MANAJEMEN KEUANGAN II
“MENILAI INVESTASI DENGAN NET PRESENT VALUE”
KELOMPOK B
Deffila Syamarizanti Silondae B1C118 231
Putri Ani Lestari Mustari B1C118 241
Reza Anwar Eri B1C118 251
Muhammad Sidiq B1C118 255
Ryni Ramdhani Salim B1C118 256
Firdjinia Triezki B1C118 261
Apriyani Cahyaning B1C118 271
KELAS E
JURUSAN AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2020
0
BAB 1
PENDAHULUAN
Secara teoritis penggunaan Net Present Value (NPV) akan memberikan hasil
terbaik dalam penilaian profitabilitas investasi. Meskipun secara teoritis penggunaan
NPV merupakan cara terbaik, dalam praktiknya tidak semua pemilik dana melakukan
perhitungan NPV. Nampaknya kesulitannya adalah bahwa dalam perhitungan NPV
perusahaan harus menentukan terlebih dahulu tingkat bunga yang dipandang layak (dan
harus dipertimbangkan unsur risiko didalamnya). Karena kesulitan inilah banyak pihak
yang lebih menyukai penggunaan internal Rate of Return (IRR); sejauh pola arus
kasnya tidak berubah-ubah tandanya. Dengan menghitung IRR nampaknya pengambil
keputusan lebih mudah melakukan judgement.
Hal-hal penting yang perlu diperhatikan dalam capital budgeting antara lain :
1. Metode penyusutan yang dipercepat
2. Keterbatasan dana
3. Modal kerja dalam capital budgeting
4. Pemilihan aktiva
5. Penggantian aktiva
6. Pengaruh inflasi pada penilaian investasi modal
1
BAB 2
PEMBAHASAN
Dengan demikian, perhitungan laba rugi setiap tahun, mulai dari tahun 1 s/d
tahun 4, disajikan pada tabel berikut.
Tabel Perhitungan laba rugi dengan menggunakan metode penyusutan DDB
Tahun 1 Tahun 2 Tahun 3 Tahun 4
Penghasilan 750,00 750,00 750,00 750,00
Biaya-biaya:
Tunai 150,00 150,00 150,00 150,00
Penyusutan 650,00 325,00 162,50 162,50
Total 800,00 475,00 312,50 312,50
Laba operasi (50,00) 275,00 437,50 437,50
Pajak 17,50 96,25 153,13 153,13
Laba setelah pajak (32,50) 178,75 284,37 284,37
2
Tahun 2 = 178,75 + 325,00 = Rp503,75 juta
Tahun 3 = 284,37 + 162,50 = Rp446,87 juta
Tahun 4 = 284,37 + 162,50 = Rp 446,87 juta
Nilai residu = Rp200,00 juta
Nilai keseluruhan kas masuk bersih selama empat tahun juga sebesar Rp2.215
juta, sama dengan sewaktu di pergunakan metode penyusunan garis lurus. Meskipun
demikian, dapat dilihat bahwa pada tahun awal perusahaan akan menerima kas masuk
yang lebih besar. Dengan demikian maka Present Value (PV) kas masuknya akan lebih
besar, dan NPV-nya akan lebih besar pula.
Apabila digunakan kinerja akuntansi, maka pada tahun-tahun awal akan Nampak
kinerja keuangannya lebih jelek (karena menanggung beban penyusutan lebih besar).
Meskipun demikian, penilaian profitabilitas suatu investasi dilakukan untuk sepanjang
usia ekonomi investasi tersebut, dan bukan per tahun. Bagi yang memusatkan
pandangan pada kinerja setiap tahun disebut berpandangan pendek (short-termism).
Pemusatan perhatian pada dampak jangka pendek mengakibatkan penolakan terhadap
rencana-rencana yang sebenarnya menguntungkan.
Direksi mungkin tidak bersedia mengambil suatu kesempatan investasi yang
sebenarnya diperkirakan menguntungkan (yaitu memberikan NPV positif) hanya karena
takut dampaknya pada kinerja keuangan tahunan. Penurunan kinerja tahunan mungkin
dikhawatirkan akan mengakibatkan direksi dinilai tidak baik, sehingga para direksi
menolak proyek-proyek yang membawa dampak menguntungkan jangka panjang.
MAsalah ini disebut sebagai agency cost, yang berarti bahwa manjemen (sebagai agent)
mengambil keputusan bukan untuk kepentingan para pemegang saham, tetapi untuk
kepentingan mereka sendiri.
Proyek 3 1 2 4
PI 1,15 1,13 1,11 1,08
Investasi awal Rp200 Rp125 Rp175 Rp150
Apabila dana terbatas hanya sebesar Rp300, maka proyek yang sebaiknya
diambil adalah proyek 1 dan 2, bukan proyek 3. Hal ini di sebabkan karena meskipun PI
proyek 3 yang tertinggi, tetapi dengan mengambil proyek 1 dan 2 perusahaan di
harapkan akan memperoleh NPV yang lebih besar (yaitu Rp16,25 + Rp19,25 = Rp32,5),
di bandingkan dengan kalau mengambil proyek 1 (NPV-nya hanya sebesar Rp30).
Batasan dana yang tetap untuk suatu periode biasanya jarang terjadi. Hal ini
disebabkan karena dengan berjalannya waktu, proyek yang sedang dilaksanakan
mungkin telah menghasilkan kas masuk bersih, dan arus kas tersebut bisa dipergunakan
3
untuk menambah anggaran yang di tetapkan. Masalah yang timbul dalam keadaan
keterbatasan dana adalah penentuan opportunity cost. Opportinity Cost menunjukkan
biaya yang ditanggung perusahaan karena memilih suatu alternatif. Contoh tersebut
diatas menunjukkan bahwa perusahaan tidak bisa mengambil proyek 1 dan 4 dan
memilih alternatif proyek 2 dan 3. Misalkan semua proyek tersebut dihitung dengan
menggunakan r=18%, opportinuty cost tidak sebesar 18%.
Untuk menaksir arus kas secara keseluruhan, baik kas keluar maupun kas masuk
perlu diperhatikan masalah penambahan aktiva lancar (atau modal kerja). Selama
berjalannya usia investasi, jumlah aktiva lancar akan meningkat dari tahun ke tahun
4
(karena penjualan diharapkan meningkat). Pada akhir usia proyek, modal kerja tersebut
akan kembali sebagai terminal cash flow. Masalah tersebut bisa disajikan sebagai
berikut.
Tabel Perhitungan arus kas
Tahun 0 Tahun 1 Tahun 2 Tahun 3
Aktiva tetap (nilai buku) Rp 300 Rp 200 Rp 100 0
Aktiva lancar Rp 200 Rp 240 Rp 400 0
Penambahan aktiva lancar Rp 200 Rp 40 Rp 160 (Rp 400)
Arus kas
Pembelian aktiva tetap -300 - - -
Penambahan aktiva lancar -200 40 -160 -
Kembalinya modal kerja - - - +400
5
Mesin Kas Keluar (dalam jutaan Rupiah)
Tahun 0 Tahun 1 Tahun 2 Tahun 3 PV pada r=10%
A 15 4 4 4 24,95
B 10 6 6 - 20,41
Kalau membandingkan begitu saja antara kedua masin tersebut, kita mungkin
mungkin mengambil kesimpulan yang salah yaitu memilih mesin B karena memberikan
PV kas keluar yang terkecil. Mengapa pilihan tersebut salah? Karena kita menggunakan
dasar usia ekonomis yang tidak sama. Dengan membeli mesin B pada akhir tahun ke-2
(atau awal tahun ke-3) kita harus membeli mesin baru lagi , sedangkan mesin A belum
perlu diganti. Untuk itulah salah satu cara yang bisa dipergunakan adalah menggunakan
basis waktu yang sama ,yang disebut sebagai common horizon approach.
Pendekatan ini mengatakan bahwa kalau kita ingin membandingkan dua
laternatif. Gunakan dasar waktu yang sama. Kalau mesin A mempunyai usia ekonomis
3 tahun, sedangkan B mempunyai usia ekonomis 2 tahun ,maka kita bisa menggunakan
common horizon 6 tahun. Dalam periode tersebut, mesin A berganti 2 kali. Dengan
demikian bisa dilakukan analisis sebagai berikut.
Mesin 0 1 2 3 4 5 6 PV
r=10%
A 15 4 4 4+15 4 4 4 43,69
B 6 6 6+10 6 6+10 6 6 51,22
6
nya sebesar Rp11,76 juta. Dengan demikian kita akan memilih mesin A karena
memberikan equivalent annual cost terkecil.
2. 5 Penggantian Aktiva
Misalkan suatu perusahaan sedang mempertimbangkan untuk mengganti mesin
lama dengan mesin baru yang lebih efisen (ditunjukkan dari biaya operasi yang lebih
rendah). Nilai buku mesin lama sebesar Rp80 juta, dan masih bisa dipergunakan empat
tahun lagi, tanpa nilai sisa. Untuk keperluan analisi dan pajak, metode penyusutan garis
lurus dipergunakan. Kalau mesin baru dipergunakan, perusahaan bisa menghemat biaya
operasi sebesar Rp25 juta per tahun. Mesin lama kalau dijualn saat ini diperkirakan juga
akan laku terjual dengan harga Rp80 juta. Anggaplah bahwa usia ekonomis mesin baru
juga empat tahun.
Kalau kita ingin menggunakan penaksiran kas secara incremental (selisih atau
perbedaan), maka kita bisa melakukan sebagai berikut.
Kalau mesin lama diganti dengan mesin baru, maka akan terdapat tembahan
pengeluaran sebesar Rp120 – Rp80 juta = Rp40 juta. Taksiran arus kas operasional per
tahun sebagai berikut:
Apabila tingkat bunga yang relevan (r) = 20%, maka perhitungan NPV adalah
sebagai berikut:
4
20,5
NPV =−40+ ∑ ¿ ¿ ¿
t =1
¿−40+53,07
¿+ Rp 13,07 juta
7
Perbandingan antara bis lama dengan bis baru adalah sebagai betikut:
Bis lama Bis baru
Harga bis Rp50 juta Rp80 juta
Usia ekonomis 5 tahun 7 tahun
Nilai residu Rp 5 juta Rp10 juta
Biaya-biaya tunai per tahun Rp50 juta Rp45 juta
Penghasilan per tahun Rp80 juta Rp80 juta
Tambahan kas masuk bersih per tahun, dari tahun 1 s/d 5, adalah Rp10,1 juta.
Disamping itu, pada tahun ke- 5, apabila bis lama diganti dengan bis baru, akan
8
menimbulkan arus kas –Rp5,0 juta dari kehilangan penjualan nilai residu bis lama.
Sedangkan pada tahun ke-6 diharapkan akan memperoleh Rp32,75 juta, dan pada tahun
ke-7 juta sebesar Rp32,75 juta plus Rp 10 juta nilai residu bis baru. Dengan demikian
perhitungan NPV incremental-nya adalah sebagai berikut:
Dengan demikian penggantian bis lama dengan bis baru akan memberikan NPV
yang positif sebesar Rp24,9 juta. Perhatikan bahwa NPV incremental sama dengan
selisih NPV bis baru dengan bis lama.
9
Tunai (70%) dari penjualan 700,00 924,00 1.694,00
Penyusutan 100,00 100,00 100,00
Total (juta RP) 800,00 1,024,00 1.796,00
Laba operasi(juta RP) 200,00 296,00 626,00
Pajak (juta RP) 70,00 103,60 219,10
Laba setelah pajak (juta RP) 130,00 192,40 406,90
Kas masuk operasional 230,00 292,40 506,90
Sedangkan taksiran arus kas karena investasi disajikan dalam tabel berkut.
Tabel Taksiran arus kas karena investasi, dengan memperhatikan faktor inflasi
Tahun 0 Tahun 1 Tahun 2 Tahun 3
Aktiva tetap (nilai buku) Rp300 Rp200 Rp100 0
Aktiva lancar Rp200 Rp264 Rp484 0
Penambahan aktiva lancar Rp200 Rp 64 Rp220 (Rp484)
Arus kas
Pembelian aktiva tetap -300 - -
Penambahan aktiv lancar -200 -64 -220
Kembalinya modal kerja - - - +484
Arus kas operasional - +230,0 +292,41 +506,9
Total Arus kas -500 +166 + 72,4 +990,9
10
PV = 100/(1 +0,06) = 94,34
Hasil tersebut akan sama sejauh menggunakan dasar yang konsisten. Sayangnya
dalam penaksiran arus kas, penggunaan nominal value seperti yang telah kita lakukan
ddiatas, tidak akan menghasilkan hasil yang sama dengan perhitungan atas dasar real
value karena terdapat distorsi dalam beban penyusutan yang dihitung atas dasar nilai
historis (perolehan).
BAB 3
PENUTUP
Berbagai variasi dalam analisis investasi dibicarakan pada bab ini. Apabila
perusahaan diijinkan melakukan penyusutan yang dipercepat untuk maksud-maksud
pajak, maka penyusutan tersebut akan meningkatkan profitabilitas investasi tersebut.
Penaksiran modal kerja yang diperlukan untuk suatu proyek perlu dikaitkan dengan
estimasi tingkat kegiatan proyek tersebut. Sedangkan analisis pemilihan proyek yang
mempunyai umur ekonomis yang berbeda, dapat dilakukan dengan membandingkan sisi
biayanya apabila diasumsikan manfaatnya sama. Untuk itu dapat dipergunakan metode
common horizon atau equivalent annual cost.
Sedangkan pada saat pemilihan proyek yang mempunyai usia ekonomis, nilai
investasi, biaya, dan penghasilan yang berbeda, analisis dapat dilakukan dengan
membandingkan NPV masing-masing proyek, maupun menaksir NPV incremental-nya.
Akhirnya pada saat faktor inflasi dimasukkan dalam analisis, kita perlu memperlakukan
faktor tersebut secara konsisten. Ini berarti bahwa apabila estimasi arus kas didasarkan
atas nilai nominal, maka tingkat bunga yang dipergunakan juga tingkat bunga nominal.
Tetapi kalau dipergunakan tingkat bunga riil, arus kaspun harus ditaksir tanpa
memasukkan unsur inflasi.
11
CONTOH SOAL DAN PENYELESAIAN
12
Ditanyakan bila perusahaan menetapkan Cost of Capital sebesar 10%, maka berapa
NPV untuk masing-masing proyek?
Penyelesaian :
Perhitungan NPV kedua alternatif proyek:
Proyek A
Cash in Flow /th = Rp. 2.000.000
PVIA 10%, 6 = 4,355 x
PV Cash Inflow = Rp. 8.710.000
Present Value Investment = Rp. 6.000.000 -
NPV = Rp. 2.170.000
Proyek B
Tahun Cash Inflow PVIF 10% Present Value
a b c=axb
1 Rp 4.500.000 0,909 Rp 4.090.500
2 Rp 2.200.000 0,826 Rp 1.817.200
3 Rp.2.000.000 0,751 Rp 1.502.000
4 Rp 1.300.000 0,683 Rp 887.900
5 Rp 1.300.000 0,621 Rp 887.900
6 Rp 1.300.000 0,564 Rp 773.200
Present Value Cash Inflow Rp 9.838.100
13
Present Value Internal Investment Rp 7.200.000
NPV Rp 2.638.100
Pilihan pada NPV Proyek B, karena lebih besar dari NPV Proyek A
DAFTAR PUSTAKA
14