Anda di halaman 1dari 59

ALKALOID INDOL

Kelompok 5
Ayu Annisa (1306480843)
Dyah Karina (1306480521)
Mia Narulita
(1306480572)
Monica Angeline
(1306408542)
M. Fridho Damora (1306480591)
Nilam Sartika
(1306408454)

Alkaloid indol merupakan

alkaloid heterosiklik derivat


triptofan
Senyawa ini memiliki struktur
bisiklik, yang terdiri dari struktur
benzene yang terikat pada gugus
cincin pirol (benzopyrrole).

Beberapa alkaloid indol memberikan aktivitas farmakologi

yang cukup banyak, namun efek yang sangat berbeda dapat


diperoleh bahkan dari satu genus alkaloid. Contohnya pada
alkaloid Strychnos : strychnine berperan dalam kontraksi
otot, toxiferin berperan sebagai relaksan otot
Berikut adalah kelompok alkaloid indol yang banyak
digunakan secara klinis
Alkaloid ergot : ergometrine yang bekerja langsung pada kontraksi otot

uterus, ergotamin untuk meredakan migrain, dan alkaloid modifikasi,


bromocriptiene yang menekan laktasi dan diaplikasikan untuk
pengobatan mammary carcinoma
Alkaloid Rauwolfia : Reserpine, pelopor obat penenang
Alkaloid Catharanthus : Vinblastine dan vincristine,
Antileukemia/ antikanker

Alkaloid Terpenoid Indol


Rauwolfia serpentine

Catharanthus roseus

Mengandung berbagai alkaloid


indol (0,7-2,4%); hanya 0,15-0,2%
berupa senyawa terapi aktif yang
diinginkan

Mengandung alkaloid yang


bersifat antikanker

Reserpin dan deserpine


(antihipertensi dan penenang),
rescinnamine,

Vinblastine, vincristine yang


mengandung catharantine dan
vindoline

Serpentine, ajmalicine, ajmaline

EKSTRAKSI

Ekstraksi Rauwolfia serpentina

Sokhlet
100 mg serbuk
diekstraksi
menggunakan 5 ml
metanol selama 20
menit

Ekstrak diuapkan
sampai kering di
evaporator soxhlet

Ekstrak kasar yang


diperoleh dilarutkan
dalam 100 ml 0,01 M
HCl

Ekstrak mentah

Larutan ekstrak
disaring, pH
disesuaikan menjadi
6,0 dengan
menambahkan 0,01 M
NaOH

Ekstraksi Catharanthus roseus

Maserasi
25 g bubuk dari daun C.
roseus ditempatkan
dalam sebuah bejana
maserasi dengan larutan
etanol berair 500 ml
80%

Tambahkan dengan
larutan etanol 80%
sebanyak 500 ml

Larutan ekstraksi
disaring dan
ditambahkan lagi 500
ml 80% etanol ke dalam
bejana maserasi selama
12 jam

Bejana maserasi
ditempatkan pada suhu
kamar selama 12 jam

Reflux
25 g daun C. roseus
bubuk ditambahkan
ke dalam labu bulat

Tambahkan dengan
larutan etanol 80%
sebanyak 500 ml

Proses ekstraksi dua


kali dipertahankan
pada 80 C selama
3 jam

Labu bulat kemudian


ditempatkan ke
dalam bak air dan
dihubungkan
dengan kondensor

ISOLASI

Klasifikasi Rauwolfia serpentina


Kingdom

: Plantae
Divisi : Spermatophyta
Subdivisi : Angiospermae
Kelas: Dycotyledoneae
Subkelas : Sympetalae
Ordo : Contortae
Famili : Apocynaceae
Genus : Rauwolfia
Spesies : Rauwolfia serpentina Benth

Isolasi
Kromatografi Lapis Tipis (KLT)
Isolasi alkaloid indol yang terdapat pada Rauwolfia serpentina
(ajmaline, ajmalicine, yohimbine dan reserpine) dapat dilakukan
dengan metode KLT menggunakan fase diam silica gel (silica gel60) dan fase geraknya adalah kloroform : metanol (97 : 3). Pita
fluorosensi akan terlihat dengan menyemprotkan reagen
Dragendorff secara merata di plat dan juga melihat plat dibawah
UV-transiluminator. Lihat warna pita dan hitung nilai Rf-nya.
High Performance Liquid Chromatography (HPLC)
Kolom yang digunakan adalah kolom Lichrosorb C-18 dan fase

geraknya yaitu asetonitril : buffer fosfat (35:65). Sebanyak 20l


diinjeksikan dengan kecepatan aliran 1 ml/min. Deteksi panjang
gelombang 268 nm.

Klasifikasi Catharanthus Roseus


Kerajaan : Plantae
Divisi

: Spermatophyta
Sub divisi : Angiospermae
Kelas
: Dicotyledoneae
Bangsa : Gentianales
Suku
: Apocynaceae
Marga : Catharanthus
Jenis
: Catharanthus roseus
Nama umum: Tapak dara
Nama daerah : Tapak liman
(Melayu); Tapak doro (Jawa).

Isolasi
Kromatografi Lapis Tipis
Fase diam silica gel (20x20 cm), menggunakan

chamber yang sudah dijenuhkan dengan etil


asetat : benzen : etil alkohol : 25% larutan
amonia (100 : 5 : 5 : 3). Sampel ditotolkan
dengan jarak dari bawah 8 mm, panjang pita 6
mm, jarak track 12 mm, jarak dari kiri 15 mm
dan ada 15 totolan. Disemprot dengan reagen
Dragendorff, dan 10% HCl, kemudian dicek
dengan TLC Scanner.

Beberapa Metode Persiapan Pengambilan Alkaloid


1.

Metode 1
5 kg serbuk C. Roseus direndam dengan asam tartrat (2%) secukupnya
selama 2 jam, kemudian benzen (9L) ditambahkan. Campuran dikocok
selama 30 menit dan benzen ditambahkan lagi. Prosedur ekstraksi
dilakukan dua kali. Ekstrak benzen dipekatkan di vacuo pada suhu 50C
sampai 150 ml. 300 ml asam tartrat ditambahkan dan benzen yang
tertinggal dihilangkan dengan vacuo pada suhu 50C. Larutan asam
kemudian difiltrasi dan filtratnya diekstraksi dengan metilen klorida.
Dibasahi dengan air sampai tidak asam, dikeringkan dengan sodium sulfat
anhidrat, difiltrasi dan dipekatkan sampai didapatkan fraksi kaya vindoline
(A). Setelah itu, larutan asam yang tertinggal diatur pHnya hingga 5,9
dengan larutan NH4OH dan diekstraksi dengan metilen klorida. Alkaloid
diekstraksi dengan asam sitrat 0,1M dan pH diatur kembali hingga 4,4
dengan larutan NH4OH kemudian kembali lagi diekstraksi dengan metilen
klorida. Dikeringkan dengan sodium sulfat anhidrat, difiltrasi dan
dipekatkan menghasilkan fraksi kayak vinblastin. pH diatur hingga 5,9
dengan larutan ammonia dan diekstraksi dengan metilen klorida untuk
menghasilkan fraksi kaya vincristine.

5 kg serbuk C.
roseus

Ekstrak kental
benzen

Larutan asam

+ asam tartrat
+ 9 L benzen

Ekstraksi dengan
metilen klorida
Dikeringkan
dengan sodium
sulfat anhidrat

Filtrat

Fraksi kaya
vindoline (A)

Residu

Fraksi kaya
vinblastin (B)

Residu

Fraksi kaya
vincristine (C)

Metode II
2.

5 kg serbuk C.roseus diekstraksi dengan methanol


80%. Ekstrak metanol dipekatkan pada suhu 50C
hingga kering. Residu dilarutkan di larutan asam tartrat
dan prosesnya sama dengan metode I untuk
menghasilkan fraksi kaya vinblastin. pH juga kemudian
diatur hingga 5,9 dengan larutan amonia dan alkaloid
diekstraksi dengan cara yang sama dengan metode I
untuk menghasilkan fraksi kaya vincristine.

5 kg serbuk C.
roseus

Ekstrak metanol

Dipekatkan

Ekstraksi dengan
methanol 80%

Ekstrak kental
Residu
Larutkan dgn
asam tartrat

Fraksi kaya
vinblastin (D)

Residu

Fraksi kaya
vincristine (E)

Metode III
3.

5 kg serbuk C. Roseus diperkolasi dengan metanol


95% masing-masing 1 jam. Ekstrak metanol kemudian
difiltrasi dan dipekatkan hingga 500 ml, di larutkan
dengan 200 ml air dan diasamkan dengan asam
sulfuric 1 N dan diekstraksi dengan etil asetat. Ekstrak
EtOAc diambil. Larutan yang tertinggal diatur pHnya
hingga 6,4 menggunakan larutan NH4OH dan
diekstraksi dengan metilen klorida. Ekstrak kemudian
dicuci dengan air sampai tidak asam, dikeringkan
dengan sodium sulfat anhidrat, disaring dan
dikeringkan untuk menghasilkan fraksi alkaloid
vinblastine.

5 kg serbuk C.
roseus

Ekstrak metanol

Perkolasi dengan
metanol 95%

Filtrasi dan Dipekatkan,


dilarutkan dengan air
dan diasamkan
Ekstraksi
dengan etil
asetat

Ekstrak EtOAc
Residu
Atur pH dgn
NH4OH,
ekstraksi dgn
metilen klorida,
cuci air,
keringkan,
saring
Fraksi kaya vinblastin
(F)

IDENTIFIKASI INDOL
Ayu Annissa
1306480843

Rauwolfia serpentina L.
Analisis Fitokimia

Analisis Kualitatif menggunakan Thin Layer

Chromatography (TLC)
Plat silica gel-60
Fase gerak = Kloroform : metanol (97:3)
Plat disemprotkan dengan reagen Dragendorff kemudian dilihat

dibawah sinar UV -> warna biru dan hijau


Nilai Rf dihitung dan dibandingkan dengan standar.

Catharanthus roseus
Alkaloid standar (vinblastine, vindoline, ajmalicine, catharanthine, and
vinleurosine) disiapkan dengan melarutkan masing-masing 10 mg
dalam 5 ml etanol. Kemudian alkaloid standar diencerkan dengan
metanol mulai dari 1:100, 4:400, 2:200, 2:200 dan 1:100 mg/ml
Serbuk sampel (10g batang kering). 5 g di ultrasonikasi dengan asam
sulfat 50mL 3% selama 30 menit. Campuran disaring dan pH
disesuaikan dengan 4 ml amonia 3% air. Setelah itu, cairan
dipisahkan dengan 20 mL diklorometana, lapisan organik dihilangkan
(kadang diperlukan sentrifugasi untuk memisahkan kedua fase).
Prosedur yang sama diulang tigakali. Lapisan organik digabung dan
diuapkan di vakum, dan residu dilarutkan dengan 5,0 mL methanol.
Sebelum di injeksi, semua sampel disaring dengan 0,45 mm filter
membran nilon.
Kondisi LC-MS : positive-ion mode (ESI+); nitrogen drying gas
10L/min; nebulizer 40psi; gas temperature 350oC; compound stability
80%; mass range 100-1000m/z
Dilakukan analisis

ANALISIS KUANTITATIF
ALKALOID INDOL
Mia Narulita Putri

Rauwolfia serpentina

Alat
HPTLC Sample Applicator
(Camag Linomat 5)
Chamber / Bejana KLT
TLC Scanner

Bahan
Lempeng Silika Gel uk. 20
10 cm
Kloroform : Toluena : Etil
Asetat : Dietilamin (7:7:4:1)
Larutan Standar: 40 g/ml
Reserpin dalam Metanol
Sampel: Ekstrak kental dari
Rauwolfiae Radix

Cara Kerja
Lempeng KLT diaktfikan dalam oven pada suhu 110oC
selama 20 menit
Ekstrak kental Rauwolfiae Radix dilarutkan dalam 1 ml
Metanol lalu difiltrasi
Larutan standar dan sampel ditotolkan di lempeng
KLT menggunakan HPTLC Sample Applicator
Lempeng KLT tersebut dielusi menggunakan fase
gerak di dalam chamber
Setelah proses elusi selesai, lempeng dikeringkan dan
dianalisis menggunakan TLC Scanner pada = 268 nm

Hasil
Standar Reserpin

Sampel Reserpin

Contd

Kesimpulan
Metode analisis ini cepat dan akurat untuk
deteksi, pemantauan, serta kuantifikasi
Reserpin dari Rauwolfiae Radix

Metode ini akurat karena bisa diperoleh


recovery = 98 102 % dengan batas
koefisien variasi <2,3 %

Metode ini juga dapat diterapkan untuk


obat herbal yang mengandung Rauwolfia
serpentina

Analisis Kuantitatif Alkaloid Catharanthus roseus


Menggunakan RP-HPLC
Sampel
Ekstrak dari akar, daun, dan
bunga Catharanthus roseus

Fase Diam
Kolom C18 (Phenomenex)

Fase Gerak
0,01 M dapar fosfat : Asetonitril
(35:65)

Analisis pada = 220 nm

Hasil

Contd

PENETAPAN KADAR
M. Fridho Damora H.
1306480591

Detektor Photodiode Array Detector (PDA)


Kolom Supelco Discoovery HS C18 (15 cm *

4.6 mm ukuran partikel 3 m)


Eluen
Tipe 1 : 0,1 % Asam Format di Air
Tipe 2: Asetonitril

Laju Alir 0,5 mL/min


Gradien 30 35 % (B) 0,1 6 min
Gradien 35 35% (B) 6 10 min
Gradien 35 90% (B) 10 20 min
Injeksi 1L
Detektor UV 200 600 nm

Indole dari
Rauwolfia sp.
Menggunakan
KCKT

Indole dari Rauwolfia sp.


Menggunakan Mass Spectrometry
Menggunakan MS hybrid dengan mode positive ion
Standar fragmentasi (20g/mL di CH3OH)
Laju Alir : 5L/min
Rentang massa : m/z 100 1000
Temperatur Kapiler : 320C
Tegangan Kapiler : 10 V
Waktu Aktivasi: 30 ms

Hasil Analisis

Contoh 2
Catharanthus roseus

Menggunakan HPLC-ESI-MS/MS (High Performance Liquid

Chromatography-Electrospray Ionization-tandem Mass


Spectrometry)
Kolom C18
Eluen : Metanol 15 nmol/L : Amonium asetat yang mengandung
0.02% Asam Format (65:35, V/V)
1,2 mg/mL standar dan IS
0,2 mg/mL larutan campuran

JAWABAN
PERTANYAAN
Kelompok 5

Weni : Kenapa pakai metode ekstraksi sokhlet untuk


reserpine?
Agar proses ekstraksi berjalan dengan cepat karena
jumlah pelarut yang digunakan hanya sedikit. Selain itu
reserpine tahan pemanasan.

Weni : Kenapa pakai metode ekstraksi maserasi dan


refluks untuk vinblastine?
Digunakan metode maserasi karena mempermudah
metode ekstraksi. Digunakan metode refluks karena
vinblastine senyawa yang tahan terhadap pemanasan
dan pelarut dan simplisia yang digunakan jumlahnya
banyak. Selain itu pelarut yang digunakan mudah
menguap.

Hana : Mengapa isolasi metode 1 lebih baik untuk


vinkristin dan metode 3 lebih baik untuk vinblastin ?
Alkaloid membentuk garam di media yang bersifat asam,

sehingga kelarutan dan stabilitasnya lebih baik di pH yang


rendah. Juga, proton pada media asam membantu
melepaskan analit atau senyawa yang akan kita cari
menjadi lebih mudah.
Metode 1 lebih baik untuk senyawa vinkristin karena
adanya penambahan asam sehingga mempermudah
pemisahan analit, kemudian dengan ditambahkan metilen
klorida yang akan membentuk 2 lapisan ketika kontak
dengan larutan aqueous sehingga dengan metode 1
dihasilkan Vinkristin paling banyak

Contd pertanyaan Hana


Metode 3 lebih baik untuk senyawa vinblastin karena sifat

vinblastin yang praktis tidak larut dengan alkohol yaitu


metanol yang digunakan sehingga vinblastin yang
didapatkan dengan metode 3 jumlahnya lebih banyak.

Bu Berna : Perbedaan isolasi hingga ke zatnya dan


identifikasi zat? Bagaimana mengetahui fraksi-fraksi
berupa vinkristin, vinblastin, dll?
Isolasi dilakukan dengan menggunakan TLC

didapatkan bercak hasil elusi disemprot dengan


preaksi dragendroff untuk mengetahui mana yg alkaloid
yang alkaloid diambil / dijadikan fraksi untuk dianalisis/
diidentifikasi lebih lanjut.
Jadi setelah dilakukan isolasi, didapatkan fraksi-fraksi,
berdasarkan jurnal yang saya dapatkan, fraksi tersebut
kemudian di analisis dengan metode HPLC dengan fase
gerak larutan buffer fosfat pH 6,5 dan asetonitril (55:45).
Hasil kromatogram yang didapat kemudian dibandingkan
dengan standarnya. Jika sama dengan standarnya,
berarti yang kita dapatkan adalah senyawa tersebut.

Dini : reaksi warna spesifik untuk indol


Identifikasi Warna (Erhlichs Reagent)
Reagen : 1 g p-dimetilaminobenzaldehida
dalam 10 ml methanol dan ditambah dengan
asam fosfor terkonsentrasi.

Reagen diteteskan pada ekstrak tanaman

Warna abu-abu/violet -> (+) alkaloid indol

Hana : Positive ion exchange


Merupakan jenis dari Ion Exchange Chromatography
Fase diam berupa matrix dengan muatan berbeda
Untuk penukar ion negative mengikat kation
CM selulosa penukar anion lemah
Untuk penukar ion positif mengikat anion
DEAE-selulosa pengikat kation lemah

Alur
Muatan tergantung jumlah dan tipe senyawa yang memiliki muatan yang memiliki
pKa tersindiri
Pada titik isoelektrik sesuai dengan senyawa tidak terikat
Pada titik isoelektrik diatas bermuatan negattif anion exchange
Pada titik isoelektrik dibawah bermuatan positif kation exchange

Referensi
Chandrasekaran, N., Vanitha, M., Kaavyyalakshmi.(2014).Extraction of Vindoline

from Catharanthus Roseus and Instrumental Model of Automatic Column


Chromatography By Using PLC.International Journal of ChamTech Research,
Vol.6, No.9, pp.4216-4224
Deshmukh, S.R., Ashrit, D.S., Patil, B.A.(2012).Extraction and Evaluation of
Indole Alkaloids from Rauwolfia Serpentina for Their Antimicrobial and
Antiproliverative Activities.International Journal of Pharmacy and Pharmaceutical
Science, 4, 329-334
El-Sakka, M. (2010). Phytochemistry (3) Alkaloids (3rd ed.). Al Azhar University.
Khaled A Shams, M. (2009). Isolation and Characterization of Antineoplastic
Alkaloids from Catharanthus Roseus L. Don. Cultivated in Egypt. African Journal
of Traditional, Complementary, and Alternative Medicines, [online] 6(2), p.118.
Available at: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2816563/ [Accessed
19 Feb. 2016].
Kaushik, N., Kaushik, N., Attri, P., Kumar, N., Kim, C., Verma, A., & Choi, E.
(2013). Biomedical Importance of Indoles. Molecules, 18(6), 6620-6662.
http://dx.doi.org/10.3390/molecules18066620

Referensi
Kumar, Sunil et al. "Identification, Characterization And Distribution Of Monoterpene

Indole Alkaloids In Rauwolfia Species By Orbitrap Velos Pro Mass Spectrometer".


Journal of Pharmaceutical and Biomedical Analysis 118 (2016): 183-194. Web.
Kumar V, Hareesh., S, Shashidhara., S, Anitha., M.S, Rajesh. (2010). Quantitative
Detection of Reserpine in Rauwolfia serpentine Using HPTLC. International Journal
of Pharmacy and Pharmaceutical Sciences, Vol 2, Issue 4, 87 89
Nirmala., Shashidhara, S., Rajendra, C.E.(2010).Reserpine Content of Rauwolfia
Serpentina in Response to Geographical Variation.International Journal of Pharma
and Bio Sciences, Vol.1, pp 430
Singh, Digvijay., Rai, Sanjay Kumar., Pandey-Rai, Shashi., Srivastava, Suchi.,
Mishra, Raghvendra Kumar., Sharma, Srikant., Kumar, Sushil. (2008).
Predominance of the Serpentine Route in Monoterpenoid Indole Alkaloid Pathway of
Catharanthus roseus. Proc Indian Natn Sci Acad 74 No. 3 pp. 97 109
ZHANG, Lin et al. "Simultaneous Quantitative Determination Of Five Alkaloids In
Catharanthus Roseus By HPLC-ESI-MS/MS". Chinese Journal of Natural Medicines
12.10 (2014): 786-793. Web.

Anda mungkin juga menyukai