Anda di halaman 1dari 37

apt. Fitria Ningsih, S.

Farm

STIKES ASSYIFA ACEH


 Pembuatan serbuk simplisia merupakan proses awal pembuatan
ekstrak.
 Serbuk simplisia dibuat dari simplisia utuh atau potongan-potongan
halus simplisia yang sudah dikeringkan melalui proses pembuatan
serbuk dengan suatu alat tanpa menyebabkan kerusakan atau
kehilangan kandungan kimia yang dibutuhkan dan diayak hingga
diperoleh serbuk dengan derajat kehalusan tertentu.
 Derajat kehalusan serbuk simplisia terdiri dari serbuk sangat kasar,
kasar, agak kasar, halus dan sangat halus.
 Kecuali dinyatakan lain, derajat kehalusan serbuk simplisia untuk
pembuatan ekstrak merupakan serbuk simplisia halus seperti tertera
pada Pengayak dan derajat halus serbuk
 Pengayak dibuat dari kawat logam atau bahan lain yang
cocok dengan penampang melintang yang sama di seluruh
bagian.
 Jenis pengayak dinyatakan dengan nomor yang
menunjukkan jumlah lubang tiap cm dihitung searah dengan
kawat.
 Derajat halus serbuk dinyatakan dengan nomor pengayak.
 Jika derajat halus suatu serbuk dinyatakan dengan satu
nomor, artinya semua serbuk dapat melalui pengayak
dengan nomor tersebut.
 Jika derajat halus suatu serbuk dinyatakan dengan dua
nomor, artinya semua serbuk dapat melalui pengayak
dengan nomor terendah dan tidak lebih dari 40% melalui
pengayak dengan nomor tertinggi.
 Buat ekstrak dari serbuk kering simplisia dengan cara maserasi menggunakan
pelarut yang sesuai. Gunakan pelarut yang dapat menyari sebagian besar
metabolit sekunder yang terkandung dalam serbuk simplisia. Jika tidak
dinyatakan lain gunakan elanol 70% P.
 Masukkan 1 bagian serbuk kering simplisia ke dalam maserator, tambahkan 10
bagian pelarut. Rendam selama 6 jam pertama sambiI sekali-sekali diaduk,
kemudian diamkan selama 18 jam. Pisahkan maserat dengan cara
pengendapan, sentrifugasi, dekantasi atau filtrasi.
 Ulangi proses penyarian sekurang-kurangnya dua kali dengan jenis dan jumlah
pelarut yang sama.
 Kumpulkan semua maserat, kemudian uapkan dengan penguap vakum atau
penguap tekanan rendah hingga diperoleh ekstrak kental.
 Hitung rendemen
𝐵𝑜𝑏𝑜𝑡 𝐸𝑘𝑠𝑡𝑟𝑎𝑘
 % rendemen = 𝑥 100%
𝐵𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑆𝑖𝑚𝑝𝑙𝑖𝑠𝑖𝑎
 Rendemen harus mencapai angka sekurang-kurangnya
sebagaimana ditetapkan pada masing-masing monografi ekstrak.
 Pembuatan ekstrak bisa dilakukan dengan cara lain seperti
perkolasi, sokletasi atau "counter current".
 Timbang sejumlah serbuk kering simplisia, refluks selama 30
menit menggunakan jenis dan jumlah pelarut yang sesuai,
saring, refluks kembali residu dengan cara yang sarna
sebanyak 2 kali. Kumpulkan filtrat ke dalam labu tentukur
yang sesuai, tambahkan pelarut sampai tanda.
 Parameter spesifikasi digunakan untuk mengetahui identitas kimia
dari simplisia
 Ujikandungan kimia simplisia digunakan untuk menetapkan
kandungan senyawa tertentu dari simplisia
 Analisis parameter spesifik ditujukan untuk mengidentifikasi secara
kualitatif maupun secara kuantitatif suatu senyawa aktif yang
berperan dalam suatu bahan alam.
1. Identitas simplisia
 Deskripsi tata nama tumbuhan, nama lain tumbuhan, bagian tumbuhan yang
digunakan (daun, akar, biji, dan lainlain) dan nama Indonesia tumbuhan.

2. Organoleptik
 Bentuk
 Warna
 Bau
 Rasa

3. Makroskopik
 Mata telanjang
 Kaca pembesar (loupe)
4. Mikroskopik
• Dilakukan pemeriksaan : irisan, serbuk
• Guna : penyusunan/ komposisi fragmen, karakteristik
• Pada pengujian mikroskopik, digunakan pereaksi air,
fluoroglusin LP dan kloralhidrat LP.
• Informasi :
Kebenaran simplisia
Adanya pengotoran fragmen
Penggantian / pemalsuan
4. Penetapan kadar sari larut dalam air

 5 g serbuk simplisia dimaserasi selama 24 jam dengan 100 ml air - kloroform P


(2,5 ml kloroform dan air suling sampai 1 liter) dalam labu bersumbat sambil
berkali-kali dikocok selama 6 jam pertama dan kemudian dibiarkan selama 18
jam.
 Saring, uapkan 20 ml filtrat hingga kering dalam cawan penguap yang berdasar
rata yang telah ditara dan telah dipanaskan pada suhu 105°C hingga bobot
tetap.
 Hitung kadar dalam persen sari yang larut dalam air, dihitung terhadap bahan
yang telah dikeringkan diudara
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑆𝑎𝑟𝑖 (𝑔)
 Kadar sari larut dalam air 𝑥 5 𝑥 100%
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 (𝑔)
5. Penetapan kadar sari larut dalam etanol

 5 g serbuk simplisia dimaserasi selama 24 jam dengan 100 ml etanol 95% dalam
labu bersumbat sambil berkali-kali dikocok selama 6 jam pertama dan kemudian
dibiarkan selama 18 jam.
 Saring cepat untuk mencegah penguapan etanol 95%, uapkan 20 ml filtrat
hingga kering dalam cawan penguap berdasar rata yang telah ditara, panaskan
sisa pada suhu 105°C hingga bobot tetap.
 Hitung kadar dalam persen sari yang larut dalam etanol 95%, dihitung terhadap
bahan yang telah dikeringkan diudara
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑆𝑎𝑟𝑖 (𝑔)
 Kadar sari larut dalam etanol 𝑥 5 𝑥 100%
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 (𝑔)
6. Identifikasi kandungan kimia
1. Identifikasi Alkaloid
I. Reaksi Pengendapan
 Serbuk simplisia 500 mg, kemudian ditambahkan 1 ml asam klorida 2N dan 9 ml
air suling, dipanaskan di atas penangas air selama 2 menit, didinginkan dan
disaring. Filtrat digunakan untuk percobaan berikut :
1) Dalam kaca arloji, 3 tetes filtrat ditambahkan dengan 2 tetes pereaksi
Bouchardat, akan terbentuk endapan berwarna coklat sampai hitam
2) Dalam kaca arloji, 3 tetes filtrat ditambahkan dengan 2 tetes pereaksi Mayer,
akan terbentuk endapan menggumpal berwarna putih atau kuning yang larut
dalam metalol P
3) Dalam kaca arloji, 3 tetes filtrat ditambahkan dengan 2 tetes pereaksi
Dragendroff, akan terbentuk warna merah atau jingga.
 Alkaloid positif jika terjadi perubahan paling sedikit 2 dari percobaan di atas
II. Reaksi Warna
 Serbuk simplisia disari dengan 10 ml campuran eter – kloroform
(3:1)
 Uapkan beberapa ml filtrat dalam cawan porselin.
 Pada sisa tambahkan 1 – 3 tetes larutan percobaan seperti yang
tertera pada masing-masing monografi.
 Larutan percobaan : Asam sulfat P, Asam nitrat P, Larutan Pereaksi
Frohde, Larutan Pereaksi Erdmann
2. Identifikasi Glikosida
a) Membuat larutan percobaan
 3 gram serbuk simplisia disari dengan 30 ml campuran etanol 95% -
air (7:3), direfluks selama 10 menit, didinginkan dan disaring. Pada
20 ml filtrat ditambahkan 25 ml air dan 25 ml timbal asetat 0,4 M,
dikocok, didiamkan 5 menit, lalu disaring. Filtrat disari dengan 20 ml
campuran isopropanol dan kloroform (2:3), dilakukan berulang-ulang
sebanyak 3 kali. Kumpulan sari ditambahkan natrium sulfat anhidrat
P, saring, dan diuapkan pada temperatur tidak lebih dari 50ºC,
sisanya dilarukan dalam 2 ml metanol.
b) Percobaan umum glikosida
1. Reaksi Liebermann-Burchard : 0,1 ml larutan percobaan
diuapkan di atas penangas air, ditambahkan 5 ml asam
asetat anhidrat P dan 10 tetes asam sulfat P. terjadi warna
biru atau hijau menunjukkan positif glikosida.
2. Reaksi Molish : 0,1 ml arutan percobaan dalam tabung
reaksi diuapkan diatas penangas air, tambahkan 2 ml air
dan 5 tetes larutan peraksi Molish. Ditambahkan hati-hati
2 ml asam sulfat pekat melalui dinding tabung,
terbentuknya cincin ungu pada batas kedua cairan
menunjukkan adanya ikatan gula, dengan demikian
menunjukkan adanya glikosida
c) Percobaan glikosida jantung
1. Encerkan 0,1 ml larutan percobaan dengan 2,9 ml metanol P, tambahkan larutan
pereaksi Baljet. Setelah beberapa menit jika terjadi warna jingga maka menunjukkan
adanya glikosida dan aglikon kardenolida
2. Pada 0,1 ml larutan percobaan ditambahkan 2 ml larutan pereaksi Kedde dan 2 ml
kalium hidroksida 1 N. dalam beberapa menit jika terjadi warna merah ungu sampai
biru ungu maka menunjukkan adanya glikosida dan aglikon kardenolida
3. 0,1 ml larutan percobaan dalam tabung reaksi diuapkan diatas penangas air.
Tambahkan 3 ml larutan xantidrol P 0,01% b/v dalam asam asetat P dan 1 tetes asam
klorida P. maka larutan akan berwarna kuning intensif. Lalu dipanaskan diatas
penangas air selama 3 menit. Jika warna larutan berubah menjadi merah intensif
mka menunjukkan adanya glikosida dan glikon-2-desoksigula
4. Reaksi Keller-Kiliani : 0,2 ml larutn percobaan diuapkan diatas penangas air.
Tambahkan 3 ml asam asetat P dengan sedikit pemanasan, lalu dinginkan. Teteskan
besi (III) klorida 0,3M lalu tambahkan hati-hati campuran 3 ml asam sulfat P dan 1
tetes besi (III) klorida 0,3 M, terbentuk cincin berwarna merah coklat pada batas
cairan, setelah beberapa menit diatas cincin berwarna biru hijau, maka menunjukkan
adanya glikosida dan aglikon 2-desoksigula
d) Kromatografi Lapis Tipis

 300 mg serbuk simplisia disari dengan 5 ml metanol P, saring


 Pada lempeng KLT silika gel G P 0,25 mm, totol 2 titik masing-masing 20 µl
filtrat.
 Elusi dengan campuran benzen P – etanol (95%) P (70 :30) dengan jarak rambat
15 cm.
 Semprot kromatogram pertama dengan anisaldehida-asam sulfat LP. Panaskan
pada suhu 110° selama 10 menit. Amati dengan sinar biasa dan sinar UV 366
nm. Pada kromatogram tampak bercak berwarna biru
 Semprot kromatogram kedua dengan asam perklorat P, panaskan pada suhu 110°
selama 10 menit, amati dengan sinar biasa dan sinar UV 366 nm, bercak tidak
berfluorosensi
e) Percobaan glikosida antrakuinon
 200 mg serbuk simplisia dicampur dengan 5 ml asam sulfat 2 N. panaskan
sebentar, lalu dinginkan.
 Tambahkan 10 ml benzen P, kocok, diamkan.
 Pisahkan lapisan benzen, saring
 Filtrat berwarna kuning menunjukkan adanya antrakuinon.
 Kocok lapisan benzen dengan 1 – 2 ml natrium hidroksida 2N, diamkan
 Lapisan air berwarna merah intensif dan lapisan benzen tidak berwarna
3. Identifikasi Saponin

 0,5 g serbuk dimasukkan ke dalam tabung reaksi


 Tambahkan 10 ml air panas, dinginkan, lalu kocok kuat-kuat selama
10 detik (jika zat yang diperiksa berupa sediaan cair maka
diencerkan dulu 1 ml zat dengan 10 ml air dan kocok kuat-kuat
selama 10 menit)
 Dikatakan positif mengandung saponin jika terbentuk buih yang
mantap selama tidak kurang dari 10 menit setinggi 1 – 10 cm dan
pada penambahan 1 tetes HCl 2N, buih tidak hilang
4. Identifikasi Flavonoid
a) Membuat larutan percobaan :
 0,5 g serbuk atau 10 ml sediaan berbentuk cairan disari dengan 10
ml metanol P, menggunakan alat pendingin balik selama 10 menit.
 Saring panas melalui kertas saring kecil berlipat, encerkan filtrat
dengan 10 ml air
 Setelah dingin tambahkan 5 ml eter minyak tanah P, kocok hati-hati,
diamkan
 Ambil lapisan metanol, uapkan pada suhu 40°C dibawah tekanan.
 Sisa dilarutkan dalam 5 ml etil asetat P, saring.
b) Prosedur pengujian
1. Uapkan hingga kering 1 ml larutan percobaan, larutkan dengan 1-2 ml
etanol P(95%) tambahkan 0,5 g serbuk seng P dan 2 ml asam klorida 2N,
diamkan 1 menit, tambahkan 10 ml asam klorida pekat P. Flavonoid
(glokosida-3-flavonol) positif jika dalam 2-5 menit terjadi warna merah
intensif
2. Uapkan hingga kering 1 ml larutan percobaan, larutkan dengan 1 ml
etanol P (95%), tambahkan 0,1 g serbuk magnesium dan 10 ml asam
klorida pekat. Flavonoid positif ditandai dengan warna merah jingga
sampai merah ungu. Jika terjadi warna kuning, jingga menunjukkan
adanya flavon, kalkon, auron
3. Uapkan hingga kering 1 ml larutan percobaan, larutkan dengan aseton P.
tambahkan sedikit serbuk halus asam borat P dan serbuk halus asam
oksalat P, panaskan diatas penangas air (hindari pemanasan berlebihan).
Campur sisa dengan 10 ml eter P, amati dengan sinar UV 366 nm.
Flavonoid positif jika larutan berfluorosensi kuning intensif.
5. Identifikasi Steroid/Triterpenoid

 1 gram serbuk simplisia dimaserasi selama 2 jam dengan 20 ml


eter, kemudian disaring dan filtrat diuapkan dalam cawan
penguap. Sisanya ditambahkan 2 tetes pereaksi Lieberman-
Bouchardat.
 Jika terbentuk warna merah atau ungu yang berubah menjadi
biru ungu atau biru hijau menunjukkan adanya
steroid/triterpenoid.
6. Identifikasi Tanin

 0,5 gram serbuk simplisia disari dengan 10 ml air suling lalu


filtratnya diencerkan dengan air hingga tidak berwarna.
 Larutan diambil sebanyak 2 ml dan ditambahkan 1-2 tetes
pereaksi besi (III) klorida 1 %.
 Jika terjadi warna biru atau hijau kehitaman, menunjukkan
adanya tanin
7. Komatografi

 Kromatografi merupakan teknik pemisahan zat terlarut/ campuran zat oleh


suatu proses karena adanya perbedaan distribusi dalam sistem yang terdiri dari
dua fase, dimana salah satu diantaranya bergerak secara berkesinambungan
dengan arah tertentu dan di dalamnya zat-zat itu menunjukkan perbedaan
mobilitas disebabkan adanya perbedaan dalam adsorbsi, partisi, kelarutan,
tekanan uap, ukuran molekul atau kerapatan muatan ion.
 Teknik kromatografi umum membutuhkan zat terlarut terdistribusi di antara dua
fase, satu diantaranya fase diam (stationary phase), dan fase gerak fase gerak
(mobile phase).
 Fase gerak membawa zat terlarut melalui media, hingga terpisah dari zat
terlarut lainnya, yang tereluasi lebih awal atau lebih akhir. Umumnya zat
terlarut dibawa melewati media pemisah oleh aliran suatu pelarut berbentuk
cairan atau gas yang disebut eluen.
 Jenis-jenis kromatografi dalam analisis kualitatif dan kuantitatif
yang digunakan dalam penetapan kadar dan pengujian adalah
Kromatografi Lapis Tipis (KLT), Kromatografi Gas (KG), dan
Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT).
 KLT umumnya lebih banyak digunakan untuk tujuan identifikasi,
karena mudah dan sederhana serta memberikan pilihan fase diam
yang lebih luas dan berguna untuk pemisahan masing-masing
senyawa secara kuantitatif dari suatu campuran.
 KG dan KCKT keduanya membutuhkan peralatan yang lebih rumit
dan umumnya merupakan metode dengan resolusi tinggi yang dapat
mengidentifikasi serta menetapkan secara kuantitatif bahan dalam
jumlah yang sangat kecil.
 Pada KLT, zat penjerap merupakan lapisan tipis serbuk halus yang dilapiskan pada
lempeng kaca, plastik atau logam secara merata, umllmnya digunakan lempeng
kaca.
 Identifikasi diperoleh dengan pengamatan bercak dengan harga Rf yang identik
dan ukuran yang hampir sama, dengan menotolkan bahan uji dan pembanding
pada lempeng yang sarna. Pembandingan visual ukuran bercak dapat digunakan
untuk memperkirakan kadar secara semi kuantitatif. Pengukuran kuantitatif
dimungkinkan, bila digunakan densitometer, atau bercak dapat dikerok dari
lempeng, kemudian diekstraksi dengan pelarut yang sesuai dan diukur secara
spektrofotometri.
Alat dan bahan untuk KLT adalah sebagai berikut :
1. Lempeng kromatografi, dengan tebal serba rata dan ukuran yang sesuai,
umumnya 20 x 20 cm. Jika tidak dinyatakan lain, lempeng lapis tipis yang
digunakan adalah lempeng silika atau selulosa "pra lapis" (Iempeng siap pakai).
2. Rak penyimpanan, digunakan untuk menempatkan lempeng selama
pengeringan atau untuk membawa lempeng. Rak berisi lempeng harus disimpan
dalam suatu desikator atau harus dapat ditutup kedap untuk melindungi
lempeng terhadap pengaruh lingkungan, setelah diangkat dari lemari
pengering.
3. Zat penjerap, terdiri dari bahan penjerap yang halus, umumnya berdiameter 5
µm hingga 40 µm yang sesuai untuk kromatografi. Zat penjerap dapat dilapiskan
langsung pada lempeng kaca atau dengan menggunakan perekat Paris (kalsium
sulfat terhidrasi 5% hingga 15%), pasta kanji atau perekat lain. Perekat Paris
tidak dapat memberikan permukaan yang keras seperti pada pasta kanji, tetapi
tidak terpengaruh oleh pereaksi penyemprot yang bersifat oksidator kuat. Zat
penjerap dapat mengandung zat berfluoresensi yang menyerap cahaya
ultraviolet untuk membantu penampakan bercak.
4. Bejana kromatografi, yang dapat memuat satu atau Jebih lempeng dan dapat
ditutup kedap. Bejana dapat diJengkapi dengan rak penyangga, yang dapat
menyangga lempeng yang saling membelakangi, dengan tutup bejana pada
tempatnya.
5. Alat sablon , umumnya terbuat dari plastik, digunakan sebagai alat bantu
untuk penotolan Larutan uji dan Larutan pembanding pada jarak seperti yang
dibutuhkan, serta untuk membantu penandaan lempeng.
6. Pipet mikro, yang dapat mengeluarkan cairan sejumlah volume tertentu.
Jumlah total Larntan uji dan Larntan pembanding yang harus ditotolkan,
tertera pada masing-masing monografi.
7. Alat penyemprot pereaksi, yang dapat menyemprotkan butir-butir halus
serta tahan terhadap pereaksi.
8. Lampu ultraviolet, yang sesuai untuk pengamatan dengan panjang gelombang
254 sampai 366 nm.
Lempeng kromatografi Bejana kromatografi

Pipet mikro
 Dalam KLT, perbandingan jarak rambat suatu senyawa tertentu terhadap jarak rambat
fase gerak, diukur dari titik penotolan sampai titik yang memberikan intensitas
maksimum pada bercak, disebut sebagai harga Rf (waktu retensi).
 Perbandingan jarak rambat suatu senyawa tertentu dengan jarak rambat pembanding
dinyatakan sebagai harga Rf.
𝐽𝑎𝑟𝑎𝑘 𝑁𝑜𝑑𝑎 (𝑠𝑜𝑙𝑢𝑡𝑒)
 Harga Rf =
𝐽𝑎𝑟𝑎𝑘 𝐸𝑙𝑢𝑒𝑛 (𝑝𝑒𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡)

 Harga Rf berubah sesuai kondisi percobaan karena itu identifikasi sebaiknya dilakukan
menggunakan pembanding dan bahan uji pada lempeng yang sama.
 Kromatogram dibuat dengan menotolkan Larutan uji, Larutan pembanding, dan suatu
campuran Larutan uji dan Larutan pembanding dalam jumlah yang kurang lebih sama
pada lempeng lapis tipis, dalam satu garis lurus sejajar dengan tepi bawah lempeng
kromatografi.
 Tiap penotolan contoh mengandung zat uji yang bobotnya kurang lebih sama. Jika zat
uji yang diidentifikasi dan pembanding itu sama, terdapat kesesuaian dari harga Rf
pada semua kromatogram, dan kromatogram dari campuran menghasilkan bercak
tunggal, yaitu Rf adalah 1,0.
 Penetapan letak bercak yang dihasilkan KLT letaknya dapat
ditetapkan dengan :
1. pengamatan langsung jika senyawanya tampak pada cahaya
tampak, ultraviolet gelombang pendek (254 nm) atau
gelombang panjang (366 nm);
2. pengamatan dengan cahaya tampak atau ultraviolet setelah
disemprot dengan larutan penampak bercak.
1. Penjenuhan bejana
Tempatkan kertas saring dalam bejana kromatografi. Tinggi kertas saring 18 cm
dan lebamya sama dengan lebar bejana. Masukkan sejumlah larutan pengembang
ke dalam bejana kromatografi, hingga tingginya 0,5 sampai 1 cm dari dasar
bejana. Tutup kedap dan biarkan hingga kertas saring basah seluruhnya. Kertas
saring harus selalu tercelup ke dalam larutan pengembang pada dasar bejana.
Kecuali dinyatakan lain pada masing-masing monografi, prosedur KLT dilakukan
dalam bejana jenuh.
2. Pembuatan Larutan uji KLT
Timbang saksama lebih kurang 1 g serbuk simplisia, rendam sambil dikocok di atas
penangas air dengan 10 mL pelarut yang sesuai selama 10 menit. Masukkan filtrat
ke dalam labu tentukur 10 mL tambahkan pelarut sampai tanda.
3. Prosedur KLT
 Totolkan Larutan uji dan Larutan pembanding dengan jarak antara 1,5 sampai 2 cm dari tepi
bawah lempeng, dan biarkan mengering. Gunakan alat sablon untuk menentukan tempat
penotolan dan jarak rambat, beri tanda pada jarak rambat.
 Tempatkan lempeng pada rak penyangga, hingga tempat penotolan terletak di sebelah bawah,
dan masukkan rak ke dalam bejana kromatografi.
 Larutan pengembang dalam bejana harus mencapai tepi bawah lapisan penjerap, totolan jangan
sampai terendam.
 Letakkan tutup bejana pada tempatnya dan biarkan sistem hingga fase gerak merambat sampai
batas jarak rambat.
 Keluarkan lempeng dan keringkan di udara, dan amati bercak dengan sinar tampak, ultraviolet
gelombang pendek (254 nm) kemudian dengan ultraviolet gelombang panjang (366 nm).
 Ukur dan catat jarak tiap bercak dari titik penotolan serta catat panjang gelombang untuk tiap
bercak yang diamati. Tentukan harga Rf. Jika diperlukan, semprot bercak dengan pereaksi
penampak bercak, amati dan bandingkan kromatogram bahan uji dengan kromatogram
pembanding.

Anda mungkin juga menyukai