PROPOSAL PENELITIAN
Disusun Oleh
201740299
TANGERANG SELATAN
TAHUN 2020
LEMBAR PERSETUJUAN
HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN IBU DENGAN SELF
MANAGEMENT DEMAM PADA BALITA DI PUSKESMAS
PONDOK BETUNG PERIODE BULAN OKTOBER –
DESEMBER TAHUN 2020
Skripsi ini telah disetujui, diperiksa dan siap diujikan dihadapan Tim penguji
Program Studi S1 Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan IMC Bintaro.
Mengetahui,
Ketua Program Studi S1 Keperawatan
STIKes IMC Bintaro
i
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Warrahmatullahi Wabarakatuh
Puji Syukur kehadirat Allah SWT. yang telah melimpahkan rahmat dan
hidayah-Nya yang telah memberikan banyak kesempatan, sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi dengan judul ”Hubungan Tingkat Pengetahuan Ibu
Dengan Self Management Demam Pada Balita Di Puskesmas Pondok Betung”
dengan baik. Dalam penyusunan skripsi ini, penulis menyadari sepenuhnya bahwa
selesainya laporan skripsi ini tidak terlepas dari dukungan kedua orang tua dan
keluarga besar penulis yang telah memberikan dukungan berupa doa serta
dukungan lainnya baik moril dan materil.
1. Kepada Allah SWT yang telah memberikan nikmat iman, nikmat islam dan
nikmat sehat walafiat.
2. Bapak Ir. Peter M. Simanjuntak, MBA, selaku Ketua STIKes IMC Bintaro.
3. Ibu Ani Yuliani selaku ketua Yayasan Ichsan Medical Center Bintaro yang
telah memberikan kesempatan untuk melakukan penelitian.
4. Ibu Ns. Oryza Intan Suri, M.Kep, selaku Ketua Program Studi S-1
Keperawatan.
5. Ibu Siti Aminah Waluyo., S.Pd., M.Kes sebagai dosen pembimbing penulis
yang meluangkan waktunya dan tenaga selama membimbing penulis, segala
bentuk kesabaran, perhatian, bimbingan, petunjuk dan dorongan senantiasa
ii
tercurah, menjadikan penulis untuk bersemangat dan berusaha
menyelesaikan skripsi ini.
6. Kepada Kepala Puskesmas Pondok Betung beserta staff Puskesmas Pondok
Betung, yang telah bersedia menerima saya selama proses penelitian.
7. Seluruh dosen pengajar khususnya Bapak Hadi Nugroho, M. Epid dan
seluruh staff STIKes IMC Bintaro yang telah memberi ilmu, bantuan dan
informasi pada peneliti dalam penyususnan skripsi ini.
8. Terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada suami tercinta Geo Himawan,
yang turut memberi dukungan dan selalu mendoakan kelancaran penulisan
skripsi ini, serta keluarga besar yang selalu mendukung setiap tindakan dari
penulisan ini.
9. Special thanks to friends (Kelas Reguler Malam Program Studi S1
Keperawatan 2017) dan semua teman-teman serta sahabat yang selalu
mendukung, memberi semangat, dan do’a.
10. Keluarga besar Hokben Ciater Tangerang yang telah banyak membantu
dalam memberikan izin untuk saya berkuliah dan menyelesaikan skripsi ini.
11. Kepada semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, terima kasih
atas do’a dan bantuannya. Terima kasih atas ilmu, dukungan dan
motivasinya.
iii
Daftar Isi
iv
1. Definisi .............................................................................................................. 22
2. Pengelolaan Self Management Demam............................................................. 23
3. Faktor-faktor yang mempengaruhi penanganan self management demam ....... 27
D. Konsep Balita ........................................................................................................ 27
E. Penelitian Terkait .................................................................................................. 29
F. Kerangka Teori ..................................................................................................... 32
BAB III KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL DAN HIPOTESIS
PENELITIAN.................................................................................................................. 33
A. Kerangka Konsep .................................................................................................. 33
B. Definisi Operasional ............................................................................................. 33
C. Hipotesis Penelitian .............................................................................................. 35
BAB IV ............................................................................................................................. 36
METODOLOGI PENELITIAN .................................................................................... 36
A. Desain Penelitian .................................................................................................. 36
B. Tempat dan Waktu ................................................................................................ 36
C. Populasi dan Sampel ............................................................................................. 36
1. Populasi ............................................................................................................. 36
2. Sampel............................................................................................................... 37
D. Metode Pengumpulan Data ................................................................................... 38
E. Instrumen Penelitian ............................................................................................. 39
F. Uji Validitas dan Uji Reabilitas ............................................................................ 40
G. Etika Penelitian ................................................................................................. 41
H. Analisa Data ...................................................................................................... 42
1. Teknik Pengolahan Data ................................................................................... 42
2. Teknik Analisa Data ......................................................................................... 43
I. Penyajian Data ...................................................................................................... 44
Daftar Pustaka ................................................................................................................ 45
LAMPIRAN..................................................................................................................... 50
v
Daftar Tabel
vi
Daftar Bagan
vii
Daftar Lampiran
Lampiran 1 ........................................................................................................................ 51
Lampiran 2 ........................................................................................................................ 52
Lampiran 3 ........................................................................................................................ 53
Lampiran 4 ........................................................................................................................ 54
Lampiran 5 ........................................................................................................................ 55
Lampiran 6 ........................................................................................................................ 56
Lampiran 7 ........................................................................................................................ 57
Lampiran 8 ........................................................................................................................ 62
viii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kesehatan merupakan hal penting untuk mencapai perkembangan
dan hidup anak berkualitas 1 bulan – 5 tahun, sehingga masa depan anak
menjadi lebih baik. Upaya mencapai kelangsungan hidup dan
perkembangan yang berkualitas pada anak berperan penting saat sejak masa
dini kehidupan (Maryunani, 2010).
Anak Balita merupakan individu atau sekelompok individu yang
berada dalam rentang usia 1-5 tahun. Usia balita dapat dikelompokan
menjadi 3 golongan yaitu golongan usia bayi (0-2 tahun), golongan batita
(2-3 tahun), dan golongan prasekolah (>3-5 tahun) (Andriani dan
Wirjatmadi, 2012). Muaris.H, dalam (Pusat Data dan Informasi
Kementerian Kesehatan RI, 2015) juga mengatakan bahwa Anak Bawah
Lima Tahun atau yang sering disingkat sebagai Anak Balita adalah anak
yang telah menginjak usia diatas satu tahun atau lebih popular dengan
pengertian usia anak di bawah lima tahun atau biasa digunakan perhitungan
bulan yaitu usia 12 – 59 bulan.
Selama masa pertumbuhan dan perkembangan, anak dapat
mengalami kejadian sakit. Kejadian sakit yang dialami anak biasanya akan
diikuti dengan beberapa gejala diantaranya adalah demam. Demam akan
muncul pada berbagai penyakit khususnya penyakit infeksi (Sodikin, 2012).
Menurut Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI, 2015) sekitar 30% dari
seluruh total kunjungan tersering ke dokter anak dan dokter umum adalah
demam anak.
Demam adalah suatu reaksi yang menggambarkan adanya suatu
proses dalam tubuh yang ditandai dengan peningkatan suhu tubuh (Arifianto
& Hariadi, 2019). Peningkatan suhu tubuh terjadi karena mengimbangi
produksi panas yang berlebihan karena ketidakmampuan mekanisme
kehilangan panas. Demam terjadi sebagai pertahanan tubuh karena adanya
pirogen seperti bakteri, virus dan jamur (Potter & Perry, 2010)
1
Demam pada bayi dan balita terjadi ketika suhu tubuh diatas 38oC
(Arifianto, 2019). Gejala demam ditandai dengan temperatur suhu tubuh
lebih dari 38oC hingga 40 oC, menggigil, berkeringat, tidak nafsu makan,
nadi dan respirasi meningkat (Suriadi & Yuliani, 2010).
Badan Kesehatan Dunia (WHO) (2012) memperkirakan jumlah
kasus demam di seluruh Dunia mencapai 16 – 33 juta dengan 500 – 600 ribu
kematian tiap tahunnya . Data kunjungan ke fasilitas kesehatan pediatrik di
Brazil didaptakan sekitar 19% sampai 30% anak diperiksa karena menderita
demam (Setyowati, 2013). Profil kesehatan Indonesia tahun 2013,
mengungkapkan bahwa jumlah penderita demam yang disebabkan oleh
infeksi dilaporkan sebanyak 112.511 kasus dengan jumlah kematian 871
orang. Hal ini terjadi peningkatan jumlah kasus demam yang disebabkan
oleh infeksi tahun 2013 dibandingkan dengan tahun 2012 dengan angka
90.245 kasus demam infeksi pada anak di Indonesia (Sekretariat Jendral
Kementrian Kesehatan RI, 2014). Jumlah kematian balita dengan penyebab
demam di Indonesia tahun 2019 sebanyak 215 orang balita , untuk di
Provinsi Banten jumlah kematian balita dengan penyebab demam berada di
jumlah tertinggi nomor 2 setelah Jawa Timur sebanyak 32 orang anak
(Kemenkes RI, 2020).
Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI, 2017) mencatat
prevalensi anak yang menderita demam sebanyak 37,4% anak usia 12-23
bulan , 33,3% anak usia 24-35, 29,1% anak usia 36-47 bulan, dan 26,4%
anak usia 48-59 bulan. Prevalensi demam tidak berbeda banyak menurut
kelamin dan tempat tinggal. Prevalensi demam pada anak laki laki lebih
tinggi dibandingkan perempuan (32 dan 30%) Prevalensi demam pada anak
dari rumah tangga dengan kuintil kekayaan teratas lebih rendah
dibandingkan anak dari kelompok kuintil kekayaan lainnya (25%
dibandingkan 32-34%) (Kemenkes, 2017).
Penanganan demam pada balita dapat dibedakan menjadi dua
prinsip, yang pertama adalah demam yang tidak boleh terlalu cepat
diturunkan karena merupakan respon terhadap infeksi ringan yang bersifat
self limited, kedua adalah demam yang membutuhkan penanganan segera
2
karena merupakan tanda infeksi serius dan mengancam jiwa seperti
pneumonia, meningitis, dan sepsis. (Setyani, 2015)
Penanganan demam pada anak dimasyarakat sangat bervariasi dari
berbagai penelitian, seperti penanganan demam yang ringan berupa self
management yaitu penanganan yang dilakukan secara sendiri maupun
penanganan demam yang serius dengan cara non self management yaitu
penanganan yang memerlukan penanganan dari tenaga medis. Pengobatan
di indonesia mencakup sektor yang saling berhubungan, yaitu antara
pengobatan sendiri dan pengobatan dari tenaga medis profesional. Dalam
pengobatan sakit seseorang dapat memilih satu sampai lima sumber
pengobatan, tetapi tindakan pertama yang paling banyak dilakukan adalah
pengobatan sendiri atau pengobatan self management (Kurniati, 2016).
Dalam penanganan demam diperlukan pengetahuan dan sikap bagi
ibu untuk memberikan intervensi yang tepat. Kemampuan ibu dalam
penanganan pada anak yang sedang mengalami demam merupakan suatu
hal yang paling penting agar bisa mengatasi dengan benar demam pada
anak, seperti ibu harus memiliki pengetahuan, sikap yang tepat dalam
menangani dan memberikan perawatan pada anak (Alawiyah, dkk, 2019).
Menurut Sodikin (2012), adapun beberapa cara untuk penanganan
demam anak, diantaranya adalah pemberian antipiretik, kompres hangat,
pemberian minum lebih banyak dari biasanya, dan menggunakan pakaian
tipis pada anak. Penanganan yang tepat mengenai penyakit yang menyertai
demam, merupakan hal penting agar demam dapat diatasi dengan benar.
Terdapat berbagai komplikasi yang diakibatkan oleh demam, seperti adanya
kemungkinan dehidrasi, karena pada saat anak demam terjadi evaporasi
cairan tubuh sehingga anak kekurangan cairan
Menurut penelitian yang dilakukan di Ghana terhadap 100
responden, ibu memiliki beberapa pengelolaan menangani demam seperti;
memberikan pengobatan sendiri (43%), berkonsultasi dengan ahli herbal
(20%), melakukan kompres spons (28%) dan mengunjungi RS terdekat
(62%) (Anokye et al., 2018). Sedangkan dalam penelitian BAAlex-Hart
3
tahun 2011 di Nigeria terhadap 151 responden tindakan yang paling umum
dilakukan saat terjadi demam adalah pemberian paracetamol (70,9%).
Penelitian yang dilakukan Fitriana (2018) di Kampung Tua Teluk
Mata Ikan, Batam dengan responden sebanyak 75 ibu menunjukkan bahwa
sebanyak 40 (53,3%) melakukan self management demam dengan baik dan
sebanyak 35 ibu (46,7% melakukan self management demam dengan buruk.
Berbagai penelitian menunjukan bahwa orang tua khususnya ibu
memiliki kekhawatiran yang berlebihan dalam mengelola demam yang
dikenal sebagai fobia demam. Kekhawatiran ini diakibatkan adanya
pengertian yang kurang tepat, seperti demam tinggi yang tidak diobati akan
menimbulkan kejang demam, kerusakan otak, bahkan kematian
(Chairulfatah, 2017). Ibu yang memiliki pengetahuan dan sikap yang baik
tentang demam dapat melakukan penanganan pada demam yang baik pada
anak. Kurangnya informasi dan pengetahuan ibu dapat menimbulkan
kesalahan dalam penanganan demam pada anak seperti menyelimuti anak
saat demam dengan selimut tebal (Siburian & Doloksaribu, 2016).
Dari penelitian Rasinta (2017) di desa Bedoro Kecamatan Sambung
Macan Sragen di dapatkan hasil 17 responden (29,8%) mempunyai
pengetahuan baik, 22 responden (38,6%) dengan pengetahuan cukup, 18
responden (31,6%) dengan pengetahuan kurang. Sebanyak 29 responden
(50,9%) dengan tindakan yang baik dalam perawatan demam, 28 responden
(49,1%) masih buruk.
Kurniati (2016) dalam penelitiannya tentang gambaran pengetahuan
ibu dan metode penanganan demam pada anak balita di wilayah Puskesmas
Pisangan Kota Tangerang Selatan mendapatkan hasil dari 72 orang
responden ini hampir separuh ibu memiliki pendidikan menegah keatas
sebanyak 35 ibu (48,6%), separuh ibu memiliki pengetahuan yang cukup 36
ibu (50%), dan kebanyakan ibu memberikan obat ketika anak demam 32 ibu
(44,4%), obat yang diberikan adalah parasetamol 67 ibu (93,1%), serta
sebanyak 25 ibu (34,7%) yang memberikan kompres sebagai
penanganannya, tetapi kebanyakan ibu meletakan kompres di bagian dahi
44 ibu (61,1%).
4
Dari hasil observasi peneliti ke Puskesmas Pondok Betung
didapatkan bahwa dari bulan Januari sampai Maret 2020 balita yang
mengalami demam sebanyak 127 balita. Studi pendahuluan yang telah
dilakukan oleh peneliti dengan membagikan kuesioner pada 10 ibu di
Puskesmas Pondok Betung didapatkan bahwa 20% ibu memiliki tingkat
pengetahuan baik dan 80% ibu memiliki tingkat pengetahuan kurang
dengan hasil yang paling banyak yaitu 80% ibu tidak mengetahui penyebab
demam dan 90% ibu tidak mengetahui rentang suhu tubuh normal. Ibu
dengan self management baik sebanyak 30% dan self management buruk
sebanyak 70% dengan hasil yang paling banyak yaitu 60% ibu masih
melakukan kompres air es saat anak demam, 60% ibu menyelimuti anak
menggunakan selimut tebal saat anak demam, dan 80% ibu mengukur suhu
tubuh anak hanya menggunakan punggung tangan saat anak demam.
Melihat hal tersebut peneliti tertarik untuk meneliti mengenai hubungan
tingkat pengetahuan ibu dengan self management demam pada balita di
Puskesmas Pondok Betung.
B. Rumusan Masalah
Penelitian tentang hubungan tingkat pengetahuan ibu dengan self
management demam pada balita di Puskesmas Pondok Betung merupakan
hal yang membuat peneliti tertarik dikarenakan belum ada yang meneliti di
Puskesmas Pondok Betung mengenai hal tetrsebut. Dilihat dari observasi
peneliti didapatkan bahwa 20% ibu memiliki tingkat pengetahuan baik dan
80% ibu memiliki tingkat pengetahuan kurang, serta ibu dengan self
management baik sebanyak 30% dan self management buruk sebanyak
70%. Berdasarkan masalah tersebut, maka dirumuskan sebuah pertanyaan:
Apakah ada hubungan tingkat pengetahuan ibu dengan self management
demam pada balita di Puskesmas Pondok Betung?
5
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh informasi tentang
Hubungan Tingkat Pengetahuan Ibu Dengan Self Management Demam
Pada Balita Di Puskesmas Pondok Betung.
2. Tujuan Khusus
a. Diperoleh informasi karakteristik responden pada ibu yang memiliki
balita demam meliputi (usia ibu, usia anak, pendidikan ibu, dan
pekerjaan ibu).
b. Diperoleh informasi tingkat pengetahuan ibu di Puskesmas Pondok
Betung.
c. Diperoleh informasi self management demam pada balita di
Puskesmas Pondok Betung.
d. Diperoleh informasi hubungan tingkat pengetahuan ibu yang
memiliki balita demam dengan self management demam pada balita
di Puskesmas Pondok Betung.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Bagi Institusi Pendidikan
Hasil penelitan ini merupakan salah satu penerapan ilmu pengetahuan
yang telah didapatkan selama pendidikan khususnya dibidang
Keperawatan Anak diharapkan para pembaca mendapat ilmu baru juga
menjadi salah satu referensi bagi mahasiswa/I STIKes IMC Bintaro.
2. Manfaat Bagi Tempat Penelitian
Sebagai salah satu bahan masukan khususnya bagi tenaga kesehatan di
masyarakat, untuk melakukan tindakan promotif seperti penyuluhan dan
memberikan pendidikan kesehatan KIE (Komunikasi Informasi
Edukasi).
3. Manfaat Bagi Peneliti
Dapat menambah wawasan dan memberikan pengetahuan baru tentang
Hubungan Tingkat Pengetahuan Ibu dengan Self Management Demam
Pada Balita
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Pengetahuan
1. Definisi Pengetahuan
Pengetahuan merupakan hasil “tahu” yang terjadi setelah orang
mengadakan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan
terhadap objek terjadi melalui panca indra Manusia yakni penglihatan,
pendengaran penciuman, rasa dan raba. Pada waktu penginderaan sampai
menghasilkan pengetahuan tersebut sangat dipengaruhi oleh intensitas
perhatian persepsi terhadap objek. Menurut teori WHO Salah satu bentuk objek
kesehatan dapat dijabarkan oleh pengetahuan yang diperoleh dari pengalaman
sendiri (Wawan & Dewi, 2018).
2. Tingkat Pengetahuan
Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk
terbentuknya tindakan seseorang. Dari pengalaman dan penelitian ternyata
perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku
yang tidak didasari oleh pengetahuan. Pengetahuan yang cukup di dalam
domain kognitif mempunyai 6 tingkat yaitu : (Wawan & Dewi, 2018).
a. Tahu (know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari
sebelumnya. Termasuk kedalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat
kembali (recall) terhadap suatu yang spesifik dan seluruh bahan yang
dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu “tahu” ini
merupakan tingkatan pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja untuk
mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari yaitu menyebutkan,
menguraikan, mengidentifikasi menyatakan dan sebagainya.
b. Memahami (comprehention)
Memahami artinya sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara
benar tentang objek yang diketahui dimana dapat menginterprestasikan
secara benar. Orang yang sudah paham terhadap objek atau materi akan
7
dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan dan
sebagainya terhadap suatu objek yang dipelajari.
c. Aplikasi (Application)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang
telah dipelajari pada saat situasi ataupun kondisi riil (sebenarnya). Aplikasi
disini dapat diartikan sebagai aplikasi atau penggunaan hukum-hukum,
rumus, metode, prinsip dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain.
d. Analisis (Analysis)
Analisis adalah kemampuan untuk menyatakan suatu materi atau suatu
objek kedalam komponen-komponen tetapi masih di dalam struktur
organisasi tersebut dan masih ada kaitannya satu sama lain.
e. Sintesis (Syntesis)
Sintesis yang dimaksud menunjukkan pada suatu kemampuan untuk
melaksanakan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu
keseluruhan yang baru, dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan
untuk menyusun formulasi baru dari formulasi yang ada.
f. Evaluasi (Evaluation)
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi
atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian tersebut
berdasarkan suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau menggunakan
kriteria-kriteria yang telah ada.
3. Proses Pengetahuan
Proses dari pengetahuan terdapat beberapa tahap diantaranya:
(Notoadmodjo, 2014)
a. awareness (kesadaran) yaitu saat individu menyadari adanya stimulus,
setelah itu individu merasa
b. interest (tertarik) yaitu orang mulai tertarik terhadap stimulus,
c. Evaluation (menimbang-nimbang) individu menimbang-nimbang
tentang baik dan tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya
d. Trial (coba) individu mulai melakukan sesuatu yang baru sesuai dengan
apa yang dikehendaki
8
e. Adoption, individu telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan,
sikap, dan kesadarannya terhadap stimulus.
9
5. Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan
Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan seseorang diantaranya :
(Notoatmodjo, 2010)
a. Tingkat Pendidikan
Pendidikan merupakan sebuah proses pengubahan sikap dan tata
laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia
melalui upaya pengajaran dan pelatihan. Berdasarkan jurnal Pro health
menyatakan bahwa pendidikan mempengaruhi proses belajar, makin tinggi
pendidikan ibu makin mudah menerima informasi.
b. Informasi
Informasi diartikan sebagai berita yang mengandung maksud
tertentu. Manusia memiliki pengetahuan dan pengalaman yang selalu ingin
dibagikan kepada orang lain. Pengalaman atau pengetahuan yang
dikomunikasikan tersebut berisi pesan atau informasi. Dengan memberikan
informasi, diharapkan akan terjadi peningkatan pengetahuan, sikap dan
perilaku pada individu atau kelompok berdasarkan kesadaran dan kemauan
diri sendiri. Ibu yang memiliki sumber informasi yang banyak memiliki
pengetahuan yang lebih luas.
c. Umur
Umur dapat mempengaruhi daya tangkap dan pola pikir seseorang. Menurut
(Notoatmodjo, 2010) semakin bertambah usia semakin berkembang pula
daya tangkap dan pola pikirnya sehingga pengetahuan yang diperoleh dapat
semakin baik.
d. Sosial budaya
Kebiasaan atau tradisi yang dilakukan oleh seseorang atau kelompok
dapat mempengaruhi proses masuknya pengetahuan kedalam individu
tersebut (Farhani, 2014). Tradisi atau budaya seseorang yang dilakukan
tanpa penalaran apakah yang dilakukan baik atau buruk akan menambah
pengetahuannya walaupun tidak melakukan. Seseorang yang mempunyai
sosial budaya yang baik maka pengetahuannya akan baik tapi jika sosial
budaya nya kurang baik maka pengetahuannya akan kurang baik (Budiman
dan Riyanto, 2013).
10
e. Pengalaman
Semua pengalaman pribadi seseorang dapat merupakan sumber
pengetahuan untuk menarik kesimpulan dan pengalaman. Pengalaman
adalah suatu kejadian yang pernah dialami, dijalani, atau dirasai. Riandita
(2012) mengatakan jika pengetahuan ibu dari anak yang pernah atau bahkan
sering mengalami demam seharusnya lebih tinggi dibandingkan dengan
pengetahuan ibu dari anak yang belum pernah mengalami demam
sebelumnya.
f. Sosial ekonomi
Seseorang yang mempunyai kemampuan sosial ekonomi tinggi akan
semakin mudah dalam mendapatkan pengetahuan (Farhani, 2014). Status
ekonomi seseorang mempengaruhi tingkat pengetahuan karena seseorang
yang memiliki status ekonomi dibawah rata-rata maka seseorang tersebut
akan sulit untuk memenuhi fasilitas yang diperlukan untuk meningkatkan
pengetahuan, sedangkan seseorang yang memiliki status ekonomi diatas
rata-rata akan sangat mudah untuk memenuhi fasilitas yang diperlukan
untuk meningkatkan pengetahuannya.
11
7. Kriteria tingkat pengetahuan
Pengetahuan seseorang dapat diketahui dan diinterpretasikan dengan skala yang
bersifat kualitatif yaitu : (Wawan & Dewi, 2018)
a. Baik : Hasil presentasi 76%-100%
b. Cukup : Hasil presentasi 56%-75%
c. Kurang : Hasil presentase <56%
B. Konsep Demam
1. Definisi Demam
Demam adalah kenaikan suhu tubuh diatas normal sebagai respon dari
stimulus yang menyebabkan sakit (Kapti, Rinik & Azizah, Nurona, 2017),
sedangkan menurut (Cendhikalistya, Gustrin, 2018) demam atau febris
merupakan naiknya suhu atau temperatur tubuh diatas 37,5oC dan sebagai
gejala terjadinya suatu penyakit tertentu.
Demam adalah peningkatan titik patokan (set point) suhu di
hipotalamus. Dikatakan demam jika suhu orang menjadi lebih dari 37,5 oC.
Demam terjadi karena pelepasan pirogen dari dalam leukosit yang
sebelumnya telah terangsang oleh pirogen eksogen yang dapat berasal dari
mikroorganisme atau merupakan suatu hasil reaksi imunologik yang tidak
berdasarkan suatu infeksi (Corwin, 2010).
Meskipun sering disebut sebagai gejala penyakit tertentu, pada
umumnya demam menunjukkan bahwa tubuh sedang melawan infeksi. Saat
melawan infeksi, ada zat dalam tubuh yang meningkatkan produksi panas
sekaligus menahan pelepasan panas sehingga menyebabkan demam.
Seseorang dikatakan demam jika merasa gejala gejala berikut : menggigil,
panas dan dingin bergantian, lemas, berkeringat, dan wajah kelihatan
memerah (Sugani, Surya & Priandarini, Lucia, 2010).
Ketetapan demam hingga saat ini masih menjadi kontroversi yang
dibuktikan dengan bervariasinya penegakan suhu normal. Berdasarkan
panduan dari WHO, suhu tubuh rektal sebesar ≥38oC, suhu ketiak sebesar
≥37,5oC diidentifikasikan sebagai demam baik pada dewasa maupun anak.
Menurut (Arifianto, 2012) pengukuran suhu di rektal, telinga atau dahi
12
sebesar ≥38oC, pengukuran suhu di oral atau mulut sebesar ≥37,8oC, dan
pengukuran suhu di ketiak sebesar ≥37,2oC diidentifikasikan sebagai
demam. Berbeda dengan Arifianto, (Prihaningtyas, 2020) mempunyai
pendapat jika suhu tubuh normal adalah 36,5 – 37,5oC, anak dikatakan
demam jika memiliki suhu tubuh diatas 37,5oC.
13
Sedangkan untuk jenisnya menurut Kapti & Azizah (2017) demam
memiliki 3 jenis yaitu:
a. Demam berkelanjutan (kontinyu)
Merupakan suhu yang tetap diatas normal seharian penuh dan tidak
berfluktuasi lebih dari 1oC dalam 24 jam, tidak mencapai suhu normal.
Jenis demam ini biasanya terjadi pada penyakit pneumonia gram
negatif, tifoid, meningitis bakteri akut, dan infeksi sistem kemih.
b. Demam berselang seling (intermitten)
Merupakan demam yang terjadi dalam beberapa jam tertentu.
Biasanya demam ini terlihat pada malaria, infeksi pirogenik,
tuberkulosis, limfoma, dan sepsis.
c. Demam fluktuatif (remitten)
Merupakan demam yang naik turun melebihi 2oC dan tidak
mencapai suhu normal. Demam ini biasanya dihubungkan dengan
endokarditisi, infeksi riketsia.
3. Penyebab Demam
Demam yang sering kali diderita oleh anak dan manusia pada umumnya,
yaitu demam non infeksi dan demam infeksi (Widagdo, 2011).
a. Demam (non-infeksi)
Demam non infeksi adalah demam yang penyebabnya bukan
karena masuknya bibit penyakit ke dalam tubuh. Demam non infeksi
jarang terjadi atau diderita manusia dalam kehidupan seharihari. Demam
ini timbul karena adanya kelainan pada tubuh yang dibawa sejak lahir,
dan tidak ditangani dengan baik. Contoh demam non infeksi antara lain
demam yang disebabkan karena adanya kelainan atau bawaan pada
jantung, demam karena stres, atau demam yang disebabkan oleh adanya
penyakit-penyakit berat, misalnya leukimia atau kanker darah.
b. Demam (infeksi)
Demam infeksi adalah demam yang disebabkan oleh masuknya
patogen, misalnya kuman, bakteri, virus, atau binatang kecil lainnya ke
dalam tubuh melalui berbagai cara, misalnya melalui makanan, udara,
14
atau persentuhan tubuh. Imunisasi juga termasuk pada kategori ini sebab
imunisasi adalah tindakan yang secara sengaja memasukkan kuman,
bakteri, atau virus yang sudah dilemahkan ke dalam tubuh balita dengan
tujuan membuat anak menjadi kebal terhadap penyakit tertentu.
Sedangkan menurut Febry dan Marendra (2010) penyebab demam
dibagi menjadi 3 yaitu:
a. Demam infeksi, antara lain infeksi virus (cacar, campak danmdemam
berdarah) dan infeksi bakteri (demam tifoid dan pharingitis).
b. Demam non infeksi, antara lain karena kanker, tumor, atau adanya
penyakit autoimun (penyakit yang disebabkan sistem imun tubuh itu
sendiri).
c. Demam fisiologis, bisa karena kekurangan cairan (dehidrasi), suhu
udara terlalu panas dan kelelahan setelah bermain disiang hari.
Dari ketiga penyebab tersebut yang paling sering menyerang anak
adalah demam akibat infeksi virus maupun bakteri (Febry & Marendra,
2010).
4. Mekanisme Demam
Demam mengacu pada peningkatan suhu tubuh yang berhubungan
langsung dengan tingkat sitokin pirogen yang diproduksi untuk mengatasi
berbagai rangsangan. Sebagai respon endogen (IL-1, TNF-α, IL-6, dan
interferon) yang bekerja pada pusat thermoregulasi hipotalamus. Sebagai
respon terhadap sitokin tersebut maka terjadi sintesis prostaglandin,
terutama prostaglandin E2 melalui metabolisme asam arakidonat jalur
siklooksigenase-2 (COX-2) dan menimbulkan peningkatan suhu tubuh.
Hipotalamus akan mempertahankan suhu sesuai patokan yang baru dan
bukan suhu normal (Nelwa, 2014).
Mekanisme demam dapat juga terjadi melalui jalur non
prostaglandin melalui sinyal afferen nervus vagus yang dimediasi oleh
produk lokal Macrophage Inflammatory Protein-1 (MIP-1), suatu kemokin
yang bekerja langsung terhadap hipotalamus anterior. Berbeda dengan
demam dari jalur prostaglandin, demam melalui MIP-1 ini tidak dapat
15
dihambat oleh antipiretik Menggigil ditimbulkan agar dengan cepat
meningkatkan produksi panas, sementara vasokonstriksi kulit juga
berlangsung untuk dengan cepat mengurangi pengeluaran panas. Kedua
mekanisme tersebut mendorong suhu naik. Dengan demikian, pembentukan
demam sebagai respon terhadap rangsangan pirogenik adalah sesuatu yang
dialami dan bukan disebabkan oleh kerusakan mekanisme termoregulasi
(Nelwa, 2014).
5. Dampak Demam
Demam diatas 41°C dapat menyebabkan hiperpireksia yang sangat
berbahaya karena akan menyebabkan berbagai perubahan metabolisme,
fisiologi, dan akhirnya berdampak pada kerusakan susunan saraf pusat. Pada
awalnya anak tampak menjadi gelisah disertai nyeri kepala, pusing, kejang,
serta akhirnya tidak sadar. Keadaan koma terjadi bila suhu >43°C dan
kematian terjadi dalam beberapa jam bila suhu 43°C sampai 45°C (Plipat,
Hakim & Ahrens, 2010).
6. Gejala Demam
Gejala pada demam secara umum antara lain adalah suhu tubuh naik
hingga >37,5OC, dan pada demam yang tinggi bisa sampai 39,4OC atau lebih
sehingga anak bisa mengigau, halusinasi, mudah marah, bahkan kejang-
kejang. Sewaktu demam tubuh anak akan menggigil, banyak keluar
keringat, nafsu makan hilang, dan terkadang terjadi dehidrasi. Sakit kepala
bisa saja muncul karena sinus. Pendengaran pun biasanya sedikit terganggu
karena saluran eutasia tersumbat. Anak bisa saja tidur mendengkur karena
keletihan.
Selama demam hingga selesai demam, bagian persendian juga terasa
pegal, muka pucat dan tubuh terasa lemas. Anak terkadang merasakan sakit
perut hingga muntah-muntah. Pada serangan demam scarlet, penderita juga
mengalami ruam dengan ciri bintik-bintik merah pada dasar leher, ketiak
dan pangkal paha.
16
Pada umumnya demam akan diikuti banyak gejala lain. Sebagai
contoh ketika terserang influenza, anak akan mengalami demam yang
diikuti dengan hidung tersumbat, bersin-bersin, keluarnya lendir dari
hidung, sakit tenggorokan, suara serak, batuk-batuk yang diikuti dengan
rasa nyeri diseluruh tubuh. Selain itu, mata terkadang menjadi bengkak dan
berwarna kemerahan dengan kantung mata yang cukup tebal, terasa gatal
dan berair (P, Dewi Apri, 2016).
7. Penanganan Demam
Pada prinsipnya demam dapat menguntungkan dan dapat merugikan,
menguntungkan karena peningkatan kemampuan sistem imunitas atau
kekebalan tubuh dalam melawan sebuah penyakit dan menurunkan
kemampuan virus atau bakteri dalam memperbanyak diri. Demam
merugikan karena menimbulkan anak menjadi gelisah, tidak bisa tidur,
selera makan dan minum menurun bahkan dapat menimbulkan kejang
demam (Bahren, 2014).
Penanganan terhadap demam dapat dilakukan dengan tindakan
farmakologis, tindakan non farmakologis maupun kombinasi keduanya.
Tindakan farmakologis pada anak demam yaitu memberikan obat
antipiretik, Sedangkan tindakan non farmakologisnya adalah tindakan
tambahan dalam menurunkan panas setelah pemberian obat antipiretik.
Misalnya seperti memberikan anak minum yang banyak, ditempatkan dalam
ruangan bersuhu normal, menggunakan pakaian yang tidak tebal,
memberikan tepid water sponge dan kompres air biasa (Kania, 2015).
17
demam pada anaknya yaitu dengan cara meletakkan tangan ibu pada
kening/dahi anak. Cara ini disebut dengan taktil temperature. Dan cara yang
seperti ini tidak memberikan pengukuran yang akurat (Gupta, 2015).
Gambar 2.1
Termometer digital umumnya bergagang plastik dengan sensor
dan layar hasil pengukuran di salah satu sisinya. Dibandingkan dengan
termometer air raksa, cara penggunaan termometer digital jauh lebih
mudah dan praktis. Selain jauh lebih aman penggunaannya, tingkat
akurasinya pun bisa diandalkan. Bahkan memperlihatkan hasil
pengukuran sampai desimal. Jadi keunggulan termometer jenis ini
adalah praktis, mudah dibaca dan hasil dari pengukurannya sangat cepat.
Akan tetapi, termometer jenis ini juga memiliki kelemahan,
yaitu sangat rentan terhadap udara lembab dan air. Selain harganya
mahal, hasil pengukurannya sering meleset bila baterainya sudah lemah
atau pernah terjatuh. Jadi untuk penggunaan termometer jenis ini harus
diperiksa dan diganti baterainya secara berkala. penggunaan termometer
digital dapat dilakukan di beberapa tempat yaitu mulut, ketiak dan anus.
(Lusia, 2015).
18
2. Termometer Cairan Air Raksa
Gambar 2.3
Termometer air raksa adalah termometer cairan (liquid) yang
menggunakan air raksa (merkuri) sebagai cairannya. Bentuknya mirip
dengan termometer alkohol. Termometer ini digunakan karena dapat
mengukur suhu yang sangat tinggi, mudah dilihat, perubahan suhu lebih
cepat, dan tidak membasahi dinding termometer. Namun termometer air
raksa memiliki beberapa kekurangan salah satunya yaitu sangat
berbahaya jika pecah.
Gambar 2.2
Termometer alkohol adalah alternatif dari termometer air raksa.
Fungsi antara keduanya pun mirip. Namun tidak seperti termometer air
raksa, termometer alkohol lebih aman dan lebih lambat menguap.
Alkohol yang digunakan biasanya berjenis etanol karena lebih murah
dan lebih aman jika termometer pecah. Termometer etanol hanya bisa
untuk mengukur suhu sampai 48oC sehingga sering digunakna untuk
mengukur suhu badan dan suhu ruangan.
19
4. Termometer Inframerah Nonkontak
Gambar 2.4
Termometer infra merah nonkontak, dapat membaca suhu pasien tanpa
kontak fisik, termometer higienis dan tidak memerlukan probe cover.
Mudah digunakan, bahkan dapat digunakan pada anak yang sedang tidur.
Biasanya suhu diukur pada sentral dahi, tetapi dapat juga di permukaan
tubuh yang lain seperti leher, pusar dan ketiak dengan meletakkan 3-5-15cm
dari permukaan tubuh (Lusia, 2015).
5. Termometer telinga
Gambar 2.5
Pada termometer untuk telinga terdapat sensor yang akan
menerima radiasi/gelombang panas dari gendang telinga. Hasil
sensor akan terlihat dalam layar pantau. Termometer jenis ini dapat
20
dikatakan akurat dan tepat jika dilakukan dengan benar. Ujung
termometer harus harus masuk cukup dalam ke telinga dan sensor
panas harus sejajar dengan gendang telinga. Selain itu, gendang
telinga harus dalam keadaan bersih, jika gendang telinga tidak dalam
keadaan bersih maka akan menghalangi penyaluran gelombang
panas pada sensor (Lusia, 2015).
21
d) Pastikan bibir anak tertutup disekitar termometer.
Termometer air raksa membutuhkan sekitar 3 menit,
sementara kebanyakan termometer digital membutuhkan
waktu kurang dari satu menit.
3) Pengukuran di ketiak
a) Letakkan ujung termometer diketiak kering anak.
b) Pegang termometer ditempat dengan memegang siku anak
ke dada selama empat sampai lima menit.
4) Pengukuran di telinga
a) Untuk mengukur suhu secara akurat ditelinga, orang tua
harus menarik telinga kebelakang sebelum memasukkan
termometer.
b) Pegang probe telinga di telinga anak selama kurang lebih dua
detik.
22
2. Pengelolaan Self Management Demam
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa pengelolaan demam pada
anak yang terjadi di masyarakat sangat bervariasi. Mulai dari yang
ringan yaitu berupa self management, sampai yang serius dengan cara
non self management yang mengandalkan pengobatan pada tenaga
medis.
Menurunkan demam pada anak dapat dilakukan secara self
management maupun non-self management. Pengelolaan secara self
management merupakan pengelolaan demam yang dilakukan sendiri
tanpa menggunakan jasa tenaga kesehatan. Pengelolaan secara self
management dapat dilakukan dengan terapi fisik, terapi obat, maupun
kombinasi keduanya. Sedangkan non-self management merupakan
pengelolaan demam yang menggunakan jasa tenaga kesehatan (Plipat,
Hakim & Ahrens, 2010).
a. Pengelolaan Self Management
1) Terapi Fisik
Terapi fisik merupakan upaya yang dilakukan untuk
menurunkan demam dengan cara memberi tindakan atau perlakuan
tertentu secara mandiri. Tindakan paling sederhana yang dapat
dilakukan adalah mengusahakan agar anak tidur atau istirahat
supaya metabolisme tubuh menurun. Selain itu, kadar cairan dalam
tubuh anak harus tercukupi agar kadar elektrolit tidak meningkat
saat evaporasi terjadi. Memberi aliran udara yang baik, memaksa
tubuh berkeringat, dan mengalirkan hawa panas ke tempat lain juga
akan membantu menurunkan suhu tubuh. Membuka pakaian/selimut
yang tebal bermanfaat karena mendukung terjadinya radiasi dan
evaporasi (Harjaningrum, 2011).
Pemberian kompres hangat dengan temperatur air 29,5 -
32°C (tepid sponging) dapat memberikan sinyal ke hipotalamus dan
memacu terjadinya vasodilatasi pembuluh darah perifer. Hal ini
menyebabkan pembuangan panas melalui kulit meningkat sehingga
terjadi penurunan suhu tubuh menjadi normal kembali. Pemberian
23
kompres hangat dilakukan apabila suhu diatas 38,5°C dan telah
mengkonsumsi antipiretik setengah jam sebelumnya (Newman,
2010). Mendinginkan dengan air es atau alkohol kurang bermanfaat
karena justru mengakibatkan vasokonstriksi, sehingga panas sulit
disalurkan baik lewat mekanisme evaporasi maupun radiasi. Selain
itu, pengompresan dengan alkohol akan diserap oleh kulit dan dapat
menyebabkan koma apabila terhirup (Harjaningrum, 2011).
2) Terapi Obat
Salah satu upaya yang sering dilakukan orang tua untuk
menurunkan demam anak adalah pemberian antipiretik. Obat
antipiretik yang disetujui untuk digunakan pada anak adalah
parasetamol dan ibuprofen. Penggunaan asetilsalisilat sangat tidak
dianjurkan pada anak usia <15 tahun karena akan menyebabkan
risiko terhadap sindyom Reye. (Lubis, 2011).
a) Parasetamol (Asetaminofen)
Parasetamol (Asetaminofen) merupakan metabolit fenasetin
dengan efek antipiretik yang sama dan telah digunakan sejak tahun
1893. Parasetamol merupakan penghambat prostaglandin yang
lemah. Efek analgesik parasetamol serupa dengan salisilat yaitu
menghilangkan atau mengurangi nyeri ringan sampai sedang. Efek
iritasi, erosi, dan perdarahan lambung tidak terlihat pada obat ini,
demikian juga gangguan pernafasan dan keseimbangan asam basa.
Efek anti inflamasi dan reaksi alergi parasetamol hampir tidak ada
(Wilmana & Gan, 2011).
Pemberian parasetamol dengan 10-15 mg/kg per dosis yang
diberikan setiap 4-6 jam secara oral tergolong aman dan efektif.
Khusus bagi anak berusia kurang dari dua bulan, disarankan tidak
memberikan obat tanpa konsultasi ke dokter terlebih dahulu.
Apabila berhubungan dengan pemberian obat, orang tua di
rekomendasikan untuk selalu mengecek yang ada di aturan pakai
kemasan obat atau menanyakan langsung kepada tenaga kesehatan
yang kompeten terkait dosis yang benar. Pemberian parasetamol
24
pada anak dengan dosis dewasa adalah hal yang wajib dihindari.
(Kapti, Rinik & Azizah, Nurona, 2017)
Saat pemberian parasetamol, efek yang diharapkan umumnya
dari antipiretik berlangsung dalam rentang waktu 30-60 menit.
Setelah minum, sekitar 80% anak akan mengalami penurunan suhu
dalam rentang tersebut. Disamping itu terdapat dosis alternatif
namun belum ada bukti yang konsisten terkait efek terapeutiknya.
Dosis muatan awal secara oral 30mg/kg per dosis atau rute secara
dubur 40mg/kg per dosis mampu meningkatkan efek terapeutik.
Penggunaan dosis yang lebih tinggi dari itu tidak direkomendasikan
pada praktek klinik karena meningkatkan resiko gangguan hati.
(Kapti, Rinik & Azizah, Nurona, 2017)
b) Ibuprofen
Ibuprofen merupakan turunan asam propionat yang berkhasiat
sebagai antiinflamasi, analgetik, dan antipiretik. Efek analgesiknya
sama seperti aspirin, sedangkan daya antiinflamasi yang tidak terlalu
kuat. Efek samping yang timbul berupa mual, perut kembung, dan
perdarahan, tetapi lebih jarang dibandingkan aspirin. Efek samping
hematologis yang berat meliputi agranulositosis dan anemia
aplastik. Efek lainnya seperti eritema kulit, sakit kepala, dan
trombositopenia jarang terjadi. Efek terhadap ginjal berupa gagal
ginjal akut, terutama bila dikombinasikan dengan asetaminofen.
Dosis terapeutik yaitu 5-10 mgr/kgBB/kali tiap 6 sampai 8 jam
(Wilmana & Gan, 2012).
Pengobatan pada anak dengan cara memberikan obat penurun
panas dilakukan apabila suhu tubuh mencapai 38oC atau lebih, anak
dengan riwayat pernah kejang demam harus diberikan obat penurun
panas secepatnya walaupun suhu tubuh baru mencapai 37,5oC
(Febry & Marendra, 2010).
25
b. Pengelolaan Non-Self Management
Non-self management merupakan pengelolaan demam yang tidak
dilakukan sendiri melainkan menggunakan bantuan tenaga kesehatan.
Pengelolaan secara non-self management memang merupakan salah
satu jalan keluar untuk mengatasi anak yang menderita demam, tetapi
belum tentu merupakan pilihan yang terbaik karena penanganan demam
pada anak tidak bersifat mutlak dan tergantung kepada tingginya suhu,
keadaan umum, dan umur anak tersebut. Biasanya demam pada bayi
lebih mengkhawatirkan karena daya tahan tubuh bayi masih rendah dan
mudah terjadi infeksi. Bayi yang menderita demam harus mendapat
pemeriksaan yang lebih teliti karena 10% bayi dengan demam dapat
mengalami infeksi bakteri yang serius, salah satunya meningitis. Oleh
karena itu, dianjurkan bahwa bayi berumur <8 minggu yang mengalami
demam harus mendapat perhatian khusus dan mungkin membutuhkan
perawatan rumah sakit. (Febry& Marendra, 2010)
Terdapat beberapa kriteria yang menganjurkan agar anak
mengubungi tenaga medis, antara lain:
1) Demam pada anak usia di bawah 3 bulan
2) Demam pada anak yang mempunyai riwayat penyakit kronis dan
defisiensi sistem imun.
3) Demam pada anak yang disertai dehidrasi, gelisah, lemah, atau
sangat tidak nyaman dan tidak mau makan dan minum.
4) Demam naik-turun atau tak kunjung turun yang berlangsung
lebih dari 3 hari (> 72 jam)
5) Demam yang baru terjadi satu hari tetapi dengan suhu 39°C yang
menunjukan adanya infeksi berat.
6) Demam baru sehari tapi suhu diatas 40°C disertai dengan
keluhan sulit bernapas, kejang, muncul bintik merah atau biru
muncul ditangan, dibarengi dengan muntah, diare atau radang
tenggorokan (Febry& Marendra, 2010)
26
3. Faktor-faktor yang mempengaruhi penanganan self management
demam
Penanganan demam pada anak merupakan salah satu bentuk perilaku
pemulihan kesehatan terhadap anak yang mengalami demam. Faktor-faktor
yang mempengaruhi manusia terhadap tindakan atau perilaku kesehatan
manusia terdiri dari 2 faktor pokok yakni faktor prilaku (behaviour causer)
dan faktor dari luar (non behaviour causer). Perilaku itu sendiri ditentukan
atau terbentuk dari 3 faktor yaitu: (Irwan, 2017)
a. Faktor predisposisi (predisposing factor), yang terwujud dalam
pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai dan sebagainya.
Kebutuhan yang dapat dirasakan serta kemampuan yang berhubungan
dengan motivasi seseorang individu ataupun kelompok untuk bertindak.
Faktor predisposisi pada penelitian ini adalah pengetahuan.
b. Faktor pendukung (enabling factor), yang terwujud dalam lingkungan
fisik, tersedia atau tidak tersedianya fasilitas-fasilitas atau sarana-sarana
kesehatan. Apabila adanya sarana kesehatan dapat membantu orang
tua/ibu membawa anaknya ke pelayanan kesehatan ketika anak sakit
(non self management).
c. Faktor Penguat (reinforcing factors), merupakan faktor yang
mendorong atau memperkuat terjadinya suatu tindakan atau perilaku
yaitu dorongan keluarga ataupun dukungan sosial dan sumber informasi.
Adanya dorongan tersebut untuk melakukan hal positif dalam
penanganan demam yang tepat maka akan mendapatkan kualitas hidup
yang sehat.
D. Konsep Balita
Anak Balita adalah anak yang telah menginjak usia diatas satu tahun
atau lebih popular dengan pengertian usia anak di bawah lima tahun atau
biasa digunakan perhitungan bulan yaitu usia 12 – 59 bulan (Muaris.H,
dalam Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI, 2015).
Periode penting dalam tumbuh kembang anak adalah masa balita.
Karena pada masa ini pertumbuhan dasar yang akan mempengaruhi dan
27
menentukan perkembangan selanjutnya. Pada masa balita ini perkembangan
kemampuan berbahasa, kreativitas, kesadaran sosial, emosional dan
intelegnsia berjalan sangat cepat dan merupakan landasan perkembangan
berikutnya (Soetjiningsih, 2014). Jadi, apabila anak sakit maka dapat
berpengaruh pada proses tumbuh kembangnya. Periode balita jika dilihat
dari periode perkembangannya yaitu terdiri dari periode bayi (lahir sampai
12 atu 18 bulan), toddler (1 sampai 3 tahun) dan prasekolah (3 sampai 6
tahun).
Periode bayi merupakan salah satu perkembangan motorik, kognitif,
dan sosial yang cepat. Melalui hubungan timbal balik dengan pemberi
perawatan (orang tua), bayi menetapkan dasar kepercayaan didunia dan
dasar untuk hubungan interpersonal diamsa yang akan datang. Periode ini
merupakan bulan pertama kehidupan yang kritis. Walaupun bagian dari
periode bayi, sering dibedakan dari sisi masanya karena penilaina fisik
utama untuk keberadaan ekstrauterin dan penilaian psikologis orang tua
(Perry and Potter, 2010).
Periode Toddler merupakan periode yang meluas dari masa anak-
anak mencapai peningkatan daya jerat sampai mereka masuk sekolah,
ditandai dengan aktivitas dan penemuan yang intens. Hal ini adalah waktu
penandaan perkembangan fisik dan kepribadian. Perkembangan motorik
meningkat secara stabil. Anak-anak pada usia ini mendapatkan bahasa dan
perluasan hubungan sosial, belajar standar peran, meningkatkan kontrol diri
dari penguasaan, mengembangkan peningkatan kesadaran tentang
ketergantungan dan kemandirian, dan mulai mengembangkan konsep diri
(Perry and Potter, 2010).
Periode prasekolah adalah anak yang berusia antara 3-6 tahun, pada
periode ini pertumbunhan fisik mulai melambat dan perkembangan
psikososial dan kognitif mulai mengalami peningkatan. Anak mulai
mengembangkan rasa ingin tahunya dan mampu berkomunikasi dengan
baik (Mansur, Arif Rohman, 2019).
28
E. Penelitian Terkait
1. Penelitian yang dilakukan oleh Alex-hart, dkk (2011) di Nigerian yang
berjudul Mothers’ perception of fever management in children dalam
penelitiannya menggunakan metode pengumpulan data kuesioner dengan
desai analitik cress sectional, sampel yang digunakan sebanyak 151 ibu
yang berpartisipasi berusia 19 tahun sampai 54 tahun. Hasil dari
penelitiannya ini didapatkan 113 ibu (74,8%) mendefinisikan demam
sebagai panas tubuh. Gejala yang umum dari demam adalah hilangnya efek
nafsu makan (71,5%). Penyebab tersering demam yang teridentifikasi
adalah malaria (71 (47%) ibu). 115 (76,2%) ibu mengukur suhu tubuh
anaknya dengan menyentuh dahu, sedangkan 21 (13,9%) menggunakan
termometer. Tindakan yang paling umum dilakukan saat terjadi demam
adalah pemberian Paracetamol (107 (70,9%)). Komplikasi demam yang
paling sering ditemukan adalah kejang (86 (67,7% ibu).
2. Penelitian yang dilakukan oleh Anoyke, dkk (2018) di Ghana yang berjudul
Childhood fever knowledge and management: a case of mothers with
children under five years dalam penelitiannya berdesain deskriptif
menggunakan teknik sample random sampling dengan pengumpulan data
menggunakan kuesioner terstruktur yang terdiri dari pertanyaan tertutup.
Sampel yang digunakan sebanyak 100 partisipan yang merupakan ibu dari
balita yang datang ke Rumah Sakit Pemerintahan Kwahu, Atibie selama
enam bulan. Hasil dari penelitiannya didapatkan para ibu menggambarkan
demam sebagai panas badan (63%), menggigil (10%), anak menangis (8%),
anak diam (8%) dan tidur terlalu sering (10%). Lebih dari separuh
responden (57%) secara tepat mengidentifikasi penyebab demam sebagai
malaria (39%) dan infeksi (18%). Penatalaksanaan demam dirumah
melibatkan pengobatan sendiri (43%), berkonsultasi dengan ahli herbal
(20%), melakukan kompres spons (28%) dan mengunjungi RS terdekat
(62%). Pengetahuan ibu tentang demam masa kanak-kanak secara statistik
berhubungan bermakna dengan usia (p = 0,0001), usia anak (p = 0,04),
jumlah anak dalam satu keluarga (p = 0,0001), dan tingkat pendidikan ibu
(p = 0,0001).
29
3. Penelitian yang dilakukan Fitriana, Dewi (2018) di Posyandu Nusa Indah 7
Kampung Tua Teluk Mata Ikan yang berjudul Hubungan Pengetahuan Ibu
dengan Self Management Demam pada Balita di Posyandu Nusa Indah 7
Kampung Tua Teluk Mata Ikan dalam penelitiannya menggunakan
penelitian observasional analitik dengan pendekatan cross sectional.
Pengambilan sempel yang digunakan adalah purposive sampling dimana 75
ibu dipilih sebagai sampel. Data yang dikumpulkan dianalisis dengan tiga
tahap yaitu tabel distribusi frekuensi, tabel tabulasi silang, dan uji dengan
uji statistik chi-square. Dari penelitian tersebut didapatkan hasil bahwa
sebanyak 31 ibu (41,3%) memiliki pengetahuan yang baik, 20 ibu (26,7%)
memiliki pengetahuan yang cukup, dan sebanyak 24 ibu (32%) memiliki
pengetahuan yang kurang. Untuk self management didapatkan hasil
sebanyak 40 ibu (53,3%) melakukan self management demam dengan baik
dan sebanyak 35 ibu (46,7%) melakukan self management demam dengan
buruk. Terdapat hubungan yang signifikan antara pengetahuan ibu dengan
self management demam dengan p = 0,002 (p < 0,005)
4. Penelitian yang dilakukan oleh Rasinta, Handanu (2017) di Desa Bedoro
Kacamatan Sambungmacan Sragen berjudul Hubungan tingkat
Pengetahuan Ibu Tentang Demam dengan Cara Penanganan Demam Pada
Balita di Desa Bedoro Kacamatan Sambungmacan Sragen dalam
penelitiannya menggunakan metode penelitian deskriptif korelatif dan
menggunakan pendekatan Cross Sectional. Sampel penelitian adalah 57
orang ibu yang mempunyai balita. Teknik pengambilan sampel
menggunakan proportional random sampling. Instrument penelitian
menggunakan kuesioner pengetahuan dan perilaku yang telah dilakukan uji
validitas dan reliabilitas. Alat analisis data menggunakan uji Rank
Spearman. Hasil penelitian 17 responden (29,8%) mempunyai pengetahuan
baik, 22 responden (38,6%) dengan pengetahuan cukup, 18 responden
(31,6%) dengan pengetahuan kurang. Sebanyak 29 responden (50,9%)
dengan tindakan yang baik dalam perawatan demam, 28 responden (49,1%)
masih buruk. Hasil uji statistik Rank Spearman diperoleh nilai ρ=0.415
dengan p=0,001 (p<0,05). Kesimpulan dari penelitian tersebut ada
30
hubungan tingkat pengetahuan ibu tentang demam dengan perilaku ibu
dalam menangani balita demam di Desa Bedoro Kecamatan
Sambungmacan Sragen.
5. Penelitian yang dilakukan oleh Kurniati (2016) di Wilayah Puskesmas
Pisangan Kota Tangerang Selatan berjudul Gambaran Pengetahuan Ibu dan
Metode Penanganan Demam pada Balita di Wilayah Puskesmas Pisangan
Kota Tangerang Selatan. Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif
deskriptif dengan analisis distribusi frekuensi. Pengambilan data dilakukan
pada 72 responden dengan menggunakan kuesioner dan pedoman
wawancara. Hasil penelitian ini hampir seluruh ibu memiliki pendidikan
menengah keatas sebanyak 35 ibu (48,6%), separuh ibu memiliki
pengetahuan yang cukup 36 ibu (50%) dan kebanyakan ibu memberikan
obat ketika anak demam 32 ibu (44,4%). Obat yang diberikan adalah
paracetamol 67 ibu (93,1%), serta sebanyak 25 ibu (34,7 %) yang
memberikan kompres sebagai penanganannya, tetapi kebanyak ibu
meletakan kompres dibagian dahi 44 ibu (61,1%).
6. Penelitian yang dilakukan oleh Amarilla Riandita (2012) di RSUP
Dr.Kariadi Semarang berjudul Hubungan Antara Tingkat Pengetahuan Ibu
Tentang Demam Dengan Pengelolaan Demam Pada Anak. Penelitian ini
menggunakan metode observasional analitik dengan pendekatan cross
sectional. Subjek penelitian adalah ibu dari anak yang menderita sakit
dengan disertai gejala demam yang menjalani rawat jalan dan yang dirawat
di bangsal infeksi RSUP Dr.Kariadi Semarang pada bulan Maret-Juni 2012.
Pengambilan data dilakukan dengan pengisian kuisioner terpimpin yang
telah diujicobakan. Data dianalisis dengan uji Chi Square menggunakan
SPSS ver 17 for Windows Jumlah responden pada penelitian ini adalah 44
orang ibu dengan rerata usia ibu adalah 32,68 ± 7,087. Sebagian besar
responden berpendidikan rendah (45,5%). Pekerjaan responden terbanyak
adalah ibu rumah tangga (31,8%) dan sebagian besar penghasilan keluarga
berada diatas UMR. Dijumpai sebanyak 52% responden memiiki
pengetahuan yang rendah tentang demam dan didapati masing-masing 50%
dari total responden memiliki pengelolaan demam yang baik dan buruk.
31
Berdasarkan hasil uji Chi square didapatkan nilai p=0,002 dan rasio
prefalensi 7,0 (1,1 s/d 46,2) sehingga dapat disimpulkan terdapat hubungan
yang bermakna antara tingkat pengetahuan ibu tentang demam dengan
pengelolaan demam pada anak.
F. Kerangka Teori
Faktor Predisposisi :
1. Pengetahuan
1. Pengetahuan
2. Keyakinan /
kepercayaan
3. Sikap
4. pendidikan
Demam pada anak
Faktor Penguat :
self management
1. Dukungan demam
keluarga/sosial
2. Sumber
informasi
Faktor Pemungkin :
1. Fasilitas
pelayanan
kesehatan
2. Akses
pelayanan
kesehayan
32
BAB III
A. Kerangka Konsep
Variabel Independent Variabel Dependen
Keterangan :
: Diteliti
B. Definisi Operasional
Definisi operasional dalam penelitian ini terdapat pada tabel 3.1
No. Variabel Definisi Operasional Cara Alat Ukur Hasil Ukur Skala
Ukur Ukur
Variabel Independen
33
mengisi dengan benar 1 = Benar
kuesioner tantang
0 = Salah
demam dan self
management demam
Pernyataan
Negatif:
1 = Salah
0 = Benar
Dengan kriteria
penilaian
a.Baik : ≥76%-
b.Kurang : ≤75%
Variabel Dependen
Pertanyaan
Negatif:
1 = Tidak
34
0 = Ya
Dengan kriteria
penilaian
Baik = ≥76%
Buruk = ≤75%
C. Hipotesis Penelitian
Dalam penelitian hipotesis diartikan sebagai jawaban sementara
terhadap rumusan masalah penelitian. Penulisan ilmiah ini menggunakan
perumusan atas hipotesis untuk membuat pernyataan yang akan mewakili
pengaruh perilaku konsumen terhadap keputusan pemberian atas respon
dari para konsumen (Sugiyono, 2012). Adapun hipotesis pada penelitian ini
adalah:
a. Ha : Ada hubungan antar tingkat pengetahuan ibu dengan self
management demam pada balita di Puskesmas Pondok Betung.
b. Ho : Tidak ada hubungan antar tingkat pengetahuan ibu dengan self
management demam pada balita di Puskesmas Pondok Betung.
35
BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Metode penelitian yang digunakan adalah kuantitatif non-
eksperimental. Jenis dan rancangan penelitian adalah observasional analitik
dengan desain Cross Sectional. Desain penelitian analitik merupakan suatu
penelitian untuk mengetahui bagaimana dan mengapa suatu fenomena
terjadi melalui sebuah analisis statistik seperti kolerasi antara sebab dan
akibat atau faktor risiko dengan efek serta kemudian dapat dilanjutkan untuk
mengetahui seberapa besar kontribusi dari sebab atau faktor risiko tersebut
terhadap akibat atau efek. (Anggita dan Masturoh, 2018).
Desain penelitian cross sectional merupakan suatu penelitian yang
mempelajari korelasi antara paparan atau faktor resiko (independen) dengan
akibat atau efek (dependen), dengan pengumpulan data dilakukan
bersamaan secara serentak dalam satu waktu antara faktor resiko dengan
efeknya (point time approach), artinya semua variabel baik independen
maupun dependen diobservasi pada waktu yang sama. (Anggita dan
Masturoh, 2018).
Pada penelitian ini peneliti ingin mengetahui adanya hubungan tingkat
pengetahuan ibu dengan self management demam pada balita di Puskesmas
Pondok Betung.
36
ini adalah seluruh ibu yang memiliki anak balita di wilayah kerja
Puskesmas Pondok Betung.
2. Sampel
Sampel adalah sebagian dari populasi yang nilai atau karakteristiknya
akan diukur dan yang nantinya dipakai untuk menduga karakteristik dari
populasi (Sabri dan Hastono, 2019). Sampel dari penelitian ini adalah
ibu dari anak yang menderita sakit dengan gejala demam dan datang ke
Puskesmas Pondok Betung pada periode penelitian.
p1 p2
p
1 r
n
Z 1 2 ( r 1) p(1 p ) Z1 rp1 (1 p1 ) p2 (1 p2 )
2
r ( p2 p1 )
Keterangan:
n = Besar sampel
p1 = Proporsi kejadian pada salah satu partisipasi pada
kelompok tertentu.
p2 = Proporsi kejadian pada salah satu partisipasi pada
kelompok tertentu.
p = Rata-rata p1 dan p2 (p1+p2)
Z1-/2 = Nilai Z pada derajat kemaknaan
Z1-β = Nilai Z pada kekuatan uji power 1
Setelah dihitung dengan menggunakan aplikasi statisics and sampel
size (compare two proportions) dengan P1= 0,8 dan P2 = 0,4 didapatkan
didapatkan jumlah sampel minimal group 1 sebanyak 23 orang dan
sampel minimal group 2 sebanyak 23 orang sehingga total sampel
orang. Untuk menghindari missing data setiap group ditambahkan 20%
sehingga Jumlah sampel secara keseluruhan adalah 56 sampel
Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan cara
atau teknik Quota Sampling. Quota Sampling adalah pengambilan
sampel secara quotum atau jatah agar karakteristik sampel tidak
37
menyimpang dari populasinya, maka sebelum dilakukan pengambilan
sampel perlu ditentukan kriteria inklusi dan kriteria eksklusi. Kriteria
inklusi adalah kriteria atau ciri-ciri yang perlu dipenuhi oleh setiap
anggota populasi yang dapat di ambil sebagai sampel. Sedangkan
kriteria eksklusi adalah ciri-ciri anggota populasi yang tidak dapat
diambil sebagai sampel (Notoatmodjo, 2012).
a. Kriteria Inklusi
1) Bersedia menjadi responden
2) Ibu dari anak yang datang untuk periksa di Puskesmas
Pondok Betung
3) Anak berusia 1-5 tahun
4) Responden dapat diwawancarai
5) Responden sehat jasmani dan rohani
b. Kriteria Eksklusi
1) Mengalami gangguan komunikasi
2) Tidak bersedia menjadi responden
38
Betung.Tangerang Selatan berdasarkan surat pengantar dari Stikes
IMC Bintaro.
b. Melakukan permohonan izin penelitian kepada kepala Puskesmas
Pondok Betung berdasarkan surat pengantar dari Stikes IMC
Bintaro.
c. Setelah mendapat persetujuan penelitian , peneliti melakukan
penelitian terhadap responden dengan terlebih dahulu memberikan
penjelasan tentang maksud dan tujuan penelitian, peneliti juga
menerapkan protocol kesehatan pada saat melakukan studi
pendahuluan berupa masker serta menerapkan social distancing.
d. Memberikan lembar persetujuan untuk menjadi responden, dan jika
responden menyetujui untuk jadi responden kemudian responden
diminta untuk menandatangani persetujuan untuk menjadi
responden.
e. Responden diberikan penjelasan tentang tata cara mengisi angket
dan dipersilahkan untuk bertanya bila ada pertanyaan yang tidak di
mengerti atau belum jelas.
f. Selama pengisian angket, peneliti berada didekat responden untuk
mengantisipasi pertanyaan akan ketidak jelasan responden.
g. Setelah mengisi angket maka peneliti mengambil angket yang ada
pada responden kemudian dikumpulkan oleh peneliti.
h. Daftar pertanyaan yang telah dilengkapi jawaban dikumpulkan
untuk pengolahan data dianalisa dengan program SPSS.
E. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian adalah alat-alat yang akan digunakan untuk
pengumpulan data (Notoatmodjo, 2012). Kuesioner adalah instrumen
penelitian yang digunakan oleh peneliti.
Instrumen penelitian yang digunakan untuk mengukur tingkat
pengetahuan ibu terdahap self management demam pada anak adalah
kuesioner. Peneliti menggunkan 3 jenis kuesioner yaitu kuesioner data
39
demografi, kuesioner tingkat pengetahuan dan kuesioner penanganan self
management demam pada anak.
40
2. Uji Reabilitas
Uji reabilitas adalah indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu
alat pengukur dapat dipercaya atau dapat diandalkan. Cara perhitungan
reliabilitas suatu alat ukur dapat dilakukan dengan mengunakan teknik,
yaitu teknik tes-tes ulang (Notoatmodjo, 2012). Dengan teknik ini
kuesioner yang sama diteskan (diujikan) kepada sekelompok
responden yang sama sebanyak dua kali. Hasil pengukuran pertama di
korelasikan dengan hasil pengukuran (tes) yang kedua dengan
mengunakan teknik korelasi product moment tersebut. Bila hasilnya
(angka korelasinya) sama atau lebih dari angka kritis pada derajat
kemaknaan: P 0,05 (lihat tabel), maka alat ukur atau kuesioner tersebut
reliable. Tetapi bila angka (hasil) yang diperoleh dibawah angka kritis,
maka kuesioner tersebut tidak reliable sebagai alat (Notoatmodjo,
2012).
G. Etika Penelitian
Semua penelitian yang melibatkan manusia sebagi subjek harus
menerapkan 4 prinsip dasar etika penelitian, yaitu : (Anggita dan Masturoh,
2018).
1. Menghormati atau menghargai subjek (respect for person)
Dalam hal ini peneliti harus mempertimbangkan secara mendalam
terhadap kemungkinan bahaya dan penyalahgunaan penelitian.
3. Manfaat (beneficence)
Penelitian diharapkan dapat menghasilkan manfaat yang sebesar-
besarnya dan mengurangi kerugian atau risiko bagi subjek penelitian.
4. Tidak membahayakan subjek penelitian (non maleficence)
Seperti yang sudah dijelaskan pada point sebelumnya bahwa
peneitian harus mengurangi kerugian ataupun risiko bagi subjek
penelitian, peneliti harus sangat memperkirakan kemungkinan-
kemungkinan apa saja yang akan terjadi dalam penelitian segingga dapat
mencegah risiko yang membahayakan bagi subjek penelitian.
41
5. Keadilan (justice)
Prinsip keadilan disini yaitu menjamin bahwa semua subjek
penelitian memperoleh perlakuan dan keuntungan yang sama, tanpa
membedakan jenis kelamin, agama, etnis, dan sebagainya
(Notoatmodjo, 2012).
H. Analisa Data
1. Teknik Pengolahan Data
Teknik analisis data merupakan cara mengolah data agar dapat
disimpulkan atau diinterpretasikan menjadi informasi (Hidayat, 2010).
a. Seleksi data (Editing)
Hasil wawancara yang diperoleh atau dikumpulkan melalui
kuesioner perlu disunting terlebih dahulu. Jika ternyata masih ada
data atau informasi yang tidak lengkap dan tidak mungkin dilakukan
wawancara ulang, maka kuesioner tersebut dihilangkan.
b. Pemberian Kode (Coding)
Lembaran atau kartu kode adalah instrumen berupa kolom-kolom
untuk merekam data secara manual. Lembaran atau kartu kode berisi
nomor responden, nomor-nomor pertanyaan atau skor pernyataan.
c. Memasukkan Data (Entry)
Memasukkan data yakni mengisi kolom-kolom atau kotak-kotak
lembar kode atau kartu kode sesuai dengan jawaban masing-masing
pertanyaan.
d. Pengelompokan Data (Tabulating)
Tabulating adalah membuat tabel-tabel data sesuai dengan tujuan
penelitian atau yang diinginkan oleh peneliti
e. Pembersihan Data (Cleaning)
Pembersihan data merupakan kegiatan pengecekan kembali untuk
melihat kemungkinan adanya kesalahan kode, ketidak lengkapan
dan kemudian dilakukan pembetulan atau koreksi.
42
1. Teknik Analisa Data
Analisa data yang digunakan pada penelitian ini yaitu:
a. Analisa Univariat
Analisa univariat dilakukan untuk mendeskripsikan data secara
sederhana mengenai karakteristik masing-masing variabel yang
diteliti (Sugiyono, 2012). Data analisis pada penelitian ini adalah
tingkat pengetahuan dan self management demam balita di Puskesmas
Pondok Betung, meliputi karakteristik demografi responden yaitu usia
ibu, usia anak, pendidikan terakhir ibu dan pekerjaan ibu. Data
tersebut diolah dan dianalisis dengan menggunakan alat bantu
computer SPSS dan ditampilkan dalam bentuk distribusi frekuensi.
Analisa univariat pada penelitian ini dilakukan pada variabel meliputi:
1) Karakteristik responden yang terdiri dari usia ibu, usia anak,
pendidikan terakhir ibu dan pekerjaan ibu
2) Tingkat pengetahuan ibu
3) self management demam balita
b. Analisa Bivariat
Analisa bivariat dilakukan untuk menjelaskan hubungan antara dua
variabel yaitu variabel independen dan dependen (Sugiyono, 2012).
Analisa bivariat adalah analisa yang digunakan untuk menganalisa
dua variabel yang diduga berhubungan (Notoatmodjo, 2012). Rumus
yang digunakan untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan atau
hubungan antara variabel yang berskala Kategorik – Kategorik dengan
jumlah sampelnya 56 responden, yaitu menggunakan uji statisik Chi-
Square. Chi-Square diterapkan untuk pengujian kenormalan data
pengujian data yang berlevel nominal atau untuk menguji perbedaan
dua atau lebih proposi sampel (Harapan dkk, 2020). Hubungan yang
ingin diketahui peneliti adalah hubungan antara tingkat pengetahuan
ibu dengan self management demam balita di Puskesmas Pondok
Betung.
43
I. Penyajian Data
Cara penyajian data penelitian dilakukan melalui berbagai bentuk,
pada umumnya di kelompokkan menjadi tiga, yakni penyajian dalam
bentuk teks (textular), penyajian dalam bentuk tabel, dan penyajian
dalam bentuk grafik, secara umum penggunaan ketiga bentuk penyajian
ini berbeda. Penyajian secara textular biasanya digunakan untuk
penelitian atau data kualitatif, penyajian dengan tabel digunakan untuk
data yang sudah diklasifikasikan dan ditabulasi. Tetapi apabila data akan
diperlihatkan atau dibandingkan secara kuantitatif, maka lebih baik
disajikan dalam bentuk grafik. Meskipun demikian pada praktiknya
ketiga bentuk penyajian ini dipakai secara bersama-sama, karena
memang saling melengkapi. (Notoatmodjo, 2012).
Cara penyajian data pada penelitian ini akan disajikan dalam bentuk:
1. Tekstular, hasil penelitian disajikan dalam bentuk kalimat.
2. Tabular, hasil penelitian disajikan dalam bentuk tabel.
44
Daftar Pustaka
A.Wawan & Dewi M., 2018. Teori dan Pengukuran Pengetahuan, Sikap, dan
Perilaku Manusia, Edisi III. Yogyakarta: Nuha Medika
Anik Maryunani. 2010. Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta : CV. Trans Info Media
Anokye, R., Amihere, R., Abbiaw, P., Acheampong, E., Gyamfi, N., &
BuduAinooson, A. 2018. Childhood fever knowledge and
management: a case of mothers with children under five years.
International Journal of Pediatric Research, 4(2).
https://doi.org/10.23937/2469- 5769/1510044
Arifianto & Hariadi, N, I. (2019). Berteman Dengan Demam. Jakarta: Kata Media
Budiman & Riyanto. 2013. Kapita Selekta Kuesioner Pengetahuan dan Sikap
dalam Penelitian Kesehatan. Jakarta: Salemba Medika
45
Farhani, Fitri. Hubungan Tingkat Pendidikan dengan Pengetahuan Ibu Hamil
tentang Hubungan Seksual Saat Kehamilan di Wilayah Sukabumi
Utara. Skripsi S1 Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 2014
Febry, Ayu Bulan & Marendra, Z. 2010. Smart Parent Mengatur Menu & Tanggap
Saat Anak Sakit. Jakarta: Gagas Media.
Harjaningrum, Agnes Tri. 2011. Smart Patient, Mengupas Rahasia Menjadi Pasien
Cerdas. Jakarta: Lingkar Pena Publishing House
IDAI. 2015. Demam: Kapan Harus Ke Dokter. (Diakses 11 August 2020) dari
https://www.idai.or.id/artikel/klinik/pengasuhan-anak/demam-
kapan-harus-ke-dokter
Irwan. 2017. Etika dan Perilaku Kesehatan. Gorontalo: CV. ABSOLUTE MEDIA
Ismoedijanto. 2012. Demam Pada Anak, Sari Pediatri Vol 2. Surabaya: Universitas
Airlangga
Kapti, Rinik Eko & Azizah, Nurona. 2017. Perawatan Anak Sakit di Rumah,
cetakan pertama. Malang: UBPress
46
Kementerian Kesehatan RI. 2017. Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia
2017. Jakarta: Kementerian Kesehatan
Kurniati, Hizah Septi. 2016. Gambaran Pengetahuan Ibu Dan Metode Penanganan
Demam Pada Balita Di Wilayah Puskesmas Pisangan Kota
Tangerang Selatan Tahun 2016. Skripsi Fakultas Kedokteran Dan
Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta.
Lubis, Inke N.D & Lubis, Chairuddin P. 2011. Penanganan Demam pada Anak.
Sari Pediatri. 2011;12(6):409-18
Mansur, Arif Rohman. 2019. Tumbuh Kembang Anak Usia Prasekolah. Padang:
Andalas University Press
Nelwa, Erni Juita. 2014. Buku Ajar Ilmu Penyakit dalam, Edisi 4 , Jilid ke-1.
Jakarta: Internal Publishing
Nurzaakiyah, Siti & Nandang Budiman. 2013. Teknik Self Management Dalam
Mereduksi Body Dysmorphic Disorder.
47
https://scholar.google.co.id/citations?user=o_vPMAwAAAAJ&hl=
en (diakses tanggal 23 September 2020)
P, Dewi Apri. 2016. Ortu Cermat, Buah Hati Sehat – Buku Pintar Deteksi &
Penanganan Dini Penyakit Balita & Anak Terpopuler. Yogyakarta:
ANDI OFFSET
Plipat N. Hakim S. & Ahrens W. 2010. The Febrile Child. In: Strange G., Ahrens
W., Lelyveld S., & Schafermeger R., Ed. Pediatric Emergency
Medicine. 2nd Ed. New York: McGraw-Hill. 315-24.
Prihaningtyas, Rendi Aji, dkk. 2020. Mini Handbook Kesehatan Anak. Jakarta:
Pustaka RMA
Setyani, dkk. (2015). Gambaran Perilaku Ibu dalam Penanganan Demam pada
Anak di Desa Seren Kecamatan Gebang Purworejo. Yogyakarta:
Universitas ‘Aisyiyah Yogyakarta.
48
Sugani, Surya & Priandarini, Lucia. 2010. Cara Cerdas untuk Sehat: Rahasia
Hidup Sehat Tanpa Dokter. Jakarta: TransMedia
Suriadi, & Yuliani R. (2010). Asuhan Keperawatan Pada Anak, Edisi 2. Jakarta
Widagdo. 2011. Masalah dan Tatalaksana Penyakit Infeksi pada Anak. Jakarta: CV
Sagung Seto
49
LAMPIRAN
50
Lampiran I
51
Lampiran 2
52
Lampiran 3
53
Lampiran 4
54
Lampiran 5
DenganHormat,
55
Lampiran 6
LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN
(LEMBARINFORMED CONSENT)
Nama :…………………………………………..
Umur :…………………………………………..
Alamat :…………………………………………..
Dalam kegiatan ini, saya telah menyadari, memahami, dan menerima bahwa:
1. Saya diminta untuk memberikan informasi yang sejujur-jujurnya.
2. Identitas dan informasi yang saya berikanakan dirahasiakan dan tidak
disampaikan secara terbuka kepada umum.
3. Saya menyetujui adanya pengisian kuesioner selama penelitian berlangsung.
4. Guna menunjang kelancaran penelitian yang akan dilaksanakan, maka segala
hal yang terkait dengan waktu dan tempat akan disepakati bersama.
Dalam menandatangangi lembarini, saya tidak ada paksaan dari pihak manapun
sehingga saya bersedia untuk mengikuti penelitian ini sebagai responden.
___________________
56
Lampiran 7
KUISIONER PENELITIAN
Tanggal : _______________
57
B. KUESIONER PENGETAHUAN
Petunjuk pengisian :
Isilah pernyataan berikut secara langsung dan dengan memberikan tanda
(√) pada pilihan yang telah disediakan
58
13. Pengukuran suhu menggunakan perabaan tangan
akan mendapatkan hasil yang akurat.
14. Perhatikan gambar dibawah ini!
59
C. KUESIONER SELF MANAGEMENT DEMAM
Petunjuk pengisian:
Isilah pernyataan berikut secara langsung dan dengan memberikan tanda
(√) pada pilihan yang telah disediakan
□ Ya □ Tidak
Jika pertanyaan nomor 1 menjawab (Tidak) abaikan pertanyaan
nomor 2-3
2. Apakah saat anak demam ibu mengukur suhu tubuh anak dengan
meletakkan punggung tangan di dahi?
□ Ya □ Tidak
3. Apakah saat anak demam ibu mengukur suhu tubuh anak dengan
termometer?
□ Ya □ Tidak
□ Ya □ Tidak
Jika pertanyaan nomor 4 menjawab (Tidak) abaikan pertanyaan
nomor 5
5. Bagaimana cara ibu memberikan kompres demam?
6. Apakah saat anak demam ibu mengganti pakaian anak dengan pakaian
tipis?
□ Ya □ Tidak
60
7. Apakah saat anak demam ibu menyelimuti anak dengan selimut tebal?
□ Ya □ Tidak
□ Ya □ Tidak
Jika pertanyaan nomor 8 menjawab (Tidak) abaikan pertanyaan
nomor 9
9. Sebutkan obat penurun panas yang ibu berikan!
Jawab :
10. Apa yang ibu lakukan sesaat setelah demam anak terjadi (demam
ringan)?
61
Lampiran 8
NIM : 201740299
Tanda
No. Tanggal Materi Saran Pembimbing Tangan
Pembimbing
62
- BAB II harus lebih banyak referensi dan
masih banyak yang harus di lengkapi
BAB II
- penulisan per kalimat harus lebih
diperhatikan lagi
30
4. September
2020 - BAB III revisi definisi operasional dan
perbaikan kuesioner
BAB III
05 Oktober
5. - revisi hasil ukur pada definisi operasional
2020 BAB III
63
- Revisi hasil stupen
64
65