ekonomi
manajerial,
tujuan
pokok
manajemen
adalah
Laba
t
t =1 (1+i)
Nilai=
atau
Nilai=
t =1
TR TC
(1+i)t
pembuatan
keputusan
manajerial,
hal-hal
penting
yang
harus
Penjualannya,
Strategi
periklanan
yang
digunakan,
TR = f(Q)
Persamaan diatas dibaca penerimaan total (TR) merupakan fungsi
dari jumlah produk yang terjual Suatu hubungan fungsional yang lebih
khusus diberikan oleh persamaan :
TR = P X Q
Diatas P menunjukan harga tiap unit yang terjual dan hubungan
antara variable dependen dengan variable independen ditetapkan secara
tepat.
TR = Rp 150 X Q
2. Model Tabel dan Grafik
Model
table
dan
grafik
sering
digunakan
untuk
menyajikan
hubungan-hubungan ekonomi.
terjual
1
150
300
450
600
750
900
Gambar 2.1
Tujuan dari analisis ini adalah untuk menentukan nilai dari variabel-variabel
independen yang bisa mengoptimalkan fungsi tujuan dari para pembuat
keputusan.
1. Hubungan Nilai Total dengan Marginal
Unit output
Laba Total
terjual (Q)
0
1
2
3
4
5
6
7
8
Laba
Laba Rata-
Marginal
Rata
19
33
41
43
39
35
7
-9
19
26
31
34
35
35
21
26
0
19
52
93
136
175
210
217
208
pembuatan
keputusan
manajerial.
Karena
nilai
marginal
menunjukkan perubahan dari nilai total, maka jika nilai marginal tersebut
lebih besar dari nilai rata-rata, pasti nilai rata-rata tersebut sedang
menaik. Misalnya, jika 10 pekerja rata-rata menghasilkan 200 unit output
perhari, dan pekerja ke 11 (tambahan) menghasilkan 250 unit, maka
output rata-rata dari npekerja meningkat.
3. Penggambaran hubungan antara nilai total, marginal dan rata-rata
Slope adalah suatu ukuran kemiringan sebuah garis,
dan
Gambar 2.2
D. Kalkulus Diferensial
Teknis analisis kalkulus diferensial bisa digunakan untuk menemukan nilai
maksimum dan minimum dari suatu fungsi tujuan secara efisien melalui analisis
marginal. Konsep kalkulus dasar mudah mudah dikembangkan untuk masalah
pengambilan keputusan yang dibatasi oleh beberapa kendala.
MarginalY =
Y
X
dY
Y
=lim
dX X 0 X
#Notasi tersebut dibaca : turunan Y pada X sama dengan limit dari Y/X,
jika X mendekati nol.
Konsep turunan sebagai limit dari suatu rasio adalah sama dengan slope
kurva pada sebuah titik. Gambar 2.4 menunjukan konsep tersebut menggunakan
gambar yang sama dengan gambar 2.3. Slope rata-rata dari dari kurva tersebut
antara titik A dan D dihitung dengan cara :
Y Y 4Y 1
=
X X 4X 1
perubahan
perubahan
penerimaan
yang
disebabkan
oleh
suatu
Kaidah Konstanta
Turunan dari sebuah konstanta selalu nol, oleh karena itu jika Y = sebuah
konstanta, maka :
dY
0
dX
Keadaan ini digambarkan pada Gambar 2.5 untuk Y = 2. Oleh karena Y
didefinisikan sebagai konstanta, maka tidak berubah-ubah walaupun X berubah,
dan karena itu dY/dX pasti sama dengan nol.
Gambar 2.5
Gambar dari sebuah Fungsi yang Konstan:
Y = Konstanta, dY/dX = 0
Y
Y=2
Kaidah Pangkat
Turunan dari fungsi pangkat seperti Y = aX b dimana a dan b merupakan
konstanta adalah sama dengan pangkat (exponent) b dikalikan dengan
koefisiensi a dikalikan dengan variable X pangkat b-1:
Y aX b
dY
dX
b. a. X(b-1)
dY
dX
3. 2x(3-1)
= 6X2
Sebuah grafik bisa memperjelas konsep fungsi pangkat ini. Pada Gambar
2.6, dua contoh fungsi pangkat di muka, Y = X 3 dan Y = 0,5X dilukiskan. Pertama
perhatikan Y = 0,5X. Turunan fungsi ini adalah dY/dX = 0,5, merupakan sebuah
konstanta, menunjukkan bahwa slope fungsi tersebut adalah konstan. Hal ini
tampak pada gambar tersebut. Turunan mengukur suatu tingkat perubahan. Jika
tingkat perubahan tersebut konstan, jika fungsi tersebut liniear, maka turunan
fungsi tersebut pasti konstan. Fungsi yang kedua, Y = X 3, meningkat jika X
bertambah. Turunan fungsi tersebut, dY/dX = 3X 2, selalu meningkat jika X
bertambah banyak. Hal tersebut menunjukkan bahwa slope fungsi tersebut
meningkat.
Gambar 2.6 Fungsi Pangkat
Y
Y=
Y= 0,5 X
X
Kaidah Penjumlahan dan Selisih
Notasi berikut ini akan digunakan terus sampai bab ini unutk menunjukkan
sejumlah aturan diferensiasi:
U = g(X): U adalah g fungsi X
V = h(X): V adalah h fungsi X
Turunan dari suatu penjumlahan (atau selisih) sama dengan jumlah atau
selisih) dari turunan secara individual. Oleh karena itu, jika Y = U + V maka:
dY dU dV
dX dX dX
misalnya, U = g(X) = 2X2, V = h(X) = -X3, dan
Y = U + V = 2X2 X3 maka:
dY
4 X 3X 2
dX
Turunan fungsi yang pertama (2X2) sama dengan 4X diperoleh melalui
kaidah pangkat; turunan fungsi yang kedua (-X 3) sama dengan 3X2 diperoleh
dengan cara yang sama; dan turunan fungsi secara total merupakan jumlah dari
turunan-turunan dari bagian-bagiannya.
Kaidah Perkalian
Turunan dari perkalian antara dua fungsi adalah sama dengan fungsi yang
pertama dikalikan dengan turunan dari fungsi yang kedua, ditambah dengan
fungsi yang kedua dikalikan dengan turunan fungsi yang pertama. Oleh karena
itu, jika Y = U . V, maka:
dY
dV
dU
3X 2
3 X
dX
dX
dX
= 3X2(-1) + (3 X)(6X)
= -3X2 + 18X 6X2
= 18X 9X2
Faktor yang pertama 3X2 dikalikan dengan turunan dari factor yang kedua -1 dan
ditambah dengan factor yang kedua (3-X) dikalikan dengan turunan factor yang
pertama 6X.
Kaidah Hasil Bagi
Turunan dari hasil bagi dari suatu fungsi adalah sama dengan penyebut
yang dikalikan dengan turunan pembilang, dikurangi dengan pembilang dikalikan
dengan turunan penyebut, dan kemudian semuanya dibagi dengan penyebut
kuadrat. Maka, jika Y = U/V, maka:
dY
dX
V.
dU
dV
U.
dX
dX
V2
2X 3
6X 2
dY 6 X 2 .2 2 X 3 12 X
dX
36 X 4
12 X 2 24 X 2 36 X
36 X 4
36 X 12 X 2
36 X 4
3 X
3X 3
Penyebut 6X2 dikalikan dengan turunan dari pembilang yaitu 2. Kemudian hasil
tersebut dikurangi dengan pembilang (2X 3) dikalikan dengan turunan dari
penyebut yaitu 12X. Kemudian hasil tersebut dibagi dengan penyebut kuadrat
yaitu 36X4. Hasil akhirnya merupakan turunan yang dicari.
Kaidah Rantai
Turunan sebuah fungsi dari sebuah fungsi diperoleh dengan cara. Jika Y =
f(U), dimana U = g(X), maka:
dY dY dU
dX dU dX
Misalkan, Y = 2U U2, dan U = 2X3, maka kita bisa mendapatkan dY/dX dengan
cara berikut:
Langkah 1
dY
2 2U
dU
Dengan mensubtitusikan nilai U diperoleh:
dY
2 2 2 X 3
dX
= 2 4X3
Langkah 2
dY
6X 2
dX
Langkah 3
dY dY dU
x
dX dU dX
= (2 4X3)6X2
= 12X2 24X5
Dua contoh berikut ini menunjukkan bagaimana penerapan kaidah rantai ini
untuk mendapatkan turunan dari berbagai fungsi.
Contoh 1:
X 2 1
U U 1/ 2
Misalkan U = X2 1, maka Y =
dY 1 1 / 2
U
dU 2
1
2U 1 / 2
dY
1
2
dU 2 X 1 1 / 2
karena U = X2 1, maka
dU
2x
dX
Dengan menggunakan kaidah rantai,
dY dY dU
x
dX dU dX
, maka:
dY
1
2x
2
dX 2 X 1 1 / 2
X
=
X 2 1
10.000 400Q 2Q 2
Disini
Gambar 2.7, jika ouput sama dnegan nol, maka perusahaan tersebut akan rugi
sebesar Rp. 10.000,00 (biaya tetap atau fixed cost adalah Rp. 10.000.00). Tetapi
jika output meningkat, maka laba juga akan meningkat. Titik impas atau break
even point (tingkat output yang menghasilkan laba sama dengan nol) dicapai
pada saat output berjumlah 29 unit. Laba maksimum dicapai pada saat output
sebesar 100 unit dan setelah itu laba menurun.
Gambar 2.7 Laba Sebagai Fungsi Dari Output
Laba Marginal (M
d
400 4Q
dQ
)=
slopenya harus sama dengan nol. Namun demikian, karena nilai marginal akan
menjadi nol baik untuk nilai maksimum maupun minimum dari suatu fungsi,
maka analisis selanjutnya perlu untuk menentukan apakah nilai maksimum atau
minimum tersebut telah ditemukan.
Keadaan tersebut dilukiskan dalam Gambar 2.8 di mana tampak bahwa
slope dari kurva laba total adalah nol, baik pada titik A maupun titik B. Namun
demikian, titik A menunjukkan tingkat output yang meminimumkan laba,
sedangkan titik B menunjukkan tingkat output yang memaksimumkan laba.
Konsep
turunan
kedua
(second-order
derivative)
digunakan
untuk
fungsi. Turunan
kedua ini merupakan turunan dari turunan pertama. Jika laba total ditunjukkan
oleh persamaan
d
M b 2cQ 3dQ 2
dQ
(2.7)
Turunan kedua dari fungsi laba total adalah turunan dari fungsi laba marginal
(turunan persamaan 2.7) yaitu:
d 2 dM
2c 6dQ
dQ
dQ 2
Jika turunan pertama menunjukkan slope fungsi laba total, maka turunan
kedua tersebut menunjukkan slope dari turunan pertama tersebut yakni slope
dari kurva laba marginal. Kita bisa menggunakan turunan kedua tersebut untuk
membedakan titik maksimum dan minimum. Jika turunan kedua dari sebuah
fungsi
negatif
maka
titik
yang
ditentukan
adalah
maksimum,
demikian
sebaliknya.
Alasan dari hubungan yang terbalik tersebut bisa dilihat dari Gambar 2.8.
Perhatikan bahwa laba mencapai minimum pada titik A, karena laba marginal,
yang tadinya negatif dan karena itu menyebabkan laba total turun, tiba-tiba
menjadi positif. Oleh karena itu slopenya positif. Keadaan yang berlawanan
terjadi pada titik maksimum nilai laba marginal tersebut adalah positif tetapi
menurun hingga suatu titik dimana fungsi laba total mencapai maksimum, dan
negatif setelah titik tersebut. Oleh karena itu, fungsi marginal tersebut berslope
negatif pada titik maksimum fungsi total.
Sebuah contoh dengan bilangan akan memperjelas konsep ini. Misalkan
fungsi laba total dalam Gambar 2.8 ditunjukkan oleh fungsi berikut:
Laba total
(2.8)
Laba marginal ditunjukkan oleh turunan pertama dari laba total tersebut:
d
dQ
M
Laba marginal
(2.9)
Laba total akan maksimum atau minimum pada titik-titik dimana turunan
pertama tersebut (laba marginal) sama dengan nol, maka:
dQ
-2.400 + 700Q 25Q2 = 0
(2.10)
Dengan menggunakan rumus abc, kita akan menemukan nilai-nilai output yang
memenuhi persamaan 2.10 yaitu 4 dan 24. Oleh karena itu nilai-nilai tersebut
merupakan titik-titik laba maksimum atau minimum.
Pengujian terhadap turunan kedua dari fungsi laba total pada masingmasing tingkat output tersebut akan menunjukkan apakah nilai-nilai tersebut
minimum ataukah maksimum. Turunan kedua dari fungsi laba total tersebut
didapatkan dengan mencari turuan dari fungsi laba marginal (persamaan 2.9):
d 2 dM
dQ
dQ 2
= 700 50Q
Pada tingkat output atau Q = 4:
d 2
dQ 2
= 700 50.4 = 500
Karena turunan kedua tersebut positif, yang menunjukkan bahwa laba
marginal sedang menaik, maka laba total adalah minimum pada tingkat output
sebesar 4 unit. Dengan kata lain, laba total pada tingkat output sebesar 4 sesuai
dengan titik A pada Gambar 2.8.
Dengan menilai turunan kedua pada tingkat output sebesar 24 unit, kita
memperoleh.
d 2
dQ 2
= 700 50 . 24 = -500
Karena turunan kedua tersebut adalah negatif pada tingkat output sebesar
24, yang menunjukkan bahwa laba marginal tersebut sedang menurun, maka
fungsi laba total mencapai titik maksimum pada tingkat output sebesar 24 unit.
Tingkat output ini sesuai dengan titik B pada Gambar 2.8.
Penggunaan Turunan untuk Memaksimumkan Selisih Antara Dua Fungsi
Salah satu kaidah dalam ekonomi mikro yaitu MR harus sama dengan MC
agar laba maksimum bisa dicapai, sebenarnya timbul berdasarkan pada asas
optimisasi kalkulus tersebut. Asas tersebut timbul dari adanya kenyataan bahwa
jarak antara dua fungsi akan maksimum pada titik dimana slope kedua fungsi
tersebut adalah sama. Gambar 2.9 menggambarkan titik tersebut. Disini fungsi
penerimaan dan fungsi biaya hipotesis ditunjukkan. Laba total sama dengan TR
dikurangi TC, dan oleh Karen aitu sama dengan jarak vertical antara kedua kurva
tersebut pada setiap tingkat output. Jarak tersebut akan maksimum pada tingkat
output QB dimana slope dari kurva TR dan TC tersebut sama. Karena slope kurva
TR dan TC masing-masing menunjukkan MR dan MC, maka MR = MC.
Alasan bahwa QB merupakan tingkat output yang memaksimumkan laba
bisa tampak dengan memperhatikan bentuk dari kurva TR dan TC disebelah akan
titik A. Pada titik A, TR = TC, berarti di situ terjadi titik impas (break even point),
dan oleh karena itu titik A tersebut menunjukkan tingkat output yang
menghasilkan laba sama dengan nol.
Gambar 2.9 TR, TC, dan Laba Maksimum
Rp/t
Total Cost
Total revenue
A
Marginal Cost
Output (unit/t)
Marginal revenue
Pada tingkat-tingkat output QA, TR meningkat lebih cepat dari TC dengan kata
lain, MR > MC. Jika slope TR sama dengan slope TC, maka kedua kurva tersebut
akan sejajar. Keadaan tersebut terjadi pada tingkat output Q B. Setelah
melampaui QB. Setelah melampaui QB slope kurva TC lebih besar slope kurva TR
(MC > MR), maka jarak antara kedua kurva tersebut mengecil dan laba total
menurun.
Suatu contoh dengan angka akan memperjelas penggunaan turunan ini.
Perhatikan fungsi-fungsi penerimaan, biaya, dan laba berikut ini. Misalkan:
Total Revenue (TR) = 41,5Q 1,1Q2
Total Cost (TC) = 150 + 10Q 0,52 + 0,02Q3
Laba Total =
= TR TC
Tingkat output yang bisa memaksimumkan laba tersebut bisa diperoleh dengan
mensubstitusikan fungsi TR dan TC kedalam fungsi laba, kemudian menganalisis
turunan pertama dan kedua dari persamaan tersebut.
TR TC
d
31,5 1,2Q 0,06Q 2
dQ
Dengan menentukan laba marginal sama dengan nol dan menggunakan rumus
abc kita bisa menemukan kedua akarnya yaitu Q1 = -35 dan Q2 = + 15. Karena
output yang negatif tidak mungkin terjadi, maka Q 1 bukan merupakan tingkat
output yang bisa digunakan.
Suatu pengujian terhadap turunan kedua dan fungsi laba tersebut pada
tingkat Q = 15 akan menunjukkan apakah ini merupakan titik laba maksimum
atau titik laba minimum. Turunan kedua tersebut adalah:
d 2 dM
1,2 0,12Q
dQ
dQ 2
Dengan menguji turunan tersebut pada Q = 15 menghasilkan nilai turunan
kedua tersebut sebesar -3, oleh karena itu Q = 15 merupakan titik laba
maksimum.
Untuk melihat hubungan MR dan MC dengan maksimisasi laba perhatikan
persamaan umum laba
dan selisih dari diferensiasi, maka persamaan umum laba marginal adalah:
d dTR dTC
dQ
dQ
dQ
M MR MC
Sekarang, karena maksimisasi setiap fungsi mengharuskan turunan pertama
sama dengan nol, maka maksimisasi laba akan terjadi jika
M MR MC 0
atau
MR = MC
Meneruskan contoh kita di muka. MR dan MC diperoleh dengan penurunan fungsi
TR dan TC:
MR
dTR
41,5 2,2Q
dQ
MC
dTC
10 Q 0,06Q 2
dQ
dengan
variabel
atau
lebih.
Perhatikan
fungsi
permintaan akan suatu produk di mana kuantitas yang diminta (0) ditentukan
oleh harga (P) yang telah ditetapkan, tingkat pengeluaran ikln (A). Fungsi
tersebut bisa dituliskan sebagal berikut:
Q=f(P,A)
Untuk
(2.11)
menganalisis
hubungan
variabel
majemuk,
seperti
ditunjukkan
persamaan 2.11 kita perlu mengetahui pengaruh marginal dan setiap variabel
indeponden terhadap variabel dependen. Dengan kata lain, optimisasi datam
kasus seperti ini memerlukan suatu analisis bagaimana perubahan dan setiap
variabel independen mempengaruhi variabel dependen, dengan menganggap
pengaruh
seluruh
variabel
independen
lainnya
konstan.
Turunan
parsial
merupakan konsep kalkulus yang digunakan untuk analisis marginal seperti ini.
Dengan menggunakan fungsi permintaan pada persamaan 2.11, kita bisa
memperoleh 2 turunan parsial:
P Q/ P
A Q / A
Kaidah untuk menentukan turunan parsial adalah sama dengan kaidah dalam
turunan yang sederhana. Karena konsep turunan parsial menggunakan suatu
asumsi bahwa semua variabel, kecuali satu variabel di mana turunan tersebut
diturunkan, tidak berubah. Perhatikan persamaan Y= 10- 4X + 3XZ-Z 2. Dalam
fungsi mi ada dua variabel independen, yaitu X dan Z, oleh karena itu 2 turunan
parsial bisa dihitung. Untuk menentukan turunan tersebut pada X, maka
persamaan tersebut bisa dituliskan kembali sebagai:
Di sini kita mempunyai dua persamaan dengan dua bilangan anu.
Penyelesaian secara simuttan akan menghasilkan nilai X = 3 dan Z = 2 yang
mernaks,mumkan fungsi tersebut. Dengan memasukkan nitai-nilai X dan Z
tersebut ke datam persamaan 2.12, kita akan mempeioteh nilai Y = 7, dan oleh
karena itu nilal maksimum dan Y adalah 7.
OPTIMISASI TERKENDALA
Dalam proses pengambilan keputusan yang dihadapi para manajer, ada
berbagai kendala yang membatasi pitihan-pilihan yang tersedia bagi para
manajer tersebut. Misalnya, seorang manajer produksi ditugaskan untuk
meminimumkan biaya total (TC)dalam memproduksi sejumlah produk tertentu
dan perusahaannya. Pada waktu yang lain manajer produksi tersebut ditugaskan
untuk memaksimumkan output dan suatu departemen tertentu, dengan
sejumlah sumberdaya tertentu yang tersadia.
Secara umum, masalah optimisasi terkendala ini dikelompokkan menjadi 2
kelompok: Tampak ada kaitan yang erat sekali antara formulasi maksimisasi dan
minimisasi
pada
masalah
optimisasi
terkendala
dengan
penggunaan
40040 Y +Y +6 Y (20 Y Y )
3
1200120 Y +3 Y 2 +6 Y 220 Y +Y 2
1200140 Y +10 Y
dTC
=140+20 Y =0
dY
20Y = 140
Y
=7
Karena turunan kedua tersebutadalah positif, maka Y = 7 pastilah merupakan
(2.14)
dan
penyelesaiannya
identik
dengan
penyelesaian
masalah
(2.15)
X+12Y =O
(2.16)
dan
20X--Y=0
(2.17)
(2.18)
7x
7X13Y = 0
140
(2.17)
(2.18)
20Y = 0
140
= 20Y
7=Y
yang sama dengan yang kita dapatkan dengan cara yang telah diungkapkan
lebih awal di muka.
Tknik Lagrange ini merupakan suatu teknik yang Iebih kuat untuk
memecahkan masalah optimisasi terkendala ketimbang metoda substitusi.
Teknik mi lebih mudah untuk diterapkan pada masalah dengan kendala
majemuk, dan teknik mi memberikan tambahan informasi yang sangat berarti
bagi para pembuat keputusan. Hal mi disebabkan oleh angka pengganda
Lagrange () memiliki suatu interpretasi ekonomis yang sangat penting. Dengan
mensubstitusikan nilai X dan Y ke dalam persamaan 2.15 kita bisa menentukan
nilai dan X dan contoh kita tersebut:
6.137
=0
mengevaluasi
kendala.
manfaat-manfayatpotensial
dan
pengurangan
sebuah