Anda di halaman 1dari 22

Nama : Ardi Cahyo Prabowo

NIM : H0718030
Mata Kuliah : Fisiologi Benih
Kelas : Agroteknologi – D

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Di Indonesia, dalam bidang agronomi, yang dimaksud benih adalah
fase generatif dari siklus kehidupan tumbuhan yang dipakai untuk
memperbanyak dirinya secara generatif. Sedangkan dalam pengertian ilmu
tumbuhan, yang dimaksu dengan benih adalah biji yang berasal dari ovule.
Ovule dalam pertumbuhannya setelah masak (mature), lalu menjadi biji
(seed), sedangkan integumentnya menjadi kulit biji (seed coat) dan ovary
menjadi buah (fruit). Dalam pengertian praktis sehari-hari oleh petani, bahkan
juga oleh beberapa agronomiawan, istilah benih ini sering dicampur-
campurkan dengan istilah bibit.
Benih bermutu tinggi ditentukan oleh dua faktor, yaitu faktor genetik
dan faktor fisik. Faktor genetik adalah varietas-varietas yang mempunyai
genotipe yang baik. Sedangkan yang dimaksud faktor fisik yaitu benih
bermutu tinggi yang meliputi kemurnian, persen perkecambahan tinggi, bebas
dari kotoran dan benih rumputan serta bebas dari insektisida, kadar air biji
rendah yaitu 12-14% untuk benih serealia dan kedelai.
Benih merupakan salah satu komoditi perdagangan dan merupakan
unsur baku yang mempunyai peranan penting dalam produksi pertanian.
Benih bermutu dengan kualitas yang tinggi selalu diharapkan oleh petani.
Oleh karenanya benih harus selalu dijaga kualitasnya sejak diproduksi oleh
produsen benih, dipasarkan sampai diterima oleh petani untuk ditanam.
Untuk mendapatkan benih dengan kualitas yang tinggi yang sesuai
dengan keinginan petani,maka tidak hanya hal-hal di atas saja yang perlu
diperhatikan akan tetapi pada proses pengolahan pun juga perlu mendapatkan
perhatian dan penanganan khusus agar benih yang dihasilkan tetapo
berkualitas. Pada bagian pengolahan meliputi pembersihan benih, grading dan
perlakuan benih.

B. Tujuan
Tujuan dibuatnya makalah ini adalah untuk mengetahui dan
memahami struktur benih, komposisi kimia benih, proses perkecambahan dan
tipe perkecambahan.
BAB II
PEMBAHASAN

Benih adalah beginning of life atau awal kehidupan dari suatu budidaya


tanaman. Artinya bahwa dengan benih,maka suatu tanaman dapat meneruskan
kehidupan dan menurunkan sifat-sifat yang dimilikinya. Di dalam benih terdapat
kandungan materi genetik dan kandungan kimiawi yang merupakan komponen kritis
dalam pertumbuhan dan perkembangan tanaman (Saragih, 2013). Benih terdiri dari
embrio atau tanaman mini, endosperma dan cadangan makanan lainnya serta
pelindung yang terdiri dari kulit benih, dan pada benihbenih tertentu terdapat juga
struktur tambahan. Pada rerumputan, benih atau buahnya disebut grain atau kariopsis,
pada famili buck wheat dan bunga matahari disebut achene, dan pada famili mentol
disebut nutlet. Beberapa jenis benih memiliki struktur tambahan, seperti gluma,
braktea, spina dan rambut yan membantu melindungi benih dari pelukaan burung atau
tikus (Justice et al., 2002).
Kualitas benih yang terbaik tercapai pada saat benih masak fisiologis karena
pada saat benih masuk fisiologis maka berat kering benih, viabilitas dan vigornya
tertinggi. Perlu dicatat bahwa viabilitas dan vigor tertinggi yang dimaksud tidak harus
100%. Setelah masak fisiologis kondisi benih cenderung menurun sampai pada
akhirnya benih tersebut kehilangan daya viabilitas dan vigornya sehingga benih
tersebut mati. Proses penurunan kondisi benih setelah masak fisiologis itulah yang
disebut sebagai peristiwa deteriorasi atau benih mengalami proses menua. Proses
penurunan kondisi benih tidak dapat dihentikan tetapi dapat dihambat. Kemunduran
benih dapat didefinisikan jatuhnya mutu benih yang menimbulkan perubahan secara
menyeluruh di dalam benih dan berakibat pada berkurangnya viabilitas benih. Faktor-
faktor yang mempengaruhi benih itu sendiri antara lain adalah faktor internal benih
mencakup kondisi fisik dan keadaan fisiologinya, kelembaban nisbi dan temperature,
kadar air benih, suhu, genetik, mikroflora, kerusakan mekanik (akibat panen dan
pengolahan), dan tingkat kemasakan benih (Mungnisjah,2006).

Faktor yang mempengaruhi viabilitas dan vigoritas benih antara lain sebagai
berikut:

1. Faktor Genetik
Faktor yang mempengaruhi mutu benih antara lain faktor genetik,
lingkungan dan status benih (kondisi fisik dan fisiologibenih). Genetik
merupakan faktor bawaan yang berkaitan dengan komposisi genetika
benih. Setiap varietas memiliki identitas genetika yang berbeda. Sebagai
contoh, mutu kedelai lebih rendah dibandingkan dengan mutu daya
simpan benih jagung, hal ini diakibatkan perbedaan gen yang ada di dalam
benih.Benih hibrida lebih vigor dibandingkan dengan benih non hibrida.
Contoh : Benih jagung hibrida menghasilkan tanaman yang lebih vigor
dibandingkan jagung non hibrida.
2. Kondisi Lingkungan Tumbuh dan ruang simpan
Faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap mutu benih berkaitan
dengan kondisi dan perlakuan selama prapanen, pascapanen, maupun saat
pemasaran benih. Lingkungan tumbuh selama periode pembentukan dan
perkembangan benih berpengaruh terhadap kualitas benih yang dihasilkan.
Ruang penyimpanan yang dilengkapi dengan pendingin dan pengatur RH
mampu mempertahankan kualitas benih. Suhu yang terlalu dingin
menyebabkan chilling injury.
3. Kematangan Benih
Faktor kondisi fisik dan fisiologi benih berkaitan dengan performa
benih seperti tingkat kemasakan, tingkat kerusakan mekanis, tingkat
keusangan (hubungan antara vigor awal dan lamanya disimpan), tingkat
kesehatan, ukuran dan berat jenis, komposisi kimia, struktur, tingkat kadar
air dan dormansi benih (Wirawan dan Sri, 2002). Kualitas maksimal suatu
benih tercapai saat mencapai Matang Fisiologis. Pada saat Matang
Fisiologis akumulasi bahan kering (dry matter) dan bahan kimia yang
terlibat dalam perkecambahan sudah mencapai maksimal. Panen sebelum
atau sesudah matang fisologis kualitasnya lebih rendah dibandingkan saat
matang fisiologis.
4. Kadar air benih
Kadar air merupakan faktor yang paling mempengaruhi kemunduran
benih. Kemunduran benih meningkat sejalan dengan meningkatnya kadar
air benih. Kadar air benih akan berpengaruh terhadap proses aktivasi
enzim. Kadar air yang rendah dapat meminimalisir proses aktibvasi enzim
(perombakan cadanganmakanan). Bagi benih ortodok kadar air terlalu
rendah menyebabkan cracking (retak) sedangkan bagi benih rekalsitran
kadar air terlalu rendah menyebabkan gangguan fisiologis.Kadar
air optimum setiap jenis benih berbeda-beda.
5. Proses Pengolahan Benih
Pengolahan yang baik tidak menyebabkan kerusakan pada benih.
Pengolahan yang tidak baik menyebabkan benih memar, cracking atau
pecah, case hardening (pengerasan kulit benih). Perontokan dan
pengeringan merupakan tahap pengolahan yang paling berpengaruh
terhadap kualitas benih.
6. Jenis Kemasan
Jenis kemasan yang baik dapat mempertahankan kadar air dan vigor
benih, selain itu kemasan yang baik juga dapat menghindari benih dari
benturan, serangan hama dan penyakit. Contoh kemasan yang baik antara
lain : kaleng, aluminium foil,plastik tebal, kertas semen dilapisi aspal dll.

Kemunduran benih dapat didefinisikan sebagai jatuhnya mutu benih yang


menimbulkan perubahan secara menyeluruh di dalam benih dan berakibat pada
berkurangnya viabilitas benih. Faktor-faktor yang mempengaruhi benih itu sendiri
antara lain adalah faktor internal benih mencakup kondisi fisik dan keadaan
fisiologinya, kelembapan nisbi dan temperatur, kadar air benih, suhu, genetik,
mikroflora, kerusakan mekanik (akibat panen dan pengolahan), dan tingkat
kemasakan benih. Kemunduran benih yang menyebabkan menurunnya vigor dan
viabilitas benih merupakan awal kegagalan dalam kegiatan pertanian sehingga harus
dicegah agar tidak mempengaruhi produktivitas tanaman. Vigor benih adalah
kemampuan benih menumbuhkan tanaman normal pada kondisi suboptimum di
lapang, atau sesudah disimpan dalam kondisi simpan yang suboptimum dan ditanam
dalam kondisi lapang yang optimum. Viabilitas benih merupakan daya hidup benih
yang dapat ditunjukkan dalam fenomena pertumbuhannya, gejala metabolisme,
kinerja kromosom atau garis viabilitas, sedangkan viabilitas potensial adalah
parameter viabilitas dari suatu lot benih yang menunjukkan kemampuan benih
menumbuhkan tanaman normal yang berproduksi normal pada kondisi lapang yang
optitum.
Kemunduran benih (Deteriorasi) merupakan proses penurunan mutu secara
berangsur-angsur dan kumulatif serta tidak dapat balik (irreversible) akibat perubahan
fisisologis yang disebabkan oleh faktor dalam. Kemunduran benih beragam, baik
antarjenis, antarvarietas, antarlot, bahkan antarindividu dalam suatu lot benih.
Kemunduran benih dapat menimbulkan perubahan secara menyeluruh di dalam benih
dan berakibat pada berkurangnya viabilitas benih (kemampuan benih berkecambah
pada keadaan yang optimum) atau penurunan daya kecambah. Proses penuaan atau
mundurnya vigor secara fisiologis ditandai dengan penurunan daya berkecambah,
peningkatan jumlah kecambah abnormal, penurunan pemunculan kecambah di
lapangan (field emergence), terhambatnya pertumbuhan dan perkembangan tanaman,
meningkatnya kepekaan terhadap lingkungan yang ekstrim yang akhirnya dapat
menurunkan produksi tanaman (Copeland dan Donald, 1985). Kemunduran benih
adalah mundurnya mutu fisiologis benih yang dapat menimbulkan perubahan
menyeluruh di dalam benih, baik fisik, fisiologi maupun kimiawi yang
mengakibatkan menurunnya viabilitas benih (Sadjad, 1994). Laju kemunduran benih
adalah berapa besarnya penyimpangan terhadap keadaan optimum untuk mencapai
maksimum. Laju kemunduran benih dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu:
a. Faktor genetis benih
Kemunduran benih karena sifat genetis biasa disebut proses deteriorasi
yang kronologis. Artinya, meskipun benih ditangani dengan baik dan faktor
lingkungannya pun mendukung namun proses ini akan tetap berlangsung.
b. Faktor lingkungan
Proses ini biasa disebut proses deteriorasi fisiologis. Proses ini terjadi
karena adanya faktor lingkungan yang tidak sesuai dengan persyaratan
penyimpanan benih, atau terjadi proses penyimpangan selama pembentukan
dan prosesing benih.

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kemunduran Benih Ditempat


Penyimpanan :
a. Kadar air benih sebelum disimpan
Kadar air benih yang tinggi dapat meningkatkan laju kemunduran
benih dalam tempat penyimpanan. Laju kemunduran benih dapat
diperlambat, dengan cara kadar air benih harus dikurangi sampai kadar air
benih optimum. Kadar air benih optimal, yaitu kadar air tertentu dimana
benih tersebut disimpan lama tanpa mengalami penurunan mutu benih.
Kadar air optimum dalam penyimpanan bagi sebagian besar benih adalah
antara 30-40% (untuk benih kakao), 10-12% untuk benih kacang-
kacangan (kadar air untuk benih kedelai, harus dibawah 11% , kadar air
untuk kacang panjang 12%), kadar air untuk benih serealia (padi, gandum,
jagung dll), sebaiknya dibawah 14%.
b. Suhu tempat penyimpanan
Suhu optimum  untuk penyimpanan benih jangka panjang terletak
antara 18-200C.
c. Kelembapan tempat penyimpanan
Kelembapan lingkungan selama penyimpanan juga sangat
mempengaruhi viabilitas benih, hal ini disebabkan karena sifat benih yang
higroskopis yaitu selalu menyesuaikan diri dengan kelembapan udara
disekitarnya. Kelembapan ruang simpan harus diatur sehingga sedemikian
rupa sehingga kadar air benih pada keadaan yang menguntungkan untuk
jangka waktu simpan yang panjang. Pada kebanyakan jenis benih,
kelembapan nisbih ruang penyimpanan antara 50-60%, dan suhu 0-100C
adalah cukup baik untuk mempertahankan viabilitas benih, paling tidak
untuk jangka waktu penyimpanan selama 1 tahun.
d. Tempat pengemasan
Tujuan pengemasan adalah untuk mempertahankan kualitas benih
selama dalam penyimpanan dan atau pemasaran, sehingga benih tetap
terjamin daya tumbuh dan daya kecambahnya secara normal.

Benih yang mengalami proses deteriorasi akan menyebabkan turunnya


kualitas dan sifat  benih jika dibandingkan pada saat benih tersebut mencapai masa
fisiologinya. Turunnya kualitas benih dapat mengakibatkan viabilitas dan vigor benih
menjadi rendah yang pada akhirnya akan mengakibatkan tanaman menjadi buruk.
Ciri-ciri ini dapat dilihat pada tanaman di lahan yang memiliki viabilitas yang tinggi
dan hasil panen yang menjadi jelek. Selain itu, kemunduran benih ini dapat dilihat
dari berkurangnya laju respirasi dan peningkatan kandungan asam lemak dalam
benih.
Tanda-tanda kemunduran benih terdiri dari 3 gejala, yaitu gejala fisiologis,
gejala kinerja benih dan pemudaran warna sebagai berikut :
a. Gejala fisiologis
1) Aktivitas enzim menurun : dehidrogenesis, glutamate, dekarboksilase,
katalase, peroksidase, fenolase, amylase, sitokromoksidase.
2) Respirasi menurun : konsumsi O2 rendah produksi CO2 rendah.
3) Bocoran metabolit meningkat (nilai daya hantar listrik meningkat dan
gula terlarut meningkat).
4) Kandungan asam lemak bebas meningkat (Lipid = asam lemak +
gliserol). Contoh pada benih kapas kandungan asam lemak bebas ≥1%
sudah tidak dapat berkecambah.

b. Gejala kinerja benih


1) Kinerja perkecambahan rendah.
2) Kemampuan menyesuaikan diri terhadap lingkungan rendah.
3) Daya tumbuh di lapang rendah.
4) Tidak tahan terhadap ancaman lingkungan.

c. Pemudaran warna
Pemudaran waran benih ini, biasanya akibat penuaan atau umur benih
yang sudah lama, cirinya warna berubah menjadi coklat pada embrio atau
pada kulit benih.

Pengendalian Kemunduran Benih
Dalam kegiatan pertanian, terjadinya kemunduran benih merupakan
salah satu faktor penyebab menurunnya produktivitas tanaman sehingga hal ini
harus dihindari. Hasil-hasil penelitian menunjukkan dengan memberikan
perlakuan pada benih yang memperlihatkan gejala kemunduran, dapat
memperbaiki kondisi benih. Murray dan Wilson (1987) melaporkan
kemunduran benih dapat dikendalikan dengan cara "invigorasi" melalui proses
hidrasi-dehidrasi. Sadjad (1994) mendefinisikan invigorasi sebagai proses
bertambahnya vigor benih. Dengan demikian perlakuan invigorasi adalah
peningkatan vigor benih dengan memberikan perlakuan pada benih. Menurut
Khan (1992) perlakuan pada benih adalah untuk memobilisasi sumber-sumber
energi yang ada dalam benih untuk bekerja sama dengan sumber-sumber energi
yang ada di luar atau dilingkungan tumbuh untuk menghasilkan pertanaman
dan hasil yang maksimal.
Perlakuan benih yang telah dikenal antara
lain presoaking dan conditioning. Menurut Khan (1992) presoaking adalah
perendaman benih dalam sejumlah air pada suhu rendah sampai sedang,
sedangkan conditioning adalah peningkatan mutu fisiologi dan biokimia
(berhubungan dengan kecepatan dan perkecambahan, perbaikan serta
peningkatan potensial perkecambahan) dalam benih oleh media imbibisi
potensial air yang rendah (larutan atau media padatan lembap) dengan mengatur
hidrasi dan penghentian perkecambahan. Benih menyerap air sampai potensial
air dalam benih dan media pengimbibisi sama (dicapai keseimbangan potensial
air). Presoaking dalam periode singkat menghasilkan efek yang cukup baik
terhadap peningkatan perkecambahan dan pertumbuhan kecambah.
Pengeringan tidak mengurangi pengaruh positif dari presoaking (Kidd and West
dalam Khan, 1992). Perlakuan presoaking berpengaruh baik pada benih yang
bervigor sedang. Perlakuan presoaking atau conditioning secara nyata efektif
meningkatkan viabilitas dan vigor benih sebelum penyimpanan, dapat
meningkatkan daya berkecambah potensi tumbuh, keserempakan tumbuh, dan
bobot kering kecambah normal.
Untuk mengatasi permasalahan terjadinya kemunduran mutu benih baik
yang diakibatkan oleh faktor penyimpanan maupun diakibatkan oleh faktor
kesalahan dalam penanganan benih, dapat dilakukan dengan melakukan teknik
“invigorasi”. Invigorasi adalah suatu perlakuan fisik atau kimia untuk
meningkatkan atau memperbaiki vigor benih yang telah mengalami
kemunduran mutu. Secara umum benih berdasarkan ketahanannya terhadap
pengeringan terbagi atas tiga kelompok, yaitu benih ortodoks, intermediate, dan
benih rekalsitran. Benih jambu mete tergolong pada ortodoks yaitu benih yang
toleran terhadap pengeringan sampai kadar air 5 % dan dapat disimpan dalam
waktu yang cukup lama. Aerasi akan menurunkan suhu, dan pemberian aerasi
yang tepat dapat mencegah kerusakan benih akibat berpindahnya kelembapan.
Benih yang dipanen dengan kadar air di atas 15−16% perlu dikeringkan.
Pengeringan perlu dilakukan segera setelah benih dipanen, karena makin lama
penundaan pengeringan, kualitas benih yang dihasilkan makin menurun
(Hasanah 1987). Untuk benih ortodoks seperti benih terung KB, pengeringan
dilakukan dengan cara membuang lendirnya terlebih dahulu. Selanjutnya benih
yang telah bersih dikeringkan di bawah sinar matahari selama 3 hari.
Hidrasi-dehidrasi merupakan suatu perlakuan pelembaban benih dalam
suatu periode tertentu yang diikuti dengan pengeringan benih sampai kembali
pada berat semula (Basu dan Rudrapal, 1982). Metode pelembaban benih
dilakukan dengan berbagai cara, seperti merendam benih, mencelup benih,
menyemprot benih dan meletakkan benih pada udara yang jenuh dengan uap
air. Sedangkan proses pengembalian kadar air benih seperti semula dapat
dilakukan dengan mengeringkan benih dengan cahaya matahari langsung,
dengan oven suhu 30°C atau dengan mengangin-anginkan benih sampai
tercapai berat awal.
Meurut Satoto et al. (2008), benih terdiri dari: (a.) Benih Dasar (BD),
ditandai dengan label putih, dimiliki dan diproduksi oleh Balai Benih Induk
(BBI), penangkar benih yang mendapat rekomendasi dari Balai Pengawasan
dan Sertifikasi Benih (BPSB), produsen benih swasta atau BUMN; (b.) Benih
Pokok (BP), ditandai dengan label ungu, dimiliki dan diproduksi oleh Balai
Benih Utama (BBU), penangkar benih yang mendapat rekomendasi dari BPSB,
produsen benih swasta atau BUMN; (c.) Benih Sebar (BR), ditandai dengan
label biru, dimiliki dan diproduksi oleh BBU, penangkar benih atau produsen
benih swasta atau BUMN.
I. Struktur Benih
1) Kulit benih (testa)
Kulit benih pada umumnya berasal dari integumen ovul yang
mengalami modifikasi selama proses pembentukan biji berlangsung.
Pada legum biasanya terdapat dua lapis kulit benih. Lapisan sebelah
dalam tipis dan lunak, sedangkan lapisan sebelah luar tebal dan keras
fungsinya sebagai lapisan proteksi terhadap suhu, penyakit dan sentuhan
mekanis
2) Jaringan cadangan makanan (food reserve)
Pada biji ada beberapa struktur yang dapat berfungsi sebagai jaringan
penyimpan cadangan makanan, yaitu : Kotiledon (kelas dikotiledoneae),
Endosperm (kelas monokotiledoneae), Perisperm (fam. Chenopodiaceae
dan Caryophyllaceae), Scutellum (grasses/rumput-rumputan)
Cadangan makanan yang tersimpan pada biji umumnya terdri dari
karbohidrat, lemak, protein, dan mineral. Komposisi dan persentasenya
berbeda tergantung pada jenis biji.
3) Embrio
Embrio adalah suatu tanaman baru yang terjadi dari bersatunya gamet-
gamet jantan dan betina pada suatu proses pembuahan. Embrio yang
perkembangannya sempurna akan teriri dari struktur-struktur, calon
pucuk, calon akar, cadangan makanan. Embrio terdiri dari:
a. plumula (bakal daun)
b. radikula (bakal akar)
c. bakal batang (caulicalus atau hipokotil)
d. koleoptil (pada benih graminae)

II. Komposisi Kimia Benih


Manfaat biji selain untuk perkembangbiakan, biji juga penting untuk
makanan manusia, memberi makanan unggas /hewan dan untuk bahan mentah
bagi glukose dengan macam-macam produksi.biji menyimpan didalam
jaringan vegetatifnya. Sebagai contoh biji biasanya mengandung lemak dalam
jumlah besar, sedangkan  kandungan pada bagian vegetatifnya sedikit
makanan yang disimpannya.
Mengubah komposisi kimia pada biji seringkali menjadi sasaran
pokok dalam perkembangbiakan tanaman budidaya. Dudley dan Lumbert
(1969) melaporkan tentang perubahan yang dikaukkann pada bji jagung
selama 65 generasi. Kandungan minyak dan protein berturut-turut 4,77 dan
10,9%pada awal peride seleksi. Setelah 65 generasi untuk garis rendah dan
garis tinggi kadar minyakm berkasiat antara 1,0 sampai 15,2%. Protein unutk
garis rendah berkisar antara 4,97% sampai 19,57%. Komposisi kimia
dikendalikan secara genetis tetapi juga dipengaruhi oleh lingkungan. Rigasi
(Stone dan Tucker, 1969), pemupukan (Early dan Deturk, 1948) dan praktek
pemeliharaan lainnya (Osler dan Cartter, 1955) mempengaruhi komposisi
kimia termasuk kandungan minyak dan protein pada biji spesies yan berbeda-
beda.
Komposisi kimia benih berlainan untuk setiap benih, tetapi secara
umum digolongkan :
1. Karbohidrat
Karbohidrat merupakan cadangan makanan utama benih, terutama
pada tanaman serealia speperti padi, jagung, gandum. Benih
berkarbohidrat akan tahan simpan. Karbohidrat yang terkandung dalam
benih yaitu amilosa dan amilopektin, yang merupakan zat penting selama
perkecambahan. Selain itu, beberapa benih tertentu mengandung
hemiselulosa. Karbohidrat dan lipid merupakan cadangan energi biji yang
utama pada sebgaian besar tanaman budidaya dan tanaman liar(Bewley
dan Black, 1978). Biji serelia dan tanaman palawija menyimpan zat
tepung (karbohidrat). Palawija juga tinggi kandungan proteinnya. Biji
pada beberapa spesies (misalnya kedelai, kacang tanah, bunga matahari,
lobak, dan kapas) tinggi kandungan minyak dan proteinnya. Biji pada
beberapa spesies mungkin juga mengandung sejumlah gula sederhana
dalam jumlah yang berarti.
Zat tepung merupakan karbohidrat atau polisakarida yang paling
umum tersimpan dalam biji. Dua glukosan, amilase dan polipektin
merupakan zat tepung yang umum. Keduanya merupakan polimer rantai
panjang dari molekul glukose dengan ikatan  1-4. Amilase merupakan
rantai lurus yang terdiri dari 300-400n molekul glukose. Amilopektin
mempunyai rantai cabang dengan ikatan   , 1-6 dengan molekul utama.
Amilopektin mungkin mengandung lebih dari seribu satuan glukose
akibatnya amilopektin mempunyai berat molekul yang lebih tinggi dan
secra kimiawi dan fisika sifatnya berbeda dengan sifat amilose. Pada uji
iodium untuk zat tepung, amilopektin menghasilkan warna merah
sedangkan amilose menghasilkan warna biru. Amilopektin lebih kental
dalam keadaan basah. Produk yang dimasak dari bahan tepung jagung,
amilopektin (tapioka), lebih menyerupai  gelatin.
Amilose itu 100% dapat dipecah oleh   amilose, amilopektin kira-
kira 50% dapat dicerna. Dari kedua tipe, amilose lebih penting dari
kebanyakan biji bertepung. Kultivar standar pada jagung (maize)
mengandung kurang lebih 72% amilopektin dan 28% amilose. Kultivar
amilose telah terseleksi dan diperdagangkan. Zat tepung pada endosperma
jagung manis mempunyai kandungan gula yang tinggi. Hidrolisis zat
tepung glukosan menghasilkan gukose (suatu monosakarida) dan maltose
(disakarida) keduanya dapat larut dan mudah diubah menjadi sukrose
untuk diangkut ke meristem akar dan meristem pucuk.
Inulin, suatu molekul zat tepung yang relatif kecil yan tersususn
atas molekul gula fruktose, merupakan cadangan makanan pokok pada
barli dan rumput-rumputan daerah beriklim sedang lainnya. Fruktose
sebagian dapat larut sedang glukosan tidak dapat larut dalam air.
Pentosan, polimer molekul gula 5- karbon, biasa ditemukan pada kulit biji
tertentu. Pentosan menyerap air dengan kuat, suatu ciri adaptif dalam
penyebaran. Biji pada beberapa legum kaya akan manan, rantai panjang
polimer gula manosa. Biji pada alfalfa dan honey locust mengandung
galaktomanan yang terdiri atas manan dan rantai sampingnya suatu gula
galaktose (6- karbon). Glukose dan arabinose juga ditemukan sebagai
rantai samping dari manan.
Walaupun secara kimia kurang bisa secara pasti, hemiselulosa
merupakan cadangan makanan penting pada biji (Bewley dan Black,
1978). Manan, xilan dan galaktan(polimer manose, xilose, dan galaktosa
berikut gula-gula sederhana0 digolongkan hemiselulose. Biji guar
( Cyanopsis tetragonilobus) mengandung galaktomanan 20% yang
digunakan pada industri farmasi dan merupakan dasar bagi pasaran
industri tanaman budidaya tersebut. Getah merupakan suatu kelompok
kompleks karbohidrat yang tersusun dari poliuromida dan galaktomida.
Getah dapat berfungsi sebagai cadangan  makanan, tetapi juga berfungsi
sebagai suatu pembungkus kulti biji yang menjadi lengket ketika basah.
Sifat lengket ini membantu penyebaran biji oleh hewan. Getah ini dapat
dimanfaatkan oleh industri biji untuk memisahkan biji gulma tertentu dsri
biji legum yang kecil, msalnya menghilangkan biji buchkorn plantair
(Plantago lanceolata) dari biji alfalfa biji gula menjadi lengket ketika
dibasahi da melekat pada penggulung beledu sedangkan biji alfalfa dapat
lewat. Pektin,  karbohidrat yang merupakan suatu polimer rantai panjang 
asam galakturonat merupakan pemgikat antardinding –dinding sel (lamela
tengah) pada biji. Pektin tersusun terutama atas asam pektat dan propektin
serta garam kalsium dan magnesiumnya. Karbohidrat lainnya yang
seringkali ditemukan pada biji meliputi:
a) stakiosa (tetrasakarida)
b) rafinose ( trisakarida)
c) sukrose (disakarida)
d) dan gula yang mereduksi seperti glukose (monosakarida)

2. LIPID
Menurut definisi, lipid merupakan senyawa yang dapat larut dalam
eter, benzena, dan kloroform tetapi tidak larut dalam air (Bloor, 1928).
Lipid merupakan istilah genetik bagi lemak dan minyak, minyak
berbentuk cair pada suhu normal, sedang lemak padat. Minyak
merupakan cadangan utama pada b anyak spesies seringkali ditemukan
dalam jumlah tertentu pada biji yang mengandung zat tepung.
Secara umum lipid merupakan ester alkohol trihidrat gliserol dan
tiga sam lemak:
H2-C-O-R1
H2-C-O-R2
H2-C-O-R1
Dimana R1, R2, dan R3 merupakan asam lemak
Biji yang diseleksi unutk kandungan minyak yang tinggi juga
cenderung tinggi kandungan proteinnya, pemilihan pada salahsatu tujuan
memungkinkan untuk mencapai tujuan lain. Lilin, ester  dari asam lemak
dan suatu alkohol monohi drat ditemukan terutama pada kulit biji
berbentuk padat pada temperatur ruang. Fosolipet penting untuk 
metabolisme membran dan penyimpanan, berfungsi sebagai suatu
cadangan energi dan cadangan fosfor bagi pertumbuhan semai. Fosfolipid
merupakan ester asam lemak dan alkohol tetapi juga mengandung
tambagan suatu kelompok fosfat dan nitrogen (N) pada klorin. Lesitin
merupakan suatu fosfolipid yang tersebar secara luas di alam dan sangat
penting bagi keperluan komersial. Lesitin kedelai adalah naman genetik
yang digunakan oleh industri untuk campuran tiga fosolipid (lesitin,
sefalin dan fitin). Sefalin adalah pada kedelai dan biji minyak lainnya.
Asam lemak utama pada lesitin dan sefalin adalah asam linoleat, oleat,
palmitat, dan heksadekanoat. Selama perkecambahan lemak terhidrolisis
menjadi komponen asam lemak dan gliserol. Metabolit ini bersifat mudah
bergerak dan siap diangkut kesumbu embrio, tempat asam lemak tersebut
mengalami oksidasi lebih lanjut melalui daur krebs atau lintasan pentosa
phosphate.

3. Protein
Protein merupakan cadangan N pada biji bagi perkecambahan dan
merupakan polimer asam amino yang dihubungkan dengan ikataatan
peptida. Duapuluh asam amino yang membentuk protein terdapat di
alam.sebagian atau seluruhnya dapat terangkai dengan urutan yang
bervariasi  untuk membentuk protein yang berbeda.  Perangkaian asam
amino dalam sistem biologi ditandai dengan polinukleotid DNA dan
RNA. Kompleksitas protein bertambah dengan adanya ikatan hidrogen
(H), suatu pautan silang yang lemah antara H dan O2 dalam molekul dan
juga dengan adanya ikatan sulfidril. Secara fisiologis protein merupakan
matriks kehidupan dalam biji dan sel hidup lainnya.
Seperti yang dikatakan sebelumnya komposisi asam amino
pembentuk cadangan protein dalam biji berbeda dari cadangan protein
yang berada dalam batang atau jaringan vegetatif. Protein biji biasanya
kekurangan satu atau lebih dari tiga asam amino esensial (yaitu yang
diperlukan dalam makanan hewan monogastrik) asam amino lisin,
triptofan, dan metionin tergantung spesies dan kultivar tanaman. Karena
itu, bila protein biji digunakan sebagai satu-satunya sumber protein maka
nilai biologis atau nutrisionalnya lebih rendah bagi hewan mogastrik
(berlambng satu)termasuk manusia  daripada protein hewani. Berdasarkan
pada kelarutan dan metode pemisahan Osborne (1924) membagi protein
dalam empat :
1) Albumin
yaitu yang larut dalam air pada pH netral atau pH agak asam
dan mengalami koagulasi oleh panas. Enzim dan putih telur
merupakan albumin yang utama.
2) Globulin
yaitu yang larut dalam air dan larutan garam dan tidak mudah
dikoagulasikan oleh panas. Biji legum umumnya kaya
globulin(misalnya glisin pada kedelai).
3) Glutelin
yaitu yang tidak larut dalam air tetapi larut dalam larutan
garam dan dalam larutan asam atau basa kuat.
4) Prolamin
Yaitu yang larut pada alkohol 70-90%. Biji-bijian serelia kaya
akan prolamin (misalnya protein,  zein pada biji jagung)
Sementara prolamin merupakan cadangan N yang baik bagi
perkecambahan, kualitas biologi dan nutrisional prolamin rendah pada
hewan monogastrik. Prolamin penting pada serelia meliputi zein pada
pada jagung, gliadin pada gandum, dan kordenin pada barli. Beberapa
glutelin penting pada serelia meliputi zekanin pada jagung, glutelin pada
gandum, hordenin pada barli dan orizenin pada padi. Beberapa globulin
penting pada biji legum adalah legumin, visilin, glisinin, virgin, dan
arakhin.
Pada perkecambahan protein dihirolisis menjadi asam amino
diangkut dan disintesis kembali pada sumbu embrio menjadi protein
dalam komposisi asam amino yang seimbang. Oleh kaena itu, kecambah
biji memberikan protein yang baik kualitasnya dan digunakan secara luas
untuk makanan manusia miasalnya alfalfa dan kecambah kacang hijau.
Protein yang disimpan dalam biji sebagian dalam bentuk lektin yang
merupakan glikoprotein (polimer protein-gula).

4. Lemak
Lemak merupakan Cadangan makanan utama pada benih, misalnya
kedelai, kacang tanah, kapas, bunga matahari, wijen dan lain-lain. Benih
dengan kandungan lemak tinggi, daya simpan lebih rendah dibanding
karbohidrat, terutama asam lemak tidak jenuh yang tinggi. Asam lemak
tak jenuh dalam biji: oleat (1 ikatan ganda) dan linoleat (2 ikatan ganda),
asam lemak jenuh palmitat (n=14).

5. Senyawa Lainnya
a. Tanin: umumnya pada kulit benih, menghambat aktivitas enzim.
Contohnya benih cacao dan kacang-kacangan
b. Alkaloid: senyawa komplek mengandung N. Contohnya cofein
(kopi), nicotin (tembakau), theobromin (cacao)
c. Glukosida: reaksi antara gula dengan ≥ senyawa non-gula, Kristal.
Contohnya saponin (biji tung), sangat beracun, amygdalin (almond,
plum)
d. Fitin: persediaan P utama dalam benih. Pada serealia fitin terdapat
pada lapisan aleuron, sumber P, Mg, dan K
e. Zat pengatur tumbuh
i. giberelin: berperan dalam proses perkecambahan
ii. sitokinin: berperan dalam perkecambahan (pertumbuhan dan
diferensiasi sel)
iii. etilen: menghambat atau mendorong perkecambahan
iv. asam absisik: menyebabkan dormansi
f. Vitamin: tanaman swasembada vitamin
i. Thiamin: berperan dalam pembelahan sel (perkembangan akar)
ii. Asam askorbat: berperan dalam proses respirasi benih
(perkecambahan)

Peran dan Komposisi Kimia dan Keragaan Struktur Benih


Dua hal yang penting yang perlu diperhatikan dari wujud benih adalah
komposisi kimia dan keragaan strukturnya. Terdapat perbedaan komposisi dan
keragaan struktur antarspesies dan bahkan antar varietas benih. Komposisi
kimia dan keragaan struktur benih memiliki pengaruh yang nyata terhadap
kadar air keseimbangan benih, laju kemunduran benih, dan kerentanannya
terhadap kerusakan mekanis (Mugnisjah, et. al., 1990).
a) Kadar air keseimbangan benih
Komposisi kimia benih mempengaruhi kadar air keseimbangan
benih dengan lingkungannya. Hal ini tidak lain karena benih bersifat
higroskopik. Karena itu benih akan menyerap kelembaban dari atau
melepaskan kelembaban yang dimilikinya kepada atmosfer di sekelilingnya
sampai terjadi suatu keseimbangan antara kadar air benih dengan
kelembaban relative dari atmosfir lingkungan. Jumlah kelembaban dalam
benih pada saat keseimbangan itu berkaitan langsung dengan komposisi
kimia benih. Pengaruh komposisi kimia benih terhadap kadar air benih
adalah sebagai berikut :
 Kadar air keseimbangan benih berhubungan terbalik dengan
kandungan minyak pada kelembaban nisbi di bawah 70 %.
 Kandungan protein benih memiliki pengaruh yang kecil pada kadar air
keseimbangan benih pada kelembaban nisbi di bawah 75 %.
 Pati mempertahankan pengaruh relatif yang sama pada kadar air benih
keseimbangan pada kelembaban nisbi berapapun.

b) Laju kemunduran benih


Laju kemunduran merupakan factor lainnya yang sangat
dipengaruhi oleh komposisi kimia benih. Umumnya, dengan meningkatnya
presentase minyak dalam benih maka laju kemunduran benihpun
meningkat. Kacang tanah adalah benih yang berkadar minyak lebih tinggi
daripada kedelai. Sebaliknya walaupun analisis kimia dari kedelai dan
kapas serupa, dan kedua benih ini bervigor awal sama tinggi, benih kapas
tahan disimpan sampai 24 bulan pada kondisi terbuka, sedangkan kedelai
hanya 9 – 12.

c) Kerentanan terhadap kerusakan mekanis


Komposisi kimia juga mempengaruhi kerentanan benih terhadap
kerusakan mekanis. Pati yang terdapat pada benih diklasifikasikan ke
dalam lunak atau keras. Dalam jagung gigi kuda (dent corn) dijumpai
kedua klas pati tersebut. Pati yang lunak mudah ditembus, tetapi jarang
pecah. Sebaliknya pati yang keras tahan terhadap tekanan mekanis sampai
besaran tertentu kemudian retak. Beberapa benih berprotein tinggi, seperti
buncis , menjadi sangat mudah pecah pada kadar air yang sesuai untuk
penyimpanan. Kemudahan retak ini berkaitan erat dengan komposisi kimia
dan struktur sel kotiledonnya.

III. Proses Perkecambahan


Perkecambahan merupakan proses pertumbuhan dan perkembangan
embrio. Hasil perkecambahan ini adalah munculnya tumbuhan kecil dari
dalam biji. Proses perubahan embrio saat perkecambahan adalah plumula
tumbuh dan berkembang menjadi batang, dan radikula tumbuh dan
berkembang menjadi akar.
Embrio yang tumbuh belum memiliki klorofil, sehingga embrio belum dapat
membuat makanan sendiri. Pada tumbuhan, secara umum makanan untuk
pertumbuhan embrio berasal dari endosperma. Perkecambahan biji
berhubungan dengan aspek kimiawi. Proses tersebut meliputi beberapa
tahapan, antara lain imbibisi, perombakan, translokasi, sintesis, respirasi, dan
yang terakhir adalah pertumbuhan.
Beberapa biji segera mengalami perkembangan jika berada di kondisi
lingkungan yang sesuai. Namun, beberapa biji yang lain berada dalam masa
dormansi. Artinya, biji tersebut tidak tumbuh dan berkembang. Biji berada
pada masa dormansi dapat dikarenakan tidak cocoknya kondisi lingkungan
yang memungkinkan biji berkecambah. Awal perkecambahan dimulai dengan
berakhirnya masa dormansi pada biji. Berakhirnya masa dormansi pada biji
ditandai dengan proses imbibisi. Proses ini akan menginduksi aktivitas enzim
(biokatalisator yang berperan dalam metabolism) sehingga awal
perkecambahan mulai berjalan. Setelah berakhirnya masa dormansi, tahap
berikutnya tumbuhan akan melakukan proses perbanyakan sel atau
pembelahan sel aktif, namun sel-sel yang dibentuk belum mengalami
diferensiasi. Diferensiasi merupakan proses pertambahan jenis dan fungsi sel
yang jelas. Setelah itu akan dibentuk organ-organ melalui proses
organogenesis. Proses organogenesis berbagai organ yang berbeda bentuk
serta berguna untuk melengkapi struktur dan fungsi mahluk hidup disebut
perkembangan atau morfogeneis. Apabila daun sudah terbentuk, tumbhan
sudah mampu melakukan proses fotosintesis. Proses fotosintesis akan
menghasilkan energy. Energy ini akan digunakan untuk proses pertumbuhan
dan perkembangan.

Biji dapat berkecambah karena di dalamnya terdapat embrio atau


lembaga tumbuhan. Embrio atau lembaga tumbuhan ini memiliki tiga bagian,
yaitu akar lembaga/calon akar (radikula), daun lembaga atau kotiledon, dan
batang lembaga atau kaulikulus. Banyak factor yang mengontrol proses
perkecambahan biji, baik yang bersifat internal dan eksternal. Secara internal
proses perkecambahan biji ditentukan keseimbangan antara promoter dan
inhibitor perkecambahan, terutama asam gliberelin (GA) dan asam abskisat
(ABA). Faktor eksternal yang merupakan ekologi perkecambahan meliputi
air, suhu, kelembaban, cahaya, dan adanya senyawa-senyawa kimia tertentu
yang berperilaku sebagai inhibitor perkecambahan. Proses perkecambahan
dipengaruhi oleh oksigen, suhu, dan cahaya. Oksigen dipakai dalam proses
oksidasi sel untuk menghasilkan energi. Perkecambahan memerlukan suhu
yang tepat untuk aktivasi enzim. Perkecambahan tidak dapat berlangsung
pada suhu yang tinggi, karena suhu yang tinggi dapat merusak enzim.
Pertumbuhan umumnya berlangsung baik dalam keadaan gelap.
Perkecambahan memerlukan hormone auksin dan hormone ini mudah
mengalami kerusakan pada intensitas cahaya yang tinggi. Karena itu di tempat
gelap kecambah tumbuh lebih panjang daripada di tempat terang.

IV. Tipe Perkecambahan


Berdasarkan posisi kotiledon dalam proses perkecambahan terbagi atas
:
a. Perkecambahan Epigeal
Perkecambahan epigeal merupakan perkecambahan yang ditandai
dengan bagian hipokotil terangkat ke atas permukaan tanah. Kotiledon
sebagai cadangan energy akan melakukan proses pembelahan dengan
sangat cepat untuk membentuk daun. Perkecambahan tipe ini misalnya
terjadi pada kacang hijau (Phaseolus radiatus) dan tanaman jarak.

b. Perkecambahn Hipogeal
Perkecambahn hipogeal merupakan perkecambahan yang ditandai
dengan terbentuknya bakal batang yang muncul ke permukaan tanah,
sedangkan kotiledon tetap berada di dalam tanah (hipokotil tetap berada
di dalam tanah). Contoh tipe ini terjadi pada kacang kapri (Pisum
sativum) dan jagung.

BAB III
PENUTUP

1. Kesimpulan
Benih bisa diartikan sebgai organ generatif hasil fertilisasi putik oleh
tepung sari yang ditujukan untuk perbanyakan. Struktur Benih terbagi atas tiga,
yaitu Kulit benih (testa), Jaringan cadangan makanan (food reserve) dan Embrio
yang perkembangannya sempurna, akan memiliki plumula (bakal daun), radikula
(bakal akar), bakal batang (caulicalus atau hipokotil) dan koleoptil (pada benih
graminae). Di dalam benih terkandung komposisi-komposisi kimia yang
menyokong pertumbuhan benih itu sendiri. Komponen kimia tersebut adalah
Karbohidrat , Protein, Lemak dan Senyawa Lainnya seperti Tanin, Alkaloid,
Glukosida, Fitin, Zat pengatur tumbuh dan Vitamin (untuk tumbuhan
swasembada vitamin). Perkecambahan merupakan proses pertumbuhan dan
perkembangan embrio. Tipe perkecambahan terdiri atas dua tipe, yaitu tipe
epigeal dan hypogeal. Perkecambahan epigeal merupakan perkecambahan yang
ditandai dengan bagian hipokotil terangkat ke atas permukaan tanah.
Perkecambahn hipogeal merupakan perkecambahan yang ditandai dengan
terbentuknya bakal batang yang muncul ke permukaan tanah, sedangkan
kotiledon tetap berada di dalam tanah (hipokotil tetap berada di dalam tanah).
Proses perkecambahan biji terjadi melalui proses-proses:
1) Imbibisi  absorbsi air
2) Perombakan  metabolism pemecahan materi cadangan makanan
3) Translokasi  transpor materi hasil pemecahan dari endosperm ke embrio
yang aktif tumbuh.
4) Sintesis  Proses-proses pembentukan kembali materi-materi baru.
5) Respirasi
6) Pertumbuhan
Komposisi kimia utama pembentuk biji dapat dibagi ke dalam tiga kategori
yaitu minyak atau lemak, pati atau karbohidrat, lipid dan protein. Komposisi
kimia dan keragaan struktur benih memiliki pengaruh yang nyata terhadap kadar
air keseimbangan benih, laju kemunduran benih, dan kerentanannya terhadap
kerusakan mekanis.
Biji merupakan suatu sumber yang kaya akan vitamin tertentu, khususnya
vitamin b kompleks sedangkan asam amino bebas, gula, dan asam nukleat
terdapat dalam konsentrasi rendah. Biji juga mengandung pengatur pertumbuhan
auksin, giberelin, sitokinin, dan penghambat pertumbuhan yang mempunyai
fungsi yang penting bagi perkecambahan dan pertumbuhan semai. Yang menarik
adalah sitokinin alami yang pertama, zeatin, diisolasi dari biji jagung.

DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2015.Kemunduran Benih. Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman
Perkebunan Ambon.
Anonim. 2001. The Invasion of Maesopsis eminii in the East Usambara Forest of
Tanzania. http://.bogor.ac.uk/. Media Internet Bengkulu
Basu, R.N. and A.B. Rudrapal, 1982. Post harvest seed physiology and seed
invigoration treatments. Proccedings of the Indian Statistical Institute
Golden Jubilee International Conference on Frontiers of Research in
Agriculture. Calcuta. India.
Copeland. L.O dan M.B.Mc. Donald. 1985. Principle of Seed Science and
Technology. Burgess Publishing Company. New York.369 p.
Firmansyah, IU., Y. Sinuseng, dan A.H. Talanca. 2006. Penanganan Pengeringan dan
Pemipilan Jagung. Prosiding Seminar Nasional. Pengembangan Usaha
Agribisnis Industrial Pedesaan. dalam A. Muis, Sarasutha, IGP., E. jamal, M.
D. Mario, Maskar, S. Bakhri, D. Bulo, C. Khairani, dan A. Subaedi.(Eds).
p.100-106. Palu, 5-6 Desember 2006. P.100-106. ISBN : 978-979-985-77-1-
2.
Hasanah, M. 1987. Faktor–faktor prapanen dan pascapanen yang mempengaruhi
mutu benih. Buletin Penelitian Tanaman Rempah dan Obat II(2): 9−14.
Hutagalung, H. 2007. Karbohidrat. Http://library.usu.ac.id/download/.
Khan, A.A., J.D. Maguire, G.S. Abawi and S. Ilyas. 1992. Matriconditioning of
vegetable seeds to improve stand establishmeny in early field plantings. J.
Amer. Soc. Hort. Sci. 117(1): 41-47.
Lehninger, A. L. 1982. Principles of Biochemistry (Dasar-dasar Biokimia Jilid 1,
Diterjemahkan oleh M. Thenawijaya). Penerbit Erlangga,Jakarta.
Mugnisjah, W. Q. dan A. Setiawan. 1990. Pengantar Produksi benih. Rajawali Pers.
Jakarta.
Mungnisyah W.Q. dan Asep S., 2006. Produksi Benih. Bumi Aksara. Jakarta.
Murray, A.G. and D.O. Wilson Jr, (1987): Priming on Seed for Improved Vigor. Bull.
Agric. Exp. Station. University of Idaho : 677 : 55_77.
Sadjad, S. 1994. Kuantifikasi metabolism benih.PT Widia Sarana Indonesia, Jakarta.

Suarni. 2005. Karakteristik fisikokimia dan amilograf tepung jagung sebagai bahan
pangan. Prosiding Seminar dan Lokakarya Nasional Jagung. Pusat
Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Makassar, 29-30
Sepetember 2005. p. 440-444.
Suarni dan S. Widowati. 2008. Http://balitsereal.litbang.deptan.go.id/bjagung/.
Suharto, E. 2003. Struktur biji, sifat fisik biji dan karakteristik benih kemiri
( Aleurites moluccana Willd) provenan Karang Dapo. Jurnal Akta Agrosia
6(1) : 23-29.
Suhendra, L. 2005. Studi Perubahan Protein Terlarut Selama Perkecambahan Biji
Wijen (Sesamun indicum L.) Menggunakan Pendekatan Respon Surface
Methodology. Http://www.ejournal.unud.ac.id/.
Sutopo, L. 2002. Teknologi Benih. Malang: Fakultas Pertanian UNBRAW

Thahir, R., Sudaryono, Soemardi dan Soeharmadi. 1988. Teknologi Pasca panen
Jagung dalam Subandi, M.Syam dan Adi Widjono (Eds). Jagung. Pusat
Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Badan Penelitian dan
Pengembangan Pertanian. Bogor.
Wijaya, S. dan L. Rohman. 2001. Fraksinasi dan Karakterisasi Protein Utama Biji
Kedelai. Jurnal Ilmu Dasar. 2 (1) : 49-54.

Anda mungkin juga menyukai