Anda di halaman 1dari 12

DETERIORASI BENIH

(KEMUNDURAN BENIH)
A. Pengertian Kemunduran Benih (Deteriorasi)
Kemunduran benih merupakan proses penurunan mutu secara berangsur-
angsur dan kumulatif serta tidak dapat balik (irreversible) akibat perubahan
fisiologis yang disebabkan oleh faktor dalam. Kemunduran benih beragam, baik
antar jenis, antar varietas, antar lot, bahkan antar individu dalam suatu lot benih.
Kemunduran benih dapat menimbulkan perubahan secara menyeluruh di dalam
benih dan berakibat pada berkurangnya viabilitas benih (kemampuan benih
berkecambah pada keadaan yang optimum) atau penurunan daya kecambah.
Proses penuaan atau mundurnya vigor secara fisiologis ditandai dengan
penurunan daya berkecambah, peningkatan jumlah kecambah abnormal,
penurunan pemunculan kecambah di lapangan (field emergence), terhambatnya
pertumbuhan dan perkembangan tanaman, meningkatnya kepekaan terhadap
lingkungan yang ekstrim yang akhirnya dapat menurunkan produksi tanaman
(Copeland dan Donald, 1985).
Kemunduran benih adalah mundurnya mutu fisiologis benih yang dapat
menimbulkan perubahan menyeluruh di dalam benih, baik fisik, fisiologi maupun
kimiawi yang mengakibatkan menurunnya viabilitas benih (Sadjad, 1994).
Kemunduran benih dapat diterangkan sebagai berikut:
1. Yang dimaksud laju deteriorasi adalah berapa besarnya penyimpanagna terhadap
keadaan optimum untuk mencapai maksimum. Hal ini dipengaruhi oleh dua
peristiwa, yaitu:
a. Merupakan sifat genetis benih
Kemunduran benih karena sifat genetis biasa disebut proses deteriorasi yang
kronologis artinya, meskipun benih ditangani dengan baik dan faktor
lingkungannya pun mendukung namun proses ini akan tetap berlangsung.
b. Karena deraan lingkungan
Proses in biasa disebut proses deteriorasi fisiologis. Proses ini terjadi karena
adanya faktor lingkungan yang tidak sesuai dengan persyaratan penyimpanan
benih, atau terjadi penyimpangan selama proses pembentukan dan prosesing
benih.
B. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hidup Benih
Faktor-faktor yang mempengaruhi viabilitas benih selama penyimpanan
dibagi menjadi factor internal dan eksternal. Faktor internal mencakup sifat
genetik, daya tumbuh dan vigor, kondisi kulit dan kadar air benih awal. Faktor
eksternal antara lain kemasan benih, komposisi gas, suhu dan kelembaban ruang
simpan (Copeland dan Donald, l985).
1. Faktor internal benih
Faktor internal benih mencakup kondisi fisik dan keadaan fisiologinya.
Contoh: benih yang retak, luka, dan tergores akan lebih cepat mengalami
kemunduran. Faktor induced selama perkembangan benih di lapangan
mempengaruhi keadaan fisiologinya, sebagai contoh terjadi kekurangan mineral
(seperti N, K, Ca), air, dan suhu yang ektrim di lapangan.
2. Kelembaban nisbi (relative humidity, RH) dan temperatur.
a. RH mempengaruhi kadar air benih, dan kadar air benih mempengaruhi
mempengaruhi respirasi benih
b. RH lingkungan dipengaruhi oleh suhu (T) lingkungan
c. RH dan T saling berkaitan dan mempengaruhi kemunduran benih:
1) setiap penurunan kadar air 1% menggandakan masa hidup dua kali,
2) setiap penurunan suhu ruang simpan 5 oC akan menggandakan masa
hidup benih dua kali.
d. Untuk penyimpanan:
1) % RH + oF ≤ 100 (Harrington, 1973) (KA benih 5‐14%)
2) % RH + oF ≤ 120 (Bass, 1973) s/d 3 tahun dengan proporsi oF ≤ 60
3. Kadar air benih (KA)
Menurut Harrington (1972), masalah yang dihadapi dalam penyimpanan
benih makin kompleks sejalan dengan meningkatnya kadar air benih.
Penyimpanan benih yang berkadar air tinggi dapat menimbulkan resiko terserang
cendawan. Benih adalah bersifat higroskopis, sehingga benih akan mengalami
kemundurannya tergantung dari tingginya faktor- faktor kelembaban relatif udara
dan suhu lingkungan dimana benih disimpan.
KA > 14%‐ respirasi tinggi suhu meningkat, investasi cendawan
KA < 5%; terjadi kerusakan membrana selular Kadar keseimbangan (KAK)
benih adalah kadar benih air yang terbentuk oleh keseimbangan antara KA benih
dengan RH lingkungannya.
KAK fase 1 : KAK dengan RH 0‐60%. Air terikat kuat dengan struktur kimia
benih.
KAK fase 2 : KAK dengan RH 60‐75%. Sebagian KA benih terikat lebih lemah
daripada KA fase 1,
KAK fase 3 : KAK dengan RH 75‐100%. Sebagian air benih adalah air bebas
yang berada pada rongga antar sel benih yang mudah dihilangkan dengan
pengeringan alamiah. Padi, jagung, gandum, sorgum (benih berpati/karbohidrat),
kedelai (benih berprotein tinggi), kacang tanah (benih berlemak tinggi).
Menurut Chai et al., (2002), perkecambahan benih kedelai akan menurun
dari perkecambahan awal yaitu diatas 90% menjadi 0% tergantung spesies dan
kadar air selama penyimpanan. Dilain pihak Yaya et al., (2003) menyatakan
bahwa benih kedelai yang disimpan dengan kadar air 6% dan 8% selama 4 bulan
pada suhu 15 OC memiliki persentase perkecambahan diatas 70%.
4. Suhu (T)
Suhu ruang simpan berperan dalam mempertahankan viabilitas benih
selama penyimpanan, yang diperungaruhi oleh kadar air benih, suhu dan
kelembaban nisbi ruangan. Pada suhu rendah, respirasi berjalan lambat dibanding
suhu tinggi. Dalam kondisi tersebut, viabilitas benih dapat dipertahankan lebih
lama. Pada periode simpan 0 minggu, benih belum mengalami masa
penyimpanan, dan kadar air ditetapkan sebagai kadar air awal penyimpanan.
Kadar air benih diukur dengan metode langsung yakni melalui proses pengovenan
dengan suhu 103°C selama 18 jam. Perhitungan perkiraan kadar air benih
dilakukan berdasarkan basis basah, yaitu bobot akhir benih setelah dioven dibagi
bobot awal (basah) benih sebelum dioven dikali 100 persen (Mugnisjah et al.
1994).
a.pada T = 0 0C dan KA > 14% dapat terbentuk kristal es pada ruang antarsel
dalam benih
b.pada T < 00C dan KA < 14% tidak membentuk kristal es, tetapi benih akan
meningkat KA-nya
c.Pada umumnya pada ruang dengan T rendah dan RH tinggi sehingga KA akan
tinggi.
5. Genetik
a. Benih berentang hidup panjang (Benih Fosil):
1). Lupin : 10.000 th masih hidup (tertimbun di tanah gambut kanada) Porsild dan
Harrington, 1967)
2). Indian lotus : 120-400 th masih hidup (terbenam di dasar danau di Mansuria)
(Ohga, 1926)
3). Benih2 ortodoks lain: Albizia, Cassia, Trifolium,
b. Benih berentang hidup pendek:
1). Accer saccharinum : beberapa hari saja setelah lepasdari induknya sudah mati
2). Zizzania aquatica : Willow, poplar, kapas, dll benih rekalsitran (shorea, cacao,
mangga)
6. Mikroflora
a. Terbawa dari lapangan : optimum hidup pada RH 90-95% atau KA benih 30
35%
b. Cendawan gudang : optimum hidup pada RH 60-90%
1) Aspergillus sp. atau KAK pada RH itu
2) Penicilliumsp.
7. Kerusakan mekanik (akibat panen dan pengolahan)
a. terutama pada bagian embrio
b. pada bagian non embrio dapat meningkatkan serangan mikroflora
8. Tingkat kemasakan benih
Potensi mutu terbaik dicapai pada saat benih telah mencapai masak
fisiologi (MF).
a.Benih kurang masak, potensi mutunya masih kurang tinggi
b.Benih lewat masak di lapangan, potensi sudah mulai turun oleh deraan cuaca
di lapangan
C. Ciri proses deteriorasi
Benih yang mengalami proses deteriorasi akan menyebabkan turunnya
kualitas dan sifat benihjika dibandingkan pada saat benih tersebut mencapai masa
fisiologinya.
Turunnya kualitas benih dapat mengakibatkan viabilitas dan vigor benih
menjadi rendah yang pada akhirnya akan mengakibatkan tanaman menjadi buruk.
Hal ini dapat dilihat pada tanaman di lahan yang memiliki viabilitas yang rendah
dan hasil panen yang menjadi jelek.
RC. Mabesa (1993) mencirikan proses deteriorasi sebagai berikut :

Proses ini merupakan proses yang tidak dapat ditawar, pasti terjadi pada semnua
benih. Yang berbeda hanyalah laju deteriorasinya saja.
Proses ini merupakan proses yang searah. Benih yang telah mengalami
deteriorasi tidak akan kembali ke keberadaan semula, meskipun dengan
memberikan perlakuan tertentu padanya.
Proses ini pada saat benih telah mencapai masak fisiologis sangat rendah lajunya.
Laju deteriorasi benih ini di waktu kemudian berhubungan erat dengan kondisi
linkungan dan penanganannya.
untuk tumbuh terus ke permukaan lahan. Hal inilah yang sering menyebabkan
adanya perbedaan nilai persentase viabilitas benih di dalam pengujian di
laboratorium dengan kenyataan benih/ kecambah yang dapat tumbuh terus di
lahan. Bagi petani yang penting adalah nilai persentase benih/kecambah yang
dapat tumbuh di lahan.
Banyak kecambah abnormal. Jika kita mengecambahkan benih yang telah
mengalami deteriorasi maka persentase kecambah abnormal akan meningkat yang
kemudian menyebabkan persentase viabilitas benih menjadi rendah karena yan
akan dihitung hanyalah kecambah normal.
Enzim menjadi aktif. Dalam benih yang mengalami deteriorasi aktivitas
enzimnya jauh berkurang atau bahkan tidak berfungsi. Hal ini disebabkan
terjadinya perombakan/penguraian enzim yang selanjutnya akan menghambat atau
bahkan menyebabkan benih kehilangan kemampuannya untuk berkecambah.
Terjadinya kebocoran sel. Benih yang telah mengalami akan terjadi kebocoran
membrane sel sehingga ada unsure-unsur yang keluara dari benih. Kebocoran ini
menyebabkan benih menjadi kekurangan bahan yang dapat dirombak untuk
menghasilkan tenaga yang dibutuhkan untuk proses sintesa protein guna
pembentukan dan pertumbuhan sel-selnya. Akibatnya, akan banyak ditemukan
kecambah abnormal atau bahkan benih yang tidak mampu berkecambah sama
sekali.
Rentang persyaratan berkecambah menjadi lebih sempit. Setiap benih memiliki
persyaratan agar benih tersebut tetap mampu berkecambah. Pada benih yang telah
mengalami deteriorasi, rentang ini menjadi lebih sempit atau seringkali dikatakan
bahwa benih tersebut sangat peka terhadap kondisi lingkkungan.
Keragaman tinggi. Benih yang telah mengalami deteriorasi jika dikecambahkan/
ditanam di lahan keragamannya akan tinggi (tidak seragam pertumbuhannya).
Penurunan hasil panen. Hasil panen akan menurun jika petani dalam ussaha
taninya memakai benih yang telah mengalami deteriorasi, terutama karena akibat
keragaman tanaman di lahan.
Perubahan warna. Benih yang telah mengalami deteriorasi warnanya akan
berubah, halmiini biasanya dipakai sebagai salah satu tolak ukur pertama,
meskipun kendala yang kita hadapi perubahan ini sangat subyektif.

Proses yang terjadi pada benih yang mengalami proses deteriorasi menurut
JC. Delouche sebagai berikut:

oKerusakan membrane pada benih yang menua akan mengakibatkan


kerusakan dinding sel sehingga mengakibatkan terjadinya kebocoran jika
benih berimbibisi.
oProses biosintesis yang tak berimbang
oKetidakseimbangan proses biosintesis yang disebabkan proses
katabolisme dan anabolisme yang tidak sinkron akan mengganggu proses
perkecambahan benih.
oLaju perkecambahan dan perkembangan kecambah lambat dan tidak
seragam. Pada benih yang telah menua juka masih dapat berkecambah
maka pertumbuhan/ perkembangan kecambahnya lambat dan tidak
merata.
oRentan terhadap stress faktor lingkungan. Benih yang telah menua akan
sangat peka terhadap perubahan faktor lingkungan pada saat
dikecambahkan.
oKondisi kecambah jelek. Kecambabh yang dihasilkan kondisinya jelek
sekali
oPenyimpang morfologis. Kecambah yang terbentuk tidak normal. Hal ini
dapat dilihat dengan tingginya persentase kecambah abnormal.
oTidak berkecambah. Benih yang dikecambahkan tidak
oberkecambah meskipun benih tersebut sebenarnya belu mati.
oMati (death). Benih mati dapat diketahui dengan uji tetrazolium.
D. Tanda-tanda Kemunduran Benih
1. Gejala Fisiologis
Menurut Toole, Toole dan Gorman (dalam Abdul Baki dan Anderson.
1972), kemunduran benih dapat ditunjukkan oleh gejala fisiologis sebagai betikut:
(a) terjadinya perubahan warna benih (b) tertundanya perkecambahan; (c)
menurunnya, toleransi terhadap kondisi lingkungan sub optimum selama
perkecambahan (d) rendahnya toleransi terhadap kondisi simpan yang kurang
sesuai (e) peka terhadap radiasi; (f) menurunnya pertumbuhan kecambah; (g)
menurunnya daya berkecambah, dan (h) meningkatnya jumlah kecambah
abnormal. Abdul Baki dan Anderson (1972) mengemukakan indikasi biokimia
dalam benih yang mengalami kemunduran viabilitas adalah sebagai berikut: (a)
perubahan aktivitas enzim (b) perubahan laju respirasi; (c) perubahan di dalam
cadangan makanan; (d) perubahan di dalam membran, dan (e) kerusakan
kromosom.

Gejala fisiologis dipengaruhi pula oleh:

a.Aktivitas enzim menurun: dehidrogenase, glutamat dekarboksilase, katalase,


peroksidase, fenolase, amilase, sitokrom oksidase.
b.Respirasi menurun : konsumsi O2 rendah, produksi CO2 rendah, produksi ATP
rendah
c.Bocoran metabolit meningkat: menjadikan nilai daya hantar listrikmeningkat
dan gula terlarut menigkat
d.Kandungan Asam Lemak Bebas meningkat:
1) Lipid: asam lemak + gliserol
3. Ribosom tidak mampu berdisosiasi: sintesis protein terhambat
4. Degradasi dan Inaktivasi Enzim: perubahan struktur makromolekul
enzim menurunkan aktivitasnya.
komposisi : - grup fungsional (hilang/mengikat)
- oksidasi gugus sulfhidril
- perubahan asam amino dalam protein
konfigurasi: - penglipatan atau pelurusan
- penggumpalan atau polimerisasi
- pemutusan menjadi sub2 unit
5. Pengaktifan/Pembentukan Enzim-enzim Hidrolitik: Bila KA benih > 20%,
cukup untuk mengaktifkan enzim2 hidrolotik (lipase, fosfolipase, fosfatase,
amilase)
6. Degradasi Genetik sebagai penyebab utama ketuaan
7. perubahan sifat kromosom (selaras dengan penuaan)
a. mutasi genetik; berkorelasi dengan ketuaan dan hilangnya viabilitas
8. Habisnya cadangan makanan (sudah tidak diterima)
9. Kelaparan sel meristematik: jauhnya jarak antara cadangan makanan
dengan sel-sel meritematik
10. Akumulasi senyawa beracun (toxic)
a. embrio baik pada endosperm tua
b. embrio tua pada endosperm baik
Keduanya : menunjukkan vigor dan perkecambahannya buruk
F.Pengendalian Kemunduran Benih
Dalam kegiatan pertanian, terjadinya kemunduran benih merupakan salah
satu faktor penyebab menurunnya produktivitas tanaman sehingga hal ini hanrus
dihindari. Hasil-hasil penelitian menunjukkan dengan memberikan perlakuan pada
benih yang memperlihatkan gejala kemunduran, dapat memperbaiki kondisi
benih.
Murray dan Wilson (1987) melaporkan kemunduran benih dapat
dikendalikan dengan cara "invigorasi" melalui proses hidrasi-dehidrasi. Sadjad
(1994) mendefinisikan invigorasi sebagai proses bertambahnya vigor benih.
Dengan demikian perlakuan invigorasi adalah peningkatan vigor benih dengan
memberikan perlakuan pada benih. Menurut Khan (1992) perlakuan pada benih
adalah untuk memobilisasi sumber-sumber energi yang ada dalam benih untuk
bekerja sama dengan sumber-sumber energi yang ada di luar atau di lingkungan
tumbuh untuk menghasilkan pertanaman dan hasil yang maksimal.
Perlakuan benih yang telah dikenal antara lain presoaking dan
conditioning. Menurut Khan (1992) presoaking adalah perendaman benih dalam
sejumlah air pada suhu rendah sampai sedang, sedangkan conditioning adalah
peningkatan mutu fisiologi dan biokimia (berhubungan dengan kecepatan dan
perkecambahan, perbaikan serta peningkatan potensial perkecambahan) dalam
benih oleh media imbibisi potensial air yang rendah (larutan atau media padatan
lembab) dengan mengatur hidrasi dan penghentian perkecambahan. Benih
menyerap air sampai potensial air dalam benih dan media pengimbibisi sama
(dicapai keseimbangan potensial air). Presoaking dalam periode singkat
menghasilkan efek yang cukup baik terhadap peningkatan perkecambahan dan
pertumbuhan kecambah. Pengeringan tidak mengurangi pengaruh positif dari
presoaking (Kidd and West dalam Khan, 1992). Perlakuan presoaking
berpengaruh baik pada benih yang bervigor sedang.
Hadiana (1996) melaporkan perlakuan presoaking atau conditioning
secara nyata efektif meningkatkan viabilitas dan vigor benih sebelum
penyimpanan, dapat meningkatkan daya berkecambah potensi tumbuh,
keserempakan tumbuh, dan bobot kering kecambah normal.
Benih bermutu merupakan salah satu faktor yang memegang peranan
penting dalam budidaya tanaman cabai. Suplai benih untuk musim tanam
berikutnya, mengharuskan terjadinya proses penyimpanan benih. Apabila
penyimpanan tidak ditangani dengan baik, maka benih akan mudah mengalami
kemunduran sehingga mutunya menjadi rendah. Disamping itu, perkecambahan
cabai lambat dan tidak seragam. Ilyas (1994) menyatakan bahwa benih cabai
memerlukan imbibisi yang lama sebelum berkecambah dan suhu yang agak tinggi
untuk mencapai perkecambahan maksimum.
Menurut Khan et al. (1992), imbibisi pada benih yang dilakukan secara
tiba-tiba apalagi terhadap benih dengan kadar air sangat rendah dan benih yang
mengalami penyimpanan yang lama dapat menyebabkan kerusakan pada struktur
membran sehingga perlu suatu kondisi dimana imbibisi dilaksanakan secara
terkontrol. Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah
tersebut adalah dengan invigorasi benih yaitu dengan cara mengkondisikan benih
sedemikian rupa sehingga karakter fisiologi dan biokimiawi yang terdapat di
dalam benih dapat dimanfaatkan secara optimal.
Perlakuan benih secara fisiologis untuk memperbaiki perkecambahan
benih melalui imbibisi air secara terkontrol telah menjadi dasar dalam invigorasi
benih. Saat ini perlakuan invigorasi merupakan salah satu alternatif yang dapat
digunakan untuk mengatasi mutu benih yang rendah yaitu dengan cara
memperlakukan benih sebelum tanam untuk mengaktifkan kegiatan metabolisme
benih sehingga benih siap memasuki fase perkecambahan. Selama proses
invigorasi, terjadi peningkatan kecepatan dan keserempakan perkecambahan serta
mengurangi tekanan lingkungan yang kurang menguntungkan. Invigorasi dimulai
saat benih berhidrasi pada medium imbibisi yang berpotensial air rendah.
Biasanya dilakukan pada suhu 15-20 0C. Setelah keseimbangan air tercapai
selanjutnya kandungan air dalam benih dipertahankan (Khan, 1992)
Berbagai cara dapat dilakukan sehubungan dengan perlakuan invigorasi benih
sebelum tanam yaitu osmoconditioning, priming, moisturizing,hardening,
humidification, solid matrix priming, matriconditioningdan hydropriming. Namun
demikian cara yang umum digunakan adalah osmoconditioning (conditiong
dengan menggunakan larutan osmotik seperti PEG, KNO3, KH2PO4, NaCl dan
mannitol) dan matriconditioning (conditioning dengan menggunakan media padat
lembab, seperti Micro-Cel E, Vermikulit, juga telah dipelajari beberapa media
alternatif antara lain abu gosok dan serbuk gergaji).
Benih yang dipanen lewat masak fisiologis biasanya sudah mengalami
penurunan mutu. Untuk mengatasi permasalahan terjadinya kemunduran mutu
benih baik yang diakibatkan oleh faktor penyimpanan maupun diakibatkan oleh
faktor kesalahan dalam penanganan benih, salah satunya dapat dilakukan dengan
melakukan teknik invigorasi (perlakuan fisik atau kimia untuk meningkatkan atau
memperbaiki vigor benih). Perlakuan ini sudah banyak dilakukan pada beberapa
tanaman seperti tanaman padi dan kedelai. Pada tanaman jambu mete perlakuan
invigorasi dapat meningkatkan daya berkecambah, kecepatan tumbuh dan berat
kering benih jambu mete.
Untuk mengatasi permasalahan terjadinya kemunduran mutu benih baik
yang diakibatkan oleh faktor penyimpanan maupun diakibatkan oleh faktor
kesalahan dalam penanganan be-nih, dapat dilakukan dengan melakukan teknik
“invigorasi”. Invigorasi adalah suatu perlakuan fisik atau kimia untuk
meningkatkan atau memperbaiki vigor benih yang telah mengalami kemun-duran
mutu (Basu dan Rudrapal, 1982).
KESIMPULAN
Kesimpulan yang dapat diperoleh dari pembahasan makalah kemunduran
benih ini adalah bahwa benih yang telah mengalami deteriorasi akan
menampakkan gejala sebagai berikut:
1. Gejala Fisiologis:
a. Perubahan warna benih
b. Mundurnnya perkecambahan
c. Mundurnya toleransi terhadap SOF
d. Mundurnya toleransi terhadap penyimpanan
e. Sangat peka terhadap radiasi
f. Mundurnya pertumbuhan kecambah
g. Mundurnya daya kevigoran (kekuatan tumbuh)
h. Meningkatnya jumlah kecambah abnormal
2. Gejala Biokhemis
a. Perubahan dalam respirasi
b. Perubahan enzim
c. Perubahan pada membrane sel/ dinding sel
d. Perubahan laju sintesis
e. Perubahan persediaan makanan
f. Kerusakan kromosom.
Kemungkinan penyebab kemunduran benih antara lain yaitu:
1.Autoxidasi lipid
2.Degradasi struktur fungsi
3.Ribosom tidak mampu berdisosiasi
4.Degradasi dan inaktivasi enzim
5.Pengaktifan/ pembentukan Enzim-enzim Hidrolitik
6. Degradasi Genetik sebagai penyebab utama ketuaan
7. perubahan sifat kromosom (selaras dengan penuaan)
8. Habisnya cadangan makanan (sudah tidak diterima)
9. Kelaparan sel meristematik
10. Akumulasi senyawa beracun (toxic)
Untuk mengatasi permasalahan terjadinya kemunduran mutu benih baik yang
diakibatkan oleh faktor penyimpanan maupun diakibatkan oleh faktor kesalahan
dalam penanganan benih, dapat dilakukan dengan melakukan teknik “invigorasi”.
Invigorasi adalah suatu perlakuan fisik atau kimia untuk meningkatkan atau
memperbaiki vigor benih yang telah mengalami kemun-duran mutu (Basu dan
Rudrapal, 1982).

Anda mungkin juga menyukai