Anda di halaman 1dari 25

EKONOMI MANAJERIAL

TEKNIK OPTIMASI EKONOMI


TEKNIK OPTIMISASI EKONOMI

A. Maksimisasi Nilai Perusahaan


Dalam

ekonomi

manajerial,

tujuan

pokok

manajemen

adalah

memaksimumkan nilai perusahaan. Tujuan ini ditunjukan dalam persamaan :


n

Laba
t
t =1 (1+i)

Nilai=

atau

Nilai=
t =1

TR TC
(1+i)t

Memaksimumkan persamaan merupakan pekerjaan yang kompleks, karena


mencakup faktor penentu penerimaan, biaya, dan tingkat diskonto untuk setiap
tahun pada masa yang akan datang. Penerimaan total (TR) suatu perusahaan
secara langsung ditentukan oleh produk yang terjual dengan harga jualnya. Ini
berarti TR adalah harga pokok (P) dikalikan dengan kuantitas (Q), atau TR = P x
R.
Dalam

pembuatan

keputusan

manajerial,

hal-hal

penting

yang

harus

diperhatikan adalah factor-faktor yang mempengaruhi harga dan kuantitas saling


keterkaitan antara factor-faktor tersebut.
Factor-faktor tersebut adalah :Pemilihan product yang dirancang perusahaan,
Pengolahannya,

Penjualannya,

Strategi

periklanan

yang

digunakan,

Kebijaksanaan harga yang ditetapkan, Bentuk perekonomian yang dihadapinya,


Sifat persaingan yang dihadapi di pasar.
Disisi lain hubungan-hubungan biaya dalam proses produksi suatu produk
dari suatu perusahaan juga kompleks. Analisi biaya memerlukan :Penelaahan
system-sistem produksi alternative, Pilihan-pilihan teknologi, Kemungkinan input
yang digunakan.
Harga factor-faktor produksi berperan penting dalam penentuan biaya, dan
oleh karena itu masalah penawaran factor-faktor produksi juga penting untuk

dipertimbangkan.Untuk menentukan tindakan yang optimal , maka keputusan


berkenaan dengan pemasaran, produksi, dan keuangan harus seperti halnya
dengan keputusan-keputusan yang berhubungan dengan SDM.
Pengambilan keputusan parsial adalah mengendalai penerapannya dalam
pembuatan keputusan-keputusan perencanaan yang utama.Optimasi parsial
adalah menyarikan kompleksitas dari proses pengambilan keputusan yang
terpadu itu dan hanya memusatkan kepada tujuan-tujuan yang lebih terbatas di
dalam berbagai departemen dari perusahaan tersebut.
Pengambilan keputusan yang rumit baik dalam optimasi terpadu ataupun
parsial terjadi dalam dua tahap. Pertama menyajikan hubungan ekonomi
tersebut dalam suatu bentuk yang bisa dianalisis, kedua menerapkan berbagai
teknik untuk menentukan penyelesaian yang optimal.

B. Metode Penyajian Hubungan Ekonomi


Hubungan ekonomi seringkali disajikan dalam bentuk persamaan, table dan
grafik. Tetapi jika hubungan nya kompleks maka model persamaan diperlukan
agar seseorang bisa menggunakan alat analisis matematis dan simulasi
computer dalam memecahkan masalah tersebut.
1. Model persamaan
Perhatikan hubungan antara jumlah produk yang terjual (Q) dengan
penerimaan total (TR). Dengan menggunakan notasi fungsional kita bisa
menunjukan hubungan tersebut sebagai berikut :

TR = f(Q)
Persamaan diatas dibaca penerimaan total (TR) merupakan fungsi
dari jumlah produk yang terjual Suatu hubungan fungsional yang lebih
khusus diberikan oleh persamaan :

TR = P X Q
Diatas P menunjukan harga tiap unit yang terjual dan hubungan
antara variable dependen dengan variable independen ditetapkan secara
tepat.

TR = Rp 150 X Q
2. Model Tabel dan Grafik

Model

table

dan

grafik

sering

digunakan

untuk

menyajikan

hubungan-hubungan ekonomi.

Hubungan Antara TR dengan


Dengan Jumlah Unit yang terjual Q
TR = 150 X Q
Jumlah unit yang

Total Revenue (TR)

terjual
1

150

300

450

600

750

900

Gambar 2.1

C. Hubungan Antara Nilai Total, Rata-Rata, dan Marginal


Hubungan Antara Nilai Total, Rata-Rata, dan Marginal sangat berguna dalam
analisis optimisasi.
Hubungan Marginal adalah perubahan variable dependen dari suatu fungsi yang
disebabkan oleh perubahan salah satu variable independen sebesar satu unit.

Tujuan dari analisis ini adalah untuk menentukan nilai dari variabel-variabel
independen yang bisa mengoptimalkan fungsi tujuan dari para pembuat
keputusan.
1. Hubungan Nilai Total dengan Marginal

Unit output

Laba Total

terjual (Q)
0
1
2
3
4
5
6
7
8

Laba

Laba Rata-

Marginal

Rata

19
33
41
43
39
35
7
-9

19
26
31
34
35
35
21
26

0
19
52
93
136
175
210
217
208

Hubungan antara nilai marginal dengan nilai total dalam analisis


pengambilan keputusan berperan penting karena jika nilai marginal tersebut
positif maka nilai total akan meningkat, dan jika nilai marginal tersebut negative
maka nilai total akan menurun.Maksimisasi fungsi laba, atau fungsi apa saja,
terjadi pada titik dimana hubungan marginal bergeseser dari positif ke negative.
2. Hubungan antara nilai rata-rata dengan marginal
Hubungan antara nilai rata-rata dengan marginal juga penting
dalam

pembuatan

keputusan

manajerial.

Karena

nilai

marginal

menunjukkan perubahan dari nilai total, maka jika nilai marginal tersebut
lebih besar dari nilai rata-rata, pasti nilai rata-rata tersebut sedang
menaik. Misalnya, jika 10 pekerja rata-rata menghasilkan 200 unit output
perhari, dan pekerja ke 11 (tambahan) menghasilkan 250 unit, maka
output rata-rata dari npekerja meningkat.
3. Penggambaran hubungan antara nilai total, marginal dan rata-rata
Slope adalah suatu ukuran kemiringan sebuah garis,

dan

didefinisikan sebagai tingginya kenaikan (penurunan) per unit sepanjang


sumbu horisontal. Slope dari sebuah garis lurus yang melalui titik asal
ditentukan dengan pembagian koordinat Y pada setiap titik pada garis
tersebut dengan koordinat X yang cocok.
Hubungan geometris antara nilai total, marginal dan rata-rata
terlihat pada kurva 2.2b laba total naik dari titik asal menuju titik C.
karena garis yang digambarkan bersinggungan dengan kurva laba total
menjadi lebih curam jika titik singgung tersebut mendekati titik C, maka
laba menaik sampai titik singgung tersebut.

Selain hubungan nilai total rata-rata dan total marginal, hubungan


antara nilai marginal dengan rata-rata juga ditunjukan pada gambar 2.2 b.
Pada tingkat output yang rendah dimana kurva laba marginal terletak di
atas kurva laba rata-rata, maka kurva laba rata-rata sedang menaik.
Walaupun laba marginal mencapai titik maksimum pada output Q1 dan
kemudian menurun, tapi kurva laba rata-rata terus meningkat sepanjang
kurva laba marginal masih di atasnya

Gambar 2.2

4. Penurunan kurva total dari kurva marginal atau rata-rata


Penurunan laba total dari kurva laba rata-rata (b). Laba total adalah
laba rata-rata dikalikan jumlah output. Laba total yang sesuai dengan
output Q1, misalnya adalah laba rata-rata (A) dikalaikan output (Q1). Laba
total tersebut sama dengan luas bidang segi empat OABQ1.
Hubungan yang sama terjadi antara laba marginal dengan laba
total. Secara geometris, laba total tersebut ditunjukan oleh daerah Y
sampai kuantitas output yang ditentukan. Tingkat output Q1 laba total
sama dengan bidang bawah kurva laba marginal yaitu bidang OCQ1.

D. Kalkulus Diferensial
Teknis analisis kalkulus diferensial bisa digunakan untuk menemukan nilai
maksimum dan minimum dari suatu fungsi tujuan secara efisien melalui analisis
marginal. Konsep kalkulus dasar mudah mudah dikembangkan untuk masalah
pengambilan keputusan yang dibatasi oleh beberapa kendala.

Fungsi Y =f (X). dengan menggunakan (delta) sebagai tanda perubahan, kita


bisa menunjukkan perubahan nilai variabel independen (X) dengan notasi X dan
perubahan variabel dependen (Y) dengan notasi Y. Perbandingan Y/X
menunjukkan suatu spesifikasi umum dari konsep marginal:

MarginalY =

Y
X

Perubahan Y yaitu Y dibagi dengan perubahan X yaitu X menunjukan


perubahan variabel dependen yang disebabkan oleh perubahan satu unit nilai X.
Gambar 2.3 : perubahan Y/X sepanjang sebuah kurva

Secara konseptual, turunan (derivative) merupakan suatu spesifikasi yang


tepat dari hubungan marginal secara umum, Y/X. untuk mendapatkan sebuah
turunan kita harus mendapatkan nilai rasio Y/X untuk suatu perubahan
variabel independen yang sangat kecil. Notasi matematis untuk sebuah turunan
adalah :

dY
Y
=lim
dX X 0 X

#Notasi tersebut dibaca : turunan Y pada X sama dengan limit dari Y/X,
jika X mendekati nol.
Konsep turunan sebagai limit dari suatu rasio adalah sama dengan slope
kurva pada sebuah titik. Gambar 2.4 menunjukan konsep tersebut menggunakan
gambar yang sama dengan gambar 2.3. Slope rata-rata dari dari kurva tersebut
antara titik A dan D dihitung dengan cara :

Y Y 4Y 1
=
X X 4X 1

Ditunjukan sebagai slope dari garis yang menghubungkan kedua titik


tersebut. Slope garis singgung ini didefenisikan sebagai turunan(dY/dX) fungsi
tersebut pada titik D; slope itu menunjukan perubahan marginal Y yang
disebabkan oleh suatu perubahan X yang sangat kecil pada titik tersebut.
Misalkan variabel dependen Y adalah penerimaan total (TR) dan variabel
independennya adalah output. Maka turunan dY/dX menunjukan bagaimana
hubungan antara penerimaan dengan output pada suatu tingkat output tertentu.
Karena

perubahan

perubahan

penerimaan

yang

disebabkan

oleh

suatu

perubahan output didefinisikan sebagai penerimaan marginal (MR), maka


turunan TR adalah sama dengan MR pada setiap tingkat output tertentu.
Gambar 2.4 : penggambaran turunan sebagai slope sebuah kurva

KAIDAH-KAIDAH PENURUNAN SUATU FUNGSI


Mencari turunan dari suatu fungsi bukanlah merupakan pekerjaan yang
sulit. Rumus-rumus atau kaidah-kaidah dasar untuk pendiferensiansian disajikan
dibawah ini. Pembuktian-pembuktian tidak dijelaskan disini, tetapi kalau Anda
berminat bisa diperoleh dalam setiap buku teks tentang kalkulus.

Kaidah Konstanta
Turunan dari sebuah konstanta selalu nol, oleh karena itu jika Y = sebuah
konstanta, maka :

dY
0
dX
Keadaan ini digambarkan pada Gambar 2.5 untuk Y = 2. Oleh karena Y
didefinisikan sebagai konstanta, maka tidak berubah-ubah walaupun X berubah,
dan karena itu dY/dX pasti sama dengan nol.
Gambar 2.5
Gambar dari sebuah Fungsi yang Konstan:
Y = Konstanta, dY/dX = 0
Y

Y=2

Kaidah Pangkat
Turunan dari fungsi pangkat seperti Y = aX b dimana a dan b merupakan
konstanta adalah sama dengan pangkat (exponent) b dikalikan dengan
koefisiensi a dikalikan dengan variable X pangkat b-1:

Y aX b

dY

dX

b. a. X(b-1)

Sebagai contoh adalah fungsi berikut ini:


Y = 2X3
Maka:

dY

dX

3. 2x(3-1)

= 6X2
Sebuah grafik bisa memperjelas konsep fungsi pangkat ini. Pada Gambar
2.6, dua contoh fungsi pangkat di muka, Y = X 3 dan Y = 0,5X dilukiskan. Pertama
perhatikan Y = 0,5X. Turunan fungsi ini adalah dY/dX = 0,5, merupakan sebuah

konstanta, menunjukkan bahwa slope fungsi tersebut adalah konstan. Hal ini
tampak pada gambar tersebut. Turunan mengukur suatu tingkat perubahan. Jika
tingkat perubahan tersebut konstan, jika fungsi tersebut liniear, maka turunan
fungsi tersebut pasti konstan. Fungsi yang kedua, Y = X 3, meningkat jika X
bertambah. Turunan fungsi tersebut, dY/dX = 3X 2, selalu meningkat jika X
bertambah banyak. Hal tersebut menunjukkan bahwa slope fungsi tersebut
meningkat.
Gambar 2.6 Fungsi Pangkat
Y

Y=
Y= 0,5 X

X
Kaidah Penjumlahan dan Selisih
Notasi berikut ini akan digunakan terus sampai bab ini unutk menunjukkan
sejumlah aturan diferensiasi:
U = g(X): U adalah g fungsi X
V = h(X): V adalah h fungsi X
Turunan dari suatu penjumlahan (atau selisih) sama dengan jumlah atau
selisih) dari turunan secara individual. Oleh karena itu, jika Y = U + V maka:

dY dU dV

dX dX dX
misalnya, U = g(X) = 2X2, V = h(X) = -X3, dan
Y = U + V = 2X2 X3 maka:

dY
4 X 3X 2
dX
Turunan fungsi yang pertama (2X2) sama dengan 4X diperoleh melalui
kaidah pangkat; turunan fungsi yang kedua (-X 3) sama dengan 3X2 diperoleh
dengan cara yang sama; dan turunan fungsi secara total merupakan jumlah dari
turunan-turunan dari bagian-bagiannya.

Kaidah Perkalian
Turunan dari perkalian antara dua fungsi adalah sama dengan fungsi yang
pertama dikalikan dengan turunan dari fungsi yang kedua, ditambah dengan
fungsi yang kedua dikalikan dengan turunan fungsi yang pertama. Oleh karena
itu, jika Y = U . V, maka:

dY
dV
dU
3X 2
3 X

dX
dX
dX
= 3X2(-1) + (3 X)(6X)
= -3X2 + 18X 6X2
= 18X 9X2
Faktor yang pertama 3X2 dikalikan dengan turunan dari factor yang kedua -1 dan
ditambah dengan factor yang kedua (3-X) dikalikan dengan turunan factor yang
pertama 6X.
Kaidah Hasil Bagi
Turunan dari hasil bagi dari suatu fungsi adalah sama dengan penyebut
yang dikalikan dengan turunan pembilang, dikurangi dengan pembilang dikalikan
dengan turunan penyebut, dan kemudian semuanya dibagi dengan penyebut
kuadrat. Maka, jika Y = U/V, maka:

dY

dX

V.

dU
dV
U.
dX
dX
V2

Misalnya, U = 2X 3 dan V = 6X2, maka :

2X 3
6X 2

dY 6 X 2 .2 2 X 3 12 X

dX
36 X 4

12 X 2 24 X 2 36 X
36 X 4
36 X 12 X 2
36 X 4

3 X
3X 3

Penyebut 6X2 dikalikan dengan turunan dari pembilang yaitu 2. Kemudian hasil
tersebut dikurangi dengan pembilang (2X 3) dikalikan dengan turunan dari
penyebut yaitu 12X. Kemudian hasil tersebut dibagi dengan penyebut kuadrat
yaitu 36X4. Hasil akhirnya merupakan turunan yang dicari.
Kaidah Rantai
Turunan sebuah fungsi dari sebuah fungsi diperoleh dengan cara. Jika Y =
f(U), dimana U = g(X), maka:

dY dY dU

dX dU dX
Misalkan, Y = 2U U2, dan U = 2X3, maka kita bisa mendapatkan dY/dX dengan
cara berikut:
Langkah 1

dY
2 2U
dU
Dengan mensubtitusikan nilai U diperoleh:

dY
2 2 2 X 3
dX
= 2 4X3
Langkah 2

dY
6X 2
dX
Langkah 3

dY dY dU

x
dX dU dX
= (2 4X3)6X2
= 12X2 24X5
Dua contoh berikut ini menunjukkan bagaimana penerapan kaidah rantai ini
untuk mendapatkan turunan dari berbagai fungsi.
Contoh 1:

X 2 1

U U 1/ 2
Misalkan U = X2 1, maka Y =

dY 1 1 / 2
U
dU 2

1
2U 1 / 2

Dengan mensubsitusikan X2 1 kedalam U pada turunan tersebut maka


diperoleh:

dY
1

2
dU 2 X 1 1 / 2

karena U = X2 1, maka

dU
2x
dX
Dengan menggunakan kaidah rantai,

dY dY dU

x
dX dU dX

, maka:

dY
1

2x
2
dX 2 X 1 1 / 2

X
=

X 2 1

Penggunaan Turunan Untuk Memaksimalkan/Meminimumkan Fungsi


Proses optimisasi seringkali mengharuskan seseorang untuk mendapatkan
nilai maksimum atau minimum dari suatu fungsi. Jika suatu fungsi berada pada
keadaan maksimum atau minimum, maka slopenya atau nilai marginalnya pasti
nol. Turunan suatu fungsi ditunjukkan oleh slope atau nilai marginalnya pada
suatu titik tertentu. Oleh karena itu, maksimasi atau minimasi dari suatu fungsi
terjadi jika turunannya sama dengan nol. Untuk menjelaskan hal tersebut,
perhatikan fungsi laba berikut ini:

10.000 400Q 2Q 2
Disini

= laba total dan Q adalah jumlah output. Seperti ditunjukkan oleh

Gambar 2.7, jika ouput sama dnegan nol, maka perusahaan tersebut akan rugi
sebesar Rp. 10.000,00 (biaya tetap atau fixed cost adalah Rp. 10.000.00). Tetapi
jika output meningkat, maka laba juga akan meningkat. Titik impas atau break
even point (tingkat output yang menghasilkan laba sama dengan nol) dicapai

pada saat output berjumlah 29 unit. Laba maksimum dicapai pada saat output
sebesar 100 unit dan setelah itu laba menurun.
Gambar 2.7 Laba Sebagai Fungsi Dari Output

Tingkat output yang memaksimumkan laba bisa diperoleh dengan


menghitung nilai dari fungsi tersebut pada tingkat output tertentu, kemudian
menggambarkannya seperti Gambar 2.7. Laba maksimum tersebut bisa juga
diperoleh dengan mendapatkan turunan (marginal) dari fungsi laba tersebut,
kemudian menentukan nilai Q yang membuat turunan (marginal) tersebut sama
dengan nol.

Laba Marginal (M

d
400 4Q
dQ
)=

Dengan menyamarkan turunan tersebut sama dengan nol maka:


400 4Q = 0
4Q = 400
Q = 100 unit
Oleh karena itu, jika Q = 100, maka laba marginal sama dengan nol dan laba
total adalah maksimum.
Pembedaan Nilai Maksimum dengan Nilai Minimum
Masalah akan muncul jika turunan digunakan untuk menentukan nilai
maksimum atau minimum. Turunan pertama sebuah fungsi total menunjukkan
suatu ukuran apakah fungsi tersebut sedang menaik atau menurun pada titik
tertentu. Agar suatu fungsi menjadi maksimum atau minimum, maka fungsi
tersebut harus tidak dalam keadaan menaik atau menurun. Oleh karena itu

slopenya harus sama dengan nol. Namun demikian, karena nilai marginal akan
menjadi nol baik untuk nilai maksimum maupun minimum dari suatu fungsi,
maka analisis selanjutnya perlu untuk menentukan apakah nilai maksimum atau
minimum tersebut telah ditemukan.
Keadaan tersebut dilukiskan dalam Gambar 2.8 di mana tampak bahwa
slope dari kurva laba total adalah nol, baik pada titik A maupun titik B. Namun
demikian, titik A menunjukkan tingkat output yang meminimumkan laba,
sedangkan titik B menunjukkan tingkat output yang memaksimumkan laba.
Konsep

turunan

kedua

(second-order

derivative)

membedakan nilai maksimum dengan minimum dari suatu

digunakan

untuk

fungsi. Turunan

kedua ini merupakan turunan dari turunan pertama. Jika laba total ditunjukkan
oleh persamaan

a bQ + cQ2 dQ3, seperti ditunjukkan Gambar 2.8, maka

turunan pertamanya yang merupakan fungsi laba marginal adalah:

d
M b 2cQ 3dQ 2
dQ
(2.7)
Turunan kedua dari fungsi laba total adalah turunan dari fungsi laba marginal
(turunan persamaan 2.7) yaitu:

d 2 dM

2c 6dQ
dQ
dQ 2

Gambar 2.8 Penentuan Nilai Maksimum dan Minimum Suatu Fungsi

Jika turunan pertama menunjukkan slope fungsi laba total, maka turunan
kedua tersebut menunjukkan slope dari turunan pertama tersebut yakni slope
dari kurva laba marginal. Kita bisa menggunakan turunan kedua tersebut untuk
membedakan titik maksimum dan minimum. Jika turunan kedua dari sebuah
fungsi

negatif

maka

titik

yang

ditentukan

adalah

maksimum,

demikian

sebaliknya.
Alasan dari hubungan yang terbalik tersebut bisa dilihat dari Gambar 2.8.
Perhatikan bahwa laba mencapai minimum pada titik A, karena laba marginal,
yang tadinya negatif dan karena itu menyebabkan laba total turun, tiba-tiba
menjadi positif. Oleh karena itu slopenya positif. Keadaan yang berlawanan
terjadi pada titik maksimum nilai laba marginal tersebut adalah positif tetapi
menurun hingga suatu titik dimana fungsi laba total mencapai maksimum, dan
negatif setelah titik tersebut. Oleh karena itu, fungsi marginal tersebut berslope
negatif pada titik maksimum fungsi total.
Sebuah contoh dengan bilangan akan memperjelas konsep ini. Misalkan
fungsi laba total dalam Gambar 2.8 ditunjukkan oleh fungsi berikut:


Laba total

= -3.000 2.400Q + 350Q2 8,333Q3

(2.8)

Laba marginal ditunjukkan oleh turunan pertama dari laba total tersebut:

d
dQ

M
Laba marginal

= -2.400 + 700Q 25Q2

(2.9)

Laba total akan maksimum atau minimum pada titik-titik dimana turunan
pertama tersebut (laba marginal) sama dengan nol, maka:

dQ
-2.400 + 700Q 25Q2 = 0

(2.10)

Dengan menggunakan rumus abc, kita akan menemukan nilai-nilai output yang
memenuhi persamaan 2.10 yaitu 4 dan 24. Oleh karena itu nilai-nilai tersebut
merupakan titik-titik laba maksimum atau minimum.
Pengujian terhadap turunan kedua dari fungsi laba total pada masingmasing tingkat output tersebut akan menunjukkan apakah nilai-nilai tersebut
minimum ataukah maksimum. Turunan kedua dari fungsi laba total tersebut
didapatkan dengan mencari turuan dari fungsi laba marginal (persamaan 2.9):

d 2 dM

dQ
dQ 2
= 700 50Q
Pada tingkat output atau Q = 4:

d 2
dQ 2
= 700 50.4 = 500
Karena turunan kedua tersebut positif, yang menunjukkan bahwa laba
marginal sedang menaik, maka laba total adalah minimum pada tingkat output
sebesar 4 unit. Dengan kata lain, laba total pada tingkat output sebesar 4 sesuai
dengan titik A pada Gambar 2.8.
Dengan menilai turunan kedua pada tingkat output sebesar 24 unit, kita
memperoleh.

d 2
dQ 2
= 700 50 . 24 = -500
Karena turunan kedua tersebut adalah negatif pada tingkat output sebesar
24, yang menunjukkan bahwa laba marginal tersebut sedang menurun, maka
fungsi laba total mencapai titik maksimum pada tingkat output sebesar 24 unit.
Tingkat output ini sesuai dengan titik B pada Gambar 2.8.
Penggunaan Turunan untuk Memaksimumkan Selisih Antara Dua Fungsi
Salah satu kaidah dalam ekonomi mikro yaitu MR harus sama dengan MC
agar laba maksimum bisa dicapai, sebenarnya timbul berdasarkan pada asas
optimisasi kalkulus tersebut. Asas tersebut timbul dari adanya kenyataan bahwa
jarak antara dua fungsi akan maksimum pada titik dimana slope kedua fungsi

tersebut adalah sama. Gambar 2.9 menggambarkan titik tersebut. Disini fungsi
penerimaan dan fungsi biaya hipotesis ditunjukkan. Laba total sama dengan TR
dikurangi TC, dan oleh Karen aitu sama dengan jarak vertical antara kedua kurva
tersebut pada setiap tingkat output. Jarak tersebut akan maksimum pada tingkat
output QB dimana slope dari kurva TR dan TC tersebut sama. Karena slope kurva
TR dan TC masing-masing menunjukkan MR dan MC, maka MR = MC.
Alasan bahwa QB merupakan tingkat output yang memaksimumkan laba
bisa tampak dengan memperhatikan bentuk dari kurva TR dan TC disebelah akan
titik A. Pada titik A, TR = TC, berarti di situ terjadi titik impas (break even point),
dan oleh karena itu titik A tersebut menunjukkan tingkat output yang
menghasilkan laba sama dengan nol.
Gambar 2.9 TR, TC, dan Laba Maksimum
Rp/t

Total Cost

Total revenue
A

Marginal Cost

Output (unit/t)
Marginal revenue
Pada tingkat-tingkat output QA, TR meningkat lebih cepat dari TC dengan kata
lain, MR > MC. Jika slope TR sama dengan slope TC, maka kedua kurva tersebut
akan sejajar. Keadaan tersebut terjadi pada tingkat output Q B. Setelah
melampaui QB. Setelah melampaui QB slope kurva TC lebih besar slope kurva TR
(MC > MR), maka jarak antara kedua kurva tersebut mengecil dan laba total
menurun.
Suatu contoh dengan angka akan memperjelas penggunaan turunan ini.
Perhatikan fungsi-fungsi penerimaan, biaya, dan laba berikut ini. Misalkan:
Total Revenue (TR) = 41,5Q 1,1Q2
Total Cost (TC) = 150 + 10Q 0,52 + 0,02Q3

Laba Total =

= TR TC

Tingkat output yang bisa memaksimumkan laba tersebut bisa diperoleh dengan
mensubstitusikan fungsi TR dan TC kedalam fungsi laba, kemudian menganalisis
turunan pertama dan kedua dari persamaan tersebut.

TR TC

= 41,5Q 1,1Q2 (150 + 10Q 0,5Q2 + 0,02Q3)


= 41,5Q 1,1Q2 150 10Q + 0,5Q2 0,02Q3
= -150 + 31,5Q 0,6Q2 0,02Q3
Laba marginal atau turunan pertama dari fungsi laba tersebut adalah:

d
31,5 1,2Q 0,06Q 2
dQ

Dengan menentukan laba marginal sama dengan nol dan menggunakan rumus
abc kita bisa menemukan kedua akarnya yaitu Q1 = -35 dan Q2 = + 15. Karena
output yang negatif tidak mungkin terjadi, maka Q 1 bukan merupakan tingkat
output yang bisa digunakan.
Suatu pengujian terhadap turunan kedua dan fungsi laba tersebut pada
tingkat Q = 15 akan menunjukkan apakah ini merupakan titik laba maksimum
atau titik laba minimum. Turunan kedua tersebut adalah:

d 2 dM

1,2 0,12Q
dQ
dQ 2
Dengan menguji turunan tersebut pada Q = 15 menghasilkan nilai turunan
kedua tersebut sebesar -3, oleh karena itu Q = 15 merupakan titik laba
maksimum.
Untuk melihat hubungan MR dan MC dengan maksimisasi laba perhatikan
persamaan umum laba

= TR TC. Dengan menggunakan kaidah penjumlahan

dan selisih dari diferensiasi, maka persamaan umum laba marginal adalah:

d dTR dTC

dQ
dQ
dQ

Jika dTR/dQ merupakan MR, dan dTC/dQ merupakan MX, maka

M MR MC
Sekarang, karena maksimisasi setiap fungsi mengharuskan turunan pertama
sama dengan nol, maka maksimisasi laba akan terjadi jika

M MR MC 0
atau
MR = MC
Meneruskan contoh kita di muka. MR dan MC diperoleh dengan penurunan fungsi
TR dan TC:

MR

dTR
41,5 2,2Q
dQ

MC

dTC
10 Q 0,06Q 2
dQ

Pada tingkat output yang memaksimumkan laba, MR = MC, maka:


MR = 41,5 2,2Q = 10 Q + 0,06Q2 = MC
Dengan menggabungkan kedua persamaan tersebut, kemudian diperoleh
-31,5 + 1,2Q + 0,06Q2 = 0
Akhirnya diperoleh Q1 = -35 dan Q2 = 15. Hal ini menunjukkan bukti bahwa MR
MC pada tingkat output yang menghasilkan laba maksimum.
OPTIMISASI FUNGSI DENGAN VARIABEL MAJEMUK
Oleh karena hampir semua hubungan ekonomi menggunakan dua variabel
atau lebih, maka kita perlu untuk memperluas konsep diferensiasi ke dalam
persamaan-persamaan

dengan

variabel

atau

lebih.

Perhatikan

fungsi

permintaan akan suatu produk di mana kuantitas yang diminta (0) ditentukan
oleh harga (P) yang telah ditetapkan, tingkat pengeluaran ikln (A). Fungsi
tersebut bisa dituliskan sebagal berikut:
Q=f(P,A)
Untuk

(2.11)

menganalisis

hubungan

variabel

majemuk,

seperti

ditunjukkan

persamaan 2.11 kita perlu mengetahui pengaruh marginal dan setiap variabel
indeponden terhadap variabel dependen. Dengan kata lain, optimisasi datam
kasus seperti ini memerlukan suatu analisis bagaimana perubahan dan setiap
variabel independen mempengaruhi variabel dependen, dengan menganggap
pengaruh

seluruh

variabel

independen

lainnya

konstan.

Turunan

parsial

merupakan konsep kalkulus yang digunakan untuk analisis marginal seperti ini.
Dengan menggunakan fungsi permintaan pada persamaan 2.11, kita bisa
memperoleh 2 turunan parsial:

1. Turunan parsial 0 pada harga

P Q/ P
A Q / A

2. Turunan parsial 0 pada pengeluaran iklan

Kaidah untuk menentukan turunan parsial adalah sama dengan kaidah dalam
turunan yang sederhana. Karena konsep turunan parsial menggunakan suatu
asumsi bahwa semua variabel, kecuali satu variabel di mana turunan tersebut
diturunkan, tidak berubah. Perhatikan persamaan Y= 10- 4X + 3XZ-Z 2. Dalam
fungsi mi ada dua variabel independen, yaitu X dan Z, oleh karena itu 2 turunan
parsial bisa dihitung. Untuk menentukan turunan tersebut pada X, maka
persamaan tersebut bisa dituliskan kembali sebagai:
Di sini kita mempunyai dua persamaan dengan dua bilangan anu.
Penyelesaian secara simuttan akan menghasilkan nilai X = 3 dan Z = 2 yang
mernaks,mumkan fungsi tersebut. Dengan memasukkan nitai-nilai X dan Z
tersebut ke datam persamaan 2.12, kita akan mempeioteh nilai Y = 7, dan oleh
karena itu nilal maksimum dan Y adalah 7.

OPTIMISASI TERKENDALA
Dalam proses pengambilan keputusan yang dihadapi para manajer, ada
berbagai kendala yang membatasi pitihan-pilihan yang tersedia bagi para
manajer tersebut. Misalnya, seorang manajer produksi ditugaskan untuk
meminimumkan biaya total (TC)dalam memproduksi sejumlah produk tertentu
dan perusahaannya. Pada waktu yang lain manajer produksi tersebut ditugaskan
untuk memaksimumkan output dan suatu departemen tertentu, dengan
sejumlah sumberdaya tertentu yang tersadia.
Secara umum, masalah optimisasi terkendala ini dikelompokkan menjadi 2
kelompok: Tampak ada kaitan yang erat sekali antara formulasi maksimisasi dan
minimisasi

pada

masalah

optimisasi

terkendala

dengan

penggunaan

sumberdaya yang langka secara optimal.


Cara tersebut bisa melihat penerapannya di dalam masalah minimisasi
terkendala. Misalkan sebuah perusahaan memproduksi produknya dengan
menggunakan dua pabriknya dan bekerja dengan fungsi biaya total (TC) sebagai
berikut:
TC=3X2+6Y2-XY
Di manaa X merupakan output dan pabrik yang pertama dan Y merupakan
output dan pabrik yang kedua. Manajemen akan berusaha untuk menentukan

kombinasi biaya terendah (least-cost combination) antara X dan Y, dengan


tunduk kepada kendala bahwa produktotal harus 20 unit. Masalah optimisasi
terkendala tersebut bisa dituliskan sebagai berikut:
Minimumkan TC = 3X2 + 6Y2 -XY
dengan kendala: X + Y = 20
Dengan menyelesaikan kendala X dan mensubstitusikan nilai tersebut ke
dalam fungsi tujuan maka:
2

TC=3 ( 20Y ) +6 Y ( 20Y ) Y


2

40040 Y +Y +6 Y (20 Y Y )
3
1200120 Y +3 Y 2 +6 Y 220 Y +Y 2
1200140 Y +10 Y

Sekarang kita bisa menganggap persamaan 2.13 di atas sebagai masalah


minimisasitak-terkendala. Untuk menyetesaikannya harus dicari turunannya,
menyamakan turunan tersebut dengan nol, dan mendapatkan niiai Y.

dTC
=140+20 Y =0
dY
20Y = 140
Y

=7
Karena turunan kedua tersebutadalah positif, maka Y = 7 pastilah merupakan

titik minimum. Dengan memasukkan 7 ke dalam Y di dalam persamaan kendala


mernungkinkan kita untuk menentukan kuantitas optimum yang diproduksikan
oleh pabrik X.
X+7 =20
X = 13
Oleh karena itu, produksi output 13 unit pada pabrik X dan 7 unit padapabrik Y
adalah kombinasi biaya terendah dalam menghasiikan 20 unit produk d~-~
perusahaan tersebut. Biaya total (TC) tersebut adaiah:
TC = 3(13)2 + 6(7)2 (13 x 7)
= 507+29491
= 710

Angka Pengganda Lagrange


Teknik Lagrange untuk mernecahkan masalah-masalah optimisasi terkendala
merupakan suatu cara yang digunakan untuk mengoptimisasikan sebuah fungsi
dengan cara menggabungkan fungsi tujuan mula-mula dengan persyaratan
kendala. Persamaan gabungan mi disebut fungsi Lagrange. Fungsi mi dibuat
untuk memastikan (1) bahwa jika fungsi mencapai nilai maksimum (atau
minimum), fungsi tujuan mula-mula juga akan maksimum (atau minimum), dan
(2) bahwa semua persyaratan kendala terpenuhi.
Pengujian terhadap masalah optimisasi terkendala di muka memperjelas
penggunaan teknik mi. Perhatikan bahwa perusahaan tersebut berusaha untuk
meminimumkan fungsi TC = 3X2 6Y2 XY, dengan tunduk kepada kendala X +
Y 20. Persamaan kendala tersebut diubah sebagai berikut:
0 = 20 X - Y
ini merupakan Iangkah pertama dalam membentuk suatu fungsi Lagrange.
Dengan mengalikan kendala tersebut dengan sebuah faktor yang tidak diketahui
(lambda) dan menambahkan hasil tersebut pada fungsi tujuan mula-mula
menghasilkan persamaan Lagrange.
Misalnya:
LTC = 3X2 + 6Y2 XY + (20 X Y)

(2.14)

# LTC didefinisikan sebagai fungsi Lagrange untuk optimisasi ~rkendala.


Oleh karena fungsi Lagrange tersebut memasukkan kendala ke dalam fungsi
tujuan, maka fungsi Lagrange ini bisa dianggap sebagai masalah optimisasi tak
terkendala,

dan

penyelesaiannya

identik

dengan

penyelesaian

masalah

optimisasi terkendala mula-mula. Untuk menggambarkan hal mi, perhatikan


masalah minimisasi dan fungsi Lagrange dalam persamaan 2.14. Pada suatu titik
minimum dan fungsi yang menggunakan variabel majemuk. semua turunan
parsial harus sama dengan nol. Turunan-turunan parsial dan persamaan 2.14
bisa dicari untuk variabel X, Y dan , sebagai berikut:
Dengan menentukan ketiga turunan parsial tersebut sama dengan nol, kita
mendapatkan tiga persamaan dengan tiga bilangan anu:
6XY =0

(2.15)

X+12Y =O

(2.16)

dan

20X--Y=0

(2.17)

Perhatikan bahwa persamaan 2.17, turiinan parsial fungsi Lagrange pada ,


merupakan kendala pada optimisasi mula-mula. HasH tersebut bukanlah terjadi
secara kebetulan belaka. Fungsi Lagrange tersebut dibentuk secara khusus dan
oleh karena itu turunan dan fungsi Lagrange pada angka pengganda Lagrange
(X) tersebut akan selalu merupakan kendata mulamula. Selama turunan tersebut
sama dengan nol, yang berarti Ia berada pada keadaan ekstrim (maksimum atau
minimum), maka persyaratan kendala optimisasi mula-muta tersebut akan
terpenuhi. Selain itu,jika pada persyaratan seperti itu suku terakhir dan
persamaan Lagrange harus sarna dengan not yaitu 0 =20 - X - Y, maka fungsi
Lagrange tersebut akan tetap pada fungsi tujuan mula-mula, dan oleh karena itu
penyetesaian untuk masalab optimisasi tak terkendala (Lagrange) akan selatu
morupakan penyelesaian bagi masalah optimisasi terkendala mula-mula.
Penyempurnaan analisis dan contoh di muka akan memperjelas hubungan
tersebut. Kita mulai dengan menyelesaikan sistem persamaan tersebut untuk
mendapatkan nilai X dan Y yang optimal. Dengan mengurangkan persamaan
2.15 dengan persamaan 2.16 diperoleh:
7X13Y=0

(2.18)

Kemudian mengalikan persamaan 2.17 dengan 7 dan kemudiari menambahkan


persamaan 2.18 dengan hasil tersebut menghasilkan:
1407X 7Y = 0

7x

7X13Y = 0
140

(2.17)
(2.18)

20Y = 0
140

= 20Y
7=Y

Dengan mensubstitusikan 7 ke dalam Y dalam persamaan 2.17 menghasilkan X


=13, nilai X pada titik di manafungsi Lagrange tersebut minimum.
Oleh karena penyelesaian fungsi Lagrange tersebut juga merupakan
penyelesaian masalah optim~sasi tcrkendala dan perusahaan tersebut, maka 13
unit dan pabrik X dan 7 unit dan pabrik V akan merupaka, kombinasi output yang
bisa dihasilkan dengan jumlah pengeluaran biaya terendah, dengan tunduk pada
kendala di mana output total harus sama dengan nol. mi merupakan jawaban

yang sama dengan yang kita dapatkan dengan cara yang telah diungkapkan
lebih awal di muka.
Tknik Lagrange ini merupakan suatu teknik yang Iebih kuat untuk
memecahkan masalah optimisasi terkendala ketimbang metoda substitusi.
Teknik mi lebih mudah untuk diterapkan pada masalah dengan kendala
majemuk, dan teknik mi memberikan tambahan informasi yang sangat berarti
bagi para pembuat keputusan. Hal mi disebabkan oleh angka pengganda
Lagrange () memiliki suatu interpretasi ekonomis yang sangat penting. Dengan
mensubstitusikan nilai X dan Y ke dalam persamaan 2.15 kita bisa menentukan
nilai dan X dan contoh kita tersebut:
6.137

=0

Secara lebih umum, setiap angka pengganda Lagrange () menunjukkan


pengaruh marginal terhadap penyelesaian fungsi tujuan mula-mula oleh
penurunan atau kenaikan persyaratan kendala sebesar 1 unit. Seringkali, seperti
dalam contoh di atas, hubungan marginal yang dijelaskan oleh angka pengganda
Lagrange itu menunjukkan data ekonomis yang bisa membantu seorang manajer
untuk

mengevaluasi

kendala.

manfaat-manfayatpotensial

dan

pengurangan

sebuah

Anda mungkin juga menyukai