GTC PDF
GTC PDF
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Keramik
2.1.1 Pengertian
Istilah keramik berasal dari bahasa Yunani: “keramos” yang artinya bahan
bumi yang bersifat mudah terbakar. Keramik merupakan bahan yang paling canggih
sejak zaman batu, lebih dari 10.000 tahun yang lalu, dan tetap mempertahankan peran
pentingnya dalam komunitas manusia sejak saat diperkenalkan (Rosentiel dkk. 2004).
magnesium, kalium, natrium, timah, titanium, dan zirkonia) dan non-logam (seperti
silikon, boron, fluorin, dan oksigen) yang digunakan sebagai satu komponen
struktural, seperti pada inlai CAD-CAM, atau sebagai salah satu dari beberapa lapisan
2.1.2 Klasifikasi
diklasifikasikan menjadi tiga bagian, antara lain: bahan yang didominasi kaca
(feldspar), kaca yang diisi dengan partikel (resin komposit), dan keramik polikristal
Keramik gigi memiliki keunggulan dalam hal warna, tekstur permukaan yang
mengkilat dan translusesnsi sehingga sangat banyak dipakai dalam ilmu kedokteran
gigi, namun keramik gigi masih memiliki kekurangan, yaitu sering terjadi internal
53
Weinstein, melalui pelapisan dan pembakaran lapisan porselen pada koping logam
& Mclaren 2010; Kelly & Benetti 2011; Denry & Holloway 2010).
2.2.1 Pengertian
Mahkota keramik-logam adalah suatu mahkota tiruan yang terdiri dari koping
logam yang menutup struktur jaringan gigi yang telah dipreparasi, dipadukan bahan
keramik dalam bentuk porselen, untuk memperoleh kekuatan dan hasil estetik yang
dipakai dalam berbagai literatur ilmu kedokteran gigi sejak tahun 1970-1980an.
2.2.2.1 Keuntungan
(Shillingburg dkk. 2012; Anusavice 2004; O’Brien 2002; Rosentiel dkk. 2004; Sahara
2006):
- Bersifat biokompatibel
- Memiliki nilai estetik yang lebih baik jika dibandingkan dengan mahkota logam penuh
- Memiliki kekuatan yang lebih besar untuk menahan beban pengunyahan karena
2.2.2.2 Kerugian
bayangan hitam yang dipantulkan oleh koping logam mengakibatkan warna yang
dihasilkan dari proses laboratorium tidak sesuai dengan warna yang telah ditentukan
2.2.3 Komponen-Komponen
55
A B C
yang didominasi kaca. Kaca merupakan ikatan tiga dimensi atom dengan susunan
yang tidak teratur atau tidak berbentuk (amorphous). Kaca yang dipakai pada
keramik gigi merupakan turunan dari mineral feldspar, yang memiliki kandungan
dasar silika (oksida silikon) dan alumina (oksida aluminium), sehingga disebut juga
56
sebagai kaca aluminosilikat. Feldspar adalah mineral yang terjadi secara alami, terdiri
dari natrium (N20), kalium (K20), alumina (Al203), dan silika (Si02) (Gambar 2.2)
Gambar 2.2 Kaca feldspar, jembatan tiga dimensi atom yang dibentuk oleh
ikatan silikon-oksigen-silikon.
Sumber: Kelly JR, & Benetti P 2011, ‘Ceramic materials in dentistry:
historical evolution and current practice’, Australian Dental
Journal, vol. 56, no. 1, hal. 90.
feldspar, 15-25% kuarts, 0-4% kaolin, pigmen dan berbagai jumlah fluks. Kandungan
enamel dan dentin yang mengkilat. Feldspar mengandung koefisien ekspansi panas
yang rendah, sekitar 8,6×10-6/°K, sehingga tidak dapat bersatu dengan koping logam
yang memiliki koefisien ekspansi panas yang lebih tinggi (12-14 x 10-6 /0K). Oleh
karena itu perlu dilakukan penambahan partikel kristalin yang berbentuk tetragonal,
bernama leucite, karena memiliki koefisien ekspansi panas 20-25 × 10-6 /°K, melalui
57
proses pembakaran pada suhu antara 1150°C dan 1530°C sehingga koefisien ekspansi
panas lapisan porselen meningkat, oleh karena itu lapisan porselen dapat bersatu
dengan koping logam pada saat pembakaran (Gambar 2.3 & 2.4) (Giordano &
Mclaren 2010; Kelly & Benetti 2011; Denry & Holloway 2010).
Gambar 2.4 Perubahan struktur jaringan Si-O dari feldspar (A) menjadi bentuk
kristalin. (B) pada mahkota keramik-logam.
Sumber: Rosentiel, Land, & Fujimoto 2004, Text book of contemporary
fixed prosthodontics, ed. 4, hal. 615.
Lapisan porselen yang membentuk mahkota keramik-logam terdiri dari tiga lapisan,
a. Lapisan Opak
oksida metal yang berwarna opak (oksida titanium, oksida zirkonia, oksida barium,
oksida rubidium, dan/ atau oksida zinc), di samping kandungan lapisan keramik yang
sehingga dapat menutup pantulan cahaya dari logam. Keopakan lapisan opak
dipengaruhi oleh ketebalan dan penyebaran pantulan cahaya dari bahan tersebut.
Warna yang dihasilkan oleh lapisan porselen tergantung pada pantulan partikel opak
dan penyebaran dari partikel pigmen dentin yang merata. Ketebalan lapisan opak
berkisar antara 0,1-0,3 mm. Dalam ilmu kedokteran gigi lapisan opak tersedia dalam
59
ketebalan yang minimal (Jalenko dkk. 1968, Johnston 1971, Kuwata 1980, Tylman
1965) pada bagian labial gigi anterior (O’Brien dkk. 1994; Woolsey dkk. 1984; Wood
2007).
warna dalam gigitiruan, dan merekatkan logam dengan lapisan porselen, minimal
dua lapis. Lapisan opak berperan penting terhadap pembentukan warna untuk
mendapatkan hasil estetik yang lebih maksimal (Gambar 2.5). Barghi N dan
Lorenzana (dikutip dari Ozcelik dkk. 2008) menyatakan bahwa ketebalan minimal
lapisan opak adalah 0.3 mm untuk dapat menutup warna logam, dan lapisan opak
tidak berpengaruh terhadap perubahan warna porselen pada ketebalan lebih besar
dari 0.3 mm. Ketebalan ideal lapisan opak berkisar 0,2-0,3 mm (Ozcelik dkk. 2008).
Gambar 2.5. Pemeriksaan SEM lapisan opak yang menutup logam noble.
Sumber: Rosentiel, Land, & Fujimoto 2004, Text book of
contemporary fixed prosthodontics, ed. 4, hal. 615.
b. Lapisan Dentin
Lapisan dentin merupakan bubuk keramik yang mengandung sebahagian besar silika
dan oksida logam dalam jumlah yang kecil, sehingga dapat memberikan translusensi dan
merupakan penentuan warna utama dari mahkota keramik-logam (Tabel 2.1 & 2.2).
Kemampuan lapisan porselen menutup warna logam di samping tergantung pada jumlah dan
ukuran partikel opak, juga sangat dipengaruhi oleh jumlah partikel pigmen dentin,
keramik-logam yang akurat dengan shade guide yang telah ditentukan, ketebalan optimal
lapisan dentin berkisar 0,5-1,0 mm (Naik 2011; Jacobs dkk. 1987; Kourtis dkk. 2004; Jarad
dkk.2006).
61
ZrO2 - - - 0,39
c. Lapisan Enamel
ketebalan berkisar 0,1-0,7 mm. Lapisan enamel tidak memiliki pigmen dan oksida
(Shillingburg dkk. 2012; Anusavice 2004; O’Brien 2002; Rosentiel dkk. 2004). Jarad
dkk. (2006) dalam penelitiannya menggunakan lapisan opak, lapisan dentin dan
62
lapisan enamel masing-masing dengan ketebalan 0,6; 0,8; dan 0,6 mm, ketebalan
logam 0,6 mm. Kemudian ketebalan lapisan enamel diturunkan menjadi 0,3 mm. Dari
2006).
2.2.3.2 Logam
Logam atau metal adalah suatu bahan yang bersifat opak dan memiliki
kepadatan yang tinggi. Koping logam merupakan bahan logam yang berfungsi
mendukung lapisan porselen dengan perlekatannya secara mekanis dan kimia untuk
lapisan porselen dengan ketebalan lebih dari 2,0 mm sehingga gigitiruan mudah
fraktur. Koping logam harus memiliki ketebalan yang optimal untuk mencegah
terjadinya distorsi pada waktu proses pembakaran. Ketebalan logam antara 0,2-0,7
mm tergantung tergantung jenis logam yang dipakai dan ketebalan preparasi gigi
yang dilakukan oleh dokter gigi di klinik (Shillingburg dkk. 2012; Anusavice 2004;
2.3.1 Pengertian
dipantulkan oleh suatu objek, dengan panjang gelombang tertentu, sehingga dapat
63
diterima oleh mata, dan melalui impuls saraf dialirkan ke otak sebagai sebuah warna
(Gambar 2.6). Ketika cahaya mengenai permukaan gigi, cahaya akan berinteraksi
dengan semua lapisan struktur gigi. Cahaya yang mengenai permukaan enamel,
sebahagian ada yang dipantulkan mengkilat, apabila permukaan enamel halus, dan
dipantulkan merata apabila permukaan enamel kasar. Cahaya yang mencapai dentin
akan diserap atau dipantulkan tersebar di dalam enamel. Jika dentin tidak ada, seperti
pada ujung gigi insisivus, beberapa cahaya akan diteruskan dan diserap ke dalam
mulut. Akibatnya daerah ini tampak lebih translusen jika dibandingkan dengan daerah
contoh warna biru memiliki panjang gelombang 460 nanometer. Panjang gelombang
64
warna yang masih bisa ditangkap mata manusia berkisar antara 380-780 nanometer.
Ada tiga jenis warna, antara lain: warna primer, warna sekunder, dan warna tersier.
Warna primer, terbagi atas warna merah, kuning, dan biru. Apabila ketiganya
dicampur dengan perbandingan yang sama akan menghasilkan warna putih. Ketika
dua warna primer dicampurkan, akan menghasilkan warna lain yang disebut warna
campuran merah dan biru akan menghasilkan warna ungu dan hasil pencampuran
kuning dan biru adalah hijau. Pencampuran warna-warna dasar tersebut digambarkan
dengan sebuah segitiga sama sisi yang setiap sudutnya terdapat warna primer dan
pada titik tengah sisi tersebut terdapat warna sekunder Kombinasi warna primer dan
warna sekunder disebut warna tersier (Gambar 2.7) (Shillingburg dkk. 2012;
Dalam ilmu kedokteran gigi, ada dua jenis sistem warna yang digunakan untuk
kesalahan dalam teknik penentuan warna secara manual, antara lain koordinat hue,
value, dan chroma. Hue berhubungan dengan karakteristik warna seperti warna
primer, warna sekunder, maupun warna tersier, contohnya: merah, kuning, hijau,
merah muda, orange, dan lain sebagainya. Masing-masing warna mempunyai panjang
dan kekuatan hue. Chroma memisahkan hue dari value. Jika chroma meningkat,
maka value menurun (gelap). Sebaliknya, jika chroma menurun maka value
meningkat (cerah). Value adalah kualitas warna, digambarkan dengan istilah gelap
kegelapan warna (Gambar 2.8) (Sikri 2010; Joiner 2004; Baltzer 2004).
66
Sistem yang paling banyak dipergunakan pada teknik penentuan warna secara
Commission Internationale de 1'Eclairage pada tahun 1978. Sistem ini juga memakai
tiga dimensi warna, antara lain: L*, a* dan b*. L* adalah kecerahan (Ligthness:),
identik dengan value pada sistem Munsell. Nilai L* dimulai dari 0 (hitam) sampai
100 (putih). Nilai a* adalah kromatik dari sumbu warna merah-hijau, terbagi atas +a*
mewakili daerah warna merah, dan –a* mewakili daerah warna hijau. Nilai b* adalah
kromatik dari sumbu warna kuning-biru, terbagi atas +b* mewakili daerah warna
kuning, dan –b* mewakili warna biru (Gambar 2.9). (Shillingburg dkk. 2012;
Anusavice 2004; O’Brien 2002; Rosentiel dkk. 2004; Sikri 2010; Joiner 2004;
Baltzer 2004).
67
ΔL*, Δa*, dan Δb* merupakan perbedaan pengukuran yang dihasilkan oleh
CIE Lab dari dua sampel, dan jumlah total perbedaan warna disebut ΔE, dengan
rumus:
Dalam ilmu Kedokteran Gigi, ada dua jenis instrumental yang paling banyak
Kolorimeter adalah suatu alat yang digunakan untuk mengukur cahaya yang
diserap oleh suatu objek. Alat ini hanya dapat mendeteksi warna merah, biru dan
hijau, sehingga pantulan cahaya dari alat ini juga memiliki tiga filter (tristumulus),
yaitu filter merah, hijau dan biru. Alat ini mendeteksi warna yang hampir sama
dengan warna yang dideteksi oleh mata. Kolorimeter tidak dapat mendeteksi
metamerisme (perubahan warna yang terjadi pada sampel apabila terjadi perubahan
sumber cahaya), karena kolorimeter hanya dapat memakai satu sumber cahaya saja
(Gambar 2.10) (Shillingburg dkk. 2012; Anusavice 2004; O’Brien 2002; Rosentiel
2.3.3.2 Spektrofotometer
69
komposisi suatu sampel yang didasarkan pada interaksi antara materi dengan cahaya,
dengan cara melewatkan cahaya yang mempunyai panjang gelombang tertentu pada
cahaya, menghasilkan sinar spektrum dari berbagai warna dengan panjang gelombang
tertentu. Cahaya yang dimaksud dapat berupa cahaya visibel, UV dan inframerah,
sedangkan materi dapat berupa benda padat maupun benda cair. Spektrofotometer
warna digunakan standar warna hitam dan putih. Warna dari permukaan objek dan
kecerahan dapat mempengaruhi hasil warna, oleh karena itu standar penyinaran D65
dengan menggunakan latar belakang hitam. (Gambar 2.11) (Shillingburg dkk. 2012;
Anusavice 2004; O’Brien 2002; Rosentiel dkk. 2004; Bahar 2012; Chu dkk. 2010).
a. Sumber sinar polikromatis berfungsi sebagai sumber sinar polikromatis dengan berbagai
yang berasal dari sumber sinar polikromatis menjadi cahaya monokromatis. Jenis
monokromator yang saat ini banyak digunakan adalah gratting atau lensa prisma dan
Spektrofotometer UV, VIS dan UV-VIS menggunakan kuvet persegi panjang sebagai
tempat sampel.
d. Detektor berfungsi menangkap cahaya yang diteruskan dari sampel dan mengubahnya
e. Read out merupakan suatu sistem baca yang menangkap besarnya isyarat listrik yang
Sumber: http://wanibesak.wordpress.com/2011/07/04/pengertiandasar
spektrofotometer-vis-uv-uv-vis/
Spektrofotometri Vis menggunakan sinar cahaya tampak (visible), yaitu lampu wolfram.
Cahaya visible termasuk spektrum elektromagnetik yang dapat ditangkap oleh mata
3. Spektrofotometri UV-Vis
Menggunakan dua buah sumber cahaya berbeda, yaitu sumber cahaya UV dan sumber
cahaya visible. Untuk sistem spektrofotometri, UV-Vis paling banyak tersedia dan
72
paling populer digunakan, dan dapat digunakan baik untuk sampel berwarna dan tidak
berwarna.
Spektrofotometri ini berdasar pada penyerapan panjang gelombang infra merah. Cahaya
infra merah terbagi menjadi infra merah dekat, pertengahan, dan jauh.
faktor, antara lain: faktor-faktor penentuan warna di klinik, komunikasi yang baik antara
laboratorium (Rosentiel dkk. 2004). Faktor-faktor penentuan warna di klinik, termasuk teknik
penentuan warna, sumber cahaya, metamerisme, keadaan lingkungan, operator, dan posisi
pasien. Faktor lain di klinik yang juga harus dipertimbangkan dalam mencapai keberhasilan
warna pada mahkota keramik-logam diantaranya ketebalan preparasi gigi penyangga yang
dilakukan oleh dokter gigi berkisar 1,2-2,0 mm (Wee dkk. 2002; Al-Hamdan dkk. 2010; Paul
dkk. 2004; Li dkk. 2009; Hen dkk. 2012; Corcodel dkk. 2010; Mclaren & Schoenbaum
2011; Hassel dkk. 2005; Raigrodski dkk. 2006; Ginting 2003; Awinashe dkk., 2010;
Corcodel dkk. 2009; Dosari dkk. 2010). Faktor-faktor penyesuaian warna di laboratorium,
porselen, siklus glazing porselen, jenis porselen, perbandingan antara bubuk porselen dengan
cairan pada saat pengadukan, dan jenis logam (Baharin dkk.,2013; Lakatos dkk. 2007;
Janardanan dkk. 2012; Anitha dkk. 2013; Chaiyabutr dkk. 2011; Xie dkk. 2009; Cheung &
73
Darvell 2002; Marquez dkk. 2008; Naik dkk. 2011; Jacobs dkk. 1987; Kourtis dkk. 2004;
Jarad dkk. 2006; Corciolani & Vichi 2006; Fazi dkk. 2009).
warna, dan warna gigi asli bervariasi (polikromatik), sedangkan shade guide yang
tersedia tidak cukup untuk menirukan semua variasi warna gigi asli tersebut.
(Shillingburg dkk. 2012; Anusavice 2004; O’Brien 2002; Rosentiel dkk. 2004).
lain:
Ada dua teknik penentuan warna yang sering dipakai untuk memaksimalkan
kesesuaian warna porselen dalam Kedokteran Gigi, antara lain: teknik penentuan
warna secara visual dan teknik penentuan warna instrumental. Penentuan warna
Sistem yang paling banyak dipergunakan pada teknik penentuan warna secara visual
Beberapa jenis shade guide visual yang beredar di pasaran (Li dkk. 2009), antara
lain:
74
a. Vita Lumin Vacuum Classical (VITA Zahnfbrik, Bad Sackingen, Germany pada tahun
1960).
Jenis shade guide ini memiliki 16 warna, yaitu A1-A4 (merah-cokelat), B1-B4 (merah-
b. Vitapan 3D-Master (VITA Zahnfbrik, Bad Sackingen, Germany pada tahun 1998).
Jenis shade guide ini memiliki 26 warna, antara lain:1M1, 1M2, 2M1, 2M2, 2M3,
2L1.5, 2L2.5, 2R1.5, 2R2.5, 3M1,3M2, 3M3, 3L1.5, 3L2.5, 3R1.5, 3R2.5, 4M1, 4M2,
4M3, 4L1.5, 4L2.5, 4R1.5, 4R2.5, 5M1,5M2, 5M3. Urutan penentuan warna lebih
sistematis, dimulai dari penentuan value, chroma dan hue (Gambar 2.15).
75
Modifikasi disain terbaru dari Vita 3D-Master adalah Vita Linearguide 3D-
Master (Corcodel 2010). Perbedaannya dengan Vita 3D-Master adalah shade guide
disusun linear dan dibagi atas enam bagian, antara lain satu value, dan lima
Terdiri dari 38 warna, dibagi atas tiga bagian menurut tingkat kecerahan, antara lain:
value minus, value standard dan value plus. Sistem penentuan warna dimulai dari hue,
Umumnya shade guide visual yang sering dipakai di klinik adalah Vita Shade 3D-
Master, karena memiliki keunggulan kualitas warna yang dihasilkan lebih akurat. Sedangkan
warna gigi pasien yang paling banyak ditemukan adalah warna 3M2, atau A3 pada Vitalumin
Classical (Al-Hamdan dkk. 2010; Paul dkk. 2004; Li dkk. 2009; Hen dkk. 2012; Corcodel
dkk. 2010).
Prosedur penentuan warna berdasarkan shade guide Vita 3D-Master, antara lain:
• Pegang shade guide setentang lengan pasien, posisi pasien dalam keadaan tegak.
• Mulai memilih kelompok yang paling gelap (value: 5). Contohnya: terpilih kelompok
no 3.
b. Menentukan chroma
• Pada tingkatan value yang telah ditentukan, pilih kelompok hue paling tengah (M),
kemudian untuk menentukan chroma pisahkan ketiga warna pada M seperti kipas,
dan pilih salah satu di antara ketiga warna yang terpilih. Contohnya: 3M2.
79
• Cocokkan warna telah dipilih ke gigi asli, bila lebih merah pilih R, atau lebih kuning
Teknik penentuan warna secara visual ini memiliki beberapa kelemahan, antara lain bersifat
subjektif, artinya hasil warna dapat berbeda, tergantung kondisi mata individu yang
memeriksa, keahlian dan pengalaman operator dalam menentukan warna berdasarkan jenis
shade guide yang dipakai, sehingga warna yang dihasilkan kurang maksimal (Sikri 2010;
Sistem yang paling banyak dipergunakan pada teknik penentuan warna secara
Commission Internationale de 1'Eclairage pada tahun 1978. Sistem ini memakai tiga
80
dimensi warna, antara lain: L*, a* dan b*. Teknik penentuan warna secara
dan lebih akurat, namun masih jarang dipakai di klinik oleh karena biayanya mahal.
Para peneliti banyak memakai alat pengukur warna di laboratorium dengan alat
spektroforometer, karena alat ini memiliki keakuratan yang lebih tinggi terhadap nilai
perbedaan warna porselen yang dihasilkan jika dibandingkan dengan alat pengukur
warna yang lain, seperti kolorimeter (Shillingburg dkk. 2012; Anusavice 2004;
Yang termasuk sumber cahaya alami adalah sinar matahari. Sinar matahari
merupakan sumber cahaya yang paling baik digunakan untuk penentuan warna.
Waktu yang paling ideal dalam penentuan warna adalah pada siang hari ( jam 12
siang ) sampai dengan jam tiga sore, yaitu saat matahari tepat di atas kepala
Sumber cahaya yang disarankan adalah Cahaya Standar (Diffused North Noon
b. Fluorescent light
biru.
c. Incandescent light
2.4.1.3 Metamerisme
dilihat pada dua sumber cahaya yang berbeda, misalnya warna suatu benda yang
dilihat di bawah sinar matahari akan berbeda bila warna benda tersebut dilihat di
bawah sinar fluorescent (Shillingburg dkk. 2012; Anusavice 2004; O’Brien 2002;
2.4.1.4 Lingkungan
berwarna cerah, tidak memakai lipstik atau make-up, pastikan seluruh gigi dalam rongga
mulut sudah bersih, gigi tidak boleh dikeringkan (Joiner 2004). Li dkk. 2009 dalam
penelitiannya bahwa selama proses penentuan warna berlangsung, pasien sebaiknya memakai
handuk berwarna abu-abu pada lehernya dan tidak memakai lipstik (Li dkk. 2009).
2.4.1.5 Operator
82
mata operator. Dosari dkk. 2010 dalam penelitiannya menyatakan bahwa perlunya keahlian
dan pengalaman baik dokter gigi maupun teknisi di laboratorium, serta bekerja sama dengan
Posisi pasien pada saat penentuan warna di dental unit sebaiknya dalam keadaan
tegak. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Baharin dkk. (2013) yang
membandingkan antara posisi tegak (upright position) dengan setengah tegak (supine
baik dan jelas untuk mendapatkan hasil yang maksimal dalam menentukan dan
beberapa ketentuan yang harus dimiliki oleh dokter gigi menurut American Dental
Association (ADA) untuk meningkatkan hubungan yang baik antara dokter gigi
1. Dokter gigi memberikan instruksi yang jelas secara tertulis disertai tanda tangan
tentang hal-hal yang akan dilakukan oleh teknisi sehubungan dengan gigitiruan
2. Dokter gigi harus memiliki bahan cetak yang akurat, model, catatan interoklusal
3. Dokter gigi harus menandai daerah tepi, outline model, dan disain gigitiruan
5. Intruksi secara verbal jika ada modikikasi yang diperlukan sehubungan dengan
7. Memiliki shade guide yang sama dengan jenis bahan yang tersedia di
laboratorium.
cetakan, model serta catatan interoklusal atau model yang telah ditanam di
artikulator.
2. Mengevaluasi kembali kasus pada model yang telah dikirim oleh dokter gigi.
3. Menyesuaikan warna gigitiruan yang telah diinstruksikan oleh dokter gigi dengan
warna shade guide yang tersedia di laboratorium. Perlunya informasi yang jelas
tentang jenis shade guide yang dipakai di laboratorium kepada dokter gigi, dan
shade guide yang tersedia di laboratorium harus sama dengan jenis bahan yang
dipakai.
4. Memberitahukan segera kepada dokter gigi apabila ada pekerjaan yang tidak
belah pihak.
6. Menjelaskan bahan yang dipakai pada pembuatan gigitiruan kepada dokter gigi.
perbandingan antara bubuk porselen dengan cairan pada saat pengadukan, jenis
logam dan ketebalan lapisan porselen porselen (Lakatos dkk. 2007; Janardanan 2012;
Anitha dkk. 2013; Chaiyabutr dkk. 2011; Xie dkk. 2009; Cheung dkk. 2002; Marquez
dkk. 2008; Naik dkk. 2011; Jacobs dkk. 1987; Kourtis dkk. 2004; Jarad dkk. 2006;
Corciolani dkk. 2006a, 2009b, 2010c; Fazi dkk. 2009; Ozcelik dkk. 2008; Reddy dkk.
2012; O’Brien dkk. 1994; Woolsey dkk. 1984; Wood 2007; Hammad dkk.1996).
porselen terdiri atas tiga bagian, yaitu: lapisan opak, lapisan dentin (body porcelain),
dan apisan enamel (incisal porcelain) (Shillingburg dkk. 2012; Anusavice 2004;
O’Brien 2002; Rosentiel dkk. 2004). Woolsey dkk (1984) menyatakan bahwa
keopakan alami lapisan opak terlihat pada ketebalan lapisan di bawah 0.5 mm, dan
konsentrasi oksida logam pada lapisan opak biasanya lebih kecil dari 15%. Barghi
85
dkk. & Terrada dkk. (dikutip dari Kourtis dkk. 2004) menyatakan bahwa ketebalan
lapisan opak 0,2-0,3 mm dapat menutup oksida logam, dan ketebalan lapisan opak
lebih dari 0,3 mm tidak mempengaruhi perubahan warna porselen. Corciolani dkk.
(2006) menyatakan bahwa restorasi keramik-logam sebaiknya di bawah 1.5 mm, dan
ketebalan lapisan warna (opak dan dentin) berkisar 0,2-0,4 mm. Chiche, dkk (dikutip
dari Fazi dkk. 2009) menyatakan bahwa ketebalan lapisan opak sebaiknya setipis
mungkin (0,10-0,15 mm) dapat menutup koping logam. Jacob dkk. (1987)
mengevaluasi perubahan nilai hue, value dan chroma secara visual dan instrumental
dengan alat spektrofotometer terhadap lapisan porselen dentin dengan ketebalan 0,5;
1,0; dan 1,5 mm, pada spesimen gold-platinum-palladium, high palladium, Ni-Cr
dengan ketebalan logam 0,5 mm, dan lapisan opak dengan ketebalan antara 0,09-0,12
mm. Dari hasil penelitiannya menyatakan bahwa lapisan porselen dentin dengan
ketebalan 1 mm menghasilkan warna yang lebih baik pada ketiga jenis logam.
warna yang dihasilkan, dengan memvariasikan ketebalan lapisan base dentin (0,25;
0,30, 0,35; 0,40; 0,45; 0,70; 0,75; 0,90 mm), transparant dentin (0,35; 0,40; 0,45;
0,50; 0,45; 0,65; 0,75 mm), dan lapisan enamel (0,15; 0,20; 0,30; dan 0,50 mm),
ketebalan logam 0,3 mm, serta ketebalan lapisan opak 0,15 mm. Lapisan base dentin
yang lebih tebal menghasilkan warna kromatik yang lebih tinggi. Chiche, dkk (dikutip
dari Fazi dkk. 2009) menyatakan bahwa ketebalan lapisan porselen translusen (dentin
dan enamel) sebaiknya 1,0 mm untuk menghasilkan warna yang sesuai dengan shade
mempengaruhi porositas dan warna lapisan poselen dentin (Shillingburg dkk. 2012;
a. Teknik getaran
Metode ini sangat berguna untuk membuang kelebihan air pada saat pelapisan porselen.
Teknik getaran dapat secara manual maupun dengan ultrasonik. Kondensasi secara
kontrol yang lebih baik pada saat proses pelapisan setiap lapisan porselen.
b. Spatulation technique
c. Brush technique
Bubuk porselen kering ditambahkan pada permukaan porselen dengan bantuan brush
menutup warna logam di bawahnya, serta menyatukan logam dengan lapisan opak
(Shillingburg dkk. 2012; Anusavice 2004; O’Brien 2002; Rosentiel dkk. 2004).
opak, lapisan dentin, dan lapisan enamel. Proses pembakaran porselen juga sangat
2004; O’Brien 2002; Rosentiel dkk. 2004; Cheung & Darvell 2002; Marquez dkk.
koping logam. Dalam bidang kedokteran gigi, aplikasi logam biasanya digunakan
88
dalam bentuk aloi. Aloi adalah bahan yang memiliki bahan dasar dua atau lebih
logam, biasanya sedikitnya 4-8 bahan logam. Logam yang dipergunakan pada
(Shillingburg dkk. 2012; Anusavice 2004; O’Brien 2002; Rosentiel dkk. 2004).
Kourtis dkk. 2004, menyatakan bahwa warna yang dihasilkan pada spesimen
keramik-logam dipengaruhi oleh jenis koping logam dan porselen yang dipakai.
Logam ini memiliki kandungan logam noble lebih besar dari 60% dan 40% emas.
Koefisien ekspansi panas emas sangat tinggi (14 x 10-6 0C), sedangkan koefisien
ekspansi panas porselen sangat rendah (2-4 x 10-6 0C), sedangkan porselen yang akan
melekat dengan koping logam harus mempunyai temperatur pembakaran dan koefisien
ekspansi panas yang hampir sama, sehingga untuk menyeimbangkan koefisien ekspansi
panas keduanya, perlu penambahan palladium atau platinum pada logam emas. Mahkota
keramik-logam dengan bahan logam emas memiliki hasil warna yang lebih sesuai
dengan warna gigi asli, tahan terhadap korosi, tidak terjadi perubahan warna karena
tidak mengandung silver, lebih lunak jika dibandingkan dengan logam lainnya sehingga
waktu pengerjaan di laboratorium lebih cepat, namun logam emas harganya sangat
89
mahal. Ozcelik TB., dkk., 2008, menyatakan bahwa ketebalan lapisan opak 0,1 mm yang
diaplikasikan pada logam Ni-Cr dan Co-Cr tidak dapat memberikan perubahan warna
pada gigitiruan keramik-logam, namun terdapat perbedaan warna yang signifikan jika
lapisan opak 0,1 mm diaplikasikan pada logam Au-Pd yang berfungsi sebagai kelompok
logam dengan bahan campuran logam dengan emas (Au) dan bahan porselen Vita
Omega, menghasilkan warna yang paling sesuai dengan shade guide yang dipakai.
2. Aloi noble (palladium-silver dan high palladium), terdiri dari logam noble 25%. Logam
ini cenderung lebih murah dibandingkan dengan logam emas, tahan terhadap korosi,
modulus elastik lebih tinggi, namun memiliki kekurangan yaitu memiliki kecenderungan
3. Predominately base metal aloi (Ni-Cr, Ni-Cr-berillium, Co-Cr, dan titanium). Logam ini
terdiri dari < 25% logam noble. Logam ini memiliki kekerasan yang lebih tinggi jika
dibandingkan dengan logam noble dan harganya lebih murah. Kekuatan untuk menahan
korosi sangat tergantung pada sifat kimianya. Oleh karena itu logam ini sebaiknya
dkk. 2004).
membentuk lapisan oksida. Proses oksidasi dilakukan pada temperatur 960-980°C sesuai
instruksi pabrik. Lapisan oksida menyebarkan dan memantulkan cahaya sehingga dapat
90
menutup warna logam di bawahnya, serta berfungsi untuk menyatukan logam dengan lapisan
porselen pada saat siklus pembakaran. (Rokni & Baradaran 2007; Rathi dkk. 2011).
Jenis porselen, seperti Vita Omega, Vita VMK, Shofu Vintage, Ivoclar, dan
lain-lain. Jenis porselen yang berbeda menghasilkan warna yang berbeda (Lakatos
dkk. 2007). Reddy dkk. (2012) meneliti perbedaan warna yang dihasilkan oleh dua
jenis porselen yang berbeda (Vita dan Ivoclar) dengan ketebalan lapisan dentin dan
enamel 0,5; 1,0 dan 1,5 mm, ketebalan lapisan opak 0,1 mm, pada logam Ni-Cr
dengan ketebalan 0,4 mm. Total ketebalan gigitiruan keramik-logam menjadi 1,0
mm, 1,5 mm dan 2,0 mm. Dari hasil penelitiannya menyatakan bahwa jenis porselen
Ivoclar dengan ketebalan 2 mm menghasilkan warna yang lebih sesuai dengan shade
guide.
atas permukaan koping logam. Pengadukan lapisan porselen dapat dilakukan dengan
dua metode, antara lain: metode satu kali pengadukan dan metode pengadukan lapis
demi lapis (incremental), yaitu dengan beberapa kali pengadukan (Shillingburg dkk.
porselen terhadap fraktur (Shillingburg dkk. 2012; Anusavice 2004; O’Brien 2002;
1. Ada pengaruh ketebalan lapisan opak 0,2 mm dengan lapisan dentin 0,5; 0,7;
2. Ada pengaruh ketebalan lapisan opak 0,3 mm dengan lapisan dentin 0,5; 0,7;
3. Ada perbedaan pengaruh ketebalan lapisan opak 0,2 dan 0,3 mm dengan lapisan
dentin 0,5; 0,7; dan 1,0 mm terhadap kesesuaian warna pada mahkota keramik-
logam.
4. Ada perbandingan pengaruh ketebalan lapisan opak 0,2 dan 0,3 mm dengan
lapisan dentin 0,5; 0,7; dan 1,0 mm terhadap kesesuaian warna pada mahkota
keramik-logam.