitu usia harapan hidup, harapan lama sekolah,
rata-rata lama sekolah, pengeluaran perkapita dan kepadatan penduduk. Hal ini berarti bahwa,
semakin tinggi nilai kelima peubah tersebut maka nilai IPM akan semakin tinggi. Korelasi yang
tinggi antara peubah kelima peubah penjelas dengan IPM tentu menunjukkan hubungan yang
sangat erat atau kuat antar dua peubah ini.
IPM = 3.139e+00 + 4.858e-01 UHH + 9.765e-01 HLS - 1.425e+00 RLS + 1.425e+00 PPK
- 6.174e-05 KP
Berdasarkan Tabel 4 terlihat bahwa nilai p-value sebesar <2.2e-16 yang berarti
nilai p-value lebih kecil dari taraf nyata (alpha) 0.05 maka belum terdapat cukup bukti
untuk menyatakan tiap-tiap peubah penjelas tidak berpengaruh signifikan secara simultan
terhadap peubah respon. Dengan kata lain, terdapat minimal satu peubah yang
berpengaruh terhadap peubah respon. Selain itu, diduga terdapat 4 peubah yang
berpengaruh secara signifikan pada taraf nyata 5%. Hal ini dapat dilihat dari nilai p-value
(Pr (>|t|)) pada peubah UHH, HLS, RLS, dan PPK kurang dari taraf nyata α=5%. Nilai
R-Square yakni ukuran kekuatan prediksi dari model sebesar 0.9974 artinya 99,74%
keragaman dari IPM dapat dijelaskan oleh peubah yang mempengaruhinya, sedangkan
keragaman yang lain dijelaskan oleh peubah lain yang tidak ada di dalam model.
IPM = 4.038e+00 + 5.929e-01 UHH + 9.705e-01 HLS - 1.289e+00 RLS + 8.023e-04 PPK
Berdasarkan Tabel 5 terlihat bahwa nilai p-value sebesar <2.2e-16 yang berarti
nilai p-value lebih kecil dari taraf nyata (alpha) 0.05 maka belum terdapat cukup bukti
untuk menyatakan tiap-tiap peubah penjelas tidak berpengaruh signifikan secara simultan
terhadap peubah respon. Dengan kata lain, terdapat minimal satu peubah yang
berpengaruh terhadap peubah respon. Selain itu, diduga terdapat semua peubah yang
berpengaruh secara signifikan pada taraf nyata 5%. Hal ini dapat dilihat dari nilai p-value
(Pr (>|t|)) pada peubah UHH, HLS, RLS, dan PPK kurang dari taraf nyata α=5%. Nilai
R-Square yakni ukuran kekuatan prediksi dari model sebesar 0.9969 artinya 99,69%
keragaman dari IPM dapat dijelaskan oleh peubah yang mempengaruhinya, sedangkan
keragaman yang lain dijelaskan oleh peubah lain yang tidak ada di dalam model.
4. ASUMSI-ASUMSI
4) Kenormalan sisaan
Hipotesis pengujian:
H₀ : Sisaan berdistribusi normal
H₁ : Sisaan tidak berdistribusi normal
1) Isu Multikolinearitas
Multikolinieritas merupakan adanya hubungan linier antar beberapa atau semua
peubah penjelas dari model regresi berganda. Terdapat banyak metode untuk mendeteksi
multikolinieritas, salah satunya melihat nilai Variance Inflation Factor (VIF). Nilai VIF
=1 menunjukkan bahwa peubah bebas tidak berkorelasi satu sama lain. Jika nilai VIF 1<
VIF < 5, berarti peubah-peubah bebas tersebut berkorelasi sedang satu sama lain. Nilai
VIF yang berada di antara rentang 5 hingga 10 berarti antar peubah bebas yang
berkorelasi tinggi. Jika VIF ≥ 5 sampai 10 maka akan terjadi multikolinearitas antar
peubah bebas dalam model regresi dan VIF > 10 menunjukkan koefisien regresi
diestimasi lemah dengan adanya multikolinearitas. (Belsley, 1991)
Tabel 6. Nilai Multikolinearitas
Peubah VIF
UHH 2.7874
HLS 3.0579
RLS 4.874
PPK 3.5638
KP 7.3259
Berdasarkan Tabel 7. dilihat bahwa peubah Usia Harapan Hidup, Harapan Lama
Sekolah, Rata-rata lama sekolah, dan Pendapatan Perkapita memiliki nilai VIF kurang
dari 5. Hal ini mengindikasikan bahwa peubah tersebut memiliki korelasi sedang satu
sama lain.
Tabel 8. Summary pendugaan model regresi tanpa observasi outlier ( 5 dan 21)
Coefficients:
Estimate Std. Error t value Pr (>|t|)
Intercept 4.329e+00 3.863e+02 1.120 0.276
UHH 4.821e-01 5.536e-02 8.703 3.07e-08 ***
HLS 1.000e+00 1.056e-01 9.468 7.87e-09 ***
RLS 1.259e+00 7.643e-02 16.467 4.25e-13 ***
PPK 8.412e-04 4.173e-05 20.158 9.30e-15 ***
----
Signif. codes: 0 '***' 0.001 '**' 0.01 '*' 0.05 '.' 0.1 ' ' 1
Residual standard error: 0.2346 on 20 degrees of freedom
Multiple R-squared: 0.9976, Adjusted R-squared: 0.9971
F-statistic: 2056 on 4 and 20 DF, p-value: < 2.2e-16
* Signifikan taraf nyata α=5%
IPM = 4.329e+00 + 4.821e-01 UHH + 1.000e+00 HLS + 1.259e+00 RLS + 8.412e-04 PPK
IPM = 3.885e+00 + 4.787e-01 UHH + 1.062e-01 HLS + 1.219e+00 RLS + 8.631e-04 PPK
Tabel 10. Summary pendugaan model regresi tanpa observasi outlier dan leverage
( observasi 21)
Coefficients:
Estimate Std. Error t value Pr (>|t|)
Intercept 4.374e+00 4.098e+00 1.067 0.298
UHH 4.755e-01 5.861e-02 8.112 6.58e-08 ***
HLS 1.030e+00 1.109e-01 9.289 6.94e-09 ***
RLS 1.234e+00 7.991e-02 15.442 6.13e-13 ***
PPK 8.646e-04 4.231e-05 20.436 2.43e-15 ***
----
Signif. codes: 0 '***' 0.001 '**' 0.01 '*' 0.05 '.' 0.1 ' ' 1
Residual standard error: 0.2489 on 21 degrees of freedom
Multiple R-squared: 0.9973, Adjusted R-squared: 0.9968
F-statistic: 1924 on 4 and 21 DF, p-value: < 2.2e-16
* Signifikan taraf nyata α=5%
IPM = 4.374e+00 + 4.755e-01 UHH + 1.030e+00 HLS + 1.234e+00 RLS + 8.646e-04 PPK
Tabel 11. Summary pendugaan model regresi tanpa observasi observasi, outlier, dan
outlier dan leverage
( observasi 5,7, dan 21)
Coefficients:
Estimate Std. Error t value Pr (>|t|)
Intercept 4.027e+00 4.617e+00 0.872 0.394
UHH 4.841e-01 5.885e-02 8.226 1.11e-07 ***
HLS 1.020e+00 1.899e-01 5.371 3.49e-05 ***
RLS 1.249e+00 1.088e-01 11.477 5.48e-10 ***
PPK 1.249e+00 4.335e-05 19.385 5.61e-14 ***
----
Signif. codes: 0 '***' 0.001 '**' 0.01 '*' 0.05 '.' 0.1 ' ' 1
Residual standard error: 0.2406 on 19 degrees of freedom
Multiple R-squared: 0.9976, Adjusted R-squared: 0.9971
F-statistic: 1950 on 4 and 19 DF, p-value: < 2.2e-16
* Signifikan taraf nyata α=5%
Berdasarkan analisis yang telah dilakukan, maka didapatkan beberapa kesimpulan sebagai
berikut:
1. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di Indonesia cenderung mengalami kenaikan dari
tahun ke tahun. Pada 2021, IPM Jawa Barat menempati urutan ke-9 secara nasional.
Kota Bandung memiliki IPM tertinggi sebesar 82,5%, diikuti Kota Bekasi dan Kota
Depok. Kabupaten Cianjur memiliki IPM terendah sebesar 65,94%.
2. Semua peubah penjelas memiliki hubungan linier positif yang kuat dengan peubah IPM.
Namun, hanya peubah Usia Harapan Hidup, Harapan Lama Sekolah, Rata-Rata Lama
Sekolah, dan Pengeluaran Perkapita. Peubah Kepadatan Penduduk tidak dipilih karena
tidak berpengaruh signifikan terhadap peubah IPM.
3. Pada model yang dipilih tidak terdapat pelanggaran asumsi. Namun, model memiliki
multikolinieritas dengan efek cukup besar, outlier dan titik leverage. Salah satu cara yang
dapat dilakukan yaitu dengan membuang peubah dan amatan yang terindikasi
multikolinieritas, outlier dan titik leverage.
4. Model dengan semua observasi menjadi pilihan yang baik karena memiliki nilai
R-Square yang tinggi. Model dengan penghapusan observasi outlier atau leverage tidak
dipilih karena tidak berpengaruh secara signifikan terhadap hasil analisis. Didapatkan
persamaan model regresi:
IPM = 4.038e+00 + 5.929e-01 UHH + 9.705e-01 HLS - 1.289e+00 RLS + 8.023e-04 PPK
5. Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh nilai Adjusted R-Square sebesar 0.9969 yang
menunjukan bahwa 99.7% keragaman dari IPM dapat dijelaskan oleh peubah yang
mempengaruhinya, sedangkan keragaman yang lain dijelaskan oleh peubah lain yang
tidak ada di dalam model.
6. Berdasarkan persamaan model regresi tersebut, dapat dinyatakan bahwa Usia Harapan
Hidup, Harapan Lama Sekolah, Rata-Rata Lama Sekolah, dan Pengeluaran Perkapita
berpengaruh signifikan positif terhadap Indeks Pembangunan Manusia di Jawa Barat
2022.
DAFTAR PUSTAKA
Belsley, D.A., Conditioning diagnostics: Collinearity and weak data in regression, John
Wiley & Sons, Inc., New York, 1991