Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH FITOKIMIA II GLIKOSIDA FLAVONOID DAN AGLIKON

Puspa Rahmawati Putri Ayuningtyas

100680 1006806583

DEPARTEMEN FARMASI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS INDONESIA DEPOK 2011

PENDAHULUAN

FLAVONOID Flavonoid adalah senyawa fenol alam yang terdapat dalam hampir semua tumbuhan. Di dalam tumbuhan flavonoid biasanya berikatan dengan gula sebagai glikosida. Molekul yang berikatan dengan gula tadi disebut aglikon. Aglikon flavonoid adalah polifenol sehingga mempunyai sifat kimia senyawa fenol, yaitu bersifat agak asam sehingga dapat larut dalam basa. Namun, bila dibiarkan dalam larutan basa dan disamping itu terdapat oksigen, banyak yang akan terurai. GLIKOSIDA Glikosida merupakan salah satu kandungan aktif tanaman yang termasuk dalam kelompok metabolit sekunder. Di dalam tanaman glikosida tidak lagi diubah menjadi senyawa lain, kecuali bila memang mengalami peruraian akibat pengaruh lingkungan luar (misalnya terkena panas dan teroksidasi udara). Glikosida adalah senyawa yang terdiri atas gabungan dua bagian senyawa, yaitu gula dan bukan gula. Keduanya dihubungkan oleh suatu bentuk ikatan berupa jembatan oksigen (O glikosida, dioscin), jembatan nitrogen (N-glikosida, adenosine), jembatan sulfur (S-glikosida, sinigrin), maupun jembatan karbon (C-glikosida, barbaloin). Bagian gula biasa disebut glikon sedangkan bagian bukan gula disebut sebagai aglikon atau genin. Apabila glikon dan aglikon saling terikat maka senyawa ini disebut sebagai glikosida.

AGLIKON Aglikon dari glikosida terdiri dari banyak jenis senyawa kimiawi. Senyawa-senyawa tersebut meliputi senyawa-senyawa alkoholik dan fenolik, isotiosianat, nitril sianogenetik, turunan antrasen, flavonoid dan steroid. Meskipun demikian glikosida tanaman yang pada waktu ini banyak digunakan secara medisinal kebanyakan mempunyai aglikon steroid, flavonoid atau antrasen. Ini tidak berarti bahwa glikosida lain tidak penting, hanya yang digunakan untuk pengobatan lebih sedikit. JENIS-JENIS GULA Glikosida sering diberi nama sesuai bagian gula yang menempel didalamnya dengan menambahkan kata oksida. Sebagai contoh, glikosida yang mengandung glukosa disebut glukosida, yang mengandung arabinosa disebut arabinosida, yang mengandung galakturonat disebut galakturonosida, dan seterusnya. Gula yang sering menempel pada glikosida adalah -D-glukosa. Meskipun demikian ada juga beberapa gula jenis lain yang dijumpai menempel pada glikosida misalnya ramnosa, digitoksosa dan simarosa. Bagian aglikon atau genin terdiri dari berbagai macam senyawa organik, misalnya triterpena, steroid, antrasena, ataupun senyawa-senyawa yang mengandung gugus fenol, alkohol, aldehid, keton dan ester. Secara kimiawi, glikosida adalah senyawa asetal dengan satu gugus hidroksi dari gula yang mengalami kondensasi dengan gugus hidroksi dari komponen bukan gula. Sementara gugus hidroksi yang kedua mengalami kondensasi di dalam molekul gula itu sendiri membentuk lingkaran oksida. Oleh karena itu gula terdapat dalam dua konformasi, yaitu bentuk alfa dan bentuk beta maka bentuk glikosidanya secara teoritis juga memiliki bentuk alfa dan bentuk beta. Namun dalam tanaman ternyata hanya glikosida bentuk beta saja yang terkandung didalamnya. Hal ini didukung oleh kenyataan bahwa emulsion dan enzim alami lain hanya mampu menghidrolisis glikosida yang ada pada bentuk beta.

Nothopanax fruticosum (Kedondong Laut)

KLASIFIKASI
Kingdom : Plantae Divisi : Spermatophyta Class : Dicotyledoneae Ordo : Apiales Famili Genus Spesies

: Araliaceae : Nothopanax : Nothopanax fruticosum (L.) Miq PROSEDUR PENELITIAN

1. Penyediaan Sampel Sampel yang digunakan adalah 900 gram daun tumbuhan kedondong laut (Nothopanax fruticosum L.) 2. Uji Skrining Fitokimia Dilakukan uji pendahuluan (skrining fitokimia) terhadap daun tumbuhan kedondong laut untuk mengetahui senyawa flavonoida yang terkandung di dalamnya. Uji pendahuluan secara kualitatif dengan reaksi warna. Prosedur :

Uji Busa Dimasukkan 10 gram daun tumbuhan kedondong laut yang telah dikeringkan dan dipotong-potong kecil ke dalam erlenmeyer, lalu ditambahkan metanol sampai terendam seluruhnya. Dipanaskan lalu disaring dan dimasukkan ekstrak daun tumbuhan kedondong laut ke dalam tabung reaksi. Selanjutnya ditambahkan dengan aquadest, etanol, dan HCl 2N lalu dikocok. Hasil tes menunjukkan tidak terbentuknya busa yang berarti tidak terdapat gula. Skrining Fitokimia Dimasukkan 10 gram daun tumbuhan kedondong laut yang telah dikeringkan dan dipotong-potong kecil ke dalam erlenmeyer, lalu ditambahkan metanol sampai terendam seluruhnya. Dipanaskan lalu disaring dan dimasukkan ekstrak daun tumbuhan kedondong laut ke dalam tabung reaksi. Ditambahkan masing-masing dengan pereaksi : a. Tabung I : + FeCl3 larutan hitam b. Tabung II : + Mg-HCl larutan merah muda c. Tabung III : + NaOH 10% larutan hijau d. Tabung IV : + H2SO4 (p) larutan merah 3. Prosedur Untuk Memperoleh Senyawa Kimia dari Ekstrak Daun Tumbuhan Kedondong Laut Daun tumbuhan kedondong laut yang telah dikeringkan dan dipotong-potong kecil ditimbang sebanyak 900 gram, kemudian dimaserasi dengan metanol sebanyak 8 liter selama 48 jam, kemudian disaring dan dipekatkan dengan menggunakan alat rotarievaporator sehingga terbentuk ekstrak pekat metanol. Ekstrak pekat metanol tersebut dipartisi berulang-ulang dengan menggunakan n-heksana sebanyak 36 kali. Lalu diambil lapisan metanol dan dipekatkan. Lapisan metanol yang diperoleh kemudian dipekatkan

dengan rotarievaporator sampai seluruh metanol menguap, dan terbentuk padatan yang bebas metanol. Padatan tersebut kemudian ditambah dengan etil asetat dan diaduk. Etil asetat kemudian disaring dan diambil filtratnya dan dipekatkan dengan rotarievaporator sampai terbentuk ekstrak pekat etil asetat sebanyak 30,06 gram. 4. Analisis Kromatografi Lapis Tipis Analisis dengan kromatografi lapis tipis dimaksudkan untuk mencari perbandingan pelarut yang sesuai di dalam pemisahan senyawa dengan meningkatkan kepolarannya dalam kromatografi kolom. Pelarut yang digunakan adalah campuran pelarut kloroform : metanol (9:1 ; 8:2 ; 7:3 ; 6:4 ; 5:5 ; 4:6 ; 3:7 ; 2:8 ; 1:9) v/v, sehingga diperoleh perbandingan pelarut kloroform : metanol yang sesuai untuk kromatografi kolom. Pelarut yang sesuai didasarkan kepada jumlah bercak atau noda yang terpisah dengan baik dalam kromatografi lapis tipis. Prosedur: Ke dalam bejana kromatografi lapis tipis dimasukkan larutan fase gerak yaitu campuran pelarut kloroform : metanol dengan campuran pelarut (9:1 ; 8:2 ; 7:3 ; 6:4 ; 5:5 ; 4:6 ; 3:7 ; 2:8 ; 1:9) v/v. Kemudian ekstrak etil asetat ditotolkan pada plat KLT yang sudah diaktifkan. Lalu plat dimasukkan ke dalam bejana yang berisi pelarut yang dijenuhkan, kemudian ditutup. Setelah dielusi, dikeluarkan dari bejana dan dikeringkan. Noda yang terbentuk diamati dengan sinar ultraviolet dan difiksasi dengan FeCl3 1%. Kemudian dihitung dan dicatat harga Rf. Yang memberikan pemisahan bercak noda yang baik adalah perbandingan pelarut kloroform : metanol (8:2) v/v yang memberikan empat noda dengan harga Rf yaitu 0,245 ; 0,415 ; 0,622 ; dan 0,830. 5. Isolasi Senyawa Flavonoida dengan Kromatografi Kolom Dilakukan isolasi senyawa flavonoida terhadap total flavonoida yang telah diperoleh dengan menggunakan kromatografi kolom.

Dimana sebagai fase diam yaitu silika gel 60 GF (0,063-0,200 mm) E.Merck.Art.7734 dan fase gerak yaitu pelarut kloroform 100% dengan campuran pelarut kloroform : metanol (90 : 10 ; 80 : 20 ; 70 : 30 ; 60 : 40 ; 50 : 50 ; 40 : 60 ; 30 : 70 ; 20 : 80 ; 10 : 90) v/v. Prosedur : Dibersihkan peralatan kromatografi kolom, dibilas dengan metanol, dikeringkan, dan dirangkai. Kemudian silika gel 60 GF (0,063-0,200 mm) E.Merck.Art.7734 sebanyak 300 gram dibuburkan dengan pelarut metanol, diaduk sampai homogen dan dimasukkan ke dalam kolom kromatografi. Lalu dielusi dengan metanol 100% hingga bubur silika gel memadat dan homogen. Dimasukkan sampel flavonoida sebanyak 10 gram yang telah dibuburkan dengan silika gel ke dalam kolom kromatografi yang telah diaktifkan. Sampel dibiarkan turun hingga memadat. Kemudian dielusi dengan pelarut kloroform 100% dan diatur aliran fraksi yang keluar dari kolom kromatografi bergerak secara kontinu dan ditampung tiap fraksi dalam botol vial masing-masing sebanyak 13 ml. Perlakuan yang sama dilakukan terhadap campuran pelarut antara kloroform : metanol (90 : 10 ; 80 : 20 ; 70 : 30 ; 60 : 40 ; 50 : 50 ; 40 : 60 ; 30 : 70 ; 20 : 80 ; 10 : 90) v/v. Tiap-tiap fraksi yang telah diperoleh dari hasil elusi pelarut kloroform 100% dan variasi pelarut diKLT, lalu digabung fraksi dengan harga Rf yang sama dari perbandingan pelarut kloroform : metanol (80 : 20) v/v, kemudian diuapkan pelarutnya hingga diperoleh kristal. 6. Analisis Spektroskopi Kristal Hasil Isolasi
Uji Kristal Hasil Isolasi dengan Spektrofotometer UV- vis

Analisis kristal hasil isolasi dengan alat spektrofotometer Ultra Violet Visible (UV). Uji Kristal Hasil Isolasi dengan Spektrofotometer Infra Merah Analisis kristal hasil isolasi dengan alat spektrofotometer FT-IR. Uji Kristal Hasil Isolasi dengan Spektrometer Resonansi Magnetik Inti Proton 1H-NMR

Analisis Kristal hasil isolasi dengan alat Spektrometer 1H-NMR. Bagan Ekstraksi

Bagan isolasi

HASIL PENELITIAN Dari hasil uji pendahuluan (skrining fitokimia) yang dilakukan terhadap daun tumbuhan kedondong laut (Nothopanax fruticosum (L.) Miq) menunjukkan bahwa daun tumbuhan kedondong laut mengandung senyawa flavonoida. Dimana pereaksi-pereaksi yang digunakan menunjukkan: 1. FeCl3 1% menghasilkan larutan berwarna hitam 2. Mg-HCl menghasilkan larutan berwarna merah muda 3. H2SO4 (p) menghasilkan larutan berwarna merah 4. NaOH 10% menghasilkan larutan berwarna hijau Hasil isolasi dengan kromatografi lapis tipis diperoleh dengan menggunakan fase gerak kloroform : metanol (80:20) v/v pada fraksi (535) berwarna kuning, berbentuk jarum dengan titik lebur = 195-196 oC, dan Rf = 0,591.

Hasil analisis Spektrofotometer Ultra Violet-Visible (UV) dari kristal hasil isolasi memberikan serapan sebagai berikut: 1. Pada Pita I memberikan panjang gelombang 358,0 nm 2. Pada Pita II memberikan panjang gelombang 254,5 nm

Hasil analisis Spektrofotometer Infra Merah (FT-IR) dari kristal hasil isolasi memberikan pita-pita serapan pada daerah bilangan gelombang (cm-1) sebagai berikut: 1. Pada bilangan gelombang 3419,79 3219,19 cm-1 2. Pada bilangan gelombang 2916,37 2752,42 cm-1 3. Pada bilangan gelombang 1656,85 cm-1 4. Pada bilangan gelombang 1602,85 cm-1 dan 1496,76 cm-1 5. Pada bilangan gelombang 1122,57 cm-1 6. Pada bilangan gelombang 860,25 cm-1 dan 769,60 cm-1

Hasil analisis spektrofotometer Resonansi Magnetik Inti Proton (1HNMR) memberikan pergeseran kimia pada daerah (ppm) sebagai berikut: 1. Pergeseran kimia pada daerah =1,29 ppm 2. Pergeseran kimia pada daerah =3,43-3,93 ppm 3. Pergerseran kimia pada daerah =4,09 ppm 4. Pergeseran kimia pada daerah =6,26 ppm 5. Pergeseran kimia pada daerah =6,5 ppm 6. Pergeseran kimia pada daerah =7,09 ppm 7. Pergeseran kimia pada daerah =7,38 ppm dan =7,45 ppm 8. Pergeseran kimia pada daeah =9,8-12,5 ppm

KESIMPULAN Berdasarkan analisis data dan interpretasi yang dilakukan pada spektrum UV, spektrum Infra Merah (FT-IR) dan spektrum Resonansi Magnetik Inti Proton (1H-NMR) serta adanya Pergeseran kimia pada daerah =3,43-3,93 ppm puncak multiplet menunjukkan proton-proton dari gugus samping dari proton C-3 cincin C senyawa flavonoida (diduga gugus ramnopiranosida) yaitu kuersetin-3-O--L-ramnopiranosida, mengindikasikan bahwa kristal senyawa hasil isolasi adalah suatu senyawa flavonoida flavonol.

DAFTAR PUSTAKA

Siburian, Nicholas. 2011. Skripsi Isolasi Senyawa Flavonoida Dari Daun Tumbuhan Kedondong Laut (Nothopanax Fruticosum (L.) Miq). Universitas Sumatera Utara.

Anda mungkin juga menyukai