Anemia Aplastik
Oleh :
Muhammad Fazar Sidiq Alhayat
Pembimbing :
dr. Rina Kriswiastiny, Sp. PD
PENDAHULUAN
Selain istilah anemia aplastik yang paling sering digunakan, masih ada istilah-istilah
lain seperti anemia hipoplastik, anemia refrakter, hipositemia progresif, anemia aregeneratif,
aleukia hemoragika, panmieloftisisdan anemia paralitik toksik.
Anemia aplastik dapat diwariskan atau didapat. Perbedaan antara keduanya bukan
pada usia pasien, me1a ink an berdasarkan pemeriksaan kl ini s dan laboratorium. Oleh
karena itu, pasien dewasa mungkin membawa kelainan herediter yang muncul di usr a
dewasa.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
I. DEFINISI
Anemia aplastik merupakan suatu sindroma kegagalan sumsum tulang yang
hemoglobin.
II. EPIDEMIOLOGI
Insidensi anemia aplastik didapat bervariasi di seluruh dunia dan berkisar antara 2
sampai 6 kasus per 1 juta penduduk per tahun dengan variasi geografis. Penelitian The
International Aplastic Anemia and Agranulol ytosis Stud y di awal tahun 1980-an menemukan
frekuensi di Eropa dan Israel sebanyak 2 kasus per 1 juta penduduk. Penelitian di Perancis
menemukan angka insidensi sebesar 1,5 kasus per 1 juta penduduk per tahun. Di Cina, insi
densi dilaporkan 0,74 kasus per 100.000 penduduk per tahun dan di Bangkok 3,7 kasus per 1
juta penduduk per tahun. Ternyata penyakit ini lebih banyak ditemukan di belahan Timur
Anemia aplastik didapat umumnya muncul pada usia 15 sampai 25 tahun; puncak
insidens kedua yang lebih kecil muncul setelah usia 60 tahun. Umur dan jenis kelamin pun
bervariasi secara geografis. Di Amerika Serikat dan Eropa umur sebagian besar pasien
berkisar antara 15-24 tahun. Cina melaporkan sebagian besar kasus anemia aplastik pada
perempuan berumur di atas 50 tahun dan pria di atas 60 tahun. Di Perancis, pada pria
ditemukan dua puncak yaitu antara umur 15-30 dan setelah umur 60 tahun, sedangkan pada
dan jenis kelamin mungkin disebabkan oleh risiko pekerjaan, sedangkan perbedaan geografis
III. KLASIFIKASI
Berdasarkan derajat pansitopenia darah tepi, anemia aplastik didapat diklasifikasikan
menjadi tidak berat, berat, atau sangat berat (Tabel 1). Risiko morbiditas dan mortalitas lebih
berkorelasi dengan derajat keparahan sitopenia ketimbang selularitas sumsum tulang. Angka
kematian setelah dua tahun dengan perawatan suportif saja untuk pasien anemia aplastik berat
atau sangat berat mencapai 80%; infeksi jamur dan sepsis bakterial merupakan penyebab
kematian utama. Anemia aplastik tidak berat jarang mengancam jiwa dan sebagian besar
tidak membutuhkan terapi.
• latrogenik
• Radiasi
• Kemoterapi
• Benzena
host disease
• Fasciitis eosinofilik
• Kehamilan
Anemia aplastik terkait obat terjadi karena hipersensitivitas atau dosis obat
yang berlebihan. Obat yang banyak menyebabkan anemia aplastik adalah kloramfenikol.
Sitomegalo virus dapat menekan produksi sel sumsum tulang, melalui gangguan pada
sel-sel stroma sumsum tulang. Infeksi oleh human immunodeficiency virus (HIV) yang
berkembang menjadi acquired immunodeficiency syndrome (AIDS) dapat menimbulkan
pansitopenia. Infeksi kronik oleh parvovirus pada pasien dengan defisensi imun juga
dengan hepatitis walaupun merupakan kasus yang jarang. Meskipun telah banyak studi
dilakukan, virus yang pasti belum diketahui, namun diduga virus hepatitis non-A, non-
B, dan non-C.
sumsum tulang yang berlangsung sementara. Hal ini mungkin disebabkan oleh estrogen
pada seseorang dengan predisposisi genetik, adanya zat penghambat dalam darah atau
tidak ada perangsang hematopoiesis. Anemia aplastik sering sembuh setelah terminasi
Namun, sekarang diyakini ada penjelasan patofisiologis anemia aplastik yang masuk
akal, yang disimpulkan dari berbagai observasi klinis hasil terapi dan eksperimen
laboratorium yang sistematik. Di akhir tahun 1960-an, Mathé et al memunculkan teori baru
anemia aplastik memperlihatkan adanya kondisi defisiensi se1 asal {stem cell).
Adanya reaksi autoimunitas pada anemia aplastik juga dibuktikan oleh percobaan
iii vitro yang memperlihatkan bahwa limfosit dapat menghambat pembentukan koloni
hemopoietik alogenik dan autologus. Setelah itu, diketahui bahwa limfosit T sitotoksik
memerantarai destruksi sel-sel asal hemopoietik pada kelainan ini. Sel-sel T efektor tampak
lebih jelas di sumsum tulang dibandingkan dengan darah tepi pasien anemia aplastik. Sel-se1
hemopoiesis dan meningkatkan ekspresi Fas pada sel-sel CD34*. Klon sel-sel T imortal yang
positif CD4 dan CD8 dari pasien anemia aplastikjuga mensekresi sitokin T-helper-7 yang
destruksi spesifik yang diperantarai sel T ini. Pada seorang pasien, kelainan respons
imun tersebut kadang-kadang dapat dikaitkan dengan infeksi virus atau pajanan obat
tertentu atau zat kimia tertentu. Sangat sedikit bukti adanya mekanisme lain, seperti
toksisitas langsung pada sel-se1 asal atau defisiensi fungsi faktor pertumbuhan
hematopoietik. Lagipula, derajat destruksi se1 asal dapat menjelaskan variasi perjalanan
klinis secara kuantitatif dan variant kualitatif respons imun dapat menerangkan respons
1. Kegagalan Hematopoietik
uang yang tampak jelas pada pemeriksaan apusan aspirat sumsum tulang atau spesimen
co re biop.sv sumsum tulang. Hasil pencitraan dengan magnetic’ resonance inta ging
vertebra memperlihatkan digantinya sumsum tulang oleh jaringan lemak yang merata.
Secara kuantitatif, set-sel hematopoietik yang imatur dapat dihitung den gan J/ w c y to
me try . S el - sel tersebut mengekspresikan protein c'ytoadhes ive, yang di sebut CD34.
Pada pemeriksaan w c ytonietry, antigen set CD34 dideteksi secara fluoresens satu
persatu, sehingga jumlah sel-se1 CD34“ dapat dihitung dengan tepat. Pada anemia
aplastik, sel-se1 CD34“ juga hampir tidak ada yang berarti bahwa sel-sel induk
pembentuk koloni eritroid, m yeloid, dan megakaryositik sangat kurang jumlahnya. Assa
lain untuk sel-se1 hematopoietik yang sangat primitif dan “tenang” (quiescent), yang
sangat mirip jika tidak dapat dikatakan identik dengan sel -sel asal, juga memperlihatkan
penurunan. Pasien yang mengalami panstopenia mungkin telah mengalami penurunan
populasi sel asal dan eel induk sampai sekitar I to atau kurang. Defisiensi berat tersebut
2. Destruksi Imun
anemia aplastik didapat, limfosit bertanggung jaw ab atas destruksi kompartemen eel
adalah interferon-y. Adanya aktivasi respons sel T helper- 1 (Th,) di simpulkan ddri
sifat imunofenotipik sel-sel T dan produksi interferon, tumor necrosis factor, dan
interleukin- 2 yang berlebihan. Deteksi interferon-y intrasel ular pada sampel pasien
secara ow cytometi ’ mungkin berkorelasi dengan res pons terap i inn unos u pre sif
Pada anemia aplastik, sel -sel CD34+ dan set -sel induk (progenitor)
defisiensi imunologik tidak lazim terjadi. Hitung limfosit umumnya normal pada
hampir semua kasus, demikian pula fungsi sel B dan sel T. Lagipula, pemulihan
hemopoiesis yang normal dapat terjadi dengan terapi imunosupresif yang efektif. Jadi,
eel-sel asal hemopoietik tainpaknya masih ada pada sebagian besar pasien anemia
aplastik.
CD34 yang diperantarai ligan Fas, dan aktivasi alur intraseular yang menyebabkan
penghentian siklus set {cell-c ycle arrest). Sel-sel T dari pasien membunuh se1-sel asal
hemopoietik dengan perilaku (manner) yang HLA-DR-resriced melalui ligan Fas. Sel-
sel asal hemopoietik yang paling primitif tidak atau sedikit mengekspresikan HLA-DR
atau FAS, dan ekspresi keduanya meningkat sesuai pematangan sel-sel asal. Jadi, sel-
sel asal hemopoietik primitif, yang normalnya berjumlah kurang dari 10% se1-se1 CD34+
total, relatif tidak terganggu oleh sel-sel T autoreaktif; di lain pihak, sel-sel asal
hemopoietik yang lebih matur dapat menjadi target utama serangan se1-se1 imun. Sel-sel
asal hemopoietik primitif yang sel amat dari serangan autoimun memungkinkan pemulihan
hemopoietik perlahan-lahan yang terjadi pada pasien anemia aplastik setelah terapi
imunosupresif.
terhadap infeksi. Pasien juga mungkin mengeluh sakit kepala dan demam.
leukosit, hitung retikulosit, dan aspirasi serta biopsi sumsum tulang. Pemeriksaan ow
Pasien berusia kurang dari 40 tahun perlu diskrining untuk anemia Fanconi dengan memakai
Keluhan yang dapat ditemukan sangat bervariasi (Tabel 3). Pada Tabel 3 terlihat bahwa
perdarahan, badan lemah, dan pusing merupakan keluhan yang paling sering ditemukan.
TABEL 3 KELUHAN PASIEN ANEMIA APLASTIK
JENIS KELUHAN %
Perdarahan 83
Badan lemas 30
Pusing 69
Jantung berdebar 36
Demam 33
Pucat 26
Sesak nafas 23
Penglihatan kabur 19
Telinga berdengung 13
1. PEMERIKSAAN FISIK
Hasil pemeriksaan fisis pada pasien anemia aplastik pun sangat bervariasi. Pada
Tabel 4 terlihat bahwa pucat ditemukan pada semua pasien yang diteliti sedangkan
perdarahan ditemukan pada lebih dari setengah jumlah pasien. Hematomegali, yang sebabnya
ditemukan pada satu kasus pun. Adanya splenomegali dan limfadenopati justru meragukan
diagnosis.
2. PEMERIKSAAN LABORATORIUM
A. Darah Tepi
Pada stadium awal penyakit, pansitopenia tidak selalu ditemukan. Jenis anemia
dan poikilositosis. Adanya eritrosit muda atau leukosit muda dalam darah tepi menandakan
bukan anemia aplastik. Granulosit dan trombosit ditemukan rendah. Limfositosis relatif
Persentase retikulosit umumnya normal atau rendah. Pada sebagian kecil kasus,
persentase retikulosit ditemukan lebih dari 2%. Akan tetapi, bila nilai ini dikoreksi terhadap
beratnya anemia (corrected reticulocyte count) maka diperoleh persentase retikulosit normal
atau rendah juga. Adanya retikulositosis setelah dikoreksi menandakan bukan anemia
aplastik.
B. Sumsum Tulang
maka sering diperlukan aspirasi beberapa kali. Diharuskan melakukan biopsi sumsum
tulang pada setiap kasus tersangka anemia aplastik. Hasil pemeriksaan sumsum tulang
C. Lain lain
myelodisplasia hiposelular.
3. PEMERIKSAAN RADIOLOGI
karena dapat membuat pemisahan tegas antara daerah sumsum tulang berlemak dan sumsum
tulang berselular.
Luasnya kelainan sumsum tulang dapat ditentukan oleh scanning tubuh setelah
disuntik dengan koloid radioaktif technetium sulfur yang akan terikat pada makrofag sumsum
tulang atau iodium chloride yang akan terikat pada transferin. Dengan bantuan scan sumsum
tulang dapat ditentukan daerah hemopoeisis aktif untuk memperoleh sel-set guna
VI. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan anemia aplastik terdiri dari terapi utama, terapi suportif untuk
menangani gejala yang timbul akibat bisitopenia atau pansitopenia, dan terapi jangka panjang
untuk memberikan kesembuhan pada sumsum tulang.Terapi utama adalah hindari pemaparan
lebih lanjut terhadap agen penyebab. Tetapi sering sulit untuk mengetahui penyebab karena
Terapi suportif diberikan sesuai gejala yang dapat dijelaskan sebagai berikut : (1)
Pada anemia. Pada anemia berikan tranfusi packed red cell jika hemoglobin kurang
dari 7g/dl, berikan sampai hb 9-10 g/dl. Pada pasien yang lebih muda mempunyai toleransi
kadar hemogoblin sampai 7-8g/dl; untuk pasien yang lebih tua kadar hemoglobin dijaga
diatas 8g/dl.
Pada neutropenia. Pada neutropenia jauhi buah-buahan segar dan sayur, fokus
dalam menjaga perawatan higienis mulut dan gigi, cuci tangan yang sering. Jika terjadi
infeksi maka identifikasi sumbernya, serta berikan antibiotik spektrum luas sebelum
mendapatkan kultur untuk mengetahui bakteri gram positif atau negatif. Tranfusi granulosit
diberikan pada keadaan sepsis berat kuman gram negatif, dengan netropenia berat yang tidak
terdapat pendarahan aktif atau trombosit kurang dari <20.000/mm3. Terapi jangka panjang
terdiri dari : (1) Terapi imunosupresif , dan (2) terapi transplantasi sumsum tulang.
dengan donor keluarga yang sesuai. Maka karena itu, terapi imunosupresif direkomendasikan
pada pasien : (a) lebih tua dari 40 tahun, walaupun rekomendasi berdasarkan dokter dan
faktor pasiennya, (b) tidak mampu mentoleransi transplantasi sumsum tulang karena masalah
penyakit atau usia tua, (c) tidak mempunyai donor yang sesuai, (d) akan diterapi tranplantasi
sumsum tulang, tetapi sedang menunggu untuk donor yang sesuai, dan (e) memilih terapi
imunosupresif setelah menimbang faktor resiko dan manfaat dari semua pilihan terapi.
Terapi imunosupresif adalah dengan pemberian anti lymphocyte globuline (ALG)
growth factor. Sekitar 40%- 70% dari kasus memberi respon terhadap pemberian ALG.
VII. PROGNOSIS
Riwayat alamiah anemia aplastik dapat berupa: 1). Berakhir dengan remisi
sempurna. Hal ini jarang terjadi kecuali bila iatrogenik at bat kemoterapi atau radiasi.
Remisi sempurna biasanya terjadi segera. 2). Meninggal dalam 1 tahun. Hal ini terjadi
pada sebagian besar kasus. 3). Bertahan hidup selama 20 tahun atau lebih. Membaik dan
bertahan hidup lama namun kebanyakan kasus mengalami remisi tidak sempurna.
Jadi, pada anemia aplastik telah dibuat cara pengelompokan lain untuk
membedakan antara anemia aplastik berat dengan prognosis buruk dengan anemia
aplastik lebih ringan dengan prognosis yang lebih baik. Dengan kemajuan pengobatan