Anda di halaman 1dari 60

ANALISIS PENGARUH PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO,

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA, JUMLAH PENDUDUK, DAN


PENGANGGURAN TERHADAP KEMISKINAN DI PROVINSI NUSA
TENGGARA TIMUR

OLEH:

MARIA SILVIANI AYUWINDA

1810010010

PROGRAM STUDI EKONOMI PEMBANGUNAN

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS NUSA CENDANA

KUPANG

2022
SURAT PENGESAHAN

ii
KATA PENGANTAR

iii
DAFTAR ISI
COVER..............................................................................................................................i
SURAT PENGESAHAN..................................................................................................ii
KATA PENGANTAR......................................................................................................iii
DAFTAR ISI....................................................................................................................iv
DAFTAR TABEL.............................................................................................................v
BAB I................................................................................................................................1
PENDAHULUAN.............................................................................................................1
1.1 Latar Belakang.................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah............................................................................................7
1.3 Tujuan Penelitian.............................................................................................8
1.4 Manfaat Penelitian...........................................................................................8
BAB II...............................................................................................................................9
TINJAUAN PUSTAKA...................................................................................................9
2.1 Kajian Pustaka.................................................................................................9
2.2 Kajian Empiris...............................................................................................32
2.3 Kerangka Berpikir.........................................................................................35
2.4 Hipotesi...........................................................................................................36
BAB III...........................................................................................................................37
METODE PENELITIAN..............................................................................................37
3.1 Jenis Penelitian...............................................................................................37
3.2 Pendekatan Penelitian....................................................................................37
3.3 Tempat dan Waktu Penelitian.......................................................................38
3.4 Jenis dan Sumber Data..................................................................................38
3.5 Teknik Pengumpulan Data............................................................................38
3.6 Operasional Variabel......................................................................................39
3.7 Teknik Analisa Data.......................................................................................40
3.8 Penentu Model Estimasi Regresi Data Panel................................................43
3.9 Asumsi Klasik.................................................................................................44
3.10 Uji Statistik.....................................................................................................47
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................50

iv
v
DAFTAR TABEL

vi
vii
BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Kemiskinan merupakan salah satu persoalan yang menjadi pusat


perhatian pemerintah di negara manapun terutama di negara sedang
berkembang. Kemiskinan sendiri pada negara berkembang merupakan
masalah yang cukup rumit meskipun beberapa negara berkembang telah
berhasil melaksanakan pembangunan dalam hal produksi dan pendapatan
nasional (Sartika, dkk 2016). Kondisi kemiskinan suatu negara atau daerah
juga merupakan cerminan dari tingkat kesejahteraan penduduk yang tinggal
pada negara atau daerah tersebut (Christianto,2013).

Indonesia adalah negara yang tergolong masih berkembang dan


kemiskinan merupakan masalah yang masih menjadi perhatian sehingga
menjadi suatu fokus yang sangat penting bagi pemerintah Indonesia. Hal ini
dapat dibuktikan dengan jumlah penduduk miskin yang besar, mayoritas
tinggal di daerah perdesaan yang sulit untuk diakses bahkan kota besar seperti
Jakarta juga masih sangat banyak ditemukan masyarakat miskin. Persoalan
kemiskinan juga dapat dipicu karena masih rendahnya kualitas hidup manusia,
jumlah penduduk, dan tingkat pengangguran yang semakin meningkat setiap
tahun nya.

Salah satu tujuan pembangunan nasional Indonesia dalam Pembukaan


Undang-Undang Dasar 1945 yaitu memajukan kesejahteraan umum.
Kesejahteraan umum merupakan kondisi terpenuhinya kebutuhan material,
spiritual, dan sosial penduduk negara agar dapat hidup layak dan mampu
mengembangkan diri, sehinggah dapat melaksanakan fungsi sosial dan
ekonominya. Kesejahteraan umum di Indonesia dapat digambarkan salah
satunya berdasarkan tingkat kemiskinan. Kemiskinan adalah suatu masalah
yang kompleks dan bersifat multidimensional. Oleh karena itu, upaya untuk

1
pengentasan kemiskinan harus dilakukan dengan komprehensif mencakup
berbagai aspek kehidupan masyarakat, dan dilaksanakan secara terpadu.

Nusa Tenggara Timur merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang


memiliki jumlah penduduk miskin yang cukup banyak. Berdasarkan data yang
dirilis oleh Badan Pusat Statistik Provinsi Nusa Tenggara Timur pada
September 2020, Provinsi Nusa Tenggara Timur adalah Provinsi termiskin
ketiga di Indonesia setelah Papua dan Papua Barat, dengan prosentase atau
sebanyak 21,21% atau sebanyak 1.170.530 orang. Posisi ini tidak bergeser
selama beberapa tahun terakhir. Untuk data Jumlah penduduk miskin di
Provinsi Nusa Tenggara Timur pada September 2020 di daerah perkotaan naik
sekitar 5,5 ribu orang dari 113,39 ribu orang pada Maret 2020 menjadi 118,88
ribu orang pada September 2020. Sedangkan untuk daerah perdesaan naik
sekitar 14,3 ribu orang. Dari 1.040,37 ribu orang pada Maret 2020 menjadi
1.054,65 ribu orang pada September 2020. Berikut adalah data tahunan
jumlah penduduk miskin di Provinsi Nusa Tenggara Timur.

Tabel 1.1
Data Jumlah Penduduk Miskin di Provinsi NTT Tahun 2010-2020

Jumlah Penduduk
Tahun
Miskin
2016 1.149,92
2017 1.150,79
2018 1.142,17
2019 1.146,36
2020 1.153,76
Sumber: https://ntt.bps.go.id

Dari tabel 1.1 di atas dapat dlihat bahwa kemiskinan yang ada di Provinsi
Nusa Tenggara Timur cenderung naik dari tahun ke tahun, meskipun pada
tahun 2016 sampai tahun 2018 mengalami peningkatan yang fluktuatif.
Dimana pada tahun 2017 jumlah kemiskinan di Provinsi Nusa Tenggara Timur
mengalami peningkatan sebesar 1.150,79 lebih tinggi dibanding tahun
sebelumnya yaitu tahun 2016 yang berjumlah 1.149,92 orang dan naik lagi
pada tahun 2018 sebesar 1.124,17. Kemudian pada tahun 2018 sampai dengan

2
2020 mengalami peningkatan yang tidak terlalu signifikan. Secara garis besar
dari data tabel 1.1 di atas, jumlah penduduk miskin yang ada di Provinsi Nusa
Tenggara Timur mengalami peningkatan.

Pertumbuhan ekonomi merupakan kunci utama dari penurunan


kemiskinan di suatu wilayah. Dengan pertumbuhan ekonomi yang meningkat
di masing-masing Provinsi mengindikasikan bahwa pemerintah mampu
meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya, sehinggah dapat mengurangi
tingkat kemiskinan. PDRB merupakan salah satu indikator pertumbuhan
ekonomi suatu wilayah. Semakin tinggi PDRB suatu daerah, maka semakin
besar pula potensi sumber penerimaan daerah tersebut. Pertumbuhan ekonomi
merupakan tema sentral dalam kehidupan ekonomi semua negara di dunia
dewasa ini. Pemerintah di negara manapun dapat segera jatuh atau bangun
berdasarkan tinggi rendahnya tingkat pertumbuhan ekonomi yang dicapainya
dalam catatan statistik nasional. Berhasil tidaknya program-program di
negara-negara dunia ketiga sering dinilai berdasarkan tinggi rendahnya tingkat
output dan pendapatan nasional (Todaro,2000).

Tabel 1.3
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) dan Laju Pertumbuhan Ekonomi
Provinsi Nusa Tenggara Timur
Pertumbuha
Tahu PDRB
n Ekonomi
n ADHK (Rp)
(%)
59.678.012,4
2016 5,12
1
62.725.410,4
2017 5,11
7
65.929.193,5
2018 5,11
4
69.385.992,3
2019 5,24
8
68.806.665,2
2020 -0,83
8

3
Sumber: https://ntt.bps.go.id

Tabel 1.3 menunjukan bahwa produk nasional bruto provinsi Nusa Tenggara
Timur dari tahun ke tahun menunjukan peningkatan. Sama halnya dengan
pertumbuhan ekonomi yang menunjukan peningkatan dari 5.12% sampai
5.24%, namun pda tahun 2020 PDRB menurun Rp.579.327,1. Dan juga pada
tahun yang sama pertumbuhan ekonomi pada tahun 2020 terkontraksi sebesar
0,83%, lebih rendah dibandingkan tahun 2019 yang tumbuh sebesar 5,24%,
namun lebih tinggi dibanding nasional yang terkontraksi 2,07%. Seluruh
komponen di sisi pengeluaran mengalami kontraksi sebagai dampak pandemi
COVID-19. Kontraksi yang lebih dalam tertahan oleh konsumsi rumah tangga
yang ditopang dengan adanya program Jaringan Pengaman Sosial (JPS) baik
dari Pemerintah Pusat dan Daerah untuk memulihkan daya beli masyarakat.
Dari sisi Lapangan Usaha (LU), kontraksi lebih dalam tertahan oleh LU
Informasi dan Komunikasi, LU Administrasi Pemerintahan, Pertahanan, dan
Jaminan Sosial Wajib; LU Jasa Keuangan dan Asuransi; dan LU Pertanian,
Kehutanan, dan Perikanan yang mampu tumbuh positif di tengah pandemi
COVID-19. Kebijakan bekerja dari rumah, belajar dari rumah serta
meningkatnya transaksi elektronik masyarakat mendorong pertumbuhan LU
Informasi dan Komunikasi. (https://www.bi.go.id)

Kualitas Sumber Daya Manusia juga dapat menjadi penyebab terjadinya


penduduk miskin. Kualitas Sumber Daya Manusia dapat dilihat dari indeks
Kualitas Hidup atau Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Rendahnya Indeks
Pembangunan Manusia (IPM) akan berakibat pada rendahnya produktifitas
kerja dari penduduk. Produktifitas yang rendah berakibat pada rendahnya
perolehan pendapatan. Sehinggah dengan rendahnya pendapatan
menyebabkan tingginya jumlah penduduk miskin. Terdapat tiga indikator
pengukuran Indeks Pembangunan Manusia, yaitu indikator kesehatan,
indikator pendidikan, dan indikator ekonomi. Komponen pengetahuan diukur

4
dengan angka melek huruf dan rata-rata lama sekolah, sedangkan komponen
standar hidup layak diukur dengan indikator rata-rata konsumsi rill yang telah
disesuaikan. Berikut adalah perkembangan dan pertumbuhan kualitas sumber
daya manusia pada Provinsi Nusa Tenggara Timur yang diukur dengan Indeks
Pembangunan Manusia (IPM).

Tabel 1.2
Presentase IPM di Provinsi Nusa Tenggara Timur Tahun 2016-2020

Tahun Presentase
2016 63.13
2017 63.73
2018 64.39
2019 65.23
2020 65.19
Sumber : https://ntt.bps.go.id

Tabel 1.2 terlihat bahwa Indeks Pembangunan Manusia di Provinsi Nusa


Tenggara Timur mengalami peningkatan dari tahun 2016 sampai dengan 2019,
namun pada tahun 2020 mengalami penurunan menjadi 65.19%. Jika
dibandingkan dengan Indeks Pembangunan Manusia secara Nasional, maka
Provinsi Nusa Tenggara Timur menempati urutan ketiga setelah Provins Papua
dan Papua Barat. Dari Indikator Kesehatan yang dukur berdasarkan umur
harapan hidup, Provinsi Nusa Tenggara Timur memiliki angka harapan hidup
sebesar 66 Tahun sampai 67 Tahun. Jika dilihat secara nasional maka angka
harapan hidup Provinsi Nusa Tenggara Timur menempati urutan ke 9 dari 33
Provinsi yang ada di Indonesia. Dari indikator Pendidikan yang diukur dari
rata-rata lama sekolah maka Rata-Rata Provinsi Nusa Tenggara Timur
menempuh jenjang pendidikan yang tertinggi sampai dengan kelas VIII atau
Sekolah Menengah saja. Kemudian untuk indikator ekonomi yang biasa
diukur dengan pengeluaran rill per kapita, Provinsi Nusa Tenggara Timur
masih menempati posisi terndah secara nasional. Berdasarkan data Badan
Pusat Statistik, rata-rata pengeluaran per kapita masyarakat Provinsi Nusa
Tenggarara Timur hanya sebesar Rp.840.359 per bulan pada 2020. Nila
Tersebut hanya sekitar 66% dari rata-rata pengeluaran per kapita nasional

5
yang sebesar Rp.1.264.590 per bulan. Hal ini menggambarkan bahwa kualitas
manusia yang ada di Provinsi Nusa Tenggara Timur masih rendah dan harus
menjadi perhatian bagi pemerintah untuk mengatasi masalah Indeks
Pembangunan Manusia di Provinsi Nusa Tenggara Timur.

Menurut Todaro (2000:42) pertumbuhan penduduk yang cepat


mendorong timbulnya masalah keterbelakangan dan membuat proses
pembangunan menjadi semakin jauh. Hsl ini dikarenakan banyak masyarakat
yang terkonsentrasi di daerah perkotaan. Menurut Sukirno (2012) jumlah
penduduk yang besar dalam pembangunan suatu daerah merupakan
permasalahan mendasar. Karena pertumbuhan penduduk yang tidak terkendali
dapat mengakibatkan tidak tercapainya tujuan pembangunan ekonomi yaitu
kesejahteraan rakyat serta menekan angka kemiskinan. Perkembangan jumlah
penduduk bisa menjadi faktor pendorong dan penghambat pembangunan.

Tabel 1.4
Jumlah Penduduk Provinsi Nusa Tenggara Timur Tahun 2015-2020

Tahun Jummlah Penduduk


2016 5.203.514
2017 5.287.302
2018 5.371.519
2019 5.456.203
2020 5.541.394
Sumber: https://ntt.bps.go.id

Tabel 1.4 menunjukan jumlah penduduk Provinsi Nusa Tenggara Timur yang
cenderung naik dari tahun ke tahun. Dimana pada tahun 2017 naik sebesar
83.788 jiwa, kemudian tahun berikutnya naik sebesar 84.217 jiwa dengan total
jumlah penduduk menjadi 5.371.519 jiwa. Sampai pada tahun 2020 jumlah
penduduk Provinsi Nusa Tenggara Timur naik menjadi 5.541.394 jiwa. Jumlah
penduduk hasil SP2020 (September 2020) sebanyak 5,33 juta jiwa. Data ini
meningkat 0,64 juta jiwa dibanding dengan tahun 2010. Laju pertumbuhan
penduduk per tahun (2010-2010) sebesar 1,25%. Data ini menurun dibanding
periode (2000-2010). Kemudian persentase penduduk usia produktif (15-64

6
tahun) sebesar 69.5%, naik dibandingkan tahun 2010 yang sebesar 7.5% Rasio
jenis kelamin 100 dimana jumlah penduduk laki-laki lebih banyak dibanding
dengan jumlah penduduk perempuan. Kemudian pulau Timor adalah pulau
dengan konsentrasi penduduk terbesar sebanyak 2.37 juta jiwa atau 44,52%
dari total penduduk Provinsi Nusa Tenggara Timur.

Faktor lain yang juga berpengaruh terhadap tingkat kemiskinan adalah


pengangguran. Salah satu unsur yang menentukan kemakmuran suatu
masyarakat adalah tingkat pendapatan. Pendapatan masyarakat mencapai
maksimum apbabila kondisi tingkat penggunaan tenaga kerja penuh (full
employment) dapat terwujud.). Pengangguran akan menimbulkan efek
mengurangi pendapatan masyarakat, dan itu akan mengurangi tingkat
kemakmuran yang telah tercapai. Semakin turunnya tingkat kemakmuran akan
menimbulkan masalah lain yaitu kemiskinan (Sadono Sukirno, 2000).

Tabel 1.5
Tingkat Pengangguran Terbuka Provinsi Nusa Tenggara Timur Tahun
2016- 2020

Tingkat
Tahun Pengangguran
Terbuka (%)
2016 3.25
2017 3.27
2018 3.01
2019 3.35
2020 4.28
Sumber : https://ntt.bps.go.id

Dari tabel 1.5 terlihat bahwa jumlah pengangguran terbuka di Provinsi Nusa
Tenggara Timur mengalami peningkatan yang fluktuatif namun cenderung
naik. Terlihat pada tahun 2016 TPT turun sebesar 0.58% yang sebelumnya
pada tahun 2015 TPT berjumlah 3.83%. Kemudian pada tahun 2017 naik
0.02% menjadi 3.27% Peningkatan yang besar terjadi pada 2020 dimana
Persentasi tingkat pengangguran terbuka naik 0.93% menjadi 4.28%. Tingkat
pertumbuhan angkatan kerja yang cepat dan pertumbuhan lapangan kerja yang

7
relatif lambat menyebabkan masalah pengangguran yang ada di suatu daerah
menjadi semakin serius.

Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka penulis tertarik untuk


melakukan penelitian lebih jauh dan bermaksud menuangkannya ke dalam
bentuk skripsi yang berjudul dengan jusul penelitian “Analisis Pengaruh
Produk Domestik Regional Bruto, Indeks Pembangunan Manusia,
Jumlah Penduduk, dan Pengangguran Terhadap Kemiskinan Di Provinsi
Nusa Tenggara Timur Timur’

1.2 Rumusan Masalah


0 Bagaimana pengaruh Produk Domestik Regional Bruto terhadap
kemiskinan di Provinsi Nusa Tenggara Timur
1 Bagaimana pengaruh Indeks Pembangunana Manusiaterhadap
kemiskinan di Provinsi Nusa Tenggara Timur
2 Bagaimana pengaruh Jumlah Penduduk terhadap kemiskinan di Provinsi
Nusa Tenggara Timur
3 Bagaimana pengaruh Tingkat Pengangguran terhadap kemiskinan di
Provinsi Nusa Tenggara Timur.

1.3 Tujuan Penelitian


1. Untuk menjelaskan pengaruh Produk Domestik Regional Bruto terhadap
kemiskinan di Provinsi Nusa Tenggara Timur
2. Untuk menjelaskan pengaruh Indeks Pembangunaa Manusia terhadap
kemiskinan di Provinsi Nusa Tenggara Timur
3. Untuk menjelaskan pengaruh Jaumlah Penduduk terhadap kemiskinan di
Provinsi Nusa Tenggara Timur
4. Untuk menjelaskan pengaruh Tingkat Pengangguran terhadap
kemiskinan di Provinsi Nusa Tenggara Timu

1.4 Manfaat Penelitian

8
1. Manfaat Teoritis
Secara umum hasil penelitian ini diharapkan menambah kajian ilmu
pengetahuan bagi mahasiswa Fakultas Ekonomi Pembangunan serta
dapat melengkapi kajian mengenai pengaruh Pengaruh Produk Domestik
Regional Bruto, Indeks Pembangunana Manusia, Jumlah Penduduk, dan
Tingkat Pengangguran Terhadap Kemiskinan Di Provinsi Nusa Tenggara
Timur Timur

2. Manfaat Praktis
Bagi pengambil kebijakan penelitian ini diharapkan mampu
memberikan informasi yang berguna dalam memahami Bagi pengambil
kebijakan penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi yang
berguna dalam memahami Pengaruh Produk Domestik Regional Bruto,
Indeks Pembangunana Manusia, Jumlah Penduduk, dan Tingkat
Pengangguran Terhadap Kemiskinan Di Provinsi Nusa Tenggara Timur
Timur.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kajian Pustaka


2.1.1 Pengertian Kemiskinan

Menurut Kuncoro (1997:102-103), kemiskinan adalah


ketidakmampuan memenuhi standar hidup minimum. Defenisis tersebut
menyiaratkan tiga persyaratan dasar, yaitu: (1) Bagaimana mengukur
standar hidup; (2) Apa yang dimaksud standar hidup minimum; (3)
Indikator sederhana yang bagaimanakah yang mampu mewakili masalah
kemiskinan yang begitu rumit. Sedangkan menurut Todaro (2011:250)
Kemiskinan adalah penduduk yang hidup dalam keadaan kurang nutrisi
dan Kesehatan yang buruk, memiliki tingkat pendidikan yang rendah,

9
hidup di wilayah-wilayah yang lingkunganya buruk, dan memiliki
penghasilan yang rendah.

Sumodiningrat (1989:26), menyatakan bahwa kemiskinan bersifat


multidimensional, dalam arti berkaitan dalam aspek sosial, ekonomi,
budaya, politik, dan aspek lainnya. Sedangkan Kartasasmita (1997:234)
mengatakan bahwa kemiskinan merupakan masalah dalam pembangunan
yang ditandai dengan pengangguran dan keterbelakangan, yang kemudian
meningkat menjadi ketimpangan. Lebih lanjut Kartasasmita
mengemukakan bahwa masyarakat miskin pada umumnya lemah dalam
kemampuan berusaha dan terbatas aksesnya pada kegiatan ekonomi
sehinggah tertinggal jauh dari masyarakat lainnya yang mempunyai
potensi lebih tinggi.

Akan tetapi, menurut Hendy Aribowo (2018:60), masalah


kemiskinan tidak bisa dilepaskan dari masalah yang melanda sumber daya
manusia berupa rendahnya tingkat pendidikan. Lebih lanjut ia mengatakan
Kemiskinan di Indonesia tidak hanya melanda di wilayah perkotaan, akan
tetapi juga di wilayah pedesaan bahkan terbilang masih tinggi. Selain dari
faktor rendahnya tingkat pendidikan penyebab dari kemiskinan adalah
tingkat kesehatan dan standar hidup. Kemiskinan dan keterbelakangan
merupakan dua istilah yang sinonim. Suatu negara dikatakan miskin
karena ia terbelakang. Ia terbelakang karena ia miskin, dan tetap
terbelakang karena tidak mempunyai sumber yang diperlukan untuk
meningkatkan pembangunan. (Jhingan, 2014:34-35).

BAPPENAS (2004), mendefenisikan kemiskinan sebagai kondisi


dimana seseorang atau kelompok orang, laki-laki dan peremuan, tidak
mampu memenuhi hak-hak dasarnya untuk mempertahankan dan
mengembangkan kehidupan yang bermartabat. Hak-hak tersebut
antaralain, terpenuhinya kebutuhan pangan, kesehatan, pendidikan,
pekerjaan, perumahan, air bersih, pertahanan, sumber daya alam dan
lingkungan hidup, serta berpartisipasi dalam kehidupan sosial-politik.

10
Untuk mengukur kemiskinan, Badan Pusat Statistik menggunakan
konsep kemmapuan memenuhi kebutuhan dasar (basic needs approach).
Konsep ini mengacu pada Hanbook On Poverty and Inquality yang
diterbitkan oleh World Bank. Dengan Pendekatan ini kemiskinan
dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi
kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur dari sisi
pengeluaran. Jadi penduduk yang dikategorikan sebagai penduduk miskin
jika memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan di bawah garis
kemiskinan. (BPS, 2020).

Dari beberapa defenisi kemiskinan menurut para ahli yang telah


disebutkan di atas maka dapat dijelaskan bahwa kemiskinan merupakan
suatu kondisi ketidakmampuan yang dialami oleh individu atau kelompok
untuk memenuhi kebutuhan standar hidup minimum. Kondisi ini
dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti rendahnya kualitas sumber daya
manusia yang ditandai dengan tingkat pendidikan dan kesehatan yang
rendah, kurangnya aksebilitas dalam berbagai bidang, dan pendapatan
yang rendah.

2.1.2 Faktor-Faktor Penyebab Kemiskinan

Kuncoro (2010) adanya kemiskinan merupakan suatu masalah yang


kompleks, adapun sebab-sebabnya:

1. Secara mikro, kemiskinan muncul karena adanya ketidaksamaan


pola kepemilikan sumberdaya yang menimbulkan distribusi
pendapatan yang timpang.
2. Kemiskinan muncul akibat perbedaan dalam kualitas sumber daya
manusia (SDM), kualitas SDM yang rendah berarti
produktivitasnya rendah yang pada akhirnya mengakibatkan
perolehan upah yang rendah juga. Keadaan rendahnya kulitas
SDM ini diakibatkan oleh rendahnya pendidikan di kalangan

11
penduduk miskin, selain itu ada faktor diksriminasi atau
keturunan.
3. Kemiskinan muncul karena perbedaan akses dalam moral.
2.1.3 Ukuran Kemiskinan

Arsyad (1999:238), dalam mengukur kemiskinan dibagi menjadi dua


macam cara yaitu kemiskinan absolut dan kemiskinan relatif. Kemiskinan
Absolut yaitu ukuran yang mengaitkan kemiskinan dengan tingkat
pendapatan dan kebutuhan. Apabila pendapatan tidak mencapai kebutuhan
minimum, maka orang dapat dikatakan miskin. Kesulitan utama dalam
konsep pengukuran kemiskinan secara absolute adalah dengan
menentukan komposisi dan tingkat kebutuhan minimum karena keduanya
karena keduanya tidak dipengaruhi faktor adat istiadat saja melainkan juga
diakibatkan oleh iklim dan faktor ekonomi lainnya. Kemiskinan Relatif
merupakan kemiskinan yang disebabkan oleh ketimpangan distribusi
pendapatan. Menurut beberapa pakar jika pendapatan seseorang sudah
mencapai tingkat kebutuhan dasar minimum, namun ternyata pendapatan
orang tersebut masih jauh lebih rendah jika dibandingkan dengan
pendapatan lingkungan sekitarnya, maka orang tersebut dalam kategori
orang miskin.

2.1.4 Indikator Kemiskinan

Menurut Badan Pusat Statistik, terdapat beberapa indikator


pengukuran kemiskinan, antara lain:

1. Head Count Index (HCI-P0) adalah presentasi penduduk yang


berada di bawah Garis Kemiskinan (GK).
2. Indeks Kedalaman Kemiskinan (Poverty Gap Index P1) yaitu
merupakan ukuran rata-rata kesenjangan pengeluaran masing-
masing penduduk miskin terhadap garis kemiskinan. Semakin
tinggi nilai indeks, maka semakin jauh rata-rata pengeluaran
penduduk dari garis kemiskinan.

12
3. Indeks Keparahan Kemiskinan (Poverty Severity Index P2), yaitu
gambaran mengenai penyebaran pengeluaran di antara penduduk
miskin. Semakin tinggi nilai indeks maka aka semakin tinggi
ketimpangan pengeluaran di antara penduduk miskin.
2.1.5 Teori Kemiskinana Nurkse Lingkaran Setan

Ketiga penyebab kemiskinan itu bermuara pada teori lingkaran setan


kemiskinan (vicious circle of poverty) lihat Gambar 2.1. Adanya
keterbelakangan, ketidak-sempurnaan pasar, kurangnya modal
menyebabkan rendahnya produktivitas. Rendahnya produktivitas
mengakibatkan rendahnya pendapatan yang mereka terima. Rendahnya
pendapatan akan berimplikasi pada rendahnya tabungan dan investasi,
rendahnya investasi akan berakibat pada keterbelakangan dan seterusnya.
Logika berpikir yang dikemukakan Nurkse yang dikutip Kuncoro (2000)
yang mengemukakan bahwa negara miskin itu miskin karena dia miskin (a
poor country is poor because it is poor)

Dalam mengemukakan teorinya tentang lingkaran setan kemiskinan,


pada hakikatnya Nurkse berpendapat bahwa kemiskinan bukan saja
disebabkan oleh ketiadaan pembangunan masa lalu tetapi juga disebabkan
oleh hambatan pembangunan di masa yang akan datang. Sehubungan
dengan hal ini Nurkse mengatakan: “Suatu negara menjadi miskin karena
ia merupakan negara miskin” (a country is poor because it is poor).
Menurut pendapatnya, inti dari lingkaran setan kemiskinan adalah
keadaan-keadaan yang menyebabkan timbulnya hambatan terhadap
terciptanya tingkat pembentukan modal yang tinggi. Di satu pihak
pembentukan modal ditentukan oleh tingkat tabungan, dan di lain pihak
oleh perangsang untuk menanam modal. Di negara berkembang kedua
faktor itu tidak memungkinkan dilaksanakannya tingkat pembentukan
modal yang tinggi. Jadi menurut pandangan Nurkse, terdapat dua jenis
lingkaran setan kemiskinan yang menghalangi negara berkembang

13
mencapai tingkat pembangunan yang pesat, yaitu dari segi penawaran
modal dan dari segi permintaan modal.

Dari segi penawaran modal, dikatan bahwa pendapatan masyarakat


yang rendah, yang diakibatkan oleh tingkat produktivitas yang rendah,
menyebabkan kemampuan masyarakat untuk menabung juga rendah. Ini
akan menyebabkan tingkat pembentukan modal yang rendah. Keadaan
yang terakhir ini selanjutnya akan dapat menyebabkan suatu negara
menghadapi kekurangan barang modal dan dengan demikian tingkat
produktivitas akan tetap rendah. Dari segi permintaan modal, corak
lingkaran setan kemiskinan mempunyai bentuk yang berbeda. Di negara-
negara miskin perangsang untuk melaksanakan penanaman modal rendah
karena luas pasar untuk berbagi jenis barang terbatas, dan hal yang
belakangan disebutkan ini disebabkan oleh pendapatan masyarakat yang
rendah. Sedangkan pendapatan yang rendah disebabkan oleh produktivitas
yang rendah yang diwujudkan oleh pembentukan modal yang terbatas
pada masa lalu. Pembentukan modal yang terbatas ini disebabkan oleh
kekurangan perangsang untuk menanam modal. Di sisi lain Nurkse
menyatakan bahwa peningkatan pembentukan modal juga dibatasi oleh
adanya international demonstration effect. Yang dimaksudkan dengan ini
adalah kecenderungan untuk mencontoh gaya konsumsi di kalangan
masyarakat yang lebih maju.

Gambar 2.1
Lingkaran Setan

Ketidaksempurnaan Pasar,
Keterbatasan, SDM,
Keterbelakanagngan

Kekurangan Modal Produktivitas Rendah

14
Investasi Rendah Pendapatan Rendah

Tabungan Rendah

2.1.6 Teori-Teori Pertumbuhan

Secara umum pertumbuhan ekonomi didefenisikan sebagai


peningkatan dari suatu perekonomian dalam memproduksi barang-barang
dan jasa-jasa. Dengan perkataan lain arah dari pertumbuhan ekonomi lebih
kepada perubahan yang bersifat kuantitatif (quntitative change) dan
bisanya dihitung dengan menggunakan data Produk Domestik Bruto
(PDB) atau pendapatan atau nilai akhir pasar (total market value) dari
barang akhir dan jasa (final goods and service) yang dihasilkan dari suatu
perekonomian selama kurun waktu tertentu dan biasanya satu tahun. Untuk
menghitung pertumbuhan ekonomi secara nominal dapat digunakan PDRB
(Produk Domestik Regional Bruto).

Secara umum ada dua arus besar dalam teori pertumbuhan ekonomi
yaitu mazhab historis dan mashab analitis (Hasyim, 2017:232). Mashab
historis sering disebut juga sebagai teori pertumbuhan ekonomi linear atau
sering dikatan menguraikan tahap-tahap dalam pertumbuhan ekonomi.
Toko mashab historis antara lain Karl Burcher dan Frederich List (ibid).
Mashab analitis berpegang pada teori sebab-akibat terjadi pertumbuhan
ekonomi atau lebih focus pada teori yang menjelaskan proses pertumbuhan
secara logis dan konsisten, namun sering bersifat abstrak dan kurang
berfokus pada isi empiris (Historisnya). Mashab analitis ini dapat

15
dibedakan menjadi: Teori Klasik, Teeori Neoklasik, Teori Pertumbuhan
Struktural. Mashab analitis inilah yang sering disebut mashab modern.
Salah satu toko pencetus mashab analitis adalah Harrord-Domar (ibid).

1. Teori Klasik
Menurut Smith (dalam Arsyad,1999) membedakan dua
aspek utama dalam pertumbuhan ekonomi yaitu: Pertumbuhan
output total dan pertumbuhan penduduk. Pada pertumbuhan
output total sistem produksi suatu negara dibagi menjadi tiga,
yaitu:
a) Sumber Daya Alam yang tersedia apabila sumber daya
alam belum dipergunakan secara maksimal maka jumlah
penduduk dan stok modal merupakan pemegang peranan
dalam pertumbuhan output.
b) Sumber Daya Insani Jumlah penduduk akan
menyesuaikan diri dengan kebutuhan akan angkatan
kerja yang bekerja dari mayarakat.
c) Stok Barang Modal Jumlah dan tingkat pertumbuhan
output tergantung pada laju pertumbuhan stok modal.
2. Teori Neo Klasik
Teori ini dikembangkan oleh Robert Solow dan Trevor Swan
berpendapat bahwa pertumbuhan ekonomi bersumber pada
penambahan faktor–faktor yang mempengaruhi penawaran agregat.
Bahwa perkembangan faktor produksi dan kemajuan teknologi
merupakan faktor penentu dalam pertumbuhan ekonomi. Teori
neoklasik juga membagi tiga jenis input yang berpengaruh dalam
pertumbuhan ekonomi, yaitu:
a) Pengaruh modal dalam pertumbuhan ekonomi.
b) Pengaruh teknologi dalam partumbuhan ekonomi.
c) Pengaruh angkatan kerja yang bekerja dalam
pertumbuhan.
3. Teori Interregional

16
Teori ini merupakan perluasan dari teori basis ekspor
sehingga diasumsikan selain ekspor, pengeluaran pemerintah dan
investasi bersifat eksogen dan saling terkait dengan satu sistem dari
daerah lain. Teori neoklasik berpendapat faktor teknologi ditentukan
secara eksogen dari model. Kekurangan dalam keberadaan teknologi
ini yang menyebabkan munculnya teori baru yaitu teori pertumbuhan
endogen (Tarigan:2004).
4. Teori Harrod–Domar
Harrod–Domar (dalam Sadono, 2005), menyatakan agar
seluruh barang modal yang tersedia dapat digunakan sepenuhnya,
permintaan agregat harus bertambah sebanyak kenaikan kapasitas
barang modal yang terwujud sebagai akibat dari investasi, untuk
menjamin pertumbuhan ekonomi yang baik maka nilai investasi dari
tahun ketahun harus meningkat.
Model pertumbuhan Harrod–Domar secara sederhana dapat
dituliskan sebagai berikut:
a) Tabungan (S) merupakan suatu proporsi (s) dari output
total (Y), maka secara persamaan:
S = sY
b) Investasi (I) didefinisikan sebagai perubahan stok modal
(K) yang diwakili oleh ∆K, sehingga persamaanya :
..I = ∆K
Karena jumlah stok modal K mempunyai hubungan
langsung dengan jumlah pendapatan nasional Y seperti
ditunjukan rasio modal–output, k, maka:
∆K = k∆Y
c) Versi sederhana dari teori Harrod – Domar, yaitu:
Akhirnya, karena tabungan total (S) harus sama dengan
total Investasi (I), maka:
S=I

17
2.1.7 Pengertian Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)

Sjafrizal (2020: 181-182). Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)


pada dasarnya merupakan data-data informasi dasar tentang kegiatan
ekonomi suatu daerah. Secara defenitif, PDRB tersebut pada dasarnya
adalah jumlah nilai produksi barang dan jasa yang dihasilkan pada suatu
daerah pada periode tertentu. Dewasa ini data PDRB Ini sudah tersedia
dihampir di seluruh daerah atau provinsi, kabupaten, dan kota di Indonesia
yang dipublikasikan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) setempat tiap
tahunnya. Analisis dan perencanaan pembangunan yang menyangkut
dengan perekonomian daerah, seperti struktur perekonomian daerah,
umumnya menggunakan PDRB ini sebagai data dan informasi pribadi
(ibid).

Sedangkan Menurut Todaro (2002:43) PDRB adalah nilai total atas


segenap output akhir yang dihasilkan oleh suatu perekonomian di tingkat
daerah (baik yang dilakukan oleh penduduk daerah maupun penduduk
daerah lain yang bermukim di daerah tersebut). Ali Ibrahim Hasyim
(2017:231) Pertumbuhan ekonomi dapat diartikan sebagai proses
perubahan kondisi perekonomian suatu negara secara berkesinambungan
menuju keadaan yang lebih baik. Ada tiga komponen dasar yang
diperlukan dalam pertumbuhan ekonomi suatu bangsa, yaitu: (1)
Meningkatnya secara terus-menerus persediaan barang; (2) teknologi maju
sebagai faktor utama yang menentukan derajat pertumbuhan dalam
menyediakan aneka ragam barang pada penduduknya; (3) penggunaan
teknologi secara luas dan efisien memerlukan penyesuaian di bidang
kelembagaan dan ideologi, sehinggah inovasi yang dihasilkan oleh IPTEK
umat manusia dapat memaanfaatkan secara cepat.

Menurut Kuznets (Jhingan, 2014: 57) pertumbuhan ekonomi adalah


kenaikan jangka panjang dalam kemampuan suatu negara untuk
menyediakan semakin banyak jenis barang-barang ekonomi penduduknya.
Kemampuan ini tumbuh sesuai dengan kemajuan teknologi, dan

18
penyesuaian kelembagaan dan ideologis yang diperlukan. Defenisi ini
memiliki tiga komponen: pertama, pertumbuhan ekonomi suatu bangsa
terlihat dari meningkatnya secara terus menerus persediaan barang; kedua,
teknologi maju merupakan faktor dalam pertumbuhan ekonomiyang
menentukan derajat pertumbuhan kemampuan dalam penyediaan aneka
macam barang kepada penduduk; ketiga, penggunaan teknologi secara luas
dan efisien memerlukan adanya penyesuaian di bidang kelembagaan dan
ideologi sehinggah inovasi yang dihasilkan oleh ilmu pengetahuan umat
manusia dapat dimanfaatkan secara tepat. Teknomogi modern misalnya,
tidak cocok dengan corak/kehidupan desa, pola keluarga besar, usaha
keluarga, dan buta huruf.

Produk Domestik Bruto menurut Badan Pusat Statistik (2020),


merupakan jumlah nilai tambah yang dihasilkan oleh seluruh unit produksi
baik berupa barang atau jasa dalam suatu wilayah. Produk Domestik
Regional Bruto atas dasar harga berlaku menggambarkan nilai tambah
barang dan jasa yang dihitung menggunakan harga setiap tahunnya,
digunakan untuk menunjukan besarnya struktur perekonomian dan
peranan sektor ekonomi yang ada. Sedangkan Produk Domestik Regional
Bruto atas dasar harga konstan menggambarkan nilai. tambah barang dan
jasa yang dihitung menggunakan harga tahun tertentu sebagai dasar acuan
yang ada, digunakan untuk melihat pola pertumbuhan dari tahun ke tahun.

2.1.8 Metode Perhitungan PDRB


1. Metode Langsung
a) Pendekatan Produksi
Dengan pendekatan Produksi (production approach) produk
nasional atau produk domestik bruto diperoleh dengan menjumlahkan
nilai pasar dari seluruh barang dan jasa yang dihasilkan oleh berbagai
sektor dalam perekonomian. Dengan demikian, GNP atau GDP
menurut pendekatan produksi ini adalah penjumlahan dari masing-

19
masing barang dan jasa dengan jumlah kuantitas barang dan jasa yang
dihasilkan, hal ini secara matematis dapat dinyatakan sebagai berikut :
Y = Yt-1 PtQ1
Dimana:
Y = produk nasional atau produk nasional bruto (GNP atau GDP)
P = harga barang unit ke-1 hingga unit ke-n
Q= jumlah barang jenis ke-1 hingga jenis ke-n
b) Pendekatan Pendapatan
Pendekatan pendapatan (income approach) adalah suatu
pendekatan dimana pendapatan nasional diperolah dengan cara
menjumlahkan pendapatan dari berbagi dari faktor produksi yang
menyumbang terhadap proses produksi. Dalam hubungan ini
pendapatan nasional adalah penjumlahan dari unsurunsur atau jenis-
jenis pendapatan.Secara matematis pendapatan nasional berdasarkan
pendekatan pendapatan dapat dirumuskan sebagai berikut:

NI = Yw + Yi + Ynr + Ynd
Dimana:
Yw = Pendapatan dari upah, gaji dan pendapatan lainnya sebelum
pajak
Yr = Pendapatan dari bunga
Ynr dan Ynd = Pendapatan dari keuntungan dari perusahaan dan
pendapatan lainnya sebelum pendapatan lainnya sebelum
pengenaan .pajak.
c) Pendekatan Pengeluaran
Pendekatan pengeluaran adalah pendekatan pendapatan nasional
atau produk domestik regional bruto diperoleh dengan cara
menjumlahkan nilai pasar dari seluruh pemintaan akhir (final demand)
atas output yang dihasilkan dalam perekonomian, diukur pada harga
pasar yang berlaku. Dengan perkataan lain Produk Domestik Regional
Bruto adalah penjumlahan nilai pasar dari permintaan sektor rumah

20
tangga untuk barang-barang konsumsi dan jasa-jasa (C), permintaan
sektor bisnis barang-barang investasi (I), pengeluaran pemerintah
untuk barang-barang dan jasa-jasa (G), dan pengeluaran sektor luar
negeri untuk kegiatan ekspor dan impor (X-M). (Sjafrizal, 2020:182-
185).
2. Metode Tidak Langsung
Menghitung nilai tambah suatu kelompok ekonomi dengan
mengalokasikan nilai tambah kedalam masing-masing kelompok kegiatan
ekonomi pada tingkat regional sebagai alokator digunakan yang paling besar
tergantung atau erat kaitannya dengan produktifitas kegiatan ekonomi
tersebut Pendapatan regional suatu provinsi dapat diukur untuk menghitung
kenaikan tingkat pendapatan masyarakat. Kenaikan ini dapat disebabkan
karena dua faktor yaitu:
1. Kenaikan pendapatan yang benar-benar bisa menaikkan daya beli
penduduk (kenaikan rill).
2. Kenaikan pendapatan yang disebabkan oleh karena inflasi, kenaikan
pendapatan yang disebabkan kerena kenaikan harga pasar tidak
menaikkan daya beli penduduk dan kenaikan seperti ini merupakan
kenaikan pendapatan yang tidak riil. Oleh karena itu berdasarkan
kenyataan diatas untuk mengetahui kenaikan pendapatan yang
sebenarnnya (riil) maka faktor yang harus dieliminir pendapatan
regional dengan faktor inflasi (faktor inflasi) belum dihilangkan)
merupakan pendapatan regional dengan harga berlaku, sedangkan
pendapatan regional dimana faktor inflasi tidak lagi diperhitungkan
disebut dengan pendapatan regional atas dasar harga konstan.
2.1.9 Indeks Pembangunan Manusia (IPM)

Menurut Handy Aribowo (2018:60). Salah satu pencapaian


pembangunan ekonomi suatu wilayah sangat dipengaruhi oleh proses
pembangunan manusia Apalagi di era globalisasi yang disebut era
modernisasi ini sangat diperlukan sumber daya manusia yang sangat
memadai. Salah satu indikator yang sangat popular dan paling sering

21
digunakan adalah Indeks Pembangunan Manusia (IPM) atau Human
Development. IPM menjelaskan bagaimana penduduk dapat mengakses
hasil pembangunan dalam memperoleh pendapatan, Kesehatan,
pendidikan, dan sebagainya.

Menurut Todaro dan Smith (2011:57) Indeks Pembangunan Manusia


(IPM) adalah indeks yang mengukur pencapaian pembangunan sosio-
ekonomi suatu negara yang mengombinasikan pencapaian di bidang
pendidikan, kesehatan, dan pendapatan rill per kapita yang disesuaikan.
Lebih lanjut ia menjelaskan ketika Indeks Pembangunan Manusia
meningkat, maka produktivitas penduduk juga akan meningkat
kesejahteraan daerah tersebut.

Menurut Sjafrizal (2020:166) Indeks Pembangunan Manusia atau


Human Development Index (HDI) yaitu indeks dari kombinasi dari tiga
unsur penting kemakmuran masyarakat, yaitu daya beli (pendapatan),
pendidikan dan kesehatan masyarakat. Lebih lanjut ia menjelaskan melalui
kombinasi ini, pengukuran tingkat kemakmuran masyarakat daerah
bersifat komprehensif, tidak hanya meliputi aspek ekonomi saja, tetapi
juga aspek sosial yaitu tingkat pendidikan dan kesehatan masyarakat.
Namun demikian masih ada aspek lainnya seperti kepuasan dan keadilan
yang belum tercakup dalam indeks ini.

Indeks pembangunan manusia menurut BPS yaitu menjelaskan


bagaimana penduduk dapat mengakses hasil pembangunan dalam
memperoleh pendidikan, pendapatan, kesehatan, dan sebagainya. Indeks
Pembangunan Manusia (IPM) diperkenalkan oleh United Nations
Development Programme (UNDP) pada tahun 1990 dan dipublikasikan
secara berkala dalam laporan tahunan. Indeks Pembangunan Manusia
(IPM) dibentuk oleh tiga dimensi dasar, yaitu diantaranya umur panjang,
pengetahuan, dan standar hidup layak. IPM merupakan ukuran untuk
melihat dampak kinerja pembangunan wilayah, karena memperlihatkan
kualitas penduduk suatu wilayah dalam hal harapan hidup, intelektualitas

22
dan standar hidup layak. Saat perencanaan pembangunan, IPM juga
berfungsi memberikan tuntunan menentukan prioritas dalam merumuskan
kebijakan dan menentukan program (BPS,2020)

IPM merupakan indeks komposit yang dihitung sebagai rata-rata


sederhana dari 3 (tiga) indeks yang menggambarkan kemampuan dasar
manusia dalam memperluas pilihan-pilihan, yaitu (ibid):

1. Indeks Harapan Hidup


2. Indeks Pendidikan
3. Indeks Standart Hidup Layak

Rumus umum yang sering digunakan adalah sebagai berikut :

IPM = 1/3 (X1+X2+X3)

Dimana:

X1 = Indeks Harapan Hidup

X2 = Indeks Pendidikan

X3 = Indeks Standar Hidup Layak

Masing-masing komponen tersebut terlebih dahulu dihitung


indeksnya sehinggah bernilai antara 0 (terburuk) dan 1 (terbaik). Untuk
memudahkan dalam Analisa biasanya indeks ini dikatakan 100. Teknik
penyusunan indeks tersebut pada dasarnya mengikuti rumus sebagai
berikut:

3
Xi−Min Xi
IPM =∑ li ; li=
i=1 Max Xi−Min Xi

Dimana:

Li = Indeks Komponen IPM ke I dimana I = 1,2,3

Xi = Nilai Komponen Indikator IPM ke i

23
Max Xi = Nilai maksimum Xi

Min Xi = Nilai Minimum Xi

2.1.10 Jumlah Penduduk

Badan Pusat Statistik (2013) mengartikan bahwa jumlah penduduk


adalah semua orang yang berdomisili di wilayah geografis Republik
Indonesia selama enam bulan atau lebih dan atau mereka yang berdomisili
kurang dari 6 bulan tetapi bertujuan untuk menetap. Sementara itu said
(2012) mendefenisikan bahwa jumlah penduduk adalah jumlah orang yang
bertempat tinggal di suatu wilayah pada waktu tertentu dan merupakan
hasil dari proses-proses demografi yaitu fertilitas, mortalitas, dan migrasi.

Penduduk memiliki dua peranan penting dalam pembangunan


ekonomi baik dari segi permintaan maupun penawaran. Dari segi
permintaan penduduk bertindak sebagai konsumen dan dari segi
penawaran bertindak sebagai produsen. Oleh karena itu perkembangan
penduduk yang cepat tidak selalu merupakan penghambat bagi jalannya
pembangunan ekonomi jika penduduk ini mempunyai kapasitas yang
tinggi untuk menghasilkan dan menyerap hasil produksi yang dihasilkan.
Ini berarti tingkat pertambahan penduduk yang tinggi disertai dengan
tingkat penghasilan yang rendah tidak ada gunanya bagi pembangunan
ekonomi (Irawan, Suparmoko, 2002:64). Bagi negara-negara yang sedang
berkembang dengan bertambahnya jumlah penduduk maka akan
memperlambat pertumbuhan ekonomi negara tersebut. Kaum klasik seperti
Adam Smith, David Richardo, dan Thomas Robert Malthus berpendapat
bahwa selalu akan ada perlombaan anatara tingkat perkembangan output
dengan tingkat perkembangan penduduk, yang akhirnya akan
dimenangkan oleh perkembangan penduduk. Jadi karena penduduk
penduduk juga berfungsi sebagai tenaga kerja, maka paling tidak akan
terdapat kesulitan dalam lapangan penyediaan pekerjaan. Kalau penduduk
itu memperoleh pekerjaan, maka hal ini dapat meningkatan kesejahteraan

24
bangsanya. Tetapi kalau mereka tidak dapat memperoleh pekerjaan, maka
justru akan menekan standar hidup bangsanya lebih rendah (Ibid).

Dalam pertumbuhan penduduk terdapat 3 faktor yang mendorong


pertumbuhan penduduk pada suatu wilayah, antara lain: a) fertilitas, yaitu
jumlah bayi yang dilahirkan oleh seorang wanita, b) mortalitas, yaitu
seseorang yang tidak memiliki tanda -tanda kehidupan yaitu bernafas
dalam dirinya, dan c) migrasi yaitu perpindahan penduduk dari suatu
wilayah ke wilayah lain (Demanik, Rapika dan Sidaruk Selna, 2020)

2.1.11 Tingkat Pengangguran

Menurut Todaro (2000:55) Pengangguran adalah orang-orang yang


bekerja di bawah kapasitas optimalnya. Mereka hanya bekerja di bawah
jam keja normal; mereka hanya bekerja seharian, mingguan, bahkan
musiman. Pengangguran terselubung atau semi-pengangguran tersebut
juga meliputi mereka yang bekerja secara normal dengan waktu penuh
tetapi produktivitasnya relatif rendah sehinggah pengurangan jam kerja
tidak akan membawa perubahan atau pengaruh terhadap total output.

Menurut Sjafrisal (2000:176) tingkat pengangguran merupakan


presentase jumlah pengangguran (unemployment rates) adalah presentase
jumlah pengangguran dibandingkan dengan jumlah penduduk usia kerja.
Ia mengatakan bahwa salah satu indikator penting untuk mengukur tingkat
kesejahteran masyarakat daerah. Alasannya jelas karena tingkat
pengangguran yang tinggi mengindikasikan tingkat kesejahteraan
masyarakat yang masih rendah, dan demikian pula sebaliknya. Indikator
ini sangat penting bagi Indonesia sebagai negara yang jumlah
penduduknya yang besar, sehinggah penyediaan lapangan kerja yang lebih
banyak merupakan sasaran utama pembangunan daerah yang bersifat
sangat strategis. Sedangkan Nevarrete dalam Jhingan (2014:24)
mengatakan pengangguran dapat dilukiskan sebagai suatu keadaan dimana

25
pengalihan sejumlah tertentu faktor tenaga kerja tidak akan mengurangi
output.

Secara umum pengukuran tingkat penganggguran ditentukan oleh


dua unsur utama yaitu: (a) jumlah pencari kerja, dan (b) kemampuan
penyediaan atau penyerapan tenaga kerja yang terdapat pada daerah
bersangkutan. Jumlah pencari kerja dapat diketahui dari selisih antara
jumlah penduduk umur kerja dengan jumlah penduduk bukan Angkatan
kerja seperti anak sekolah atau mahasiswa dan ibu rumah tangga.
Sedangkan jumlah pengangguran akan dapat diketahui dengan jalan
mengurangi perkiraan jumlah penyediaan atau penyerapan tenaga kerja
dengan jumlah pencari kerja (ibid).

Menurut Sukirno (2004:28), pengangguran adalah jumlah tenaga


kerja dalam perekonomian secara aktif mencari pekerjaan tetapi belum
memperolehnya. Selanjutnya Internasional Labor Organization (ILO)
memberikan defenisi pengangguran yaitu:

1. Pengangguran terbuka adalah seseorang yang termasuk


kelompok penduduk usia kerja yang selama periode tertentu
tidak bekerja, dan bersedia, menerima pekerjaan, serta sering
mencari pekerjaan.
2. Setengah Pengangguran terpaksa adalah seseorang yang bekerja
sebagai buruh karyawan dan pekerja mandiri (berusaha sendiri)
yang selama periode tertentu secara terpaksa bekerja kurang dari
jam kerja normal, yang masih mencari pekerjaan lain atau masih
bersedia mencari pekerjaan lain atau tambahan (BPS,2001:4)

Sedangkan menurut Survei Angkatan Kerja Nasional (SAKERNAS)


menyatakan bahwa:

1. mereka yang sedang mencari pekerjaan;

26
2. mereka yang mempersiapkan usaha yaitu suatu kegiatan yang
dilakukan seseorang dalam rangka mempersiapkan suatu usaha
atau pekerjaan
3. mereka yang tidak mencari pekerjaan karena merasa tidak
mungin
4. mereka yang sudah mendapatkan pekerjan tetapi belum mulai
bekerja.

Berdasarkan sumber atau penyebabnya pengangguran dibedakan menjadi


beberapa jenis Sukirno (2004:32):

1. Pengangguran normal atau friksional adalah jenis pengangguran


yang disebabkan penganggur ingin mencari pekerjaan yang
lebih baik.
2. Pengangguran silikal adalah jenis pengangguran yang
disebabkan merosotnya kegiatan ekonomi atau terlampau
kecilnya permintaan atau penawaran agregat dalam
perekonomian.
3. Pengangguran struktural adalah jnis pengangguran yang
disebabkan adanya perubahan struktur kegiatan ekonomi
4. Pengangguran teknologi adalah pengangguran yang disebabkan
adanya penggantian SDM dengan teknologi atau mesin dalam
proses produksi.

Lebih lanjut menururt Sukirno (2004:330) penggolongan jenis


pengangguran berdasarkan cirinya sebagai berikut:

1. Pengangguran terbuka adalah pengangguran ini tercipta sebagai


akibat pertambahan lowongan pekerjaan yang lebih rendah ari
pertambahan tenaga kerja. Penagngguran ini menunjukan suatu
kondisi dimana seseorang tidak bekerja sama sekali.
2. Pengangguran tersembunyi adalah pengangguran ini tercipta
sebagai akibat jumlah pekerja dalam suatu kegiatan ekonomi

27
lebih banyak dari yang sebenarnya diperlukan sehinggah
kegiatan yang dijalankan menjadi tidak efisien.
3. Pengangguran bermusim adalah pengangguran yang tercipta
akibat musim yang ada, biasanya pengangguran ini terdapat di
sektor perikanan dan pertanian.
4. Setengah menagnggur adalah pengangguran yang tercipta akibat
tenaga kerja bekerja tidak sepenuh dan jam kerja mereka adalah
jauh lebih rendah dan normal.
2.1.12 Dampak Pengangguran

Feryanto (2014) memaparkan ada beberapa dampak yang


ditimbulkan akibat adanya pengangguran antara lain:

1. Dampak pengangguran terhadap perekonomian


a) Pengangguran menyebabkan pendapatan pajak pemerintah
berkurang.
b) Pengangguran tidak menggalakan pertumbuhan ekonomi.
c) Pengangguran dapat menyebabkan msyarakat tidak dapat
memaksimumkan pendapatan nasional yang sebenarnya
dicapai lebih rendah daripada pendapatan nasional
potensional.
2. Dampak pengangguran bagi individu masyarakat
a. Pengangguran dapat menyebabkan kehilangan mata
pencaharian dan pendapatan.
b. Pengangguran menyebabkan kehilangan ketrampilan.
c. Pengangguran dapat menyebabkan timbulnya penyakit
sosial masyarakat.

2.1.13 Hubungan Pertumbuhan Terhadap Kemiskinan

28
Pertumbuhan ekonomi menjadi salah satu syarat tercapainya
pembangunan ekonomi, namun yang perlu diperhatikan tidak hanya angka
statistik, tetapi lebih kepada siapa yang menciptakan pertumbuhan
ekonomi tersebut. Jika hanya segelintir orang yang menikmati maka
pertumbuhan ekonomi tidak mampu mereduksi kemiskinan dan
memperkecil ketimpangan, namun sebaliknya jika Sebagian besar turut
berpartisipasi maka kemiskinan dapat direduksi dan gap antara orang kaya
dan miskin dapat diperkecil (Todaro, 2006:231).

Ahmad (2014) juga berpendapat bahwa secara umum pertumbuhan


ekonomi merupakan salah satu indikator keberhasilan pembangunan.
Sedangkan tujuan yang paling penting dari suatu pembangunan adalah
pengurangan kemiskinan. Hal ini dilandasi dengan teori trickle-take down.
Teori ini dikembangkan oleh pertama kali oleh Arthur Lewis (1954) dan
diperluas oleh Ranis dan Fei (1968). Teori tersebut menjadi salah satu
pokok penting dalam literatur mengenai pembangunan ekonomi di negara-
negara sedang berkembang pada dekade 1950-1960 (Soleh, 2014:197-198)

Teori trickle-down effect menjelaskan bahwa kemajuan yang


diperoleh oleh sekelompok masyarakat akan sendirinya menetes ke bawah
sehinggah menciptakan lapangan kerja dan berbagai peluang ekonomi
yang pada gilirannya menumbuhkan berbagai kondisi demi terciptanya
distribusi hasil-hasil pertumbuhan ekonomi yang merata. Teori tersebut
mengimplikasikan bahwa pertumbuhan ekonomi akan diikuti oleh aliran
vertikal dari penduduk kaya ke penduduk miskin yang terjadi dengan
sendirinya. Hal ini berarti bahwa kemiskinan akan berkurang dengan skala
yang sangat kecil bila penduduk miskin hanya sedikit manfaat dari total
manfaat yang ditimbulkan dari pertumbuhan ekonomi yang memihak pada
penduduk kaya dibanding penduduk miskin. Oleh sebab itu, dapat
disimpulkan bahwa pertumbuhan ekonomi dapat berdampak positif bagi
pengurangan kemiskinan bila mana pertumbuhan ekonomi yang terjadi
berpihak pada penduduk miskin (ibid).

29
2.1.14 Hubungan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) terhadap
Kemiskinan

Indeks Pembangunan Manusia (IPM) atau Human Development


Index muncul sebagai kritikan dan sekaligus perbaikan terhadap
penggunaan angka pendapatan per kapita sebagai ukuran kemakmuran
masyarakat yang hanya terfokus pada aspek ekonom saja. Sedangkan
kemakmuran masyarakat daerah tentunya tidak hanya mencakup ekonomi
saja tetapi juga aspek sosial seperti tingkat pendidikan dan derajat
kesehatan masyarakat. Untuk mengatasi hal ini, muncul angka Indeks
Pembangunan Manusia (IPM) yang merupakan indeks dari kombinasi tiga
unsur penting kemakmuran masyarakat, yaitu daya beli (pendapatan),
pendidikan dan kesehatan masyarakat. Melalui kombinasi ini pengukuran
tingkat kemakmuran daerah jauh lebih baik dan bersifat lebih
kompherensif, tidak hanya meliputi aspek ekonomi saja, tetapi juga aspek
sosial (Sjafrizal, 2020:166).

Menurut Todaro dan Smith (2011:57) Indeks Pembangunan Manusia


(IPM) adalah indeks yang mengukur pencapaian pembangunan sosio-
ekonomi suatu negara yang mengombinasikan pencapaian di bidang
pendidikan, kesehatan, dan pendapatan rill per kapita yang disesuaikan.
Lebih lanjut ia menjelaskan ketika Indeks Pembangunan Manusia
meningkat, maka produktivitas penduduk juga akan meningkat
kesejahteraan daerah tersebut dengan diperlihatkannya naiknya
pendapatan.

Teori pertumbuhan baru menekankan pentingnya peranan


pemerintah terutama dalam meningkatkan pembangunan modal manusia
(human capital) dan mendorong penelitian dan pengembangan untuk
meningkatkan produktivitas manusia. Kenyataannya dapat dilihat dengan
melakukan investasi pendidikan akan mampu meningkatkan kualitas
sumber daya manusia yang diperlihatkan dengan meningkatnya
pengetahuan dan keterampilan seseorang. Semakin tinggi tingkat

30
pendidikan seseorang, maka pengetahuan dan keahlian juga akan
meningkat sehingga akan mendorong peningkatan produktivitas kerjanya.
Perusahaan akan memperoleh hasil yang lebih banyak dengan
memperkerjakan tenaga kerja dengan produktivitas yang tinggi, sehingga
perusahaan juga akan bersedia memberikan gaji yang lebih tinggi bagi
yang bersangkutan. Di sektor informal seperti pertanian, peningkatan
keterampilan dan keahlian tenaga kerja akan mampu meningkatkan hasil
pertanian, karena tenaga kerja yang terampil mampu bekerja lebih efisien.
Pada akhirnya seseorang yang memiliki produktivitas yang tinggi akan
memperoleh kesejahteraan yang lebih baik, yang diperlihatkan melalui
peningkatan peningkatan pendapatan maupun konsumsinya. Rendahnya
produktivitas kaum miskin dapat disebabkan oleh rendahnya akses mereka
untuk memperoleh pendidikan (Rasidin K dan Bonar M, 2004).

2.1.15 Hubungan Jumlah Penduduk Terhadap Kemiskinan

Menurut Sukirno (1997:68), perkembangan jumlah penduduk bisa


menjadi faktor pendorong dan penghambat pengangguran. Faktor
pendorong diakibatkan karena memungkinkan banyaknya tenaga kerja,
lalu bisa juga disebabkan oleh perluasan pasar, karena perluasan
diakibatkan oleh dua faktor penting yaitu jumlah pendapatan masyarakat
dan jumlah penduduk. Sedangkan penduduk disebut faktor penghambat
pembangunan karena akan menurunkan produktivitas dan akan terdapat
banyak pengangguran. Dalam kaitannya dengan kemiskinan jumlah
penduduk yang besar bisa memperoleh tingkat kemiskinan

Menurut Irawan,Suparmoko (2002:64), Penduduk memiliki dua


peranan penting dalam pembangunan ekonomi baik dari segi permintaan
maupun penawaran. Dari segi permintaan penduduk bertindak sebagai
konsumen dan dari segi penawaran bertindak sebagai produsen. Oleh
karena itu perkembangan penduduk yang cepat tidak selalu merupakan
penghambat bagi jalannya pembangunan ekonomi jika penduduk ini

31
mempunyai kapasitas yang tinggi untuk menghasilkan dan menyerap hasil
produksi yang dihasilkan.

Menurut Todaro (2000:235) bagi negara-negara yang sedang


berkembang dengan bertambahnya jumlah penduduk maka akan
memperlambat pertumbuhan ekonomi negara tersebut. Persoalan
kependudukan tidak semata-mata menyangkut jumlah, akan tetapi meliputi
kualitas hidup penduduk dan kesejahteraan materil. Dengan demikian
kaitanya dengan kemiskinan adalah dengan bertambahnya jumlah
penduduk di suatu negara yang tidak diimbangi dengan kualitas hidup,
maka akan berpengaruh terhadap turunya produktivitas suatu negara.
Turunnya produktivitas suatu negara menyebabkan kesejahteraan suatu
negara menurun. Dalam hal ini kesejahteraan negara dapat dilihat dari
angka kemiskinan yang ada.

2.1.16 Hubungan Tingkat Pengangguran Terhadap Kemiskinan

Menurut Todaro (2000:260-261), anatar tingkat pengangguran yang


tinggi, kemiskinan, dan ketimpangan distribusi pendapatan memiliki
keterkaitan yang erat. Meskipun antara pengangguran dan kemiskinan
tidak bisa diidentikan, namum kita dapat menyimpulkan bahwa salah satu
cara atau mekanisme yang utama dalam rangka mengurangi kemiskinan
dan ketidakmerataan distribusi pendapatan di negara-negara berkembang
adalah penciptaan lapangan pekerjaan yang memadai bagi kekonpok
penduduk yang paling miskin. Dalam hal ini Todaro berpendapat bahwa
salah satu cara yang paling ampuh dalam menanggulangi penganggguran.

Dian Octaviani (2001) mengatakan bahwa sebagian rumah tangga di


Indonesia memiliki ketergantungan yang sangat besar atas pendapatan gaji
atau upah yang diperoleh saat ini. Hilangnya lapangan pekerjaan
menyebabkan berkurangnya sebagian besar penerimaan yang digunakan
untuk membeli kebutuhan sehari-hari. Lebih jauh, jika masalah
pengangguran ini terjadi pada kelompok masyarakat berpendapatan rendah

32
(terutama kelompok masyarakat dengan tingkat pendapatan sedikit berada
di atas garis kemiskinan), maka insiden pengangguran akan dengan mudah
menggeser posisi mereka menjadi kelompok masyarakat miskin. Yang
artinya bahwa semakin tinggi tingkat pengganguran maka akan
meningkatkan kemiskinan.

2.2 Kajian Empiris

Beberapa hasil-hasil penelitian yang pernah dilakukan oleh peneliti


terlebih dahulu, penulis jadikan sebagai dasar, referensi, dan bahan
pertimbangan dalam mengkaji penelitian ini

Tabel 2.1
Penelitian Terdahulu

Metode
Nama, Tahun, Tujuan Hasil
No Penelitia
dan judul Penelitian Penelitian
n

1. Dyyto Adenata Untuk Regresi Hasil


Putra,2016, mengetahui Data menunjukan
Analisis pengaruh Panel bahwa variabel
Pengaruh PDRB,Upah Produk
Produk Minimum Domestik
Domestik Kabupaten, Regional Bruto
Regional dan Indeks (PDRB),
Bruto, Upah Pembangunan tingkat
Minimum Manusia pengangguran
Kota- Terhadap terbuka, Indeks
Kabupaten Tingkat Pembangunan
Dan Indek Pengangguran Manusia
Pembangunan Kabupaten/Kot (IPM), jumlah
Manusia a Di Jawa penduduk
Terhadap Timur Tahun berpengaruh
Tingkat 2010-2014 negatif dan
Pengangguran signifikan
Kabupaten/Kot terhadap
a Di Jawa jumlah
Timur Tahun penduduk
2010-2014 miskin di
Provinsi Jawa
Timur,
sementara

33
variabel Upah
Minimum
Kabupaten/Kot
a (UMK)
berpengaruh
positif
signifikan
terhadap
jumlah
penduduk
miskin di
Provinsi Jawa
Timur.

2 Dita Sekar Menganalisis Regresi Hasil


Ayu, Analisis pengaruh Data menunjukan
Pengaruh variabel Panel bahwa variabel
PDRB, TPT, independen Produk
IPM, dan Produk Domestik
Jumlah Domestik Regional Bruto
Penduduk Regional Bruto (PDRB),
(PDRB), tingkat
tingkat pengangguran
pengangguran terbuka, Indeks
terbuka, Indeks Pembangunan
Pembangunan Manusia
Manusia (IPM), jumlah
(IPM), jumlah penduduk
penduduk, dan berpengaruh
Upah negatif dan
Minimum signifikan
Kabupaten/Kot terhadap
a (UMK) jumlah
terhadap penduduk
Jumlah miskin di
Penduduk Provinsi Jawa
Miskin di Timur,
Provinsi Jawa sementara
Timur tahun variabel Upah
2010-2015. Minimum
Kabupaten/Kot
a (UMK)
berpengaruh
positif
signifikan
terhadap
jumlah
penduduk

34
miskin di
Provinsi Jawa
Timur.

3 Whisnu Adhi Menganalisis Regresi Hasil


Saputra, 2011, bagaimana dan Data penelitian
Analisis seberapa besar Panel menunjukkan
Pengaruh pengaruh bahwa variabel
Jumlah variabel Jumlah
Penduduk, Jumlah Penduduk
PDRB, IPM, Penduduk, berpengaruh
dan PDRB, Indeks positif dan
Pengangguran Pembangunan signifikan
Terhadap Manusiaj dan terhadap
Tingkat Pengangguran tingkat
Kemiskinan di terhadap kemiskinan di
Kabupaten/Kot tingkat Jawa Tengah,
a Jawa tengah kemiskinan di PDRB
Kabupaten/Kot berpengaruh
a Jawa Tengah. negatif dan
Model regresi signifikan
yang terhadap
digunakan tingkat
adalah metode kemiskinan di
analisis regresi Jawa Tengah,
linier berganda Indeks
(Ordinary Pembangunan
Least Squares Manusia
Regression berpengaruh
Analysis) negatif dan
dengan signifikan
menggunakan terhadap
Panel Data tingkat
dengan kemiskinan di
menggunakan Jawa Tengah,
pendekatan dan
efek tetap Pengangguran
(Fixed Effect berpengaruh
Model). negatif dan
Penelitian ini tidak
menggunakan signifikan
dummy tahun terhadap
sebagai salah tingkat
satu kemiskinan di
variabelnya. Jawa Tengah
Penggunaan
dummy tahun
dalam

35
penelitian ini
adalah untuk
melihat variasi
tingkat
kemiskinan
antar waktu di
Kabupaten/Kot
a Jawa Tengah.

Ridzky Untuk Regresi PDRB dan


Giovani, 2018, Mengetahui data Gerakan dan
Analisis pengaruh panel pendidikan
Pengaruh PDRB, berpengaruh
PDRB, Gerakan dan positif
Gerakan dan Pendidikan terhadap
Pendidikan, terhadap kemiskinana di
Terhadap kemiskinan di Pulau Jawa
Kemiskinan di Pulau Jawa tahun 2009-
Pulau Jawa tahun 2009- 2016
Tahun 2009- 2016
2016

2.3 Kerangka Berpikir

Untuk memudahkan kegiatan penelitian yang akan dilakukan serta untuk


memperjelas akar pemikiran dalam penelitian ini, berikut ini gambar kerangka
pemikiran yang skematis:

Gambar 2.2

Kerangka Berpikir Teoritis

PDRB

nmn Pengangguran
Tingkat
Kemiskinan

Indeks Pembangunan
Manusia

36
Jumlah Penduduk
2.4 Hipotesi

Hipotesis adalah jawaban sementara atau kesimpulan yang diambil


untuk menjawab permasalahan yang diajukan dalam suatu penelitian yang
sebenarnya harus diuji secara empiris yang pernah dilakukan berkaitan
dengan penelitian dibidang ini, maka akan diajukan hipotesis sebagai
berikut:

1. H1: Diduga variabel Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)


berpengaruh terhadap tingkat kemiskinan di Provinsi Nusa
Tenggara Timur
H0: Diduga variable Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)
tidak berpengaruh terhadap tingkat kemiskinan di Provinsi Nusa
Tenggara Timur
2. H2: Diduga Indeks Pembangunan Manusia berpengaruh terhadap
tingkat kemiskinan di Provinsi Nusa Tenggara Timur
H0: Diduga Indeks Pembangunan Manusia tidak berpengaruh
terhadap tingkat kemiskinan di Provinsi Nusa Tenggara Timur
3. H3: Diduga variabel Jumlah Penduduk berpengaruh terhadap
tingkat kemiskinan di Provinsi Nusa Tenggara Timur
H0: Diduga variabel Jumlah Penduduk tidak berpengaruh terhadap
tingkat kemiskinan di Provinsi Nusa Tenggara Timur
4. H4: Diduga variable Pengangguran berpengaruh terhadap tingkat
kemiskinan di Provinsi Nusa Tenggara Timur
H0: Diduga variable Pengangguran tidak berpengaruh terhadap
tingkat kemiskinan di Provinsi Nusa Tenggara Timur

37
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah Deskriptif kuantitatif. Menurut


Sugiyono (2016:8-13) penelitian deskriptif yaitu, penelitian yang dilakukan
untuk mengetahui nilai variabel mandiri, baik satu variabel atau lebih
(independen) tanpa membuat perbandingan, atau menghubungkan dengan
variabel lain. Sedangkan metode penelitian kuantitatif yaitu metode penelitian
yang berlandaskan pada filsafat positivisme, digunakan untuk meneliti pada
populasi atau sampel tertentu, pengumpulan data menggunakan instrument
peneltian, analisis data bersifat kuantitatif atau statistik, dengan tujuan untuk
menguji hipotesis yang telah ditetapkan. Sedangkan menurut Arikunto
(2006:282), metode deskriptif kuantitatif merupakan metode yang
mendeskripsikan hasil analisis data dengan menggunakan angka-angka
kemudian dianalisis dan disimpulkan berdasarkan hasil analisis statistik
Metode penelitian deskriptif kuantitatif ini dianggap sesuai karena
dengan penelitian yang akan dilakukan oleh penulis karena bertujuan untuk
memperoleh gambaran tentang variable yang diteliti yakni untuk mengetahui
Pengaruh Produk Domestik Regional Bruto, Indeks Pembangunan Manusia,
Jumlah Penduduk, Dan Pengangguran, Terhadap Kemiskinan di Provinsi Nusa
Tenggara Timur.
3.2 Pendekatan Penelitian
Pendekatan penelitian yang digunakan dalam peneletian ini adalah
pendekatan kuantitatif. Hartono (2011:85) menjelaskan bahwa pendekatan
kuantitatif adalah pendekatan yang analisisnya lebih fokus pada data-data

38
numerikal (angka) yang diolah e dngan menggunakan metode statistik. Pada
penelitian ini angka-angka variabel yang diteliti adalah Produk Domestik
Regional Brtuto, Indeks Pembangunan Manusia, Jumlah Penduduk,
Pengangguran, dan Kemiskinan.
3.3 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Badan Pusat Statistik Provinsi Nusa
Tenggara Timur yang berlokasi di Jl. Suprapto No.5, Oebobo, Kecamatan
Oebobo, Kota Kupang, Nusa Tenggara Timur. Dengan waktu penelitian yang
dibutuhkan adalah kurang lebih satu bulan.
3.4 Jenis dan Sumber Data
Berikut ini merupakan jenis data dan sumber data yang akan digunakan
dalam penelitian:
1. Jenis Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data kuantitatif,
yaitu data berupa angka-angka diantaranya berupa data Produk
Domestik Regional Bruto, Indeks Pembangunan Manusia, Jumlah
Penduduk, Pengangguran, dan Kemiskinan di Provinsi Nusa Tenggara
Timur.
2. Sumber Data yang dibutuhkan untuk menunjang penelitian ini adalah
data data sekunder, yaitu data yang dikumpulkan oleh pihak lain dalam
hal ini diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Nusa
Tenggara Timur berupa data Produk Domestik regional Bruto, Indeks
Pembangunan Manusia, Jumlah Penduduk, Pengangguran, dan
Kemiskinan di Provinsi Nusa Tenggara Timur.
3.5 Teknik Pengumpulan Data
Penulis meenggunakan beberapa metode atau teknik dalam
mengumpulkan data, seperti:
1. Observasi
Teknik ini dilakukan penulis dengan cara mengadakan pengamatan
langsung pada objek yang diteliti. Dalam hal ini penulis turun langsung
ke kantor Badan Pusat Statistik Provinsi Nusa Tenggara Timur.
2. Wawancara

39
Teknik ini dilakukan penulis dengan cara mengajukan pertanyaan
secara lisan kepada Kepala Badan atu Pegawai Badan Pusat Statisitik
Provinsi Nusa Tenggara Timur. Tujuan agar penulis memperoleh
informasi sesuai dengan kebutuhan penelitian.
3. Dokumentasi
Penulis menggunakan metode ini untuk mendapatkan data-data yang
bersumber pada dokumentasi tertulis maupun file dan jurnal terkait
yang sesuai dengan keperluan penelitian. Teknik ini dilakukan penulis
untuk memperoleh data Produk Domestik Regional Bruto, Indeks
Pembangunan Manusia, Jumlah Penduduk, Pengangguran, dan
Kemiskinan.
3.6 Operasional Variabel
Variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian adalah variabel
yang akan dianalisis sesuai dengan permasalahan yang dibahas, sebagai berikut
:
Tabel 3.1
Defenisi Operasional Variabel

No Konsep/Variabel Defenisi Indikator Skala


1 Kemiskinan/Y Suatu kondisi Jumlah Penduduk Ordinal
ketidakmampuan Miskin
yang dialami
individu,
kelompok, dan
keluarga untuk
memenuhi
kebutuhan
standar hidup
meinimum
2 PDRB/X1 Merupakan Jumlah PDRB Ordinal
jumlah nilai
tambah yang
dihasilkan oleh
seluruh unit
produksi baik
berupa barang
atau jasa dalam
suatu wilayah
3 Indeks yaitu Jumlah IPM (%) Ordinal

40
Pembangunana menjelaskan
Manusia/X2 bagaimana
penduduk dapat
mengakses hasil
pembangunan
dalam
memperoleh
pendidikan,
pendapatan,
kesehatan, dan
sebagainya.
4 Jumlah semua orang Jumlah penduduk Ordinal
Penduduk/X3 yang berdomisili
di wilayah
geografis selama
6 bulan atau lebih
dan atau mereka
yang berdomisili
kurang dari 6
bulan tetapi
bertujuan untuk
menetap
5 Pengangguran/X4 orang yang Tingkat Ordinal
masuk angkatan Pengangguran(%)
kerja (15 tahun
keatas) yang
sedang mencari
pekerjaan, yang
mempersiapkan
usaha, yang tidak
mencari
pekerjaan 60
karena merasa
tidak mungkin
mendapatkan
pekerjaan
(sebelumnya
dikatagorikan
pekerjaan
bekerja), dan
pada waktu yang
bersamaan
mereka tak
bekerja

3.7 Teknik Analisa Data


Penelitian ini menggunakan analisis data panel sebagai alat
pengolahan data dengan tujuan untuk memperoleh gambaran secara

41
menyeluruh bagaimana hubungan variabel yang satu dengan variabel yang
lain dengan menggunakan program Eviews 9. Adapun persamaan model
dalam bentuk cross section dapat dituliskan dalam model berikut:

Yi = β0 + β1 X1 + εi = 1, 2, …n
Dimana β0 adalah intersep atau sebuah bilangan konstanta, β1 adalah
koefisien regresi dan εi adalah variabel eror. Sedangkan persamaan model
regresi time series adalah sebagai berikut:

Yit = β0 + β1 Xt + εt = 1, 2, …t

Fungsi t diatas menunjukan banyaknya periode waktu time series.


Mengingat data panel merupakan data gabungan dari data cross section dan
data time series, maka model regresi data panel dapat ditulis sebagai berikut:

Yit = β0it + β1it X1it + εit = 1, 2, …t


N = 1,2,…,n ; t = 1, 2,…t
Dimana n adalah banyaknya variabel bebas, i adalah jumlah unit
observasi. T adalah banyaknya periode waktu, sehinggah (n × t) menunjukan
banyaknya data panel yang akan di analisis. Maka bentuk regresi data panel
untuk penelitian ini adalah sebagai berikut:

Yit = β0 + β1 X1it + β2 X2it + β3 X3it + β4 X4it + εit

Dimana:
Yit = Jumlah Penduduk Miskin i tahun t (jiwa)
β1, β2, β3, β4 = Koefisien regresi masing-masing variabel
X1it = Produk Domestik Regional Bruto Provinsi NTT tahun
2016-2020 (milyar rupiah)
X2it = Indeks Pembangunan Manusia Provinsi NTT tahun 2016-
2020 (persen)

42
X3it = Jumlah Penduduk Provinsi NTT tahun 2016-2020 (Jiwa)
X4it = Pengangguran Provinsi NTT tahun 2016-2020 (Jiwa)

Keunggulan regresi data panel menurut Gujarat dan Porter (2012:237)


keunggulan penggunaan analisis data panel, sebagai berikut:
1. Dengan menggunakan analisis panel akan menghasilkan
keanekaragaman secara tegas dalam perhitungan dengan
melibatkan variabel-variabel individual secara spesifik.
2. Analisis data panel memberikan informasi yang lebih banyak,
variabilitas yang lebih baik, mengurangi hubungan antara
variabel bebas, memberikan lebih banyak derajat kebebasan,
dan lebih efisien.
3. Data panel mampu mendeteksi dan mengukur efek yang tidak
dapat dilakukan oleh data time series dan cross section.
4. Data panel memungkinkan peneliti untuk mempelajari model
perilaku yang lebih kompleks dibandingkan data time series dan
cross section.
5. Data panel dapat meminimalkan bias degngan membuat data
yang tersedia untuk beberapa ribu unit.
Basuki dan Parawoto (2016:276) menyatakan bahwa dalam metode
estimasi data panel dapat menggunakan tiga pendekatan, yaitu:
1. Common Effect Model (CEM)
Merupakan pendekatan model data panel yang paling sederhana
karena hanya mengombinasikan data time series dan cross section.
Pada model ini tidak diperhatikan dimensi waktu maupun individu,
sehinggah diasumsikan bahwa perilaku data perusahan sama dalam
berbagai kurun waktu. Metode ini bisa menggunakan Ordinary Least
Square (OLS) atau teknik kuadrat kecil untuk mengestimasi model
data panel.
2. Fixed Effect Model (FEM)

43
Model ini mengamsumsikan bahwa pendekatan individu dapat
diakomodasikan dari perbedaan prinsipnya. Untuk mengestimasi data
panel Model Fixed Effect menggunakan Teknik variabel dummy untuk
menangkap perbedaan intersep antar variabel. Penggunaan model ini
tepat untuk melihat perubahan perilaku data dari masing-masing
variabel sehinggah data lebih dinamis dalam menginterpretasi data.
3. Random Effect Model (REM)
Dalam model Fixed Effect memasukan dummy membawa
konsekuensi berkurangnya derajat kebebasan (dgree of freedom)
sehingga pada akhirnya mengurangi efisiensi parameter. Untuk
mengatasi masalah tersebut dapat digunakan variabel gangguan (error
term) yang dikenal dengan random effect. Model ini mengestimasi
data panel dimana variabel gangguan mungkin saling berhubungan
antar waktu dan antar individu.
3.8 Penentu Model Estimasi Regresi Data Panel
Basuki dan Prawoto (2016:277) menyatakan bahwa untuk memilih
model yang paling tepat dalam mengelola data panel terdapat beberapa
pengujian yang dilakukan, yaitu:
1. Uji Chow
Uji Chow atau Chow Test yaitu pengujian untuk menentukan
model Fix Effect atau Random Effect yang paling trpat untuk
digunakan dalam estimasi data panel. Hipotesis yang digunakan dalam
pengujian adalah sebagai berikut:
a) Jika nilai probabilitas > α (taraf signifikan sebesar 0,05) maka
H0 diterima, sehinggah model yang paling tepat untuk
digunakan adalah Common Effect Model.
b) Jika nilai probabilitas < α (taraf signifikan sebesar 0,05 maka
H0 ditolak, sehinggah model yang paling tepat digunakan
adalah Fixed Effect Model.
2. Uji Hausman

44
Uji Hausman atau Hausman Test yaitu pengujian statistik untuk
menentukan apakah model Fix Effect atau Random Effect yang paling
tepat untuk digunakan. Hipotesis yang digunakan dalam pengujian
adalah sebagai berikut:
a) Jika nilai probabilitas > α (taraf signifikan sebesar 0,05) maka
H0 diterima, sehinggah model yang paling tepat untuk
digunakan adalah Random Effect Model
b) Jika nilai probabilitas < α (taraf signifikan sebesar 0,05 maka
H0 ditolak, sehinggah model yang paling tepat digunakan
adalah Fixed Effect Model.
3. Uji Lagrange Multiplier
Uji Lagrange Multiplier yaitu uji yang dilakukan ketika model
yang terpilih pada uji hausman ialah Random Effect Model (REM).
Untuk mengetahui model manakah antara Random Effect atau
Common Effect yang lebih baik. Hipotesis yang digunaka dalam
pengujian ini sebagai berikut:
a) Jika nilai Lagrange Multiplier (LM) lebih besar dari nilai
statistik chi-square sebagai nilai kritis dan nilai probabilitas
signifikan > 0,05 maka H0 ditolak. Artinya, estimasi yang tepat
untuk model regresi data panel adalah Random Effect Model.
b) Jika nilai Lagrange Multiplier (LM) lebih kecil dari nilai
statistik chi-square sebagai nilai kritis dan nilai probabilitas
signifikan > 0,05 maka H0 diterima. Artinya, estimasi yang
tepat untuk model regresi data panel adalah Common Effect
Model.
3.9 Asumsi Klasik

Uji asumsi klasik adalah pengujian asumsi statistik yang harus


dilakukan pada analisis linier berganda. Uji asumsi klasik dilakukan untuk
menilai apakah di dalam sebuah model regresi linear Ordinary Least Square
(OLS) terdapat masalah-masalah asumsi klasik. OLS adalah sebuah model
regresi linear dengan metode perhitungan kuadrat terkecil atau yang yang

45
biasa disebut Ordinary Least Square. Dalam model ini ada beberapa syarat
yang harus dipenuhi agar model peramalan menjadi valid sebagai alat
peramalan. Syarat-syarat tersebut jika dipenuhi semuanya, maka model
regresi linear tersebut dikatakan BLUE (Best, Linear, Unbiased, Estimation).
Best artinya parameter harus memiliki minimum varians (distribusi eror) atau
memiliki varians yang lebih kecil di antara parameter-parameter lainya,
Linear artinya parameternya tidak berpangkat atau linier, Unbiased β dri
sampelnya harus sama dengan β dari populasi, sedangkan Estimator
merupakan β yang bagus atau β yang BLUE. Adapun asumsi dasar yang
harus dipenuhi antara lain:
1. Uji Normalitas
Uji normalitas bertujuan untuk menhuji apakah dalam

model regresi, variabel pengganggu atau residual memiliki

distribusi normal (Ghozali, 2016:154). Seperti siketahui bahwa uji t

dan f mengasumsikan bahwa nilai residual mengikuti distrubusi

normal. Kalau asumsi ini dilanggar maka uji statistik menjadi tidak

valid untuk jumlah sampel kecil. Untuk mengetahui data yang

terdistribusi normal Uji normalitas dilakukan dengan formula

jarque Berra atau dikenal dengan JB-test (Gujarati:2006)

Hipotesis:

Ho: error term terdistribusi normal

Ha: error term tidak terdistribusi normal

Jika Jarque Berra(J-B) > X2 df = k atau Probability (P-

Value) < a (taraf nyata yang digunakan) maka tolak Ho, artinya

error term tidak terdistribusi normal. Jika I (J-B) < X2 df = k atau

46
Probability (P-Value) > a maka terima Ho, artinya error term

terdistribusi normal.

2. Uji Mulitikolinearitas

Uji multikolinieritas bertujuan untuk menguji apakah


model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel
independen (Ghozali, 2018: 107).). model regresi yang baik
sebenarnya terjadi korelasi antar variabel independen. Untuk
mendeteksi ada atau tidaknya multikolinearitas dapat dilihat dari
nilai variance inflation factor (VIF) dan tolerance. Suatu model
regresi yang bebas multikolinearitas adalah yang mempunyai nilai
VIF < 10 dan angka tolerance > 0,1. Jika nilai VIF > 10 dan nilai
tolerance < 0,1 maka terjadi gejala multikolinearitas.
2. Uji Autokorelasi

Uji autokorelasi bertujuan untuk menguji apakah dalam


model regresi ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada
periode t dengan kesalahan pengganggu pada periode t-1
(sebelumnya) (Ghozali, 2018:111). Autokorelasi terjadi karena
observasi yang berurutan sepanjang waktu berkaitan satu sama
lainnya. Uji autokorelasi dilakukan dengan metode Durbin Watson
(DW). Menurut Ghozali (2018:112) dasar penentuan ada atau
tidaknya kasus autokorelasi didasari oleh kaidah berikut:
a) 0 < d < dl = ada autokorelasi positif
b) dl ≤ d ≤ du = tidak ada autokorelasi positif
c) 4 – dl < d < 4 = ada autokorelasi negative
d) 4 – du ≤ d ≤ 4 – dl = tidak ada autokorelasi negative
e) du < d < 4 – du = tidak ada autokorelasi positif atau negatif
3. Uji Heteroskedastisitas
Menurut Ghozali (2018:137) uji heteroskedastisitas

47
bertujuan untuk menguji apakah dalam sebuah model regresi
terjadi ketidaksamaan varians dari residual suatu pengamatan ke
pengamatan lain. Apabila varians dari residual suatu pengamatan
ke pengamatan lain tetap, maka disebut homoskedastisitas dan
apabila berbeda disebut heteroskedastisitas. Model yang baik
adalah model yang tidak terjadi heteroskedastisitas. Untuk
menguji ada atau tidaknya heteroskedastisitas digunakan uji
Glejser, yaitu meregresi nilai absolut residual terhadap variabel
independen. Tidak terjadi heteroskedasitas apabila nilai
signifikansinya > 0,05. Sebaliknya, terjadi heteroskedasitas
apabila nilai signifikansinya < 0,05 (Ghozali, 2018: 142).
3.10 Uji Statistik
1. Uji F
Uji F dilakukan untuk mengetahui apakah variabel-variabel
independen secara keseluruhan signifikan secara statistik dalam
mempengaruhi variabel dependen. Apabila nilai F hitung lebih besar dari
nilai F tabel maka variabel-variabel independen secara keseluruhan
berpengaruh terhadap variabel dependen.
Hipotesis yang digunakan :
H0 = β1= β2= β3= β4 = β5 = β6 = β7 = 0
H1: minimal ada satu koefisien regresi tidak sama dengan nol (Gujarati,
1995)
Nilai F hitung dirumuskan sebagai berikut :
1 (R /(N K) R /(K )1 F 2 2 = . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .(3.1)
Dimana:
K = jumlah parameter yang diestimasi termasuk konstanta
N = jumlah observasi Pada tingkat signifikasi 5 persen dengan kriteria
pengujian yang digunakan sebagai berikut:
1. H0 diterima dan H1 ditolak apabila F hitung < F tabel, yang artinya
variabel penjelas secara serentak atau bersama-sama tidak mempengaruhi
variabel yang dijelaskan secara signifikan.

48
2. H0 ditolak dan H1 diterima apabila F hitung > F tabel, yang artinya
variabel penjelas secara serentak dan bersama-sama mempengaruhi
variabel yang dijelaskan secara signifikan.

2. Uji F
Digunakan untuk mengetahui apakah semua variabel penjelas yang
digunakan dalam model regresi secara serentak atau bersama-sama
berpengaruh terhadap variabel yang dijelaskan, digunakan uji F, hipotesis
yang digunakan adalah:
H0: a1, a2, a3, a4 =0 Semua Variabel independen tidak mempengaruhi
variabel dependen secara bersama-sama
Ha: a1, a2, a3, a4 ≠0 Semua Variabel independen mempengaruhi variabel
dependen secara bersama-sama.
Nilai F hitung dicari dengan rumus (Gujarati:2006)
df1 = k-1
df2 = n-k
keterangan:
k = jumlah variabel
n = jumlah observasi/sampel
Pada tingkat signifikansi 5% dengan kriteria pengujian yang
digunakan adalah apabila F hitung > F tabel, atau jika probabilitas F hitung >
tingkat signifikansi 5% (0,05) maka Ha diterima. Artinya variabel penjelas
secara serentak atau bersama-sama mempengaruhi variabel yang dijelaskan
secara signifikan sedangkan apabila F hitung < F tabel, atau jika probabilitas
F hitung < tingkat signifikansi 5% (0,05) maka H o diterima. Artinya variabel
penjelas secara serentak atau bersama-sama tidak mempengaruhi variabel
yang dijelaskan secara signifikan.
3. Uji Koefesien Determinasi
Nilai R2 disebut juga koefesien determinasi. Koefesien determinasi
bertujuan untuk mengetahui kemampuan model regresi dalam

49
menerangkan variasi variabel dependen. Nilai koefesien determinasi
diperoleh dengan menggunakan rumus (Gujarati:2006):

Y 1+ ¿B X 2Y 2 +Bk X k Y k
R2=B1 X 1 2
¿ .........................................................3.2
B Yi

Nilai koefesien determinasi berada diantara nol dan satu (0 < R 2<
1). Nilai R2 yang kecil atau mendekati nol berarti kemampuan variabel
independen dalam menjelaskan variabel dependen sangat terbatas.
Sebaliknya nilai R2 yang mendekati satu berarti variabel independen
memberikan semua informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi
variabel dependen.

50
DAFTAR PUSTAKA

Ali Ibrahim Hasyim, (2017), “Ekonomi Makro”, Jakarta: Prenada Media

Alvonita, dkk (2014), “Pengaruh Tingkat Pengangguran dan Upah Minimum


Provinsi Terhadap Tingkat Kemiskinan di Provinsi Riau”,
JOM FEKON, Vol.1 No.2, Oktober 2014

D.Syahrullah, (2014), “Analisis Pengaruh Prodeuk Domestik Regional Bruto,


Pendidikan, dan Pengangguran Terhadap Kemiskinan di
Provinsi Banten Tahun 2009-2012”

Dita Sekar Ayu, (2018), “Analisis Pengaruh Produk Domestik Regional Bruto,
Tingkat Pengangguran Terbuka, IPM, Jumlah Penduduk,
dan Upah Minimum Terhadap Kemiskinan di Jawa Timur
(2010-2015)”

Feryanto, Nur, (2014) Ekonomi Sumber Daya Manusia Dalam Perspektif


Indonesia, UPP STIM YKPN, Yogyakarta

Handy Aribowo, dkk, (2018), “Mudah Memahami dan Mengimplementasikan


Ekonomi Makr”, Yogyakarta: Cv.Andi Offset

Hasyim, Ali Ibrahim, 2017, “Ekonomi Makro”. Depok: Kencana

Lincolin, Arsyad, Pengantar dan Perencanaan Pembangunan Ekonomi Daerah,


(Yogyakarta: BPFE, 1999)

Marliati Harsono. (2005). “Kemiskinan Perkotaan: Penyebab dan Upaya


Penanggulangannya.” Diambil dari
http://www.scribd.com. Diakses tanggal 12 Januari 2011

Damanik, Rapika. K dan Sidauruk, Selna A. (2020). “Pengaruh Jumlah Penduduk


Terhadap Kemiskinan di Provinsi Sumatera Utara”

51
R.Giovanni, (2018), “Analisis PDRB, Pengangguran, dan Pendidikan Terhadap
Kemiskinana di Pulau Jawa Tahun 2009-2016”

Said, R. 2012, “Pengantar Ilmu Kependudukan”, Jakarta: Lembaga Penelitian


dan Pengembangan Ekonomi dan Sosial

Sjafrizal, (2020). “Perencanaan Pembangunan Dalam Era Otonomi”, Jakarta:


Raja Grafindo Persada

Sukirno, Sadono.(2000) “Pengantar Teori Makroekonomi”, Jakarta: Raja


Grafindo Persada

Sugiyono. (2011). “Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D”.


Bandung: Alfabeta

Subri, Mulyadi (2003), Ekonomi Sumber Daya Manusia, Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada Sukirno, Sadono (2006), Teori
Pengantar Makro Ekonomi. Raja Grafindo Persada,
Jakarta.

Suliswanto, M (2010), “Pengaruh Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) dan


Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Terhadap Angka
Kemiskinan di Indonesia”. Jurnal Ekonomi Pembangunan,
Vol.8, No. 2.

Sumarsono, Sonny (2003), Ekonomi Manajemen Sumber Daya Manusia dan


Ketenagakerjaan, Graha Ilmu, Yogyakarta.

Susi, H (2017), “Analisis Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Jumlah Penduduk,


dan Pendidikan Terhadap Kemiskinan di Jawa Tengah
Tahun 2011-2015”. Skripsi Sarjana Fakultas Ekonomi dan
Bisnis, Universitas Muhammadiyah Surakarta

Soleh, Ahmad, (2014). Jurnal Ekonomi, Universitas Bengkulu

Todaro, Michael P (2000). Pembangunan Ekonomi di dunia ke tiga Edisi ke lima.


Erlangga: Jakarta, cetakan I. BPFE: Yogyakarta

52
Todaro, M.P dan Smith. 2000. Pembangunan Ekonomi di dunia ke tiga Edisi ke
enam. Erlangga: Jakarta, cetakan I. BPFE: Yogyakarta

Todaro. (2002). Pembangunan Ekonomi Dunia Ke Tiga. Jakarta: Erlangga


Umaruddin

Todaro, M.P. Smith, S.C 2011. Pembangunan Ekonomi

Usman dan Diramita. (2018). Pengaruh Jumlah Penduduk, Pengangguran Dan


Pertumbuhan [Ekonomi Terhadap Kemiskinan Di Provinsi
Kepulauan Riau. Jurnal Ekonomi Regional Unimal, Vol.1
No 2

Jhingan, M.L. (2014). “Ekonomi Pembangunan dan Perencanaan”. Jakarta:


Grafindo Persada

Whisnu Adi Shaputra, (2011), “Analisis Pengaruh Jumlah Penduduk, PDRB,


IPM, Pengangguran, Terhadap Kemiskinan di
Kabupaten/Kota

https://ntt.bps.go.idb

53

Anda mungkin juga menyukai