Industri Pertanian
OLEH :
Prof. Dr. Ir Bambang Admadi Harsojuwono I Wayan Arnata, STP., MSi
2015
Teknologi
Polimer
Cetakan: 1 – Denpasar
v: 277 hlm: 16 x 24 cm
ISBN:
Penulis
Desain Grafis
...............................
Tata Letak
................................
Penyunting
...................................
Hak Cipta pada penulis. Dilarang mengutip, memperbanyak, dan menerjemahkan sebagian atau seluruh isi
buku ini tanpa ijin tertulis dari penulis.
Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000 tentang Hak cipta, Bab XII Ketentuan Pidana, Pasal 72, Ayat (1), (2) dan
(6).
1. Barang siapa dengan sengaja dan tanpa Hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam pasal 2
Ayat (1), di Pidana dengan Pidana penjara masing-masing paling singkat 1 (satu) bulan dan / atau denda
2
Sekilas Tentang
Polimer
paling
3
sedikit Rp. 1.000.000,00 (Satu Juta Rupiah), atau Pidana penjara paling lama 7 (Tujuh) Tahun dan
/ atau denda paling banyak Rp. 5.000.000.000,00 (Lima milyar Rupiah).
2. Barang siapa dengan sengaja menyiarkan , memamerkan, mengedarkan atau menjual kepada Umum
suatu ciptaan atau barang hasil pelanggaran Hak Cipta atau Hak Terkait sebagaimana dimaksud pada
Ayat (1), di Pidana dengan Pidana Penjara paling lama 5 (Lima) Tahun dan / atau denda paling
banyak Rp. 500.000.000,00 (Lima ratus juta rupiah).
3. Barang siapa dengan sengaja dan tanpa hak melanggar Pasal 24 atau Pasal 55 diPidana dengan Pidana
Penjara paling lama 2 (Dua) tahun dan / atau denda paling banyak Rp. 150.000.000,00 (Seratus
Lima puluh juta rupiah).
email: .......................................
Isi buku di luar tanggung jawab percetakan
KATA PENGANTAR
..............,........................... 2015
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL.................................................................................viii
A. Pengertian Polimer
Menurut Billmeyer (1971), polimer (poly=banyak, meros =
bagian) merupakan molekul yang berukuran besar (makromolekul)
yang tersusun atas rangkaian berulang yang saling berkaitan
membentuk ikatan kovalen. Unit ulang pada polimer, biasanya
ekivalen dengan monomer, yaitu bahan dasar polimer tersebut.
B. Sejarah Polimer
C. Manfaat Polimer
Dewasa ini, polimer merupakan salah satu ‘bahan teknik’
yang penting untuk keperluan konstruksi atau suku cadang,
disamping bahan konvensional lainnya seperti logam dan keramik.
Sebagai ‘polimer komoditas’, yaitu bahan polimer yang digunakan
pada pembuatan barang keperluan konsumen, misalnya untuk
peralatan rumah tangga, mainan, alat kantor, dan sebagainya,
volume kebutuhannya semakin meningkat. Selain daripada itu,
bahan polimer telah dimodifikasi secara fisiko-kimiawi menjadi
bahan khusus dengan karakteristik tertentu seperti untuk
pembuatan peralatan kesehatan dan komponen elektronika.
Bahan polimer khusus termodifikasi ini, yang walaupun
volume produksinya kecil, harganya dapat mencapai puluhan kali
harga polimer komoditas. Karena latar belakang kebutuhan diatas,
industri bahan polimer kini telah berkembang pesat mencapai
pertumbuhan sampai 7% per tahun. Sampai tahun 1980-an
industri tersebut telah memperkenalkan berbagai bahan polimer
teknik, yang pada berbagai penggunaannya, bahan polimer
tersebut telah menggantikan peranan bahan-bahan lain. Sebagai
salah satu contoh, dalam dunia industri pipa distribusi air dan gas,
bahan baja, besi, tembaga dan keramik telah digantikan oleh
polipropilena dan polivinil klorida yang lebih murah dan mudah
diperoleh (Wirjosentono, 1998).
D. Dampak Polimer
E. Industri Polimer
F. Rangkuman
G. Soal-soal latihan
Sumber : www.chem-is-try.org
Sumber : www.chem-is-try.org
Polietilena CH2CH2
Politetrafluoroetilena
CF2CF2
CO2H
CH3 C
CH 2
Poli (-metil
stirena)
CH2
CH
Poli (1-pentena)
CH2CH2CH3
O O
C - (CH 2 )4 - C - N H - (C H 2 )6 - N H
n
nylon-6,6
2. Chain Linearity
Bentuk paling sederhana dari molekul polimer adalah rantai
lurus atau disebut juga sebagai polimer linear yang terdiri dari
satu rantai utama. Fleksibilitas dari rantai polimer yang tidak
bercabang di pengaruhi oleh persistence length (sifat dasar
mekanis yang mengukur kekakuan dari polimer panjang).
Molekul polimer bercabang disusun dari rantai utama dengan
satu atau lebih cabang. Beberapa tipe khusus dari polimer
bercabang adalah star polymers, comb polymers, dan brush
polymers. Jika polimer mengandung rantai cabang yang
komposisinya berbeda dengan rantai utama maka dia disebut
grafted polymer. Cross-link menunjukkan dimana titik
percabangan dimulai.
i. Linear Polymer
Polimer linear tersusun atas satu rantai panjang yang
kontinu, tanpa adanya percabangan dari rantai tersebut.
iii. Cross-Linking
Terjadinya cross-linking dalam polymer ketika ikatan
valensi primer terbentuk antara moleku-molekul rantai
polymer yang terpisah. Selain ikatan monomer membentuk
rantai polymer, ikatan polymer yang lain terbentuk diantara
polymer tetangganya. Terbentuknya ikatan ini dapat secara
langsung terjadi diantara rantai tetangganya, atau dua
rantai dapat terikat menjadi rantai yang lain. Meskipun tidak
sekuat ikatan pada rantai, cross-links yang banyak
mempunyai “memory” berperan penting pada polymer.
Pada saat polymer diregangkan, ikatan cross-links
mencegah rantai untuk berpisah, dan ikatan ini menguat,
namun ketika tegangan dihilangkan maka struktur akan
kembali kebentuk semula dan objek pun demikian.
5. Stereokimia Polimer
Architecture, polimer yang berbeda arsitektur-nya
mewakili isomer konstitusional dimana hubungan dari atom-
atomnya berbeda. Polimer semacam ini di dapat dari
polimerisasi monomer dari sifat kimia yang berbeda tetapi
memiliki komposisi atom yang yang sama. Rumus molekul
dari unit monomer untuk semua tipe polimer C 2 H 4 O.
Orientation, perbedaan dimana atom dalam polimer
dapat dihubungkan, muncul dari dua cara penambahan dari
monomer yang sama untuk pertumbuhan rantai polimer.
Geometric isomerism, dicontohkan sebagai berikut
polimerisasi dari 1,3-diena mempunyai dua ikatan rangkap
yang berbeda yang dapat mengalami tiga isomergeometri.
Tacticity, dalam mempelajari sifat dan struktur molekul
polimer. Ada 2 kelompok susunan geometris yang harus
dicermati adalah : 1) Geometri yang muncul akibat rotasi
gugus pada ikatan tunggal atau biasa dikatakan perubahan
konformasi, dan 2) Konfigurasi rantai molekul yaitu susunan
yang bisa diubah hanya dengan cara memutuskan ikatan
kimianya. Struktur kimia akan berubah bila terjadi perubahan
konfigurasi rantai polimer. Hal ini mengakibatkan berubahnya
sifat kimia dan sifat fisika pada polimer tersebut.
I. Sifat-sifat Polimer
1. Sifat Kimia
2. Sifat Fisik
Faktor-faktor yang mempengaruhi sifat fisik polimer
diantaranya:
1. Panjang rata-rata rantai polimer
Dengan bertambah panjangnya rantai polimer, Kekuatan
dan titik leleh akan naik.
2. Gaya antarmolekul
Polimer akan menjadi kuat dan sukar meleleh bila pada
rantai polimernya gaya antar molekulnya besar.
3. Percabangan
Rantai polimer yang mempunyai cabang banyak daya
tegang dan titik leburnya rendah.
4. Ikatan silang antar rantai polimer
Jaringan yang kaku dan keras pada polimer disebabkan
oleh ikatan silang antar rantai polimer. Bila ikatan silang
pada polimer bertambah banyak maka polimer akan
bertambah kaku dan mudah patah.
5. Sifat kristalinitas rantai polimer
Polimer dengan struktur yang beraturan memiliki
kristanilitas yang tinggi sehingga memiliki ketahanan dan
kekuatan yang lebih baik terhadap pengaruh berbagai
bahan kimia dan enzim. Sedangkan polimer yang
strukturnya tak beraturan memiliki kristanilitas yang
rendah sehingga rapuh atau sifatnya amorf.
3. Sifat Mekanik
Menurut Arifianto 2008, sifat mekanik polimer antara lain
sebagai berikut :
1. Strength/kekuatan adalah sifat mekanik yang dimiliki
polimer. Macam kekuatan polimer, antara lain:
1) Tensile Strength/Kekuatan Tarik. Kekuatan tarik ialah
tegangan yang diperlukan guna memutuskan suatu
contoh benda. Ini sangat diperlukan untuk mengetahui
kemampuan polimer yang ditarik, misalnya : fiber
kekutan tariknya baik
2) Compressive strength/Ketahanan terhadap Tekanan.
Ketahanan terhadap tekanan ialah kemampuan suatu
bahan untuk menahan beban tekanan yang berat.
Misalnya, beton kekuatan tekannya bagus
3) Flexural strength/Ketahanan pada bending adalah
ketahanan saat bahan tersebut dibengkokkan. Jika
Polimer kuat saat dibengkokkan maka polimer dikatakan
mempunyai flexural strength
4) Impact strength ialah kekuatan polimer terhadap suatu
reaksi yang datang tiba-tiba. Misalnya suatu polimer
tetap kuat meskipun tiba-tiba dipukul dengan keras.
2. Elongation
Salah satu bentuk deformasi adalah elongation. Deformasi
adalah berubahnya ukuran ketika suatu bahan diberi gaya.
Elongasi biasanya dinyatakan dengan persentase dimana
persentase elongasi adalah panjang polimer setelah diberi
gaya (L) dibagi panjang sampel sebelum diberi gaya (Lo)
kalikan 100.
3. Modulus
Modulus diukur dengan cara tegangan dibagi elongasi.
Satuan modulus = satuan kekuatan (N/cm2).
4. Toughness/Ketangguhan
Ketangguhan adalah seberapa besar energi yang mampu
diserap suatu bahan sebelum patah.
J. Klasifikasi Polimer
Pemakaian polimer sekarang sudah sangat luas
pemanfaatannya dan berbagai pengetahuan tentang polimer terus
berkembang. Dengan semakin banyaknya jenis polimer dan
memudahkan kita mengetahui jenis polimer dibuatlah sistem
klasifikasi. Beberapa cara mengklasifikasikan polimer, yaitu: 1)
berdasarkan sumber, 2) berdasarkan struktur, 3) berdasarkan
gaya molukuler, 4) berdasarkan monomer.
1. Berdasarkan Sumber
Polimer terbagi atas tiga kelompok berdasarkan sumbernya,
yaitu :
Polimer Alami, yaitu bahan yang berasal dari makhluk
hidup dan terjadi secara alami. Contoh polimer alam antara
lain selulosa, protein, karet alam dan pati. Polimer ini
umumnya bersifat tidak stabil saat pemanasan dan
jumlahnya pun terbatas, bersifat hidrofilik (mudah
menyerap air), dan sukar dilebur dan dibentuk, maka
penggunaan polimer alam ini menjadi terbatas. Hal ini
menyebabkan fungsi polimer jenis ini sulit dikembangkan
secara lebih luas. Beberapa contoh polimer alam seperti
disajikan pada tabel berikut ini.
Tabel 4. Contoh Polimer Alam
No Polimer Monomer Polimerisasi Contoh
1 Pati/amilum Glukosa Kondensasi Biji-bijian, akar
umbi
2 Selulosa Glukosa Kondensasi Sayur, Kayu,
Kapas
3 Protein Asam Kondensasi Susu, daging,
amino telur, wol, sutera
4 Asam Nukleotida Kondensasi Molekul DNA
nukleat dan RNA (sel)
5 Karet alam Isoprena Adisi Getah pohon
karet
Sumber: Rangga, D, 2011
2. Berdasarkan struktur
Berdasarkan struktur rantainya dapat dibagi menjadi tiga
golongan antara lain:
Polimer Linier adalah polimer yang terbentuk atas unit
berulang yang saling bergandengan sehingga terbentuk
rantai yang panjang. Polimer jenis ini bisa terlarut pada
beberapa pelarut dan berwujud padat pada suhu normal.
Umumnya tersedia dalam bentuk termoplastik atau
elastomer, misalnya polietilena, poli(vinil klorida)/PVC,
poli(metal metakrilat)/PMMA, lucite, plexiglas/perspex, nilon
66 dan poliakrilonitril (orlon atau creslan).
Gambar 4. Struktur polimer linier
Ikatan kimia
4. Berdasarkan monomer.
Polimer dikelompokkan berdasarkan macam monomernya
ialah homo-polimer dan ko-polimer. Homopolimer tersusun
atas satu macam monomer dan kopolimer tersusun lebih dari
satu macam monomer. Untuk mengetahui lebih jelas
perbedaan kedua golongan polimer tersebut dapat dilihat pada
uraian berikut ini.
i. Homopolimer
Homopolimer adalah polimer yang tersusun atas monomer
tunggal, struktur polimernya . . . – A – A – A – A–A – A- . . .
Contoh: PVC, Selulosa, Teflon, polisterina, polipropilena.
ii. Kopolimer
Kopolimer adalah polimer yang terdiri atas dua macam atau
lebih monomer tak sejenis. Contoh: DNA (dari pentosa,
basa nitrogen, dan asam fosfat), dakron, nilon 66, melamin
(dari urea dan formaldehida), tetoron, protein, bakelit (fenol
dan formaldehida).
1. Kopolimer acak,
Kopolimer adalah rantai polimer yang terdiri atas satuan
berulang tak sama yang berikatan secara acak.
Strukturnya: . . . – A – B – A – A – B – B – A – A –. . . .
2. Kopolimer bergantian,
Kopolimer adalah rantai polimer yang terdiri atas
sejumlah grup berulang yang tidak sama yang
berikatan secara selang-seling. Strukturnya:. . . – A – B
–A–B–A–B–A–B–...
4. Kopolimer tempel/grafit
Kopolimer yang mempunyai satu macam grup
berulang menempel pada punggung polimer yang lurus
dimana grup berulang tersebut cuma punya satu jenis
monomer.
K. Rangkuman
L. Soal-soal latihan
POLIMERISASI
Reaksi :
polimerisasi
Monomer polimer
etilena
Polimer polietilena
R O
H R O
nH N C
- H2O
2 C OH N C C
H H
n
asam amino polipeptida
A. Polimerisasi Adisi
53
n H2C = CH CH2 C
n
Cl Cl
vinilklorida polivinilklorida (PVC)
Teknologi
Polimer
54
Proses ini bila diteruskan dapat membentuk molekul polimer
berukuran besar, dimana ikatan rangkap karbon (C=C) pada
etilena akan diubah jadi ikatan tunggal (C– C) pada
polietilena.
Polivinil klorida
n CH2 = CHCl → [ - CH2 - CHCl - CH2 - CHCl - ]n Vinil klorida polivinil klorida
Poliakrilonitril
n CH2 = CHCN → [ - CH2 - CHCN - ]n
Polistirena
B. Polimerisasi Kondensasi
A m B n Poli(A-b-B)
2. Kopolimer graft (cangkok atau tempel)
A A A A A A
B B
B B
B
B
B B Poli(A-g-B)
AAA
A AAA
AA
B
B
kopolimer sisir
kopolimer bintang
4. Kopolimer Acak
A B A B B A
B poli(A-co-B)
D. Komposit
F. Soal-soal latihan
TEKNIK POLIMERISASI
Dalam berbagai kebutuhan hidup polimer sering kita jumpai
baik dalam bentuk peralatan rumah tangga atau yang lainnya
misalnya plastik, gelas, ember, kotak makan dan sebagainya.
Polimer ini punya banyak keunggulan diantaranya kuat, ringan,
tahan terhadap karat/korosi, pada kondisi asam relatif tahan, awet
serta relatif tahan hingga suhu tinggi, menyebabkan penggunaan
polimer semakin diminati. Hal inilah yang menyebabkan ilmu
pengetahuan tentang polimer berkembang pesat.
Polimer merupakan ilmu yang sangat dinamis sehingga
untuk dapat memahami serta mengembangkan ilmu polimer,
diperlukan pengetahuan tentang konsep-konsep dasar polimer.
Selanjutnya dengan konsep dasar ini bisa dikembangkan untuk
menganalisis dan mengukur bobot molekul polimer. Dalam
polimer ilmu yang tidak kalah pentingnya untuk dikuasai yaitu
teknik pemisahan dan pengukuran sampel polimer.
Dalam polimerisasi terdapat 2 teknik yang bisa dipakai
untuk menghasilkan polimer, yaitu teknik homogen dan heterogen.
Teknik homogen dengan cara polimerisasi massa dan larutan, dan
teknik heterogen dengan cara emulsi dan suspensi.
b. Elusi bertingkat
Cara kerja :
1) Buat ekstraksi polimer dari zat padat yang dimasukkan
dalam larutan.
2) Buat kolom dan isi sampel dan bahan polimer, setelah
itu secara bertahap elusi menggunakan campuran
antara bahan pelarut dan bukan pelarut. Polimer yang
dihasilkan akan keluar melalui kolom dan pertama kali
keluar ialah polimer yang punya massa molekul kecil,
selanjutnya akan keluar bahan yang massa molekul
lebih besar, demikian seterusnya bahan yang dihasilkan
massa molekul akan terus bertambah.
.
c. Kromatografi Permiasi Gel (KPG)
Cara kerja:
1) Buat kolom yang isi dengan sejumlah bahan kemasan
polimer.
2) Pada kolom lewatkan larutan sampel yang diamati, elusi
dengan pelarut dalam jumlah yang lebih banyak.
2. Polimerisasi Larutan
2. Polimerisasi Suspensi
D. Soal-soal latihan
DEGRADASI POLIMER
(DEGRADABLE POLYMER )
1. Degradasi kimia
Degradasi kimia ialah berubahnya keadaan suatu
polimer karena reaksi kimia atau terjadi penguraian bagian-
bagian polimer akibat reaksi dengan polimer lain di dekatnya,
sehingga menyebabkan terjadinya pemecahan suatu molekul
jadi lebih kecil/sederhana dengan cara alami atau buatan.
Seperti pada polimer-polimer vinil terjadi penguraian
secara kimia, karena struktur polimer vinil yang terdiri atas
rantai karbon tak punya gugus-gugus fungsional selain ikatan
rangkap dua pada polimer diena namun reaksinya terbatas
hanya oksidasi.
Polimer ini penguraiannya sangat lama jika hanya
mengandalkan reaksi dengan oksigen dan sifatnya otokatalitik.
Reaksi tersebut akan lebih cepat dengan adanya katalis pada
proses oksidasi atau bisa juga dengan pemanasan/penyinaran.
Untuk polimer tak jenuh penguraian oksidatifnya sangat cepat
melalui proses radikal bebas yang komplek dengan memakai
peroksida dan hidroperoksida untuk zat antaranya. Selain itu
polimer tak jenuh cepat sekali bereaksi dengan ozon.
Degradasi dengan ozonolisis berguna meningkatkan daya
tahan ozon yaitu meletakkan alkena pada ikatan silangnya,
maka pemotongan ikatan oksidatif tak mengurangi berat
molekulnya.
Tanda-tanda terjadi degradasi kimia pada polimer ialah
berubahnya sifat kimia, fisik dan mekaniknya. Perubahan sifat
kimia dimana rantai dan ikatan polimer berbeda dengan ikatan
polimer asal. Perubahan sifat fisik tampak dari warna yang
berubah, banyak pori/retakan sehingga menjadi rapuh, muncul
bau air yang menyengat. Perubahan sifat mekaniknya antara
lain kuat tarik, kuat tekanan, kuat patahan, kuat menahan
pukulan yang mendadak dan kekerasan.
1) Hidrolisis
Hidrolisis adalah kepekaan nilon terhadap penguraian/
degradasi yang disebabkan asam dan akan mengalami
keretakan bila terkena asam kuat. Hal tersebut sering
disebut stress korosi retak.
2) Fluoroelastomer
Degradasi kimia fluoroelastomer pada kondisi
alkalin yaitu NaOH 10% dan suhu 80 oC adalah
penguraian/degradasi yang mula-mula terjadi hanya di
sekitar wilayah permukaan beberapa nanometer saja.
Awalnya permukaan paparan menjadi kasar waktunya
kira-kira satu minggu dan selanjutnya pada permukaan
akan terjadi keretakan setelah kontak dalam waktu yang
lebih lama. Adanya penyinaran dalam waktu yang cukup
lama kurang lebih 12 minggu akan menyebabkan
degradasi yang lebih luas sampai di bawah permukaan
fluoroelastomer. Hal ini akan berpengaruh cukup kuat
terhadap sifat mekanik. Untuk mengukur mekanisme
molekuler pada degradasi kimia permukaan ini dengan
analisis permukaan (XPS dan ATR-FTIR), dimana
terjadinya awal penguraian/degradasi diketahui dengan
dehydrofluorination.
3) Klor-Induced Cracking
Klorin adalah salah satu gas yang reaktif sekali
yang mampu menyerbu polimer yang lemah misalnya
resin asetal dan polybutylene pipa. Gas ini akan
menyerang bagian yang paling sensitif dari rantai
molekul yaitu bagian sekunder, tersier atau allylic atom
karbon. Setelah itu akan terjadi oksidasi rantai karbon
yang mengakibatnya terjadinya retakan/perpecahan.
Hal ini disebabkan oleh sisa-sisa klorin yang ada pada
air dan penambahan bahan anti bakteri. Selain itu
berubahnya warna di permukaan fraktur diakibatkan
adanya endapan karbonat yang berasal dari pasokan air
yang mengakibatkan sendi telah dalam keadaan yang
kritis selama berbulan-bulan.
6) Degradasi Poliester
Degradasi polyester bisa berlangsung meskipun
tidak ada asam katalis yang mengakibatkan degradasi
PVC. Jika hidrolisis air berperan sebagai katalis reaktif
bukan asam, maka selama proses berlangsung akan
terjadi degradasi pada suhu dan tekanan yang tinggi.
Pada reaksi ini molekul air akan menyerang CO pada
ikatan ester dan akan memecah setengah dari polimer
tersebut. Molekul air dipecah lalu berikatan dengan
sebuah atom hydrogen maka terbentuklah asam
karboksilat dari atom karbon dengan oksigen yang
berikatan ganda dan pada ujung lain akan terbentuk
alkohol dari sisa-sisa reaksi. Hasil reaktif tersebut bisa
pula mengakibatkan terjadinya degradasi lanjutan pada
rangkaian polimer. Pemutusan rangkaian tersebut
biasanya menyebabkan penurunan pada berat molekul
polimer, jumlah dan kekuatan rangkaian antar molekul
serta tingkat keterkaitan. Hal ini menyebabkan mobilitas
rantai meningkat, kekuatan polimer menurun dan
deformasi pada tegangan rendah meningkat.
2) Degradasi Nilon
Selain plastik polimer yang banyak ditemukan
adalah nilon. Nilon memang banyak dijumpai dalam
industri tekstil untuk pakaian dan karpet, akan tetapi
tidak hanya itu nilon juga digunakan dalam dunia
outomotif yaitu untuk ban tali yaitu lapisan dalam ban
kendaraan yang dipasang di bawah karet. Nilon padat
dipakai pada bantalan mesin dan roda gigi.
Du Pont ialah sebuah perusahaan kimia terbesar
milik negara Amerika Serikat telah sukses menciptakan
teknologi daur ulang nilon dengan memakai teknologi
ammonolysis. Riset daur ulang nilon ini ternyata
sebelumnya sudah ada pilot plantnya, yaitu telah lama
dibangun di wilayah Ontario, tepatnya di kota Kingston,
Kanada. Riset dan pengembangan proses ammonolysis
ini telah dilakukan oleh pihak Du Pont selama bertahun-
tahun sebelum akhirnya diaplikasikan secara luas.
Ammonolysis yang diciptakan oleh Du Pont ialah
teknologi degradasi polimer untuk dua jenis yaitu Nilon
PA6 dan PA66. Pada proses ini nilon yang hendak
diolah langsung proses tanpa dipisahkan antara nilon
PA6 dan PA66 dan hasil olahan nilon dengan proses ini
menunjukan kualitas yang sama dengan nilon
sebelumnya. Inilah yang membedakan daur ulang
dengan ammonolysis dengan daur ulang lainnya.
Dimana daur ulang yang lain hasil daur ulangnya akan
mempunyai kualitas yang lebih rendah sedangkan
dengan proses ammonolysis hasilnya serupa dengan
bahan dasarnya. Hal inilah yang menyebabkan
mudahnya memasarkan kembali hasil olahan nilon
karena kualitas bahan yang dihasilkan homogeny. Bila
dilihat dari sudut pandang ekonomis hal ini sangat
penting, akan tetapi yang sangat penting yaitu bahwa
dengan berhasilnya daur ulang ini maka pelestarian
lingkungan hidup akan terwujud.
4. Degradasi radiasi
Pada degradasi dengan energi tinggi atau radiasi,
contohnya sinar gamma, sinar X atau partikel, semua unit
molekul akan terkena dampaknya jika ada faktor
pendukungnya antara lain aditif, oksigen, kristalin atau pelarut
tertentu.
5. Degradasi mekanis
Degradasi mekanis bisa berlangsung saat pemprosesan
maupun ketika produk tersebut digunakan yaitu dengan adanya
gaya geser, dampak benturan, adanya tekanan dan sebagainya
(http://id.wikipedia.org/wiki/maleat anhidrida).
2. Degradasi biokimia
C. Rangkuman
Degradasi polimer merupakan proses yang ditandai
dengan pecahnya tulang punggung rantai utama atau ikatan-
ikatan gugus samping yang terjadi baik secara alami maupun non
alami. Degradasi meliputi seluruh pengerusakan sifat-sifat polimer
yang berguna secara komersial seperti pengurangan atau
penambahan massa molekul relatif.
Degradasi secara non alami adalah kerusakan yang
terjadi yang disebabkan oleh kimia, panas (termal), cahaya
(fotodegradasi) dan energi tinggi (radiasi).
Degradasi kimia ialah berubahnya keadaan suatu polimer
karena reaksi kimia atau terjadi penguraian bagian-bagian polimer
akibat reaksi dengan polimer lain di dekatnya, sehingga
menyebabkan terjadinya pemecahan suatu molekul jadi lebih
kecil/sederhana dengan cara alami atau buatan.
D. Soal-soal latihan
1. Apa maksud dari Degradasi polimer (jelaskan)?
2. Sebutkan dan uraikan jelaskan jenis degradasi polimer?
3. Sebutkan dan uraikan degradasi secara alami?
4. Sebutkan dan uraikan degradasi non alami?
BABV I
NON BIODEGRADABLE
POLYMER
A. Polietilena (polyethylene)
Menurut Billmeyer (1994) polietilena ialah material
termoplastik yang transparan, warnanya putih yang memiliki titik
lebur antara 1100C - 1370C. Polietilena biasanya resisten pada
bahan kimia. Pada suhu kamar polietilena tak bisa larut pada
pelarut organik maupun anorganik.
Polietilen merupakan polimer yang sangat kristal dan
mempunyai sifat hydrophob tinggi dengan energi permukaan
rendah, serta terbatasnya situs aktif yang ada pada permukaan
polietilen yang membatasi dalam pemanfaatannya.
Polimer polietilen merupakan bahan yang banyak digunakan untuk
pembuatan komposit, namun dalam pembuatannya tidak
diperoleh hasil yang homogen karena perbedaan polaritas antara
polimer dan bahan pengisi. (Yuniari, A., 2011).
Polietilena atau biasanya disebut plastik dibentuk dari
reaksi adisi monomer-monomer etilena yang umumnya memiliki
cirri-ciri tak berbau, tak berwarna dan tak beracun. Terdapat dua
macam polietilena, yaitu polietilena dengan kerapatan/densitas
rendah dan polietilena dengan kerapatan tinggi. Perbedaan
keduanya adalah dari cara membuatnya dan bentuk fisiknya.
Pada polietilen dengan densitas rendah umumnya berbentuk
lapisan/hamparan tipis dipakai untuk bungkus makanan, kantung
plastic dan jas hujan. Adapun polietilen densitas tinggi sifatnya
lebih keras tapi masih mudah dibentuk. Umumnya dipakai untuk
pelapis kawat dan kabel serta sebagai peralatan dapur misalnya
ember, panci dan lain-lain.
Untuk meningkatkan interaksi antara bahan pengisi dengan
matriks polimer telah dilakukan beberapa cara salah satunya
dengan menambahkan senyawa penghubung (coupling agent)
sehingga meningkatkan sifat antar muka dan adhesi bahan
pengisi dengan matriks polimer (Sitepu, I.W., 2009)
Pembuatan Polietilena menurut Surdia, S., (1995) melalui
proses polimerisasi gas etilen yang diperoleh dengan memberi
hidrogen gas petrolium pada pemecahan minyak (nafta), gas alam
atau asetilena. Seperti ditunjukkan pada reaksi berikut ini
a. Karakteristik HDPE
Kontong plastik
Bagian elektronik
Kotak makan dan tempat peralatan laboratorium
Permukaan anti korosi
B. Polipropilena (polypropylene)
Polipropilena hampir sama dengan polietilen, karena
monomer pembentuknya adalah propilena. Perbedaan keduanya
pada jumlah atom C-nya. Bila dibandingkan polipropilena lebih
kuat dan lebih tahan dari polietilena, sebab itu banyak digunakan
untuk membuat botol, tali dan lainnya. Sebab itu botol dari
polipropilena bisa dibuat lebih tipis daripada polietilena.
Monomer polipropilena (CH2=CHCH3) diperoleh dari hasil
samping pemurnian minyak bumi. Polipropilena (CH 2-CHCH3)n
merupakan suatu jenis polimer termoplastik yang mempunyai sifat
melunak dan meleleh jika dipanaskan (Billmeyer, 1971)
Polipropilena merupakan polimer hidrokarbon yang
termasuk kedalam polimer termoplastik yang dapat diolah pada
suhu tinggi. Adapun struktur propilena tampak pada gambar 16.
1. Struktur Polipropilena
Dalam struktur polimer atom-atom karbon terikat secara
tetrahedral dengan sudut antara ikatan C-C 109,5 o C dan
membentuk rantai zigzag planar. Untuk polipropilena struktur
zigzag planar tiga dimensi dapat berlangsung melalui 3 cara
yang berlainan tergantung pada tempat gugus metilnya. Ini
menghasilkan struktur isotaktik, sindiotaktik atau taktik. Ketiga
struktur polipropilena tersebut pada pokoknya secara kimia
berbeda. Pada polipropilena isotaktik semua gugus metil (CH)
berada pada belahan yang sama dari rantai utama karbonnya,
pada sindiotaktik gugus metil terletak arah berlawanan selang-
seling, sedangkan yang ataktik gugus metilnya acak seperti
gambar dibawah ini (Hartomo, A.J., 1995).
Gambar 17. Polipropilena (a) isotaktik (b) sindiotaktik (c) ataktik
2. Kegunaan Polipropilena
Aplikasi Polipropilena (PP) dapat kita jumpai dalam
kehidupan sehari-hari dalam berbagai bentuk antara lain : alat
tulis, pengemasan, tekstil, berbagai tipe wadah yang dapat
dipakai berulang-ulang, perlengkapan laboratorium, komponen
otomotif, dan pengeras suara.
(http://en.wikipedia.org.wiki.Polypropylene).
Produk poli(propena) lebih tahan terhadap goresan
daripada produk poli(etena) yang bersesuaian. Poli(propena)
digunakan untuk bagian dalam mesin pencuci, komponen
mobil, kursi, tangkai pegangan, kotak, keranjang, pipa,isolator
listrik, kemasan (berupa lembaran tipis) makanan dan barang
(Cowd, M.A., 1991).
D. Polyethylene terephthalate,
Polyethylene terephtalate (PET) merupakan keluarga
polyester seperti halnya PC. PET berbahan dasar glikol (EG) dan
terephtalic acid (TPA) atau dimetyl ester atau asam terepthalat
(DMT). Beberapa jenis PET memiliki sifat antara lain : 1) PET
Polymer biasanya dilapisi fiber glass atau filler mineral agar lebih
kuat. 2) Untuk film PET-nya berwarna jernih, tak tembus air (liat),
kuat, berdimensi stabil, tahan api, tak toxic, bersifat permiabel
terhadap gas, kadar air dan baunya rendah. 3) untuk engineer
resin PET-nya bersifat kaku, sangat kuat, berdimensi stabil, daya
tahan terhadap panas dan bahan kimia tinggi, memiliki sifat
elektrikal yang bagus. Namun semua jenis PET mempunyai daya
serap yang rendah terhadap uap air dan air.
Di dunia kebanyakan plastik PET dipakai dalam bidang
tekstil sebagai serat sintetis yaitu sebesar 60%. PET atau dikenal
dengan polyester biasanya untuk bahan dasar botol atau gelas
kemasan yang jernih yaitu sekitar 30%. Botol PET/PETE ini
disarankan hanya satu kali digunakan, sebab jika berulang kali
digunakan terutama untuk makanan/minuman hangat atau panas,
dapat menyebabkan lapisan polimer pada botol meleleh dan
menghasilkan zat karsinogenik (penyebab kanker). Lambang dari
PET di bawah kemasan, tertulis angka 1 di tengah segitiga.
E. Polistiren (Polystyrene)
Polistirena merupakan polimer yang terdiri dari monomer
stirena C6H5CH=CH2, biasanya berbentuk plastik jernih dan keras,
memiliki penampilan lembut dengan kecerahan baik. Polistirena
termasuk golongan termoplastik. Polimer ini memiliki nama
komersial styrofoam dan banyak dipakai untuk komponen perabot,
pengemas, bahan isolasi baik listrik atau panas, mainan dan
sebagainya. Stirena dibuat melalui pirolisis dehidrogenasi dari
etilbenzena. Sedangkan etilbenzena dihasilkan dari sintesa
etilena dan benzena. Polistirena adalah bahan yang tahan
terhadap asam, basa dan garam. Polistirena bisa dipakai sebagai
bahan pengganti logam (bersifat konduktor) dan kayu (tahan suhu
dan tekanan) sehingga penelitian polimer ini terus dilakukan.
Polistiren dibuat dari sebuah hidrokarbon cair yang
diproduksi secara komersial dari minyak bumi. Dalam suhu
ruangan, umumnya bersifat termoplastik padat. Pada suhu tinggi,
dapat meleleh yang kemudian kembali padat pada suhu normal
(http://en.wikipedia.org.wiki. Polystyrene).
F. Polikarbonat (polycarbonate)
Sejarah penemuan polikarbonat bermula pada abad XIX.
Polikarbonat ditemukan oleh Alfred Einhorn, kimiawan Jerman,
tahun 1898. Pada waktu itu beliau bekerja di Universitas Munich.
Saat beliau melakukan penelitiaannya dengan eter,
beliaumenemukan reaksi antara fosgen dengan tiga isomer
dihidroksi-benzena dan diperoleh polieter dari karbondioksida
yang berwujud transparan, tahan panas dan zat yang tidak larut.
Pada tahun 1953, seorang pekerja di perusahaan Jerman, Bayer
Hermann Schnellmemperoleh polikarbonat untuk percobaan
pertamanya. Pada tahun yang sama, polikarbonat dipatenkan
dengan nama dagang “Macrolon”. Pada tahun yang sama tahun
1953, tetapi seminggu kemudian, material ini disintesis
oleh pekerja perusahaan Amerika, General Electric Daniel Fox.
Dua industri raksasa di dunia mengadakan negosiasi
berhubungan dengan siapa yang akan memperoleh hak untuk
menjadi penemu polikarbonat. Permasalahan diselesaikan dan
pada tahun 1955 General Electric menetapkan material di bawah
merek dagang Lexan. Setelah puluhan tahun berlalu pada
tahun 1958 Bayer Company dan tahun 1960 General Electric,
kedua memperoleh polikarbonat yang cocok dan memulai industri
mereka
Polycarbonate dihasilkan dari reaksi kondensasi antara
bisphenol A dengan fosgen (phosgene) pada kondisi alkali.
Polimer ini bersifat antara lain: impact strength-nya sangat bagus,
jernih seperti air, tahan terhadap cuaca, tahan temperature tinggi,
flameabilitasnya rendah, mudah diolah.
Polimer termoplastik yang bentuknya dapat diubah-ubah
sesuai kebutuhan dengan proses pemanasan adalah polikarbonat.
Keunggulan dari plastik jenis ini yaitu bening dan jernih seperti air,
kekuatan benturan yang baik, tahan terhadap perubahan cuaca
tinggi, tahan temperature tinggi, mudah diolah, dan tingkat
flameabilitas yang rendah. Dari keunggulan tersebut membuat
polikarbonat sering digunakan sebagai pengganti kaca dalam
peralatan, pengolahan, dan aplikasinya. Polikarbonat diidentifikasi
memiliki kode nomor 7. Hal tersebut karena plastik jenis ini
tersusun atas polimer yang memiliki gugus karbonat dalam rantai
molekuler yang panjang (Gambar 21). Polikarbonat dibentuk dari
hasil polimerisasi dari garam natrium bisphenolic dengan fosgen.
Berdasarkan materi pengikat tipe polikarbonat yang sering
digunakan adalah bisfenol-A (BPA). bisfenol-A merupakan tipe
polikarbonat paling umum yang terdapat dalam plastik.
Polikarbonat dapat dilaminasi menjadi kaca anti peluru dan
sifatnya hampir sama dengan akrilik, tetapi polikarbonat lebih kuat
dan tahan pada temperatur tinggi (Chapin, 2007).
H. Poliester
Polimer yang tersusun dari monomer ester disebut
poliester. Bahan ini banyak digunakan sebagai subtitusi kain dari
kapas, misalnya serat tekstil yang sudah kita kenal serta banyak
dijumpai dengan nama dagang dacron dan tetoron. Selain itu
polimer ini juga dipakai untuk pita perekam magnetik (mylar).
I. Karet sintetik
Dengan semakin berkembangnya jaman menyebabkan
berbagai bahan kebutuhan industri semakin meningkat. Akan
tetapi sumberdaya yang ada terbatas, untuk itulah perlu
dikembangkan bahan penggantinya. Misalnya saja sumberdaya
karet dan sifatnya yang perlu ditingkatkan, sehingga dilakukan
berbagai penelitian hingga dihasilkan karet sintetik. Karet sintetik
tersusun atas stirena dan 1,3 butadiena (SBR). Melalui proses
vulkanisasi akan terbentuk ikatan silang dengan atom belerang
(sulfide) dan menghasilkan karet sintetik keras dan kuat, sehingga
sangat pas dibuat ban untuk mobil.
J. Polivinil Asetat
Dr. Flitz K. dari Jerman menemukan suatu senyawa polimer
yang bersifat elastis. Bahan ini disebut polivinil asetat. Hasil
hidrolisisnya mempunyai rasio antara 89 - 99 persen. Polivinil
asetat adalah bahan baku untuk pembuatan lem kertas, kain dan
rokok. Dibandingkan dengan senyawa polimer lain bahan ini lebih
fleksibel dan tidak bersifat asam. Karena itulah polivinil asetat
banyak dipakai untuk percetakan buku. Selain itu bahan ini juga
digunakan oleh para tukang kayu karena dengan bahan ini
mereka lebih mudah mengelem kayu.
Produk lem yang dihasilkan dari polivinil asetat antra lain :
lem Kuning, lem Putih dan lem elmer dari Amerika.
Manfaat polivinil asetat :
1. Untuk pembuatan lem kertas, kain dan rokok.
2. Digunakan dalam percetakan buku.
3. Untuk bahan penyusun kertas dan cat.
4. Untuk bahan perekat bahan - bahan berpori, terutama kayu.
5. Polivinil Asetat dalam bentuk kopolimer dapat digunakan untuk
melindungi keju dari jamur dan kelembanban.
K. Nilon
Nilon juga disebut dengan poliamida. Adapun sifat-sifat
nilon antara lain :
a. Umumnya nilon bertektur keras, warna cerah atau cream, agak
tembus cahaya.
b. Nilon dapat dibentuk serat, film, dan plastik.
c. Berat molekul nilon antara 11.000 - 34.000.
d. Titik leleh nilon berkisar 350-570 °F, sehingga nilon merupakan
polimer semi kristalin. Hal ini berkait erat dengan banyaknya
atom karbon. Dimana apabila atom karbon bertambah banyak,
maka konsentrasi amidanya semakin kecil, sehingga titik
leburnya semakin turun.
e. Sebelum dipakai nilon perlu dikeringkan, karena nilon sedikit
higroskopis, sehingga kelembaban relative dari atmosfir
mempengaruhi sifat mekanis maupun elektriknya.
f. Nilon memiliki ketahanan terhadap solvent organik, misalnya
aseton, xylene, dan benzene
g. Nilon bisa bereaksi, misalnya dengan phenol dan nitrobenzene
panas.
h. Pada suhu kamar lamanya waktu simpan tak mempengaruhi
nilon. Namun pada suhu tinggi terjadi oksidasi yang
mengakibatkan warna menjadi kuning dan rapuh, juga
berpengaruh buruk pada sifat mekanikalnya. Sehingga
biasanya nilon ditambahkan aditif dengan maksud untuk
memperbaiki sifat-sifatnya.
L. Rangkuman
Polyethylene ialah material termoplastik yang transparan,
warnanya putih yang memiliki titik lebur antara 110 0C - 1370C.
Polietilena biasanya resisten pada bahan kimia. Pada suhu
kamar polietilena tak bisa larut pada pelarut organik maupun
anorganik. Reaksi kimia pembentukan Polyethylene termasuk
reaksi adisi yang terdiri dari 3 tahap yaitu Inisiasi, Propagasi, dan
Terminasi.
Secara termodinamika reaksi kimia pembentukan
Polyethylene merupakan Reaksi Eksotermis. Secara kinetika
reaksi kimia pembentukan Polyethylene merupakan reaksi yang
Irreversibel (tidak dapat balik atau reaksi satu arah).
Bahan baku pembuatan Polyethylene adalah Ethylene,
sedangkan bahan baku penunjangnya berupa comonomer,
nitrogen, hidrogen, katalis M-1, dan co-catalyst. Produk
Polyethylene memiliki banyak sekali kegunaan diantaranya
plastik pembungkus baju, wadah makanan, pembungkus kabel
tekanan rendah, dan lain-lain.
Polipropilena merupakan polimer hidrokarbon yang
termasuk kedalam polimer termoplastik yang dapat diolah pada
suhu tinggi. Aplikasi polipropilena diantaranya digunakan untuk
alat tulis, pengemasan, uang kertas polimer dan masih banyaknya
lainnya.
PVC atau Polivinil klorida merupakan termoplastik polimer.
PVC banyak digunakan dalam konstruksi karena murah, tahan
lama, dan mudah untuk berkumpul. Produksi PVC diperkirakan
akan melebihi 40 juta ton pada 2016. Beberapa polivinil klorida
(PVC) yaitu : Pakaian, Kabel listrik, Pipa, Aksesoris Elektronik
Portable.
Polyethylene terephtalate (PET) merupakan keluarga
polyester seperti halnya PC. PET berbahan dasar glikol (EG) dan
terephtalic acid (TPA) atau dimetyl ester atau asam terepthalat
(DMT). PET ini mempunyai sifat unggul yaitu : kuat, kaku, tahan
api, bahan kimia dan panas, tak toxic, berdimensi stabil, namun
semua jenis PET mempunyai daya serap yang rendah terhadap
uap air dan air.
Polistirena merupakan polimer yang terdiri dari monomer
stirena C6H5CH=CH2, diproduksi secara komersial dengan nama
styrofoam dalam bentuk busa plastik atau untuk isolasi (listrik,
panas), bahan pengemas, mainan dan sebagainya. Polimerisasi
polistiren termasuk ke dalam polimerisasi adisi melalui reaksi
radikal bebas. Sintesis polistiren dilakukan pada reaktor
polimerisasi dalam kondisi vakum.
Polycarbonate dihasilkan dari reaksi kondensasi antara
bisphenol A dengan fosgen (phosgene) pada kondisi alkali.
Polimer ini bersifat antara lain: impact strength-nya sangat bagus,
jernih seperti air, tahan terhadap cuaca, tahan temperature tinggi,
flameabilitasnya rendah, mudah diolah.
M. Soal-soal latihan
1. Sebutkan pengertian Polyethylene
2. Sebutkan sifat-sifat Polyethylene?
3. Jelaskan reaksi kimia pembentukan Polyethylene?
4. Jelaskan secara termodinamika reaksi kimia pembentukan
Polyethylene ?
5. Jelaskan secara kinetika reaksi kimia pembentukan
Polyethylene?
6. Sebutkan kegunaan produk polyethylene ?
7. Sebutkan pengertian polipropilena?
8. Sebutkan kegunaan produk polipropilena ?
9. Sebutkan pengertian polivinil klorida ?
10. Sebutkan kegunaan polivinil klorida ?
11. Sebutkan pengertian polyethylene terephtalate (PET)?
12. Sebutkan kegunaan polyethylene terephtalate (PET)?
13. Sebutkan pengertian polistirena ?
14. Jelaskan reaksi polimerisasi polistiren?
15. Sebutkan pengertian polycarbonate?
16. Sebutkan sifat-sifat polikarbonat?
BABVII
BIODEGRADABLE
POLYMER
A. Pati
Polimer pati merupakan homopolimer glukosa, polimer ini
mempunyai ikatan α-glikosidik, yang banyak terdapat di tumbuhan
terutama pada biji- bijian dan umbi-umbian, dan sifatnya juga berbeda-
beda tergantung dari panjang rantai atom karbonnya, serta lurus atau
bercabang (Jane, 1995; Koswara, 2006).
Pati tapioka merupakan pati yang diambil dari ubi kayu dimana
dapat dimanfaatkan sebagai bahan pangan atau bahan pembantu pada
industri non pangan. Pemanfaatan tapioka ini masih sangat terbatas,
oleh karena itu tapioka akan lebih tinggi nilai ekonominya jika
dimodifikasi sifat sifatnya melalui perlakuan fisik atau kimia, atau
kombinasi keduanya (Tonukari, 2004).
Tapioka adalah pati yang diekstrak dari ubi kayu segar (Astawan
2010). Yang terdiri dari butiran-butiran kecil yang dinamakan granula.
Berikut gambar granula pati tapioka disajikan pada Gambar 21.
B. Selululosa
Seperti diketahui komponen penyusun utama dinding sel
tanaman adalah selulosa. Menurut Perez et al., (2002) selulosa
adalah polimer yang mempunyai rantai lurus antara glukosa
dengan ikatan β-1,4 glukosida. Selulosa mempunyai bangun
dasar berupa suatu selobiosa yaitu dimer dari glukosa. Pada
selulosa rantai panjangnya terhubung secara bersama dengan
ikatan hidrogen dan gaya van der Waals. Selanjutnya Saha (2004)
mengatakan tanaman tingkat tinggi kandungan selulosa penyusun
dinding sel berkisar antara 35 - 50 persen dari berat kering
tanaman.
Sedangkan menurut Aziz et al, (2002), bagian berkristal
yang merupakan kandungan selulosa berkisar 50 - 90 persen dan
sisanya amorf. Di alam selulosa dalam keadaan murni tidak
pernah ditemui, akan tetapi selalu berikatan dengan material lain
lain misalnya lignin dan hemiselulosa.
Selulosa dapat terhidrolisis, akan tetapi ada hal utama yang
menghambat hidrolisis selulosa yaitu adanya lignin serta
hemiselulosa di sekeliling selulosa (Sjostrom, 1995).
Selulosa adalah polisakarida yang tersusun dari 2000-3000
glukosa dan memiliki massa molekul relatif yang sangat tinggi dan
mempunyai rumus molekul selulosa adalah (C 6H10O5)n. Selulosa
adalah komponen utama penyusun dinding sel tanaman yang
terdiri dari senyawa polimer glukosa, dimana polimer glukosa ini
tersusun dari unit-unit β-1,4-glukosa yang saling berhubungan
dengan ikatan β-1,4-Dglikosida (Han et al., 1995).
C. Glikogen
Glikogen adalah salah satu bentuk polisakarida, yaitu
polimer dari karbohidrat, yang terdiri dari 1700 - 600.000
mosakarida yang dalam hal ini adalah glukosa (sebagai
monosakaridanya). Glikogen terdiri dari ikatan 1,4 alfa, dimana
setiap 4-10 monomer dgn ikatan 1,4 alfa, akan dimasuki ikatan 1,6
alfa. (Raghavan, 2009).
1. Pembentukan glikogen Sintesis
Heksokinase mengubah glikogen yang berawalan
fosforilasi glukosa menjadi glukosa 6-fosfat, jika di hati dengan
glukokinase. Sintesis glikogen memerlukan pembentukan
ikatan α-1,4– glikosidat untuk menyatukan residu-residu
glikosil dalam suatu rantai yang panjang. Sebagian besar
sintesis glikogen berlangsung melalui pemanjangan rantai
polisakarida molekul glikogen yang sudah ada di mana ujung
pereduksi glikogen melekat ke protein glikogenin (Raghavan V.
A. et al., 2009) Ditambahkan residu glukosil dari UDP-glukosa
ke ujung nonpereduksi pada rantai oleh glikogen sintase untuk
memperpanjang rantai glikogen. Karbon anomerik masing-
masing residu glukosil diikatkan ke hidroksil pada karbon 4
residu glukosil terminal melalui ikatan α-1,4. Setelah panjang
rantai mencapai 11 residu, potongan yang terdiri dari 6-8
residu yang diputuskan oleh amino-4: 6-transferase dan
dilekatkan kembali ke sebuah unit glukosil melalui ikatan α-1,6
(Marks D. B. et al., 2000).
Kedua rantai terus memanjang sampai cukup panjang
untuk menghasilkan dua cabang baru. Proses ini berlanjut
sehingga dihasilkan molekul yang bercabang lebat. Glikogen
sintase melepaskan residu glukosil dalam ikatan 1, 4,
merupakan pengatur langkah dalam jalur ini. Sintesis molekul
primer glikogen baru juga terjadi. Glikogenin, protein tempat
melekatnya glikogen, melakukan glikolisasi diri sendiri
(autoglikolisasi) dengan melepaskan sebuah residu glukosil ke
OH pada residu serin. Penambahan glukosil dilanjut sampai
rantai glukosil cukup panjang untuk berfungsi sebagai substrat
untuk glikogen sintase (Marks D. B. et al., 2000).
2. Penguraian glikogen
Glikogen diuraikan oleh dua enzim, glikogen fosforilase
dan enzim pemutus cabang. Enzim glikogen fosforilase mulai
bekerja di ujung rantai dan secara berturut-turut memutuskan
residu glukosil dengan menambahkan fosfat ke ikatan
glikosidat terminal, sehingga terjadi pelepasan glukosa 1-
fosfat. Enzim pemutus cabang mengkatalis pengeluaran 4
residu yang terletak paling dekat dengan titik cabang. Enzim
pemutus cabang memiliki dua aktivitas katalitik yaitu bekerja
sebagai 4:4 transferase dan 1:6 glukosidase. Sebagai 4:4
transferase, mula-mula mengeluarkan sebuah unit yang
mengandung 3 residu glukosa, dan menambahkan ke ujung
rantai yang lebih panjang melalui ikatan α-1,4. Satu residu
glukosil yang tersisa di cabang 1,6 dihidrolisis amilo 1,6-
glukosidase dari enzim pemutus cabang, yang menghasilkan
glukosa bebas. Dengan demikian, terjadi pembebasan satu
glukosa dan sekitar 7-9 residu glukosa 1- fosfat untuk setiap
titik cabang (Aswani V., 2010).
Pengaturan sintesis glikogen di jaringan yang berbeda
bersesuaian dengan fungsi glikogen di masing-masing
jaringan. Glikogen hati berfungsi terutama sebagai penyokong
glukosa darah dalam keadaan puasa atau saat kebutuhan
sangat meningkat. Jalur penguraian serta sintesis glikogen
diatur oleh perubahan rasio insulin/glikogen, kadar glukosa
darah, epnefrin sebagai respon terhadap olahraga,
hipoglikemia, situasi stres, dan apabila terjadi peningkatan
kebutuhan yang segera akan glukosa darah (Aswani V., 2010).
D. Protein
Mulder adalah seorang ahli kimia Belanda
memisahkan/mengisolasi susunan tubuh yang mengandung
nitrogen dan memberinya nama protein yang mempunyai satuan
dasar yaitu asam amino atau biasa disebut dengan unit
pembangun protein (Suhardjo dan Clara, 1992).
Protein menurut Tortora G.J. and Derrikson B., (2006)
adalah molekul makro yang terdiri dari rantai-rantai panjang asam
amino yang punya unsur nitrogen, oksigen, karbon, hidrogen. Ada
beberapa jenis asam amino yang punya unsur tambahan,
misalnya besi dan fosfor yang saling berikatan dengan ikatan
peptide.
Protein tersusun atas unsur organik yang mirip lemak dan
karbohidrat yaitu unsur hidrogen (H), karbon (C), dan oksigen (O),
tetapi untuk protein ditambah unsur lain yaitu nitrogen (N).
Beberapa jenis molekul protein terkandung unsur belerang dan
fosfor, jenis protein lainnya mengandung unsur logam tembaga
dan besi. Antar molekul protein saling bergandengan membentuk
ikatan peptida (CONH). 12 sampai 18 macam asam amino dapat
membentuk satu molekul protein dan dapat mencapai jumlah
ratusan asam amino (Suhardjo dan Clara, 1992).
2. Klasifikasi Protein
a) Berdasarkan Fungsi Biologisnya
1) Protein Enzim
Golongan protein ini berperan pada biokatalisator dan
pada umumnya mempunyai bentuk globular. Protein
enzim ini mempunyai sifat yang khas, karena hanya
bekerja pada substrat tertentu. Yang termasuk golongan
ini antara lain: (a) Peroksidase yang mengkatalase
peruraian hidrogen peroksida. (b) Pepsin yang
mengkatalisa pemutusan ikatan peptida. (c)
Polinukleotidase yang mengkatalisa hidrolisa
polinukleotida.
2) Protein Pengangkut
Merupakan kemampuan protein membawa ion atau
molekul tertentu dari satu organ tubuh ke organ tubuh
yang lain melalui aliran darah. Yang termasuk golongan
ini antara lain:(1) Hemoglobin pengangkut oksigen. (2)
Lipoprotein pengangkut lipid.
3) Protein Struktural
Peranan protein struktural adalah sebagai pembentuk
struktural sel jaringan dan memberi kekuatan pada
jaringan. Yang termasuk golongan ini adalah elastin,
fibrin, dan keratin.
4) Protein Hormon
Adalah hormon yang dihasilkan oleh kelenjar endokrin
membantu mengatur aktifitas metabolisme didalam
tubuh.
5) Protein Pelindung
Protein pada umumnya terdapat pada darah, melindungi
organisme dengan cara melawan serangan zat asing
yang masuk dalam tubuh.
6) Protein Kontraktil
Golongan ini berperan dalam proses gerak, memberi
kemampuan pada sel untuk berkontraksi atau
mengubah bentuk. Yang termasuk golongan ini adalah
miosin dan aktin.
7) Protein Cadangan
Protein cadangan atau protein simpanan adalah protein
yang disimpan dan dicadangan untuk beberapa proses
metabolisme.
e) Berdasarkan Sumbernya
1) Protein dalam bahan makanan yang berasal dari hewan
disebut dengan protein hewani, misalnya protein daging,
ikan, ayam, telur, dan susu.
2) Protein dalam bahan makanan yang berasal dari
tumbuh-tumbuhan disebut dengan protein nabati,
misalnyai protein kedelai, kacang panjang, gandum,
jagung, dan sayuran (Safro, 1990).
3. Fungsi Protein
a) Sebagai Enzim
Dalam sistem biologis, protein berperan sebagai enzim
dalam perubahan kimia.
b) Sebagai alat Pengangkut dan Penyimpanan
Protein-protein tertentu dapat mengangkut serta
memindahkan beberapa ion dan molekul dengan berat
molekul yang kecil.
c) Sebagai pengatur pergerakan
Komponen utama daging adalah protein, terjadinya
pergerakan karena adanya gerakan otot akibat gesekan
antar molekul protein.
d) Sebagai penunjang mekanis
Berfungsi sebagai penunjang mekanis yaitu protein yang
memberikan ketahanan tulang dan robek kulit, serta
kekuatan.
e) Sebagai pertahanan tubuh
Protein yang dapat memberikan antibodi sebagai sistem
pertahanan di dalam tubuh dengan cara mengenal dan
mengikat benda asing yang masuk dalam tubuh, misalnya
bakteri dan virus.
f) Sebagai media perambatan impuls syaraf
Merupakan protein reseptor/penerima cahaya atau warna
pada sel-sel mata, misalnya rodopsin
g) Sebagai pengendali pertumbuhan
Protein yang bekerja mempengaruhi fungsi bagian-bagian
DNA yang mengatur sifat dan karakter bahan (Winarno,
2004).
E. Asam Nukleat
Asam nukleat merupakan polimer linier terdiri dari
monomer-monomer nukleotida yang berikatan melalui ikatan
fosfodiester. Fungsi utama asam nukleat adalah sebagai tempat
penyimpanan dan pemindahan informasi genetik. Informasi ini
diteruskan dari sel induk ke sel anak melalui proses replikasi.
Jenis asam nukleat yang dimiliki sel antara lain DNA dan RNA.
(Marks Dawn, et al., 2000).
1. Deoxyribonucleic Acid (DNA)
Ada tiga struktur DNA yang dikenal selama ini. Struktur-
struktur DNA tersebut adalah sebagai berikut:
a) Struktur primer
DNA tersusun dari monomer-monomer nukleotida.
Setiap nukleotida tersusun dari satu senyawa pirimidin atau
purin yang merupakan basa nitrogen, satu gula pentosa
berupa 2’-deoksi-D-ribosa dalam bentuk furanosa, dan satu
molekul fosfat. Penulisan urutan basa dimulai dari kiri yaitu
ujung 5’ bebas (tidak terikat nukleotida lain) menuju ujung
dengan gugus 3’ hidroksil bebas atau dengan arah 5 3’
(Darnell, et al., dalam T. Milanda, 1994).
b) Struktur sekunder
Salah satu sifat biokimia DNA yang menentukan
fungsinya sebagai pembawa informasi genetik adalah
komposisi basa penyusun. Pada tahun 1949-1953, Edwin
Chargaff menggunakan metode kromatografi untuk
pemisahan dan analisis kuantitatif keempat basa DNA,
yang diisolasi dari berbagai organisme. Kesimpulan yang
diambil dari data yang terkumpul adalah sebagai berikut :
(1) Komposisi basa DNA bervariasi antara spesies yang
satu dengan spesies yang lain.
(2) Sampel DNA yang diisolasi dari berbagai jaringan pada
spesies yang sama mempunyai komposisi basa yang
sama.
(3) Komposisi DNA pada suatu spesies tidak berubah oleh
perubahan usia, keadaan nutrisi maupun perubahan
lingkungan.
(4) Hampir semua DNA yang diteliti mempunyai jumlah
residu adenin yang sama dengan jumlah residu timin
(A=T), dan jumlah residu guanin yang sama dengan
jumlah residu sitosin (G=C) maka A+G = C+T, yang
disebut aturan Charrgaff.
(5) DNA yang diekstraksi dari spesies-spesies dengan
hubungan kekerabatan yang dekat mempunyai
komposisi basa yang hampir sama.
Struktur sekunder DNA yang berbentuk heliks ganda
berhasil diurai pada tahun 1953 oleh James D. Watson dan
Francis H.C. Crick melalui analisis pola difraksi sinar X dan
membangun model strukturnya (Darnell, et al. dalam T.
Milanda, 1994). Heliks ganda tersebut tersusun dari dua
untai polinukleotida secara antiparalel (arah 5’ 3’ saling
berlawanan), berputar ke kanan dan melingkari suatu
sumbu. Unit gula fosfat berada di luar molekul DNA dengan
basa-basa komplementer yang berpasangan di dalam
molekul. Ikatan hidrogen di antara pasangan basa
memegangi kedua untai heliks ganda tersebut (Willbraham
and Matta dalam T. Milanda, 1994). Kedua untai melingkar
sedemikian rupa sehingga keduanya tidak dapat dipisahkan
kembali bila putaran masing-masing untai dibuka.
(a) (b)
3. Denaturasi
Jika larutan DNA dipanaskan, maka energi termal akan
memecahkan ikatan hidrogen dan ikatan lain yang
menentukan kestabilan heliks ganda, akibatnya kedua untai
akan memisah atau mengalami denaturasi (Marks, et al.,
2000).
Kitin berwujud padat pada suhu kamar. Sifat utama kitin dicirikan
oleh sifatnya yang tak mudah larut dengan air atau beberapa jenis pelarut
organik lainnya dan reaktivitas kimianya yang rendah serta sangat
hidrofobik. Aplikasi kitin yang utama adalah sebagai senyawa pengkhelat
logam dalam instalasi
pengolahan air bersih atau limbah, kosmetik sebagai fungisida dan fungistatik
penyembuh luka.
H. Kitosan
Kitosan merupakan golongan polisakarida yang secara linier
berhubungan. Jenis polimer kitosan yaitu 2-amino-2-deoksi-D-glukosa.
Polimer ini merupakan hasil deasetilasi dari kitin dalam suasana basa kuat.
Senyawa ini tidak mengandung racun dan mudah terurai (terdegradasi).
Kitosan memiliki berat molekul 1,2 x 105, dimana berat molekul ini
tergantung pada proses degradasi yang terjadi selama deasetilasi.
Senyawa ini larut dalam asam asetat glasial, dan sedikit larut dalam HNO3,
0.5% (b/v) H3PO4, dan HCl. Namun tidak larut dalam air, larutan basa kuat,
H 2SO4, dan beberapa pelarut organik seperti alkohol, aseton, dimetil
sulfoksida dan dimetil formamida. Adapun Struktur kitosan adalah
sebagai berikut :
Gambar 31. Struktur Kitosan
Sumber : Fouda MMG. Use of Natural Polysaccharides in Medical
Textile Application Krefeld: University of Duisburg-
Essen; 2005
Kitosan tidak beracun dan mudah terbiodegradasi karena
memiliki gugus amino dan hidroksil yang terikat sehingga menyebabkan
reaktivitas kimia pada polimer ini tinggi sehingga bersifat polielektrolit
kation. Pada berbagai jenis bidang industri maupun kesehatan kitoson
banyak digunakan sehingga kualitasnya tergantung pada kebutuhannya.
I. Karet
Karet dinamakan juga sebagai elastomer karena
merupakan polimer yang bersifat elastik. Karet digolongkan
menjadi 2 macam yaitu karet sintetik dan karet alam. Pembuatan
karet sintetik dengan cara polimerisasi fraksi-fraksi minyak bumi.
Misalnya NBR (Nitrile Butadiene Rubber), SBR (Strirene
Butadiene Rubber), urethane, karet EPDM dan karet silicon
dimana jenis-jenis karet sintetis tersebut saat ini banyak beredar.
Sedangkan karet alam diperoleh dengan cara menyadap pohon
karet. Karet alam ini memiliki keunggulan antara lain : 1) memiliki
kelenturan tinggi, 2) mudah dibentuk dengan panas rendah, 3)
memiliki kekuatan tensil serta tahan terhadap goresan, koyakan
dan benturan. Namun karet alam tidak tahan terhadap pengaruh
faktor-faktor lingkungan, misalnya ozon dan oksidasi. Hal ini
karena karet alam memiliki daya tahan terhadap bahan-bahan
kimia yang rendah, seperti: bensin, minyak tanah, bensol,
pelumas sintetis, cairan hidrolik dan pelarut lemak (degreaser).
Karena sifat fisik dan daya tahannya, karet alam banyak dipakai
untuk produksi-produksi pabrik yang membutuhkan kekuatan yang
tinggi dan panas yang rendah (misalnya ban pesawat terbang,
ban truk raksasa, dan ban-ban kendaraan) dan produksi -
produksi teknik lain yang memerlukan daya tahan sangat tinggi
(Spillane,J,1989).
Penyusun utama dari karet alam yaitu sebesar 97 persen
adalah cis 1,4-poliisoprena atau yang lebih dikenal dengan
sebutan Hevea rubber. Polimer ini didapat dari pohon sejenis
Hevea Brasiliensis yang tumbuh liar di Amerika Selatan dan di
bagian dunia lain banyak ditanam dengan cara menyadap kulit
pohonnya (Stevens, 2007). Karet diperoleh dari lateks yang
menetes dari kulit kayu dari pohon karet yang dipotong. Lateks
merupakan cairan terdispersi dari karet, mengandung 25-40%
hidrokarbon, distabilkan dengan sejumlah kecil material protein
dan asam lemak (Billmeyer, 1971).
Karet alam adalah polimer cis 1,4-poliisoprena sedangkan
polimer trans 1,4- poliisoprena merupakan gutta percha. Karet dan
gutta percha merupakan isomer ruang yang memiliki struktur
sebagai berikut :
J. Wool
Wool merupakan serat yang didapat dari rambut
hewan keluarga Caprinae yaitu domba dan kambing, tapi dapat
pula berasal dari rambut mamalia lainnya seperti alpaca. Pada
buku ini wool yang dibahas adalah berasal domba domestik.
Selain memiliki hasil utama, hewan ternak juga memiliki produk
ikutan ternak. Produk hasil ikutan tersebut bisa dimanfaatkan untuk
kehidupan sehari-hari baik dengan proses maupun tanpaproses
pengolahan. Salah satu hasil ikutan ternak ini adalah adalah bulu, salah
satu ternak yang bulunya dapat dimanfaatkan adalah domba. Menurut
Ensrninger (1977) bulu domba adalah bulu alami yang menutupi tubuh
domba, pada domba bulu berfungsi untuk mengatur suhu tubuh yang bisa
melindungi domba dari panas maupun dingin. Hal ini juga diperkuat oeh
Kammlade dan Kammlade (1955), menambahkan bahwa secara alami
bulu domba berfungsi sebagai termoregulator yang baik yaitu dapat
mempertahankan tubuh dari pengaruh udara panas atau dingin.
K. Jaring laba-laba
Jaring laba-laba merupakan benang-benang yang
membentuk kerangka penahan-beban dan benang berbentuk
spiral berfungsi sebagai penangkap yang berlapiskan zat perekat,
serta benang pengikat yang berfungsi menyatukan ketiga benang
tersebut yaitu benang kerangka penahan beban, benang-benang
spiral penangkap dan benang pengikat itu sendiri. Jaring laba-laba
berupa jaring sutera yang mempunyai material yang sangat kuat
yaitu 20 kali lebih kuat jika dibandingkan dengan baja dan dua kali
lebih lentur dibandingkan dengan serat poliamide. Jika jaring laba-
laba direnggangkan, perenggangannya bisa sampai 31 persen
dengan tidak putus, memiliki sifat lentur dibandingkan dengan
serat aramid, bila dibandingkan rambut manusia lebih halus, dan
jika dibandingkan katun lebih ringan. (Khairulhadi, 2010).
Ada tiga komponen yang membentuk sarang laba-laba,
yaitu benang jenis kuat dan tegang yang mengarah ke luar (radial
threads) yang berpotongan pada titik pusat sebagai porosnya
(hub), benang yang menjadi kerangka bagian luar sarang (frame
threads), dan benang jenis kendur dan lengket berbentuk spiral
yang mampu menjebak mangsa (capture radial).
Beberapa jenis laba-laba, misalnya orb-weaver, membuat
perangkap jaring yang terbuat dari benang sutra halus. Sutra itu
dihasilkan oleh kalenjar pada bagian belakang abdomen lalu
keluar dari saluran yang disebut spineret. Sutra halus kemudian
mengeras menjadi benang yang kuat. Benang tersebut
ditempelkan pada pohon terdekat atau penyangga lainnya untuk
membuat struktur jaring. Laba-laba kemudian menambahkan
bentuk spiral pada jaring menggunakan jenis sutra berbeda yang
lengket untuk menangkap mangsa.
Setelah membuat jaring, laba-laba akan menunggu di
bagian tengah jaring atau bersembunyi didekatnya. Sehelai
benang penanda akan membuat laba-laba merasakan getaran
akibat mangsa yang tertangkap dan meronta-ronta. Laba-laba
akan segera menghampiri dan menggigit mangsa, kemudian
membungkusnya dengan sutra untuk mencegahnya melarikan
dirinya. Dengan demikian mangsanya dapat dimakan kapan saja
(Setford, 2005).
Ada banyak jenis jaring laba-laba yang dapat kita temukan
di dunia ini. Bentuk jaring laba-laba dapat dibedakan berdasarkan
cara laba-laba menenunnya, yaitu :
1. Jaring bola spiral, yang dihasilkan oleh laba-laba famili
Araneidae, Tetragnathidae dan Uloboridae.
2. Sarang laba-laba, berhubungan dengan famili Theridiidae.
3. Corong, dibagi menjadi primitive dan modern.
4. Pipa, Lembaran, dan Kubah (Khairulhadi, 2010)
L. Sutera
Serat sutera merupakan serat yang secara alamiah dibuat
sepanjang ratusan sampai seribu meter lebih dengan sangat
halus, sehingga merupakan serat alam yang terpanjang dan
terhalus yang diketahui manusia dan dapat dimanfaatkan secara
mudah. Lembaran serat sutera terdiri dari dua serat halus yang
hampir ditembus cahaya, tidak berwarna, berasal dari larutan
selulosa yang menjadi satu dan mengeras cepat apabila bereaksi
dengan udara (Kelompok Peneliti Pesuteraan Alam, 1997).
Serat sutera dihasilkan oleh sepasang kelenjar sutera.
Serat sutera merupakan serat ganda yang terdiri dari fibrion dan
serisin. Terdapat tibagian pada kelenjar sutera antara lain : bagian
depan, merupakan saluran pengeluaran zat yang terbuka pada
ujungnya tepat dimulut larva. Bagian tengah, merupakan zat
warna yang dibentuk bersama-sama serisin sehingga perekat
menyelimuti sekitar 25% dari berat serat yang mudah larut dalam
air panas. Sedangkan bagian belakang sebagai penghasil fibrion
sebagai sutera cair yang 75% bagian dari berat dan tidak larut
dalam air panas (Sunanto, 1997).
Ulat sutera adalah serangga yang memiliki keuntungan
ekonomis bagi manusia karena mampu menghasilkan benang
sutera. Menurut Boror et al. (1992), klasifikasi ulat sutera (Bombyx
mori L.) yaitu :
Kingdom : Animalia
Filum : Arthropoda
Sub Filum : Mandibulata
Klass : Insecta
Sub Klass : Pterygota
Ordo : Lepidoptera
Family : Bombicidae
Genus : Bombyx
Spesies : Bombyx mori L.
Bombyx mori L. adalah serangga yang termasuk dalam golongan
ngengat, tubuhnya terbagi menjadi tiga bagian yaitu caput
(kepala), thorax (dada) dan abdomen (perut). Diantara bagian
tersebut bagian terkecil adalah kepala. Bagian abdomennya
berwarna putih krem dengan garis kecoklat-coklatan, pusat
melintang sayap-sayap depan dengan mempunyai bentangan
sayap kira-kira 50 mm. Tubuhnya berat dan sangat berambut
(Borror et al.,1996).
M. Protopektin
Pektin berasal dari bahasa latin yaitu “pectos” yang artinya zat
pengental atau yang membuat sesuatu menjadi keras/padat atau pengental.
Sekitar 200 tahun yang lalu Vauquelin menemukan pektin dalam jus buah.
Sampai tahun 1790, zat pengental ini belum diberi nama. Baru pada tahun
1824 nama pektin ini pertama kali digunakan, yaitu ketika penelitian yang
dirintis oleh Vauquelin
dilanjutkan oleh Braconnot. Braconnot menyebut asam pektat pada
substansi pembentuk gel tersebut. (Herbstreith dan Fox, 2005).
Protopektin merupakan zat pektat yang tak larut dalam air. hasil
hidrolisis dari protopektin adalah pektin atau asam pektinat. Asam
pektinat dalam keadaan yang sesuai mampu membentuk gel dengan
ion-ion logam. Pektin adalah istilah yang digunakan untuk asam-asam
pektinat yang dapat larut dalam air dengan kandungan metil ester dan
derajat netralisasi beragam dan menghasilkan gel dengan asam dan gula
pada keadaan/kondisi yang sesuai.
N. Karagenan
Karagenan merupakan polisakarida rantai panjang yang
diekstraksi dari rumput laut jenis-jenis karaginofit, yang bentuknya
berupa senyawa hidrokoloid, seperti Hypnea sp., Eucheuma sp.,
Chondrus sp., dan Gigartina sp. Polisakarida tersebut tersusun
secara bergantian dari sejumlah unit galaktosa dengan ikatan α-
(1,3)-D-galaktosa dan β-(1,4)-3,6 anhidro-D-galaktosa, baik yang
mengandung ester sulfat atau tanpa sulfat pada karagenan
tersebut (Anggadiredja, dkk., 2010).
1. Struktur karagenan
Karagenan adalah polisakarida lurus atau linier yang
terdiri dari molekul galaktan dengan unit utamanya adalah
galaktosa. Karagenan adalah molekul besar yang tersusun
atas 1000 residu galaktosa. Karagenan dibagi atas tiga
kelompok utama yaitu:
a. Kappa karagenan
Kappa karagenan (Gambar 34) terdiri dari unit D-
galaktosa-4-sulfat dan 3,6-anhidro-D-galaktosa. Selain itu
dalam karagenan acap kali mengandung D-galaktosa-6
sulfat ester dan 3,6-anhidro-D-galaktosa 2-sulfat ester.
Dengan adanya gugusan 6-sulfat ini daya gelasi dari
karagenan dapat menurun, akan tetapi dengan
penambahan alkali akan mengakibatkan terbentuknya
transeliminasi gugusan 6-sulfat, sehingga akan terbentuk
3,6-anhidro-D-galaktosa. Hal ini akan meningkatkan derajat
keseragaman molekul dan bertambah daya gelasinya.
c. Lamda karagenan
Lamda karagenan (Gambar 36) tidak sama dengan kappa
dan iota karagenan, sebab mempunyai sebuah residu yaitu
disulphated α-(1,4)-D-galaktosa (Winarno, 1990).
Gambar 37. Struktur Kimia Lamda Karagenan
(cPKelco ApS 2004).
2. Sifat-sifat karagenan
Karagenan memiliki sifat-sifat antara lain pembentukan gel,
kelarutan, dan viskositas
a. Pembentukan Gelasi
Sifat dari karagenan pada pembentukan gel
merupakan proses terjadinya ikatan silang antara rantai-
rantai polimer yang menyebabkan terbentuknya jala tiga
dimensi yang saling bersambungan. Kemudian jala tersebut
akan menyerap air ke dalamnya dan terbentuklah struktur
kuat dan kaku. Gel ini memiliki sifat kekakuan dan elastis.
Struktur iota karagenan dan kappa memungkinkan bagian
dari dua molekul masing-masing membentuk double helix
yang mengikat rantai molekul menjadi bentuk jaringan 3
dimensi atau gel. Lamda karagenan tidak mampu
membentuk double helix tersebut. Sifat ini dapat terlihat bila
larutan dipanaskan kemudian diikuti dengan pendinginan
sampai di bawah suhu tertentu, kappa dan iota karagenan
akan membentuk gel dalam air yang bersifat reversible
yaitu akan mencair kembali pada saat larutan dipanaskan
(Winarno, 1990).
Pola kerja pembentukan gel karagenan seperti
dijelaskan pada Gambar 38.
c. Viskositas
Faktor-faktor yang mempengaruhi viskositas suatu
hidrokoloid ialah : jenis karagenan, konsentrasi karagenan,
suhu, berat molekul dan adanya molekul-molekul lain
(Towle 1973; FAO 1990). Viskositas sendiri di artikan
sebagai daya aliran molekul dalam sistem larutan.
Viskositas akan naik secara logaritmik jika konsentrasi
karagenan mengalami peningkatan pula. Dengan adanya
peningkatan suhu menyebabkan viskositas akan
mengalami penurun secara progresif. Pada suhu 75 o C dan
konsentrasi 1,5% viskositas karagenan memiliki nilai 5–800
cP (FAO 1990). Sifat karagenan sebagai polielektrolit
penyebab utama terjadinya viskositas larutan karagenan.
Nilai viskositas menjadi makin kecil jika kandungan
sulfatnya juga semakin kecil tapi konsistensi gelnya justru
semakin meningkat. Terjadinya penurunan muatan
sepanjang rantai polimer disebabkan adanya garam-garam
yang terlarut dalam karagenan. turunnya muatan ini juga
mengakibatkan penurunan gaya tolakan (repulsion) antara
gugus-gugus sulfat, hal ini menyebabkan sifat hidrofilik
polimer semakin lemah dan viskositas larutan menurun.
Moirano (1977). Kondisi inilah menyebabkan terjadinya
depolimerisasi sehingga keragen mengalami degradasi
(Towle 1973).
2. Kegunaan Karagenan
a. Pada industri makanan
Pada industri makanan, karagenan digunakan pada
pembuatan (Indriani dan Sumiarsih, 1991):
Es krim yaitu sebagai stabilisator, mencegah kristalisasi
dari es krim.
Pada pembuatan susu coklat karagenan dipakai untuk
meningkatkan kekentalan lemak dan pengendapan
kalsium, serta untuk mencegah terjadinya pengendapan
coklat dan pemisahan krim.
Kue dan roti yaitu meningkatkan mutu adonan.
Daging kalengan yaitu sebagai gel pengikat air atau gel
pelapis produk daging.
Makanan bayi yaitu sebagai stabilisator lemak dan
protein.
Gel susu (pudding, custard) yaitu sebagai pembentuk
gel.
Sirup yaitu sebagai pensuspensi.
(http://en.wikipedia.org/wiki/Glucomanan)
P. Eucheuma cottonii
Rumput laut jenis Eucheuma cottonii memiliki thallus yang licin
dan silindris, berwarna hijau, hijau kuning, abu-abu dan merah. Cara
hidup tumbuhan ini adalah melekat pada substrat dengan menggunakan
alat perekatnya yang berupa cakram (Atmadja, 1996 dalam Mindarwati,
2006). Menurut Doty (1985) dalam Mindarwati (2006) klasifikasi Eucheuma
cottonii yaitu:
Kingdom : Plantae
Divisi : Rhodophyta
Kelas : Rhodophyceae
Ordo : Gigartinales
Famili : Solieracea
Genus : Eucheuma
Species : Eucheuma alvarezii doty (Kappaphycus alvarezii doty)
Gambar 39. Eucheuma cottonii (a: basah, b: kering)
Karena sifat fisik dan daya tahannya, karet alam banyak dipakai
untuk produksi-produksi pabrik yang membutuhkan kekuatan yang tinggi
dan panas yang rendah.
APLIKASI
TEKNOLOGI POLIMER
3) Biodegradabilitas
Kemasan plastik dengan bahan baku bioplimer
memiliki sifat alamiahnya yang mudah terdegradasi atau
mudah hancur. Biasanya sampah kemasan plastik
apabila dibuang ke tanah, mengalami proses
penghancuran alami baik melalui proses biodegradasi
(bakteri, jamur, alga, enzim), fotodegradasi (cahaya
matahari, katalisa), degradasi mekanik (angin, abrasi),
maupun degradasi kimiawi (air, oksigen). Degradasi
tersebut bisa berlangsung secara kombinasi maupun
tunggal.
(b) Chiler
Chiler merupakan sebuah mesin pendingin yang berfungsi
sebagai pendingin heater dan mold sebab karena pada
proses pembentukan ini digunakan suhu yang cukup tinggi
maka perlu proses pendinginan agar mesin/perangkat
dalam kondisi baik dan akan menghasilkan produk secara
maksimal.
(c) Pressure
Pressure merupakan penggerak mesin mesin dimana
dalam hal ini perangkat ini menggunakan 10 bar dari
tekanan kompresor untuk menjalankan mesin agar bekerja
optimal, adapun mesin yang di gerakan oleh pressure ini
misalnya mesin mesin peneumatik yang berfungsi untuk
menjalankan preform atau memindahkan preform dari satu
posisi ke posisi lain untuk mendapatkan pengerjaan
selanjutnya.
(d) Cooling Tower
Merupakan sebuah perangkat mesin yang berfungsi untuk
mendinginkan kompresor.
(e) Komputer pengontrol mesin
Alat ini sangat berperan penting terhadap hasil yang akan
dicapai jadi sebelum melakuakan proses produksi alat in
akan di setting sedemikian rupa dan telah melakukan
proses pengujian yang akurat sehingga hasi yang dicapai
dapat maksimal, dimana data yang telah di dapat
kemudian disimpan dan menjadi patokan untuk melakukan
proses produksi selanjutnya.
(f) Mold
Mold merupakan pencetak yang digunakan sebagai wadah
preform yang mana pada saat angina bertekanan tinggi
dihembuskan ke dalam preform maka preform akan
berubah bentuk seperti mold.
(g) Oven
Oven merupakan alat yang berfungsi untuk memanaskan
atau melunakan tekstur dari preform itu sendiri agar dapat
di kerjakan untuk proses selanjutnya.
(h) Jump roll
Merupakan suatu alat yang berfungsi untuk memindahkan
preform dari oven menuju rell berjalan, dimana bentuk
atau konstruksi jump roll sendiri hampir sama dengan
tangga berjalan.
(i) Rell
Merupakan suatu alat penghubung berjalan antara jump
roll dengan gate dimana setelah preform selesai dipanasi
di dalam oven kemudian dipindahkan dengan
menggunakan jump roll dan selanjutnya preform berada
pada rell dan bergerak menuju gate untuk kemudian
ditahan sementara untuk di cek apakah suhu pada preform
sudah cukup untuk di buat menjadi botol atau tidak.
(j) Preform
Preform mempunyai bentuk yang hampir sama dengan
tabung reaksi kimia dimana memiliki ukuran yang beragam
sesuai dengan volume botol yang akan di produksi, dalam
hal ini kami tidak mengulas lebih jauh mengenai preform
namun lebih terperinci pada proses pembentukan preform
menjadi botol plastic dalam proses blow molding, karena
umumnya untuk membuat botol plastic tersebut
perusahaan tidak memproduksi preform namun
mengordernya kepada produsen preform jadi dapat di
katakan untuk proses pembuatan botol plastik ini
menggunakan bahan setengah jadi.
Proses kerja pembuatan botol plastik dengan bahan
preform dengan cara blow molding berawal dari penuangan
preform kedalam oven, yang sebelumnya perform-preform ini
di masukan kedalam plastik besar agar dalam penuangan
dapat dilakukan secara cepat. Setelah preform masuk
kedalam oven maka preform kemudian dipanaskan yang
bertujuan untuk melembekan tekstur/bentuk dari preform itu
sendiri agar dapat mudah dibentuk.
Proses berikutnya perform-preform yang telah
dipanaskan dalam oven dipindahkan menuju rel
menggunakan jump roller. Setelah perform-preform tersebut
tersusun di rel kemudian perform-preform itu menuju gate,
dimana gate itu berfungsi sebagai alat deteksi (detektator)
apakah suhu pada perform-preform tersebut layak atau tidak
untuk di buat menjadi botol, apabila suhu pada preform sudah
sesuai untuk di buat menjadi botol maka gate akan terbuka
namun jika suhu belum mencapai suhu yang telah ditentukan
maka preform secara otomatis dibuang dan tidak dapat
digunakan lagi, maka dari itu sebelum melakukan proses ini
telah dilakukan proses percobaan untuk mendapatkan hasil
yang optimal karena jika tidak perusahaan akan rugi besar
kalau banyak bahan/preform yang dibuang karena suhunya
tidak sesuai dengan ketentuan suhu untuk proses ini.
Adapun yang perlu diketahui dalam proses blow
molding ini semua gerakan mesin dikontrol menggunakan
computer sebelum melakukan proses masal. Hasil pengujian
yang telah dilakukan disimpan di dalam computer sebagai
patokan untuk proses-proses selanjutnya, walaupun demikian
masih tetap ada juga yang namanya kegagalan produksi pada
hal system computer sudah benar, masalahnya biasanya
akibat tegangan/arus listrik yang kurang stabil atau mesinnya
terdapat kerusakan. Proses berlanjut ke heater dan
selanjutnya menuju korpfinger dimana korp fingger ini
berfungsi untuk mengatur atau menyusun perform-preform
agar masuk kedalam mold (cetakan). Sebelum menuju korp
finger preform-preform tersebut menuju player dilanjutkan
menuju mold, sebagai pemberitahuan bahwa jarak preform ke
korp finger sama dengan jarak preform ke player.
Jumlah mold yang digunakan dalam proses ini
berjumlah empat buah jumlah mold yang digunakan dapat di
atur sesuai dengan kebutuhan produksi. Mold ditutup dan
kemudian menuju noching dan nochingpun naik dimana
sudah terdapat beberapa nozzle yang siap menghembuskan
angin bertekanan tinggi yang tekanannya kurang lebih 30 bar.
Setelah nozzle masuk ke dalam mold dan
menghembuskan angin tersebut maka botol pun jadi dan mold
pun terbuka dan botol pun jatuh. Setelah itu proses
dilanjutkan dengan pengumpulan botol-botol untuk dikerjakan
proses lainnya, misalnya dilakukan test kelayakan atau quality
control untuk mengetahui apakah sudah sesuai dengan yang
dikehendaki atau tidak. http://www.alibaba.com/product-
gs/257208680/bottle_preform.html?s=p.)
b. Minyak sereh
Minyak sereh adalah salah satu jenis minyak atsiri yang
dihasilkan melalui proses distilasi uap daun sereh. Pada
bidang perdagangan dijumpai dua jenis minyak sereh, yaitu
jenis Ceylon dan jenis Jawa. Minyak sereh jenis Ceylon
dihasilkan dari proses distilasi daun Cymbopogon nardus
Rendle atau Lenabatu, sedangkan minyak sereh jenis Jawa
dihasilkan dari Cymbopogon winterianus Jowitt atau
Mahapengiri. Minyak daun sereh dimanfaatkan untuk
mengusir/menolak serangga, misalnya semut dan nyamuk.
Menurut Wijesekara (1973), senyawa utama penyusun
minyak sereh adalah geraniol, sitronelal dan sitronelol.
Gabungan ketiga senyawa utama minyak sereh dikenal
sebagai total senyawa yang dapat diasetilasi. Ketiga
senyawa inilah sebagai penentu nilai dan harga minyak
sereh karena adanya intensitas bau harumnya,. Menurut
standar pasar internasional, kandungan sitronelal dan
jumlah total alkohol masing-masing harus lebih tinggi dari
35%.
b. Eter
1) Etilena oksida
Etilen oksida adalah salah satu bahan baku yang
paling penting yang digunakan dalam produksi kimia
besar-besaran. Etilen oksida Kebanyakan digunakan
untuk sintesis etilen glikol, dietilen glikol dan termasuk
glikol trietilen, yang menyumbang hingga 75% dari
konsumsi global. Produk penting lainnya termasuk eter
etilena glikol, ethanolamines dan etoksilat. Di antara
glikol, etilen glikol digunakan sebagai antibeku, dalam
produksi poliester dan polyethylene terephthalate (PET -
bahan baku botol plastik), pendingin cair dan pelarut.
Polyethyleneglycols digunakan dalam parfum, kosmetik,
farmasi, pelumas, pengencer cat dan plasticizer. Etilen
glikol eter adalah bagian dari cairan rem, deterjen,
pelarut, dan cat lak. Produk lainnya dari etilen oksida.
Ethanolamines digunakan dalam pembuatan sabun dan
deterjen dan untuk pemurnian gas alam. Etoksilat
adalah produk reaksi etilen oksida dengan tinggi, asam
alkohol atau amina. Mereka digunakan dalam
pembuatan deterjen, surfaktan, emulsifier dan dispersan
2) Anisol
Anisol dapat digunakan sebagai bahan untuk parfum,
sebagai pelarut, sebagai pendingin antara dan sebagai
bahan awal dalam sintesis senyawa organik lainnya.
Jadi, misalnya, anisol berada dalam posisi orto-akan
deprotonated dengan n-butyllithium.
c. Aldehid
1) Heksanal
Heksanal senyawa organik milik kelompok
turunan dari hidrokarbon, yang dikenal sebagai
aldehida. Hal ini ditandai dengan campuran aroma
tertentu aldehid, potongan rumput dan buah.
Senyawa ini digunakan dalam berbagai industri:
makanan (bumbu), kimia (resin sintetis dan aditif
insektisida), kosmetik (parfum).
2) Heptanal
Heptanaldehyde adalah aldehida alkil dengan bau buah
yang kuat yang digunakan sebagai bahan dalam
kosmetik, parfum, dan rasa. Hal ini dapat diperoleh dari
minyak jarak dengan distilasi pengurangan tekanan
industri, digunakan dalam pembuatan heptanoate 1-
Heptanol dan etil
3) Dekanal
Decanal merupakan senyawa organik dengan rumus
kimia C9H19CHO. Ini adalah aldehida sepuluh-karbon
sederhana. Decanal terjadi secara alami dan digunakan
dalam wewangian dan bumbu. Decanal terjadi di alam
dan merupakan komponen penting dalam jeruk
bersama dengan octanal, citral, dan sinensal. Decanal
juga merupakan komponen penting dari bau soba.
4) Nonanal
nonanaldehyde juga disebut atau pelargonaldehyde,
merupakan aldehida alkil. Memiliki buah yang kuat atau
bau bunga dan digunakan dalam rasa dan parfum. Hal
ini juga diproduksi oleh tubuh manusia.
d. Keton siklik
Keton siklik digunakan sebagai bahan untuk membuat
parfum.
b) Serat Protein
Serat protein berbentuk staple atau filamen yang
juga disebut dengan wol. Serat ini berasal dari rambut
hewan domba, alpaca, unta, cashmer, mohair, kelinci, dan
vicuna. Namun dari beberapa hewan tersebut yang paling
sering digunakan adalah bulu domba.
Wol memiliki sifat hidroskopis, namun serat ini juga
melepaskan uap air secara perlahan-lahan, sewaktu wol
melepaskan uap air akan menimbulkan panas pada bahan
tekstil. Sehingga apabila di buat baju, kain ini terasa
hangat. Wol tahan kusut dan bersifat dapat menahan
lipatan, misalnya karena penyetrikaan. Wol dan serat yang
sejenis merupakan serat alam yang dapat menggumpal,
apabila dikerjakan dalam larutan sabun bersuhu panas.
c) Serat sutera
Kepompong larva ulat sutera, menghasilkan serat
berbentuk filamen. Umumnya serat sutra di campur dengan
serat sintetis untuk menghasilkan kain sutera yang halus
dan memiliki ketahanan yang kuat.
a. Rayon
Serat rayon pertama kali dibuat untuk membuat kain
pakaian jenis krep atau menyerupai linen. Ada bermacam-
macam serat rayon antara lain rayon viskos, rayon
kupramonium, rayon modulus, rayon kekuatan tinggi, dan
serat polinosic. Jenis serat rayon yang dapat digunakan
sebagai kain untuk busana anak, yaitu serat rayon viskosa
dan rayon kuproamonium.
(1) Rayon Viskosa
Bahan pakaian atau umumnya disebut kain biasanya
banyak yang menggunakan campuran antara poliester
dan rayon viskosa. Penggunaan kain-kain ini
tergantung dari kebutuhan, biasanya kain rayon viskosa
yang halus dipakai untuk pakaian dalam. Jenis bahan ini
memiliki karakteristik tahan terhadap penyetrikaan,
namun jika pemanasannya lama warna kain akan
berubah menjadi kuning. Begitu juga dengan
penyinaran, apabila terkena sinar terus menerus,
kekuatan kain ini akan berkurang. Bila dibandingkan
dengan kapas, rayon viskosa lebih tahan terhadap
pelarut-pelarut. Namun jika terkena asam rayon viskosa
lebih cepat rusak terutama dalam kondisi panas.
Demikian juga bila ada serangan jamur, rayon viskosa
kekuatannya akan berkurang dan warnanya menjadi
kusam.
(2) Rayon Kupramonium
Rayon ini dihasilkan dari serat tanaman yang
digenerasi, sehingga pada berbagai hal mempunyai
sifat yang sama dengan rayon viskosa. Yang
membedakan sifat-sifat antar keduanya adalah rayon
kupramonium dapat menghasilkan kain yang halus,
lebih mulur diwaktu basah dibanding waktu kering,
bahan mudah terbakar, dan kekuatannya berkurang
oleh sinar matahari.
b. Polimer Sintesis
Serat sintetik dihasilkan dengan cara polimerisasi
senyawa-senyawa kimia. Polimer tersebut bisa berupa
polimer yang berasal dari alam ataupun polimer buatan.
Teknologi polimer sintetis dilakukan dengan cara
menyemprotkan polimer cair pada lubang-lubang kecil yang
disebut Spinneret. Proses ini hanya mungkin dilakukan
pada cairan yang relatif kental. Pembentukan filamen
dipengaruhi oleh viskosatas larutan, tegangan permukaan
cairan dan waktu pengerjaan. Cara pembuatan polimer
menjadi cairan, menentukan cara penyemprotan dan cara
memadatkan cairan polimer menjadi filamen. Pengubahan
polimer menjadi bentuk serat ditentukan oleh kelarutan
polimer di dalam pelarut yang sesuai dan titik leleh jauh di
bawah suhu dekomposisinya. Cairan polimer atau larutan
polimer yang disemprotkan, dipadatkan oleh antar aksi
dengan lingkungan sekelilingnya yang dalam antar aksi
tersebut terjadi pemindahan panas dan massa atau kedua-
duanya. Yang termasuk polimer sintesis antara lain
poliamida yang dikenal dengan nilon dan poliester.
(1) Poliamida (Nilon)
Serat poliamida diperdagangkan dengan nama
nilon, pertama kali dibuat oleh Du Pont Company pada
tahun 1939 yang dipamerkannya di Pekan Raya New
York berupa kaos kaki wanita. Pada tahun 1941-1946
produk nilon dibuat terutama untuk keperluan militer
seperti kain parasut, tali dan lainnya. Sampai tahun
1964 dikenal 44 tipe nilon yang telah dibuat dengan
1.200 varitas yang tiap varitas dapat berbeda dalam
ukuran denier, pilinan, jumlah filamen, bentuk serat,
kecerahan, warna dan sebagainya. Di Amerika Serikat
jenis nilon yang banyak dibuat adalah Nilon 66,
sedangkan jenis lainya adalah Nilon 6, Nilon 6.10 dan
sebagainya. Angka 6 menunjukan jumlah 6 atom karbon
yang terdapat pada masing-masing molekul pembentuk
molekul serat.
Serat nilon mempunyai molekul serupa dengan
molekul protein, karenanya serat nilon memiliki sifat
yang sama seperti serat protein yaitu dapat dicelup
dengan zat warna asam, tapi memiliki juga kemampuan
dicelup dengan zat warna lain misal dengan zat warna
dispersi. Nilon mudah sekali menyerap zat waktu jika
dicuci bersama dengan tekstil lain yang berwarna. Oleh
karena itu sering serat nilon disebut serat penangkap
zat warna. Serat Nilon bersifat tembus cahaya,
sehingga sangat baik untuk kaos kaki wanita.
Keelastikan dan kekuatan Nilon didasarkan pada
kekuatan ikatan hidrogen yang bekerja antar molekul
serat. Sifat kain nilon mudah berbulu (pilling), tetapi
karena kekuatan nilon tinggi, maka bulu-bulu yang
terbentuk tidak mudah lepas tetapi menggumpal lebih
banyak.
Ketahanan gesek nilon sangat tinggi, sehingga
gunting untuk memotong kain nilon perlu lebih sering
diasah. Stabilitas dimensi serat nilon dapat dimantapkan
pada suhu tinggi. Molekul nilon pada waktu dikerjakan
pada suhu panas akan bergerak dengan cepat sehingga
menjadi bahan berenergi tinggi, mudah diberi bentuk
seperti dilipat, dihaluskan, diregangkan, apabila dalam
keadaan tersebut bahan didinginkan, maka kedudukan
molekulnya akan tetap sampai suhu melebihi suhu
pemantapan, tetapi tidak boleh melebihi suhu titik lunak
yang merupakan titik suhu dimana ikatan hidrogen serat
Nilon menjadi lemah dan serat dapat terputus.
Dalam perdagangan selain dikenal nilon 66
dengan nama dagang Nilon dan Nilon 6 dengan nama
dagang Perlon L, Caprolan, Kapron dan Amilan. Juga
dikenal jenis lain, yaitu Nilon 610 dan Nilon trilobal
dengan nama dagang Antron, Nilon 7 dengan nama
dagang Enant, Nilon 11 dengan nama dagang Rilsan,
Nilon 6T dan Nomer.
Kegunaan nilon bermacam-macam tergantung
dari jenisnya. Jenis nilon 66 banyak dipakai sebagai
kain kursi, permadani, kain parasut, benang untuk ban,
tali pancing, tali temali, kaos kaki, kain penyaring (gasa)
dan kain untuk pakaian wanita. Sedangkan Nilon 610
dan Nilon 11 digunakan untuk sikat gigi. Nilon trilobal
digunakan untuk bahan yang memerlukan sifat tahan
api, misalnya untuk pakaian ruang angkasa dan pakaian
pembalap mobil. Selain itu juga digunakan untuk pelapis
mesin seterika dan penyaring gas suhu tinggi.
(2) Poliester
Sifat serat poliester pada umumnya tahan
terhadap asam maupun basa yang lemah tetapi kurang
tahan terhadap basa kuat dan dapat dikelantang
dengan zat pengelantang kapas. Demikian pula tahan
terhadap serangga, jamur dan bakteri, sedangkan
terhadap sinar matahari ketahanannya cukup baik.
Gambar 47. Serat polyester
(http://textile99.blogspot.com/2011/12/serat-poliester.html)
c. Poliakrilat
Serat akrilat dan modakrilat kedua-duanya
mengandung senyawa akrilat hanya berbeda dengan
jumlahnya. Serat modakrilat mengandung lebih sedikit
senyawa akrilonitril dan bersifat lebih peka terhadap panas
sehingga penggunannya untuk pakaian terbatas. Serat
akrilat terbakar sempurna, sedangkan serat modakrilat
tidak membantu pembakaran. Dibandingkan dengan serat-
serat sentetik lainnya, serat akrilat dan modakrilat lebih
mendekat sifat-sifat wol dan sutera dalam hal kehangatan
dan sifat pegangannya.
Beberapa jenis serat poliakrilat yang dikenal dan
penggunaannya yaitu :
1) Orlon 81, yaitu serat poliakrilat yang berbentuk filamen
banyak digunakan untuk tekstil keperluan rumah tangga
dan industri misalnya untuk tenda, kap mobil, tirai
jendela, permadani, kain saring untuk penyaring zat
kima. Sedangkan Orlon 42 yang berbentuk stapel
banyak dipakai untuk kain rajut untuk pakaian dalam
dan luar, yang juga sering dicampur dengan wol.
2) Pan, adalah serat filamen poliakrilat yang dibuat oleh
Bayer, sedangkan Dralon yang berbentuk stapel. Pan
banyak digunakan untuk pakaian dalam, pakaian
renang, pullover, pakaian olah raga dan tirai jendela.
Sedangkan Dralon banyak digunakan untuk pakaian,
kaos kaki, benang rajut dan pakaian olah raga.
3) Acrilan, dibuat oleh Chemstad Corp. USA, serat Acril
100% terutama digunakan untuk sweater, kain rajut
untuk pakaian luar dan pakaian dalam. Sedangkan serat
campurannya dengan kapas, rayon atau wol digunakan
untuk pakaian kerja.
4) Courtele dibuat oleh Courtauld Ltd. Courtele banyak
digunakan untuk kain rajut untuk pakaian.
5) Creslan dibuat oleh Amerika Cyanamid Co. Creslan
terutama digunakan untuk kain rajut, selimut, kain-kain
berbulu, pakaian pria dan wanita serta tekstil untuk
keperluan industri.
6) Zefran dibuat oleh Dow Chemikal Co. Peggunaan
zefran seperti courtele.
7) Darvan atau Travis dibuat oleh Goodrich Chemaical Co.
Darvan banyak digunakan sebagai benang rajut,
sweater; dan campurannya dengan serat-serat lain
untuk bahan pakaian.
1. Bahan Baku
Kapas dan linen adalah salah satu sumber fiber untuk
kertas yang sekarang telah digantikan dengan fiber dari kayu.
Sekitar 20 % pulp yang digunakan di Amerika adalah recycle,
dan Eropa serta Jepang melakukan recycle lebih banyak.
Woods (soft and hardwood) digunakan untuk membuat pulp,
tapi kulit kayu tidak, karena tidak memiliki serat dan sulit untuk
di bleaching. Komponen utama dari kayu yang perlu
dihilangkan untuk mengubah menjadi kertas dikenal sebagai
senyawa lignin. Nama ini mengacu pada sekelompok bahan
kimia yang pada dasarnya tiga polimer dimensi trans-coniferol,
trans-sinapol dan trans-p-coumarol (Gambar 48), bersama
dengan hemiselulosa dan asam karboksilat aromatik. Lignin
adalah senyawa yang memperkuat yang diendapkan pada
dinding sel pohon untuk membuat kayu cukup kuat. Namun,
lignin juga merupakan senyawa yang membuat pulp kayu
bewarna coklat, sehingga senyawa tersebut akan dihilangkan
dari pulp kecuali jika digunakan untuk membuat kertas buram
dan kardus.
1. Perekat alamiah.
J. Rangkuman
Teknologi biodegradable polimer dalam industry pangan
antara lain 1) aplikasi edible film pada bahan pangan, misalnya :
pada sosis, pelapisan buah-buahan dan sayuran segar. 2)
aplikasi zat aktif aromatis pada makanan, 3) Aplikasi sebagai bahan
tambahan pangan, misalnya CMC (Carboxymethylcellulose). 4)
Aplikasi sebagai gelling agent, misalnya gelatin yaitu bahan yang
dapat dipakai uuntuk membuat gel atau bersifat sebagai gelling
agent, yaitu bahan yang dimanfaatkan untuk bahan penstabil,
pembentuk gel, pengikat, pengental, pengemulsi dan lain
sebagainya.
Teknologi nonbiodegradable polimer dalam industry
pangan antara lain plastik kemasan untuk melindungi makanan
dari interaksi yang terjadi secara langsung dengan lingkungan.
Akan tetapi, pembuangan plastik kemasan menjadi masalah yang
komplek terkait pengolahan dan degradasi yang ditimbulkan.
Biodegradable polimer dalam industri kemasan secara
umum didefinisikan sebagai film kemasan yang bisa diolah
kembali (daur ulang) dan bisa diuraikan secara alami. Polimer
yang telah diproduksi dalam skala industri antara lain adalah jenis
polimer plastik biodegradabel. Contoh plastik biodegradabel yaitu
poli (□-kaprolakton) (PCL), poli (α-hidroksi butirat) (PHB), poli
(butilena suksinat) (PBS), poliasam laktat (PLA).
Teknologi polimer dalam pembuatan plastik
nonbiodegradable menggunakan bahan dasar perform. Proses
pembuatan botol plastic dengan bahan dasar preform
menggunakan suatu proses yang di kenal dengan nama Blow
Molding.
Teknologi biodegradable polimer dalam industri aroma dan
parfum antara lain minyak atsiri yang dipakai pada berbagai
aplikasi aroma antara lain : untuk parfum, perlengkapan mandi
(sabun, shampoo, deterjen dan bilasan), pasta gigi, kosmetik,
bahan makanan, minuman dan tembakau.
Teknologi nonbiodegradable polimer dalam industry aroma
dan parfum antara lain Alkohol (etanol, pentanol, heksanol,
heptanol, nonanol), Eter (etilena oksida, anisol), Keton siklik
Teknologi biodegradable polimer dalam industri tekstil
umumnya berbahan dasar serat alami (kapas, wol, sutera, katun,
dan rami), untuk serat alami berbahan kapas, wol sutera dan
katun biasanya di manfaatkan untuk berbagai jenis kain, handuk
dan sprei. Sedangkan serat rami yang menghasilkan linen yang
kuat dan indah biasanya banyak dipakai untuk saputangan, taplak
dan serbet.
Teknologi nonbiodegradable polimer dalam industri tekstil
memakai bahan dasar serat sintetik misalnya rayon, poliester,
nilon, dakron, akrilik dan polyolefin.
Teknologi polimer dalam industri kertas dihasilkan dari
selulosa fiber sebagai bahan dasarnya, seperti kayu, kertas daur
ulang, dan limbah pertanian. Langkah-langkah utama dalam
manufaktur pulp dan kertas adalah : persiapan bahan baku dan
penanganan, manufaktur pulp, pulp cuci dan screening, pemulihan
kimia, bleaching, stock preparation, dan pembuatan kertas.
Teknologi polimer dalam industry perekat berdasarkan
unsur kimia utama, dapat dibagi menjadi dua kategori yaitu: (1)
Perekat alamiah : (a) Berasal dari tumbuhan (b) Berasal dari
protein, (c) Berasal dari material lain, seperti asphalt, shellac (lak),
rubber (karet), sodiumsilicate, magnesium oxychloride dan bahan
anorganik lainnya. (2) Perekat sintesisa: (a) Perekat thermoplastic,
(b) Perekat thermosetting.
Salah satu biodegradable polymer yang digunakan dalam
industry kesehatan adalah kitosan. Kitosan adalah suatu
biopolimer dari D-glukosamin yang dihasilkan dari proses
deasetilasi kitin dengan menggunakan alkali kuat.
K. Soal-soal latihan
1. Apa yang dimaksud dengan teknologi biodegradable
polimer dalam industri pangan ? jelaskan?
2. Sebutkan dan jelaskan teknologi nonbiodegradable polimer
dalam industri pangan ?
3. Sebutkan dan jelaskan teknologi biodegradable polimer
dalam industri kemasan ?
4. Jelaskan teknologi nonbiodegradable polimer dalam
industri kemasan ?
5. Sebutkan dan jelaskan teknologi biodegradable polimer
dalam industri aroma dan parfum ?
6. Sebutkan dan jelaskan teknologi nonbiodegradable polimer
dalam industri aroma dan parfum ?
7. Sebutkan dan jelaskan teknologi biodegradable polimer
dalam industri tekstil ?
8. Sebutkan dan jelaskan teknologi nonbiodegradable polimer
dalam industri tekstil ?
9. Sebutkan dan jelaskan teknologi biodegradable polimer
dalam industri kertas ?
10. Sebutkan dan jelaskan teknologi nonbiodegradable polimer
dalam industri ?
11. Sebutkan dan jelaskan teknologi polimer dalam industri
perekat ?
12. Sebutkan dan jelaskan teknologi polimer dalam industri
kesehatan ?
BAB IX
PENGUJIAN
POLIMER
Kemajuan penting dalam kimia polimer, seperti polimer
ramah lingkungan (dapat dibiodegradasi) telah berhasil disintesis
dengan menggunakan komonomer berupa lignoselulosa.
Berbagai bahan dari tumbuhan seperti minyak sawit kasar,
minyak kedelai, minyak jarak, lignin kraft, kopi, dan sakarida, serta
amilosa dapat dibuat menjadi poliuretan ramah lingkungan lewat
pencampuran dengan polioksietilen glikol (PEG) atau
polioksipropilen glikol dan direaksikan dengan metilena-4,4’-
difenildiisosianat. Poliuretan yang dibuat dari bahan alam memiliki
struktur kimia yang bergantung pada komponen bahan alamnya.
Busa poliuretan hasil sintesis dari molase, menunjukkan
kemudahan biodegradasi di antara kayu beech (Fagus sieboldi)
dan kayu cryptomeria (Cryptomeria japonica) (Hatakeyama,
1998).
Owen (1995) telah berhasil mensintesis poliuretan yang
dapat dibiodegradasi dengan cara mereaksikan poli-D,L-asam
laktat dengan polimetilen polifenil poliisosianat. Kehilangan massa
poliuretan terutama disebabkan oleh terbiodegradasinya bagian
PEG dan poliol asam laktat.
dimana :
Wic - Wfc
C (%) = ------------- x 100%..........................(2)
Wic
dimana :
Wic = massa sampel sebelum proses biodegradasi
Wfc = massa sampel sesudah proses biodegradasi
Persen kehilangan massa sesungguhnya dapat ditentukan
dengan persamaan (3).
Wi - Wr
kehilangan massa = ------------ x 100%.................(3)
Wi
dimana :
Wi = massa sampel sesungguhnya sebelum proses biodegradasi
Wf = massa sampel sesudah proses biodegradasi
……. (6)
Keterangan :
ε = Kemuluran (%)
Io = Panjang spesimen mula-mula (mm)
If = Panjang spesimen setelah diberi beban (mm)
(Wirjosentono, 1993).
(9)
Dimana,
Wg = berat sampel setelah diekstraksi
Wo = berat sampel sebelum ekstraksi
(Halimatuddaliana, Ismail.,2008)
J. Rangkuman
Kemudahan biodegradasi polimer dapat diketahui melalui
penentuan kehilangan massa dan degradabilitas selama
biodegradasi.
Perubahan gugus fungsi dalam polimer akibat biodegradasi
dapat ditentukan melalui teknik FTIR dan perubahan sifat termal
dalam polimer akibat biodegradasi dapat diketahui melalui teknik
DTA.
Penyerangan mikroorganisme ke dalam daerah kristalin
atau amorf dalam biodegradasi polimer dapat diketahui melalui uji
kristalinitas dengan teknik XRD.□
Kerusakan permukaan polimer akibat biodegradasi dapat
ditentukan melalui pengamatan permukaan dengan teknik SEM.
DSC (Difference Scanning Colometry) merupakan teknik
yang digunakan untuk menganalisa dan mengukur perbedaan
kalor yang masuk ke dalam sampel dan referensi sebagai
pembandingnya. DSC dapat digunakan untuk mempelajari
perubahan yang terjadi pada bahan pada saat dipanaskan.
Analisis uji mekanik bertujuan untuk mengetahui sifat
mekanik dari suatu zat. Parameter yang biasa digunakan untuk
analisis ini adalah tensile strength atau kekuatan tarik, elongation
at break atau regangan putu, dan modulus young. Kekuatan tarik
menggambarkan kekuatan tarik maksimum suatu polimer
sedangkan regangan putus menggambarkan titik patah dan
kekuatan akhir suatu polimer
Dalam penentuan derajat sambung silang dilakukan
dengan menentukan kandungan gel bahan. Pelarut yang
digunakan adalah xilena yang dapat melarutkan karet sintesis.
Kandungan gel dalam sampel diukur dengan teknik ekstraksi.
PCR merupakan suatu teknik amplifikasi DNA secara in
vitro yang mampu mengamplifikasi segmen tertentu dari
keseluruhan genom bakteri. Proses amplifikasi PCR melibatkan
variasi suhu yang mendekati suhu didih air, jadi diperlukan enzim
polimerase yang tetap stabil dalam temperatur yang tinggi. Pada
proses PCR, enzim polimerase yang digunakan berasal dari
bakteri Thermus aquaticus (Taq) yang hidup di lingkungan
bersuhu lebih dari 90 oC. Tiga tahap pengulangan yang penting
dalam proses PCR yaitu : Denaturasi, Annealing (penempelan
primer), dan Pemanjangan Primer (Extention).
K. Soal-soal Latihan
1. Jelaskan pengujian biodegradasi polimer menggunakann ujii
melalui penentuan kehilangan massa dan degradabilitas
polimer?
2. Jelaskan uji perubahan gugus fungsi dalam polimer akibat
biodegradasi melalui teknik FTIR?
3. Jelaskan uji perubahan sifat termal dalam polimer akibat
biodegradasi melalui teknik DTA?
4. Jelaskan uji kristalinitas dengan teknik XRD?
5. Jelaskan pengamatan permukaan dengan teknik SEM?
6. Jelaskan teknik untuk menganalisa dan mengukur perbedaan
kalor yang masuk ke dalam sampel dan referensi sebagai
pembandingnya dengan uji DSC?
7. Jelaskan analisis uji mekanik pada polimer? dan parameter
apa yang biasa digunakan ?
8. Jelaskan uji polimer dengan kandungan gel?
9. Jelaskan proses amplifikasi PCR pada pengujian DNA?
Abduh, M. 2011. Plastik dengan nanoteknologi.
http://polimer.wordpress.com/2011/04/03/ plastik-nanoteknologi-
ramah-lingkungan/html
Abraham, Wolf-Rainer, Ernst, L., and Stumpf, B., 1990,
“Biotransformation of Caryophyllene by Diplodia gossypina”,
Phytochemistry, 29, 115-120.
Alexander, M. 1977. Introduction to Soil Microbiology. Second edition.
John Willey and Sons, New York.
Allen, N.S. 1983. “Degradation and Stabilisation Of Polyolefins” London :
Applied Science Publishers.
Altschul, A.M. 1976. New Protein Food. Academic Press Ltd. London.
Anggadiredja, T., Zatnika, A., Purwoto, H., dan Istini, S. (2010). Rumput
Laut. Jakarta: Penebar Swadaya. Hal. 26-38
Angka SL, Suhartono TS. 2000. Bioteknologi Hasil Laut. Bogor: Pusat
Kajian Sumber Daya Pesisir dan Lautan. Institut Pertanian
Bogor. hlm 49-56
Anonym. 2000. du-pont-temukan-metoda-baru-daur-ulang-nylon.
http://www.chem-is-try.org/artikel_kimia/berita/du-pont-temukan-
metoda-baru-daur-ulang-nylon.
Anonymous. 2003. Virtual Chembook, “Glycogen”, diakses 6 Des. 2014
http://www.elmhurst.edu/~chm/vchembook/547 glycogen.html
Anonim. 2009. Degradasi polimer.
http://en.wikipedia.org/wiki/Polymer_degradation
Anonym. 2009. Degradasi kimia. http://www.degradation.com/degradasi-
kimia-chart
Anonim. 2009a. Plastic. http://www.wikipedia.com. [20 November 2009].
Anonim. 2009b. Maleic Anhydride. http://en.wikipedia.org/wiki/ Maleic
Anhydride. [1 Agustus 2009].
Anonim. 2010a. Glycerol. http://en.wikipedia.org/wiki/ Glycerol. [1 Mei
2010].
Anonim. 2010c. 2nd European Bioplastics Conference in 2007 established
as the place to be of bioplastics industry. http://www.european
bioplastics.org/index.php?id=621. [10 April 2010].
Antonio, Zamora. 2005. Fats, Oils, Fatty Acids, Triglycerides.
http://www.scientificpsychic.com/fitness/fattyacids.html diakses
16 Desember 2014
Anwar, C., 1994, The Conversion Of Eugenol Into More Valuable
Substances, Disertation, Gadjah Mada University, Yogyakarta.
Argos, P., Pederson, K., Marks, M.D., and Larkins, B.A. 1982. A
structural model for maize zein proteins. J. Biol. Chem. 257 (17):
9984-9990.
Arifianto. 2008. Analisis Karakteristik Termal pada Kabel Berisolasi
danBerselubung PVC Tegangan Pengenal 300/500 Volt. Skripsi
Sarjana,Fakultas Teknik, Universitas Indonesia, Depok.
Aslan, L. M. 1998. Rumput Laut. Kanisius, Yogyakarta.
Astawan, M. dan Aviana.T.,(2002).”Pengaruh Jenis Larutan Perendam
serta Metode Pengeringan terhadap Sifat Fisik, kimia dan
Fungsional Gelatin dari Kulit Cucut”.Seminar Nasional PATPI,
Malang.
Astawan, M. 2010. Bakteri Patogen Pada Makanan, Waspadalah.
Departemen Teknologi Pangan dan Gizi Institut Pertanian Bogor.
Kompas. http://www.ikatanapotekerindonesia.net/ berita-
farmasi/22-berita-farmasi/1401-bakteri-patogen-pada-makanan-
waspadalah.html.
Aswani V., 2010. How Well Do You Understand Blood Glucose Levels?.
Available from: http://www.medscape.com/viewarticle/438144
[Accesed 15 Januari 2015]
Awang, M. R. (1999) Bahaya Bahan Kimia dalam Pembungkus Plastik.
Terdapat pada http://www.prn2.usm.my/mainsite/
bulletin/kosmik/1999/kosmik12.html. Tanggal akses: 21
Desember 2014.
Aziz A.A., M. Husin and A. Mokhtar. 2002. Preparation of cellulose from
oil palm empty fruit bunches via ethanol digestion: effect of acid
and alkali catalysts. Journal of Oil Palm Research 14(1):9-14.
Bajpai, P. 2010. Biotechnology for Pulp and Paper Processing. Springer
Science and Business Media. DOI 10.1007/978-1-4614-1409-
4_2
Balley, J.E., & Ollis, D.F. 1977. Biochemical Engineering Fundamental.
Mc. Graw Hill Kogakusha. Tokyo.
Bernardini R., 1985, Vegetable Oils and Fats Processing, Vol. N,
Interstampa Italy P. 637.
Berry Satria H., Yusuf Ahda. 2009. Pengolahan Limbah Kulit Pisang
Menjadi Pektin Dengan Metode Ekstraksi. Jurusan Teknik Kimia,
Fak. Teknik, Universitas Diponegoro Semarang
Billmeyer, F.W.Jr. 1971. Text Book of Polimer Science. John Willey
and Sons Inc., New York.
Billmeyer, F.W. 1982. “Textbook Of Polymer Science”. Second Edition.
New York : John Wiley and Sons.
Billmeyer, Fred W.1984. Textbook of Polymer Science. Troy, New York.
Boedeker plastic. 2013. Polyethylene Specification.
http://www.boedeker.com/polye_p.htm. Diakses pada tanggal 11
Januari 2015.
Borror, D.J.et al. 1996. Pengenalan Pelajaran Serangga. Diterjemahkan
oleh Partosoedjono. Edisi ke-enam.Yogyakarta.Penerbit Gadjah
Mada University Press.
Blomquist, R.F., Christiansen, A.W., and Myres, G.E., 1983, “Adhesive
Bonding ofWood and Other Structural Materials”, The University
of Wisconsin-Extension, Wisconsin.
Braverman, J.B.S. 1963. Introduction to the Biochemistry of Food.
Elsevier Publishing CO.,Amsterdam.
Brunke, E.J. and Rojahn, W., 1989, "Perfumed Containing
Tetrahidrocaryphyllenon", Ger. Offen. DE, 3, 639, 230.
Chandra, S., 1997, Waste Materials Used in Concrete Manufacturing,
New Jersey USA: Noyes Publications.
Chandra, L.H. 2011. Pengaruh konsentrasi tapioka dan sorbitol dalam
pembuatan edible coating pada penyimpanan buah melon.
(Skripsi). Departemen Teknologi Pertanian. Fakultas Pertanian.
Universitas Sumatera Utara.
Chaplin, M. (2007). Carrageenan,
http://www.isbu.ac.uk/water/hycar.html. 21 Januari 2015
Charron, N., 2001. Plastic Products and Industries, Statistics Canada Ref.
No. 33-250-XIE. Ottawa,Canada: Manufacturing, Construction, and
Energy Division.
Charoen Nakason, Krungjit Nuansomsri, Azizon Kaesaman, Suda
Kiatkamjornwong. 2006. Dynamic Vulcanisation Of Natural
Rubber/ High-Density Polyethylene Blend : Effect Of
Compatibilization Blend Ration And Curing System.
Chulalongkorn University. Bangkok 10330 Thailand
Cheremisinoff, N.P., 1996, “Polymer Characterization-Laboratory
Techniques and Analysis”, Noyes Publications, USA, 3-7.
Collado, I.G., Hamson, J.R., Hitchcock, and Macias-Sanchez, A.J.,
1997, “Stereochemistry of Epoxidation of Some Caryophyllene”,
J. Org. Chem., 62, 1965-1969.
Cowd, M.A. 1991. Kimia Polimer. Bandung : Penerbit ITB.
cP Kelco Aps. Carrageenan. Denmark. http://www.cPKelco.com [16
Januari 2015].
Darnell J., Lodish H., and Baltimore D., 1990, Molecular Cell Biology,
2nd edition, Scientific American Book Inc., New York, p. 99-76
Demilo, A.B., Cunningham, R.T., and McGovern, T.P., 1994, “Structural
of Methyl Eugenol and Their Attractiveness to the Oriental Fruit
Fly (Diptera: Tephritidae)”, J. Econ. Entomol., 87, 957-964.
Desrosier, N. W., 1988. Teknologi Pengawetan Pangan. Penerjemah M.
Muljohardjo. UI-Press, Jakarta
Devakumar, C., Narayan, M.R., and Khan, M.N.A., 1977, “Synthetic
Product From Oil of Citronella”, Indian Perfumer, XXI, 3, 139-145
Devendra. C. dan G. B. Mcleroy. 1982. Goat and Sheep Production in
The Tropics. Longman Group limited, London and New york.
Doyle, M.P. and Mungall, W.S., 1980, Experimental Organic Chemistry,
John Wiley & Sons, New York
Elli Rohaeti, N.M Surdia, C.Y Radiman, E. Ratnaningsih. 2002. Sintesis
Poliuretan dari Amilosa-Peg400-Mdi dan Biodegradasinya
Menggunakan Pseudomonas aeruginosa http:// pkukmweb.
Ukm.my /~kimia/ukmitb2002/ abstrakitb/eli_abs.htm. Tanggal
akses 7 Desember 2014.
Eli Rohaeti, N.M.Surdia, C.L.Radiman, E.Ratnaningsih (2003), Pengaruh
variasi komposisi amilosa terhadap kemudahan biodegradasi
poliuretan, Jurnal Matematika & Sains, Volume 8 No.4, 157-161.
Eli Rohaeti, N.M.Surdia, C.L.Radiman, E.Ratnaningsih (2004), Pengaruh
dua macam perlakuan mikroorganisme terhadap kemudahan
degradasi poliuretan hasil sintesis dari monomer Polietilen Glikol
berat molekul 400 dengan Metilen-4,4’-difenildiisosianat,
Proc.ITB Sains & Tek., Volume 36A No.1, 1-
Eli Rohaeti (2005), Kajian tentang sintesis poliuretan dan
karakterisasinya, Prosiding Seminar Nasional Penelitian,
Pendidikan dan Penerapan MIPA, FMIPA UNY, Yogyakarta, K1
– K9.
Eli Rohaeti dan Senam (2008), Efek minyak nabati pada biodegradasi
poliuretan hasil sintesis dari polietilenglikol 400 dan metilen-4,4’-
difenildiisosianat, Laporan Penelitian, Dikti Depdiknas, Jakarta.
Eli Rohaeti 2009. Karakterisasi Biodegradasi Polimer, Prosiding Seminar
Nasional Penelitian, Pendidikan dan Penerapan MIPA, Fakultas
MIPA, Universitas Negeri Yogyakarta.
Emil Budianto, Noverra Mardhatillah Nizardo, dan Tresye Utari. 2008.
Pengaruh Teknik Polimerisasi Emulsi Terhadap Ukuran Partikel
Kopoli (Stirena/Butil Akrilat/Metil Metakrilat). Makara Sains. Vol.
12. No. 1 April 2008: 15-22 15 15. Departemen Kimia, Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Indonesia,
Depok 16424.
Ensminger. 1962. Animal Science. 5th Ed. The Interstate Printers
Publishers, Inc. Denvile, Illionis.
FAO. 1990. Training Manual on Gracilaria Culture and Seaweed
Processing in China. Rome. p 37-42
Fessenden. F., (1997). Kimia Organik, Edisi ketiga, Erlangga, Jakarta.
Firdaus, F., S. Mulyaningsih dan E. Darmawan. 2006. Rekayasa pati
dengan pentanol-1 dan khitosan untuk peningkatan kualitas film
plastik biodegradable, analisis morfologi, karakteristik mekanik,
dan ketahanan air. Rubrik ilmiah. www. jawapos.com, 6 Januari
2006.
Flint, H.M., Merkle, J.R., and Sledge, M., 1981, “Attraction of Male
Collops Vittatus in the Field by Caryophyllene Alcohol”, Chem.
Abstr., 86, 129873c.
Frinault, A., D.J. Gallant, B. Bouchet and J.P. Dumont. 1997.
Preparation of casein film by a modified wet spinning process. J.
of Food Science 62 (4): 744-747
Gatcher, M. 1990. Plastics Additives Handbook. Third Edition. Munich:
Hanser Publish
Gatenby, R. M. dan J. M. Humbert. 1991. Sheep. MacMillan Education
Ltd, London.
Gennadios, A., McHugh, T.H., Weller, C.L., and Krochta,. J.M. 1994.
Edible coating and film based on protein. In Edible coating and
film to improve food quality; Krochta, J.M., Baldwin, E.A.,
Nisperros-Carriedo, N., Eds.; Technomic Pub.: Lancaster, PA; pp
201-278.
Ginting, (2006), Pembuatan Komposit dari Karung Plastik Bekas dan
Polietilena dengan Pelembut Heksan, Jurnal Teknologi Proses,
Juli 2006:138-141.
Gomez-Guillen, M. C., Perez-Mateos, M., Gomez-Estaca, J., Lopez-
Caballero, Gimenez, B., & Montero, P. 2009. Fish gelatin: a
renewable material for developing active biodegradable films.
Trends in Food Science & Technology, Vol. 20, No. 1, pp. (3-16)
Greenwood, C.T. dan D.N. Munro.,1979, Carbohydrates. Di dalam R.J.
Priestley,ed. Effects of Heat on Foodstufs. Applied Seience Publ.
Ltd., London.
Griffin, R.C. 1994. Technical Methode of Analyst. New York : Mc.Graw
Hill.
Guilbert, S. 1999. Corn protein-based thermoplastic resins : Effect of
some polar and amphiphilic plastisizers. J.Agric.Food.Chem. 47:
1254-1261.
Guilbert, S. 2001. A survey on protein absed materials for food,
agricultural and biotechnological uses. In Active bioplymer
films and coating for food and biotechnological uses.
Park,H.J., R.F.Testin, M.S.Chinnan and J.W.Park (Ed).
Materials of Pre-Congress Short Course of IUFoST, Korea
University-Seoul, Korea.
Guiseley KB, Stanley NF, Whitehouse PA. 1980. Carrageenan. Di
dalam: Davids RL (editor). Hand Book of Water Soluble Gums
and Resins. New York, Toronto, London: Mc Graw Hill Book
Company. p 125-14
Hadi, Sapto Nugroho. 2006. www.chem-is-try.org. tanggal akses : 16
Desember 2014.
Halimatuddahliana. 2008. Modifikasi Bahan Elastomer Termoplastik
Polipropilena/Karet Alam (PP/NR) Dengan Proses
Pemvulkanisasian Dinamik. Vol 1: hal 38-42
Halimatuddahliana dan H. Ismail., 2008, Kekuatan Tarik dan Kandungan
Gel Campuran Karet Alam (NR) dan Polipropilena (PP:Pengaruh
Penambahan Bahan Sambung Silang Dicumil Peroksida (DCP)
dan N-N-m-Phenylenebismaleimide (HVA-2), Medan: Universitas
Sumatera Utara.
Harper, C.A. 2002. Handbook Of Plastic, Elastomers &
Composites.Fourth Edition, New York : McGraw –Hill
Harsojuwono, B. A. 2005. Laporan survai kawasan porang di Jawa
Timur. PT FIM, Jakarta.
Harsojuwono, B. A. 2006. Studi cara ekstraksi glukomanan dari umbi
porang (Amorphophallus muelleriB.), FTP, Universitas Udayana
Denpasar, Bali.
Harsojuwono, B.A. 2011. “Karakteristik fisik dan mekanis dari variasi
formula komposit plastik biodegradable glukomanan dari umbi
porang (Amorphophallus muelleri B)”. Universitas Udayana, Bali.
Hart, dkk. 2003. Kimia Organik Edisi Kesebelas. Jakarta : Erlangga
http://images.google.co.id/imgres?imgurl=
http://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/thumb/d/df/Nylon
6_and_Nylon6,6_structure.svg/708px-
Hartomo, A.J., 1995. Penuntun Analisis Polimer Aktual. Yogyakarta :
Penerbit Andi
Harumningtyas, A. 2010. Aplikasi edible plastik pati tapioka dengan
penambahan madu untuk pengawetan buah jeruk Citrus sp.
(Skripsi). Universitas Airlangga. Surabaya. 101 hlm
Hatakeyama, H., S. Hirose, T. Hatakeyama, K. Nakamura, K.
Kobashigawa, N. Morohoshi (1995), Biodegradable
Polyurethanes from Plant Component, J. Pure Applied
Chemistry, A32(4), 743 – 750.
Hatakeyama, H. (1998), Biodegradable Polyurethanes from Natural
Resources, Fukui Institute, Japan. Nicholson, J. W. (1997),
Polymers and the Environment, dalam The Chemistry of
Polymers, 2nd ed., The Royal Society of Chemistry, Cambridge,
173.
Hawkins, W.L. (1984), Polymer Degradation and Stabilization, Springer-
Verlag, New York.
Hee-Young An., 2005, Effects of Ozonation and Addition of Amino acids
on Properties of Rice Starches. A Dissertation Submitted to the
Graduate Faculty of the Louisiana state University and
Agricultural and Mechanical College.
Henrique, C.M.2007. Classification Of Cassava Starch Film By
Physicochemical Properties and Water Vapor Permeability
Qualification by FTIR and PLS. Journal Of Food Science.
Hidayat. 2003. Uji Kekuatan Mekanik pada Plastik Ramah
Lingkungan.http://bioindustri.blogspot.com/2008_05_01_archive.
html. Diakses pada tanggal 18 Januari 2015
Hieronymus, 1991, Sereh Wangi Bertanam dan Penyulingan, Kanisius,
Yogyakarta
Hongjiu, H. L, Z. Jinjin, L. Jie. 2006. Investigation of Adhesive
Performance Of Aqueous Polymer Latex Modified By Polymetric
Methylene Diisocyanate. Journal of adhesian 82 (1):93-114
http://blog.ub.ac.id/mochamat/2012/02/21/material-komposit/ 5.
http://id.wikipedia.org/wiki/Senyawa_organik 3.http://kimiadahsyat.blo
gspot.com/2009/07/perbedaan-polimerisasi-kondensasi-
dan.html 4.
http://industrikaret.wordpress.com diakses Januari 2015
http://gadabinausaha.wordpress.com/2011/12/11/karet-alam/ di akses
Januari 2015.
http://ginaangraeni10.wordpress.com/about/viskositas cairan. Diakses
24 januari 2015.
http://www.chem-is-try.org/artikel kimia/kimia material/vulkanisasi karet/
diakses Januari 2015.
http://en.wikipedia.org/wiki/Glucomanan diakses Januari 2015.
http://en.wikipedia.org/wiki/cross_linked_Polyethylene diakses Januari
2015.
http://en.wikipedia.org/wiki/Polyethylene diakses Januari 2015.
http://en.wikipedia.org/wiki/Polyvinyl_alkohol diakses Januari 2015.
http://en.wikipedia.org/wiki/Wol diakses Januari 2015.
http://usupress.usu.ac.id/files/Polimer;%20Ilmu%20Material_Normal_ba
b%201.pdf 6.
http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2010/01/tugas-material-teknik-
tentang-polimer/
Hui, Y. H. 2006, Handbook of Food Science, Technology, and,
Engineering. Volume I. USA : CRC Press
Hummel, D.O.1985. Infrared Spectra Polymer in The Medium and Long
Wavelength Region. Jhon Willey and Sons : London
Husein Umar, (2008). Metode Riset Bisnis, PT Gramedia Pustaka
Utama, Jakarta.
Innis, M. A, et al. (1990). PCR Protocols a Guide to Methods and
Applications. California: Academic Press.
Isobe, S. 1999. Properties of plasticized-zein film as affected by
plasticier treatments. In Formula dan rekayasa proses
pembuatan biodegradable film dari zein jagung; Paramawati, R.:
PPS – IPB, Bogor.
Jendrossek, D. 2001. Extracellular Poly Hydroxyalkanoat
Depolymerases : The Key Enzyme of PHA Degradation. Institute
fur Mikrobiologie de Universitat Stuggart. Germany
Jane, J. 1995. Starch Properties, Modifications, and Application. Journal
of Macromolecular Science, Part A. 32: 751-757.
Johnson, D.A., Jacobson, R., and Maclean, W.D., 2002, ”Wheat Straw
as a Reinforcing Filler in Plastic Composites”, The Fourth
International Conference on Woodfiber-Plastic Composites, hal.
200-205
Johnson James R. and Owens Krista, 2004, Rapid and Specific
Detection of the O15:K52:H1 Clonal Group of Escherichia coli by
Gene-Specific PCR, J. Clin. Microbiol. 42:3841-3843
Johnson James R. and Kuskowski Michael A., 2005, Virulence
Genotype, and Phylogenetic Origin, in Relation to Antibiotic
Resistance Profile among Escherichia coli Sample Isolates from
Israeli Women with acute Uncomplicated Cystitis, Antimicrobial
Agents and Chemo. J. 49 : 26-31
Johnson, Richard, 2007, Applied Multivariate Statistical Analysis,
Prentice Hall, United States of America
Jose Claudio Caraschi, Alcides Lopes Ledo, 2002, ”Woodflour as
Reinforcement of Polypropylene”, Materials Research, Vol. 5,
No. 4, hal. 405-409.
Julianti E. dan Nurminah M. 2006. Teknologi Pengemasan.
http://library.usu.ac.id/download/fmipa/kimia-Juliati.pdf.
Jumaeri, 1977, Pengetahuan Barang Tekstil Bandung: Institut Teknologi
Tekstil.
Kammlade, W. G. Sr. dan W. G. Kammlade, Jr. 1955. Sheep Science. J.
B. Lippincot Company, New York.
Kantouch dan Tawfik. S.,1998, Gelatinization of Hypochlorite Oxidized
Maize Starch in Aqueous Solutions. Starch 50 Nr.2-3.S.114-119.
Karim, A. A. dan Bhat, R., (2009), Review Fish Gelatin: Properties.
Challenges. And Prospects As An Alternative To Mammalian
Gelatins,Trends in Food Science and Technology, 19: 644-656.
Ketaren, 1985, Pengantar Teknologi Minyak Atsiri, Balai Pustaka,
Jakarta.
Ketaren, S. 1986. Minyak dan Lemak. Penerbit UI-press. Jakarta.
Ketaren, S. 2008. Pengantar Teknologi Lemak dan Minyak Pangan. UI-
Press. Jakarta.
Kim, H.S., Yang, H.S., and Kim, H.J., 2005, ”Biodegradability and
Mechanical Properties of Agro-Flour-Filled Polybutylene
Succinate Biocomposites”, Journal of Applied polymer Science,
Vol. 97, hal. 1513-1521
Kiyohara Y, et al. 2003. Ten Year Prognosis of Stroke and Risk Factors
for Death in a Japanese Community. Available from
http://stroke.ahajournals.org/cgi/content/full/34/10/2343
[Accessed 12 Januari 2015]
Kokini, J.L., C.T. Ho, M.V. Karwe, 1996, Food Extrusion Science and
Technology, Culinary and Hospitality Industry Publications Ser.
Koswara, 2006, Teknologi Modifikasi Pati. Ebook Pangan. Leach HW,
Mc Cowen LD, Schoch TJ, 1959, Structure of the starch
granules.
Koswara, S. 2006. Iles-iles dan hasil olahannya. Ebook pangan.com
http://www.e-bookpangan.com
Krochta,J.M. 1992. Control of mass transfer in food with edible
coatings and film. In: Singh,R.P. and M.A.Wirakartakusumah
(Eds) : Advances in Food Engineering. CRC Press : Boca
Raton, F.L. pp. 517-538.
Krochta,J.M., Baldwin,E.A. dan M.O.Nisperos-Carriedo. 1994.
Edible coatings and film to improve food quality. Echnomic
Publ.Co., Inc., USA.
Kroschwitz, J. L. 1990. Concise Enciclopedia of polymer Science and
Enggineering. USA : Jhon Wiley & Sons,In
Kolybaba, M.; Tabil, L.G.; Panigrahi, S.; Crerar,W.J.; Powell, T. and Wang, B.,
2003. Biodegradable Polymers: Past, Present, and Future,
CSAE/ASAE Annual Intersectional Meeting, Fargo, North Dakota,
USA
Kubo, I, Muroi, H., and Kubo, A., 1994, "Naturally Occurring Antiacne
Agents", J. Nat. Prod., 57, 9-17.
Latief, R. 2001. Teknologi kemasan Plastik Biodegradabel.
http://www.hayati_ipb.com/users/rudyct/individu
2001/rindam_latief.htm 87k. [21 Januari 2015].
Leeder, J. D. 1984. Wool Nature’s Wonder Fibre. Principle Researce
Scientist. CSIRO Division of Textile Industry, Geelong.
M. Alonso-Sande, Teijeiro-Osorio, D, Remunan-Lopez, C., and Alonso,
M.J. 2008. “Glucomannan, a Promising Polysaccharides for
Biopharmaceutical Purposes”, Eur. J. Pharm. Biophar. Doi
10.1016/j.ejpb.2008.02.
Made Arcana, 2003(, ahli kimia dari Institut Teknologi Bandung yang
dikutip Gatra edisi Juli 2003.
Maekaji. 1974 .Sifat Glukomanan Pada Porang. Lordbrokenwordpress.-
glukporang.com Diakses 8 Oktober 2011.
Maloney, T.M., 1993, Modern Particle Board and Dry Process
Fiberboard Manufacturing, USA : Miller Freeman Publication, Inc.
Mangkoedihardjo, S., (2005), Fitoteknologi dan Ekotoksikologi dalam
Desain Operasi Pengomposan Sampah, Seminar Nasional
Teknologi Lingkungan III, 27 September 2005, ITS, Surabaya.
Mark, A. M., and Melltretter, C. L, (1970), “Acetylation of high amylose
corn starch”, Influence of pretreatment techniques on reaction
rate and triacetate solubility. Starch 22:108-110.
Mark, J.E. 1992. Inorganic Polymers. Prentice-Hall International, Inc. :
New Jersey.
Mark, Dawn B, Allan D. Mark, Collen M. Smith. 2000. Biokimia
Kedokteran Dasar. Jakarta: EGC.
McKee, T., dan McKee, J.R. (2003). Biochemistry: The Molecular Basis
Of Life. Edisi III. Boston: The McGraw-Hill. Hal. 68-71.
Mekawati, F.E.,dan D. Sumardjo. 2000. Aplikasi Kitosan Hasil
Tranformasi Kitin Limbah Udang (Penaeus merguiensis) untuk
Adsorpsi Ion Logam Timbal. Jurnal Sains and Matematika,
FMIPA Undip. Semarang. Vol. 8 (2), hal. 51-54
Meyer, L.H., 1978. Food Chemistry Reinhold Publishing Coorporation,
New York.
Mikonnen, K.S. 2009. Mannans as fi lm formers and emulsion
stabilizers. Dissertation. Department of Food Tecnology,
University of Helsinki. Helsinki, Finlandia.
Miller, G.L. 1959. Use of Dinitrosalicylic Acid Reagen for Determination if
Reducing Sugar. J. Anal. Chem. 31 (3).
Mindarwati, E. 2006. Kajian Pembuatan Edible Film Komposit dari
Karagenan Sebagai pengemas Bumbu Mie Instant Rebus.
Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor
Moirano AL. 1977. Sulphated Seaweed Polysaccharides In Food
Colloids. Graham MD (editor). The AVI Publishing Company Inc.
Westpoint Connecticut. 347 – 381 p.
Muroi, H., Kubo, A. and Kubo, I., 1993, “Antimicrobial Activity of Cashew
Apple Flavor Compounds”, J. Agric. Food Chem., 41, 1106-1109.
Mussinan, C.T., Mookherjee, B.D., Vock, M.H.,Vinals, J.F., Kiwala, J.,
and Schmitt, F.L., 1980, "Preparation of a caryophyllene Alcohol
Micture", U. S. Pat., 4,229,599.
Murray, Robert K, Daryl K. Granner, Peter A Mayers, Victor W. Rodwell.
2000. Biokimia Harper. Jakarta: EGC
Narayan R. 2006. Biobased and Biodegradable Plastic.
http://www.plasticsindustry.org/files/events/pdfs/bio-narayan-
061906.pdf. Diakses pada 12 Januari 2015. Pages 1119-1126.
Ni’mah, Y.L., Atmaja, L., dan Juwono, H., (2009), Synthesis and
Characterization of HDPE Plastic Film for Herbicide Container
Using Fly Ash Class F as Filler, Indo.J. Chem 9(3) : 348-354
Noerdin, D., 1985, Elusidasi Struktur Senyawa Organik dengan Cara
Spektroskopi Ultra Lembayung dan Infra Merah, Angkasa,
Bandung.
Norman, 2007. Polietilen Tereftalat http://www.gogreencharleston.org/.
Diakses pada 18 Januari 2015.
Nugroho, S., 2006, “Ancaman Polimer Sintetik Bagi Kesehatan
Manusia”, Jurnal Kimia Sains dan Aplikasi, Vol 8.
Nur, C. 1997. Pengaruh Radiasi Sinar Gamma dan Rapat Massa serta
Sifat Mekanis HDPE dan LDPE. Medan: Lembaga Penelitian
USU.
Odian, G. 1991. Principles of Polymerization. 3rd edition, John Wiley &
Sons, Inc : New York
Odian, George (2004). "Priciples of Polymerization" John Wiley & Sons,
Inc.
O’Keefe, S.F. (2002). Nomenclature and Classification of Lipids. Dalam:
Food Lipids: Chemistry, Nutrition, and Biotechnology. Edisi II.
New York: Marcel Dekker Inc. Hal. 19-56.
Oktaviana, T. D. 2002. Pembuatan dan Analisa Film Bioplastik dari
Kitosan Hasil Iradiasi Kitin yang Berasal dari Kulit Kepiting Bakau
(Scylla serata). (Skripsi). Universitas Pancasila. Jakarta.
Opdyke, D.L.J., 1974, “Monographs on Fragrance Raw Materials
Caryophyllene Acetate”, Food Cosmet. Toxicol., 12, 841, Lihat
Chem. Abstr., 86, 364.
Owen, S., M. Masaoka, R. Kawamura, and N. Sakota (1995),
Biodegradation of Poly-D,L-Lactic Acid Polyurethanes, dalam
Degradable Polymers, Recycling, and Plastics Waste
Management, editor : Ann-Christine Albertsson and Samuel J.
Huang, Marcel Dekker Inc., New York, 81-85.
Paramawati, R. 2001. Kajian fisik dan mekanik terhadap
karakteristik film kemasan organik dari zein jagung.
Disertasi Program, Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
Paramita P, Maya Shovitri dan N D Kuswytasari. 2012. Biodegradasi
Limbah Organik Pasar dengan Menggunakan Mikroorganisme
Alami Tangki Septik. JURNAL SAINS DAN SENI ITS Vol. 1,
(Sept, 2012) ISSN: 2301-928X
Patterson, H. B. W. 2000. Hidrogenation of Fats and Oils: Theory and
Practice, AOCS PRESS, Champa n, Illionis.
Perez, J., J. Munoz-Dorado, T. de ls Rubia, and J. Martinez. 2002.
Biodegradation and biological treatments of cellulose,
hemicellulose and lignin: an overview. Int Microbiology 5: 53-63.
Polystyrene. http://en.wikipedia.org/wiki/Polystyrene, diakses tanggal 20
Desember 2014.
Pranamuda, H. 2001. Pengembangan Plastik Biodegradable Berbahan
Baku Pati Tropis.
http://www.std.ryu.titech.ac.jp/~Indonesia/zoa/paper/pf/makalah
hardaning pdf.
Pranamuda, H. 2006. Pengembangan bahan plastik biodegradabel
berbahan baku pati tropis. Majalah Ilmiah Biology Resourches,
Univ. Negeri Semarang.
Prentis, Steve. 1990. Bioteknologi. Jakarta: Erlangga
Purbianti., D, I, (2005), Pemamfaatan Kulit Buah Jeruk (Citrus Sp)
Dalam Pembuatan Pektin (Kajian Varietas Buah Jeruk Dan Jenis
Pengendap).http.digilip.umm.ac.id.print.php.id. 2005
Purnomo, H. 1997. Studi tentang stabilitas protein daging dan dendeng
selama penyimpanan. Laporan Penelitian. Fakultas Peternakan.
Malang: Universitas Brawijaya
Rabek, Jan F, 1980, “Experimental Methods in Polymer Chemistry”,
New York: John Wiley and Sons, Ltd
Raghavan VA, 2009 “Glucose-6-Phosphat Deficiency”, diakses 6
Desember 2014, http://emedicine.medscape.com/article/
119184-overview 7.
Ratnasari. Dina.2009. Karakterisasi Menggunakan X-Ray Difraction
(XRD). Universitas Negeri Surakarta. Solo.
Rizaldi, R. 2008. “Pengelolaan Sampah Secara Terpadu Di Perumahan
Dayu Permai Yogyakarta”. Universitas Islam Indonesia.
Robertson GL. 1993. Food Packaging. Principle and Practice. New York:
Marcel deckker Inc,.
Safro, A.S.M., W.Lestariana danHaryadi. 1990.Protein, Vitamin dan
BahanIkutan Pangan. Yogyakarta: UGM.
Saha, B.C. 2004. Lignocellulose Biodegradation and Application in
Biotechnology. US Government Work. American Chemical
Society. 2-14
Salmoral, E.M.; Gonzalez, M.E. and Mariscal,
M.P.,2000. Biodegradable plastic made from bean products,
Industrial Crops and Product, 11: 217-225.
Sastrohamidjojo, H., 1981, A Study of Some Indonesian Essential Oils,
Disertasi, FMIPA UGM, Yogyakarta
______________, 2000, The Prospect of Indonesian Essential Oils,
FMIPA UGM, Yogyakarta, 1-25.
Schnabel, W. 1981. Polymer Degradation, Principles and Particle
Application. MacMillan Publ.Co., Inc., New York.
Schnabel, W. (1981), Biodegradation, dalam Polymer Degradation,
Principles and Practical Applications, Macmillan Publishing Co,
Inc., New York, 154 – 176.
Seal, K.J. 1994. Test methods and standards for biodegradable plastic.
In: . Chemistry and technology of biodegradable polymer: Griffin,
G.J.L. Blackie Academic and Proffesional, Chapman and Hall
Sheftel., VO. 2000. Indirect Food Additives and Polymer: Migration and
Toxicology. Boca Raton London New York Washington, DC:
Lewis Publisher. Hal. 736-737, 1167-1169
Shreve, R.N., 1977. The Chemical Process Industries, second ed., pp.
630-660, Mc Graw Hill Book Company, Inc., New York
Siddiqui, M.S., Sen, T., Migan, M.C., and Datta, C., 1975, “Isolation of
Alcoholic Constituens of the Oil of Citronella (Java) by Sodium
Complex Method”, Parfumeric and Cosmetic, 56, 194-195.
Sidik, M. 2003. Kimia Polimer. Jakarta : Pusat Penerbitan Universitas
Terbuka
Silalahi, J dan Nurbaya, S. (2011). Minyak Kelapa dan Minyak Kelapa
Sawit Didalam Makanan Serta Implikasinya Terhadap
Kesehatan. Presented at the Seminar & Workshop Pharmacy
Update 3. Medan: Departemen Kimia Farmasi Fakultas Farmasi
Universitas Sumatera Utara.
Silverstain, R. M. dan Bassler, G. C. 1967. Spectrometric Identification
of Organic Compounds. Second edition. New York: John Wiley
and Sons Inc
Sitepu, M., et al.,1994, Studi Adhesi Serat Alam Matrik Resin Polimer,
Laporan Penelitian, DP3M – Dikti, Medan.
Sitepu, M., Yoshida, H., 2002, The Chemical Analyses and XRD of
Palmyra Fibre and Modification on It’s Surface, Proceeding of the
4th International Wood Science Symposium, P2FT–LIPI, WRI,
Serpong.
Sitepu, I.W., (2009), Pengaruh Konsentrasi Maleat Anhidrat Terhadap
Derajat Grafting Maleat Anhidrat Pada High Density Polyethylene
(HDPE) Dengan Inisiator Benzoil Peroksida, Skripsi, FMIPA,
USU, Medan
Sitorus, A. 2009. Penyediaan mikrokomposit PVC menggunakan
pemlastis stearin dan pengisi pati dan penguat serat alam. Tesis.
PPS Univ. Sumatra Utara. Medan.
Sixta, Herbert. 2006. Handbook of Pulp. Volume 1.Wiley-VCH Verlag
Gmbh. Newyork
Sjostrom, E. 1995. Kimia Kayu dan Dasar-Dasar Penggunaan. Edisi 2.
Terjemahan Hardjono Sastrohamidjojo. Yogyakarta: UGM Press.
Skoog,Douglas A.1998. Principles Instrumental Analysis. 5th edition.
New York : John Wiley and Sons.
Smallman, RE dan RJ Bishop. 2000. Metalurgi Fisik Modern dan
Rekayasa Material. Jakarta : Erlangga.
Sobral, P. J. A., dan Habitante, A. M. Q. B. 2001. “Phase Transitions of
Pigskin Gelatin”. Food Hydrocolloids, 15: 377–382.
Stephanie DeMarco, 2005, ”Advances in Polyhydroxyalkanoate
Production in Bacteria for Biodegradable Plastics”, MMG 445
Basic Biotechnology eJournal, hal. 1:1 – 1:4
Stevens, E.S., 2003. What makes green plasticsgreen?, Biocycle. 44(3): 24-27.
Stevens, M.P.2001. Kimia Polimer. Penerjemah Iis Sopyan. 1st Edition.
Jakarta : Pradnya Paramita. pg 3,195.
Stevens MP. 2007. Polymer Chemistry. Iis Sopyan, penerjemah.
Jakarta: PT Pradnya Paramita.
Suhardjo dan Clara M.K. 1992. Prinsip-prinsip Ilmu Gizi. Yogyakarta:
Kanisius
Suharty, N. S., 1993, “Reactive Processing of Polyelefins using
Antioxidant Systems”, Ph.D. Thesis, Department of Chemical
Engineering and Applied Chemistry, Aston University,
Birmingham, United Kingdom.
Suharty, N. S., 2001, “Reactive Processing of Hindered Phenol as
Antioxidant in Polypropylene”, Prosiding Regional Conference for
Young Chemist 2001, University Sains Malaysia, Penang,
Malaysia.
Suharty, N. S., 2002, “Structure of Grafted DBBA with Crosslinker Agent
in Polypropylene Processed in Novel Reactive Processing”,
Jurnal Gema Teknik, Vol. 2 / Tahun V.
Suharty, N. S., Wirjosentono, B., 2005, “Impregnasi Reaktif Kayu Kelapa
dengan Limbah Plastik Polistirena serta Penyediaan Komposit
Polistirena Menggunakan Penguat Serbuk Kayu Kelapa”, Jurnal
Alchemy, Vol. 4, No. 2.
Suharty, N. S., 2007, “Improvisasi Sifat Mekanik Kayu Sengon secara
Impregnasi Reaktif dengan Resin Termoplastis”, Prosiding: 1st
International Post Graduate an Under Graduate Chemistry
Conference 2007, Program Pasca Sarjana USU, Medan
Suharty, N.S. and Maulidan Firdaus, M., 2007, “Synthesis of Degradable
Bio-Composites Polystyrene Recycle Modified in Reactively
Process Using Natural Fibre Filler”, Prociding The 12th Asian
Chemical Congress, IKM KualaLumpur – Malaysia.
Suharty, N.S., Wirjosentono, B., Firdaus, M., 2007, “Pembuatan
Biokomposit Degradabel dari Polipropilena Daur Ulang dengan
Serbuk Sekam Padi atau Serbuk Bambu”, Penelitian Hibah
Bersaing Angkatan XII, DIKTI-DIKNAS, Jakarta
Suharty, N.S., Wirjosentono, B., Firdaus, M., 2007, “Pembuatan Poliblen
Degradable dari Limbah Kemasan Polipropilena dengan Bahan
Pengisi Serbuk Sekam Padi dan Pemlastis Crude Palm Oil
(CPO) Secara Reaktif”, Penelitian Program Insentif Riset Dasar,
MENRISTEK, Jakarta.
Sulaiman, A., (1997), Apresiasi Teknologi Material, Disampaikan pada
Kursus Reguler SESKOAD y & Sons, inc.publication New Jerse.
Sun, T., Xu, P., Liu, Q., Xue, J., and Xie, W, 2003, Graft
Copolymerization of Methacrylic Acid onto Carboxymethyl
Chitosan, European Polymer Journal, vol. 39, pp. 189–192.
Sunanto H., 1997, Budidaya Murbey dan Usaha Persuteraan Alam.
Penerbit Kanisius Yogyakarta.
Sunarti, T. C., U.M. Yuliasih. 2008. Makalah Seminar: Aplikasi Pati
sebagai Campuran Plastik: Peluang dan Tantangan. dalam
Seminar Nasional “Meretas Langkah Menuju Bumi Bebas
Sampah Plastik dengan Bioplastik. Universitas Negeri
Yogjakarta. Yogyakarta.
Surdia T dan S. Saito. 1985. Pengetahuan Bahan Teknik. Jakarta : PT.
Pradnya Paramita.
Syamsuar. 2006. Karakteristik Karaginan Rumput Laut Euchema
Conttonii Pada Berbagai Umur Panen. Konsentrasi KOH dan
Lama Ekstraksi Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor.
Syarief, R dan A. Irawati, 1988. Pengetahuan Bahan untuk Industri
Pertanian. Mediyatama Sarana Perkasa, Jakarta.
Tahid and Connolly, J.D., 1994, "Computer-Assisted Structure
Elucidation of Humelene Epoxide and Caryophyllene Epoxide
Mixture of Turraea Brownii", JKTI, 4, 45-47.
Tejasari. 2005. Nilai-nilai Gizi Pangan. Yogyakarta: Graha Ilmu
Tharanathan, R. N. 2003. ”Biodegradable Film and Composite, Coating:
Past, Present, and Future”. Trends in Food Science and
Technology, 14(3): 71-78.
Thomas, H.W. 1985. Bailey’s Industrial Oil and Fat Product, Volume 3.
Jhon Wiley & Sons, New York
Thomas, M., 1997. Ultraviolet and Visible Spectroscopy, Second
edition,Uneversity of Greenwich, UK.
Thomas DJ, W.A Atwell. 1999. Starches. The American Association of
Cereal Chemist Inc. Minnesota.
Tokiwa, Yutaka, Buenaventurada P. Calabia, Charles U. Ugwu dan
Seiichi Aiba. 2005. Biodegradability of Plastics. International
Journal of Molecular Sciences, 10: 3722-3742
Tonukari. J.N., 2004, Cassava and Future of Starch. Electronic Journal
of Biotechnology, ISSN: 0717-3458, Vol 7, No 1, Issue of April
15. 2004.
Tortora, G.J., & Derrickson, B., 2006. An Introduction to The Human
Body. Principles of Anatomy and Physiology. 11th ed. USA: John
Wiley & Sons, Inc, 4-7.
Towle, G. A. 1973. Carrageenan, di dalam: Wistler RL (editor), Industrial
Gums. Second Edition, Academik Press, New York.
Vedder, T. 2008. Edible Film. http://japemethe.port5.com (diakses 16
Januari 2015).
Vick, C.B. 1999. Adhesif Bonding Of Wood Material Wood Handbook,
Wood as an Engineering Materials.USA:Forest Product Society
Weiping, B. 2006. Improving the physical and chemical functionally of
glucomannan – derived fi lms with biopolymers. Journal of
Applied Polymer Science, August 2006 Vol. 100. P. 123-120.
Weiping, B. 2007. Infl uence of natural biomaterials on the elastic
properties of glucomannan-derived fi lms: An optimization study.
Journal of Applied Polymer Science, Feb. 2007 Vol. 102. P. 201-
206.
West, A., (1984), Solid State Chemistry and Its Application, John Wiley
and Sons, Singapore,104-107
West, A.R.1989.Solid State Chemistry and Its application. Singapore :
John Wiley &Sons. Pg 104-113.
Widiarto, S. 2007. Karakterisasi Bahan Polimer dengan Metode
Differential Scanning Calorimetry; dalam Analisis dan
Karakterisasi Kimia, Suatu Seri . Monograf. Jurusan Kimia
FMIPA UNILA. Kimia Press. Lampung.
Wijesekara, R.O.B., 1973, “The Chemical Composition and Analysis of
Citronella Oils”, Journal of the National Science Council of
Srilanka, 1, 67-81.
Wirjosentono,B,Abdi Negara S, Sumarno,Tirena A.S dan Samsul Bahri
1, 1995, Analisa dan Karakteristik Polimer,USU Press.Medan.
Wirjosentono,B.1998. Struktur dan Sifat mekanisme Polimer,Intan Dirja
Lela, Medan.
Wirjosentono,B.1999. Pembuatan Poliblen mampu tredegradasi
Menggunakan Teknik Pengolahan Reaktif Poliolefin dan Serat
Limbah Kelapa Sawit. Laporan Akhir Penelitian Hibah Bersaing
V/1-V/3 Perguruan Tinggi 1996 s/d 1999.USU
Winarno, F.G., 1990. Tempe, Misteri Gizi dari Jawa, Info Pangan.
Teknologi Pangan dan Gizi, Fatameta, IPB, Bogor.
Winarno, F. G. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia Pustaka Utama.
Jakarta.
Wiratmaja. 2011. Pembuatan Etanol Generasi Kedua dengan
Memanfaatkan Limbah rumput Laut Eucheuma Cottonii sebagai
Bahan Baku. Ejournal.
http://ejournal.unud.ac.id/abstrak/13.%20jurnal-cakram.
wiratmaja%20ok.pdf. Diakses tanggal 12 Januari 2015.
www.aagos.ristek.ac.id, “Iles-iles (Amorphophallus oncohpyllus )”
www.bioplastics24.com
www.chem-is-try.org
www.chinaecogreen.com
www.kurzweilai.net
www.news.mongabay.com
Yamada, K., Takahashi, H., and Noguchi, A. 1995. Improved water
resistance in edible zein films and composites for biodegradable
food packaging. Int. J. Food Sci. Tech. 30: 559-608
Ye, X., J. F. Kennedy, B. Li, and B. J. Xie/ 2006. Condensed state
structure and biocompatibility of the konjac
glucomannan/chitosan blend fi lms. J. Carbohydr. Polym. 64:
532–538.
Yuniarti, A., (2008), Identifikasi Bahaya-Bahaya Zat Kimia Pada Industri
Pulp/Kertas, http://www.blogster.com/ayyunie/identifikasi-
bahaya-bahaya-zat-kimia-pada-industri-pulp-kertas-
240908095545, diakses tanggal 12 Januari 2015
Zheng, G.Q., Kenney, P.M. and Lam, L.K.T., 1992, "Sesqueterpenes
from Clove (Eugenia caryophyllata) as Potential Anticarcinogenic
Agents", J. Nat. Prod., 55, 999-1003.
Zheng, Y.T., Cao, D.R., Wang, D.S., and Chen, J.J., 2007, ”Study on
The Interface Modification of Bagasse Fibre and The Mechanical
Properties of Its Composite With PVC”, Composites e-Journal,
Part A: Applied Science and Manufacturing, 38, hal. 20-25.