a. persaingan politik
Khrushchev vs einsenhower
Pada 1953, terjadi perubahan konstelasi politik dalam Perang Dingin yang disebabkan pergantian
kepemimpinan di Amerika Serikat dan Uni Soviet. Di Amerika Serikat, Dwight D. Eisenhower dilantik
sebagai Presiden Amerika Serikat 1953. Ia bertekad mengurangi sepertiga dari pengeluaran militer
dan rerus berjuang secara efektif dalam Perang Dingin. Adapun di Uni Soviet, terjadi perubahan
konstelasi politik yang disebabkan kematian pemimpinnya, Joseph Stalin, pada Januari 1953. Nikita
Khrushchev kemudian diangkat menjadi pemimpin Uni Soviet dan memelopori proses destalinisasi di
Uni Soviet, yaitu mencela serta menghapus pengaruh Stalin dalam segala bentuknya dari panggung
politik Uni Soviet. Hal tersebut termasuk bagian dari proses mengakui kesalahan yang dilakukan Stalin
di masa lalu. Selama periode 1957-1961, Khrushchev secara terbuka dan berulang kali mengancam
Barat dengan senjata nuklir. Ia mengklaim kemampuan rudal Uni Soviet jauh lebih unggul daripada
Amerika Serikat dan mampu memusnahkan kota-kota di Amerika atau Eropa. Meskipun demikian,
berbeda dengan Stalin, Khrushchev memilih untuk "hidup berdampingan secara damai" dengan Barat.
la yakin wa tanpa perang pun kapitalisme akan hancur dengan sendirinya. Menteri Luar Negeri
Amerika Serikat, John Foster Dulles, memprakarsai kebijakan “New Look" sebagai strategi
containment (dalam hal ini memiliki arti menahan pengaruh komunisme) Daru. Pada intinya, Dulles
menyerukan agar Amerika Serikat lebih mengandalkan senjata nuklir untuk melawan musuh-
musuhnya di yang baru pada Januarimasa perang. Dulles juga menyerukan doktrin “massive
retaliation" (pembalasan besar-besaran), yaitu ancaman keras dari Amerika Serikat terhadap setiap
bentuk agresi Uni Soviet. Ancaman tersebut ia kemukakan karena kepercayaannya terhadap kekuatan
nuklir Amerika Serikat dalam menghadapi ancaman Khrushchev untuk campur tangan dalam Krisis
Suez di Timur Tengah pada 1956.
b. konflik berlin
konflik Berlin berawal dari permisahan Jerman menjadi dua, yakni Jerman Barat dan Jerman Timur,
akibat dari kekalahan yang dialami Jerman pada Perang Dunia 2. Wilayah barat Jerman dikuasai oleh
Prancis, Inggris, dan Amerika Serikat yang bergabung ds 23 Mei 1949 untuk membentuk Republik
Federal Jerman (Bundesrepublik Deutschland) atau Jerman Barat. Adapun wilayah imur Jerman
dikuasai oleh Uni Soviet yang pada 7 Oktober 1949 membentuk Republik Demokratik Jerman
(Deutsche Demokratische Republik, DDR) atau Jerman Timur. Selanjutnya, sesuai dengan Marshall
Plan, Sekutu memulai kembali proses industrialisasi serta menata kembali perekonomian Jerman
bersama-sama, termasuk pengenalan mata uang baru, deutsche mark, untuk menggantikan mata
uang lama, reichsmark. Pada 24 Juni 1948, Uni Soviet memberlakukan blokade ekonomi terhadap
Berlin sebagai reaksi atas kebijakan reformasi ekonomi Jerman Barat dan ditetapkannya deutsche
mark sebagai valuta baru. Blokade tersebut menyebabkan Jerman Barat, mengalami krisis ekonomi
Selandia Baru, Australia, dan beberapa negara lain memberikan bantuan udara besar-besaran untuk
memasok Berlin Barat dengan makanan dan perlengkapan lainnya. Pada Mei 1949, Stalin mencabut
blokade Berlin setelah mencapai kesepakatan dalam negosiasi dengan pihak Amerika Serikat, Inggris,
dan Prancis. Sejak 1955, Uni Soviet berupaya mencegah migrasi warga Jerman Timur ke Jerman Barat.
Namun, ratusan ribu warga Jerman Timur berhasil beremigrasi ke Jerman Barat setiap tahunnya
melalui celah yang terdapat antara Berlin Timur dan Berlin Barat, serta dengan bantuan dari pasukan
Sekutu di Jerman Barat. yang membuat Amerika Serikat, Inggris, Prancis, Kanada,Emigrasi
menyebabkan terjadinya perpindahan sumber daya manusia yang potensial, seperti kalangan
profesional terdidik, dari Jerman Timur ke Jerman Barat. Hampir 20% penduduk Jerman Timur
beremigrasi ke Jerman Barat pada 1961. Oleh karena itu, pada Juni, Uni Soviet mengeluarkan
ultimatum menuntut penarikan pasukan Sekutu dari Berlin bagian barat, tetapi ditolak oleh Sekutu.
Penolakan tersebut membuat Uni Soviet menempuh cara lain dengan mendirikan penghalang kawat
berduri pada 13 Agustus 1961, yang konstruksinya diperluas hingga menghasilkan Tembok Berlin.
2. Amerika Serikat
Setelah pembubaran Uni Soviet, dunia pasca-Perang Dingin secara luas dianggap
sebagai dunia yang unipolar dan menyisakan Amerika Serikat sebagai satu-satunya
negara adidaya di dunia.
Pada 1989, Amerika menjalin kerja sama militer dengan 50 negara dan memiliki
526.000 tentara di luar negeri yang tersebardi puluhan negara. Dari jumlah tersebut,
326.000 terdapat di Erom (dua pertiganya di Jerman Barat) dan sekitar 130.000
terdapat di Asia (terutama di Jepang dan Korea Selatan). Perang Dingin juga
menandai puncak pengembangan industri militer, terutama di Amerika Serikat dan
pendanaan militer secara besar-besaran.
Pengeluaran militer Amerika Serikat selama berlangsungnya Perang Dingin
diperkirakan mencapai $8 triliun, sedangkan hampa 100.000 warga Amerika Serikat
kehilangan nyawa dalam Perang Korea dan Perang Vietnam. Di lain pihak, sulit
memperkirakan jumlah korban dan kerugian dari pihak Uni Soviet. Namun, jiki
dilihat dari perbandingan produk nasional bruto, biaya yang dikeluarkan Uni Soviet
selama perang jauh lebih besar daripada yang dikeluarkan oleh Amerika Serikat.
3. Dunia ketiga
a. konflik baru di sejumlah negara
Jutaan jiwa tewas dalam perang proksi antarkedua nega adidaya di berbagai belahan dunia, terutama
di Asia TenggaSetelah Perang Dingin berakhir, perang antarnegara, perang etnis, revolusi, dan jumlah
pengungsi menurun tajam. Namun, perang konflik antarnegara di negara-negara dunia ketiga tidak
sepenuhnya hilang. Hal ini disebabkan kegagalan pengawasan negara di sejumlah wilayah yang
dulunya dikuasai oleh pemerintahan komunis. Contohnya, konflik sipil dan etnis baru, terutama di
negara-negara bekas Yugoslavia. Sementara itu, berakhirnya Perang Dingin telah membawa Eropa
Timur pada era pertumbuhan ekonomi dan peningkatan jumlah negara demokrasi liberal. Namun, di
beberapa negara lain, kemerdekaan diikuti dengan gagalnya negara mengisi kemerdekaan, seperti di
Afganistan.
4. Bagi Indonesia
Pada 1960-an, di era Perang Dingin, Indonesia menerapkan sistem Demokrasi Terpimpin. Sukarno
dinilai lebih mengarahkan pandangan politiknya ke komunis. Pada saat yang sama, Partai Komunis
Indonesia (PKI), mendominasi politik Indonesia. Puncak kedekatan Indonesia dengan Blok Timur
adalah pendirian Poros Jakarta-Hanoi- Pyong Yang-PhnomPenh. Hal ini membuat Indonesia dicap
sebagai negara berhaluan komunis oleh masyarakat internasional. negara-negara Blok Timur
berhaluan yang
E. Peran aktif bangsa Indonesia pada masa perang dingin dan dampaknya terhadap politik dan ekono
globa
Sebagai negara yang baru merdeka setelah berakhirnya Perang Dunia II, Indonesia juga tidak luput
dari pengaruh yang ditimbulkan Perang Dingin. Negara-negara yang baru merdeka menjadi ajang dari
perebutan hegemoni antara negara-negara adidaya. Sejak proklamasi kemerdekaan, Indonesia
menerapkan kebijakan politik luar negeri "bebas aktif". Kebijakan ini menegaskan bahwa Indonesia
tidak lar dalam blok mana pun karena cita-cita bangsa Indonesia adalah mewujudkan perdamaian
dunia. Berdasarkan semangat tersebut, Indonesia bersama beberapa negara lainnya, yaitu Mesir,
Yugoslavia, India, dan Ghana memelopori pembentukan Gerakan Nonblok. Dalam Gerakan Nonblok,
presiden pertama Republik Indonesia, Sukarno, menjadi salah satu pemrakarsa, bersama sama
dengan Presiden Yugoslavia Joseph Broz Tito, Perdana Menteri India Pandit Jawaharlal Nehru,
Presiden Mesir Ghamal Abdul Nazer, dan Perdana Menteri Ghana Kwame Nkrumah. Gerakan ini lahir
sebagai solusi dari munculnya banyak kekisruhan di dunia internasional era 1950-an karena kekuatan
negara-negara adidaya mulaí memperebutkan negara-negara yang berada di kawasan Asia Timur dan
Asia Tenggara, seperti Malaysia, Indonesia, dan Thailand. Selain itu, negara-negara yang memiliki
banyak sumber energi, seperti Qatar, Uni Emirat Arab, dan Kuwait juga tidak luput dari perhatian
negara adidaya. Adapun tujuan Indonesia tergabung ke dalam Gerakan Nonblok adalah sebagai
berikut. Meningkatkan kerja sama antarnegara nonblok, terutama dalam bidang teknologi dan
ekonomi. Hal ini kemudian diwujudkan melalui kerja sama Selatan-Selatan yang melibatkan negara-
negara maju dalam pengembangan teknologi dan lembaga keuangan internasional untuk membantu
perekonomian negara berkembang.Dalam bidang ekonomi, Indonesia membantu menyelesaikan
masalah-masalah ekonomi internasional yang menunjang pembangunan berkelanjutan. Salah satunya
diwujudkan dengan meningkatkan dialog Utara-Selatan berdasarkan kepentingan dan tanggung jawab
bersama, membangun semangat kemitraan, saling ketergantungan, dan dapat saline memberikan
manfaat. Pada 1992-1995, Presiden Soeharto menjabat sebagai Sekretaris Jenderal GNB. Indonesia
juga dipercaya membantu menyelesaikan konflik yang terjadi di Kamboja dan kasus gerakan
separatisme Moro di Filipina. Lalu, Indonesia juga menjadi penyelenggara dari Konferensi Tingkat
Tinggi GNB yang diselenggarakan di Jakarta dan Bogor pada 1-7 September 1992. Indonesia juga
berperan dalam "balance of power" di kawasan Asia Tenggara dan memelopori pembentukan ASEAN.
Sikap ini ditunjukkan ketika Indonesia dengan tegas menolak pendirian pangkalan militer NATO di
wilayah Indonesia dan tidak mendukung keterlibatan Amerika Serikat dalam Perang Vietnam. Berikut
pembahasan lebih lanjut terkait peran aktif bangsa Indonesia pada masa Perang Dingin dan
dampaknya terhadap politik dan ekonomi global.
1. Gerakan Nonblok
Gerakan Nonblok (GNB) atau yang dalam bahasa Inggris disebut Non-Aligned Movement adalah
organisasi internasional yang berkeinginan untuk lepas dari kekuatan blok mana pun.
a. latar belakang
Organisasi ini lahir akibat dari kejenuhan pengotak-kotakan kekuatan berdasarkan perbedaan ideologi
yang membuat negara berkembang atau yang baru merdeka sulit membangun perekonomiannya.
Blok Barat maupun Blok Timur sama-sama mengklaim ideologinya yang paling benar dan menjamin
kesejahteraan umat manusia. Atas dasar keyakinan itu, masing-masing blok berupaya memperluas
pengaruhnya ke negara-negara dunia ketiga. Nyatanya, kepentingan utama mereka adalah
memperebutkan penguasaan atas sumber-sumber daya alam di negara-negara dunia ketiga tersebut.
Pertarungan ideologi keduanya lebih banyak berdampak negatif daripada positif, misalnya terbaginya
Jerman menjadi dua bagian (Jerman Barat dan Jerman Timur), Perang Vietnam, dan Perang Korea
(yang membuat Semenanjung Korea terbelah menjadi Korea Utara dan Korea Selatan sampai saat ini).
Ketakutan terbesar dunia di era Perang Dingin adalah terjadinya perang nuklir. Kekhawatiran tersebut
timbul karenaAmerika Serikat dan Uni Sovier memiliki senjata nuklir. Nuklir dapat diluncurkan setiap
saat. Tidak hanya perdamaian dunia yang akan hancur, tetapi juga masa depan umat manusia. nvadari
pengutuban dunia dalam dua blok tersebut, Indonesia akhirnya memutuskan untuk menerapkan
sistem politik luar negeri bebas aktif yang diperkenalkan pertama kali oleh Bung Hatta pada 2
September 1948. Bebas berarti tidak terikat pada suatu ideologi atau politik negara asing atau pada
blok tertentu. Adapun aktif artinya giat mengembangkan persahabatan dan kerja sama internasional
dengan menghormati kedaulatan negara lain. Dasar hukum pelaksanaan politik luar negeri bebas aktif
itu rergambar secara jelas dalam Pembukaan UUD 1945 alinea I dan IV. Alinea I menyatakan sebagai
berikut. "Kemerdekaan ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu maka penjajahan di atas dunia
harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan." Selanjutnya
pernyataan tersebut diperjelas dengan bunyi alinea IV, yakni sebagai berikut. a dan ikut melaksanakan
ketertiban dunia berdasarkan ... kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial .. Prinsip
kebijaksanaan politik luar negeri Indonesia tersebut ternyata juga sesuai dengan sikap negara-negara
berkembang lainnya. Ir. Sukarno, Mahatma Gandhi dari India, serta para pemimpin dari Asia dan
Afrika menyadari bahwa polarisasi itu mengancam perdamaian dunia. Persaingan di antara kedua
negara yang berebut pengaruh di negara dunia ketiga itu diprediksi akan melahirkan kolonialisme
baru atau neokolonialisme. Oleh karena itu, lahir dorongan yang kuat dari para pemimpin dunia
ketiga untuk keluar dari tekanan dua negara adidaya tersebut. Pada 28 April sampai dengan 2 Mei
1954 diselenggarakan Konferensi Kolombo di Srilanka. Konferensi yang menjadi pelopor diadakannya
Konferensi Asia-Afrika ini dihadiri oleh: 1. Ali Sastroamidjojo (Perdana Menteri Indonesia) 2.
Jawaharlal Nehru (Perdana Menteri India) 3. U Nu (Perdana Menteri Burma/Myanmar) 4. Mohammad
Ali (Perdana Menteri Pakistan) 5. Sir John Kotelawala (Perdana Menteri Srilanka) Setelah itu, Perdana
Menteri Ali Sastroamidjojo menyarankan untuk diadakan lagi konferensi yang lebih besar. Akhirnya,
pada 18 sampai 24 April 1955, saran dari PM Ali Sastroamidjojo terealisasi dengan diadakannya
Konferensi Asia-Afrika di Bandung. Konferensi tersebur meniadi cikal bakal lahirnya Gerakan
Nonblok.Konferensi Asia-Afrika dihadiri oleh 29 pemimpin negara, 23 di antaranya dari Asia dan 6 dari
Afrika. Terdapat lima yang menjadi pelopor diselenggarakannya Konferensi Asia Afrika ini. Lima
negara pada Konferensi Kolombo beserta perwakilannya menjadi pelopor diselenggarakannya
Konferensi Asia Afrika ini. Pada konferensi ini, pemimpin dari 29 negara mendeklarasikan komitmen
untuk tidak terlibat dalam konfrontasi Blok Barat dan Blok Timur. Lebih daripada itu, konferensi ini
juga berhasil menyatukan kekuatan bersama negara-negara dunia ketiga untuk menghadapi dua kubu
adidaya, Barat dan Timur. Meskipun demikian, GNB bukanlah suatu organisasi yang bertujuan
membentuk blok tersendiri. Pada akhir konferensi, ditandatangani sebuah deklarasi yang dikenal
sebagai Deklarasi Bandung atas Dasasila Bandung yang isinya sebagai berikut. negaraMenghormati
hak-hak dasar manusia dan tujuan-tujuan serta asas-asas yang termuat di dalam piagam PBB
(Perserikatan Bangsa-Bangsa). 2. Menghormati kedaulatan dan integritas teritorial semua bangsa. 3.
Mengakui persamaan semua suku dan bangsa. A Tidak melakukan intervensi terhadap persoalan
dalam negeri negara lain. 5. Menghormati hak-hak setiap bangsa untuk mempertahankan diri secara
sendirian ataupun kolektif yang sesuai dengan Piagam PBB. 6. Tidak menggunakan peraturan-
peraturan dari pertahanan kolektif untuk bertindak bagi kepentingan khusus dari salah satu negara
besar dan tidak melakukannya terhadap negara lain. 7. Tidak melakukan tindakan-tindakan ataupun
ancaman agresi maupun penggunaan kekerasan terhadap integritas wilayah maupun kemerdekaan
politik suatu negara. 8. Menyelesaikan segala perselisihan internasional dengan perundingan,
persetujuan, arbitrasi (penyelesaian masalah hukum), ataupun cara-cara damai lainnya sesuai dengan
Piagam PBB. 9. Memajukan kepentingan bersama dan kerja sama. 10. Menghormati hukum dan
kewajiban-kewajiban internasional.
3. Eksistensi Gerakan Non Blok pasca - perang dingin dan peran Indonesia
Eksistensi gerakan nonblok pasca perang dingin
Sejak pertengahan 1970-an, isu-isu ekonomi mulai menjadi perhatian utama GNB. Untuk itu, GNB dan
Kelompok 77 (Groe of 77IG-77) telah mengadakan serangkaian pertemuan guna membahas masalah-
masalah ekonomi dunia dan pembentukan t ekonomi dunia baru (new international economic order).
Pasca-runtuhnya Tembok Berlin pada 1989, serta kekuatan militer dan politik komunisme di Eropa
Timur, muncul perdebatan mengenai relevansi GNB. Sebagian besar negara anggota mengusulkan
agar GNB berfokus pada tantangan-tantangan baru dunia pasca-Perang Dingin. Ketimpangan antara
negara-negara Utara, seperti Amerika Serikat, Kanada, dan sebagian negara maju Eropa dan negara-
negara Selatan, seperti Afrika, Amerika Latin, serta negara-negara berkembang di Asia semakin lebar,
sekaligus menjadi penyebab krisis dalam hubungan internasional. Sejak 1990-an, GNB memusatkan
perhatian pada masalah-masalah yang terkait dengan pembangunan ekonomi negara berkembang,
pengentasan kemiskinan, dan lingkungan hidup. Sejak awal abad XXI, muncul lagi tantangan-
tantangan baru yang harus dihadapi GNB, seperti terorisme, pelucutan senjata pemusnah massal,
konflik intra dan antarnegara, serta dampak globalisasi di bidang ekonomi dan informasi teknologi.
GNB terus menyesuaikan kebijakan dan perjuangannya dengan tantangan-tantangan baru tersebut
Peran Indonesia
Indonesia selalu berkomitmen mewujudkan prinsip-prinsip GNB. Sikap ini secara konsisten
diaktualisasikan Indonesia selama memegang kepemimpinan GNB pada tahun 1992-1995. Indonesia
juga pernah menjadi tuan rumah KTT GNB, yaitu KTT X yang berlangsung pada 1–7 September 1992 di
Jakarta dan Bogor. Selama tiga tahun dipimpin Indonesia, GNB dinilai berhasil memainkan peran
penting dalam percaturan politik global. Lewat Jakarta Message, Indonesia memberi warna baru pada
gerakan ini, antara lain dengan memfokuskan kerja sama pada pembangunan ekonomi dengan
menghidupkan kembali dialog Selatan-Selatan. Dialog tersebut diyakini memperkuat posisi tawar
negara-negara berkembang terhadap negara-negara Utara (Barat). Selain itu, Indonesia juga
dipercaya untuk turut menyelesaikan berbagai konflik regional, antara lain Kamboja, gerakan
separatis Moro di Filipina, dan sengketa di Laut Tiongkok Selatan.
b. Eksistensi
Kerja sama ekonomi Guna mengembangkan perekonomian dan menciptakan 1) integrasi ekonomi
negara-negara anggota ASEAN, diadakan kerja sama ekonomi. Kerja sama perekonomian ini
mencakup sektor perindustrian, perdagangan, serta pembentukan ASEAN Free Trade Area (AFTA)
atau Kawasan Perdagangan Bebas ASEAN. Beberapa kerja sama ekonomi di antaranya sebagai
berikut. Melalui AFTA diberlakuan tarif efektif bersama antara 5-10% s dasar produk. baik produk
ekspor maupun impor. Tujuannya adalah menghilangkan kendala perdagangan di antara negara-
negara anggota. Perdagangan Bebas dengan Mitra Wicara (Free Trade Agreementi FTA). Kerja sama di
sektor industri dan jasa berupa sektor transportasi dan telekomunikasi, pariwisata, dan keuangan.
4. Masalah palestina
Seiring dengan perkembangan Zionisme yang muncul pada akhir abad XIX di Eropa Tengah dan Timur,
orang-orang Yahudi Eropa dan Rusia secara sporadis mulai berdatangan ke Palestina. Awalnya dalam
jumlah kecil, tetapi kemudian semakin bertambah 4. Masalah Palestina banyak. Selama periode 1882-
1902, kedatangan mereka ke Palestina telah mencapai 35.000 orang dan pada 1947 jumlah mereka
telah mencapai 543.000 orang. Zionisme adalah gerakan nasional orang Yahudi yang mendukung
terciptanya sebuah tanah air Yahudi yang didefinisikan sebagai Tanah Israel. Tujuan utama gerakan ini
adalah mengakhiri pengasingan orang-orang Yahudi dari tanah lelk mereka. Gerakan ini kemudian
memperoleh momentum setelah berakhirnya Perang Dunia II. Semakin besarnya migrasi Yahudi ke
Palestina mulai mendesak keberadaan penduduk Arab Palesi Ratusan ribu komunitas Arab Palestina
mulai kehilangan tempat tinggal karena wilayahnya diserbu dan diduduki oleh orang-orang Yahudi.
Mereka terpaksa meninggalkan kampung halamannya dan mengungsi ke Tepi Barat dan Jalur Gaza, ke
negara-negara tetangga, seperti Lebanon, Suriah, dan Yordania. Gerakan Zionisme memang akan
selalu menekankan kembalinya orang-orang Yahudi ke Palestina, yang mereka sebur sebagai future
homeland atau tanah masa depan. Namun, tidak semua orang Yahudi ikut mendukung gerakan
Zionisme. Mereka menganggap gerakan ini tidak berbeda dengan kolonisasi yang menyebabkan
pengingkaran terhadap hak asasi manusia, seperti perampasan dan pengusiran terhadap komunitas
Arab Palestina. Adapun yang setuju dengan Zionisme mengatakan bahwa gerakan ini merupakan
gerakan pembebasan nasional bagi pemulangan Yahudi yang telah ribuan tahun meninggalkan tanah
orang-orang airnya. Tanggal 15 Mei 1948 merupakan awal pecahnya perang pertama dari konflik
komunal antara orang Palestina dan Yahudi (Palestina-Israel). Konflik ini pecah setelah sehari
sebelumnya, 14 Mei 1948, David Ben Gurion memproklamasikan berdirinya Negara Israel. Pada hari
itu juga, pasukan gabungan dari Yordana dan Mesir masuk ke Palestina secara serentak untuk
menghancurka kekuatan Yahudi ada di wilayah tersebut. Namun, usaha ini mengalami kegagalan.
Perang yang terus berlangsung hingga Maret yang1949 ini kemudian diakhiri dengan gencatan
senjata. Namun, setelah perang berakhir, wilayah Israel justru menjadi semakin luas dengan
dikuasainya 23% wilayah Palestina dan sebagian dari Gunung Sinai. Selama periode 1948-1950, rata-
rata pertumbuhan nopulasi Yahudi mencapai 24% setiap tahunnya dan antara chun 1948-1952,
jumlah imigran yang datang juga meningkat hingga mencapai 711.000 orang. Untuk menuntut
pengembalian wilayah-wilayah yang dikuasai Israel, bangsa Palestina kemudian membentuk
Organisasi Pembebasan Palestina (Palestina Liberationganisation/PLO) pada 1964 yang dipimpin oleh
Yasser Arafat Fada 1987, PLO melakukan gerakan intifada, yaitu gerakan perlawanan terhadap Istael
dengan tidak menggunakan senjata Mereka melakukan demonstrasi secara besar-besaran dan
melcmpari tentara Israel dengan menggunakan batu. Organisasi PLO juga gigih berjuang melalui jalur
diplomasi serta membangun kerja dengan organisasi perjuangan lainnya yang juga melawan Israc
Pada 1993 diadakan Perjanjian Oslo di Norwegia antara pe dan pemerintah Israel. Perjanjian Oslo I
pada September 1993 Perjanjian Oslo II pada Juli 1995, dengan inti perjanjian tenr meletakkan dasar-
dasar bagi solusi dua negara. Pada Perjanij Oslo II, ditetapkan pembentukan Otoritas Palestina (Palesn
Authority/PA) di Tepi Barat dan Jalur Gaza. Sebenarnya tentang solusi dua negara ini sudah pernah
diajukan oleh Komisi p. Kerajaan Inggris berdasarkan pada hasil penelitiannya pada 1925 Komisi ini
merekomendasikan untuk membagi Palestina meni . dua komunitas yang memerintah sendiri-sendiri.
Sepuluh tahun kemudian, PBB menerbitkan Resolusi 181 (II) tentang rencana pembagian Palestina
(Partition Plan), yaitu membagi Palesri menjadi dua negara Yahudi dan Arab, dan menjadikan
Yerusalem sebagai wilayah khusus (corpus separatum) di bawah pengawasan badan internasional.
Namun, Palestina dan negara-negara Aak lainnya menolak rekomendasi tersebut. Pada 13 September
1992 setelah pertemuan Oslo I, atas prakarsa Presiden Amerika Serikas p Clinton, diadakan
perundingan damai antara pemimpin Palestins Yasser Arafat dan PM Israel Yitzak Rabin di
Washington. Sebagai tindak lanjut dari Perjanjian Oslo I dan II. sen. pertemuan Washington, maka
pada 4 Mei 1999, ditandatanoai kesepakatan Kairo yang mewajibkan Israel mengosongkan wilayah
Gaza-Jericho dan memberikan 60% wilayah tersehur kepada Palestina. Selanjutnya, masih dilakukan
beberapa kali penandatanganan sejumlah perjanjian lain antara Palestina dan Israel, yaitu sebagai
berikut. 1) Perjanjian Wye River I yang ditandatangani oleh PM Benyamin Netanyahu dan Yasser
Arafat pada 23 Oktober 1998 di Wye River Amerika Serikat. Isi perjanjian ini adalah kesediaan Israd
untuk menarik pasukan dari 13% wilayah Tepi Barat, tetapi kemudian perjanjian ini digagalkan Israel.
2) Perjanjian Wye River II yang diselenggarakan di Sharm e Sheik, Mesir pada 4 September 1999 yang
isinya juga mas tentang penarikan secara bertahap pasukan Israel dari wilaa Tepi Barat dan Jalur Gaza.
3) Perjanjian Peta Jalan Damai (Road Map for Peact disponsori oleh Amerika Serikat, Rusia, dan PBB
pada yang berisi pendirian negara Palestina dan pembagian wilaa ibu kota di Yerusalem.Pada
kenyataannya, perjanjian-perjanjian tersebut sering rerhenti i tanpa implementasi yang sesuai.
Perjanjian damai ini selalu mengalami kegagalan karena Israel selalu melakukan tindakan yang
sepihak. Perkembangan baru terjadi setelah berlawanan secara pimpinan PLO Yasser Arafat
meninggal pada 2004, yang k digantikan oleh Mahmoud Abbas. Dua tahun kemudian, yaitu pada
kemudian tahun 2006, Palestina menyelenggarakan pemilu, yang kemudian dimenangkan oleh partai
Hamas, partai yang selalu bertentangan dengan PLO. Atas kemenangannya ini, maka dipilihlah
pimpinan Hammas, Ismail Haniyah sebagai perdana menteri Palestina. Kebijakan baru kemudian
diterapkan, yaitu Palestina tidak lagi mengakui Israel sebagai negara dan Hamas mengampanyekan
kemerdekaan penuh Palestina, termasuk wilayah-wilayah yang saat ini masih diduduki Israel. Sampai
kapan konflik ini akan berakhir, hanya orang-orang Palestina dan Israel yang paling tahu untuk
menyelesaikan sengketa yang berkepanjangan tersebut. Indonesia telah memberikan dukungan bagi
berdirinya negara Palestina yang merdeka dan berdaulat dengan Yerusalem sebagai ibu kotanya.
Realisasi dari dukungan tersebut diwujudkan dalam bentuk dukungan diplomatik, yaitu pengakuan
terhadap keputusan Dewan Nasional Palestina untuk memproklamasikan negara Palestina pada 15
November 1988. Dukungan tersebut dilanjutkan dengan pembukaan hubungan diplomatik antara
Pemerintah RI dan Palestina pada 19 Oktober 1989. Indonesia telah memberikan prioritas pada
pengembangan capacity building bagi rakyat Palestina yang mencakup pembangunan sosial,
pemerintahan, ekonomi, infrastruktur, dan keuangan untuk periode 2008-2013.