A. Pengantar
Dalam asumsi klasik ke-2 seperti dijelaskan pada bab sebelumnya, dikatakan bahwa
untuk mendapatkan taksiran parameter yang bersifat best, linear, unbiassed estimator (BLUE)
adalah tidak terdapatnya Muitikolinearitas dalam model. Bagian ini akan menjelaskan
mengenai (i) konsep Muitikolinearitas, (ii) konsekuensi adanya Muitikolinearitas, (iii) cara
mendeteksi keberadaan Muitikolinearitas, (iv) bagaimana memperbaiki model dengan
Muitikolinearitas, dan (v) penggunaan E-Views untuk menguji keberadaan dan perbaikan
terhadap kasus Muitikolinearitas.
B. Konsep Muitikolinearitas
Masalah muitikolinearitas pertama kali diperkenalkan oleh Ragnar Frish pada 1934. la
mendefinisikan muitikolinearitas sebagai suatu keadaan di mana terjadi korelasi linear yang
"perfect" atau exact di antara sebagian atau semua variabel bebas dalam
C. Konsekuensi Multikolinearitas
Multikolinearitas yang disebabkan adanya hubungan linear yang sempurna di antara
variabel bebas tidak mengubah sifat parameter yang dihasilkan dari metode OLS sebagai
Best, Linear, Unbiassed Estimator (BLUE). Sifat parameter yang dihasilkan masih valid dan
dapat mencerminkan kondisi populasi dalam suatu model serta masih bersifat terbaik di
antara estimator yang bersifat linear sebagai konsekuensi dari nilai-nilai varian yang masih
minimum. Namun demikian, keberadaan multikolinearitas juga memiliki dampak negatif
yakni varian parameter dapat bernilai lebih besar sebagai konsekuensi dari jumlah sampel
yang digunakan relatif sedikit. Konsekuensinya, hasil estimasi memberikan tingkat presisi
yang relatif rendah dan mengakibatkan kemampuan yang rendah dalam menolak hipotesis.
Konsekuensi lanjutan dari kemungkinan terjadinya nilai-nilai varian parameter yang
menjadi lebih besar adalah standard error (yang merupakan akar dari varian) juga semakin
besar. Jika standard error parameter membesar, maka dapat menurunkan nilai t-statistik, hal
ini karena nilai t-statistik sangat sensitif terhadap perubahan standard error, seperti berikut:
Dapat dipastikan bahwa, semakin kecilnya nilai t-statistik maka jika nilai tersebut
kemudian dibandingkan dengan t-tabel, juga akan memiliki nilai yang lebih rendah. Artinya,
kemungkinan menolak hipotesis null juga rendah atau tidak signifikan. Sehingga,
konsekuensi adanya multikolinearitas mengakibatkan turunnya kemampuan terhadap
penolakan hipotesis null atau bias hipotesis.
Konsekuensi lain dari adanya multikolinearitas adalah nilai koefisien determinasi (R2)
cenderung tinggi sehingga menyulitkan peneliti dalam menganalisis kontribusi dari variabel
bebas terhadap variabel terikatnya.
D. Deteksi Multikolinearitas
Terdapat beragam cara untuk menguji keberadaan multi-kolinearitas dalam suatu model
di antaranya:
1. Memahami definisi operasional dan pengukuran variabel Multikolinearitas
merupakan kondisi tentang adanya hubungan di antara variabel bebas dalam suatu
model. Keberadaan hubungan tersebut terjadi berawal dari definisi operasional
dan pengukuran variabel. Data pada setiap variabel dapat berkorelasi kuat
terhadap data pada variabel lainnya umumnya dikarenakan penggunaan definisi
variabel dan pengukuran yang sama. Misalnya variabel pengangguran jika
dikorelasikan terhadap dirinya sendiri akan menghasilkan korelasi yang kuat
(sempurna), sebaliknya variabel penngangguran jika dikorelasikan dengan
variabel kemiskinan akan menghasilkan , korelasi yang tidak (kurang) kuat.
Namun demikian, penggunaan variabel dengan definisi operasional yang berbeda
serta pengukuran yang berbeda juga tidak berarti bahwa korelasi keduanya juga
rendah. Adanya pola pergerakan data yang sejajar (sama) juga mengindikasikan
adanya korelasi yang kuat di antara keduanya. Misalnya kita ingin mengetahui
korelasi antara variabel ukuran rumah dengan variabel pendapatan. Secara definisi
dan pengukuran, kedua variabel tersebut berbeda dan memiliki data yang berbeda
pula. Namun ternyatapola kedua data tersebut terkait erat. Jika pendapatan
individu cenderung meningkat, maka ukuran rumah yang dimilikipun juga
cenderung meningkat. Kondisi inilah yang mengakibatkan terjadinya
multikolinearitas. Dengan kata lain, deteksi awal keberadaan multikolinearitas
dapat diketahui dari definisi operasional, pengukuran variabel serta pola-pola data
dalam variabel.
2. Menganalisis matriks korelasi parsial
Jika digunakan matriks korelasi, maka deteksi multikolinearitas dilakukan dengan
cara menganalisis nilai-nilai korelasi di antara variabel bebas. Gujarati (2004)
mengatakan bahwa bila korelasi antara dua variabel bebas melebihi 0,8 maka
multikolinearitas menjadi masalah yang serius. Gujarati juga menambahkan
bahwa, apabila korelasi antara variabel penjelas tidak lebih besar dibanding
korelasi variabel terikat dengan masing-masing variabel penjelas, maka dapat
dikatakan tidak terdapat masalah yang serius. Dengan demikian, dapat
disimpulkan bahwa apabila angka korelasi lebih kecil dari 0,8 maka dapat
dikatakan telah terbebas dari masalah multikolinearitas.
Namun demikian, perlu dipahami bahwa deteksi keberadaan multikolinearitas
menggunakan matriks korelasi hanyalah untuk menunjukkan nilai korelasi di
antara variabel. Sementara, korelasi tidak sama dengan multikolinearitas, artinya
korelasi yang tinggi di antara variabel bebas tidak selalu berarti bahwa terjadi
multikolinearitas. Hal ini karena perilaku variabel dalam model bersifat
stokhastik, sehingga konsekuensi dari nilai-nilai korelasi antara variabel tidak
dapat ditentukan dengan pasti. Oleh karena itu, adanya nilai korelasi yang tinggi
seharusnya dimaknai sebagai indikasi kemungkinan terjadinya multikolinearitas,
dan bukan sebagai pedoman untuk melihat terjadinya multikolinearitas. Untuk
memberikan keyakinan kemungkinan terjadinya multikolinearitas dengan
berpedoman pada informasi nilai korelasi, maka perlu dilakukan pengujian
lanjutan. Pengujian yang dimaksud adalah menguji model secara parsial. Terdapat
dua cara yang dapat dilakukan untuk membuktikan keberadaan multikolinearitas
berdasarkan angka-angka korelasi dalam matriks korelasi yakni:
a. Melakukan regresi parsial antarvariabel bebas
Rasionalistas penggunaan metode ini adalah bahwa multikolineraitas terjadi
karena adanya korelasi yang tinggi di antara variabel bebas. Oleh karena itu,
untuk membuktikan tingginya nilai korelasi maka jika salah satu variabel
bebas dijadikan variabel terikat dan diestimasi terhadap variabel bebas lainnya
dan menghasilkan nilai pengaruh yang signifikan, itu berarti bahwa kedua
variabel bebas tersebut memang berhubungan cukup kuat, seperti nilai
korelasinya.
b. Membandingkan nilai R2 model parsial dengan nilai R2 model utama
Metode kedua ini merupakan kelanjutan dari metode pada poin (a), yakni
dilakukan perbandingan nilai R2 kedua model. Model utama menghasilkan
nilai R12 dan model kedua menghasilkan nilai R22. Jika nilai R22 > R12 maka
dikatakan terdapat multikolinearitas dalam model.
Secara umum, kedua metode tersebut dapat diilustrasikan sebagai berikut:
Lakukan estimasi terhadap model 1:
Yt = p0 + j3jXj + PJC2 + P3X3 + et kemudian diperoleh nilai R,2,
Lakukan estimasi regresi parsial terhadap model 2:
xn = A> + Pzx2 + Pzx3 + e, diperoleh nilai R22
Jika uji signifikansi menggunakan uji t-statistik diperoleh bahwa X2 signifikan
maka dikatakan antara X, dan X2 memiliki hubungan yang kuat, atau terdapat
multikolinearitas, dan seterusnya untuk uji signifikansi variabel bebas lainnya.
Selanjutnya juga dapat diujikan dengan mengganti variabel terikatnya dengan
X2, rnaupun X3.
c. Membandingkan nilai R12 dan R22.
Jika nilai R22 > R12 maka dikatakan terdapat multi-kolinearitas dalam model.
3. Mengecek keberadaan nilai koefisien determinasi (R2)
Koefisien determinasi (R2) menunjukkan kemampuan variabel bebas menjelaskan
perilaku variabel terikatnya.
Semakin besar nilai R2 suatu model maka semakin tinggi kemampuan variabel
bebas menjelaskan variabel terikatnya. Misalkan nilai R2 suatu model adalah 0.98
artinya bahwa variabel bebas dapat menjelaskan prediksi variabel terikatnya
sebesar 98% dan sisanya sebesar 2% dijelaskan oleh error term. Berdasarkan
pemahaman terhadap nilai R2 maka jika suatu model memiliki nilai R2 yang
besar maka sudah seharusnyalah pengujian signifikansi (uji t) terhadap masing-
masing variabel bebas menghasilkan nilai signifikansi yang tinggi. Namun
terkadang didapati suatu fakta bahwa nilai R2 yang tinggi ternyata hanya
menghasilkan nilai pengujian signifikansi (uji t) yang rendah. Misalkan jika
dalam suatu model dengan 5 (lima) variabel bebas menghasilkan nilai R2 sebesar
0.98, dan ternyata dari ke-5 variabel bebas tersebut hanya 2 (dua) variabel bebas
yang signifikan secara statistik. Hal inilah yang disebut dengan multikolinearitas.
Dengan kata lain, multikolinearitas terjadi ketika R2 cukup tinggi, namun hanya
sedikit variabel bebas yang signifikan secara statistik.
4. Melihat nilai dari variance inflation factor (VIF)
Nilai variance inflation factor (VIF) adalah faktor inflasi penyimpangan baku
kuadarat. VIF tidak lain adalah mengukur keeratan hubungan antar variabel
bebas, atau X. Keterkaitan antara VIF dengan R2 adalah bahwa bila VIF
merupakan fungsi dari nilai R2.
Nilai variance inflation factor (VIF) dapat dihitung dengan cara:
VIF = 1/ (1-R2)
Bagaimana mendapatkan nilai VIF? Nilai VIF dapat diperoleh dengan cara
berikut: Misalkan kita hendak memprediksi variabel Y menggunakan 3 (tiga)
variabel bebas: XI, X2, dan X3. Nilai VIF kita hitung untuk masing-masing X.
Untuk XI, prosedurnya adalah Estimasi XI = b0 + b,X2+ b2X3 + e Hitung VIF
untuk XI adalah VIF, = 1 / (1 - R 2) Lakukan prosedur yang sama untuk X2, dan
X3 seperti prosedur pada model Xr Perhatikan bahwa R2 dalam hitungan di atas
adalah ukuran keeratan antar X. Semakin besar R2, maka VIF semakin tinggi
(semakin kuat adanya collinearity). Misal jika R2 = 0,8 akan menghasilkan VIF =
5, sementara jika R2 = 0,95 akan menghasilkan VIF = 20. Hal ini berarti bahwa,
semakin besar nilai R2 maka semakin besar pula nilai VIF. Oleh karena itu,
seorang peneliti harus waspada jika mendapati hasil estimasi dengan nilai R2
cenderung tinggi. Meskipun tidak terdapat batasan baku mengenai nilai VIF
dikatakan tinggi, namun beberapa buku Ekonometrika menyatakan bahwa nilai
VIF di atas 5 (lima) merupakan warning bahwa multikolinearitas terjadi pada
model. Beberapa versi lainnya mengatakan bahwa nilai VIF di atas 10 (sepuluh)
merupakan warning keberadaan multikolinearitas dalam model.
Dimana
Hasil estimasi terhadap parameter harta (b2) sebagai perkiraan dari parameter pendapatan (β1)
maka nilai parameter kekayaan (b3) sebagai perkiraan dari parameter kekayaan (β1) secara
otomatis dapat diketahui berdasarkan informasi bahwa P2 = 0,5 β1
2. Menambah data
Estimasi terhadap model regresi mempersyaratkan adanya kecukupan data.
Digunakannya metode random sampling dalam pendekatan kuantitatif diharapkan dapat
membantu peneliti dalam memperoleh jumlah sampel dan data dalam jumlah yang besar.
Oleh karena itu, setiap estimasi terhadap model regresi diharapkan telah menggunakan data
dalam jumlah yang relatif banyak. Semakin banyak data yang digunakan akan memberikan
hasil yang semakin baik. Oleh karena itu, jika terdapat masalah multikolinearitas, maka
upaya awal untuk melakukan perbaikan yang dapat dilakukan adalah melakukan penambahan
jumlah data. Seyogianya, peneliti tidak perlu meminimalkan jumlah data yang digunakan,
sebaliknya berpikiran untuk menggunakan data sebanyak banyaknya. Semakin banyak
jumlah data berarti (i) deviasi data mengecil, (ii) degree of freedom (df) meningkat, (iii) nilai
t-statistik membesar, (iv) uji hipotesa menghasilkan penolakan terhadap hipotesis null, atau
signifikan.
3. Menggabungkan data time series dengan data cross-section
Estimasi terhadap model regresi dapat menggunakan data time series maupun data cross
section. Penggunaan jenis data dalam suatu model dapat diketahui dari simbol model yang
dipakai. Misalnya, jika digunakan data time series maka simbol yang dipakai adalah t dan
jika digunakan data cross section digunakan simbol i, seperti berikut ini:
Data time series:
Konsumsi1 = β0+ β1 Pendapatant + β2 kekayaant + β3 pendidikant + ɛt
Multikolinearitas dapat terjadi pada kedua model terscbut. Untuk memperbaikinya adalah
dengan cara menggabungkan kedua jenis data dalam model yang sama, menjadi:
Penggabungan data (time series dan cross section) dikenal dengan pooling atau data panel.
Dengan melakukan penggabungan tersebut, maka sifat dan struktur dari data menjadi
berubah. Perubahan tersebut berdampak pada rendahnya multikolinearitas, dikarenakan
hubungan antarvariabel bebas tidak hanya dapat terjadi pada periode waktu (time series) saja
namun juga dapat terjadi pada lintas ruang (cross section). Artinya, kemungkinan terjadinya
hubungan antarvariabel menjadi rendah. Pemahaman terkait penggabungan data akan dibahas
tersendiri pada bagian tersendiri, yakni Model dengan Data Panel.
Cara paling sederhana dan mudah untuk mengatasi adanya multikolinearitas dalam suatu
model adalah dengan cara mengeluarkan satu atau lebih dari variabel bebas yang terdeteksi
memiliki kolinearitas yang tinggi. Misalnya, jika hasil perhitungan pada matriks korelasi
didapati bahwa korelasi antara X., dengan X2 sebesar 0,85 maka nilai tersebut
mengindikasikan bahwa keduanya berhubungan sangat kuat. Jika kedua variabel tersebut
dimasukkan dalam model dan diregresi akan menghasilkan kemungkinan adanya
multikolinearitas. Berdasarkan informasi tersebut, maka 'untuk menghindari terjadinya
multikolinearitas, peneliti dapat memilih di antara dua variabel tersebut yang nantinya akan
dimasukkan dalam model, misalnya dipilih variabel X,. Jika digunakan metode ini, maka
multikolinearitas dapat dihindari. Namun demikian, perlu dipertimbangkan bahwa
menghilangkan variabel dalam suatu model berarti "biaya". Makna "biaya" dalam
pengertiannya adalah bahwa data yang telah terkumpul maupun teori yang telah digunakan
kemungkinan menjadi tidak terpakai seiring dengan tidak digunakannya variabel tersebut
dalam model. Oleh karena itu, meskipun metode ini merupakan metode yang mudah namun
memiliki konsekuensi yang cukup mahal, tidak setiap peneliti merelakan untuk
menghilangkan variabel dalam suatu model penelitian, "hanya" karena masalah
multikolinearitas. Transformasi variabel
Pembentukan suatu model memang harus mengacu pada teori dan studi-studi terdahulu
serta mengikuti prosedur Ekonometrika. Namun demikian, faktor "error" dalam suatu model
merupakan suatu keniscayaan. Oleh karena itu, terdapat berbagai cara dan metode yang dapat
ditempuh oleh setiap peneliti dalam merumuskan dan membentuk model. Berbagai model
Ekonometrika mulai dari yang sederhana hingga kompleks merupakan suatu konsekuensi dari
upaya peneliti mendapatkan model terbaik. Salah satu cara untuk memperbaiki
multikolinearitas adalah dengan melakukan transformasi variabel. Jika dalam model
digunakan bentuk model seperti:
Transformasi variabel dari bentuk level menjadi bentuk logaritma natural (ln) dapat
memiminimalisir terjadinya multikolinearitas. Bahkan, transformasi tersebut meng¬hasilkan
temuan hubungan yang bersifat "elastisitas" antara variabel bebas dengan variabel terikatnya.
Namun demikian, untuk melakukan transformasi tersebut perlu memerhatikan kaidah
menurut konsep Ekonometrika. Kaidah tentang transformasi variabel akan dijelaskan dalam
bagian tersendiri.
F. Aplikasi E-Views
Pada data Longley berisi data runtut waktu periode 1947 hingga 1962 (sebanyak 16 series).
Variabel yang digunakan meliputi:
X6: Time: Indeks tahun, sama dengan 1 untuk tahun 1947, sama dengan 2 untuk tahun 1948
dan seterusnya.
Berdasarkan data, maka model yang dapat dibuat dan akan diestimasi adalah sebagai berikut:
Untuk melakukan estimasi terhadap data dan model tersebut, maka langkah-langkah yang
harus dilakukan adalah sebagai berikut:
Buat lembar kerja, buat nama-nama variabel dan lakukan entry data. Hasilnya sebagai
berikut:
Lakukan estimasi terhadap model yang dibuat dengan cara klik Quick—Estimate equation—
dan isikan nama-nama variabel pada kolom Equation specification seperti berikut ini:
Berdasarkan hasil estirnasi, diketahui bahwa nilai R2 model relatif tinggi (0,995512) disertai
dengan sejumlah variabel bebas yang tidak signifikan secara statistik (XI, X2, dan X5). Oleh
karena itu, hasil tersebut mengindikasikan adanya multikolinearitas. Guna memberikan hasil
yang meyakinkan, maka temuan tersebut perlu diklarifikasi dengan menampilkan hasil
korelasi antar-variabel bebas. Untuk menampilkan nilai korelasi antar variabel bebas,
dilakukan dengan cara: klik Quick—Group Statistics— Correlation seperti berikut:
Kemudian isikan nama-nama variabel bebas pada bagian Series list, seperti berikut ini:
Berdasarkan hasil pengujian korelasi, diketahui bahwa terdapat nilai nilai korelasi yang relatif
besar, yang ditunjukkan oleh linglcaran. Hal ini mengindikasikan adanya hubungan korelasi
yang kuat di antara variabel bebas, yang memperkuat indikasi adanya multikolinearitas antar
variabel bebas. Perlu diingat bahwa korelasi yang tinggi tersebut bukanlah syarat cukup
namun hanya syarat perlu adanya multikolinearitas (Rosadi, 2012).
Selanjutnya, untuk lebih memastikan adanya multikolinearitas dapat dilakukan metode Klein
yakni membandingkan nilai koefisien determinasi dari model regresi utama dengan nilai dari
persamaan regresi auxiliary atau regresi semu antar variabel bebas (Rosadi, 2012). Model
persamaan regresi auxiliary atau regresi semu tersebut adalah sebagai berikut:
Berdasarkan hasil perhitungan VIF, diketahui bahwa nilai-nilai VIF pada model
persamaan regresi auxiliary sangat besar (jauh lebih besar dari 10) kecuali pada model 4,
sehingga dapat disimpulkan bahwa telah terjadi kolinearitas yang kuat antarvariabel bebas.
Perbaikan Multikolinearitas
Berdasarkan analisis terhadap hasil estimasi terhadap model dengan menggunakan data
Longley, dibuat suatu kesimpulan bahwasanya model telah terdeteksi mengalami masalah
multikolinearitas, maka perlu dilakukan upaya perbaikan. Sesuai dengan metode perbaikan
multikolinearitas, perbaikan terhadap multikolinearitas dapat dilakukan dengan berbagai
metode seperti menambah data, menggabungkan jenis data time series dan cross section,
transformasi variabel, maupun mengeluarkan variabel dalam model. Beberapa upaya
perbaikan yang dilakukan terhadap model tersebut adalah sebagai berikut:
Dalam model utama terdapat variabel GNP price deflator (X,) dan variabel GNP (X2). Kedua
variabel tersebut dapat menghasilkan variabel baru yakni variabel GNP Riil yang dapat
diperoleh dengan melakukan transformasi variabel RGDP=X2/ X 1. Selanjutnya, akan
digunakan variabel hasil transformasi yakrli RGDP untuk menggantikan kedua variabel yang
terdeteksi multikolinearitas (variabel X1 dan X2). Untuk melakukan transformasi tersebut
dapat dilakukan dengan cara: Klik Quick--Generate series kemudian ketikkan RGDP=X2/X1
dan klik OK, sebagai berikut:
Pertumbuhan penduduk terjadi secara alami, sehingga memiliki tren. Variabel jumlah
populasi (X5) akan memiliki korelasi yang kuat dengan waktu (Time, X 6) sehingga tidak
perlu mempertahankan kedua variabel tersebut dalam model. Oleh karena itu, yang perlu
digunakan dalam model hanyalah variabel jumlah populasi (X5) saja.
Penggunaan variabel banyaknya orang yang tidak bekerja (X 3) dirasa kurang tepat digunakan
untuk memprediksi pasar tenaga kerja. Jika dimungkinkan, lebih baik digunakan variabel
persentase populasi penduduk tidak bekerja. Namun sayangnya data tersebut tidak tersedia.
Jika model hasil transformasi tersebut di estimasi, akan memberikan hasil sebagai berikut:
Berdasarkan hasil estimasi, jika digunakan derajat kepercayaan sebesar 5%, maka hanya
variabel RGDP yang signifikan secara statistik. Sementara, jika digunakan derajat
kepercayaan sebesar 10% maka ketiga variabel semuanya signifikan secara statistik.
Pemilihan derajat kepercayaan ditentukan oleh setiap peneliti, disesuaikan dengan
karakteristik data yang digunakan.
Penerapan model regresi untuk melakukan deteksi multikolinearitas juga dapat dilakukan
pada bidang Moneter dan Keuangan. Salah satu contohnya adalah prediksi terhadap
pertumbuhan ekonomi menggunakan variabel moneter dan makroekonomi. Model yang akan
di estimasi adalah sebagai berikut:
cara:
a. Klik File — New — Workfile kemudian buat isikan menu-menu yang ditampilkan
sesuai dengan identitas data.
b. Proses estimasi dilakukan dengan cara klik Quick — Estimate Estimation dan isikan
pada kolom Equation specification informasi: PDBcJUBINFLASI SUKUBUNGA
OILPRICE NETEKSPOR, kemudianklik tombol OK.
Hasilnya sebagai berikut:
Dependent Variable: PDB
Method: Least Squares Date: 04/13/16 Time: 22:21
Sample: 1 36
Included observations: 36
Berdasarkan hasil estimasi tersebut, deteksi dan analsis terhadap keberadaan multikolinearitas
dapat dilakukan dengan cara-cara berikut yakni:
Berdasarkan hasil estimasi diketahui bahwa nilai R2 adalah sebesar 0,9844, artinya
bahwa sebesar 98,44% variabel bebas dapat menjelaskan prediksi variabel terikatnya,
sisanya sebesar 2% dijelaskan oleh error term. Nilai R2 yang tinggi perlu mendapat
perhatian peneliti, karena dapat berdampak terjadinya multikolinearitas.
Ketika nilai R2 tinggi, maka ekspekstasi peneliti terhadap pengujian signifikansi juga
tinggi. Artinya harapan akan diperolehnya banyak variabel bebas yang akan signifikan
juga besar. Untuk melihat signifikansi variabel bebas, kita dapat membandingkan nilai t-
statistik setiap variabel bebas dan membandingkannya dengan nilai t-tabel. Jika nilai t-
statistik " > t-tabel maka variabel dikatakan berpengaruh signifikan. Cara lainnya adalah
membandingkan nilai probabilita setiap variabel bebas dan membandingkannya dengan
derajat kepercayaan (a) yang digunakan, misal 5%. Jika nilai probablilita < dari 5%
(0,05) maka dikatakan variabel bebas berpengaruh signifikan.
Berdasarkan hasil estimasi di atas, dapat dianalisis bahwa hanya variabel JUB yang
berpengaruh signifikan, sementara ke-empat variabel bebas lainnya tidak signifikan.
Sementara nilai R2 model tinggi. Kondisi tersebut menunjukkan keberadaan terjadinya
multikolinearitas dalam model regresi.
Bagaimana memperbaiki model yang terkena multikolinearitas tersebut? Berdasarkan
metode perbaikan yang telah dijelaskan sebelumnya, maka cara yang dapat dilakukan
untuk memperbaiki model tersebut adalah misalnya digunakan cara "Menggunakan
informasi mengenai keterkaitan antarvariabel dan menge-luarkan variabel terdeteksi
multikolinearitas".
Jika digunakan metode ini, maka diperlukan analisis terhadap keterkaitan antar variabel
bebas yang digunakan dalam model. Berdasarkan konsep dalam Makroekonomi, dapat
dianalisis sebagai berikut:
1. Variabel inflasi merupakan salah satu variabel yang selalu melekat pada setiap
variabel Makroekonomi lainnya. Artinya bahwa salah satu penyebab terjadinya
multikolinearitas dapat berasal dari variabel inflasi.
2. Variabel JUB dengan Suku Bunga memiiiki pola pergerakan yang sejajar. Jika JUB
meningkat, maka Suku Bunga relatif menurun dan sebaliknya.
3. Variabel JUB memiiiki keterkaitan dengan semua variabel bebas lainnya.
Berdasarkan analisis tersebut, maka faktor penyebab terjadinya multikolinearitas
adalah digunakannya variabel JUB dalam model. Oleh karena itu, tindakan perbaikan
yang dapat dilakukan adalah mengeluarkan variabel JUB dalam model. Hasil
estimasi model tanpa variabel JUB adalah sebagai berikut:
bahwa semua variabel bebas berpengaruh signifikan terhadap variabel terikatnya, dengan
nilai R2 sebesar 78,33%.