Anda di halaman 1dari 14

HUKUM KIMIA DASAR

Ilmu kimia mempelajari tentang peristiwa kimia yang ditandai dengan berubahnya satu zat
menjadi zat lain, contohnya pembakaran etanol. Setelah diselidiki, etanol dan oksigen
berubah menjadi karbon dioksida dan uap air.
Perubahan itu dapat dituliskan sebagai:

Etanol + Oksigen Karbon dioksida + Air

Zat mula-mula disebut pereaksi dan zat yang terbentuk disebut hasil reaksi. Dalam reaksi di
atas, etanol dan oksigen adalah pereaksi, sedangkan karbon dioksida dan air sebagai hasil
reaksi.

Keterangan di atas belumlah cukup, karena tidak menggambarkan hubungan antara jumlah
pereaksi dengan hasil reaksi. Jika dipakai 100 g etanol, berapakah oksigen yang diperlukan
serta karbon dioksida dan air yang terbentuk? Untuk itu perlu diketahui unsur-unsur yang
terdapat dalam etanol, karbon dioksida, dan air serta perbandingannya secara kuantitatif.

Bidang kimia yang mempelajari aspek kuantitatif unsur dalam suatu senyawa atau reaksi
disebut stoikiometri (bahasa Yunani: stoicheon = unsur; metrain = mengukur). Dengan kata
lain, stoikiometri adalah perhitungan kimia yang menyangkut hubungan kuantitatif zat yang
terlibat dalam reaksi.

Penelitian yang cermat terhadap pereaksi dan hasil reaksi telah melahirkan hukum-hukum
dasar kimia yang menunjukan hubungan kuantitatif itu. Hukum tersebut adalah hukum
kekekalan massa, hukum perbandingan tetap, dan hukum perbandingan berganda.

HUKUM KEKEKALAN MASSA

Pada tahun 1774, Lavoiser memanaskan timah dengan oksigen dalam wadah tertutup.
Dengan menuimbang secara teliti, ia berhasil membuktikan bahwa dalam reaksi itu tidak
terjadi perubahan massa. Ia mengemukakan pernyataan yang disebut hukum kekekalan
massa, yang berbunyi:

Pada reaksi kimia, massa zat pereaksi sama dengan massa zat hasil reaksi
Dengan kata lain dapat dinyatakan:

Materi tidak dapat diciptakan atau dimusnahkan.

Pada mulanya para ahli menyakini kebenaran hukum ini karena berdasarkan percobaan.
Akan tetapi kemudian timbul masalah pada reaksi eksotermik dan endotermik, karenam
menurut Albert Einstien massa setara dengan energi, yaitu:

E = m c2

Dengan E = energi (J), m = massa materi (g), dan c = kecepatan cahaya (3 x 10 8 m s-1).
artinya, energi yang timbul dalam suatu peristiwa mengakibatkan hilangya sejumlah massa.
Sebaliknya, energi yang diserap suatu peristiwa akan disertai terciptanya sejumlah materi.
Namun demikian, perhitungan menunjukan bahwa perubahan massa dalam reaksi sangat
kecil sehingga dapat diabaikan. Contohnya, reaksi 2 g hydrogen dengan 16 g oksigen
menjadi air melepaskan energi setara dengan 10-9 g massa. Jadi, hukum kekekalan massa
masih tetap berlaku, dan dalam versi modern berbunyi:

Dalam reaksi kimia tidak dapat dideteksi perubahan massa.

HUKUM PERBANDINGAN TETAP

Jika Lavoiser meneliti massa zat, Proust mempelajari unsur-unsur dalam senyawa. Yang
menjadi pertanyaan Proust adalah perbandingan massa unsur tersebut. Misalnya air,
berapakah perbandingan massa hidrogen dan oksigen. Bila direaksikan 10 g oksigen
ternyata diperlukan 0,125 g hidrogen. Sesuai dengan hukum Lavoisier akan terbentuk
10,125 g air.

Oksigen + hidrogen Air


10 g 0,125 10,125 g
atau 8 1 9

sebaliknya, jika 100 g air diuraikan ternyata menghasilkan 88,9 g oksigen dan 11,1 g
hidrogen, atau
Air oksigen + hydrogen
100 g 88,9 g 11,1 g
Atau 9 8 1

Percobaan di atas menunjukan bahwa untuk membentuk air diperlukan oksigen dan
hidrogen dengan perbandingan yang tetap, yaitu 8 : 1. Dengan kata lain, air mengandung
oksigen dan hidrogen dengan perbandingan massa 8 dan 1. Demikian juga jika direaksikan
28 g besi (Fe) akan diperlukan 16 g belerang (S) dan akan terbentuk 44 g besi belerang,
atau

Besi + belerang besi belerang


28 g 16 g 44 g
atau 7g 4g 11 g

Bila direaksikan 14 g besi maka diperlukan 8 g belerang dan terbentuk 22 g besi belerang.
Jadi, ternyata bahwa perbandingan massa besi dan belerang dalam reaksi di atas adalah
sama walaupun jumlah massanya diubah. Dengan kata lain, perbandingan massa besi dan
belerang dalam sentawa besi belerang selalu tetap walaupun dibuat dengan cara apapun.
Berdasarkan percobaan seperti di atas, akhirnya Proust merumuskan pernyataan yang
disebut hukum perbandingan tetap.

Pada suatu reaksi kimia, massa zat bereaksi dengan sejumlah tertentu zat lain
selalu tetap

Atau

Suatu senyawa selalu terdiri atas unsur-unsur yang sama dengan perbandingan
massa yang tetap.

Rumusan yang pertama berlaku untuk semua reaksi kimia, sedangkan yang kedua untuk
senyawa, baik berupa padat, cair ataupun gas.

Contoh
1. 5,6 g besi direaksikan dengan 3,2 g belerang menjadi 88 g besi belerang. Tentukan
perbandingan kedua unsur dalam senyawa besi belerang!

Massa besi : massa belerang = 5,6 : 3,2


= 7 :4

2. Hasil pemeriksaan garam dari Madura dan Cirebon menghasilkan data sebagai
berikut:

Massa garam Massa natrium Massa klor


Madura 0,2925 g 0,1150 g 0,1775 g
Cirebon 1,7750 g 0,6900 g 1,0650 g

Tunjukan bahwa garam mempunyai perbandingan unsur yang tetap!

Garam Madura : % natrium = 0,1150 x 100% = 39,3%


0,2925

% klor = 0,1775 x 100% = 60,7%


1,2995

garam Cirebon : % natrium = 0,690 x 100% = 39,3%


1,7750

% klor = 1,650 x 100% = 60,7%


1,7750

Terbukti bahwa perbandingan massa natrium dan klor dalam garam tetap, walaupun
asalnya berbeda.

Penyimpangan hukum perbandingan tetap

Pada mulanya sebagian ahli menyakini kebenaran hukum Proust, tetapi sebagian masih
mempertanyakan dan mengujinya dengan percobaan lain. Ternyata sampai sekarang masih
dapat diterima kebenarannya, walaupun ditemukan beberapa penyimpangan yang masih
dapat diterangkan. Dicatat ada dua penyompangan, yaitu pada senyawa non
stoikiometridan senyawa yang unsurnya berisotop.

Senyawa non stoikiometrik

Teman Lavoisier bernama Bertollet menemukan bahwa tembaga dapat bersenyawa dengan
oksigen dalam berbagai perbandingan. Kemudian Proust menjelaskan sebagai berikut. Jika
kedua unsur itu direaksikan akan terjadi dua reaksi dan dua senyawa secara bersamaan,
yaitu

Tembaga + oksigen tembaga oksigen I


Tembaga + oksigen tembaga oksigen II

Karena perbandingan senyawa I dan II yang terbentuk tidak dapat dikontrol, akibatnya
perbandingan tembaga dan oksigen juga tidak tetap. Ada kalanya I lebih banyak dari II, atau
sebaliknya. Akan tetapi jika yang terbentuk hanya senyawa I atau II saja, maka
perbandingan itu akan tetap. Dengan demikian terbukti bahwa senyawa non stoikiometrik
bukan merupakan penyimpangan.

Yang menarik adalah senyawa titanium oksida, yang dapat dibuat dengan perbandingan
titanium dan oksigen 7 : 10 s/d 10 : 7. Setelah diselidiki ternyata zat ini adalah padatan
(kristal) dengan atom titanium (Ti) dan oksigen (O) tersusun teratur. Dalam keadaan normal,
Ti dan O terletak selang seling secara merata sehingga perbandingan kedua unsur ini tetap,
yaitu 1 : 1 (gambar 2.1a) sehingga sesuai dengan hokum Proust. Akan tetapi mungkin
terdapat tempat yang tidak diisi atom, mungkin Ti yang kosong (gambar 2.1b) atau O
(gambar 2.1c). Akibatnya perbandingan kedua unsur menjadi tidak tetap, karena jenis atau
jumlah atom yang kosong beragam. Keadaan seperti ini disebut acat kristal atau senyawa
non stoikiometrik.

Contoh senyawa non stoikiometrik lain adalah tembaga sulfida dengan perbandingan
tembaga dan belerang = 1,7 : 1,0 s/d 2 : 1; besi sulfida dengan perbandingan besi dan
belerang = 1 : 1 s/d 0,88 : 1; besi oksida dengan perbandingan besi dan oksigen = 1 : 2 s/d
1 : 2,12. Senyawa di atas akan menyimpang dari hokum Proust.
Isotop

Atom suatu unsur yang berbeda massanya disebut isotop, contohnya hydrogen, ada yang
bermassa 1 sma (satu massa atom) dan 2 sma, masing-masing dilambangkan H-1 dan H-2.
Begitu juga boron, ada B-10 dan B-11. Akibatnya perbandingan massa oksigen dan
hidrogen dalam air ada dua macam, yaitu

Untuk H-1 hidrogen + oksigen air I


2g 16 g 18 g
Untuk H-2 hidrogen + oksigen air II (air berat)
4g 16 g 20 g

Dengan demikian, adanya isotop menimbulkan penyimpangan terhadap hokum


perbandingan tetap. Penyimpangan itu biasanya dapat diabaikan karena yang banyak
terdapat di alam hanya satu jenis isotop, sedangkan yang lainnya sangat sedikit, misalnya
H-2 hanya seperjuta H-1.

Hukum perbandingan berganda

John Dalton tertarik mempelajari dua unsur yang dapat membentuk lebih dari satu senyawa,
seperti tembaga dengan oksigen, karbon dengan oksigen, belerang dengan oksigen, dan
fosfor dengan klor. Perbandingan massa kedua unsur tersebut adalah sebagai berikut

1 Tembaga dan oksigen membentuk dua senyawa tembaga oksida.


Tembaga oksida tembaga oksigen tembaga : oksigen
I 88,8% 11,2% 1 : 0,126
II 79,9% 20,1% 1 : 0,252

2 Karbon dengan oksigen dapat membentuk dua senyawa


Karbon + oksigen karbon monoksida (I)-
Karbon + oksien karbon dioksida (II)

Senyawa karbon oksigen karbon : oksigen


I 42,8% 57,2% 1 : 1,33
II 27,3% 72,7% 1 : 2,67

3 Sulfur (belerang) dengan oksigen dapat membentuk dua senyawa oksigen, yaitu
sulfur dioksida (I) dan sulfur trioksida (II).

Senyawa belerang oksigen belerang : oksigen


I 50% 50% 1:1
II 40% 60% 1 : 1,5

Perhatikan angka-angka perbandingan di atas! Yang menarik adalah angka perbandingan


pada unsur kedua (dalam hal ini oksigen), yaitu:

0,126 : 0,252 = 1 : 2
1,33 : 2,67 = 1 : 2
1 : 1,5 = 2 :3

Berdasarkan kenyataan di atas akhirnya Dalton menarik suatu kesimpulan, yang disebut
hokum perbandingan berganda:

Bila dua unsur dapat membentuk lebih dari satu senyawa, maka perbandingan
massa unsur yang satu, yang bersenyawa dengan unsur lain yang tertentu
massanya, merupakan bilangan bulat dan sederhana.

Sampai kini hukum ini masih dapat diterima, tetapi perlu dikoreksi mengenai bilangan
sederhana. Jika perbandingan itu bilangan sederhana (1, 2, 3, 4, 5) berarti rumus senyawa
juga sederhana, seperti H2O, CO2, dan H2SO4. Akan tetapi kini ditemukan senyawa dengan
bilangan besar, seperti C12H22O11 (sukrosa) dan C20H32O2 (asam arakidonat).

Contoh

1. Nitrogen membentuk enam macam senyawa dengan oksigen. Ternyata keenamnya


mengandung nitrogen berturut-turut 63,7%, 46,7%, 36,9%, 30,5%, 25,9%, dan
22,6%. Apakah hasil percobaan ini sesuai dengan hukum perbandingan berganda?
Jawab

Senyawa I II III IV V VI
Nitrogen 63,7 46,7 36,9 30,5 25,9 22,6
Oksigen 36,3 63,3 63,1 69,5 74,1 77,4

Atau

Nitrogen 1 1 1 1 1 1
Oksigen 0,57 1,14 1,74 2,28 2,86 3,42

Dengan memperhatikan perbandingan oksigen bila nitrogen sama, maka didapat

0,57 : 1,14 : 1,74 : 2,28 : 2,86 : 3,42 =


1: 2: 3: 4: 5: 6

Yaitu bilangan sederhana dan bulat. Berarti sesuai dengan hukum perbandingan
berganda.

2. Raksa dan klor membentuk 2 macam senyawa. Dalam senyawa pertama0,66 g


raksa bergabung dengan 0,118 g klor, sedangkan dalam senyawa kedua, 1,00 g
raksa bergabung dengan 0,355 g klor. Apakah data ini sesuai dengan hukum
perbandingan berganda.

Jawab

Senyawa raksa klor


I 0,669 0,118
II 1,000 0,335

Atau

Senyawa raksa klor


I 1 0,176
II 1 0,355
Perbandingan klor bila raksa sama dengan:

0,176 : 0,355 = 1 : 2

jadi, data ini sesuai dengan hukum perbandingan berganda.

BILANGAN OKSIDASI

Suatu unsur dapat bergabung dengan unsur lain membentuk senyawa dengan valensi
tertentu. Istilah valensi dikemukakan oleh Wichelhaus (tahun 1868) yang berarti jumlah
ikatan suatu unsur terhadap yang lainnya. Valensi biasanya dilambangkan dengan sebuah
garis (tangan) seperti:

H O H N H O=C=O
H

Jadi, valensi H = 1, N = 3, O = 2, dan C = 4. Suatu unsur kadang-kadang bervalensi lebih


dari satu macam, seperti S dalam SO2 dan H2SO4 masing-masing bervalensi 4 dan 6.

O=S=O
H O S O H

Dalam menentukan valensi unsur, kita harus menuliskan struktur molekul senyawa terlebih
dahulu. Oleh sebab itu, cara ini kurang praktis, dan sebagai gantinya ditemukan cara
bilangan oksidasi. Bilangan oksidasi (BO) suatu unsur adalah muatan suatu atom dalam
senyawa, seandainya semua electron yang dipakai bersama menjadi milik atom yang lebih
elektronegatif. Contohnya molekul H2O. Karena oksigen lebih elektronegatif maka ia
kelebihan dua elektron dari dua hidrogen. Akibatnya bilangan oksidasi oksigen = -2 dan
hidrogen = +1. Bilangan oksidasi dapat positif, negatif, atau pecahan. Nilai itu bukanlah hasil
percobaan melainkan merupakan perjanjian.

Perjanjian (aturan) dalam menentukan bilangan oksidasi adalah sebagai berikut.

1 Setiap unsur bebas mempunyai BO = 0, maka:


0 0 0 0 0

H2 Fe S8 P4 He

2 Hidrogen dalam senyawa mempunyai BO = +1, maka


+1 +1 +1
HCI H2SO4 HCIO4

3 Oksigen dalam senyawa mempunyai BO = -2, contoh:


-2 -2 -2

H2O HNO3 NOH

4 Unsur golongan alkali dalam senyawa mempunyai Bo = +1, contoh:


+1 +1 +1

NaCI KOH Li2SO4

5 Unsur golongan alkali tanah dalam senyawa mempunyai BO = +2, contoh:


+2 +2 +2

CaO BaCO SrSO4

6 Flour dalam senyawa mempunyai BO = -1, contoh:


-1 -1 -1

HF LiF CaF 2

7 Sebuah ion mempunyai BO = muatannya, contoh:


CI- = -1, SO2-4 = -2, Ca2+ = +2

8 Senyawa netral mempunyai BO = 0, contoh:


HCI = 0, KBr = 0, Na2SO4 = 0

Dari uraian di atas dapat ditentukan BO suatu unsur dalam senyawa tanpa menuliskan
stuktur molekulnya.

Contoh

Tentukan BO unsur:
a. S dalam H2SO4
b. Cr dalam K2Cr2O7
c. Mn dalam NaMnO4
d. S dalam K2S4O6

Jawab

a. H2SO4 2H = 2(+1) = +2
4O = 4(-2) = -8 S = +6
b. K2Cr2O7 2K = 2(+1) = +2
7O = 7(-2) = -14 2Cr = -12 Cr = -6
c. NaMnO4 Na = +1
4O = 4(-2) = -8 Mn = +7
d. K2S4O6 2K = 2(+1) = +12
6O = 6(-2) = -12 4S = +10 S = +21/2

Jenis reaksi

Berdasarkan perubahan bilangan oksidasi unsurnya, reaksi dapat dibagi dua, yaitu reaksi
metatesis dan redoks. Reaksi metatesis adalah reaksi yang tidak menimbulkan perubahan
bilangan oksidasi unsur, yang terjadi hanya pertukaran pasangan ion, contohnya

NaCI + AgNO3 AgCI + NaNO3


+ - + - + -
(Na ,CI ) (Ag ,NO ) 3 (Ag ,CI ) (Na+,NO-3)
H2SO4 + BaCI2 BaSO4 + 2 HCI
(2H+,SO=4) (Ba2+,CI-) (Ba2+,SO=4) (2H+,2CI-)

Reaksi redoks (kependekan reaksi oksidasi reduksi), adalah reaksi yang mengakibatkan ada
unsure yang mengalami perubahan bilangan oksidasi. Unsur yang mengalami kenaikan
bilangan oksidasi disebut teroksidasi, dan yang turun disebut tereduksi, contohnya:

2 Na + CI2 2 NaCI
(Na = teroksidasi: CI2 = tereduksi)
Cu + 4 HNO3 Cu(NO3)2 + 2 NO2 + 2 H2O
(Cu = teroksidasi: N = tereduksi)

Menentukan reaksi redoks

Dengan mencari BO semua unsur dalam semua reaksi, kita dapat mengatahui reaksi
tersebut redoks atau metatesis, serta menentukan unsur yang teroksidasi dan tereduksi,
contoh:

0 0 +1 –1
(1) + BO Na: 0 ke + 1 (oks)
2Na CI2 2NaCI BO CI: 0 ke – 1 (red)
(2) 0 + +1 +2 –1
+ 0
BO Fe: 0 ke + 2 (oks)
Fe 2HCI FeCI 2 H2 BO H : +1 ke 0 (red)

(3) +1 -2
+ +2 –1 +2-2
+ +1 –1
BO semua unsure tetap
Na2S CaCI2 CaS 2HCI

Jadi, reaksi (1) dan (2) adalah redoks, sedangkan (3) metatesis. Jika satu pereaksi dapat
teroksidasi dan juga tereduksi disebut reaksi disproporsionasi, contoh

CI2 + H2O HCIO + HCI (perhatikan CI)


3 HNO2 HNO3 + 2NO + H2O (perhatikan N)

Penentuan rumus senyawa ion

BO berguna dalam menuliskan rumus senyawa antar ion positif dan ion negatif. Rumus
harus sedemikian rupa sehingga BO senyawa = O, atau jumlah muatan negatif dan
positifnya sama.

Contoh
Buatlah rumus senyawa antara ion:
a. Na+ dan SO2-4 b. Fe2+ dan CI-
c. AI3+ dan CO2-3 d. Sn4+ dan PO3-4
e. NH+4 dan S2- f. CH3COO- dan Cs2+

Jawab

a. 2Na+ + SO2-4 Na2SO4


2+ -
b. Fe + 2 CI FeCI2
c. 2 AI3+ + 3 CO2-3 AI2(CO3)3
d. 3 Sn4+ + 4 PO3-4 Sn3(PO4)4
e. 2 2NH+4 + S2- (NH4)2S
f. 2 CH3COO- + Ca2+ Ca(CH3COO)2

Anda mungkin juga menyukai