Anda di halaman 1dari 35

TOKSIKOLOGI

MORFIN/HEROIN

Kelompok 3:
Irin Putri Pratiwi
Oktavianus Alfredo Kencana Ruruk
Asal dan Klasifikasi
Opioid digunakan secara klinis
untuk analgesi dan anestesi dan
tersedia secara tidak sengaja
untuk penyalahgunaan oral,
inhalasi, atau injeksi.
Papaver
somniferum

Opium/Poppy
GOLONGAN OPIAT

Kodein Morfin Thebaine

Hydrocodone Heroin Oxycodone


Opiat adalah analgesik yang kuat
juga merupakan obat yang sering
disalahgunakan karena
menyebabkan euphoria, relaksasi,
serta rasa senang yang berlebihan.
Opiat dihasilkan dari cairan getah
opium poppy yang diolah menjadi
morfin kemudian dengan proses
tertentu menghasilkan putauw
dimana putauw mempunyai
kekuatan 10 kali melebihi morfin.
Undang-Undang Hukum
Menurut UU Narkotika No. 35
tahun 2009 dan Permenkes No. 2
tahun 2007, heroin termasuk
golongan I narkotika, tidak diijinkan
digunakan untuk terapi, karena
menimbulkan efek ketergantungan
tinggi, sedangkan morfin termasuk
golongan II narkotika, diijinkan
digunakan untuk terapi,
menimbulkan efek ketergantungan
sedang.
Toksokinetika
 Absorbsi
a. dan distribusi
Sebagian besar opioid oral diserap
sepenuhnya dari saluran pencernaan
dan mencapai kadar puncak dalam 1-1
jam. Heroin yang dihirup dan intravena
mencapai kadar puncak dalam waktu
1-5 menit dan dengan cepat menurun
ke tingkat deteksi dalam 30 menit.
b. Metabolisme dan ekskresi
Toksisisitas
Triastoksisitas opioid klasik
adalah:
1. Depresi sistem saraf pusat
2. Depresi pernapasan
3. Miosis
Gejala Klinis
• Endokarditis Pneumotoraks
• Emboli paru septik Pseudoaneurysms
• Pneumonia aspirasi Aneurisma mycotik
• Tuberkulosis Abses
• Trombosis vena Selulitis
• Talk dan tepung Septic arthritis
maizena (dari bahan
Myopathy
pencampur) sampai
Osteomielitis
ke retina, paru-paru,
Botulism luka
hati dan ginjal
• Nefropati heroin- Myelitis

morfin Pseudo obstruksi usus


• Tetanus sekunder akibat impaksi
• Hepatitis feses
Analisis Morfin-Heroin dalam
Sampel Biologis
A. Penanganan Spesimen
1. Pengambilan Sampel Urin
a) Spesimen urin diambil dalam keadaan segar.
b) Jika tidak segera diekstraksi disimpan dalam
pendingin (freezer).
c) Urin ditampung pada wadah botol plastic yang
kering bersih dan bertutup ulir dengan volume tidak
boleh kurang dari 20 mL dan diberi tanda sebagai
berikut: nama pasien, tanggal pengambilan, tempat
pengambilan dan informasi lain yang dibutuhkan.
d) Urin dapat disimpan dalam suhu kamar selama 24
jam pada 4-10ºC selama 2-3 hari, bila lebih dari 3
hari dibekukan dalam freezer.
B. Ekstraksi
1. Prinsip : Heroin yang terdapat dalam
urine terdeteksi dengan adanya
metabolitnya (MAM) yang mengalami
perubahan relative cepat menjadi
morfin. Morfin diekstraksi dengan
pelarut organic pada pH 8,5-9, hasil
ekstraksi disaring dan dikeringkan
sehingga didapat residu yang dapat
dianalisa secara kualitatif (KLT) dan
kuantitatif (KG).
50
ml
4) Cara kerja :
a) Hidrolisa
Hidrolisa dapat dilakukan dengan salah satu cara di bawah ini:

• Hidrolisa dengan Asam


Dalam tabung bertutup volume 50 ml, masukkan 10 ml urine
tambahkan 1 ml HCl pekat campur baik-baik. Buka tutupnya,
inkubasi dalam penangas air pada suhu 100ºC selam 60 menit.
Didinginkan, kemudian dilanjutkan dengan ekstraksi.

• Hidrolisa enzimatik
Specimen urine (5-10 ml) atur pH sampai 7 dengan penambahan
asam asetat apabila bereaksi basa. Kemudian tambahkan 0,1 ml
buffer Natrium asetat, asam asetat (pH 5,5) dan 0,002 ml enzim β
glukoronidase (75 unit/ml) per ml urine.
Inkubasi selama 24 jam pada suhu 37ºC atau selama 1 jam pada
suhu 55ºC. suhu tidak boleh lebih dari 55ºC untuk mencegah
denaturasi enzim. Kemudian dilanjutkan dengan ekstraksi.
Hidrolisa asam dan hidrolisa enzimatik merubah MAM menjadi
morfin.
b) Ekstraksi
 pH urine diatur pada 8,5-9 dengan penambahan
amonia campur dalam vortex mixer. Ekstraksi
dengan salah satu pelarut organic yaitu, kloroform-
isopropanol (9:1 v/v), diklorometan-isopropanol
(9:1 v/v), etil asetat, yang volumenya 2 kali
volume urine. Ekstraksi dilakukan dengan cara
ekstraksi dengan pelarut organic 2 kali, tiap kali
dengan 10 ml.
 Biarkan lapisan air memisah sempurna dari lapisan
pelarut organic kumpulkan lapisan organik.
 Apabila terjadi emulsi, saring dengan kertas saring
silicon untuk menyaring ekstrak. Pecahkan emulsi
dengan sonikator.
 Supaya ekstrak dalam keadaan bening/bersih,
ekstraksi kembali larutan organic dengan 6 ml HCl
0,5 M.
 Tampung lapisan organic. pH lapisan air diatur pada
8,5-9, kemudian diekstraksi kembali dengan salah
satu pelarut diatas.
 Pisahkan lapisan organic, jadikan satu dengan
lapisan organik sebelumnya, saring larutan melalui
sedikit Na2SO4 kering, cuci saringan dengan 5 ml
fase organik.
 Pekatkan larutan sampai 1-2 ml dan uapkan pelarut
dibawah gas nitrogen atau dengan penangas air
pada suhu tidak lebih dari 55ºC sampai kering.
Pemekatan dengan rotary evaporator atau Kuderna
Danish Konsentrator. Untuk pemeriksaan dengan
Kromatografi Gas pemekatan disarankan dengan KG
Konsentrator.
Untuk pemeriksaan KLT atau analisa
kromatografi gas larutkan kembali residu
dalam 0,1 ml methanol atau methanol-
kloroform (9:1). Apabila sampel cepat
kering,larutkan kembali dengan methanol
atau methanol-kloroform 1-2 ml.
Pemeriksaan secara kualitatif dengan
Kromatografi Lapisan Tipis
A. Prinsip : Residu hasil ekstraksi dielusi dengan eluen
tertentu, kemudian ditetapkan secara KLT
sehingga terbentuk bercak yang berwarna khas.
B. Peralatan :
1. Alat KLT lengkap :
 Plate kaca 20 x 20 cm, 10 x 10 cm, 10 x 5 cm
 Bejana kromatografi
 Botol semprot atau sprayer
 Pipet kapiler/pipet mikro
2. Lampu UV 254 nm
3. pH meter
4. Sentrifuge
5. Oven
C. Reagen :
1. Adsorben : silica gel G, tebal 0,2 mm
2. Eluen, dipilih salah satu :
• Sistem A : toluene- aceton- etanol-ammonia (45 :
45 : 7 :3)
• Sistem B : Etil asetat- Methanol - Ammonia (85 :
10 : 5)
3. Penampak bercak dipilih salah satu:
 Kalium iodoplatina
 Reagen Dragendorff
 Reagen fluoresens
4. Standar Morfin dan codein
Buat larutan standar 1 mg/ml dalam methanol. Garam
atau basanya bisa digunakan sebagai standar, karena
pada KLT senyawa tersebut akan terpisah sebagai basa
bebas.
D. Cara kerja KLT
1. Totolkan 5-10 µl larutan standard dan hasil
ekstraksi pada plate dengan jarak 2 cm, kemudian
elusi dengan bejana kromatografi dengan salah
satu larutan eluen.
2. Keluarkan plate dari bejana kromatografi kemudian
plate dikeringkan sebelum disemprot dengan
larutan penampak bercak.
3. Pengeringan pada suhu kamar atau di dalam oven
pada suhu 120ºC selama 10 menit atau dengan
menggunakan udara panas dari blower.
4. Plate yang telah kering disemprotkan dengan
larutan penampak bercak. Kemudian setelah kering
diamatai.
Catatan : Eluen dengan system A akan
memberikan hasil lebih bagus apabila
menggunakan penampak bercak
Dragendorf. Eluen dengan system B
akan memberikan hasil yang lebih
bagus apabila menggunakan penampak
bercak iodoplatinat.
E. Pembacaan hasil :
Bandingkan Rf ekstrak dengan Rf
standar.
Rf x
Senyawa 100Eluen
(values) Penampak bercak
A B UV Iodoplatin Dragendorf
at
Morfin 19 20 fluorese Biru-ungu Biru
nsi dengan
latar
belakang
kuning
Kodein 40 35
Pemeriksaan Secara Kuantitatif
Dengan Kromatografi Gas
A. Prinsip : Derivatisasi hasil ekstraksi
dilarutkan dengan pelarut tertentu,
diinjeksikan ke dalam injektor pada
kondisi tertentu, sehingga dapat
diketahui waktu retensi, luas area dan
puncak kromatogram yang dihasilkan.
B. Peralatan :
1. Derivatisasi :
• Tapered tube (tabung runcing berskala) 10 ml
• Labu ukur 10 ml
2. Kromatografi gas
C. Reagen :
1. Standar kalibrasi : morfin, nalorfin
2. Derivatisasi :
• BSA (N,O-bistrimetil silil asetamin)
• MSTFA (N-metil N-trimetilsilil trifluro asetamid)
• HMDS (Heksan metal disilasan)
• TMCS (Trimetil Klorosilan)
• Piridin
• PFTA (Penta fluoro propianatanhidrat)
• Etil asetat
3. Kromatografi gas
• Gas nitrogen
• Kolom
D. Cara Kerja :
1. Pembuatan larutan standar kalibrasi Dibuat larutan induk
morfin, nalorfin dengan kadar 1 mg/mL dalam methanol.
Dari larutan induk tersbeut dibuat larutan standar
kalibrasi dalam air suling dengan konsentrasi antara 0-10
µg/mL morfin dalam 5 µg nalorfin. Nalorfin digunakan
sebagai standar internal.
2. Derivatisasi spesimen ada 2 pilihan
a. Sililasi :
• Ekstrak urin diuapkan sampai kering dengan uap nitrogen
• Residu yang terbentuk di derivatisasi dengan 20 µl N, O-
bis trimetil sililasetamid (BSA) dalam vial tertutup dengan
pemanasan 85 ºC selama 15 menit (BSA dapat diganti
dengan campuran reagen sililasi dan piridin = 1 : 1 v/v).
Campuran tersebut disuntikkan ke dalam kromatografi
gas. Jika dipakai detektor NPD, reagen silisasi seperti N-metil-
N-trimetilsilil triflouroasetamid (MSTFA) atau campuran heksa
metildisilasan (HMDS), trimetil klorosilan (TMCS) dan piridin.
 Derivatisasi harus dipersiapkan segera sebelum
dianalisa, karena reagen derivatisasi silil tidak stabil.
1-2 µl larutan standar kalibrasi dan hasil derivatisasi
diinjeksikan ke dalam injektor.

b. Asilasi :
• Tambahkan 50 µl penta fluoropropionik anhidrat
(PFPA) ke dalam hasil ekstraksi urin, panaskan
campuran tersebut selama 30 menit pada 65 ºC di
dalam tabung tertutup.
• Uapkan kelebihan reagen PFPA dengan uap nitrogen.
• Larutkan residu dengan 50 µl etil asetat.
• Derivatisasi stabil dalam reagen selama beberapa
bulan dan setelah penguapan reagen, stabil dalam
waktu 24 jam. 1-2 µl larutan standar kalibrasi dan
hasil derivatisasi diinjeksikan ke dalam injektor.
3. Kromatografi gas dengan kondisi
sebagai berikut:
a. Detektor FID atau NPD
b. Kolom : packed kolom 2 m x 2-4 mm ID
• Dimetil silicon (SE 30, OV-1)
• Phenil metal silicon, 50% phenil (OV-17)
c. Gas nitrogen: kecepatan aliran nitrogen
pada 70 ml/menit.
d. Suhu :
• Injektor 275 ºC
• Oven 230 ºC
• Detektor 275 ºC
 Pembacaan
E. hasil : Hasil pemeriksaan
tercantum pada print out.
F. Perhitungan:
Konsentrasi zat yang dianalisa 𝐶𝑅𝑆
Dimana :
Ax = tinggi / luas area dari zat yang dianalisa.
AIS Spesimen= tinggi / luas area internal standar
kromatogram spesimen.
ARS= tinggi / luas standar dari kromatogram
standar.
ARS Standar = tinggi / luas area internal standar
kromatogram standar.
CRS = Konsentrasi standar.
Kromatografi Cair Kinerja Tinggi
(KCKT)
A. Prinsip : Pemisahan sampel dari zat lain
menggunakan kromatografi cair kinerja tinggi,
kemudian dideteksi dengan detektor menghasilkan
spektrum dengan waktu retensi tertentu yang
dapat dibandingkan dengan waktu retensi baku
pembanding.
B. Alat:
1. Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT)
C. Reagen
1. Metanol
2. Ammonium asetat 0,045 M
3. Larutan sampel Satu dosis sampel (± 50
mg cuplikan) larutkan dalam 10 mL
metanol, bila perlu saring (A)
4. Larutan Baku pembanding heroin
larutkan dalam metanol hingga
diperoleh kadar 1 mg/mL (B)
D. Cara Kerja
Suntikkan masing-masing larutan A
dan B secara terpisah ke dalam HPLC
dengan kondisi sebagai berikut :
Kolom : C-18
Fasa gerak : Asetonitril – air –
trietilamin (60 : 40 : 0,1)
Detektor : Ultra violet λ 254 nm
Laju aliran fase gerak : 1,0 mL/menit
Volume penyuntikkan : Larutan A dan B
masing-masing 20 µL
E. Interpretasi Hasil :
Cuplikan mengandung heroin bila
larutan A memberikan waktu retensi
yang sama dengan waktu retensi
larutan baku heroin (B). Jika larutan A
dan B dicampur dan diinjeksikan ke
sistem kromatografi maka akan
terbentuk satu spektrum utama yang
sama.
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai