Anda di halaman 1dari 8

Nama Kelompok:

1. Anna Kholibbiyah (12406183003)


2. Lia Selviana (12406183004)
3. Bastiana Erika Putri R (12406183006)
4. Julinda Risqi Prasiwi (12406183015)
5. Risma Dwi Agustin (12406183016)
Risiko Spekulatif Lainnya
A. Risiko Perubahan Kurs
 Kurs merupakan nilai suatu mata uang relatif terhadap mata uang lainnya.
 Mata uang mencerminkan kondisi ekonomi suatu negara. jika perekonomian
suatu negara membaik, maka mata uang negara cenderung menguat terhadap
mata uang negara lainnya atau sebaliknya.
 Jika suatu negara menetapkan kurs mata uangnya terhadap mata uang lain,
maka perubahan kurs tidak lagi terjadi melalui mekanisme pasar. Perubahan
kurs dilakukan pemerintah secara resmi.
Faktor-Faktor yang Menyebabkan Perubahan Kurs
1. Perbedaan Inflasi
Inflasi lebih tinggi dari negara lain menyebabkan kurs mata uangnya melemah (
depresiasi ), Persamaan kondisi paritas Purchasing Power Parity
et/e0 = (1+ih)t / (1 + if )t
et = kurs pada periode t
e0 = kurs pada awal periode
ih = inflasi pada negara domestik ( home )
if = inflasi pada negara asing
t = waktu
2. Perbedaan Tingkat Bunga
Dibedakan menjadi dua macam yaitu tingkat bungan nominal ( yang dapat diobservasi )
dan tingkat bunga riil ( tidak bisa diobservasi ),
Persamaan kondisi paritas International Fisher Effect
et/e0 = (1+rh)t / (1 + rf )t → tingkat bunga nominal
et = kurs pada periode t
e0 = kurs pada awal periode
rh = tingkat bunga nominal pada negara domestik ( home )
rf = tingkat bunga pada negara asing
t = waktu

3. Independensi Bank Sentral


Apabila Independensi bank sentral tinggi maka mata uang menguat ( apresiasi
), Independensi merupakan kemampuan bertahan dari tekanan pemerinah yang sedang
berkuasa, Jika peningkatan inflasi lebih tinggi dibanding dengan pertumbuhan ekonomi
maka pertumbuhan ekonomi riilnya menjadi negative.
4. Pertumbuhan Ekonomi
Bila pertumbuhan ekonomi tinggi maka mata uang menguat ( apresiasi )
5. Ekspektasi
Mata uang digunakan sebagai alat investasi, Jika pengharapan mata uang positif
maka mata uang menguat ( apresiasi ) atau sebaliknya.
Eksposur Terhadap Perubahan Kurs

Tiga jenis eksposur yang dihadapi oleh perusahaan berkaitan dengan perubahan
kurs :
1. Eksposur Transaksi
Eksposur yang terjadi karena perusahaan memasuki kontrak tertentu, yang
kemudian memunculkan sejumlah nilai uang yang rentan terhadap
perubahan kurs.
2. Ekposur Akuntansi
Eksposur yang terjadi karena laporan keuangan dengan mata uang tertentu
dikonversikan ke laporan keuangan dengan mata uang lain yang rentan terhadap
perubahan kurs.
3. Eksposur Operasi
Eksposur yang terjadi karena operasi perusahaan yang rentan terrhadap
perubahan kurs.
B. Risiko Teknologi

Teknologi mempunyai manfaat namun juga dapat memunculkan risiko baru,


Tekhnologi yang tepat bisa mendorong bisnis perusahaan ( meingkatkan penjualan dan
menirunkan biaya). Tetapi penggunaan tekhnologi yang tidak tepat bisa merugikan perusahaan
dengan signifikan, Risiko yang berkaitan dengan tekhnologi relatif lebih sulit dipahami
karakteristiknya, lebih sulit dikuantisir, lebih sulit di antisipasi, meskipun teknologi merupakan
sesuatu yang riil, Secara umum tekhnologi bisa menurunkan biaya operasional perusahaan.
C. Risiko Lainnya
1. Risiko Likuiditas
Terjadi jika perusahaan mengalami kesulitan membayar kewajiban jangka pendek. Jika
risiko likuditas tidak ditangani dengan baik, risiko tersebut bisa meningkat menjadi risiko
solvabilitas atau solvency risk, yang bisa mengakibatkan kebangkrutan perusahaan.
 Rasio lancar dan acid ratio untuk mengukur risiko likuiditas tersebut
Rasio lancar = ( aktiva lancar / hutang lancar )
Acid ratio = ( aktiva lancar – persediaan ) / hutang lancar

Di samping rasio keuangan, perusahaan juga bisa menggunakan anggaran kas atau peramalan kas
untuk melihat potensi risiko likuiditas, Bank biasanya menghadapi risiko likuiditas yang lebih
besar. Risiko likuiditas bank bersumber dari sisi aset dan sisi pasiva.

Sisi aset : jika bank memberikan jaminan atau komitmen untuk memeberikan hutang sejumlah
tertentu di masa mendatang ( misal tiga bulan ).
Misalkan tiga bulan mendatang calon debitur datang ke bank untuk memanfaatkan janji bank
tersebut, maka bank harus bisa menyediakan sejumlah uang yang telah dijanjikan. Jika gagal
memberikan sejumlah uang tersebut, maka bank mengalami risiko likuiditas.
Sisi pasiva : sumber dana sebagian besar berasal dari dana pihak ketiga dalam
bentuk tabungan dan deposito. Tabungan praktis bisa ditarik setiap saat. Deposito
mempunyai jangka waktu yang biasanya cukup pendek ( 1 bulan sampai 1 tahun ). Jika
penarikan dana masyarakat terjadi lebih besar dari yang diperkirakan, maka bank
tersebut bisa menghadapi krisis likuiditas. Jika krisis likuiditas tidak ditangani ,
perusahaan bisa terancam kelangsungannya. Misalnya masyarakat menjadi panik
karena tidak bisa mengambil tabungannya, atau muncul rumor tertentu yang tidak
baik, masyarakat bisa mengambil krisis kepercayaan terhadap bank tersebut. Sebagai
akibatnya, masyarakat akan menarik danaya secara bersamaan dari bank tersebut.
Bank bisa jatuh karena sumber dan menghilang, ditarik masyarakat secara bersamaan.
2. Risiko Lainnya
Jika perusahaan merupakan perusahaanmultinasional yang beroperasi
dibanyak negara, maka perusahaan akan menghadapi risiko politik. Risiko politik
merupakan kejadian di negara tujuan investasi ( host ) yang bisa menggangu aliran kas
perusahaan multinasional. Risiko politik merupakan garis kontinum dari paling ringan
sampai ke paling paling berat. Perubahan peraturan barangkali termasuk ringan.
Kerusuhan sosial cenderung lebih serius, apalagi jika disertai dengan gangguan fisik (
misal pabrik dibakar ) atau gangguan lain yang lebih serius ( misal mogok karyawan ).
Kejadian yang paling berat adalah jika pabrik diambil alih oleh negara lokal (
diekspropriasi ). Jika pabrik diambil alih oleh negara lokal, biasanya perusahaan tidak
bisa berbuat apa-apa. Salah satu indikator untuk melihat risiko politik di suatu negara
adalah risiko negara ( country risk ). Beberapa lembaga menerbitkan risiko negara –
negara di dunia, mulai dari negara dengan risiko rendah tinggi sampai terlarang.
Perusahaan multinasional akan memeperhatikan risiko negara jika mereka
memutuskan untuk melakukan investasi di negara tersebut.
Study Kasus
Kasus Continental Illions
pada tanggal 17 Mei 1984, pemerintah Amerika Serikat mengumumkan bantuan
miliaran dolar untuk membantu Bank of Continental Illions (BCI), yang mengalami
kebangkrutan. BCI adalah bank terbesar di Chicago, masuk dalam 10 bank terbesar di AS
FDIC (Federal Deposit Corporation, sama seperti LPS atau Lembaga Penjaminan
Simpanan) menjamin simpanan di bank tersebut. Keputusan too big to fail tersebut
merupakan keputusan yang controversial, bahkan sampai 20 tahun kemudian.
Apa yang terjadi dengan Bank of Continental Illions? Sama seperti bank lainnya,
BCI mempunyai neraca yang khas perbankan, yaitu kredit pada sisi aset, dan deposito pada
sisi pasiva. Pada tahun 1970-an, BCI menggenjot pertumbuhan kredit. Kredit bisa tumbuh
pesat, meningkatkan keuntungan BCI, dan membuat harga saham BCI naik hampi dua kali
lipat. Pada akhir tahun 1970-an, BCI mulai memfokuskan pada kredit sektor energi, dimana
mereka merasa punya keahlian. Ekspansi ke sektor energi dilakukan melalui kerjasama
dengan bank dari Oklahoma, yaitu Pen Square , bank dengan aset sebesar $436 juta, dan
mempunyai spesialis pada sektor minyak dan gas. Bank Penn Square memberikan
pinjaman, kemudian BCI membeli kredit tersebut. Pada akhirnya aset BCI pada kredit dari
Penn Square Bank mencapai ratusan juta dolar. Di samping itu, BCI juga aktif memberikan
pinjaman kepadaNegara Amerika Latin.
Masalah mulai muncul pada tahun 1981-an. Harga energi yang turun menyebabkan kredit
sektor energi mulai mancet. Penn Square Bank bangkrut, yang kemudian disusul dengan
macetnya kredit dari Meksiko pada tahun 1982. BCI mengalami kerugian yang serius.
Masalah profabilitas barangkali tidak akan membangkrutkan BCI. Masalah lain yang lebih
serius adalah struktur pasiva BCI. Sumber pendanaan BCI sangat bergantung dengan
deposan besar (bukan ritel). Hanya 20% sumber pendanaan BCI dari deposan ritel. Ketika
mereka mengetahui kerugian yang dialami BCI, deposan besar menarik danannya, atau
tidak mau lagi menaruh danannya di BCI. Akibatnya BCI mengalami krisis likuiditas,
karena terjadi bank run terhadap BCI. Jika bank run dimasa lalu dilakukan melalui puluhan
deposan yang mengantri di depan bank sambil berteriak-teriak marah, maka bank run
terhadap BCI dilakukan secara elektronik, dana transfer keluar dari BCI. Pada tanggal 26
September 1984, pemerintah AS memutuskan untuk mengambil alih BCI, dalam move ‘too
big to fail’ yang kontroversial, bahkan sampai saat ini.

Anda mungkin juga menyukai