Anda di halaman 1dari 12

Nama : Ardi Cahyo Prabowo

NIM : H0718030
Mata Kuliah : Fisiologi Benih
Kelas : Agroteknologi – D

Pemasakan Biji
Pada bab ini akan dibicarakan beberapa hal penting yang perlu di
perhatikan selama periode pembentukan dan pemasakan biji (maturation of seed).
Periode tersebut dimulai sejak selesainya pembuahan (fertilazation) sampai
panen. Beberapa pertanyaan timbul pada kita yaitu:
1. Kapan panen biji (caryopsis) dikatakan telah masak (muture)
2. Kapan waktu panen yang paling tepat untuk mendapatkan biji
(caryopsis) atau buah (fruit) yang kuantitas dan kualitas tinggi .
Biasanya biji matang (matures) bersamaan waktunya dengan masaknya
buah (fruit ripens).
Pada beberapa varietas tanaman kedele (glycine max, soybean) sebagai
contoh, polong (pod) cepat merekah waktu telah masak, sehingga biji terlempar
ke luar dan mengakibatkan banyak biji yang hilang (tinggal) di lapangan karena
jatuh kepermukaan tanah. Sebaliknya terlalu cepat dipanen (early harvesting)
dengan memakai mesin pemanen (combine) dapat mengakibatkan banyaknya biji
yang rusak oleh mesin (mechanical damage), karena biji masih terlalu lunak.
Masalah lain yang sering dijumpai pada pemasakan biji (caryopsis) atau
buah ini, terutama pada padi-padian (cerealia) dan kapas, ialah tidak sama
masaknya biji atau buah tersebut, walaupun terletak dalam satu pohon. Pada
tanaman padi (Oryza sativa, rice) sebagai contoh, caryopsis yang terletak pada
ujung bulir (panicle) masak lebih dahulu daipada caryopsis yang terletak pada
pangkal panicle. Juga caryopsis pada panicle yang berasal dari tiller (anakan)
yang luar kemudian dalam satu rumpun, biasanya masak kemudian. Pada tanaman
(Gossypium sp, cotton), biji atau buah yang terletak pada ranting sebelah atas
pada pohon, akan masak lebih dahulu daripada biji atau buah yang terletak pada
ranting sebelah bawah.
Tidak serentaknya waktu masak biji atau buah ini menimbulkan kesukaran
bagi petani untuk menetapkan waktu panen (harvesting time), terutama kalau
panenan tersebut memakai mesin panen karena mesin tersebut tidak dapat
membedakan biji atau buah yang belum masak dengan yang masak untuk
dipanen. Panenan dengna memakai tangan adalah lebih baik kerana selektif, tetapi
membutuhkan waktu lebih lama.
Hal penting yang terjadi pada periode pemasakan biji
adalah perubahan mengenai:
1. Kadar air biji (seed moisture content)
2. Daya kecambah biji ( seed viability)
3. Daya tumbuh biji (seed vigor)
4. Berat kering biji (seed dry weight)
5. Ukuran besar biji (seed size)
Kelima proses ini sangat berguna diketahui untuk menentukan
waktu panen suatu tanaman. Kapan waktu panen yang paling tepat
sehingga diproleh produksi biji caryopsis yang bermutu tinggi, dalam arti
viability, vigor, berat kering dan ukuran besar daripada biji.

1. Kadar Air Biji (Moisture Content of the Seed)


Umumnya pada tanaman legume (grain) dan padi-padian, ovule
atau tepatnya embryosac yang sedang mengalami proses fertilization
mempunyai kadar air kira-kira 80%. Dalam beberapa hari kemudian kadar
air ini meningkat sampai kepada waktu masak (matang) kadar air ini
meningkat kira-kira sampai 85%, lalu pelang-pelan menurun secara
teratur. Dekat kepada waktu masak kadsar air ini menurun dengan cepat
sampai kira-kira 20% pada biji tanaman serealia. Setelah tercapai berat
kering maksimum dari pada biji, kadar air tersebut agak konstan sekitar
20% tetapi sedikit naik turun (fluctuation) seimbang dengan keadaan
lingkungan di lapangan (environmental field conditions). Angka kadar air
ini agak tinggi daerah tropis oleh karena kelembaban udara (relative
humidity) didaerah ini lebih tinggi yaitu rata-rata 75%.
Kadar air ini dapat ditentukan dengan memakai:
1. Bermacam-macam alat pengukur kadar ait biji otomatis (seed
moisture tester) atau setengah otomatis, seperti Universal Moisture
Tester, Burrow Moisture Recorder, Burrows Model 700, Digital
Moisture Computer dan lain-lain.
2. Metoda tungku (Oven method)
Dengan cara ini, contoh biji (biji basah ) baru dipanen dikeringkan di
dalam tungku (oven) listrik suhu 1050-110o C selama 24 jam terus-
menerus. Sesudah biji tadi didinginkan di dalam eksikator (exicator)
Kadar air biji ini penting artinya untuk menetapkan waktu panen,
karena penenan itu harus dilakukan pada tingkat kadar air biji tertentu pada
masing-masing species atau varietas. Umumnya tanaman padi -padian dan
biji-bijian dipanen pada kadar air biji sekitar 20%. Umumnya kadar air biji
30% merupakan batas tertinggi untuk panen. Panenan dengan kadar air biji
diatas 30% tidak baik, karena sukar untuk pengeringan. Disamping itu biji
ini akan rapuh apabila dikeringkan sampai dibawah kadar air 20%. Tetapi
tergantung kepada jenis biji ada yang baik dipanen pada kadar air 10-
20%.Didaerah beriklim sedang (temperate zone), gandum dipanen pada
kadar air biji 14-15%, kapas 12-14%, padi 18%, jagung 20-30%. Jagung
yang dibiarkan dilapangan dengan kadar air biji 15-16%, akan mudah
menjadi busuk (rot) dirusak oleh “weevil” sehingga mengakibatkan produksi
turun. Beberapa varietas padi didaerah ini panicle dan atau gabahnya akan
rontok, jatuh ketanah apabila kadar air biji dibiarkan turun sampai 12-14%.
Di daerah tropis, varietas-vairetas padi dan jagung dipanen pada kadar air biji
lebih tinggi dibandingkan dengan yang didaerah beriklim sedang. Di Indonesia,
malaysia, Thailand dan Pilipina, padi, dipanen pada kadar air biji 20-25%.
Masak Fisiologis (Physiological maturity)
Pada umumnya sewaktu kadar air biji menurun dengan cepat sampai
sekitar 20%, maka biji mencapai masak fisiologis atau disebut juga masak
fungsional. Setelah masak fisiologis ini tercapai translokasi zat makanan yang
akan disimpan kedalam biji dihentikan. Tidak terjadi lagi proses pertumbuhan
pada biji sehingga ia tidak bertambah besarnya atau dengan kata lain biji telah
menncapai ukuran besar maksimum.
Mutu biji tertinggi juga diproleh pada saat masak fisiologis. Tidak pernah
diproleh mutu biji yang lebih tinggi daripada mutu biji pada saat masak fisologis.
Untuk ini dianjurkan untuk melakukan panenan pada saat masak fiologis. Untuk
ini dianjurkan melakukan panenan pada saat masak fisiologis tercapai.
Menunda waktu panen jauh sesudah masak fisologis menimbulkan banyak
kejelekan terutama:
1. Menurunkan mutu biji
2. Menurunkan hasil
3. Kerusakan biji oleh fungi atau hama, seperti pada jagung
4. Kerontokan biji (sheattering) seperti pada beberapa varietas kedele
5. Kerebahan (lodging) tanaman yang dapat menurunkan hasil
Kesukaran yang kadang-kadang dijumpai dilapangan yaitu adanya
beberapa spesies atau varietas tanaman pertanian dimana masak fisiologis telah
tercapai, biji masih mempunyai kadar air yang tinggi. Umpamanya pada beberapa
varietas gandum terdapat kadar air biji 40-46%, jagung 35-40% pada saat masak
fisiologis. Pada kadar air setinggi ini belum bisa dilakukan panenan terhadap
tanaman tersebut. Pada kadar air bij tersebut sampai berada dibawah 30%.

2. Daya kecambah biji dan Daya Tumbuh Biji (Seed Viability and Seed
Vigor)
Kondisi yang terkendali telah distandarisasi untuk memungkinkan hasil
pengujian yang dapat diulang sedekat mungkin kesamaannya. Terdapat bermacam-
macam metode uji perkecambahan benih, setiap metode memiliki kekhususan
tersendiri sehubungan dengan jenis benih diuji, jenis alat perkecambahan yang
digunakan, dan jenis parameter viabilitas benih dinilai (Zanzibar 2008).
Perkecambahan adalah aktivitas pertumbuhan yang sangat singkat suatu
embrio dalam perkembangan biji menjadi tanaman muda. Peristiwa perkecambahan
ini akan terjadi beberapa proses yang berpengaruh terhadap keberhasilan suatu
perkecambahan yaitu penyerapan air, aktivitas enzim, pertumbuhan embrio, pecahnya
kulit biji dan kemudian membentuk tanaman kecil. Proses imbibisi mengakibatkan sel
menjadi bengkak dan kulit biji bersifat permiable bagi oksigen dan karbondioksida.
Proses imbibisi yang merupakan proses penyerapan air oleh biji merupakan awal
proses dimulainya perkecambahan dan efektivitasnya di lapang pertanaman
ditentukan oleh posisi mikropil maupun permeabilitas kulit biji (Santoso dan Purwoko
2008).
Daya berkecambah suatu benih dapat diartikan sebagai mekar dan
berkembangnya bagian – bagian penting dari suatu embrio suatu benih yang
menunjukkan kemampuannya untuk tumbuh secara normal pada lingkungan yang
sesuai. Dengan demikian pengujian daya kecambah benih ialah pengujian akan
sejumlah benih, berupa persentase dari jumlah benih tersebut yang dapat atau mampu
berkecambah pada jangka waktu yang telah ditentukan (Danuarti 2005).
Biji masak yang tinggal hanyalah remukan dinding yang membentuk selaput
homogeny. Epidermis dalam yang berisi pigmen tetap bertahan dan membentuk tepi
dalam darii testa. Beberapa Angiospermae memiliki struktur tambahan yang banyak
mengandung air. Pada Gyymnospermae adanya kulit biji yang berdaging sudah umum
dijumpai. Selain berfungsi melindungi, beberapa macan kulit biji tampaknya
mengendalikan parkecambahan. Hal itu mungkin didasari oleh sifat impermeabel kulit
biji terhadap air, oksigen, terhadap keduanya. Efek ini mungkin disebabkan lapisan
kutikula dan penyebarannya (Siregar 2005).
Padi adalah salah satu komoditi pertanian yang lama dikenal masyakat sejak
lama,saat revolusi hijau dan adopsi teknologi padi moderen dapat menciptakan
varietas yang baru. Tanaman padi dibudidayakan sebagai tanaman pangan utama.
Keadaan iklim, struktur tanah dan air setiap daerah berbeda maka dari itu setiap
tanaman di daerah berbeda juga. Perbedaan jenis padi umumnya terletak pada, usia
tanaman, jumlah hasil, mutu beras, dan ketahanan terhadap hama dan penyakit.
Kualitas jenis padi pada beberapa dasawarsa yang lalu umumnya rendah pada daerah
– daerah petanian. Upaya peningkatan produk tanaman padi terus dilakukan
diantaranya dengan penyilangan padi untuk mendapatkan jenis bibit padi varietas baru
yang unggul (Sisworo 2006).
Daya kecambah benih memberikan informasi kepada pemakai benih akan
kemampuan benih tumbuh normal menjadi tanaman yang berproduksi wajar dalam
keadaan biofisik lapangan yang serba optimal. Parameter yang digunakan dapat
berupa presentase kecambah normal berdasar penilaian terhadap struktur tumbuh
embrio yang diamati secara langsung. Presentase perkecambahan adalah presentase
kecambah normal yang dapat dihasilkan oleh benih murni pada kondisi yang
menguntungkan dalam jangka waktu yang sudah ditetapkan (Mackay 2005).
Proses perkecambahan benih merupakan suatu rangkaian kompleks dari
perubahan-perubahan morfologi, fisiologi dan biokimia. Daya kecambah biji erat
hubungannya dengan pemasakan biji, dalam kehidupan seari-hari sering dibayangkan
bahwa perkecambahan biji adalah suatu peristiwa atau proses pada biji yang terjadi
sesudah panen atau biji berkecambah setelah biji tersebut masak. Akan tetapi biji bisa
berkecambah jauh sebelum tercapai kemasakan fisiologis atau sebelum tercapai berat
kering maksimum.
Daya kecambah (viability) akan menimgkat dengan bertambah tuanya biji dan
mencapai “maximum germination”, tetapi sesudah itu akan menurun dengan
kecapatan yang sesuai dengan keadaan lapangan. Makin jelek keadaan lapangan maka
makin cepat turunnya viability.
Biji merupakan suatu organisasi yang teratur rapi, mempunyai persediaan
bahan makanan yang cukup untuk melindungi serta memperpanjang kehidupannya.
Walaupun banyak hal yang terdapat pada biji, tetapi baik mengenai jumlah, bentuk
maupun strukturnya, mempunyai satu fungsi dan tujuan yang sama yaitu menjamin
kelansungan hidupnya(Anonim,2009).
Pengertian benih dalam ilmu tumbuhan(botany) ialah biji yang berasal dari
ovule. Dan ada yang mendefinisikan benih yaitu dengan dimana terdapoat fase
generatif dari siklus kehidupan tumbuhan yang dipakai untuk memperbanyak dirinya
secara generatif (Jurnalis Kamil, 1982).
Proses perkecambahan benih merupakan kompleks dari perubahan-perubahan
morfologi, fisiologi dan biokimia. Dan yang menjadi factor-faktornya ialah : tingkat
kemasakan benih, ukuran benih, dormansai,dan penghambat perkecambahan. Benih
dapat berkecambah apabila dalam keadaan sehat atau terbebas dari pathogen yang
berupa bakteri , virus, kotoran dll atau dengan kata lain benih tersebut dalam kondisi
optimum.  Informasi tetang daya kecambah benih itu sendiri yang ditentukan di
Laboratorium adalah kondisi yang optimum karena keadaan yang suboptimum dapat
mengakibatkan turunnya persentase perkecambahan serta lemahnya pertumbuhan
selanjutnya. Secara ideal, semua benih harus memiliki kekuatan tumbuh yang tinggi,
sehingga apabila ditanam pada kondisi lapangan yang beraneka ragam akan tetap
tumbuh sehat dan kuat serta dapat berproduksi tinggi dengan kualitas baik, diaman
vigor benih dicerminkan oleh dua informasi tetang viabilitas. Masing-masing berisi
tentang kekuatan tumbuh dan daya simpan. Kedua nilai fisiologis ini menempatkan
benih pada kemungkinan kemampuannya untuk tumbuuh menjadi tanaman normal
meskipun keadaan biofisik lapangan produksi suboptimum / sesudah benih melapaui
suatu periode simpan yang lama( Lita Sutopo,1988 ).
Vigor dipisahkan antara vigor genetik dan vigor fisiologi. Vigor genetik
adalah vigor benih dari galur genetik yang berbeda-beda sedang vigor fisiologi adalah
vigor yang dapat dibedakan dalam galur genetik yang sama. Vigor fisiologi dapat
dilihat antara lain dari indikasi tumbuh akar dari plumula atau koleptilnya, ketahanan
terhadap serangan penyakit dan warna kotiledon dalam efeknya terhadap Tetrazolium
Test. (Kartasapoetra,1986).
Pada hakekatnya vigor benih harus relevan dengan tingkat produksi, artinya
dari benih yang bervigor tinggi akan dapat dicapai tingkat produksi yang tinggi. Vigor
benih yang tinggi dicirikan antara lain tahan disimpan lama, tahan terhadap serangan
hama penyakit, cepat dan merata tumbuhnya serta mampu menghasilkan tanaman
dewasa yang normal dan berproduksi baik dalam keadaan lingkungan tumbuh yang
sub optimal. Pada umumnya uji vigor benih hanya sampai pada tahapan bibit. Karena
terlalu sulit dan mahal untuk mengamati seluruh lingkaran hidup tanaman. Oleh
karena itu digunakan kaidah korelasi misal dengan mengukur kecepatan berkecambah
sebagai parameter vigor, karena diketahui ada korelasi antara kecepatan berkecambah
dengan tinggi rendahnya produksi tanaman. Rendahnya vigor pada benih dapat
disebabkan oleh beberapa hal antara lain faktor genetis, fisiologis, morfologis,
sitologis, mekanis dan mikrobia (Lita Sutopo, 1988).

Daya kecambah benih adalah kemampuan benih pada kondisi yang sesuai
untuk kebutuhan perkecambahan benih tersebut secara normal dari sejumlah benih
pada jangka waktu yang telah ditentukan lalu menghitung presentase daya
berkecambahnya. Persentase daya berkecambah benih merupakan jumlah proporsi
benih-benih yang telah menghasilkan perkecambahan dalam kondisi dan periode
tertentu. Persentase kecambah normal yang dapat dihasilkan oleh benih murni pada
kondisi yang menguntungkan dalam jangka waktu yang sudah ditetapkan. Bila daya
uji kecambah benih memberikan hasil yang negatif maka perlu diadakan usaha lain
untuk mengetahui faktor apakah yang mengakibatkan kegagalan perkecambahan.
Prosedur uji daya kecambah benih dilakukan dengan menjamin agar lingkungan
menguntungkan bagi perkecambahan seperti ketersediaan air, cahaya, suhu dan
oksigen.
Daya kecambah benih memberikan informasi kepada pemakai benih akan
kemampuan benih tumbuh normal menjadi tanaman yang berproduksi wajar dalam
kondisi biofisik lingkungan yang optimal.  Berikut ini adalah uraian kriteria kecambah
normal dan abnormal. Kecambah normal, kecambah yang memiliki semua struktur
kecambah penting yang berkembang dengan baik, seperti akar semi primer dan semi
skunder terlihat jelas. Kecambah memiliki perkembangan sistem perakaran yang baik,
terutama akar primer dan akar seminal paling sedikit dua. Perkembangan hipokotil
baik dan sempurna tanpa ada kerusakan pada jaringan. Pertumbuhan plumula
sempurna dengan daun hijau tumbuh baik.  Epikotil tumbuh sempurna dengan kuncup
normal. Memiliki satu kotiledon untuk kecambah dari monokotil dan dua bagi dikotil.
Sedangkan kecambah abnormal, kecambah yang tidak memperlihatkan potensi untuk
berkembang menjadi kecaambah normal. Yang tergolong kecambah tidak normal
seperti, kecambah rusak, kecambah cacat atau tidak seimbang, kecambah busuk dan
kecambah lambat. Kecambah rusak tanpa kotiledon, embrio yang pecah dan akar
primer pendek. Kecambah yang bentuknya cacat, perkembangan lemah atau kurang
seimbang dari bagian-bagian penting.  Plumula yang terputar, hipokotil, epikotil,
kotiledon yang membengkak, akar yang pendek. Koleoptil yang pecah atau tidak
mempunyai daun : kecambah yang kerdil. Kecambah yang tidak membentuk klorofil
dan kecambah yang lunak. Untuk benih pohon-pohonan bila dari micropyl keluar
daun dan bukanya akar.
Penggunaan dengan kertas sebagai substrat analisis viabilitas benih karena
warnanya kuning kecoklatan seperti kertas towel memiliki daya absorpsi air yang
tinggi dan harganya murah. Substrat  kertas tersebut biasanya diletakan pada baki 
perkecambahan atau cawan petri.  Selain itu keunggulan kertas merang  dibandingkan 
pasir  adalah  kertas  merang  sangat  praktis  untuk mendapatkan kondisi yang
terkontrol dan jauh lebih sedikit ruang yang diperlukan untuk  menempatkan  materi 
yang  diuji.  Hal  ini  menjadi  titik  tolak  dalam pengembangan  ilmu  dan  teknologi 
benih  serta  pelaksanaan  riset-riset  tentang viabilitas benih selanjutnya. Kekurangan
kertas merang untuk uji viabilitas benih adalah ketebalanya  yang tidak seragam
sehingga kekuatan tensilnya kecil  dan daya  sobeknya  besar.  Substrat  kertas 
merang  yang  saat  ini  banyak  dijumpai memiliki ketebalan yang seragam namun
sangat tipis dan daya sobeknya besar.
Pengujian dengan  media pasir  dan  tanah  dilakukan apabila pengecambahan 
contoh benih dengan substrat kertas tidak berkecambah atau menghasilkan
perkecambahan yang tidak dapat dinilai. Sterilisasi perlu dilakukan sebelum kedua
media tersebut digunakan sebagai  media perkecambahan. Media pasir  yang
dianjurkan sebagai  media perkecambahan adalah tidak mengandung bahan  yang
tidak  beracun,  PH nya 6,0 – 7,5 dan berukuran 0,05 – 0,8 mm, sedangkan media
tanah yang dianjurkan adalah tidak bergumpal dan untuk tanah liat harus dicampur
dengan pasir. Media  kertas yang memiliki permukaan substrat yang keras dan sulit
ditembus oleh radikula/plumula benih sehingga perkecambahan pada media sekam
dan kertas ini menjadi sedikit terhambat. Tekstur pasir yang halus dan berpori dapat
mempermudah bagian plumula ataupun radikula benih untuk muncul lebih cepat.
Bobot pasir yang cukup berat akan mempermudah tegaknya batang. Mudahnya dalam
penggunaan dan dapat meningkatkan sistem aerasi/drainase media tanam menjadi
keunggulan media pasir dalam perkecambahan. Dengan adanya pori-pori yang
berukuran besar (pori makro) menjadikan pasir mudah basah dan cepat kering oleh
proses penguapan sehingga dibutuhkan pengairan yang lebih intensif. Hal ini sesuai
dengan pendapat dari Hu et al (2006) menyatakan bahwa priming dengan media pasir
secara nyata dapat meningkatkan daya tumbuh pada dua varietas alfalfa pada
perlakuan cekaman 0.8%  NaCl.
Kurva vigor dan size dari pada biji hampir bersamaan (parallel) , begitu pula
terhadap kurva berat kering. “Maximum vigor”, “maximum size”, dan “maximum dry
wiight” tercapai pada waktu yang sama yaitu pada saat tercapainya masak fisiologis.
Dibandingkan dengan berat kering, viability dan vigor turun lebih cepat setelah masak
fisiologis disebut “post manuturity period” sampai pada saat panen. Pengaruh
lingkungan pada periode ini lebih nyata terhadap kualitasbiji dari pada kuantitas biji.
Pada umumnya pengaruh lingkungan tersebut dapat dibedakan atas:
 Pengaruh lingkungan lebih besar terhadap produksi.
 Pengaruh lingkungan lebih kecil terhadap viability, vigor dan size dari pada biji.
 Pengaruh lingkungan lebih kecil terhadap kualitas biji (Jurnalis Kamil, 1979).

3. Berat kering biji (seed dry weight)


Kadar air juga merupakan salah satu faktor penentu terjadinya pemasakan
biji atau buah. Kadar air berarti kandungan air yang terkandung di dalam bagian
tanaman yang akan dipanen, seperti biji atau polong. Pada tanaman legum dan
padi-padian, ovulum atau embryo sac yang sedang mengalami proses fertilisasi
mempunyai kadar air kira-kira 80%. Mendekati waktu masak, kadar air menurun
dengan cepat sampai kira-kira 20% pada tanaman serealia. Pada tanaman padi,
akan memiliki kadar air sekitar 21-26% ketika dalam kondisi masak. Tanaman
kedelai berkadar air sekitar 25%, sedangkan jagung kadar airnya 20-35% bila telah
masak. Hal ini membuktikan bahwa setiap jenis tanaman memiliki ciri yang
berbeda bila telah mencapai kondisi masak, salah satu indikatornya adalah kadar air
dalam biji. selain itu, indikator lain yang dapat dijadikan bantuan untuk acuan
pemasakan tersebut adalah berat kering.
Berat kering (dry weight) biji erat kaitannya dengan besarnya hasil. Setelah
fertilisasi, berat kering akan naik perlahan-lahan, semakin lama akan semakin
cepat, dan mencapai maksimum pada masak fisologis, yang mana berarti transfer
zat makanan ke biji dihentikan. Setelah mencapai masak fisiologis, berat kering
maksimum hanya dipengaruhi oleh keadaan lingkungan, terutama oleh keadaan
udara. Selama beberapa hari berat kering mengalami naik turun sesuai dengan
kering basahnya udara. Apabila belum dipanen, berat kering akan turun yaitu
sebesar 15-25%. Hal ini dikarenakan proses pernapasan yang masih berlangsung,
terjadi perombakan zat makanan cadangan pada endpsperm atau kotiledon, dan
transfer zat makanan ke jaringan penyimpanan telah dihentikan. Penundaan panen
yang cukup lama ditambah dengan keadaan cuaca yang merugikan dapat
menurunkan berat kering sebesar 15-25%. Dengan membiarkan biji terlalu lama di
lapangan akan menyebabkan biji mengalami deteriorasi lebih cepat. Deteriorasi
merupakan proses menuju kemunduran atau bahkan kematian yang bersifat
erasable.
Pemasakan pada bagian tanaman dibedakan menjadi bermacam-macam,
misalnya masak fisiologis, masak susu, masak lunak, dan masak tua. Khusus untuk
kebutuhan pemanenan, pemasakan yang dibutuhkan adalah jenis masak secara
fisiologis. Masak fisiologis merupakan berhentinya translokasi zat makanan yang
akan disimpan ke dalam biji. Hal ini ditandai dengan tidak terjadinya lagi
pertumbuhan pada biji, sehingga tidak bertambah besar atau telah mencapai ukuran
yang maksimum. Proses pemasakan biji ini tentu dipengaruhi oleh beberapa faktor,
berikut merupakan penjelasan mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi
pemasakan biji/buah :

1. Faktor internal : sifat atau genetika bibit tanaman yang dipakai.


2. Faktor eksternal : lingkungan tempat tumbuh tanaman, pengendalian
organisme penganggu tanaman (OPT), dan pemenuhan kebutuhan tanaman.
Apabila kedua faktor tersebut telah diperhatikan dari awal hingga akhir
tahapan budidaya, dapat diyakini bahwa proses pemasakan dapat terjadi secara
normal atau bahkan dapat menjadi solusi pada masalah ketidakseragaman tanaman
dalam proses pemasakan. Bukti peristiwa tidak serentaknya waktu masak biji atau
buah menimbulkan kesukaran bagi petani untuk menetapkan waktu panen adalah
pada tanaman padi. Dampak dari hal tersebut adalah petani mengalami kerugian
cukup besar dalam pemasaran produk karena kualitas yang tidak optimal.
DAFTAR PUSTAKA

Anonym. 2009. Struktur Biji.www.My Gardening Page.com.


Danuarti 2005. Analisis Benih. Kanisius. Yogyakarta.
Heydecker,W.1972.Vigour In Viability of  Seeds.Chpman and Hall,Ltd.210-246.
Kamil ,Jurnalis.1982.Teknologi Benih 1. Angkasa.Bandung.
Kartasapoetra, A. G.  1986.  Teknologi Benih, Pengolahan Benih dan Tuntunan
Praktikum.  CV Bina Aksara, Jakarta.
Kuswanto, H., 1997. Analisis Benih. ANDI, Yogyakarta.
Mackay 2005. Daya Kecambah. Jurnal Kultura. Vol 22 (No.3) : 19-25.
R Novianti. 2012. Perkembangan Biji Jagung. e-thesis UIN Malang. Malang :UIN
Press.
Santoso dan Purwoko 2008. Pertumbuhan Bibit Tanaman Pada Berbagai
Kedalaman dan Posisi Tanam Benih. Bul Agron. 36(1): 70-77.
Siregar 2005. Daya Kecambah. http://teknologibenih.blogspot.com/.
Sutopo 2006. Teknologi Benih. Rajawali Pers. Jakarta.
Sutopo, Lita.1988.Teknologi Benih.CV Rajawali.Jakarta.
Zanzibar 2008. Kajian metode uji cepat sebagai metode resmi pengujian Kualitas
benih tanaman hutan di indonesia. Balai Litbang Teknologi Perbenihan.
Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. Departemen Kehutanan.

Anda mungkin juga menyukai