Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG


Kemunduran benih dapat didefinisikan sebagai jatuhnya mutu benih yang
menimbulkan perubahan secara menyeluruh di dalam benih dan berakibat pada
berkurangnya viabilitas benih. Faktor-faktor yang mempengaruhi benih itu sendiri
antara lain adalah faktor internal benih mencakup kondisi fisik dan keadaan
fisiologinya, kelembaban nisbi dan temperature, kadar air benih, suhu, genetic,
mikroflora, kerusakan mekanik (akibat panen dan pengolahan), dan tingkat kemasakan
benih.
Kemunduran benih yang menyebabkan menurunnya vigor dan viabilitas benih
merupakan awal kegagalan dalam kegiatan pertanian sehingga harus dicegah agar tidak
mempengaruhi produktivitas tanaman. vigor benih adalah kemampuan benih
menumbuhkan tanaman normal pada kondisi suboptimum di lapang, atau sesudah
disimpan dalam kondisi simpan yang suboptimum dan ditanam dalam kondisi lapang
yang optimum. Viabilitas benih merupakan daya hidup benih yang dapat ditunjukkan
dalam fenomena pertumbubannya, gejala metabolisme, kinerja kromosom atau garis
viabilitas sedangkan viabilitas potensial adalah parameter viabilitas dari suatu lot benih
yang menunjukkan kemampuan benih menumbuhkan tanaman normal yang
berproduksi normal pada kondisi lapang yang optitum.
Penyimpanan merupakan fase kritis yang berpengaruh terhadap mutu
benih.Penyimpanan benih yang kurang baik akan menyebabkan benih mengalami
kemunduran. Salah satu faktor pembatas dalam produksi kedelai di daerah tropis
adalah cepatnya kemunduran benih selama penyimpanan sehingga mengurangi
ketersediaan benih bermutu tinggi.Banyak faktor yang mempengaruhi daya simpan
benih antara lain, faktor internal benih mencakup kondisi fisik dan keadaan
fisiologinya; kelembaban nisbi dan temperatur; kadar air benih; genetik; mikroflora;
kerusakan mekanik; dan tingkat kemasakan benih.
BAB.II.PEMBAHASAN

Laju kemunduran benih adalah berapa besarnya penyimpangan terhadap


keadaan ptimum untuk mencapai maksimum. Laju kemunduran benih dipengaruhi
oleh dua faktor, yaitu:

1. Faktor Genetis Benih


Kemunduran benih karena sifat genetis biasa disebut proses deteriorasi yang
kronologis. Artinya, meskipun benih ditangani dengan baik dan faktor lingkungannya
pun mendukung namun proses ini akan tetap berlangsung.

2. Karena Faktor Lingkungan


Proses ini biasa disebut proses deteriorasi fisiologis. Proses ini terjadi karena
adanya faktor lingkungan yang tidak sesuai dengan persyaratan penyimpanan benih,
atau terjadi proses penyimpangan selama pembentukan dan prosesing benih.

1.2 FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEMUNDURAN BENIH


DITEMPAT PENYIMPANAN

1.2.1 Kadar Air Benih Sebelum Disimpan


Kadar air benih yang tinggi dapat meningkatkan laju kemunduran benih dalam
tempat penyimpanan Laju kemunduran benih dapat diperlambat, dengan cara kadar air
benih harus dikurangi sampai kadar air benih optimum. Kadar air benih optimal, yaitu
kadar air tertentu dimana benih tersebut disimpan lama tanpa mengalami penurunan
mutu benih. Kadar air optimum dalam penyimpanan bagi sebagian besar benih adalah
antara 6-9% (untuk benih kangkung, kubis bunga, caisin, ketimun, cabai, tomat,
bayam), 10%-12% untuk benih kacang-kacangan (kadar air untuk benih kedelai, harus
dibawah 11% , kadar air untuk kacang panjang 12%), kadar air untuk benih serealia
(padi, gandum, jagung dll), sebaiknya dibawah 14%.
1.2.2 Suhu Tempat Penyimpanan
Suhu optimum untuk penyimpanan benih jangka panjang terletak antara -18 –
20oC.

1.2.3 Kelembaban Tempat Penyimpanan


Kelembaban lingkungan selama penyimpanan juga sangat mempengaruhi
viabilitas benih, hal ini disebabkan karena sifat benih yang higroskopis yaitu selalu
menyesuaikan diri dengan kelembaban udara disekitarnya. Kelembaban ruang simpan
harus diatur sehingga sedemikian rupa sehingga kadar air benih pada keadaan yang
menguntungkan untuk jangka waktu simpan yang panjang. Pada kebanyakan jenis
benih, kelembaban nisbih ruang penyimpanan antara 50-60%, dan suhu 0-10oC adalah
cukup baik untuk mempertahankan viabilitas benih, paling tidak untuk jangka waktu
penyimpanan selama 1 tahun.

1.2.4 Tempat Pengemasan


Tujuan pengemasan adalah untuk mempertahankan kualitas benih selama
dalam penyimpanan dan atau pemasaran, sehingga benih tetap terjamin daya tumbuh
dan daya kecambahnya secara normal.

3.1 CIRI-CIRI PROSES KEMUNDURAN BENIH

Benih yang mengalami proses deteriorasi akan menyebabkan turunnya kualitas


dan sifat benih jika dibandingkan pada saat benih tersebut mencapai masa fisiologinya.
Turunnya kualitas benih dapat mengakibatkan viabilitas dan vigor benih menjadi
rendah yang pada akhirnya akan mengakibatkan tanaman menjadi buruk. Ciri-ciri ini
dapat dilihat pada tanaman di lahan yang memiliki viabilitas yang tinggi dan hasil
panen yang menjadi jelek. Selain itu, kemunduran benih ini dapat dilihat dari
berkurangnya laju respirasi dan peningkatan kandungan asam lemak dalam benih.
3.3.1 Tanda-tanda kemunduran benih
Tanda-tanda kemunduran benih terdiri dari 3 gejala, yaitu gejala fisiologis,
gejala kinerja benih dan pemudaran warna sebagai berikut :
A. Gejala fisiologis
1. Aktivitas enzim menurun: dehidrogenesis, glutamate, dekarboksilase, katalase,
peroksidase, fenolase, amylase, sitokromoksidase.
2. Respirasi menurun: konsumsi O2 rendah produksi CO2 rendah.
3. Bocoran metabolit meningkat (nilai daya hantar listrik meningkat dan gula terlarut
meningkat).
4. Kandungan asam lemak bebas meningkat (Lipid = asam lemak + gliserol). Contoh
pada benih kapas kandungan asam lemak bebas ≥1% sudah tidak dapat berkecambah.
B. Gejala kinerja benih
1. Kinerja perkecambahan rendah
2. Daya suai terhadap lingkungan rendah
3. Daya tumbuh di lapang rendah
4. Tidak tahan terhadap ancaman lingkungan

C. Pemudaran warna
Pemudaran waran benih ini, biasanya akibat penuaan atau umur benih yang
sudah lama, cirinya mencoklat pada embrio atau pada kulit benih.
2.4 KEMUNGKINAN PENYEBAB KEMUNDURAN BENIH
Berikut merupakan kemungkinan penyebab kemunduran benih :
1. Autoxidasi Lipid dapat terjadi pada benih:
a. KA < 6%
b. Konsentrasi O2 tinggi
c. Suhu tinggi
2. Degradasi Struktur Fungsional
a. Hilangnya permeabilitas membran sel (terhidrolisis oleh fosfolipase dan
oksidase).
b. Rusaknya membran mitokondria (ATP-ase tinggi, fosforilasi oksidatif rendah,
produksi ATP tinggi).
3. Ribosom tidak mampu berdisosiasi
Ribosom tidak mampu berisolasi menyebabkan sintesis protein terhambat.
4. Degradasi dan Inaktivasi Enzim
Perubahan struktur makromolekul enzim menurunkan aktivitasnya. Berikut
merupakan macam perubahan yang dimaksud :
a. Perubahan komposisi meliputi :
· Grup fungsional (hilang/mengikat)
· Oksidasi gugus sulfhidril
· Perubahan asam amino dalam protein
b. Perubahan konfigurasi, meliputi :
· Penglipatan atau pelurusan
· Penggumpalan atau polimerisasi
· Pemutusan menjadi sub2 unit
5. Pengaktifan/Pembentukan Enzim-enzim Hidrolitik
Bila KA benih > 20%, cukup untuk mengaktifkan enzim2 hidrolotik (lipase,
fosfolipase, fosfatase, amilase)
6. Degradasi Genetik sebagai penyebab utama ketuaan
7. perubahan sifat kromosom (selaras dengan penuaan)
Mutasi genetik; berkorelasi dengan ketuaan dan hilangnya viabilitas
8. Habisnya cadangan makanan (sudah tidak diterima)
9. Kelaparan sel meristematik: jauhnya jarak antara cadangan makanan dengan sel-sel
meritematik
10. Akumulasi senyawa beracun (toxic)
a. embrio baik pada endosperm tua
b. embrio tua pada endosperm baik

3.5. PENGENDALIAN KEMUNDURAN BENIH

Dalam kegiatan pertanian, terjadinya kemunduran benih merupakan salah


satu faktor penyebab menurunnya produktivitas tanaman sehingga hal ini hanrus
dihindari. Hasil-hasil penelitian menunjukkan dengan memberikan perlakuan pada
benih yang memperlihatkan gejala kemunduran, dapat memperbaiki kondisi benih.
Murray dan Wilson (1987) melaporkan kemunduran benih dapat
dikendalikan dengan cara "invigorasi" melalui proses hidrasi-dehidrasi. Sadjad (1994)
mendefinisikan invigorasi sebagai proses bertambahnya vigor benih. Dengan demikian
perlakuan invigorasi adalah peningkatan vigor benih dengan memberikan perlakuan
pada benih. Menurut Khan (1992) perlakuan pada benih adalah untuk memobilisasi
sumber-sumber energi yang ada dalam benih untuk bekerja sama dengan sumber-
sumber energi yang ada di luar atau di lingkungan tumbuh untuk menghasilkan
pertanaman dan hasil yang maksimal.
Perlakuan benih yang telah dikenal antara lain presoaking dan conditioning.
Menurut Khan (1992) presoaking adalah perendaman benih dalam sejumlah air pada
suhu rendah sampai sedang, sedangkan conditioning adalah peningkatan mutu fisiologi
dan biokimia (berhubungan dengan kecepatan dan perkecambahan, perbaikan serta
peningkatan potensial perkecambahan) dalam benih oleh media imbibisi potensial air
yang rendah (larutan atau media padatan lembab) dengan mengatur hidrasi dan
penghentian perkecambahan. Benih menyerap air sampai potensial air dalam benih dan
media pengimbibisi sama (dicapai keseimbangan potensial air). Presoaking dalam
periode singkat menghasilkan efek yang cukup baik terhadap peningkatan
perkecambahan dan pertumbuhan kecambah. Pengeringan tidak mengurangi pengaruh
positif dari presoaking (Kidd and West dalam Khan, 1992). Perlakuan presoaking
berpengaruh baik pada benih yang bervigor sedang.
Hadiana (1996) melaporkan perlakuan presoaking atau conditioning secara
nyata efektif meningkatkan viabilitas dan vigor benih sebelum penyimpanan, dapat
meningkatkan daya berkecambah potensi tumbuh, keserempakan tumbuh, dan bobot
kering kecambah normal.
Untuk mengatasi permasalahan terjadinya kemunduran mutu benih baik yang
diakibatkan oleh faktor penyimpanan maupun diakibatkan oleh faktor kesalahan dalam
penanganan be-nih, dapat dilakukan dengan melakukan teknik “invigorasi”. Invigorasi
adalah suatu perlakuan fisik atau kimia untuk meningkatkan atau memperbaiki vigor
benih yang telah mengalami kemun-duran mutu (Basu dan Rudrapal, 1982).
4.5 PENYIMPANAN BENIH

Selama ribuan tahun petani di seluruh dunia telah memproduksi dan


menyimpan benih mereka sendiri. Disamping memproduksi makanan untuk keluarga
mereka, para petani di seluruh dunia menyimpan benih benih dari tanaman mereka
yang tersehat dan terbaik kualitasnya. Dengan meniru proses alami di sekitarnya, para
penyimpan benih telah membentuk beranekaragam varietas berkwalitas seperti yang
masih kita rasakan pada saat ini.
Penyimpanan benih merupakan salah satu cara yang dapat menunjang keberhasilan
penyediaan benih, mengingat bahwa kebanyakan jenis pohon hutan tidak berbuah
sepanjang tahun sehingga perlu dilakukan penyimpanan yang baik agar dapat menjaga
kestabilan benih dari segi kuantitas maupun kualitasnya (Widodo, 1991).
Menurut Schmidt (2000), tujuan utama penyimpanan benih adalah untuk
menjamin persediaan benih yang bermutu bagi suatu program penanaman bila
diperlukan. Jika waktu penyemaian dilaksanakan segera setelah pengumpulan benih
maka benih dapat langsung digunakan di persemian sehingga penyimpanan tidak
diperlukan. Akan tetapi kasus semacam ini sangat jarang terjadi, hal ini disebabkan
karena pada daerah dengan iklim musim yang memiliki musim penanaman pendek
sangat tidak memungkinkan untuk langsung menyemai benih, sehingga benih perlu
disimpan untuk menunggu saat yang tepat untuk disemai.
Penyimpanan dalam rangka pembenihan mempunyai arti yang luas, karena yang
diartikan penyimpanan di sini adalah sejak benih itu mencapai kemasakan fisiologisnya
sampai ditanam. Adapun tempat dan waktunya bisa terjadi ketika benih masih berada
pada tanaman, di gudang penyimpanan atau dalam rangka pengiriman benih itu ke
tempat atau daerah yang memerlukan. Selama dalam penyimpanan karena pengaruh
beberapa faktor, mutu benih akan mengalami kemunduran Kartasapoetra(1986) dalam
Hario Polije(2009).
Selama penyimpanan benih, proses fisiologis tetap berlangsung sehingga harus
diusahakan agar proses ini berjalan seminimal mungkin Hendarto (1996) dalam Hario
Polije(2009). Tujuan utama penyimpanan benih adalah untuk mempertahankan
viabilitas benih selama periode simpan yang lama, sehingga benih ketika akan
dikecambahkan masih mempunyai viabilitas yang tidak jauh berbeda dengan viabilitas
awal sebelum benih disimpan.Kegiatan penyimpanan benih tidak terlepas dari
penggunaan wadah simpan.
Justice dan Bass (1979) dalam Yudi Harisman (2009)., mengemukakan bahwa
penggunaan wadah dan cara simpan benih sangat tergantung pada jenis, jumlah benih,
teknik pengepakan, lama penyimpanan, suhu ruang simpan dan kelembaban ruang
simpan.
Berapa lama benih dapat disimpan sangat tergantung pada kondisi benih dan
lingkungannya sendiri. Beberapa tipe benih tidak mempunyai ketahanan untuk
disimpan dalam jangka waktu yang lama atau sering disebut benih rekalsitran.
Sebaliknya benih ortodoks mempunyai daya simpan yang lama dan dalam kondisi
penyimpanan yang sesuai dapat membentuk cadangan benih yang besar di tanah
Schmidt (2000) dalam Yudi Harisman (2009).. Meskipun tipe ortodoks dan rekalsitran
relatif jelas perbedaannya, daya tahan benih untuk bertahan pada saat penyimpanan
meliputi variasi yang luas, dari yang sangat rekalsitran, intermediate sampai ortodoks.
Pada umumnya semakin lama benih disimpan maka viabilitasnya akan semakin
menurun. Mundurnya viabilitas benih merupakan proses yang berjalan bertingkat dan
kumulatif akibat perubahan yang diberikan kepada benih mengemukakan bahwa
periode penyimpanan terdiri dari penyimpanan jangka panjang, penyimpanan jangka
menengah dan penyimpanan jangka pendek. Penyimpanan jangka panjang memiliki
kisaran waktu puluhan tahun, sedangkan penyimpanan jangka menengah memiliki
kisaran waktu beberapa tahun dan penyimpanan jangka pendek memiliki kisaran waktu
kurang dari satu tahun. Tidak ada kisaran pasti dalam periode penyimpanan, hal ini
disebabkan karena periode penyimpanan sangat tergantung dari jenis tanaman
Ketahanan benih untuk disimpan beragam tergantung dari jenis, cara dan tempat
penyimpanan Sutopo (1988) dalamHario Polije(2009).
dan suhu penyimpanan yang rendah, yaitu pada suhu 0 – 5o C dengan kadar air
benih 5 – 7%. Dalam kondisi penyimpanan yang optimal, benih yang orthodox akan
mampu disimpan sampai beberapa tahun. Pada saat masak, kadar air benih pada
kebanyakan benih orthodox sekitar 6 – 10%. Benih orthodox banyak ditemukan pada
zona arid, semi arid dan pada daerah dengan iklim basah, di samping itu juga ada yang
ditemukan pada zona tropis dataran tinggi. Menurut Schmidt (2000), benih recalsitrant
didefinisikan sebagai benih yang tidak tahan terhadap pengeringan dan suhu
BAB.111.PENUTUP

Kesimpulan :
Kemunduran benih dapat didefinisikan sebagai jatuhnya mutu benih yang
menimbulkan perubahan secara menyeluruh di dalam benih dan berakibat pada
berkurangnya viabilitas benih. Faktor-faktor yang mempengaruhi benih itu sendiri
antara lain adalah faktor internal benih mencakup kondisi fisik dan keadaan
fisiologinya, kelembaban nisbi dan temperature, kadar air benih, suhu, genetic,
mikroflora, kerusakan mekanik (akibat panen dan pengolahan), dan tingkat
kemasakan benih. Yang diakibat oleh factor Genetis dan Faktor Lingkungan.
DAFTAR PUSTAKA

M. Azrai, Rahmawati, Ramlah Arief dan Sania Saenong. Pengelolaan Benih Jagung.
Balai Penelitian Tanaman Serealia,
Maros.http://balitsereal.litbang.deptan.go.id/ind/bjagung/sebelas.pdf diakses pada
tanggal 9 Juni 2010.

Hendarto(1996), Kartasapoetra(1986), Schmidt (2000), Sutopo(1988) dalam Hario


Polije. 2009. Penyimpanan
benih(seedstorage).http://hariopolije.blogspot.com/2009/04/hmmm.html. diakses
pada tanggal 9 Juni 2010.

Justice and Bass(1979), Schmidt, L(2000), Siregar, S.T(2000), Widodo, W (1991)


dalam Yudi Harisman, 2009. Wadah dan Lama Penyimpanan Benih. http://forester-
rimbawan.blogspot.com/2009/05/wadah-dan-lama-penyimpanan-benih.html diakses
pada tanggal 9 Juni 2010.

Anda mungkin juga menyukai