Anda di halaman 1dari 5

TUGAS FITOKIMIA II

DETEKSI ALKLOID

Nama : Veren N. Mamangkey


NIM : 18101105035
Kelas : Farmasi A 2018

1. Kalium raksa (II) klorida (Pereaksi Meyer)


Jurnal : Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak Daun Salam (Syzygium polyanthum) Dengan
Menggunakan 1,1-Difenil-2-Pikrilhidrazil (Bahriul, P. et al, 2014).
Prosedur deteksi :
Ekstrak daun salam dibuat dengan mengekstraksi 30 gram serbuk masing-masing
daun salam (daun muda, daun setengah tua, daun tua) secara maserasi dengan pelarut etanol
hingga terekstraksi sempurna. Simplisia direndam dalam pelarut etanol absolute sebanyak
300 mL selama 2 x 24 jam. Setelah 2 x 24 jam filtrat yang diperoleh disaring dan residunya
dimaserasi kembali dengan pelarut etanol. Hasil ekstraksi selanjutnya dipekatkan dengan
menggunakan rotary vacuum evaporator.
Uji alkaloid : Sejumlah 0,1 gram ekstrak daun salam ditambahkan dengan 5 mL
etanol absolut, kemudian ditambahkan dengan Reagen Mayer setetes demi setetes.
Terbentuknya endapan yang berwarna merah sebagai indikator reaksi positif adanya alkaloid.

2. Kaliumbismutiodida (Pereaksi Dragendorf)


Jurnal : Isolasi, Identifikasi, Dan Elusidasi Struktur Senyawa Alkaloid Dalam Ekstrak
Metanol-Asam Nitrat Dari Biji Mahoni Bebas Minyak (Swietenia Macrophylla,
King) (Musiti, S. et al, 2013).
Prosedur deteksi :
Sebanyak 30 gram biji mahoni (Swietenia macrophylla, King) dikeringanginkan di
udara terbuka beberapa saat (untuk mengurangi kandungan airnya), kemudian biji mahoni
tersebut dicincang untuk selanjutnya dilakukan ekstraksi sokhlet menggunakan petroleum
sebanyak 300 mL selama 8 jam. Ekstrak petroleum eter diuapkan sampai semua pelarut
hilang. Ampas hasil ekstraksi dibebaskan dari pelarutnya dengan cara diangin-anginkan,
kemudian dilakukan penggerusan.
Sebanyak 1 gram ampas biji mahoni bebas minyak dicampur dengan 1 mL larutan
asam nitrat 10%, kemudian ditambah 5 mL metanol dalam erlenmeyer bertutup disertai
pengocokan selama 5 menit pada suhu 60C menggunakan penangas air, setelah itu
disaring, ditambah 1 mL larutan amonia 10% dan kemudian disaring lagi. Filtrat lalu
didinginkan dan dipekatkan untuk digunakan sebagai cuplikan dalam kromatografi lapis tipis.
Pelat kromatografi lapis tipis yang siap pakai dipotong dengan ukuran 10x10 cm,
kemudian keempat cuplikan biji mahoni ditotolkan pada jarak 1 cm dari dasar pelat. Masing-
masing totolan cuplikan diberi jarak 2 cm satu sama lain dan dibiarkan beberapa saat. Pelat
yang sudah diberi totolan kemudian dimasukkan ke dalam bejana KLT yang sudah jenuh
dengan uap eluen. Setelah pemisahan senyawa mencapai batas pelarut pada ujung pelat, pelat
KLT segera diangkat. Untuk mencari pelarut yang terbaik maka masing-masing cuplikan
diuji pada berbagai komposisi pelarut. Komposisi pelarut yang terbaik digunakan untuk
memisahkan senyawa-senyawa dalam biji mahoni pada kromatografi kolom.
Sebanyak 10 gram ampas biji mahoni bebas minyak dicampur dengan 10 mL larutan
asam nitrat 10%, kemudian ditambah metanol sebanyak 10 mL dalam erlenmeyer bertutup
disertai pengocokan selama 5 menit pada suhu 60C dengan menggunakan penangas air,
setelah itu disaring, ditambah 10 mL larutan amonia 10% dan disaring lagi. Filtrat yang
diperoleh didinginkan dan diuapkan sampai pelarutnya habis, kemudian ditimbang. Filtrat ini
kemudian dilarutkan kembali untuk digunakan sebagai cuplikan pada kromatografi kolom.
Sebagai penyerap pada kolom digunakan silika gel 40, panjang kolom 27 cm, diameter 2,8
cm, pelarut yang digunakan sesuai dengan hasil pada kromatografi lapis tipis, serta jumlah
tetesan 15-20 per menit.
Setiap fraksi yang diperoleh dari kromatografi kolom dianalisis dengan kromatografi
lapis tipis menggunakan lampu UV. Uji alkaloid dilakukan dengan pereaksi Dragendorff 130
dan 132. Fraksi yang positif terhadap pereaksi Dragendorff dianggap sebagai fraksi yang
mengandung alkaloid. Kemudian fraksi ini dianlisis lebih lanjut untuk identifikasi struktur
dengan GC, spektrometer IR, UV, dan HNMR.

3. Asam Pikrat (Pereaksi Hager)


Jurnal : Isolasi Dan Identifikasi Senyawa Flavonoid Dari Daun Jamblang (Syzygium
Cumini) (Gafur, M. et al. 2012)
Prosedur deteksi :
Sampel berupa daun Jamblang (Syzygium cumini) yang segar dikumpulkan dan
dikeringkan dengan cara diangin-anginkan di udara terbuka yang terlindung dari sinar
matahari kemudian dirajang hingga halus.
Sebanyak 400 gram sampel berupa serbuk halus daun jamblang (Syzygium cumini)
dimaserasi dengan metanol selama 4×24 jam, setiap 24 jam pelarut diganti dengan yang baru
hingga filtrat tidak berwarna. Filtrat dipekatkan dengan evaporator pada suhu 40 ºC sehingga
menghasilkan ekstrak kental metanol. Ekstrak kental metanol disuspensi dengan
perbandingan metanol:air (2:1) dan dipartisi berturut-turut dengan n-heksan, etil asetat
sehingga diperoleh masing-masing partisi dari fraksi tersebut. Hasil partisi dari fraksi- fraksi
tersebut dievaporasi pada suhu 30-40 ºC sampai diperoleh ekstrak dari n-heksan, etil asetat,
dan ekstrak air.
Uji Alkaloid : 0,1g ekstrak metanol dilarutkan dengan 10 mL kloroform amoniakal
dan hasilnya di tempatkan pada tabung. Kemudian dilakukan pengujian dengan pereaksi
Hager. Jika terbentuk endapan maka sampel tersebut positif (+) alkaloid.

4. Asam Fosfomolibdat (Pereaksi Sonnenschein)


Jurnal : Aktivitas Antioksidan Ekstrak Etanol dan Fraksi Etil Asetat Daun Kemangi
(Ocimum basilicum L.) dengan Metode Fosfomolibdat (Warsi. et al. 2017)
Prosedur deteksi :
Daun kemangi sebanyak 1,5 Kg dikeringkan di almari pengering pada suhu 50°C.
Daun kering kemudian diblender dan diayak dengan ayakan nomor 70 mesh. Serbuk daun
kering sebanyak 200 g diawalemakkan dengan ditambahkan petroleum eter 1:4. Ampas hasil
pengawalemakan dimaserasi dengan etanol 70 % dan difraksinasi menggunakan etil asetat
mengikuti prosedur sebagaimana telah dilaporkan sebelumnya oleh Warsi & Sholichah.
Simplisia daun kemangi ditetapkan susut pengeringan menggunakan alat halogen
moisturizer analyzer. Serbuk diletakkan di atas lempeng alumunium foil (khusus) kemudian
dimasukkan ke dalam alat halogen moisturizer analyzer. Replikasi dilakukan sebanyak 3 kali.
Sebanyak 3,0 mL asam sulfat ditambahkan 0,199 gram natrium fosfat dan 0,247 gram
ammonium molibdat. Ketiganya dilarutkan dalam aquadest hingga volume tepat 50,0 mL.
Penentuan aktivitas antioksidan dengan metode ini mengikuti prosedur yang telah dilaporkan
oleh Prieto dkk.

5. Asam Siliko Wolframat


Jurnal : Efek Pemberian Fraksi Yang Mengandung Alkaloid Dari Bunga Kembang Sepatu
(Hibiscus Rosa-Sinensis L.) Varietas Merah Tunduk Terhadap Aktivitas Mukolitik
Secara In Vitro (Afiyati, A. et al. 2013)
Prosedur deteksi :
Ekstrak etanolik yang diperoleh dipartisi dengan akuades dan etil asetat menggunakan
corong pisah. Ekstrak kental etanolik dilarutkan dalam akuades dengan perbandingan 1:5,
yang berarti setiap 1 gram ekstrak etanolik dilarutkan dalam 5 mL akuades. Sebanyak 43
gram ekstrak kental etanolik dilarutkan dalam 215 mL akuades. Kemudian larutan
dimasukkan ke dalam corong pisah dan disari menggunakan etil asetat dengan volume yang
sama. Campuran digojog secukupnya dan kemudian didiamkan agar cairan penyari dan
pelarut memisah. Fase air diambil dan disari kembali sampai dengan tiga kali penyarian.
Selanjutnya fraksi air diuapkan di atas penangas air sambil diangin-anginkan hingga
diperoleh ekstrak kental. Ekstrak yang diambil adalah ekstrak yang tidak larut etil asetat
(larut air). Ekstrak yang tidak larut etil asetat kemudian ditimbang dan dihitung rendemennya.
Ekstrak yang tidak larut etil asetat difraksinasi menggunakan alat Kromatografi Cair
Vakum (KCV). Fase gerak yang digunakan yaitu campuran etil asetat dan metanol dengan
berbagai tingkat kepolaran. Mula-mula dibuat dulu sampel ekstrak. Sebanyak 2,5 gram
ekstrak kental ditambah dengan 2 mL metanol dan dicampur homogen. Kemudian
ditambahkan silika sebanyak 5 gram sedikit demi sedikit sambil dicampur hingga ekstrak
metanol tersalut oleh silika dan dihomogenkan menggunakan mortir dan stamper. Campuran
fase gerak divorteks agar homogen.
Kemudian kolom KCV dipersiapkan secara packing kering. Vakum harus selalu
dinyalakan saat packing kolom. Bagian dasar kolom diisi dengan kertas saring, kemudian
sebanyak 13 gram silika dimasukkan sedikit demi sedikit dan dipadatkan. Selanjutnya ekstrak
yang sudah disalut dengan silika dimasukkan sedikit demi sedikit, dipadatkan, dan diratakan
permukaannya kemudian atasnya diberi kapas agar kolom packing tidak rusak sewaktu
penambahan fase gerak. Setelah kolom KCV siap, fase gerak pertama pada tabel I
dimasukkan, dan diambil fraksinya. Kemudian dilanjutkan dengan fase gerak berikutnya
secara berurutan. Sebelum memasukkan fase gerak berikutnya terlebih dahulu kolom
ditunggu hingga benar-benar kering dari fase gerak sebelumnya. Fase gerak yang dialirkan
dimulai dari fase gerak yang relatif non polar ke polar dan diperoleh 7 fraksi dari 7 macam
fase gerak. Setiap fraksi yang diperoleh dilakukan analisis kromatografi lapis tipis (KLT)
untuk mengetahui fraksi yang mengandung alkaloid. Fraksi yang mengandung alkaloid
diuapkan menggunakan cawan porselen di atas penangas air. Selanjutnya ditimbang dan
dihitung rendemennya.
Fraksi yang diperoleh dari hasil KCV diidentifikasi kandungan metabolitnya dengan
KLT. Sistem KLT yang digunakan yaitu fase normal dengan fase diam berupa silika gel 60
F254 dan fase gerak berupa etil asetat: metanol (1:5) v/v. Hasil KLT dilakukan identifikasi
bercak secara nondestruktif dengan menggunakan lampu UV 254 nm dan UV 366 nm dan
destruktif. Dari hasil identifikasi dapat diketahui fraksi yang mengandung alkaloid,
selanjutnya dilakukan uji pengendapan alkaloid untuk memastikan keberadaan alkaloid pada
fraksi tersebut. Fraksi tersebut dilarutkan dengan sedikit asam klorida 2N, dipindahkan ke
gelas arloji sebanyak 3 tetes dan direaksikan dengan larutan uji pengendapan yaitu Asam
Siliko Wolframat. Pada gelas arloji diamati terbentuk endapan atau tidak. Fraksi dikatakan
positif mengandung alkaloid jika terbentuk endapan.

Anda mungkin juga menyukai