Anda di halaman 1dari 21

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Pengetahuan
1. Definisi Pengetahuan
Pengetahuan adalah merupakan hasil “tahu” dan terjadi setelah orang
mengadakan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan
terhadap objek terjadi melalui panca indra Manusia yakni penglihatan,
pendengaran penciuman, rasa dan raba dengan sendiri. Pada waktu
penginderaan sampai menghasilkan pengetahuan tersebut sangat dipengaruhi
oleh intensitas perhatian persepsi terhadap objek. sebagai pengetahuan di
melalui mata dan telinga. Menurut teori WHO (World Health Organization)
Salah satu bentuk objek kesehatan dapat dijabarkan oleh pengetahuan yang
diperoleh dari pengalaman sendiri (Wawan & Dewi, 2018).
2. Tingkat Pengetahuan
Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk
terbentuknya tindakan seseorang Open behavior. dari pengalaman dan
penelitian ternyata perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih
langgeng daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan titik
pengetahuan yang cukup di dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkat yaitu
: (Wawan & Dewi, 2018).
a. Tahu (know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari
sebelumnya. Termasuk kedalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat
kembali (recall) terhadap suatu yang spesifik dan seluruh bahan yang
dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu “tahu” ini
adalah merupakan tingkatan pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja
untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari yaitu
menyebutkan menguraikan mengidentifikasi menyatakan dan sebagainya.
b. Memahami (comprehention)
Memahami artinya sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan
secara benar tentang objek yang diketahui dan dimana dapat
menginterprestasikan secara benar. Orang yang telah paham terhadap
objek atau materi terus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh,
menyimpulkan, meramalkan dan sebagainya terhadap suatu objek yang
dipelajari.
c. Aplikasi (Application)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi
yang telah dipelajari pada situasi ataupun kondisi riil (sebenarnya).
Aplikasi disini dapat diartikan aplikasi atau penggunaan hukum-hukum,
rumus, metode, prinsip dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang
lain.
d. Analisis (Analysis)
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menyatakan materi atau suatu
objek kedalam komponen-komponen tetapi masih di dalam struktur
organisasi tersebut dan masih ada kaitannya satu sama lain.
e. Sintesis (Syntesis)
Sintesis yang dimaksud menunjukkan pada suatu kemampuan untuk
melaksanakan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu
keseluruhan yang baru. dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan
untuk menyusun formulasi baru dari formulasi yang ada.
f. Evaluasi (Evaluation)
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi
atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. penilaian-penilaian itu
berdasarkan suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau menggunakan
kriteria-kriteria yang telah ada
3. Proses Pengetahuan
Proses dari pengetahuan terdapat beberapa tahap diantaranya: awareness
(kesadaran) yaitu dimana individu menyadari adanya stimulus, setelah itu
individu merasa interest (tertarik) terhadap stimulus, kemudian terjadi
Evaluation (menimbang-nimbang) individu menimbang-nimbang tentang baik
dan tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya, kemudian individu melakukan
sesuatu yang baru sesuai dengan apa yang dikehendaki (trial atau coba). Pada
tahapan terakhir yaitu Adoption, individu telah berperilaku baru sesuai dengan
pengetahuan, sikap, dan kesadarannya terhadap stimulus (Sunaryo, 2004
dalam Kurniati, 2016).
4. Cara Memperoleh Pengetahuan
Cara memperoleh pengetahuan adalah sebagai berikut : (Wawan & Dewi,
2018).
a. Cara kuno untuk memperoleh pengetahuan
1) Cara coba salah (Trial and Error)
Cara ini telah dipakai orang sebelum kebudayaan, bahkan mungkin
sebelum adanya peradaban. Cara coba salah ini dilakukan dengan
menggunakan kemungkinan dalam memecahkan masalah dan apabila
kemungkinan itu tidak berhasil maka dicoba. Kemungkinan yang lain
sampai masalah tersebut dapat dipecahkan.
2) Cara kekuasaan atau otoritas
Sumber pengetahuan cara ini dapat berupa pemimpin-pemimpin
masyarakat baik formal ataupun informal, ahli agama, pemegang
pemerintah, dan berbagai prinsip orang lain yang menerima
mempunyai yang dikemukakan oleh orang yang mempunyai otoritas,
tanpa menguji terlebih dahulu atau membuktikan kebenarannya baik
berdasarkan fakta empiris maupun penalaran sendiri .
3) Berdasarkan pengalama pribadi
Pengalaman pribadi pun dapat digunakan sebagai upaya
memperoleh pengetahuan dengan cara mengulang kembali
pengalaman yang pernah diperoleh dalam memecahkan permasalahan
yang dihadapi masa lalu .
b. Cara modern dalam memperoleh pengetahuan
Cara ini disebut metode penelitian ilmiah atau lebih popular atau
disebut metodologi penelitian. cara ini mula-mula dikembangkan oleh
Francis Bacon (1561-1626), Kemudian dikembangkan oleh Deobold
Van Daven. Akhirnya lahir suatu cara untuk melakukan penelitian
yang dewasa ini kita kenal dengan penelitian ilmiah.
5. Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan
Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan seseorang di antaranya
pendidikan, informasi, umur sosial budaya, pengalaman dan sosial ekonomi
(Kurniati 2016)
a. Tingkat Pendidikan
Pendidikan merupakan sebuah proses pengubahan sikap dan tata laku
seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia
melalui upaya pengajaran dan pelatihan KBBI. berdasarkan jurnal Pro
health menyatakan bahwa pendidikan mempengaruhi proses belajar,
makin tinggi pendidikan ibu makin mudah menerima informasi
b. Informasi
Informasi bisa diartikan sebagai berita yang mengandung maksud tertentu
titik manusia memiliki pengetahuan dan pengalaman yang selalu ingin
dibandingkan kepada orang lain. pengalaman atau pengetahuan yang
dikomunikasikan tersebut yaitu pesan atau informasi. dengan memberikan
informasi, dalam diharapkan akan terjadi peningkatan pengetahuan, Sikap
perilaku pada individu atau kelompok berdasarkan kesadaran dan
kemauan. ibu yang memiliki sumber informasi yang banyak memiliki
pengetahuan yang lebih luas.
Informasi yang diperoleh baik dari pendidikan formal dan nonformal dapat
memberikan pengaruh sehingga menghasilkan perubahan atau peningkatan
pengetahuan. Sejalan dari penelitian Rindita 2012 mengatakan sebagai
sarana komunikasi, berbagai bentuk media massa seperti televisi radio,
surat kabar majalah, termasuk penyuluhan kesehatan mempunyai pengaruh
besar terhadap pembentukan pengetahuan seseorang
c. Umur
Umur dapat mempengaruhi daya tangkap dan pola pikir seseorang.
Menurut (Notoatmodjo, 2010) semakin bertambah usia semakin
berkembang pula daya tangkap dan pola pikirnya sehingga pengetahuan
yang diperoleh semakin baik
d. Sosial budaya
Kebiasaan atau tradisi yang dilakukan oleh seseorang atau kelompok dapat
mempengaruhi proses masuknya pengetahuan kedalam individu tersebut
(Farhani, 2014)
e. Pengalaman
Semua pengalaman pribadi seseorang dapat merupakan sumber
pengetahuan untuk menarik kesimpulan dan pengalaman titik Pengalaman
adalah suatu hal atau kejadian yang pernah dialami, dijalani, atau dirasai.
Menurut (Riandita, 2012) mengatakan bahwa pengetahuan ibu dari anak
yang pernah atau bahkan sering mengalami demam Seharusnya lebih
tinggi dari pengetahuan ibu dari anak yang belum pernah mengalami
demam sebelumnya.
f. Sosial ekonomi
Tingkat kemampuan seseorang untuk memenuhi kebutuhan hidup semakin
tinggi kemampuan sosial ekonomi semakin mudah seseorang dalam
mendapatkan pengetahuan (Farhani, 2014)
6. Kriteria tingkat pengetahuan
Pengetahuan seseorang dapat diketahui dan diinterpretasikan dengan skala
yang bersifat kualitatif yaitu : (Wawan & Dewi, 2018)
a. Baik : Hasil presentasi 76%-100%
b. Cukup : Hasil presentasi 56%-75%
c. Kurang : Hasil presentase >56%

B. Konsep Demam
1. Definisi Demam
Demam adalah kenaikan suhu tubuh diatas normal sebagai respon dari
stimulus yang menyebabkan sakit (Kapti, Rinik & Azizah, Nurona, 2017).
Sedangkan menurut (Cendhikalistya, Gustrin, 2018) demam atau febris
merupakan naiknya suhu atau temperatur tubuh diatas 37,5oC dan sebagai
gejala terjadinya suatu penyakit tertentu.
Demam adalah peningkatan titik patokan (set point) suhu di
hipotalamus. Dikatakan demam jika suhu orang menjadi lebih dari 37,5
oC. Demam terjadi karena pelepasan pirogen dari dalam leukosit yang
sebelumnya telah terangsang oleh pirogen eksogen yang dapat berasal dari
mikroorganisme atau merupakan suatu hasil reaksi imunologik yang tidak
berdasarkan suatu infeksi (Corwin, 2010).
Meskipun sering disebut sebagai gejala penyakit tertentu, pada
umumnya demam menunjukkan bahwa tubuh sedang melawan infeksi.
Saat melawan infeksi, ada zat dalam tubuh yang meningkatkan produksi
panas sekaligus menahan pelepasan panas sehingga menyebabkan demam.
Seseorang dikatakan demam jika merasa gejala gejala berikut : menggigil,
panas dan dingin bergantian, lemas, berkeringat, dan wajah kelihatan
memerah (Sugani, Surya & Priandarini, Lucia, 2010).
Ketetapan demam hingga saat ini masih menjadi kontroversi yang
dibuktikan dengan bervariasinya penegakan suhu normal. Berdasarkan
panduan dari World Health Organization (WHO), suhu tubuh rektal
sebesar ≥38oC, suhu ketiak sebesar ≥37,5oC diidentifikasikan sebagai
demam baik pada dewasa maupun anak. Menurut (Arifianto, 2012)
pengukuran suhu di rektal, telinga atau dahi sebesar ≥38 oC, pengukuran
suhu di oral atau mulut sebesar ≥37,8oC, dan pengukuran suhu di ketiak
sebesar ≥37,2oC diidentifikasikan sebagai demam. Suhu tubuh normal
adalah 36,5 – 37,5oC, anak dikatakan demam jika memiliki suhu tubuh
diatas 37,5oC (Setyoningrum, Retno, Asih, 2020).

2. Klasifikasi dan Jenis Demam


Demam diklasifikasikan menjadi 3 yaitu akut, subakut dan kronik.
Penggolongan demam ini berdasarkan dari durasi terjadinya demam.
Demam akut yaitu demam kurang dari 7 hari dengan karakteristik adanya
penyakit infeksi seperti malaria dan infeksi saluran napas atas yang
biasanya terjadi karena virus. Demam subakut yaitu demam yang terjadi
tidak lebih dari 2 minggu dengan karakteristik bisa dilihiat pada kasus
demam tifoid dan adanya abses pada organ perut dalam. Demam kronik
yaitu demam yang terjadi lebih dari 2 minggu dan mempunyai
karakteristik bisa dilihat pada kasus TBC (TB/Tuberculosis), infeksi virus
seperti HIV, kanker, dan penyakit jaringan penghubung seperti lupus dan
reumatoid artritis. (…..)
Semua penyebab pada demam akut bisa berlangsung lama atau bisa
menjadi kronik apabila tidak diterapi dengan tepat. Jika didasarkan
tingginya suhu, demam dikategorikan menjadi demam ringan (38,1-39oC
pada suhu rektal), demam sedang (39,1-40oC pada suhu rektal), demam
tinggi (40,1-41,1oC pada suhu rektal) , dan hiperpireksia (>41,1oC pada
suhu rektal). Hiperpireksia berbeda dengan hipertermia. Hiperpireksia
terjadi dengan melibatkan peningkatan set point di hipotalamus,
sedangakan hipertermia tidak ada peningkatan pada set point di
hipotalamus dan bukan tergolong dalam jenis demam.
Sedangkan untuk jenisnya, demam memiliki 3 jenis yaitu:
a. Demam berkelanjutan (kontinyu)
Merupakan suhu yang tetap diatas normal seharian penuh dan tidak
berfluktuasi lebih dari 1oC dalam 24 jam, tidak mencapai suhu normal.
Jenis demam ini biasanya terjadi pada penyakit pneumonia gram
negatif, tifoid, meningitis bakteri akut, dan infeksi sistem kemih.
b. Demam berselang seling (intermitten)
Merupakan demam yang terjadi dalam beberapa jam tertentu.
Biasanya demam ini terlihat pada malaria, infeksi pirogenik,
tuberkulosis, limfoma, dan sepsis.
c. Demam fluktuatif (remitten)
Merupakan demam yang naik turun melebihi 2oC dan tidak
mencapai suhu normal. Demam ini biasanya dihubungkan dengan
endokarditisi, infeksi riketsia.
3. Penyebab Demam
Demam yang sering kali diderita oleh anak dan manusia pada
umumnya, yaitu demam non infeksi dan demam infeksi (Widagdo, 2011).
a. Demam (non-infeksi)
Demam non infeksi adalah demam yang bukan disebabkan oleh
masuknya bibit penyakit ke dalam tubuh. Demam non infeksi jarang
terjadi dan diderita oleh manusia dalam kehidupan seharihari. Demam
ini timbul karena adanya kelainan pada tubuh yang dibawa sejak lahir,
dan tidak ditangani dengan baik. Contoh demam non infeksi antara
lain demam yang disebabkan oleh adanya kelainan atau bawaan pada
jantung, demam karena stres, atau demam yang disebabkan oleh
adanya penyakit-penyakit berat, misalnya leukimia atau kanker darah.
b. Demam (infeksi)
Demam infeksi adalah demam yang disebabkan oleh masuknya
patogen, misalnya kuman, bakteri, virus, atau binatang kecil lainnya ke
dalam tubuh melalui berbagai cara, misalnya melalui makanan, udara,
atau persentuhan tubuh. Imunisasi juga termasuk pada kategori ini
sebab imunisasi adalah tindakan yang secara sengaja memasukkan
kuman, bakteri, atau virus yang sudah dilemahkan ke dalam tubuh
balita dengan tujuan membuat anak menjadi kebal terhadap penyakit
tertentu.
Menurut Febry dan Marendra (2010) penyebab demam dibagi
menjadi 3 yaitu:
a. Demam infeksi, antara lain infeksi virus (cacar, campak danmdemam
berdarah) dan infeksi bakteri (demam tifoid dan pharingitis).
b. Demam non infeksi, antara lain karena kanker, tumor, atau adanya
penyakit autoimun (penyakit yang disebabkan sistem imun tubuh itu
sendiri).
c. Demam fisiologis, bisa karena kekurangan cairan (dehidrasi), suhu
udara terlalu panas dan kelelahan setelah bermain disiang hari.
Dari ketiga penyebab tersebut yang paling sering menyerang anak
adalah demam akibat infeksi virus maupun bakteri (Febry & Marendra,
2010).

4. Mekanisme Demam
Sebagai respon terhadap rangsangan pirogenik, maka monosit,
makrofag, dan sel-sel kupffer mengeluarkan suatu zat kimia yang biasa
dikenal sebagai pirogen endogen (IL-1, TNFa, IL-6, dan inerferon) Yang
bekerja pada pusat termoregulasi hipotalamus untuk meningkatkan batas
thermostat. hipotalamus mempertahankan suhu di titik batas yang baru dan
bukan di Suhu tubuh normal. sebagai contoh pirogen endogen
meningkatkan titik batas menjadi 38,9 derajat Celcius. Hipotalamus
merasa bahwa suhu normal sebelum demam sebesar 37 derajat celcius
terlalu dingin. organ ini memicu mekanisme respon dingin untuk
meningkatkan suhu tubuh.
Dari berbagai laporan penelitian memperlihatkan bahwa peningkatan
suhu tubuh berhubungan langsung dengan tingkat toksin pirogen yang
diproduksi untuk mengatasi berbagai rangsang titik rangsangan eksogen
seperti eksotoksin dan endotoksin menginduksi leukosit untuk
mengeluarkan pirogen endogen, dan yang di antaranya adalah IL-1 dan
TNFa. Agen endogen ini akan bekerja pada sistem saraf pusat pada tingkat
Organum Vasculosum Laminae Terminalis (OVLT), Yang dikelilingi oleh
bagian Medial dan lateral nukleus preoptik ,Hipotalamus anterior, dan
septum palusolum. Sebagai respon terhadap sitokin tersebut, maka pada
OVLT Terjadi sintesis prostaglandin, Terutama prostaglandin E2 melalui
metabolisme asam arakidonat jalur siklooksigenase 2 (COX-2). Proses ini
menimbulkan peningkatan suhu tubuh, terutama demam.
Mekanisme demam dapat juga terjadi melalui jalur non prostaglandin
melalui sinyal aferen nervus vagus, Dimediasi oleh produk lokal
macrophage inflammatory protein-1 (MIP-1), Suatu kematian yang
bekerja secara langsung terhadap hipotalamus anterior.Berbeda dengan
demam dari jalur prostaglandin, demam Melalui aktivitas MIP-1 tidak
dapat dihambat oleh antipiretik.
Menggigil timbul agar produksi panas meningkat. Sementara itu,
vasokonstriksi kulit juga berlangsung dengan cepat mengurangi
pengeluaran panas. Kedua mekanisme tersebut mendorong suhu naik.
Dengan demikian, pembentukan demam sebagai reaksi terhadap
rangsangan pirogenik adalah sesuatu yang disengaja dan bukan disebabkan
oleh kerusakan mekanisme termoregulasi.
5. Dampak Demam
Demam diatas 41°C dapat menyebabkan hiperpireksia yang sangat
berbahaya karena dapat menyebabkan berbagai perubahan metabolisme,
fisiologi, dan akhirnya berdampak pada kerusakan susunan saraf pusat.
Pada awalnya anak tampak menjadi gelisah disertai nyeri kepala, pusing,
kejang, serta akhirnya tidak sadar. Keadaan koma terjadi bila suhu >43°C
dan kematian terjadi dalam beberapa jam bila suhu 43°C sampai 45°C
(Plipat, Hakim & Ahrens, 2010).
6. Penanganan Demam
Pada prinsipnya demam dapat menguntungkan dan dapat merugikan,
menguntungkan karena peningkatan kemampuan sistem imunitas atau
kekebalan tubuh dalam melawan sebuah penyakit dan menurunkan
kemampuan virus atau bakteri dalam memperbanyak diri. Demam
merugikan karena menimbulkan anak menjadi gelisah, tidak bisa tiudr,
selera makan dan minum menurun bahkan dapat menimbulkan kejang
demam (Bahren, 2014).
Penanganan terhadap demam dapat dilakukan dengan tindakan
farmakologis, tindakan non farmakologis maupun kombinasi keduanya.
Tindakan farmakologis pada anak demam yaitu memberikan obat
antipiretik, Sedangkan tindakan non farmakologisnya adalah tindakan
tambahan dalam menurunkan panas setelah pemberian obat antipiretik.
Misal seperti memberikan minuman yang banyak, ditempatkan dalam
ruangan bersuhu normal, menggunakan pakaian yang tidak tebal,
memberikan tepid water sponge dan kompres air biasa (Kania, 2015).
Menurunkan demam pada anak dapat dilakukan secara self
management maupun non-self management. Pengelolaan secara self
management merupakan pengelolaan demam yang dilakukan sendiri tanpa
menggunakan jasa tenaga kesehatan. Pengelolaan secara self management
dapat dilakukan dengan terapi fisik, terapi obat, maupun kombinasi
keduanya. Sedangkan non-self management merupakan pengelolaan
demam yang menggunakan jasa tenaga kesehatan (Plipat, Hakim &
Ahrens, 2010).
a. Pengelolaan Self Management
1) Terapi Fisik
Terapi fisik merupakan upaya yang dilakukan untuk
menurunkan demam dengan cara memberi tindakan atau perlakuan
tertentu secara mandiri. Tindakan paling sederhana yang dapat
dilakukan adalah mengusahakan agar anak tidur atau istirahat
supaya metabolismenya menurun. Selain itu, kadar cairan dalam
tubuh anak harus tercukupi agar kadar elektrolit tidak meningkat
saat evaporasi terjadi. Memberi aliran udara yang baik, memaksa
tubuh berkeringat, dan mengalirkan hawa panas ke tempat lain juga
akan membantu menurunkan suhu tubuh. Membuka
pakaian/selimut yang tebal bermanfaat karena mendukung
terjadinya radiasi dan evaporasi (Ismoedijanto, 2012).
Pemberian kompres hangat dengan temperatur air 29,5 -
32°C (tepid sponging) dapat memberikan sinyal ke hipotalamus
dan memacu terjadinya vasodilatasi pembuluh darah perifer. Hal
ini menyebabkan pembuangan panas melalui kulit meningkat
sehingga terjadi penurunan suhu tubuh menjadi normal kembali.
Pemberian kompres hangat dilakukan apabila suhu diatas 38,5°C
dan telah mengkonsumsi antipiretik setengah jam sebelumnya
(Newman, 2010). Mendinginkan dengan air es atau alkohol kurang
bermanfaat karena justru mengakibatkan vasokonstriksi, sehingga
panas sulit disalurkan baik lewat mekanisme evaporasi maupun
radiasi. Selain itu, pengompresan dengan alkohol akan diserap oleh
kulit dan dapat menyebabkan koma apabila terhirup (Soedjatmiko,
2012).
2) Terapi Obat
Salah satu upaya yang sering dilakukan orang tua untuk
menurunkan demam anak adalah pemberian antipiretik seperti
parasetamol, ibuprofen, dan aspirin (Soedibyo & Souvriyanti,
2013).
a) Parasetamol (Asetaminofen)
Parasetamol (Asetaminofen) merupakan metabolit fenasetin
dengan efek antipiretik yang sama dan telah digunakan sejak tahun
1893. Parasetamol merupakan penghambat prostaglandin yang
lemah. Efek analgesik parasetamol serupa dengan salisilat yaitu
menghilangkan atau mengurangi nyeri ringan sampai sedang. Efek
iritasi, erosi, dan perdarahan lambung tidak terlihat pada obat ini,
demikian juga gangguan pernafasan dan keseimbangan asam basa.
Efek anti inflamasi dan reaksi alergi parasetamol hampir tidak ada
(Wimana & Gan, 2010). Dosis terapeutik antara 10-15
mgr/kgBB/kali tiap 4 jam maksimal 5 kali sehari. Dosis maksimal
90 mg/kgBB/hari. Pada umumnya dosis ini dapat ditoleransi
dengan baik. Dosis besar jangka lama dapat menyebabkan
intoksikasi dan kerusakkan hepar. Pemberian parasetamol dapat
secara per oral maupun rektal (Paul, 2012).
b) Ibuprofen
Ibuprofen merupakan turunan asam propionat yang berkhasiat
sebagai antiinflamasi, analgetik, dan antipiretik. Efek analgesiknya
sama seperti aspirin, sedangkan daya antiinflamasi yang tidak
terlalu kuat. Efek samping yang timbul berupa mual, perut
kembung, dan perdarahan, tetapi lebih jarang dibandingkan aspirin.
Efek samping hematologis yang berat meliputi agranulositosis dan
anemia aplastik. Efek lainnya seperti eritema kulit, sakit kepala,
dan trombositopenia jarang terjadi. Efek terhadap ginjal berupa
gagal ginjal akut, terutama bila dikombinasikan dengan
asetaminofen. Dosis terapeutik yaitu 5-10 mgr/kgBB/kali tiap 6
sampai 8 jam (Wimana & Gan, 2010).
c) Aspirin
Aspirin atau asam asetilsalisilat sering digunakan sebagai
analgesik, antipiretik dan antiinflamasi. Aspirin tidak
direkomendasikan pada anak <16tahun karena terbukti
meningkatkan risiko Sindroa Reye (Katzung, 2014). Aspirin juga
tidak dianjurkan untuk demam ringan karena memiliki efek
samping merangsang lambung dan perdarahan usus. Efek samping
lain, seperti rasa tidak enak diperut, mual, dan perdarahan saluran
cerna biasanya dapat dihindarkan bila dosis per hari tidak lebih dari
325 mg (Soejatmiko, 2014).
Pengobatan pada anak dengan cara memeberikan obat penurun
panas dilakukan apabila suhu tubuh mencapai 38oC atau lebih,
anak dengan riwayat pernah kejang demam harus diberikan obat
penurun panas secepatnya walaupun suhu tubuh baru mencapai
37,5oC (Febry & Marendra, 2010).
b. Pengelolaan Non-Self Management
Non-self management merupakan pengelolaan demam yang tidak
dilakukan sendiri melainkan menggunakan bantuan tenaga kesehatan.
Pengelolaan secara non-self management memang merupakan salah
satu jalan keluar untuk mengatasi anak yang menderita demam, tetapi
belum tentu merupakan pilihan yang terbaik karena penanganan
demam pada anak tidak bersifat mutlak dan tergantung kepada
tingginya suhu, keadaan umum, dan umur anak tersebut. Biasanya
demam pada bayi lebih mengkhawatirkan karena daya tahan tubuh
bayi masih rendah dan mudah terjadi infeksi. Bayi yang menderita
demam harus mendapat pemeriksaan yang lebih teliti karena 10% bayi
dengan demam dapat mengalami infeksi bakteri yang serius, salah
satunya meningitis. Oleh karena itu, dianjurkan bahwa bayi berumur
<8 minggu yang mengalami demam harus mendapat perhatian khusus
dan mungkin membutuhkan perawatan rumah sakit.
Terdapat beberapa kriteria yang menganjurkan agar anak
mengubungi tenaga medis, antara lain:
1) Demam pada anak usia di bawah 3 bulan
2) Demam pada anak yang mempunyai riwayat penyakit kronis
dan defisiensi sistem imun.
3) Demam pada anak yang disertai dehidrasi, gelisah, lemah, atau
sangat tidak nyaman dan tidak mau makan dan minum.
4) Demam naik-turun atau tak kunjung turun yang berlangsung
lebih dari 3 hari (> 72 jam)
5) Demam yang baru terjadi satu hari tetapi dengan suhu 39°C
yang menunjukan adanya infeksi berat.
6) Demam baru sehari tapi suhu diatas 40°C disertai dengan
keluhan sulit bernapas, kejang, muncul bintik merah atau biru
muncul ditangan, dibarengi dengan muntah, diare atau radang
tenggorokan (Febry& Marendra, 2010)
7. Asesment Demam / Pengkajian Demam
Anak dapat dikatakan demam bila suhu tubuh mencapai ≥38 oC. suhu tubh
dipengaruhi oleh fator individu dan lingkungan, meliputi usia, jenis
kelamin, akvitas fisik dan suhu udara ambien. Oleh karena ini tidak ada
nilai tunggal untuk suhu tubuh normal. Demam pada anak dapat diukur
dengan menempatkan termometer ke dalam anus, mulut, telinga, serta
dapat juga diketiak. Namun kebanyakan para ibu dirumah cara untuk
mengetahui demam pada anaknya yaitu dengan cara meletakkan tangan
ibu pada kening/dahi anak. Cara ini disebut dengan tektil temperature. Dan
cara yang seperti ini tidak memberikan pengukuran yang akurat (Gupta,
2015).
Berikut terdapat beberapa cpntoh gambar dan penjelasan tentang
termometer:
a. Termometer Digital

Gambar 2.1
Termometer digital adalah termometer yang menggunakan
sensor digital dan layar LCD untuk enunjukkan tingkat suhu.
b. Termometer Cairan Alkohol
Gambar 2.2
Termometer alkohol adalah alternatif dari termometer air raksa.
Fungsi antara keduanya pun mirip. Namun tidak seperti termometer air
raksa, termometer alkohol lebih aman dan lebih lambat menguap.
Alkohol yang digunakan biasanya berjenis etanol karena lebih murah
dan lebih aman jika termometer pecah. Termometer etanol hanya bisa
untuk mengukur suhu samai 48oC sehingga sering digunakna untuk
mengukur suhu badan dan suhu ruangan.
c. Termometer Cairan Air Raksa

Gambar 2.3
Termometer air raksa adalah termometer cairan (liquid) yang
menggunakan air raksa (merkuri) sebagai cairannya. Bentuknya mirip
dengan termometer alkohol. Termometer ini digunakan karena dapat
mengukur suhu yang sangat tinggi, mudah dilihat, perubahan suhu
lebih cepat, dan tidak membasahi dinding termometer. Namun
termometer air raksa memiliki beberapa kekurangan salah satunya
yaitu sangat berbahaya jika pecah.
d. Termometer Inframerah
Gambar 2.4
Termometer inframerah adalah termometer yang mengukur
suhu dengan mendeteksi radiasi termal menggunakan laser.
Termometer inframerah dapat digunakan untuk mengukur suhu tubuh
dibagian tertentu dan dalam industri.
Sebelum melakukan pengukuran demam maka ibu harus bisa
mengenali gejala demam. Terdapat bebagai metode cara ibu mengenal
demam yaitu dengan cara:
a. Menggigil atau meriang saat anak demam
Menggigil kedinginan sering dirasakan oleh seseorang sebelum
panas tinggi menyerang, ini adalag sebuah mekanisme atau proses
terjadinya peningkatan panas pada tubuh. Ketika termostrat berada
pada suhu tinggi maka suhu disekitarnya akan terasa dingin sehingga
anak menjadi kedinginan atau menggigil. Biasanya pembuluh darah di
kulit akan mengecil untuk mencegah keluarnya panas, hal inilah yang
menyebabkan perasaan dingin tersebut. Selain itu, menggigil
sebenarnya disebabkan oleh perintah dari otak kepada otat rangka
untuk menciptakan gerakan dan gesekan yang akan memanaskan
tubuh. Dengan meningkatnya suhu tubuh yang dipicu oleh thermostat,
perlahan perasaan dingin akan mereda, kemudian anak akan mencapai
suhu dimana dia tidak merasakan dingin atau panas.
b. Perhatikan respon terhadap peningkatan suhu
Ketika kekebalan tubuh seseorang atau anka mengalmai
pertempuran dengan bakteri atau virus, biasanya anak-anak akan tiba-
tiba menjadi sangat demam. Terutama ketika kita menyentuh
permukaan kulitnya. Selain panas yang tinggi hal ini juga biasanya
diikuti dengan berkeringat berlebihan yang keluar dari tubuh anak. Ini
adalah proses penurunan suhu tubuh untuk menyesuaikan dengan
lingkungannya. Panas biasanya menyebabkan kulit menjadi tampak
kemerahan. Pembuluh darah di kulit akan semakin membesar dan
keringat akan keluar dalam jumlah yang banyak. Hal tersebut
sebenarnya adalah proses untuk mendinginkan tubuh sehingga
tidakperlu khawatir jika anak mengalami demam.
8. Faktor yang Berpengaruh terhadap Tindakan atau Perilaku
Kesehatan
Perilaku kesehatan adalah tanggapan seseorang terhadap rangsangan
yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan,
makanan dan lingkungan. Respons atau reaksi dapat berbentuk pasif
(respons yang masih tertutup) dan aktif (respons terbuka, tindakan yang
nyata atau practice/psychomotor). Rangsangan yang terkait dengan
perilaku kesehatan terdiri dari empat unsur yaitu sakit dan penyakit, sistem
pelayanan kesehatan, makanan dan lingkungan. Faktor-faktor yang
mempengaruhi manusia terhadap tindakan atau perilaku kesehatan
manusia terdiri dari 2 faktor pokok yakni faktor prilaku (behaviour
causer) dan faktor dari luar (non behaviour causer). Prilaku itu sendiri
ditentukan atau terbentuk dari 3 faktor yaitu: (Irwan, 2017)
a. Faktor predisposisi (predisposing factor), yang terwujud dalam
pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai dan
sebagainya. Kebutuhan yang dapat dirasakan serta kemampuan yang
berhubungan dengan motivasi seseorang individu ataupun kelompok
untuk bertindak. Faktor predisposisi pada penelitian ini adalah
Pengetahuan.
b. Faktor pendukung (enabling factor), yang terwujud dalam lingkungan
fisik, tersedia atau tidak tersedianya fasilitas-fasilitas atau sarana-
sarana kesehatan. Apabila adanya sarana kesehatan dapat membantu
orang tua/ibu membawa anaknya ke pelayanan kesehatan ketika anak
sakit (non self management).
c. Faktor Penguat (reinforcing factors), merupakan faktor yang
mendorong atau memperkuat terjadinya suatu tindakan atau perilaku
yaitu dorongan keluarga ataupun dukungan sosial dan sumber
informasi. Adanya dorongan tersebut untuk melakukan hal positif
dalam penanganan demam yang tepat maka akan mendapatkan kualitas
hidup yang sehat.
C. Balita
Anak Balita adalah anak yang telah menginjak usia diatas satu
tahun atau lebih popular dengan pengertian usia anak di bawah lima tahun
atau biasa digunakan perhitungan bulan yaitu usia 12 – 59 bulan
(Muaris.H, dalam Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI,
2015, hlm 1).
Periode penting dalam tumbuh kembang anak adalah masa balita.
Karena pada masa ini pertumbuhan dasar yang akan mempengaruhi dan
menentukan perkembangan selanjutnya. Pada masa balita ini
perkembangan kemampuan berbahasa, kreativitas, kesadaran sosial,
emosional dan intelegnsia berjalan sangat cepat dan merupakan landasan
perkembangan berikutnya (Soetjiningsih, 2014). Jadi, disangkan apabila
anak sakit maka dapat berpengaruh pada proses tumbuh kembangnya.
Periode balita jika dilihat dari periode perkembanganny yaitu terdiri dari
periode bayi (lahir sampai 12 atu 18 bulan), toddler (1 sampai 3 tahun) dan
prasekolah (3 sampai 6 tahun).
Periode bayi merupakan salah satu perkembangan motorik,
kognitif, dan sosial yang cepat. Melalui hubungan timbal balik dengan
pemberi perawatan (orang tua), bayi menetapkan dasar kepercayaan
didunia dan dasar untuk hubungan interpersonal diamsa yang akan datang.
Periode ini merupakan bulan pertama kehidupan yang kritis. Walaupun
bagian dari periode bayi, sering dibedakan dari sisi masanya karena
penilaina fisik utama untuk keberadaan ekstrauterin dan penilaian
psikologis orang tua (Perry and Potter, 2010).
Periode Toddler dan prasekolah merupakan periode yang meluas
dari masa anak-anak mencapai peningkatan daya jerat sampai mereka
masuk sekolah, ditandai dengan aktivitas dan penemuan yang intens. Hal
ini adalah waktu penandaan perkembangan fisik dan kepribadian.
Perkembangan motorik meningkat secara stabil. Anak-anak pada usia ini
mendapatkan bahasa dan perluasan hubungan sosial, belajar standar peran,
meningkatkan kontrol diri dari penguasaan, mengembangkan peningkatan
kesadaran tentang ketergantungan dan kemandirian, dan mulai
mengembangkan konsep diri (Perry and Potter, 2010).
D. Penelitian Terkait
1. Penelitian yang dilakukan oleh Alex-hart, dkk (2011) di Nigerian yang
berjudul Mothers’ perception of fever management in children dalam
penelitiannya menggunakan metode pengumpulan data kuesioner dengan
desai analitik cress sectional, sampel yang digunakan sebanyak 151 ibu
yang berpartisipasi berusia 19 tahun sampai 54 tahun. Hasil dari
penelitiannya ini didapatkan 113 ibu (74,8%) mendefinisikan demam
sebagai panas tubuh. Gejala yang umum dari demamPe adalah hilangnya
efek nafsu makan (71,5%). Penyebab tersering demam yang teridentifikasi
adalah malaria (71 (47%) ibu). 115 (76,2%) ibu mengukur suhu tubuh
anaknya dengan menyentuh dahu, sedangkan 21 (13,9%) menggunakan
termometer. Tindakan yang paling umum dilakukan saat terjadi demam
adalah pemberian Paracetamol (107 (70,9%)). Komplikasi demam yang
paling sering ditemukan adalah kejang (86 (67,7% ibu).
2. Penelitian yang dilakukan oleh Anoyke, dkk (2018) di Ghana yang
berjudul Childhood fever knowledge and management: a case of mothers
with children under five years dalam penelitiannya berdesain deskriptif
menggunakan teknik sample random sampling dengan pengumpulan data
menggunakan kuesioner terstruktur yang terdiri dari pertanyaan tertutup.
Sampel yang digunakan sebanyak 100 partisipan yang merupakan ibu dari
balita yang datang ke Rumah Sakit Pemerintahan Kwahu, Atibie selama
enam bulan. Hasil dari penelitiannya di dapatkan para ibu menggambarkan
demam sebagai panas badan (63%), menggigil (10%), anak menangis
(8%), anak diam (8%) dan tidur terlalu sering (10%). Lebih dari separuh
responden (57%) secara tepat mengidentifikasi penyebab demam sebagai
malaria (39%) dan infeksi (18%). Penatalaksanaan demam dirumah
melibatkan pengobatan sendiri (43%), berkonsultasi dengan ahli herbal
(20%), melakukan kompres spons (28%) dan mengunjungi RS terdekat
(62%). Pengetahuan ibu tentang demam masa kanak-kanak secara
statistyik berhubungan bermakna dengan usia (p = 0,0001), usia anak (p =
0,04), jumlah anak dalam satu keluarga (p = 0,0001), dan tingkat
pendidikan ibu (p = 0,0001).
3. Penelitian yang dilakukan Fitriana, Dewi (2018) di Posyandu Nusa Indah
7 Kampung Tua Teluk Mata Ikan yang berjudul Hubungan Pengetahuan
Ibu dengan Self Management Demam pada Balita di Posyandu Nusa
Indah 7 Kampung Tua Teluk Mata Ikan dalam penelitiannya
menggunakan penelitian observasional analitik dengan pendekatan cross
sectional. Pengambilan sempel yang digunakan adalah purposive sampling
dimana 75 ibu dipilih sebagai sampel. Data yang dikumpulkan dianalisis
dengan tiga tahap yaitu tabel distribusi frekuensi, tabel tabulasi silang, dan
uji dengan uji statistik chi-square. Dari penelitian tersebut didapatkan hasil
bahwa sebanyak 31 ibu (41,3%) memiliki pengetahuan yang baik, 20 ibu
(26,7%) memiliki pengetahuan yang cukup, dan sebanyak 24 ibu (32%)
memiliki pengetahuan yang kurang. Untuk self management didapatkan
hasil sebanyak 40 ibu (53,3%) melakukan self management demam
dengan baik dan sebanyak 35 ibu (46,7%) melakukan self management
demam dengan buruk. Terdapat hubungan yang signifikan antara
pengetahuan ibu dengan self management demam dengan p = 0,002 (p <
0,005)
4. Penelitian yang dilakukan oleh Rasinta, Handanu (2017) di Desa Bedoro
Kacamatan Sambungmacan Sragen berjudul Hubungan tingkat
Pengetahuan Ibu Tentang Demam dengan Cara Penanganan Demam
Pada Balita di Desa Bedoro Kacamatan Sambungmacan Sragen dalam
penelitiannya menggunakan metode penelitian deskriptif korelatif dan
menggunakan pendekatan Cross Sectional. Sampel penelitian adalah 57
orang ibu yang mempunyai balita. Teknik pengambilan sampel
menggunakan proportional random sampling. Instrument penelitian
menggunakan kuesioner pengetahuan dan perilaku yang telah dilakukan
uji validitas dan reliabilitas. Alat analisis data menggunakan uji Rank
Spearman. Hasil penelitian 17 responden (29,8%) mempunyai
pengetahuan baik, 22 responden (38,6%) dengan pengetahuan cukup, 18
responden (31,6%) dengan pengetahuan kurang. Sebanyak 29 responden
(50,9%) dengan tindakan yang baik dalam perawatan demam, 28
responden (49,1%) masih buruk. Hasil uji statistik Rank Spearman
diperoleh nilai ρ=0.415 dengan p=0,001 (p<0,05). Kesimpulan dari
penelitian tersebut ada hubungan tingkat pengetahuan ibu tentang demam
dengan perilaku ibu dalam menangani balita demam di Desa Bedoro
Kecamatan Sambungmacan Sragen.
5. Penelitian yang dilakukan oleh Kurniati (2016) di Wilayah Puskesmas
Pisangan Kota Tangerang Selatan berjudul Gambaran Pengetahuan Ibu
dan Metode Penanganan Demam pada Balita di Wilayah Puskesmas
Pisangan Kota Tangerang Selatan. Penelitian ini menggunakan metode
kuantitatif deskriptif dengan analisis distribusi frekuensi. Pengambilan
data dilakukan pada 72 responden dengan menggunakan kuesioner dan
pedoman wawancara. Hasil penelitian ini hampir seluruh ibu memiliki
pendidikan menengah keatas sebanyak 35 ibu (48,6%), separuh ibu
memiliki pengetahuan yang cukup 36 ibu (50%) dan kebanyakan ibu
memberikan obat ketika anak demam 32 ibu (44,4%). Obat yang diberikan
adalah paracetamol 67 ibu (93,1%), serta sebanyak 25 ibu (34,7 %) yang
memberikan kompres sebagai penanganannya, tetapi kebanyak ibu
meletakan kompres dibagian dahi 44 ibu (61,1%).

Anda mungkin juga menyukai