Anda di halaman 1dari 4

Afdal Luthfi

18063047
P.Teknik Elektro

Resume Tentang Tujuan Instruksional

PENGERTIAN TUJUAN INTRUKSIONAL


Istilah intruksional, seringkali diterjemahkan ke dalam kata pengajaran. Tetapi
sebenarnya, intruksional lebih luas daripada pengajaran, karena mencakup pada
semua hal yang mungkin mempunyai pengaruh langsung kepada proses belajar
manusia, bukan hanya terbatas pada hal-hal yang dilakukan guru, tetapi juga sumber-
sumber belajar lain yang dipakai untuk belajar mandiri oleh anak. Pada dasarnya
tujuan intruksional adalah membantu orang untuk belajar.[1]
Beberapa definisi tujuan intruksional yang telah dikemukakan oleh beberapa tokoh,
antara lain sebagai berikut:[2]
          1.      Robert F. Magner (1962), tujuan instruksional sebagai tujuan perilaku yang
hendak dicapai atau yang dapat dikerjakan oleh siswa sesuai kompetensi;
      2.      Eduard L. Dejnozka dan David E. Kavel (1981), tujuan instruksional adalah
suatu pernyataan spefisik yang dinyatakan dalam bentuk perilaku yang diwujudkan
dalam bentuk tulisan yang menggambarkan hasil belajar yang diharapkan;
       3.      Fred Percival dan Henry Ellington (1984),tujuan instruksional adalah suatu
pernyataan yang jelas menunjukkan penampilan / keterampilan yang diharapkan
sebagai hasil dari proses belajar.
Dalam proses belajar mengajar tujuan instruksional dapat di bagi menjadi 2 yaitu
tujuan instruksional umum (TIU) yang menggariskan hasil- hasil di aneka bidang
studi yang harus dicapai siswa dan tujuan instruksional khusus (TIK) yang merupakan
penjabaran dari tujuan instruksional umum yang menyangkut suatu pokok bahasan
sebagai tujuan pengajaran yang konkrit dan spesifik. Menurut Grounlund dalam
Harjanto (2008) tujuan instruksional umum  (TIU) adalah hasil belajar yang
diharapkan yang dinyatakan secara umum dan berpedoman pada perubahan tingkah
laku dalam kelas. Tujuan instruksional umum (TIU) merupakan serangkaian hasil
belajar yang bersifat khusus.sedangkan tujuan instruksional khusus (TIK) adalah hasil
belajar yang dinyatakan dalam istilah perubahan tingkah laku khusus. Tingkah laku
khusus adalah kata kerja yang dapat diamati dan diukur.[3]

MANFAAT MENDESAIN TUJUAN INTRUKSIONAL


Beberapa manfaat dari tujuan interaksional, antara lain sebagai berikut:[4]
1.      Menentukan tujuan (objective) proses belajar mengajar;
2.      Menentukan persyaratan awal instruksional;
3.      Marancang strategi instruksional;
4.      Memilih media pembelajaran;
5.      Menyusun instrumen tes pada proses evaluasi;
6.      Melakukan tindakan perbaikan atau improvement pembelajaran;
7.      Guru mempunyai arahan untuk memilih bahan pembelajaran dan memilih
prosedur(metode) mengajar;
8.      Setiap guru mempunyai batas-batas tugas dan wewenangnya dalam mengajarkan
suatu bahan;
9.      Guru mempunyai patokan dalam menilai kemajuan belajar siswa;
10.  Guru mempunyai kriteria untuk mengevaluasi kualitas maupun efisiensi
pembelajarannya.

C.    KLASIFIKASI TUJUAN INTRUKSIONAL


Adapun taksonomi atau klasifikasi tujuan intruksional menurut Bloom adalah sebagai
berikut:[5]
1.      Ranah kognitif (cognitive domain)
a.       Pengetahuan (knowledge), mencakup ingatan yang pernah dipelajari dan
disimpan dalam ingatan;
b.      Pemahaman (comprehension), mencakup kemampuan untuk menangkap makna
dan arti dari bahan yang dipelajari;
c.       Penerapan (application), mencakup kemampuan menerapkan suatu kaidah atau
metode yang baru;
d.      Analisis (analysis), mencakup kemampuan untuk merinci suatu kesatuan ke
dalam bagian-bagian;
e.       Sintesis (synthesis), mencakup kemampuan membentuk suatu kesatuan;
f.       Evaluasi (evaluation), mencakup kemampuan untuk membentuk suatu pendapat.
2.      Ranah afektif (affective domain)
a.       Penerimaan (receiving), mencakup kepekaan akan adanya suatu perangsang dan
kesediaan untuk memperhatikan;
b.      Partisipasi (responding), mencakup kerelaan untuk memperhatikan secara aktif;
c.       Penilaian/penentuan sikap (valuing), mencakup kemampuan untuk memberikan
penilaian terhadap sesuatu;
d.      Organisasi (organization), mencakup kemampuan untuk membentuk suatu sistem
nilai;
e.       Pembentukan pola hidup (characterization by a value or value complex),
mencakup kemampuan untuk menghayati nilai nilai kehidupan.
3.      Ranah psikomotorik (psychomotoric domain)
a.       Persepsi (perception), mencakup kemampuan untuk membedakan ciri ciri fisik;
b.      Kesiapan (set), mencakup kemampuan untuk menempatkan dirinya dalam
memulai gerakan;
c.       Gerakan terbimbing (guided response), mencakup kemampuan untuk melakukan
sesuatu rangkaian gerak gerik;
d.      Gerakan yang terbiasa (mechanical response), mencakup kemampuan untuk
melakukan sesuatu rangkaian gerak gerik dengan lancar;
e.       Gerakan kompleks (complex response), mencakup kemampuan untuk
melaksanakan suatu keterampilandengan lancar, efisien dan tepat;
f.       Penyesuaian pola gerakan (adjustment), mencakup kemampuan untuk
mengadakan perubahan dan menyesuaikan Pola gerak gerik yang mahir;
g. Kreativitas (creativity), mencakup kemampuan untuk melahirkan aneka pola gerak
gerik yang baru.

D.    FORMAT DALAM MENULIS TUJUAN INTRUKSIONAL


Sehubungan dengan teknis penulisan, maka dalam menulis tujuan intruksional
sebaiknya dinyatakan dengan jelas, artinya tanpa diberi penjelasan tambahan apapun,
pembaca (guru atau siswa) sudah dapat menangkap maksudnya.[6]
Menurut Knirk dan Gustafson dalam Hernawan (2005) dalam merumuskan tujuan
instruksional sebaiknya dinyatakan dalam bentuk ABCD format, artinya:[7]
1.      Audience = A, Yaitu siswa yang belajar untuk mencapai tujuan. Artinya tujuan
yang dirancang untuk siswa bukan guru. Oleh sebab itu komponen siswa harus selalu
ada pada setiap perumusan TIK. Contohnya: siswa kelas 1, siswa kelas 6  dan
sebagainya.
2.      Behavior = B, Yaitu kemampuan yang diharapkan dikuasai siswa setelah
mengikuti pembelajaran. Komponen ini terdiri atas kata kerja yang menunjukkan
kemampuan yang harus ditampilkan siswa dan materi yang dipelajari siswa.
Kemampuan tersebut dinyatakan dalam bentuk kata kerja operasional seperti
menjelaskan, memberi, contoh, menyusun, membuat, merakit,menunjukkan,
mengenal dan sebagainya. Contohnya: membuat larutan oralit, menunjukkan letak
ibukota propinsi dan sebagainya.
3.      Condition = C, Yaitu keadaan yang dipersyaratkan ketika siswa diminta
menunjukkan atau mendemonstrasikan perilaku atau kemampuan yang diharapkan.
Contohnya: “diberikan  sejumlah data, siswa dapat….”(ini berarti bahwa pada saat
kita meminta siswa menunjukkan kemampuan tersebut kita harus menyediakan data) 
atau  “dengan menggunakan rumus ABC, siswa dapat….” (ini berarti siswa dianggap
sudah menguasai kemampuan tersebut apabila siswa melakukannya dengan
menggunakan rumus ABC. Apabila tidak menggunakan rumus ABC berarti siswa
belum menguasai tujuan tersebut).
4.      Degree = D, Yaitu tingkat ukuran yag dicapai untuk menentukan keberhasilan
atau penguasaan siswa terhadap tingkah laku khusus yang ditetapkan. Tingkat
keberhasilan ditunjukkan dengan batas minimal dari penampilan suatu perilaku yang
dapat dianggap diterima. Contohnya: “siswa dapat menjelaskan lima karakteristik
pemimpin yang demokratis” (siswa dianggap belum menguasai tujuan tersebut jika
hanya mampu menjelaskan dua atau tiga karakteristik ersebut) atau  “siswa dapat
menjelaskan dua alas an penting transmigrasi” (siswa dianggap belum menguasai
tujuan tersebut bila siswa hanya mampu menjelaskan satu alasan saja).

Referensi:
[1] Muchammad Eka Mahmud, “Teknologi Pendidikan Konsep Dasar dan Aplikasi”,
(Samarinda: ISNU Kaltim Press, 2013), Cet. 1, hlm. 23.

[3]Ibid., hlm. 6.
diunduh tanggal 27 Agustus 2014, hlm. 1.
[5]Muchammad Eka Mahmud, “Teknologi Pendidikan Konsep...”, hlm. 26-29.
[6]Ibid., hlm. 29.
[7]Dinayla Faradisa, “Perencanaan Tujuan-Tujuan…”, hlm. 8-9.

Anda mungkin juga menyukai