Anda di halaman 1dari 43

PETUNJUK PRAKTIKUM

PENGANTAR TEKNOLOGI PERTANIAN

FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS JEMBER
2023
PEDOMAN PRAKTIKUM
MATA KULIAH PENGANTAR TEKNOLOGI PERTANIAN
ACARA 1: METODE PENGUJIAN KESEHATAN BIJI BENIH

A. PENGANTAR
Telah banyak diketahui bermacam macam jasad renik dapat terbawa dalam benih
dan bersifat patogenik. Sebagai contoh biji padi yang banyak terinfeksi oleh bermacam-
macam organisme baik sebelum maupun sesudah panen, yang dapat menyebabkan
perubahan warna diaman jumlahnya (besarnya) tergantung pada musim, tempat dan jenis
padi.
Perubahan warna dapat dilihat diluar sekam, didalam biji atau kedua duanya. Pada
sekam gejalanya sangat bervariasi tergantung pada organisme dan tingkat infeksinya.
Kadang kadang timbul bercak coklat, biasanya ditimbulkan oleh badan buah dari jamur
atau bentuk lainnya. Selain iti juga dapat timbul warna coklat atau warna kehitaman
dengan bercak kecil ataupun cukup luas menutupi sekam.
Semua golongan patogen seperti halnya jamur, bakteri, virus, insekta, dan
nematoda dapat terbawa oleh benih. Hal ini terjadi karena benih telah terinfeksi,
terkontaminasi dipermukaan, atau terbawa bersama benih dalam bentuk sklerotia.
Patogen menimbulkan kerusakan pada biji-bijian terutama disebabkan oleh jamur,
misalnya: Helminthosporium oryzae, Piricularia oryzae, adalah merupakan patogen
penting pada biji padi disamping Fusarium sp. yang dapat menyebabkan perubahan warna,
nekrosis, busuk buah dan biji akan menjadi remuk selama digiling. Beberapa parasit lemah
seperti Phoma sp. Menyebabkan perubahan warna pada biji, jamur tersebut disebut “field
fungi“. Jamur jamur jenis lain disebut “storage fungi“ terutama Aspergillus sp, dan
Penicillium sp.
Bakteri yang sering kali dapat ditularkan lewat benih termasuk dalam marga
Corynebacterium, Pseudomonas, dan Xanthomonas. Virus tanaman yang yang dapat
bertahan pada permukaan benih ada pula yang terdapat dalam jaringan benih itu sendiri.

B. TUJUAN UJI KESEHATAN BENIH


Pengujian kesehatan benih bertujuan untuk mengetahui jenis patogen yang dibawa
oleh benih. Pemeriksaan kesehatan dapat dipakai untuk berbagai tujuan antara lain :
a. Mengevaluasi kesehatan benih sebelum disebarkan keberbagai tempat untuk keperluan
pertanaman.
b. Mengevaluasi efek dari fungisida untuk keperluan perlakuan benih.
c. Mengevaluasi usaha usaha pengendalian penyakit dilapangan dalam rangka mencegah
penyakit yang ditularkan ke biji.
d. Usaha mengadakan survey penyakit pada tingkat nasional atau regional sehingga dapat
mengetahui penyebaran patogen terutama yang terbawa biji.
e. Karantina tumbuh tumbuhan untuk mencegah keluar masuknya patogen yang
membahayakan.

C. MACAM-MACAM UJI KESEHATAN BENIH


Beberapa macam uji kesehatan benih yaitu :
a. Pemeriksaan biji kering (Dry seed eximination)
Dengan metode ini sejumlah biji diperiksa apakah tercampur dengan kotoran
kotoran, seperti sisa sisa tanaman, sklerotia, galls, insekta, dan sebagainya. Selain itu
hendaknya juga dilakukan pengamatan terhadap gejala gejala penyakitnya (bercak
bercak dan perubahan warna, serta bernas tidaknya biji). Adanya tanda tanda penyakit
yang menempel atau tumbuh dipermukaan biji seperti tubuh buah dan jamur, miselia,
spora dan sebaginya. Pemeriksaan dilakukan dengan menggunakan stereomikroskopik
perbesaran 50 sampai 60 kali dengan disertai cahaya yang baik. Atau dapat
menggunakan kaca pembesar.
b. Pencucian biji
Sejumlah biji dalam air digoyang goyangkan dalam waktu btertentu (20–30
menit). Air cucian tersebut dapat langsung diamati dengan mikroskop, atau disentrifugal
dulu baru diamati. Cara ini dapat digunakan untuk mendeterminasi jamur yang melekat
atau yang tumbuh pada permukaan biji, seperti : Piricularia sp, Drechlera sp, Fusarium
sp, Alternaria sp, dsb. Melalui cara tersebut diketahui kontaminasi yang berada
dipermukaan biji atau spora yang dihasilkan oleh jamur yang telah menginfeksi biji.
c. Cara inkubasi
i) Pengujian dengan metode kertas
ii) Pengujian dengan metode agar
iii) Pengujian dengan batu bata, tanah, pasir dsb.
iv) Metode Growing on test
D. METODE
i) Buatlah kelompok (5-7 orang /kelompok atau menyesuaikan).
ii) Masing masing kelompok mengerjakan pengujian kesehatan benih dengan cara
pemeriksaan biji kering.
iii) Ambillah biji padi secara sampling sebanyak 50-100 gr/kelompok, dan lakukan
pemeriksaan secara kering.
iv) Pemeriksaan biji dilakukan terhadap hal hal sebagai berikut : (1) bernas tidaknya biji
padi, (2) warna biji, (3) biji bercak, (4) ada tidaknya kotoran, (5) jamur dipermukaan
biji, (6) sklerotia, dsb. Hitunglah berapa jumlahnya dan persentasenya dari masing-
masing parameter tersebut, dan buatlah dokumentasinya.
.
PEDOMAN PRAKTIKUM
MATA KULIAH PENGANTAR TEKNOLOGI PERTANIAN
ACARA 2 : PEMBIBITAN TANAMAN PADI

TUJUAN :
1. Mengetahui cara menentukan mutu benih padi berdasar konsentrasi larutan uji.
2. Mengetahui cara pembibitan tanaman padi menggunakan metode pembibitan basah.

TEORI DASAR
Padi merupakan salah satu jenis tanaman pangan yang umumnya ditanam dengan
menggunakan bahan tanam berupa bibit. Dari seluruh rangkaian fase pertumbuhan tanaman,
bibit merupakan fase pertumbuhan penting dan perlu mendapat perhatian. Kesalahan dalam
penggunaan bibit akan membawa implikasi terhadap ketidakseragaman pertumbuhan
tanaman, yang akhirnya akan berdampak terhadap penurunan kualitas dan hasil panen yang
diperoleh.
Usaha mendapatkan bibit yang baik termasuk bibit tanaman padi, dapat dilakukan
melalui kegiatan pembibitan yang memenuhi standar baku teknis. Ada dua model pembibitan
padi yang umum dikembangkan oleh masyarakat yaitu pembibitan basah dan pembibitan
kering. Secara garis besar prinsip kedua pembibitan tersebut sama, hanya kondisi air dalam
media tanam selama berlangsungnya pembibitan saja yang membedakan. Pada wilayah yang
tersedia banyak air umumnya menggunakan sistem pembibitan basah dan langsung dilakukan
di sawah, sedang wilayah yang ketersediaan airnya terbatas banyak digunakan sistem
pembibitan kering baik dilakukan di lahan maupun pada nampan-nampan pembibitan.
Bibit padi yang dianggap baik antara lain mempunyai ciri-ciri sebagai berikut 1)
pertumbuhan bibit seragam; 2) bibit bebas dari gangguan hama dan infeksi patogen; 3)
perakaran bibit relatif banyak dan seragam; 4) bibit tidak mengalami stagnasi setelah
dilakukan pindah tanam. Adapun tahapan kegiatan yang umum dilakukan pada pembibitan
tanaman padi adalahsebagai berikut:
1. Menetapkan waktu pembibitan
Waktu mulai membuat pembibitan harus mempertimbangkan kesiapan areal yang
akan ditanami, dengan cara menghitung mundur dari tanggal tanam dikurangi umur bibit siap
dipindah tanam. Waktu mulai membuat pembibitan sangat penting diperhatikan karena untuk
dapat tumbuh dengan baik bibit padi harus dipindah pada umur tertentu sehingga bibit tidak
terlalu muda atau tidak terlalu tua.
Bibit padi yang terlalu muda akan berisiko terhadap banyaknya kematian bibit setelah
pindah tanam, apalagi kalau wilayah penanaman merupakan wilayah potensial gangguan
keongmas (Pomacea canaliculata Lamarck). Penggunaan bibit yang terlalu tua jumlah
anakan yang dihasilkan sedikit dan tanaman lebih cepat masuk fase pertumbuhan generatif.
Tanaman yang terlalu cepat masuk fase pertumbuhan generatif hasilnya jauh lebih rendah
dibanding potensi produksi riilnya sehingga sangat merugikan.

2. Persipan Benih
Untuk mendapatkan keseragaman pertumbuhan tanaman mapun jumlah dan mutu
hasil, perlu dipergunakan benih unggul. Tingkatan benih unggul yang digunakan bergantung
pada sasaran hasil yang ingin dicapai, yaitu apakah hasil panen akan digunakan untuk benih
atau untuk kepentingan konsumsi. Jika sasaran hasil panen akan digunakan benih, maka
benih unggul yang digunakan sebagai bahan tanam digunakan benih pokok sedang bila untuk
konsumsi cukup digunakan benih sebar (label biru).
Benih yang akan digunakan sebagai bahan tanam dapat diadakan sendiri maupun
membeli benih yang ada di pasaran. Baik benih pengadaan sendiri maupun dari pasaran
sebaiknya sebelum benih disebar dilakukan pengujian guna mencapai sasaran capaian mutu
benih. Salah satu metode uji yang umum digunakan adalah menggunakan larutan uji berupa
larutan garam dapur, urea, ZA, abu dan sejenisnya. Benih padi dikatakan memenuhi syarat uji
bila benih tersebut tenggalam saat dimasukkan dalam larutan uji dengan konsentrasi sekitar
2%. Guna keperluan praktis di lapang indikator uji yang paling sederhana adalah
menggunakan telur ayam. Bila telur ayam mengapung dipermukaan maka larutan uji
mempunyai nilai yang mendekati setara dengan konsentrasi 2%.
Benih yang telah lolos uji mutu selanjutnya direndam dengan air bersih sekitar 24 jam
guna menghilangkan larutan garam. Sedang langkah selanjutnya bergantung pada model
pesemaian yang dunakan, benih perlu dikecambahkan atau tidak. Pembibitan padi dengan
cara basah umumnya menggunakan benih yang tidak dikecambahkan sedang pembibitan cara
kering umumnya menggunakan benih yang telah berkecambah dengan panjang calon akar
sekitar 1 mm. Kebutuhan benih untuk tiap satuan luas areal tanam bergantung pada cara
tanamnya, namun sebagai acuan bila menggunakan metode tanam SRI (System of Rice
Intensification) diperlukan 7 – 10 kg benih per hektar sedang untuk cara tanam biasa
diperlukan 25 – 35 kg benih per hektar areal tanam.
3. Pembuatan media semai
Tanah pesemaian harus mulai dikerjakan kurang lebih 3-7 hari sebelum menyebar
benih. Mengingat adanya dua sistem pembibitan padi, yaitu pesemaian basah dan pesemaian
kering, maka cara penyiapan media pesemaian juga berbeda. Dalam membuat pesemaian
basah harus dipilih tanah sawah yang betul-betul subur. Rumput-rumput dan jerami yang
masih tertinggal harus dibersihkan lebih dulu. Kemudian sawah digenangi air, dengan
maksud agar tanah menjadi lunak, rumput-rumputan yang tumbuh menjadi mati, dan
memusnahkan bermacam-macam serangga yang dapat merusak bibit. Selanjutnya, apabila
tanah sudah cukup lunak kemudian dibajak dan digaru dua kali agar tanah menjadi
halus/melumpur. Pada saat itu juga sekaligus dibuat bedengan/petakan dengan tinggi antara
15 - 20 cm dan memperbaiki pematang atau galengan. Sebagai ukuran dasar luas pesemaian
yang harus dibuat kurang lebih 1/20 dari areal sawah yang akan ditanami.
Prinsip pembuatan pesemaian kering sama dengan pesemaian basah, tetapi kondisi
tanah dalam keadaan “kapasitas lapangan”. Rumput dan sisa jerami yang ada harus
dibersihkan terlebih dahulu. Tanah dibolak-balik dengan cangkul atau dibajak dan digaru,
agar tanah menjadi halus dan gembur. Setelah tanah menjadi halus, diratakan dan dibuat
bedengan. Adapun bedengan dapat dibuat dengan ukuran sebagai berikut: tinggi 20 cm, lebar
120 cm, panjang 500-600 cm, atau sesuai dengan kondisi lahan dan kebiasaan petani.

4. Penaburan atau Penyebaran Benih


Untuk meperoleh bibit padi yang pertumbuhannya baik dan seragam maka cara
penaburan atau penyebaran benih juga perlu diperhatikan. Kesalahan dalam penaburan benih
akan mengakibatkan tidak meratanya kerapatan bibit di bedengan sehingga pertumbuhan
bibit menjadi kurang seragam. Ketidak seragaman bibit ini akan membawa dampak terhadap
ketidakseragaman pertumbuhan tanaman di lahan dan selanjutnya akan menyebabkan
menurunnya hasil dan mutu gabah yang diperoleh.
Pada musim penghujan, benih yang sudah ditabur di bedengan pada permukaan
bedengan sebaiknya ditaburi dengan potongan jerami guna menghindari benturan air hujan
yang berlebihan. Benih yang kena benturan air hujan secara langsung akan menjadi
berserakan sehingg mengakibatkan benih menjadi menggerombol sehingga kerapan beninih
menjadi kurang seragam, Potongan jerami yang digunakan sebaikknya yang sudah masak,
tetapi bila tidak ada dapat digunakan jerami mentah dengan ukuran potongan sekitar 15 – 20
cm. Tebal lapisan jerami cukup satu lapis, sebab bila lapisan terlalu tebal dapat mengganggu
proses pertumbuhan kecambah menjadi bibit.
5. Pemeliharaan
Hal yang paling utama dalam memelihara bibit padi adalah menjaga kecukupan air
dan mencegah terjadinya kerusakan bibit terutama oleh gagangguan hama dan penyakit.
Kecukupan air untuk pembibitan padi harus disesuaikan dengan model pembibitan yang
digunakan. Pada sistem pembibitan basah air umumnya dibiarkan menggenang pada saluran
antar petak pembibitan sampai setinggi mendekati permukaan petak pembibitan. Pada sistem
pembibitan kering ketersediaan air umumnya berada pada kondisi kapasitas lapang, dan yang
penting dijaga sedemikian rupa agar bibit tidak sampai mengalami kekeringan.
Organisme pengganggu yang paling dominan mengganggu pada pembibitan padi
adalah dari kelompok hama. Untuk menghindari kerugian maka perlu adanya pengawasan
yang intensif guna mencegah sedini mungkin terjadinya kerusakan akibat hama. Untuk
gangguan gulma dapat dicegah melalui pengolahan media semai yang baik, seperti proses
pembajakan dan penggaruan serta pembersihan pematang.

6. Pencabutan Bibit
Standar utama dalam menentukan kapan bibit padi dapat dicabut umumnya berdasar
pada umur bibit. Pada budidaya padi menggunakan sistem SRI umumnya digunakan bibit
muda berumur sekitar 11 – 15 hari, sedang pada budidaya padi secara konvensional
umumnya digunakan bibit dewasa berumur sekitar 21 hari. Bibit muda setelah dipindah ke
lapang perlu perawatan ekstra tetapi setelah tumbuh akan memiliki jumlah anakan yang lebih
banyak, sedang bibit dewasa daya tahan setelah dipindah lebih kuat tetapi jumlah anakan
yang dihasilkan lebih sedikit. Sehubungan dengan hal tersebut pada budidaya SRI yang
menggunakan bibit muda tiap titik tanam cukup ditanam satu bibit sedang pada budidaya
konvensional ditanam 2 -3 bibit per titik tanam.
Bibit yang sudah dicabut dikumpulkan kemudian diikat bagian pangkal daunnnya
guna memudahkan pengangkutan. Jika ukuran bibit terlalu panjang maka bagian ujung daun
bibit perlu dipotong supaya saat ditanam bibit tidak mudah roboh dan mengurangi penguapan
(transpirasi) yang berlebihan sehingga bibit lebih cepat beradaptasi.

7. Pengangkutan dan Penyiapan Bibit di Pertanaman


Satu hari sebelum tanam sebaiknya bibit sudah disiapkan di areal pertanaman, maka
dari itu perlu dilakukan pengangkutan bibit dari lokasi pembibitan ke tempat penanaman.
Pengangkutan bibit dapat dilakukan menggunakan tenaga manusia untuk lokasi yang tidak
terlalu luas dan jaraknya dekat, tapi bila jaraknya jauh dan areal cukup luas perlu digunakan
alat angkut lain yang sesuai. Bibit yang sudah dicabut dan diikat, ditata sedemikian rupa
bergantung alat angkutnya, yang penting selama proses pengangkutan tidak menimbulkan
kerusakan pada bibit seperti memar pada batang dan daun, patah dan sejenisnya.
Sesampai di areal tanam untuk memudahkan pengaturan tenaga dalam penanaman,
bibit perlu didistribusikan sesuai dengan ketersediaan tenaga kerja dan luas areal yang akan
ditanami. Distribusi bibit di areal tanam dilakukan dengan meletakkan ikatan bibit pada jarak
tertentu sesuai dengan ukuran ikatan dan luas areal tanam. Bibit yang sudah didistribusikan
selanjutnya dibuka ikatannya dan penanaman dapat mulai dilakukan.

METODE PRAKTIKUM
1. Bahan dan Alat Praktikum
Bahan yang digunakan dalam praktikum ini antara lain benih padi, pupuk ZA, air
dan jerami. Alat yang diperlukan antara lain timba, timbangan, alat tulis dan alat
penunjang kegiatan praktikum lainnya.
2. Cara Kerja:
1. Menentukan Mutu Benih
a. Buatlah larutan pupuk ZA dengan melarutkan 225 g ZA dalam setiap liter air dalam
timba, sampai mencapai volume larutan dua kali volume benih yang akan diuji.
b. Masukkan secara hati-hati benih padi yang akan diuji ke dalam larutan sambil diaduk
secara merata.
c. Ambil benih padi yang mengapung kemudian timbang dan catat beratnya.
d. Buanglah secara hati-hati larutan uji sehingga yang tersisa tinggal benih padi yang
tenggelam pada dasar timba. Timbang dan catat beratnya.

e. Cucilah benih padi yang telah lolos dengan air bersih, kemudian rendam benih padi
yang telah dicuci dengan air bersih selama 24 jam

f. Tiriskan benih padi yang sudah direndam dan benih padi siap untuk ditabur ke
persemaian

2. Pembibitan Padi Secara Basah


a. Siapkan tempat pembibitan dilahan sawah yang subur sesuai dengan baku teknis yang telah
ditetapkan. Ukuran bedengan pembibitan tinggi 20 cm lebar 120 cm dan panjang 1000 cm
atau menyesuaikan kondis lahan
b. Taburkan benih padi yang telah lolos uji secara merata pada media semai yang basah
tetapi tidak menggenang. Bila dikhawatirkan masih ada hujan tutup permukaan media semai
menggunakan potongan jerami setebal satu lapisan.

c. Jaga kondisi air selama berlangsungnya kegiatan pembibitan dan lakukan kegiatan
pemeliharaan lain sesuai dengan baku teknis yang telah ditetapkan.

d. Cabutlah bibit setelah berumur 21 hari dan ikat setiap kumpulan bibit sampai bibit siap
diangkut dan ditanam di areal tanam. .
PEDOMAN PRAKTIKUM PENGANTAR TEKNOLOGI PERTANIAN

ACARA 3 : PENGOLAHAN TANAH SAWAH

TUJUAN :
1. Mengetahui cara mengolah tanah sawah menggunakan traktor.
2. Mengetahui tahapan pengolahan tanah sawah.

TEORI DASAR
Sawah adalah tanah yang digarap dan diairi untuk tempat menanam padi. Untuk
keperluan tersebut, sawah harus mampu menyangga genangan air karena padi memerlukan
penggenangan pada periode tertentu dalam partumbuhannya. Untuk mengairi sawah
digunakan sistem irigasi dari mata air, sungai atau air hujan. Sawah yang mengandalkan
sumber air dari hujan dikenal sebagai sawah tadah hujan, sementara yang lainnya adalah
sawah irigasi. Padi yang ditanam di sawah dikenal sebagai padi lahan basah (lowland rice).
Pada lahan yang berkemiringan tinggi, sawah dicetak berteras atau lebih dikenal
terasering atau sengkedan untuk menghindari erosi dan menahan air. Sawah berteras banyak
terdapat di lereng-lereng bukit atau gunung di Jawa dan Bali.
Pengolahan tanah adalah proses dimana tanah digemburkan dan dilembekkan dengan
menggunakan, cangkul, bajak atau penggaru yang ditarik dengan berbagai sumber tenaga,
seperti tenaga manusia, tenaga hewan, dan mesin pertanian (traktor).
Tujuan kegiatan pengolahan tanah secara umum dapat dikemukakan sebagai berikut:
1. Menciptakan kondisi fisik, khemis dan biologis tanah menjadi lebih baik;
2. Membunuh gulma dan tanaman yang tidak diinginkan;
3. Menempatkan sisa-sisa tanaman (seresah) pada tempat yang sesuai agar dekomposisi
berjalan dengan baik;
4. Menurunkan laju erosi;
5. Meratakan dan/atau membuat guludan tanah untuk memudahkan pekerjaan di lapangan;
6. Mencampur dan meratakan pupuk dengan tanah;
7. Mempersiapkan pengaturan irigasi dan drainase;
8. Membunuh serangga, larva, atau telur-telur serangga melalui perubahan tempat tinggal dan
terik matahari;
9. Khusus pengolahan tanah sawah untuk padi lahan basah, ditujukan untuk melumpurkan
tanah.
Terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam kegiatan pengolahan tanah, yaitu
antara lain:
1. Karakteristik tanah terutama sifat fisik tanah yaitu tekstur, struktur;
2. Topografi/kelerengan tanah (kenampakan permukaan lahan);
3. Vegetasi (tanaman yang tumbuh di lahan);
4. Sebaran bebatuan dipermukaan tanah;
5. Tanaman yang akan dibudidayakan;
6. Kadar air tanah.

A. TAHAPAN PENGOLAHAN TANAH SAWAH


1. Pengolahan Tanah Untuk Pesemaian
Tanah pesemaian harus mulai dikerjakan kurang lebih 25 – 40 hari sebelum
penanaman. Karena adanya dua sistem penanaman padi, yaitu padi basah dan padi kering,
maka tanah pesemaian juga dapat dibedakan atas pesemaian basah dan pesemaian kering.
 Persemaian Basah: Dalam membuat pesemaian basah harus dipilih tanah sawah yang
betul-betul subur. Rumput-rumput dan jerami yang masih tertinggal harus dibersihkan
lebih dulu. Kemudian sawah digenangi air, dengan maksud agar tanah menjadi lunak,
rumput-rumputan yang tumbuh menjadi mati, dan memusnahkan bermacam-macam
serangga yang dapat merusak bibit. Selanjutnya, apabila tanah sudah cukup lunak
kemudian dibajak dan digaru dua kali agar tanah menjadi halus/melumpur. Pada saat itu
juga sekaligus dibuat bedengan/petakan dengan tinggi kurang lebih 15 cm dan
memperbaiki pematang atau galengan. Sebagai ukuran dasar luas pesemaian yang harus
dibuat kurang lebih 1/20 dari areal sawah yang akan ditanami.
 Pesemaian Kering: Prinsip pembuatan pesemaian kering sama dengan pesemaian
basah, tetapi kondisi tanah dalam keadaan “kapasitas lapangan”. Rumput dan sisa
jerami yang ada harus dibersihkan terlebih dahulu. Tanah dibolak-balik dengan cangkul
atau dibajak dan digaru, agar tanah menjadi halus dan gembur. Setelah tanah menjadi
halus, diratakan dan dibuat bedengan. Adapun bedengan dapat dibuat dengan ukuran
sebagai berikut: tinggi 20 cm, lebar 120 cm, panjang 500 - 600 cm, atau sesuai dengan
kondisi lahan dan kebiasaan petani.

2. Pengolahan Tanah Untuk Pertanaman Padi


Pengolahan tanah untuk penanaman padi sebaiknya sudah dilakukansatu atau dua
bulan sebelum penanaman. Pelaksanaannya dapat dilakukan dengan dua macam cara yaitu
dengan cara tradisional dan cara modern.
 Pengolahan tanah sawah dengan cara tradisional, yaitu pengolahan tanah sawah dengan
alat-alat sederhana seperti sabit, cangkul, bajak dan garu, yang semuanya dilakukan oleh
manusia dan/atau dibantu oleh hewan kerbau atau sapi.
 Pengolahan tanah sawah dengan cara modern, yaitu pengolahan tanah sawah yang
dilakukan dengan mesin traktor dan peralatan pengolahan tanah yang lain.

B. TAHAPAN PEKERJAAN PENGOLAHAN BASAH


a) Pembersihan: Sebelum tanah sawah dicangkul harus dibersihkan terlebih dahulu dari
sisa jerami atau rumput. Dikumpulkan di satu tempat dan seyogyanya dijadikan kompos
yang nantinya dapat disebarkan ke petakan sawah. Sebaiknya sisa tanaman tersebut
tidak/jangan dibakar, sebab pembakaran akan menghilangkan beberapa unsur hara
yangdikandungnya.
b) Perbaikan Saluran dan Galengan: Sebelum penggarapan tanah dimulai, galengan
harus diperbaiki, dibuat cukup tinggi, agar dapat menahan air dengan baik. Sebab dalam
penggarapan tanah air tidak boleh mengalir keluar. Demikian juga dengan saluran
pengairan perlu diperbaiki dan dibersihkan dari rerumputan. Hal ini akan mencegah
kehilangan air pengairan dan mengurangi terbawanya biji gulma kedalam petakan-
petakan sawah.
c) Pencangkulan: Sawah yang akan dicangkul harus digenangi air terlebih dahulu agar
tanah menjadi lunak dan rumput-rumputnya cepat membusuk. Pekerjaan pencangkulan
dapat dilakukan bersamaan dengan perbaikan galengan yang bocor. Pekerjaan
pencangkulan dapat dilakukan juga setelah perkejaan pembajakan, terutama untuk
membalik/mencangkul bagian-bagian tanah yang tidak terbajak misalnya pada sudut-
sudut petakan dan memperbaiki kembali galengan yang rusak selama pekerjaan
pembajakan.
d) Pembajakan: Sebelum pembajakan, tanah harus digenangi air lebih dahulu sampai
kondisi jenuh, tetapi tidak boleh sampai menggenang (nyemek, Jawa). Pemberian air ini
bertujuan untuk melunakan tanah dan menghindarkan melekatnya tanah pada mata
bajak. Sebaiknya terlebih dahulu dibuat alur ditepi dan ditengah petakan sawah agar air
cepat membasahi seluruh petakan. Pembajakan dimulai dari tepi atau dari tengah
petakan sawah dengan kedalaman mata bajak antara 15 – 25 cm. Pembajakan sebaiknya
dilakukan 2 kali dengan arah memanjang dan melintang. Tujuan pembajakan antara lain
adalah: membalikan tanah, mematikan dan membenamkan rumput, dan membenamkan
bahan-bahan organik lainnya seperti: pupuk hijau, pupuk kandang, dan kompos
sehingga bercampur dengan tanah. Setelah pembajakan sawah digenangi air selama 5 –
7 hari dengan tujuan untuk mempercepat pembusukan sisa-sisa tanaman dan melunakan
bongkahan tanah.
e) Penggaruan: Pada waktu sawah akan digaru genangan air sedikit dikurangi. Kondisi air
dibuat cukup hanya untuk membasahi bongkahan-bongkahan tanah saja. Penggaruan
dilakukan berulang-ulang dengan arah memanjang dan melintang. Selama pekerjaan
penggaruan, saluran pemasukan dan pembuangan air harus ditutup, untuk menjaga
supaya sisa air jangan sampai habis keluar dari petakan. Setelah pekerjaan penggaruan
selesai, sawah digenangi air kembali selama 7 – 10 hari sebelum penanaman. Tujuan
pekerjaan penggaruan adalah: mengurangi peresapan air ke bawah, meratakan tanah,
meratakan pupuk dasar yang dibenamkan, dan pelumpuran agar menjadi lebih
sempurna. Pekerjaan pengolahan tanah mulai dari pembajakan pertama sampai
pekerjaan penggaruan untuk perataan dan pelumpuran, memerlukan waktu kurang lebih
25 hari, yaitu kira-kira sama dengan umur bibit di pesemaian.

METODE PRAKTIKUM
1. Bahan dan Alat Praktikum
Alat yang diperlukan antara lain sabit, cangkul, traktor dan alat penunjang kegiatan
praktikum lainnya.
2. Cara Kerja
a. Bersihkan areal persawahan dari sisa jerami atau rumput.
b. Perbaiki dan periksa kembali saluran aliran air serta galengan.
c. Lakukanlah pembajakan sawah menggunakan hand tractor.
d. Bagian sawah yang tidak dapat terjangkau oleh hand tractor, maka diolah menggunakan
cangkul.
e. Jalankan traktor sesuai dengan pola atau alur yang ditentukan.
f. Setelah selesai dibajak, tanah sawah diberokan/dibiarkan dalam keadaan jenuh air selama
beberapa hari. Kemudian dilakukan penggaruan
LAMPIRAN

Membajak

Menggaru
PEDOMAN PRAKTIKUM
PENGANTAR TEKNOLOGI PERTANIAN
ACARA 4: PENANAMAN PADI

TUJUAN :
1. Mengetahui cara penanaman padi.
2. Mengetahui berbagai macam sistem penanaman padi.

TEORI DASAR
Menanam adalah suatu kegiatan menempatkan bahan tanam (benih atau bibit) pada
media tanam. Menanam padi di sawah dilakukan dengan cara menempatkan bibit pada lahan
sawah dengan jarak tertentu. Terdapat beberapa tahapan pekerjaan yang harus dimengerti
sebelum melakukan penanaman diantaranya adalah seleksi bibit, menyemai bibit, mengolah
lahan sawah untuk mempersiapkan lahan agar siap ditanami, dan menanam.

A. Seleksi Bibit
Untuk mendapatkan kualitas dan hasil panen yang baik, benih padi yang dipilih harus
benih yang bermutu. Langkah penyeleksian dan pengolahan benih padi dapat dilakukan
sebagai berikut :
1. Benih padi calon bibit diambil dari benih bermutu.
2. Masukkan air ke dalam bejana seleksi dan tambahkan garam secukupnya.
3. Masukkan telur bebek ke dalam air garam tadi, tunggu sampai telur bebek mengapung di
tengah (ukuran telur ada di tengah ini menunjukkan garam yang digunakan cukup).
4. Kemudian baru masukkan benih yang sudah diseleksi tadi ke dalam air garam tersebut.
5. Buang benih yang terapung, benih yang tenggelam saja yang diambil.

B. Menyemai Bibit
Untuk mendapatkan hasil yang lebih baik perlu menentukan media tanam benih atau
persemaian bibit. Untuk persemaian bibit perlu diperhatikan beberapa hal antara lain :
a. Tanah yang diambil untuk menyemai bibit harus tanah yang bagus.
b. Untuk media semai bisa kita pakai baki, bejana yang luas dan datar, atau dibuatkan dari
papan yang diberi alas palstik.
c. Campur tanah yang sudah dipilih dengan pupuk kompos atau pupuk kandang.
d. Ratakan tanah di media semai kira-kira ketebalan 2 cm.
e. Taburkan bibit yang sudah diseleksi di media semai.
f. Jaga kelembaban semaian benih.
g. Tunggu sampai benih berumur 21 hari.

C. Pengolahan Lahan / Sawah


Sementara kita menunggu bibit sampai berumur 21 hari lahan tempat tanam sudah
harus dibereskan atau digarap sedemikian rupa sehingga nanti setelah benih siap tanam tidak
terjadi kendala. Untuk pengolahan lahan tersebut sebagai berikut :
a. Sawah yang sudah selesai dipanen jerami atau daun padi bekas panen hendaknya jangan
dibakar atau dibuang biarkan lapuk di sawah (lahan) karena ini bisa dijadikan kompos.
b. Lahan sudah dibajak diratakan dan dipetak-petak agar kita lebih mudah mengontrol airnya.
c. Lahan diratakan dan usahakan air sawah itu hanya berada di petak, artinya air lahan pecak-
pecak (cemek-cemek = jawa).
d. Garislah lahan dengan ukuran jarak garis 25 cm (atau jarak tanam jajar legowo 2:1 dan
4:1).
e. Dua hari sebelum tanam lahan ditaburi pupuk.

D. Penanaman
Tahap penanaman dibagi menjadi 2 bagian yaitu memindahkan bibit dan menanam.
1) Memindahkan bibit
Bibit dipersemaian yang telah berumur 17 - 25 hari (tergantung jenis padinya, genjah /
dalam) dapat segera dipindahkan kelahan yang telah disiapkan. Syarat-syarat bibit yang siap
dipindahkan ke sawah :
a. Bibit telah berumur 17 - 25 hari
b. Bibit berdaun 5 -7 helai
c. Batang bagian bawah besar, dan kuat
d. Pertumbuhan bibit seragam (pada jenis padi yang sama)
e. Bibit tidak terserang hama dan penyakit
2) Menanam
Dalam menanam bibit padi, hal-hal yang harus diperhatikan adalah :
a) Sistim larikan (cara tanam)
- Akan kelihatan rapi
- Memudahkan pemeliharaan terutama dalam penyiangan
- Pemupukan, pengendalian hama dan penyakit akan lebih baik dan cepat
- Dan perlakuan-perlakuan lainnya
- Kebutuhan bibit / pemakaian benih bisa diketahui dengan mudah
b) Jarak tanam
Faktor yang ikut menentukan jarak tanam pada tanaman padi tergantung pada :
- Jenis tanaman
Jenis padi tertentu dapat menghasilkan banyak anakan. Jumlah anakan yang
banyak memerlukan jarak tanam yang lebih besar, sebaliknya jenis padi yang memiliki
jumlah anakan sedikit memerlukan jarak tanam yang lebih sempit.
- Kesuburan tanah
Penyerapan hara oleh akar tanaman padi akan mempengaruhi penentuan jarak
tanam, sebab perkembangan akar atau tanaman itu sendiri pada tanah yang subur lebih
baik dari pada perkembangan akar / tanaman pada tanah yang kurang subur. Oleh
karena itu jarak tanam yang dibutuhkan pada tanah yang suburpun akan lebih lebar
daripada jarak tanam padah tanah yang jurang subur.
- Ketinggian tempat / musim
Daerah yang mempunyai ketinggian tertentu seperti daerah pegunungan akan
memerlukan jarak tanam yang lebih rapat dari pada jarak tanam di dataran rendah, hal
ini berhubungan erat dengan penyediaan air. Tanaman padi varietas unggul
memerlukan jarak tanam 20 x 20 cm pada musim kemarau, dan 25 x 25 cm pada
musim hujan.
c) Jumlah bibit tiap lubang
Bibit tanaman yang baik sangat menentukan penggunaannya pada setiap lubang.
Pemakian bibit tiap lubang antara 2 - 3 batang.
d) Kedalaman penanaman bibit
Bibit yang ditanam terlalu dalam / dangkal menyebabkan pertumbuhan tanaman
kurang baik, kedalam tanaman yang baik 3 - 4 cm.
e) Cara Tanam
Setelah lahan siap tanam, maka bibit yang sudah berumur 21 hari siap dipindahkan ke
lahan tanam. Untuk menanam padi caranya sebagai berikut:
- Untuk bibit yang disemai dalam baki bisa langsung diangkat ke lahan siap tanam atau
benih diangkat ke lahan tanam dengan dicabut dahulu dari media semai (khusus untuk
yang dicabut hati-hati jangan sampai padi yang menempel pada benih terlepas).
- Tanam benih di lahan dengan jarak tanam 25 cm (atau jarak tanam jajar legowo 2:1
dan 4:1).
- Ambil benih yang padinya masih menempel dan cukup di letakkan di atas tanah
dengan sedikit menggesekkan benih ke tanah dan kemudian ditutup dengan tanah
menggunakan telunjuk jari. Jaga media tanam jangan sampai digenang air.
E. Pola / Bentuk Jarak Tanam
1. Konvensional
Pola jarak tanam yang secara konvensional dilakukan oleh petani padi adalah jarak
tanam tunggal atau bujur sangkar. Secara umum,jarak tanam yang dipakai adalah 20 x 20 cm
dan bisa dimodifikasi menjadi 22,5 cm atau 25 cm sesuai pertimbangan varietas padi yang
akan ditanam atau tingkat kesuburan tanahnya. Jarak tanam untuk padi yang sejenis dengan
varietas IR-64, seperti varietas Ciherang cukup dengan jarak 20 cm, untuk varietas padi
yang punya penampilan lebih lebat dan tinggi perlu diberi jarak tanam yang lebih lebar
misalnya antara 22,5 - 25 cm

20 cm 20 cm

Gambar 1. Pola Jarak Tanam Konvensional


2. Jajar Legowo
Legowo adalah cara tanam padi sawah yang memiliki beberapa barisan tanaman
kemudian diselingi oleh 1 baris kosong dimana jarak tanam pada barisan pinggir ½ kali jarak
tanaman pada baris tengah. Cara tanam jajar legowo untuk padi sawah secara umum bisa
dilakukan dengan berbagai tipe yaitu: legowo (2:1), (3:1), (4:1), (5:1) atau tipe lainnya.
Namun dari hasil penelitian, tipe terbaik untuk mendapatkan produksi gabah tertinggi dicapai
oleh legowo 2:1, dan untuk mendapat bulir gabah berkualitas benih dicapai oleh legowo 4:1.
Tujuan cara tanam jajar legowo adalah :
a. Memanfaatkan sinar matahari bagi tanaman yang berada pada bagian pinggir barisan.
Semakin banyak sinar matahari yang mengenai tanaman, maka proses fotosintesis oleh
daun tanaman akan semakin tinggi sehingga akan mendapatkan bobot bulir yang lebih
berat.
b. Mengurangi kemungkinan serangan hama, terutama tikus. Pada lahan yang relatif terbuka,
hama tikus kurang suka tinggal di dalamnya.
c. Menekan serangan penyakit. Pada lahan yang relatif terbuka, kelembaban akan semakin
berkurang, sehingga serangan penyakit juga akan berkurang.
d. Mempermudah pelaksanaan pemupukan dan pengendalian hama/penyakit. Posisi orang
yang melaksakan pemupukan dan pengendalian hama atau penyakit bisa leluasa pada
barisan kosong di antara 2 barisan legowo.
e. Menambah populasi tanaman. Pada legowo 2 : 1, populasi tanaman akan bertambah
sekitar 33,3 %, sedangkan pada legowo 4 : 1, populasi tanaman akan bertambah sekitar
20 %. Bertambahnya populasi tanaman akan memberikan harapan peningkatan
produktivitas hasil.

Jajar Legowo 2 : 1
Pengertian jajar legowo 2 : 1 adalah cara tanam yang memiliki 2 barisan kemudian
diselingi oleh 1 barisan kosong dimana pada setiap baris pinggir mempunyai jarak tanam 1/2
kali jarak tanam antar barisan. Dengan demikian, jarak tanam pada tipe legowo 2 : 1 adalah
20 cm (antar barisan) x 10 cm (barisan pinggir) x 40 cm (barisan kosong).

Jajar Legowo 4 : 1
Pengertian jajar legowo 4 : 1 adalah cara tanam yang memiliki 4 barisan kemudian
diselingi oleh 1 barisan kosong dimana pada setiap baris pinggir mempunyai jarak tanam 1/2
kali jarak tanam pada barisan tengah. Dengan demikian, jarak tanam pada tipe legowo 4 : 1
adalah 20 cm (antar barisan dan pada barisan tengah) x 10 cm (barisan pinggir) x 40 cm
(barisan kosong).

Gambar 2. Pola Jarak Tanam Jajar Legowo 2 : 1


Gambar 3. Pola Jarak Tanam Jajar Legowo 4 : 1

METODE PRAKTIKUM
1. Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah bibit padi dari pesemaian yang siap
tanam. Alat yang diperlukan adalah tali rafia yang sudah diberi tanda sesuai jarak tanam yang
digunakan dan alat penunjang kegiatan praktikum lainnya.
2. Cara Kerja

a.Ambil tali rafia yang sudah diberi tanda sesuai jarak tanam yang digunakan.
b. Bentangkan tali rafia di lahan.
c. Tanam bibit padi sesuai dengan pola jarak tanam yang ditandai pada tali rafia.
d. Sesudah satu baris tertanami semua, geser tali rafia ke arah belakang anda (menanam padi dengan pola
mundur).
e. Tanam baris berikutnya hingga seluruh lahan petak kelompok anda ditanami.
PEDOMAN PRAKTIKUM
PENGANTAR TEKNOLOGI PERTANIAN
ACARA 5: PEMUPUKAN TANAH SAWAH

TUJUAN :
1. Mengetahui cara pemupukan tanah sawah.
2. Menerapkan 5 tepat pemupukan di sawah dengan rekomendasi pemupukan yang telah
diuraikan.

TEORI DASAR
Macam sistem pertanian untuk produksi tanaman di wilayah tropika, termasuk di
Indonesia ini adalah sistem pertanian lahan basah, lahan kering, rawa gambut (non-pasang
surut pedalaman), dan lahan pantai. Walaupun demikian ada beberapa literatur dengan dasar
yang berbeda mengelompkan sistem pertanian menjadi sistem pertanian swasta besar,
pertanian industri, pertanian rakyat, pertanian ekofarming, pertanian terpadu, dan lain-lainnya.
Dari beberapa macam sistem pertanian untuk produksi tanaman di lingkungan kita yang
sangat menonjol adalah sistem pertanian lahan basah atau sawah.
Sawah adalah lahan pertanian yang berpetak-petak dan dibatasi oleh pematang
(galengan), saluran untuk menahan / menyalurkan air (Litbangtan, 2013), sedangkan
pengertian sawah dalam hubungannya keteknikan, khususnya pengairan, maka PU-Pengairan
mendefinisikan sawah adalah lahan usaha tani yang secara fisik rata dan mempunyai
pematang serta dapat ditanami padi dengan sistem genangan. Selanjutnya sawah irigasi
(sawah fungsional) adalah sawah yang sumber airnya dari saluran irigasi melalui sistem
jaringan irigasi dan kolam/tambak ikan yang mengambil air dari saluran irigasi adalah
merupakan bagian dari luas sawah irigasi. Sawah yang pengairannya tergantung dari hujan
dan sawah yang pengairannya melalui sistem jaringan irigasi sehingga dapat dilakukan
penanaman sepanjang tahun disajikan pada Gambar 1.
Pupuk adalah bahan yang diberikan ke dalam tanah baik yang organik maupun
anorganik dengan maksud untuk mengganti kehilangan unsur hara dari dalam tanah dan
bertujuan untuk meningkatkan produksi tanaman. Sedangkan pemupukan adalah pemberian /
penambahan bahan-bahan / zat-zat kepada kompleks tanah – tanaman untuk melengkapi
keadaan unsur hara dalam tanah yang tidak cukup terkandung di dalamnya (Sutedjo, 2010).
Dalam pertanian modern, tujuan pemupukan tanah antara lain adalah:
 Mengatasi defisiensi / kekurangan unsur hara tanaman (kesetimbangan antar
unsur),
 Memberikan status keharaan yang tinggi yang baik bagi tanaman (produksi
tanaman tinggi),
 Mempertahankan status kesuburan tanah yang optimum (keberlanjutan
produksi, sustainable), dan
 Meningkatkan kualitas tanaman (eksport dan daya saing di pasaran dunia,
aspek ekonomi dan peningkatkan pendapatan petani).

Gambar 1. Sawah tadah hujan dan irigasi

Berdasarkan tujuan pemupukan tersebut, khususnya pada point pertama yaitu pupuk
(unsur hara tanaman) diberikan ke tanah (sawah) karena tanah sudah tidak sanggup lagi
mencukupi kebutuhan tanaman (padi) secara alami, sehingga untuk meningkatkan produksi
tanaman dan keuntungan, tanah perlu dilakukan pemupukan atau diberi tambahan unsur hara
yang tidak cukup. Tanah-tanah yang kesuburannya tinggi tidak perlu diberi pupuk atau kalau
diberi pupuk dengan tujuan untuk menjaga statusnya tetap tinggi (point tiga).
Pempukan yang baik menerapkan lima tepat pemupukan yaitu: 1) tepat jenis (macam),
2) tepat dosis (takaran), 3) tepat waktu, 4) tepat tempat, dan 5) tepat cara. Gambar 2
menunjukkan pemupukan di sawah. Jenis atau macam pupuk yang digunakan adalah urea
untuk memberikan unsur hara N, SP36 untuk memberikan P, dan Muriate Potash (KCL)
untuk memberikan K. Dosis pupuk tidak diketahui. Berdasarkan tinggi tanaman padi tersebut,
waktu pemupukan susulan satu (sekitar 15 hari) atau dua (sekitar 30 hari). Cara pemupukan
ditebar ke depan supaya pupuk dapat terinjak sehingga pupuk terbenam ke lapisan reduksi.
Gambar 2. Pemupukan di sawah dengan cara tebar

Pemupukan yang diterapkan di lahan percobaan atau praktikum adalah susulan 1


(sekitar 15 hari) adalah urea 2 kw/ha dan SP36 1,5 kw/ha; sedangkan susulan 2 (sekitar 30
hari) adalah phonska 2,5 kw/ha. Luas lahan yang digunakan dalam praktikum adalah 0,25 ha
dengan pembagian ada 1 petak kecil dan 1 petak besar.

METODE PRAKTIKUM
1. Bahan dan Alat
Bahan yang diperlukan dalam praktikum ini antara lain pupuk urea, pupuk SP36, dan pupuk phonska.
2. Cara Kerja
a.Menyiapkan masing-masing pupuk yang akan digunakan sesuai dengan jenis dan dosisnya.
b. Melakukan pemupukan ke areal pertanaman / sawah dengan cara ditebar secara merata
PEDOMAN PRAKTIKUM
PENGANTAR TEKNOLOGI PERTANIAN
ACARA 6 : PENGENDALIAN ORGANISME PENGGANGGU TANAMAN

TUJUAN :
1. Mengetahui cara pemantauan, pengamatan, dan pengendalian OPT di sawah.
2. Mengetahui nilai ambang ekonomi beberapa serangga yang menyerang tanaman padi.

TEORI DASAR
Organisme pengganggu tanaman (OPT) merupakan salah satu faktor pembatas dalam
upaya mempertahankan produktivitas tanaman tetap tinggi sesuai hasil yang seharusnya dapat
dicapai dalam usaha budidaya pertanian. Pengendalian OPT (hama, penyebab penyakit,
gulma) dalam upaya perlindungan tanaman, dengan demikian perlu mendapatkan perhatian
dalam kegiatan budidaya tanaman, agar tindakan atau cara-cara yang dilakukan tidak
menimbulkan berbagai masalah yang berdampak negatif. Perlindungan tanaman adalah semua
kegiatan atau upaya untuk mencegah terjadinya kerugian pada budidaya tanaman yang
diakibatkan oleh OPT. Berdasarkan kebijakan nasional perlindungan tanaman (UU No. 12
tahun 1992), pengendalian OPT ditetapkan harus dilaksanakan berlandaskan pada konsepsi
pengelolaan hama terpadu (PHT) atau integrated pest management (IPM) yang pada
penerapannya tidak terlepas dari prinsip ekologi dan ekonomi (mengurangi penggunaan
pestisida kimiawi sintetik dan memantapkan hasil).
Pengendalian OPT dimaksudkan sebagai usaha untuk menekan populasi OPT sampai
pada tingkat yang tidak menimbulkan kerugian ekonomi dan mencegah kemungkinan
terjadinya penyebaran OPT ke areal yang lebih luas pada berbagai lokasi/daerah. Teknik
pengendalian yang diterapkan menggunakan berbagai tindakan pengendalian yang dapat
dilakukan dengan hanya satu atau beberapa cara yang sesuai untuk dipadukan (kompaktibel),
disesuaikan dengan kondisi dan tingkat kerusakan yang terjadi. Teknik pengendalian OPT
yang dapat dipilih atau dilakukan meliputi pengendalian (1) secara mekanik dan fisik, (2)
kultur teknik, (3) dengan penggunaan varietas tahan, (4) hayati/biologi, (5) kimiawi, dan (6)
dengan peraturan perundang-undangan (Watson et al., 1975 dalam Untung 1993).

A. Pemantauan dan Teknik Pengamatan Gangguan OPT (Hama, Penyakit, Gulma)


Sistem pemantauan adalah salah satu bagian dari kegiatan monitoring yang sangat erat
kaitannya dengan ambang ekonomi (AE), karena nilai AE yang sudah ditetapkan tidak ada
gunanya apabila tidak diikuti dengan kegiatan pemantauan yang teratur dan dapat dipercaya.
Sebaliknya, pemantau-an untuk tujuan pengendalian tidak akan dirasakan manfaatnya apabila
tidak dikaitkan dengan aras penentuan keputusan pengendalian berdasarkan penilaian AE
(Untung, 2003). Hubungan antara pemantauan, pengambilan keputusan, dan tindakan aksi da-
lam agroekosistem disajikan pada Gambar 1.

Analisis
→→ Ekosistem Pengambilan Keputusan

Pemantauan Tindakan Aksi

Agroekosistem

Gambar 1. Hubungan antara pemantauan, pengambilan keputusan, dan tindakan


aksi dalam agroekosistem

Kegiatan pemantauan dilakukan untuk mengamati dan mengikuti perkembangan


keadaan agroekosistem yang terdiri atas komponen biotik (misalnya keadaan tanaman,
populasi OPT, populasi musuh alami) dan komponen abiotik (suhu, curah hujan, kelembaban,
kecepatan angin). Berdasarkan hasil pemantauan akan diperoleh data (informasi) kondisi
lapangan yang merupakan masukan bagi pengambil keputusan untuk menggunakan data
tersebut dalam menetapkan keputusan dan rekomendasi yang perlu dilakukan terhadap
agroekosistem. Pengambil keputusan ialah pemerintah (dinas terkait) maupun petani sendiri
sebagai pelaku yang melakukan pemantauan terhadap perkem-bangan tanaman dan kompleks
ekosistemnya serta melakukan tindakan aksi pengendalian hasil rekomendasi, yang dilakukan
sendiri maupun kelompok secara bersama-sama (Untung, 2003).

B. Teknik Pengamatan OPT


Teknik pengamatan OPT dapat dilakukan melalui dua cara yaitu dengan pengamatan
tetap dan pengamatan keliling atau patroli (Deptan, 2008). Pengamatan tetap bertujuan untuk
mengetahui perubahan kepadatan populasi OPT dan intensitas serangan OPT, kepadatan
populasi musuh alami yang efektif, dan besarnya curah hujan. Pengamatan dilakukan pada
petak pengamatan, lampu perangkap, dan penakar curah hujan. Komponen yang diamati
terdiri atas perubahan kepadatan populasi dan intensitas serangan pada petak contoh (sampel)
yang tetap.
Petak contoh ditentukan secara purposive, menggunakan metode diagonal random
sampling sehingga mewakili bagian terbesar wilayah pengamatan dalam hal waktu tanam,
teknik bercocok tanam, dan varietas tanaman (Deptan, 2008). Pada setiap petak contoh
ditentukan tiga unit contoh yang terletak di titik perpotongan garis diagonal petak cotoh yaitu
unit A, dan unit lainnya yaitu B dan C masing-masing ditentukan di pertengahan potongan-
potongan garis diagonal terpanjang (Gambar 2). Setiap unit contoh terdiri atas 10
rumpun/tanaman contoh, dan pada unit-unit contoh tersebut pengamatan kepadatan populasi
OPT, kepadatan populasi musuh alami, dan pengukur-an intensitas serangan OPT dilakukan.

B A

Gambar 2. Penyebaran unit contoh dalam petak contoh

Pengamatan keliling (patroli) bertujuan mengetahui tanaman yang terserang dan


terancam, luas pengendalian, bencana alam, serta mencari informasi tentang penggunaan,
peredaran, dan penyimpanan pestisida. Pengamatan keliling dilaksanakan dengan cara
mengelilingi wilayah pengamatan yang dicurigai terancam serangan OPT. Penentuan daerah
yang dicurigai berdasarkan pada kerentanan varietas yang ditanam terhadap serangan OPT
utama/kunci di daerah tersebut, stadia pertumbuhan, dan jaraknya terhadap sumber serangan,
serta daerah yang endemik OPT tertentu. Komponen yang diamati ialah luas tanaman yang
terserang, intensitas serangan, kepadatan populasi OPT, fase pertumbuhan tanaman (umur
tanaman), jenis/varietas tanaman,dan tindakan pengendalian yang telah/pernah dilakukan oleh
petani.

C. Metode Pengambilan Sampel


Metode pengambilan sampel adalah cara atau teknik untuk memperoleh data mengenai
kepadatan keberadaan populasi OPT di lahan pertanaman. Mekanisme pengambilan sampel
dan monitoring memerlukan teknik yang beragam tergantung jenis tanaman, jenis OPT, atau
organisme lain yang diamati. Ukuran kepadatan populasi suatu serangga hama misalnya, yang
tepat ialah dengan menghitung dalam bentuk jumlah individu per suatu satuan luas
permukaan tanah. Data tersebut kemudian dapat digunakan untuk menghitung berapa jumlah
individu yang ada pada suatu daerah atau wilayah pengamatan.
Menurut Untung (2003) pola pengambilan sampel dapat mengikuti pola diagonal, zig
zag, atau lajur tanaman/sistematik (Gambar 3). Rumpun tanaman yang ada di pinggiran plot
pengamatan (sekitar 3-5 baris dari tepi lahan/plot pengamatan tentunya atau seha-rusnya
tidak digunakan sebagai sampel).

A B C
Gambar 3. Pola Pengambilan Sampel pada Monitoring OPT. A. Pola Diagonal;
B. Pola Zig Zag; C. Pola Lajur Tanaman (Sistematik)

METODE PRAKTIKUM
1. Bahan dan Alat
Alat yang diperlukan dalam praktikum ini antara lain kuadran, tali rafia, jaring serangga, dan gelas
plastic serta alat tulis.
2. Cara Kerja
a. Menentukan petak contoh (sampel) dengan ukuran 2x2 m.
b. Lakukan pengamatan OPT (hama dan penyakit) pada petak contoh dengan menggunakan jaring
serangga.
c. Serangga yang diperoleh kemudian dimasukkan pada gelas plastik.
d. Tentukan antara serangga yang merugikan dan serangga yang menguntungkan.
e. Hitung jumlah serangga yang merugikan dan menguntungkan berdasarkan spesiesnya,
kemudian saudara rata-rata dengan kelompok lain dalam satu kelas.
f. Berdasarkan hasil saudara, kemudian tentukan apakah lahan tersebut perlu dikendalikan atau
tidak perlu dikendalikan berdasarkan ambang ekonomi serangga tersebut.
g. Nilai ambang ekonomi beberapa serangga yang menyerang tanaman padi
PEDOMAN PRAKTIKUM
MATA KULIAH PENGANTAR TEKNOLOGI PERTANIAN
ACARA 7: PANEN DAN PASCA PANEN PADI SAWAH

TUJUAN : Mengenalkan kepada mahasiswa tentang kriteria panen, cara dan peralatan
panen, penanganan pasca panen serta dapat menghitung potensi produksi
tanaman padi.

DASAR TEORI
Hasil padi yang berkualitas tidak hanya diperoleh dari penanganan budi daya yang
baik saja, tetapi juga didukung oleh penanganan panennya. Waktu panen dan penanganan
pasca panen berpengaruh terhadap jumlah produksi, mutu gabah, dan mutu beras yang
akan dihasilkan. Waktu panen padi yang tepat yaitu jika gabah telah tua atau matang.
Waktu panen yang terlalu awal menyebabkan mutu gabah rendah, banyak beras yang
pecah saat digiling, berbutir hijau, serta berbutir kapur. Panen padi untuk konsumsi
biasanya dilakukan pada saat masak optimal. Panen padi untuk benih memerlukan
tambahan waktu agar pembentukan embrio gabah sempurna. Keterlambatan panen
menyebabkan produksi menurun karena gabah banyak yang rontok.Saat panen di lapangan
dipengaruhi oleh berbagai hal, seperti tinggi tempat, musim tanam, pemeliharaan,
pemupukan, dan varietas tanaman. Pada musim kemarau, tanaman biasanya dapat dipanen
lebih awal. Panen yang baik dilakukan pada saat cuaca terang.

A. Penentuan Saat Panen


Penentuan saat panen merupakan tahap awal dari kegiatan penanganan pasca panen
padi. Ketidaktepatan dalam penentuan saat panen dapat mengakibatkan kehilangan hasil
yang tinggi dan mutu gabah/beras yang rendah. Penentuan saat panen dapat dilakukan
berdasarkan pengamatan visual dan pengamatan teoritis. Secara umum, padi dapat di
panen pada umur antara 110–115 hari setelah tanam.
1) Pengamatan Visual
Pengamatan visual dilakukan dengan cara melihat kenampakan padi pada
hamparan lahan sawah. Berdasarkan kenampakan visual, umur panen optimal padi
dicapai apabila 90 sampai 95 % butir gabah pada malai padi sudah berwarna kuning
atau kuning keemasan. Padi yang dipanen pada kondisi tersebut akan menghasilkan
gabah ber-kualitas baik sehingga menghasil-kan rendemen giling yang tinggi.
Kriteria tanaman padi yang siap dipanen adalah sebagai berikut :
1) Umur tanaman tersebut telah mencapai umur yang tertera pada deskripsi varietas.
2) Daun bendera dan 90% bulir padi telah menguning.
3) Malai padi menunduk karena menopang bulir-bulir yang bernas.
4) Butir gabah terasa keras bila ditekan.Apabila dikupas, tampak isi butir gabah
berwarna putih dan keras bila di gigit.Biasanya gabah tersebut memiliki kadar air
22-25%.
2) Pengamatan Teoritis
Pengamatan teoritis dilakukan dengan melihat deskripsi varietas padi dan
mengukur kadar air biji padi (gabah) dengan moisture tester. Berdasar-kan deskripsi
varietas padi, umur panen padi yang tepat adalah 30 sampai 35 hari setelah berbunga
merata atau antara 135 sampai 145 hari setelah tanam. Berdasarkan kadar air, umur
panen optimum dicapai setelah kadar air gabah mencapai 22 – 23 % pada musim
kemarau, dan antara 24 – 26 % pada musim penghujan (Damardjati, 1974; Damardjati
et al, 1981).

B. Pemanenan
Pemanenan padi harus dilakukan pada umur panen yang tepat, menggunakan alat dan
mesin panen yang memenuhi persyaratan teknis, kesehatan, ekonomi dan ergonomis, serta
menerapkan sistem panen yang tepat. Ketidaktepatan dalam melakukan pemanenan padi
dapat mengakibatkan kehilangan hasil yang tinggi dan mutu hasil yang rendah. Pada tahap
ini, kehilangan hasil dapat mencapai 9,52 % apabila pemanen padi dilakukan secara tidak
tepat.
1) Umur Panen Padi
Pemanenan padi harus dilakukan pada umur panen yang memenuhi persyaratan
sebagai berikut :
(a) 90 – 95 % gabah dari malai tampak kuning.
(b) Malai berumur 30 – 35 hari setelah berbunga merata.
(c) Kadar air gabah 22 – 26 % yang diukur dengan moisture tester.
Gambar 1. Ciri tanaman padi siap panen
2) Alat dan Mesin Pemanen Padi
Pemanenan padi harus meng-gunakan alat dan mesin yang memenuhi persyaratan
teknis, kesehatan, ekonomis dan ergo-nomis. Alat dan mesin yang digunakan untuk
memanen padi harus sesuai dengan jenis varietas padi yang akan dipanen. Pada saat
ini, alat dan mesin untuk memanen padi telah berkembang mengikuti berkembangnya
varietas baru yang dihasilkan. Alat pemanen padi telah berkembang dari ani-ani
menjadi sabit biasa kemudian menjadi sabit bergerigi dengan bahan baja yang sangat
tajam dan terakhir telah diintroduksikan reaper, stripper dan combine harvester.
Berikut ini adalah cara-cara pemanen padi dengan menggunakan ani-ani, sabit
biasa/bergerigi, reaper dan stripper.
(a) Cara Pemanenan Padi dengan Ani-ani
Ani-ani merupakan alat panen padi yang terbuat dari bambu diameter 10 – 20
mm, panjang ± 10 cm dan pisau baja tebal 1,5 – 3 mm. Ani-ani dianjurkan
digunakan untuk memotong padi varietas lokal yang berpostur tinggi. Pe-manenan
padi dengan ani-ani dilakukan dengan cara sebagai berikut :
1) Tekan mata pisau pada malai padi yang akan dipotong.
2) Tempatkan malai diantara jari telunjuk dan jari manis tangan kanan.
3) Dengan kedua jari tersebut tarik malai padi ke arah pisau, sehingga malai
terpotong.
4) Kumpulkan di tangan kiri atau masukkan kedalam ke-ranjang.
(a) (b) (c)
Gambar 2. (a), Alat Panen Ani-ani (b), Panen padi dengan ani-ani (c), Pemanen Padi
dengan Sabit
Sabit merupakan alat panen manual untuk memotong padi secara cepat. Sabit
terdiri 2 jenis yaitu sabit biasa dan sabit bergerigi. Sabit biasa/ bergerigi pada umumnya
digunakan untuk memotong padi varietas unggul baru yang berpostur pendek seperti IR-
64 dan Cisadane. Penggunaan sabit bergerigi sangat dianjur-kan karena dapat menekan
kehilangan hasil sebesar 3 % (Damardjati et al, 1989; Nugraha et al, 1990). Spesifikasi
sabit bergerigi yaitu:
 Gagang terbuat dari kayu bulat diameter ± 2 cm dan panjang 15 cm.
 Mata pisau terbuat dari baja keras yang satu sisinya bergerigi antara 12 – 16 gerigi
sepanjang 1 inci.
Pemotongan padi dengan sabit dapat dilakukan dengan cara potong atas, potong
tengah dan potong bawah tergantung cara perontokan. Pemotongan dengan cara potong
bawah dilakukan bila perontokan dengan cara dibanting/digebot atau meng-gunakan
pedal thresher. Pemotongan dengan cara potong atas atau tengah dilakukan bila
perontokan menggunakan power thresher. Berikut ini cara panen padi dengan sabit
biasa/bergerigi:
1) Pegang rumpun padi yang akan dipotong dengan tangan kiri, kira-kira 1/3 bagian
tinggi tanaman.
2) Tempatkan mata sabit pada bagian batang bawah atau tengah atau atas tanaman
(tergantung cara perontokan) dan tarik pisau tersebut dengan tangan kanan hingga
jerami terputus.
(b) Cara Pemanenan Padi dengan Reaper
Reaper merupakan mesin pemanen untuk memotong padi sangat cepat. Prinsip
kerjanya mirip dengan cara kerja orang panen menggunakan sabit. Mesin ini
sewaktu bergerak maju akan menerjang dan memotong tegakan tanaman dan
menjatuhkan atau me-robohkan tanaman tersebut kearah samping mesin reaper dan
ada pula yang mengikat tanaman yang terpotong menjadi seperti berbentuk sapu
lidi ukuran besar. Pada saat ini terdapat 3 jenis tipe mesin reaper yaitu reaper 3
row, reaper 4 row dan reaper 5 row. Bagian komponen mesin reaper adalah
sebagai berikut :
a. Kerangka utama terdiri dari pegangan kemudi yang terbuat dari pipa baja
dengan diameter ± 32 mm, dilengkapi dengan tuas kopling, tuas pengatur ke-
cepatan, tuas kopling pisau pemotong yang merupakan kawat baja.
b. Unit transmisi tenaga merupakan rangkaian gigi transmisi yang terbuat dari
baja keras dengan jumlah gigi dan diameter ber-macam-macam sesuai de-ngan
tenaga dan kecepatan putar yang diinginkan.
c. Unit pisau pemotong ter-letak dalam rangka pisau pemotong yang terbuat dari
pipa besi, besi strip, besi lembaran yang ukurannya bermacam-macam.
d. Pisau pemotong merupakan rangkaian mata pisau berbentuk segitiga yang
panjangnya 120 cm.
e. Unit roda dapat diganti-ganti antara roda karet dan roda besi/keranjang.
f. Motor penggerak bensin 3 HP – 2200 RPM.
Penggunaan reaper dianjurkan pada daerah-daerah yang kekurangan tenaga
kerja dan dioperasikan di lahan dengan kondisi baik (tidak tergenang, tidak
berlumpur dan tidak becek). Menurut hasil penelitian, penggunaan reaper dapat
menekan kehilangan hasil sebesar 6,1 %. Berikut ini cara pengoperasian mesin
reaper :
 Sebelum mengoperasikan mesin reaper, terlebih dahulu potong/panen padi
dengan sabit pada ke 4 sudut petakan sawah dengan ukuran ± 2 m x 2 m sebagai
tempat berputarnya mesin reaper.
 Sebelum mesin dihidupkan, arahkan mesin pada tanaman padi yang akan
dipanen. Pemanenan dimulai dari sisi sebelah kanan petakan.
 Pemotongan dilakukan se-kaligus untuk 2 atau 4 baris tanaman dan akan
terlempar satu tertumpuk di sebelah kanan mesin tersebut.
 Pemanenan dilakukan dengan cara berkeliling dan selesai di tengah petakan.
(a) (b) (c)
Gambar 3. Alat panen padi : Reaper (a), Panen padi dengan reaper (b), Panen padi dengan
reaper binder (c)
(c) Cara Pemanenan padi dengan Reaper Binder
Reaper binder merupakan jenis mesin reaper untuk memotong padi dengan
cepat dan mengikat tanaman yang terpotong menjadi seperti berbentuk sapu lidi
ukuran besar. Bagian komponen mesin reaper binder adalah sebagai berikut :
a. Kerangka utama yang terdiri dari pegangan kemudi yang terbuat dari pipa baja
dengan diameter ± 32 mm, dilengkapi dengan tuas kopling pisau pemo-tong
yang merupakan kawat baja terserot.
b. Unit transmisi tenaga merupakan rangkaian gigi transmisi yang terbuat dari baja
keras dengan jumlah gigi dan diameter bermacam-macam sesuai dengan reduksi
tenaga dan kecepatan putar yang diinginkan.
c. Unit pisau pemotong merupakan rangkaian mata pisau mata pisau berbentuk
segitiga yang panjangnya antara 40-60 cm.
d. Pisau pengikat terbuat dari besi plat baja, kawat baja, dan besi bulat yang
ukurannya bermacam-macam.
e. Unit pengikat ini dilengkapi dengan tali yang terbuat dari yute berbentuk
gulungan.
f. Unit roda dapat diganti-ganti antara roda karet dan roda besi/keranjang.
g. Motor penggerak bensin 3 HP – 2200 RPM.
Berikut ini cara peng-operasian mesin reaper binder :
 Sebelum mengoperasikan mesin pemanen, terlebih dahulu potong / panen padi
dengan sabit pada ke 4 sudut petakan sawah dengan ukuran ± 2 m x 2 m sebagai
tempat berputarnya mesin stripper.
 Pemotongan dilakukan sekaligus untuk 1 atau 2 baris tanaman sekaligus dan
akan terlempar ke sisi kanan alat, sebelum terlempar, batang jerami yang sudah
terpotong diikat dengan tali peng-ikat melalui mekanisme pengikat pada mesin
tersebut.
 Pemanenan dilakukan dengan cara berkeliling dan selesai di tengah petakan.

C. Penumpukan dan Pengumpulan


Penumpukan dan pengumpulan merupakan tahap penanganan pasca panen setelah
padi dipanen. Ketidak-tepatan dalam penumpukan dan pengumpulan padi dapat
mengakibatkan kehilangan hasil yang cukup tinggi. Untuk menghindari atau mengurangi
terjadinya kehilangan hasil sebaiknya pada waktu penumpukan dan pengangkutan padi
menggunakan alas. Penggunaan alas dan wadah pada saat penumpukan dan pengangkutan
dapat menekan kehilangan hasil antara 0,94 – 2,36 %.

(a) (b) (c) (d)

Gambar 4. Penumpukan hasil panen dengan menggunakan alas (a), Perontokan padi
dengan cara gebot (b), Perontokan padi dengan pedal thresher (c). Perontokan
padi dengan power thresher.

D. Perontokan
Perontokan merupakan tahap penanganan pasca panen setelah pemotongan,
penumpukan dan pengumpulan padi. Pada tahap ini, kehilangan hasil akibat
ketidaktepatan dalam melakukan perontokan dapat mencapai lebih dari 5 %. Cara
perontokan padi telah mengalami perkembangan dari cara digebot menjadi menggunakan
pedal thresher dan power thresher.
1) Perontokan padi dengan cara digebot
Gebotan merupakan alat perontok padi tradisionil yang masih banyak digunakan
petani. Bagian komponen alat gebotan terdiri dari:
(a) Rak perontok yang terbuat dari bambu/kayu dengan 4 kaki berdiri di atas tanah,
dapat dipindah-pindah.
(b) Meja rak perontok terbuat dari belahan bambu/kayu membujur atau melintang
dengan jarak renggang 1 – 2 cm.
(c) Di bagian belakang, samping kanan dan kiri diberi dinding penutup dari tikar
bambu, plastik lembaran atau terpal sedangkan bagian depan terbuka.
Berikut ini cara perontokan padi dengan alat gebot :
(a) Malai padi diambil secukupnya lalu dipukulkan/digebot pada meja rak perontok ±
5 kali dan hasil rontokannya akan jatuh di terpal yang ada di bawah meja rak
perontok.
(b) Hasil rontokan berupa gabah kemudian dikumpulkan.
2) Perontokan padi dengan pedal thresher
Pedal thresher merupakan alat perontok padi dengan konstruksi sederhana dan
digerakan meng-gunakan tenaga manusia. Kelebihan alat ini dibandingkan dengan alat
gebot adalah mampu menghemat tenaga dan waktu, mudah diperasikan dan
mengurangi kehilangan hasil, kapasitas kerja 75 – 100 kg per jam dan cukup
dioperasikan oleh 1 orang. Bagian komponen pedal thresher terdiri dari :
(a) Kerangka utama terbuat dari kayu kaso atau pipa besi dengan ukuran keseluruhan
unit bervariasi, biasanya 120 cm x 120 cm.
(b) Silinder perontok terbuat dari lepengan papan berjajar berkeli-ling membentuk
silinder dengan diameter 36 – 38 cm dan lebar 42 – 45 cm. Di sisi kiri dan kanan
ditutup dengan pipa bulat setebal 2 – 3 cm. Pada lempengan papan tersebut
ditancapkan gigi perontok yang terbuat dari kawat baja berbentuk huruf V terbalik.
Ukuran lempengan kayu, tebal 10 – 15 mm, lebar 90 mm dengan jarak antar
lempengan 15 mm. Tinggi perontok ± 50 mm dengan lebar kaki-kaki sebesar 25
mm dengan jarak antar gigi 40 mm. Jumlah gigi perontok pada satu lempengan 10
buah dan jumlah lempengan papan 12 buah. Cara pemasang-an gigi perontok 20
mm diberi bantalan ball bearing yang posisinya duduk pada rangka utama.
(c) Unit transmisi tenaga melalui rantai sepeda dan spocket yang prinsip kerjanya sama
seperti mesin jahit.
(d) Tutup penahan gabah terbuat dari lembaran plastik atau terpal dengan ukuran > 0
cm x 40 cm x 35 cm. Bagian ini dapat dilepas dari kerangka utama.
Penggunaan pedal thresher dalam perontokan dapat menekan kehilangan hasil padi
sekitar 2,5 %. Berikut ini cara perontokan padi dengan pedal thresher :
a) Pedal perontok diinjak dengan kaki naik turun.
b) Putaran poros pemutar memutar silinder perontok.
c) Putaran silinder perontok yang memiliki gigi perontok dimanfaatkan dengan
memukul gabah yang menempel pada jerami sampai rontok.
d) Arah putaran perontok berlawanan dengan posisi operator (menjauh dari
operator).
3) Perontokan padi dengan power thresher
Power thresher merupakan mesin perontok yang menggunakan sumber tenaga
penggerak enjin. Kelebihan mesin perontok ini dibandingkan dengan alat perontok
lainnya adalah kapasitas kerja lebih besar dan efisiensi kerja lebih tinggi. Bagian
komponen power thresher terdiri dari:
(a) Kerangka utama terbuat dari besi siku, uk. 40 mm x 40 mm x 4 mm dan plat
lembaran baja lunak tebal 1 – 3 mm, merupakan kedudukan komponen lainnya.
(b) Silinder perontok terbuat dari besi strip dengan diameter berjajar berkeliling
membentuk silinder dengan diameter 30 – 40 cm dan lebar 40 – 60 cm. Di sisi kiri
dan kanan ditutup dengan lembaran bulat tebal 2 – 3 mm. Pada besi strip yang
melintang tersebut terpasang gigi perontok yang terbuat dari besi as baja 10 mm,
panjang 50 – 60 mm diperkuat dengan mur. Jumlah gigi perontok 30 – 88 buah.
Diameter poros perontok 25 mm, pada kedua ujung poros diberi bantalan ball
bearing yang posisinya duduk pada kerangka utama.
(c) Dalam ruang silinder terdapat sirip pembawa, saringan perontok dan pelat
pendorong jerami. Sirip pembawa terletak di bagian atas silinder perontok, terletak
menempel pada tutup atas perontok. Sirip ini mengarah ke pintu pengeluaran jerami
di sebelah belakang mesin perontok. Terbuat dari plat lembaran dengan tebal 1 – 2
mm. Jaringan perontok terletak di sebelah bawah silinder perontok, terbuat dari
kawat baja atau besi baja 0,6 – 8 mm bersusun menjajar, membentuk setengah
lingkar-an, jarak antar besi baja adalah 18 – 20 mm dan jarak antara ujung gigi
perontok dan jaringan minimal 15 mm. Pelat pendorong jerami terpasang pada
silinder perontok yang tak terpasang gigi perontok. Bagian ini terbuat dari besi plat
tebal 2 – 3 mm denngan ukuran 15 – 15 mm.
(d) Ayakan terletak di sebelah bawah saringan perontok, ukuran ayakan 45 mm x 390
mm, terbuat dari plat lembaran tebal 1,5 – 2 mm. Ayakan terdiri dari 2 tingkat.
Bagian atas berlubang-lubang dengan ukuran 13 mm x 13 mm dan bagian bawah
rata. Ayakan ini bergerak maju mundur dan naik turun melalui sitem as nocken.
(e) Kipas angin terbuat dari plastik dengan jumlah daun kipas 5 – 7 buah.
(f) Unit transmisi tenaga, melalui puller dan V belt dari motor penggerak silinder
perontok, kipas angin dan gerakan ayakan type V belt yang digunakan adalah tipe
B. Putaran silinder perontok untuk merontokan padi adalah 500 – 600 RPM.
Penggunaan power thresher dalam perontokan dapat menekan kehilangan hasil
padi sekitar 3 %. Berikut ini cara perontokan padi dengan power thresher :
(a) Pemotongan tangkai pendek disarankan untuk merontok dengan mesin perontok
tipe “throw in” dimana semua bagian yang akan dirontok masuk ke dalam ruang
perontok.
(b) Pemotongan tangkai panjang disarankan untuk merontok secara manual denngan
alat atau mesin yang mempunyai tipe “Hold on” dimana tangki jerami dipegang,
hanya bagian ujung padi yang ada butirannya ditekankan kepada alat perontok.
(c) Setelah mesin dihidupkan, atur putaran silinder perontok sesuai dengan yang
diinginkan untuk merontok padi
(d) Putaran silinder perontok akan mengisap jerami padi yang di-masukkan dari pintu
pemasukkan.
(e) Jerami akan berputar-putar di dalam ruang perontok, tergesek terpukul dan terbawa
oleh gigi perontok dan sirip pembwa menuju pintu pengeluaran jerami.
(f) Butiran padi yang rontok dari jerami akan jatuh melalui saringan perontok, sedang
jerami akan terdorong oleh plat pendorong ke pintu peng-eluaran jerami.
(g) Butiran padi, potongan jerami dan kotoran yang lolos dari saringan perontok akan
jatuh ke ayakan dengan bergoyang dan juga terhembus oleh kipas angin.
(h) Butiran hampa atau benda-benda ringan lainnya akan tertiup terbuang melalui pintu
pengeluaran kotoran ringan.
(i) Benda yang lebih besar dari butiran padi akan terpisah melalui ayakan yang
berlubang, sedangkan butir padi akan jatuh dan tertampung pada pintu pengeluaran
padi bernas.

E. Pengeringan
Pengeringan merupakan proses penurunan kadar air gabah sampai mencapai nilai
tertentu sehingga siap untuk diolah/digiling atau aman untuk disimpan dalam waktu yang
lama. Kehilangan hasil akibat ketidaktepatan dalam melakukan proses pengeringan dapat
mencapai 2,13 %. Pada saat ini cara pengeringan padi telah berkembang dari cara
penjemuran menjadi pengering buatan.
1) Pengeringan Padi dengan Cara Penjemuran
Penjemuran merupakan proses pengeringan gabah basah dengan memanfaatkan
panas sinar matahari. Untuk mencegah bercampurnya kotoran, kehilangan butiran
gabah, memudahkan pe-ngumpulan gabah dan meng-hasilkan penyebaran panas yang
merata, maka penjemuran harus dilakukan dengan menggunakan alas. Penggunaan
alas untuk penjemuran telah berkembang dari anyaman bambu kemudian menjadi
lembaran plastik/terpal dan terakhir lantai dari semen/beton. Berikut ini cara
penjemuran gabah basah.
(a) Cara penjemuran dengan lantai jemur
Dari berbagai alas pen-jemuran tersebut, lantai dari semen merupakan alas
penjemuran terbaik. Permuka-an lantai dapat dibuat rata atau bergelombang.
Lantai jemur rata pembuatannya lebih mudah dan murah, namun tidak dapat
mengalirkan air hujan secara cepat bahkan adakalanya menyebabkan genangan air
yang dapat merusakkan gabah. Lantai jemur bergelombang lebih di-anjurkan,
karena dapat meng-alirkan sisa air hujan dengan cepat. Berikut ini cara
penjemuran dengan lantai jemur :
 Jemur gabah di atas lantai jemur dengan ketebalan 5 cm – 7 cm untuk musim
kemarau dan 1 cm – 5 cm untuk musim penghujan.
 Lakukan pembalikan setiap 1 – 2 jam atau 4 – 6 kali dalam sehari dengan
menggunakan garuk dari kayu.
 Waktu penjemuran : pagi jam 08.00 – jam 11.00, siang jam 14.00 – 17.00 dan
tempering time jam 11.00 – jam 14.00.
 Lakukan pengumpulan dengan garuk, sekop dan sapu.

(a) (b) (c)


Gambar 5. Pengeringan padi dengan lantai jemur (a), flat dryer (b), Continuous Flow Dryer
(c)
(b) Cara penjemuran dengan alas terpal/plastik
Alas terpal/plastik dapat juga dipakai untuk alas penjemuran. Beberapa
keuntungan pengguna-an alas terpal/plastik adalah :
 Memudahkan pengumpulan untuk pengarungan gabah pada akhir penjemuran.
 Memudahkan penyelamatan gabah bila pada waktu penjemuran hujan turun secara
tiba-tiba.
 Dapat mengurangi tenaga kerja buruh di lapangan.
Berikut cara penjemuran dengan alas terpal/plastik :
 Jemur gabah di atas alas terpal/plastik dengan ke-tebalan 5 – 7 cm untuk musim
kemarau atau 1 – 5 cm untuk musim peng-hujan.
 Lakukan pembalikan secara teratur setiap 1 – 2 jam sekali atau 4 – 6 kali dalam
sehari. Pembalikan di-anjurkan tanpa mengguna-kan garuk karena dapat
mengakibatkan alas sobek.
 Waktu penjemuran : pagi jam 08.00 – jam 11.00, siang jam 14.00 – 17.00, dan
tempering time jam 11.00 – jam 14.00.
 Lakukan pengumpulan dengan cara langsung digulung.
2) Pengeringan Padi dengan Pengering Buatan
Pengeringan buatan merupakan alternatif cara pengeringan padi bila penjemuran
dengan matahari tidak dapat dilakukan. Secara garis besar pengeringan buatan dibagi
atas 3 bentuk, yaitu tumpukan datar (Flat Bed), Sirkulasi (Recirculation Batch) dan
kontinyu (Continuous Flow Dryer).
(a) Flat Bed Dryer
Flat Bed Dryer merupakan mesin pengering yang terdiri dari:
 Kotak pengering terbuat dari plat lembaran, ber-bentuk kotak persegi panjang
dengan ukuran bervariasi sesuai dengan kebutuhan. Pada kira-kira bagian kotak
terdapat sekat/lantai yang berlubang terbuat dari plat baja lembaran, terbagi
menjadi 2 ruangan, atas dan bawah.
 Blower/kipas dan kompor panas terletak di sebelah luar kotak pengering,
dihubungkan dengan cerobong.
 Kompor pemanas memakai bahan bakar minyak tanah.
Pengeringan dengan meng-gunakan Flat Bed Dryer dilakukan dengan cara
sebagai berikut :
 Padi yang akan dikeringkan di tempatkan pada kotak pengering.
 Api dari sumber panas akan dihembuskan ke bagian/ ruangan bawah dari kotak
pegering oleh blower yang digerakkan motor penggerak.
 Udara panas naik ke ruang atau kotak pengering yang berisi padi melalui sekat
yang berlubang.
 Udara panas akan me-nurunkan kadar air padi.
(b) Continuous Flow Dryer
Continuous Flow Dryer me-rupakan mesin pengering dengan bagian komponen
mesin yeng terdiri dari kotak pengering, komponen pemanas seperti kompor,
kipas/blower, motor penggerak, dan screw conveyor discharge. Ruangan plenum
terletak di bagian tengah butiran padi yang akan dikeringkan. Tinggi kotak
pengering 3 – 5 m. Bagian ini terbuat dari plat baja lembaran dan tebalnya 2 – 3
mm.
Pengeringan dengan continuous flow dryer dilakukan dengan cara sebagai berikut :
 Cara kerja sama dengan drier lainnya, namun padi yang akan dikeringkan
diaduk posisinya oleh screw conveyor.
 Alat ini terdiri dari kotak pengering vertikal, pemanas dan dilengkapi dengan
screw conveyor dischange.
 Gabah yang akan dikeringkan dimasukan pada bagian atas kotak pengering.
Udara pemanas dihembuskan pada salah satu sisi kotak pengering dan keluar
lewat sisi yang lain.
 Pada saat pengeringan gabah terus turun ke bawah dan dikeluarkan pada bagian
bawah “Screw Conveyor Dischange” yang terletak pada bagian bawah kotak
pengering. Besarnya kecepatan keluarnya gabah dapat diatur.

F. Penyimpanan
Penyimpanan merupakan tindakan untuk mempertahankan gabah/beras agar tetap
dalam keadaan baik dalam jangka waktu tertentu. Kesalahan dalam melakukan
penyimpanan gabah/ beras dapat mengakibatkan terjadinya respirasi, tumbuhnya jamur,
dan serangan serangga, binatang mengerat dan kutu beras yang dapat menurunkan mutu
gabah/beras. Cara penyimpanan gabah/beras dapat dilakukan dengan : (1) sistem curah,
yaitu gabah yang sudah kering dicurahkan pada suatu tempat yang dianggap aman dari
gangguan hama maupun cuaca, dan (2) cara penyimpanan menggunakan kemasan/wadah
seperti karung plastik, karung goni, dan lain-lain.
1) Penyimpanan Gabah dengan Sistem Curah
Penyimpanan gabah dengan sistem curah dapat dilakukan dengan menggunakan
silo. Silo merupakan tempat menyimpan gabah/beras dengan kapasitas yang sangat
besar. Bentuk dan bagian komponen silo adalah sebagai berikut :
(a) Silo biasanya berbentuk silinder atau kotak segi-empat yang terbuat dari plat
lembaran atau papan.
(b) Silo dilengkapi dengan sistem aerasi, pengering dan elevator.
(c) Sistem aerasi terdiri dari kipas-kipas angin aksial dengan lubang saluran
pemasukan dan pengeluaran pada dinding silo.
(d) Pengering terdiri sumber pe-manas/kompor dan kipas peng-hembus.
(e) Elevator biasanya berbentuk mangkuk yang berjalan terbuat dari sabuk karet atau
kulit serta plat lembaran.
Penyimpanan gabah/beras de-ngan silo dilakukan dengan cara sebagai berkut :
(a) Gabah yang disimpan dialirkan melalui bagian atas silo dengan menggunakan
elevator, dan dicurahkan ke dalam silo.
(b) Ke dalam tumpukan gabah tersebut dialirkan udara panas yang dihasilkan oleh
kompor pemanas dan kipas yang terletak di bagian bawah silo.
(c) Kondisi gabah dipertahankan dengan mengatur suhu udara panas dan aerasi.

(a) (b)
Gambar 6. Penyimpanan gabah dengan wadah (karung (a) ,Penyimpanan gabah dengan
silo (b)
2) Penyimpanan Gabah dengan Kemasan/Wadah
Penyimpanan gabah dengan kemasan dapat dilakukan dengan menggunakan
karung. Beberapa aspek penting yang perlu diperhatikan dalam penyimpanan gabah
dengan karung adalah :
(a) Karung harus dapat melindungi produk dari kerusakan dalam pengangkutan dan
atau penyimpanan.
(b) Karung tidak boleh meng-akibatkan kerusakan atau pen-cemaran oleh bahan
kemasan dan tidak membawa OPT.
(c) Karung harus kuat, dapat menahan beban tumpukan dan melindungi fisik dan tahan
terhadap goncangan serta dapat mempertahankan ke-seragaman. Karung harus
diberi label berupa tulisan yang dapat menjelaskan tentang produk yang dikemas.

G. Penghitungan Potensi Produksi Padi


Produksi padi bisa diperkirakan dengan cara memanen sampel tanaman pada luasan
yang kecil (meteran/ubinan). Cara menentukan potensi produksi padi dalam luas 1 ha (
kg/ha atau ton/ha) adalah sebagai berikut:

Luasan lahan dalam hektar (ha)


X hasil panen (ton) = … . . ton/ha
Luas lahan sampel yang dipanen dalam ha

H. Metode Praktikum

Bahan : Tanaman padi sawah siap panen


Alat : Alat tulis dan penggaris/meteran/roll meter, alat panen padi, kalkulator
Cara Kerja:
 Kunjungi areal tanaman padi yang siap panen
 Pilih beberapa contoh tanaman dan amati secara teliti ciri-ciri dan buat gambar (foto
tanaman) dan tuliskan beberapa criteria yang bisa dijadikan pedoman bahwa tanaman padi
sudah siap dipanen.
 Laksanakan pemanenan padi dengan alat yang disediakan. Tuliskan nama alat panen dan
cara pemanenan yang dilaksanakan.
 Lakukan perontokan padi dengan alat yang disediakan.
 Ukur luas petak dan timbang hasil bersih padi perluas petak yang dipanen
 Hitung potensi produksi padi per hektar.

DAFTAR PUSTAKA
Damardjati, D.S., H. Suseno, dan S. Wijandi. 1981. Penentuan umur panen optimum padi
sawah (Oryza sativa L.). Penelitian Pertanian, 1 : 19-26.
Deptan. Tanpa tahun. Pedoman Umum Penanganan Pasca Panen Padi.

Anda mungkin juga menyukai