Anda di halaman 1dari 26

ZOOLOGI VERTEBRATA

(EVOLUSI DAN KLASIFIKASI PADA AVES)

PENDIDIKAN BIOLOGI B
FERY
H0317008

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SULAWESI BARAT
MAJENE 2019
A. Evolusi Pada Aves
1. Teori Evolusi
Evolusi, atau sering juga disebut evolusi organik atau evolusi biologi,
adalah perubahan dari waktu ke waktu pada satu atau lebih sifat
terwariskan yang dijumpai pada populasi organisme. Ciri-ciri terwariskan
ini mencakup anatomi, bikimia, ataupun perilaku yang berjalan dari satu
generasi ke generasi selanjutnya (Hassan, 2014).
Evolusi hanya bisa terjadi bila ada variasi sifat yang diwariskan
dalam populasi. Sumber utama variasi ini adalah mutasi, rekombinasi
genetik dan aliran gen (gene flow). Evolusi telah membentuk
keanekaragaman makhluk hidup dari nenek moyang yang sama, atau
sebagaimana dinyatakan oleh Charles Darwin, “bentuk-bentuk yang
sangat cantik dan menarik yang tak ada akhirnya” (Hassan, 2014).
Menurut Hassan (2014), ada empat mekanisme utama evolusi, yakni:
a. Seleksi alam, yakni suatu proses adanya perbedaan antar organisme
dalam hal kemampuan bertahan hidup dan bereproduksi, perbedaan
dalam satu atau lebih cirinya.
b. Penyimpangan gentik, yakni suatu proses dimana terjadi perubahan
acak terhadap sejumlahsatu atau lebih sifat terwariskan di dalam
populasi.
c. Mutasi, yakni perubahan sekuens atau urutan DNA secara permanen
d. Gene flow atau aliran gen, yakni penyisipan gen dari satu populasi ke
populasi lain.
Dalam jangka waktu lama, evolusi akan menyebabkan terjadinya
spesiasi, yakni terbentuknya spesies baru, dimana spesies yang
moyangnya tunggal akan terpecah menjadi dua atau lebih. Spesiasi ini
bisa tampak dalam bidang anatomi, genetik dan kesamaan lain antar
kelompok organisme, distribusi geografi spesies yang berkaitan, rekam
fosil dan perubahan genetik yang terekam pada makhluk hidup yang
banyak generasi (Hassan, 2014).
Spesies sudah berlangsung selama 3,5 miliar tahun sejak adanya
kehidupan di bumi ini. Caranya bisa berlainan, ada yang lambat, mantap
dan perlahan dari waktu ke waktu, atau cepat, dari satu tahapan statis ke
tahapan lainnya (Hassan, 2014).
2. Mekanisme Evolusi
a. Seleksi alam
Evolusi melalui seleksi alam adalah suatu proses dengan mana
mutasi genetik yang meningkatkan reproduksi menjadi ada, menjadi
tetap, atau makin banyak dijumpai pada generasi selanjutnya. Ini sering
disebut “self-evident” sebab ada tiga syarat yang wajib terpenuhi agar
ini dapat terjadi, yaitu:
1. Ada variasi terwariskan pada organisme dalam populai tersebut.
2. Organisme menghasilkan lebih banyak anak, namun sedikit sekali
yang bisa survive (bertahan hidup).
3. Anak-anak atau keturunan ini memiliki kemampuan survive dan
bereproduksi yang bervariasi.
Kondisi ini menghasilkan kompetisi antar organisme untuk tetap
survive dan bereproduksi. Akibatnya organisme dengan sifat-sifat yang
memberikannya keuntungan akan lebih banyak jumlahnya dibanding
pesaingnya dan pembawa sifat-sifat yang tak menguntungkan akan
berkurang atau hilang pada generasi-generasi berikutnya. Konsep
sentral seleksi alam adalah fitness evolusi dari suatu organisme. Fitnes
adalah ukuran kemampuan organisme untuk dapat survive dan
bereproduksi, yang selanjutnya menentukan ukuran kontribusi
genetiknya kepada generasi selanjutnya. Namun fitness tidak sama
dengan jumlah total anak pada satu individu saja namun fitness
diindikasikan sebagai jumlah generasi selanjutnya yang membawa gen
organisme bersangkutan (Hassan, 2014).
Misalnya, jika suatu organisme bisa survive dengan baik dan
bereproduksi dengan cepat, namun semua anaknya terlalu kecil dan
lemah untuk survive, maka organisme ini hanya memberi kontribusi
genetik yang kecil pada generasi selanjutnyasehingga memiliki fitness
yang rendah. Bila suatu alel meningkatkan fitness lebih dari alel lain
pada suatu gen maka setiap generasi alael ini akan lebih banyak
dijumpai di dalam populasi (Hassan, 2014).
Seleksi alam umunya membuat alam sebagai ukuran mengenai
individu mana atau sifat-sifat individu mana atau sifat-sifat mana yang
cenderung survive. “Alam” disini merujuk pada ekosistem, yakni sistem
dimana organisme berinteraksi dengan setiap elemen, fisik maupun
biologi, di dalam lingkungan lokalnya. Eugene Odum, bapak ekologi,
mendefinisikan ekosistem sebagai “setiap unit yang mencakup semua
organisme pada suatu area tertentu yang berinteraksi dengan
lingkungan fisik sehingga memungkinkan aliran energi menyebabkan
struktur trofik yang jelas, keragman biotik serta siklus material (dengan
kata lain, pertukaran materi antara bagian hidup dengan bagian tak
hidup) di dalam sistem. Tiap populasi dalam ekosistem menempati
niche, atau posisi yang khusus, dengan hubungan yang khas pula
dengan bagian sistem yang lain. Pertalian atau hubungan ini melibatkan
sejarah organisme, posisinya dalam rantai makanan, dan kisaran
geografisnya (Hassan, 2014).
b. Mutasi Bias
Disamping menjadi sumber utama variasi, mutasi dapat juga
berfungsi sebagai mekanisme evolusi bila ada berbagai propabilitas
pada tingkat molekul agar mutasi dapat terjadi. Ini merupakan proses
mutasi yang disebut mutasi bias, bila dua genotipe, misalnya satu
nukleotida A pada posisi yang sama dan punya fitness sama namun
mutasi dari G ke A lebih sering dibanding mutasi dari A ke G, maka
cenderung terbentuk genotipe dengan nukleotida A. Mutasi bias dengan
berbagai ukuran genom. Perkembangan mutasi bias juga sudah
dijumpai pada evolusi morfologi (Hassan, 2014).
Efek mutasi bias melapis pada proses lain. Bila seleksi akan
menguntungkan salah satu dari dua mutasi namun tak ada keuntungan
ekstra dari keduanya mutai yang terjadi lebih sering dari salah satunya
akan menjadi fixed dalam populasi. Mutasi yang menyebabkan
hilangnya fungsi gen lebih sering terjadi dibanding mutasi yang
membentuk gen yang baru yang berfungsi penuh. Kebanyakan
hilangnya mutasi fungsi adalah “selected against”. Namun bila seleksi
lemah mutasi bias menuju hilangnya fungsi dapat mempengaruhi
evolusi (Hassan, 2014).
c. Penyimpangan Genetik (Genetic Drift)
Ketika tidak ada seleksi untuk hilangnya fungsi, kecepatan
berkembang lebih tergantung pada laju mutasi daripada ukuran populasi
efektif, menunjukkan bahwa kejadian ini lebih didorong oleh bias
mutasi dibanding penyimpangan genetik (Hassan, 2014).
Penyimpangan genetik adalah perubahan frekuensi alel dari satu
generasi ke generasi selanjutnya yang terjadi karena peran yang
bermain dalam menentukan apakah suatu individu akan bertahan hidup
dan berproduksi. Dalam istilah matematis alel menjadi subjek sampling
error. Akibatnya bila tak ada gaya gaya selektif atau gaya selektif relatif
rendah frekuensi alel cenderung “menyimpang” ke atas atau ke bawah
secara acak. Pergeseran ini berhenti bila alel akhirnya terfiksasi (fixed),
apakah karena hilang dari populasi ataupun digantikan alel lain secara
keseluruhan. Karenanya penyimpangan genetik mengeliminasi alel dari
populasi adalah hal kebetulan semata. Bahkan saat absennya gaya
selektif, penyimpangan genetik dapat menyebabkan dua populasi
terpisah yang mulai dengan struktur genetik sama untuk menyimpang
atau bergeser menjadi dua populasi divergen dengan set alel yang
berbeda (Hassan, 2014).
Waktu alel menjadi fixed melalui penyimpangan genetik
ditentukan oleh ukuran populasi. Fiksasi yang terjadi lebih cepat pada
populasiyang lebih kecil. Jumlh individu pada populasi tidak kritis,
namun ukurannya dikenal sebagai ukuran populasi efektif. Populasi
efektif biasanya lebih kecil dibanding populasi total dan menjadi faktor
yang dipertimbangkan seperti misalnya tingkat inbreeding, tahapan
siklus hidup dimana populasi paling kecil dan kenyataannya beberapa
gen netral yang secara genetik berhubungan dengan yang lain dibawah
seleksi (Hassan, 2014).
d. Aliran Gen
Aliran gen adalah pertukaran gen antar populasi dan antar spesies.
Ada atau tidaknya aliran gen secara fundamental mengubah perjalanan
evolusi. Karena kompleksitas organisme, dua populasi manapun yang
terpisah sempurna akhirnya akan terbentuk inkompatibilitas genetik
melalui proses netral, seperti model Bateson-Dobzhansky-Muller,
bahkan walaupun dua populasi tersebut tetap identik dalam hal adaptasi
terhadap lingkungannya (Hassan, 2014).
Bila perbedaan genetik antar populasi berkembang, aliran gen antar
populasi dapat mengintroduksi sifat atau alel yang tak menguntungkan
pada populasi lokal dan ini dapat menyebabkan organisme di dalam
populasi ini membentuk mekanisme yang mencegah perkawinan
dengan populasi yang berjauhan secara genetik antar individu secara
fundamental penting untuk membentuk konsep spesies biologis.
Selama perkembangan sintesis modern, Sewall Wright
mengembangkan teori pergeseran keseimbangan, yakni bahwa aliran
gen antara populasi yang terpisah secara parsial merupakan aspek
penting evolusi adaptif. Namun akhir-akhir ini ada kritikan yang kuat
akan manfaat teori pergeseran keseimbangan (Hassan, 2014).
3. Hasil Evolusi
Evolusi mempengaruhi setiap aspek bentuk dan perilaku organisme.
Yang paling menonjol adalah perilaku spesifik dan adaptasi fisik yang
merupakan hasil seleksi alam. Adaptasi ini meningkatkan fitness dengan
membantu aktivitas organisme misalnya dalam memperoleh makanan,
menghindari predator atau menarik pasangan kawin. Organisme dapat juga
merespon terhadap seleksi dengan cara kerja-sama, biasanya dengan
membantu kelompoknya atau anggota kerabatnya melalui simbiosis
mutualisme yang bermanfaat (Hassan, 2014).
Dalam waktu lama evolusi menghasilkan spesies baru melalui
pemisahan populasi moyang menghasilkan kelompok baru yang tak dapat
atau tak kawin dengan sesamanya lagi. Hasil evolusi ini kadang dibagi
menjadi:
a. Makroevolusi, yakni evolusi yang terjadi di atas tingkat spesies sperti
misalnya kepunahan dan spesiasi serta
b. Mikroevolusi, yakni perubahan evolusi yang lebih kecil, seperti
misalnya adaptasi, di dalam spesies atau populasi.
Secara umum makroevolusi dipandang sebagai hasil periode
mikroevolusi yang lama. Dengan demikian perbedaan antara makro dan
mikroevolusi bukan merupakan perbedaan fundamental, namun hanya soal
waktu. Akan tetapi pada makroevolusi, sifat-sifat seluruh spesies mungkin
penting. Misalnya, besarnya variasi di antara individu memungkinkan
spesies cepat beradaptasi terhadap habitat baru, mengurangi peluang
kepunahan, sementara kisaran geografis yang luas meningkatkan peluang
terjadinya spesiasi karena ada anggota populasi yang terisolasi. Dalam hal
ini,mikroevolusi dan makroevolusi dapat melibatkan seleksi pada tingkat
yang berbeda. Mikroevolusi bekerja pada tingkat gen dan organisme,
sedangkan proses makroevolusi melawan mikroevolusi seperti misalnya
seleksi spesies (Hassan, 2014).
Karena itu organisme sederhana menjadi takson kehidupan yang
dominan dibumi sepanjang sejarah dan menjadi takson utama yang hidup
hingga saat ini, dan kehidupan komplek tampak lebih banyak
penyebarannya karena mereka kasat mata. Memang, evolusi
mikroorganisme penting bagi riset evolusi modern, sebab reproduksinya
yang cepat memungkinkan studi eksperimental evolusi dan mampu
mengobservasi evolusi serta adaptasi pada saat itu juga (rela time)
(Hassan, 2014).
a. Adaptasi
Adaptasi merupakan proses yang membuat organisme makin cocok
dengan habitatnya. Istilah adaptasi juga dapat menunjuk sifat yang
penting bagi ketahanan hidup organisme. Misalnya, adaptasi terbang
pada aves berupa sayap. Dengan menggunakan istilah adaptasi bagi
proses evolusi dan sifat-sifat adaptif bagi produk (bagian tubuh atau
fungsi), dua kata tersebut dapat dibedakan. Adaptasi dihasilkan oleh
seleksi alam (Hassan, 2014).
Adaptasi terjadi melalui modifikasi struktur yang ada secara
gradual. Akibatnya, struktur dengan organisasi internal yang mirip bisa
memiliki fungsi berbeda pada organisme yang bersanak. Ini hasil dari
struktur moyang tunggal yang beradaptasi untuk berfungsi dengan
berbagai cara. Tulang pada sayap kelelawar, misalnya sangat mirip
dengan tulang kaki tikus serta tangan primata, karena semuanya berasal
dari moyang mamalia yang sama. Namun karena semua organisme
hidup berkerabat pada tingkat yang berbeda, bahkan organ-organ yang
tampak hanya sedikit memiliki kesamaan struktur atau bahkan tak mirip
sama sekali misalnya mata arthropoda, cumi-cumi dan vertebrata, atau
alat gerak dan sayap arthropoda dan vertebrata, dapat tergantung dari
set gen homolog yang sama yang mengontrol perkaitan dan fungsinya
(Hassan, 2014).
Selama adaptasi, beberapa struktur bisa kehilangan fungsi aslinya
dan menjadi struktur vestigial atau sisa. Struktur semacam ini bisa
hanya memiliki fungsi yang tidak signifikan atau bahkan tak berfungsi
sama sekali pada spesies baru, namun memiliki fungsi yang signifikan
pada spesies moyang, atau spesies sanak lainnya (Hassan, 2014).
b. Koevolusi
Interaksi antar organisme dapat menghasilkan konflik sekaligus
kerjasama. Bila interaksi itu antara pasangan spesies, seperti predator
dengan mangsa, spesies-spesies ini dapat mengembangkan set adaptasi
yang sesuai. Disini evolusi atau spesies menyebabkan adaptasi pada
spesies kedua. Perubahan siklus seleksi dan respons ini disebut
koevolusi (Hassan, 2014).
c. Kepunahan
Kepunahan adalah hilangnya seluruh spesies. Kepunahan biasa
terjadi, sebab spesies secara teratur muncul melalui kepunahan. Hampir
semua spesies hewan dan tanaman yang telah hidup dibumi sekarang
punah dan tampaknya semua spesies akan mengalaminya (Hassan,
2014).
Kepunahan-kepunahan ini telah berlangsung terus sepanjang
sejarah kehidupan, walau lajunya meningkat tajam karena sesekali
terjadi kepunahan massal. Kejadian kepunahan masal Cretaceous-
Tertier, yakni masa kepunahan dinosaurus non-avian, mungkin paling
banyak dikenal, namun kejadian kepunahan masa permian-Triassic
bahkan lebih parah lagi yakni hampir 96% spesies yang ada saat itu
punah . kejadian kepunahan masa Holocene adalah kepunahan yang
berlanjut yang berhubungan dengan ekspansi manusia keseluruh muka
bumi beberapa ribu tahun belakangan ini (Hassan, 2014).
Bila satu spesies mengalahkan spesies yang lain, ini bisa
menyebaban seleksi spesies, dengan spesies yang lebih cocok (fitter)
akan survive dan spesies lainnya punah. Kepunahan massal yang
intermittent juga penting namun bukan berperan sebagai gaya selektif,
melainkan mengurangi keanekaragaman secara drastis dalam pola yang
non spesifik dan mempercepat evolusi dan spesiasi pada survivor
(Hassan, 2014).
d. Spesiasi
Menurut Hassan (2014), ada empat mekanisme spesiasi yang sering
terjadi pada hewan adalah:
1.) Spesiasi alopatrik, terjadi pada populasi yang semula terpisah
secara geografis, seperti misalnya melalui fragmentasi habitat atau
migrasi.
2.) Spesiasi peripatrik, yang terjadi bila populasi-populasi kecil
organisme menjadi terisolasi pada lingkungan baru.
3.) Spesiasi parapatrik, ini mirip dengan spesiasi peripatrik yakni
jumlah populasi yang masuk ke habitat baru sangat keci, namun
bedanya adalah tak ada pemisahan secara fisik antara dua populasi
tersebut.
4.) Spesiasi simpatrik, pada spesies ini bercabang tanpa isolasi
geografi atau perubahan habitat
4. Bukti-bukti Evolusi
a. Fosil
Merupakan sisa-sisa, cetakan ataupun berkas dari hewan maupun
tumbuhan yang telah membantu. Fosil ini sebagai bukti adanya
peristiwa evolusi yang dapat menentukan umur dengan cara
menghitung laju erosi, sedimentasi, kandungan garam dan kadar radio
aktif.
b. Homologi
Dua organ tubuh dikatakan homologi, yaitu mempunyai asal yang
berbeda namun memiliki fungsi yang sama. Contoh : alat gerak
manusia dan sirip ikan (memiliki bentuk rangka yang sama, namun
berbeda fungsinya).
c. Analogi
Merupakan kebalikan dari homologi, mempunyai asal yang
berbeda namun memiliki fungsi yang sama. Contoh: sayap kupu-kupu
dengan sayap kelelawar (memiliki bentuk rangka yang berbeda, namun
memiliki satu fungsi yang sama, yaitu untuk terbang.
5. Evolusi aves
Analisis kladistik dari burung dan fosil reptile mengindikasikan
bahwa burung tergolong ke dalam kelompok sauriskia bipedal yang
disebut teropoda. Sejak akhir 1990-an, para ahli paleontology cina telah
menggali banyak sekali fosil teropod berbulu yang mengungkapkan asal
usul burung. Beberapa spesies dinosaurus berkerabat dekat dengan
burung- burung yang memiliki bulu dengan helaian halus (vane), dan
terdapat lebih banyak spesies yang memiliki bulu yang berfilamen. Tenuan
semacam itu mengimplimasikan bahwa bulu telah di evolusikan jauh
sebelum kemampuan terbang yang kuat. Fungsi yang mungkin di jalankan
oleh bulu-bulu awal antara lain adalah insulasi, kamuflase, dan
pertunjukan percumbuan (Neil A. Campbell, 2008).
Menurut salah satu scenario bulu memungkinkan dinosaurus pelari
bertubuh kecil yang mengejar mangsa atau mlarikan diri dari predator
untuk memperoleh angkatan ekstra ketika mereka melompat ke udara.
Dinosurus kecil mungkin memperoleh trksi saat lari menaiki bukit dengan
mengepak-ngepakkan tungkai depan yang berbulu- perilaku yang
ditunjukkan oleh beberapa jenis burung masa kini. Pada skenerio ketiga,
beberapa dinosaurus mungkin memanjat pohon dan meluncur, dibantu
oleh bulu-bulunya. Entah burung lepas landas dari tanah ke atas atau
melompat dari pohon ke bawah, pertanyaan penting adalah bagaimana
ayunan terbangnya yang efesien berevolusi (Neil A. Campbell, 2008).
Sekitar 150 jutatahun lalu, teropoda berbulu telah berevolusi menjadi
burung. Archaeopteryx, yang ditemukan di sebuah pertambangan
gamping di jerman pada 1861, tetap merupakan burung tertua yang
diketahui, burung ini memiliki sayap berbulu namun masih
mempertahankan karakter-karakter nenek moyang seperti gigi, jari
bercakar pada sayap, dan ekor yang panjang. Archaeopteryx terbang
dengan baik pada kecepatan tinggi, namun tidak seperti burung pada masa
kini, ia tidak dapat lepas landas dari posisi berdiri. Fosil-fosil burung yang
muncul berikutnya pada priode kreta menunjukkan hilangnya ciri-ciri
nenek moyang dinosaurus tertentu secara bertahap, misalnya gigi-gigi dan
tungkai depan yang bercakar serta perolehan inovasi-inovasi yang
ditemukan pada burung yang masih ada, termasuk ekor pendek yang di
tutupi oleh bulu kipas. Sejumlah kelompok burung yang masih ada
maupun yang telah punah mencakup satu atau beberapa spesies yang tidak
bisa terbang. Ratite yang terdiri dari burung onta, rea, kiwi,kasuari,dan
emu semuanya tidak bisa terbang (Neil A. Campbell, 2008).
6. Adaptasi struktur lama untuk fungsi baru
Kemampuan terbang burung dengan bantuan bulu unggas adalah
perpaduan sempurna antara struktur dan fungsi. Evolusi bulu unggas yang
jelas penting bagi kemampuan terbang burung. Pada bulu unggas yang
digunakan untuk terbang, filamen-filamen terpisah yang disebut barb,
memanjang dari dasar sampai ujung batang pusat. Setiap barb ditautkan
dengan barb di sebelahnya oleh kait-kait kecil yang bekerja sangat mirip
dengan gerigi risleting, membentuk selapis barb yang bersambung rapat,
kuat, dan flrksibel. Saat terbang , bentuk dan susunan berbagai bulu
unggas menimbulkan daya angkat dan aliran udara yang mulus, serta
membantu membelok dan menjaga keseimbangan. Fitur-fitur reptile yang
tampak pada fosil Archaeopteryx, salah satu burung terawal, memberikan
petunjuk di masa Darwin, burung bukanlah hewan pertama yang memiliki
bulu unggas di bumi melainkan dinosaurus (Simon dkk 2016).
Dinosaurus berbulu unggas pertama yang ditemukan, berupa fosil
berusia 130 juta tahun di cina timur laut, dinamai sinosauropteryx (sayap
kadal cina). Dinosaurus tersebut sebesar kalkun, memiliki lengan pendek
dan berlari dengan kaki belakang, menggunakan ekornya yang panjang
untuk menjaga keseimbangan. Bulu unggas yang tidak mengesankan
terdiri atas lapisan bulu unngas berupa rambut halus. Sejak ditemukannya
sinosauropteryx, ribuan fosil dinosaurus berbulu unggas telah ditemukan
dan diklasifikasikan menjadi lebih dari 30 spesies yang berbeda.
Walaupun belum ada yang dipastikan bisa terbang, banyak spesies ini
memiliki bulu unggas rumit yang pasti membuat iri burung modern
manapun. Namun bulu unggas yang terlihat pada fosil-fosil ini tidak
mungkin digunakan untuk terbang, sedangkan anatomi reptile mereka juga
cocok untuk terbang. Kegunaan bulu unggas yang pertamanya hanyalah
untuk inakulasi. Kemungkinan tungkai depan berupa sayap yang lebih
panjang dan bulu unggas, yang meningkatkan luas permukaan tungkai
depan ini baru dimanfaatkan untuk terbang setelah berfungsi untuk
kegunaan lain misalnya bercumbuan, termoregulasi, atau kamuflase,
(semuanya masih fungsi bulu unggas masa kini). Pada awalnya terbang
hanyalah luncuran pendek ketanah atau dari cabang ke cabang oles spesies
yang berdiam di pohon. Setelah terbang itu sendiri menjadi suatu
keuntungan seleksi alam akan secara bertahap membentuk ulang bulu
unggas dan sayap agar sesuai dengan fungsi tambahan itu, struktur seperti
bulu unggas yang berevolusi dalam suatu konteks namun lantas
dimanfaatkan untuk fungsi lain disebut eksptasi (Simon dkk 2016).
B. Klasifikasi Aves
Dari zaman atas sampai saat ini telah dikenal oleh kurang lebih 2600
species dan dibagi atas dua Sub Kelas.
1. Sub Kelas I Archaeornithes
Burung yang masuk dalam Sub Kelas ini adalah burung-burung yang
masih mempunyai beberapa sifat Reptilia, misalnya dalam rongga mulut
masih terdapat gigi, sayapnya masih memiliki sisa-sisa kait kuku panjang
yang menunjukkan asalnya dari extermitas anterior yang pada reptilia
sebagai anggota badan untuk jalan. Kaki belakang bersisik seperti Reptilia;
vertebrae cauda masih banyak jumlahnya, sehingga ekor masih tampak
panjang seperti ekor Reptil. Burung-burung dari sub kelas ini semuanya
sudah punah, tinggal fosil-fosilnya yang terdapat di Jerman Barat, Prancis.
Contoh :Archeopterix lithografis.
2. Sub Kelas II Neornithes
Sering disebut burung sebenarnya, dibagi atas: Super Ordo
Odotognathae (merupakan burung purbadunia baru yang masih bergigi
dan sudah punah), Super Ordo Palaegnathae (merupakan burung yang
berjalan, tidak memiliki gigi, tidak dapat terbang).
Kelas : Aves
Sub Kelas : Archacoraithes
Burung-burung bergigi, telah punah, hidup pada periode Jurassik,
metacarpal terpisah, tidak ada pigostil, vertebra kaudal masing-masing
dengan bulu-bulu berpasangan.
Ordo : Archaeopterygiformes
Familia : Archaeopterygidae
Genus : Archaeopteryx
Archaeomis
Sub Kelas : Neornithes
Ada yang telah punah, tetapi ada yang termasuk burung modern.
Bergigi atau tidak bergigi. Metacarpal bersatu. Vertebrata kaudal tidak ada
yang mempunyai bulu berpasangan. Kebanyakan mempunyai pigostil.
Sternum ada yang berlunas, ada pula yang rata.
1. Ordo Accipitriformes
Ordo Accipitriformes adalah kelompok burung dengan ciri-ciri paruh
tajam dan melengkung yang dilengkapi dengan cere (membran dari
pangkal rahang atas burung dimana lubang hidung terbuka); sayap panjang
dan lebar dengan 4-6 bulu di bagian tepi luarnya; dapat terbang lama tanpa
mengepakkan sayap; memiliki kaki dan cakar kuat; karnivora; diurnal
(aktif siang hari). Sebelumnya kelompok ini masuk ke dalam ordo
Falconiformes, namun dipisahkan berdasarkan karakter DNA-nya yang
cukup jauh dengan ordo Falconiformes. Contoh spesies ordo
accipitriformes:
a. Accipiter trivirgatus (Elang alap Jambul)
b. Pernis ptilorhynchus (Sikep-madu Asia)
c. Aquila gurneyi (Rajawali Kuskus)
d. Spizaetus bartelsi (Elang Jawa)

Gambar 1.1
Ordo Accipitriformes: Accipiter trivirgatus (Elang
alap Jambul)
2. Ordo Anseriformes
Ordo Anseriformes Falconiformes adalah ordo dari aves dengan ciri-
ciri sayap berkembang baik; tidak memiliki gigi pada rahang; memiliki
pygostylus; tulang sternum memiliki carina sterni; paruh besar, lebar dan
tertutup lapisan tanduk yang tipis; bagian tepi paruh memiliki lamela; lidah
berdaging; tungkai pendek dan berselaput renang; ekor pendek; waktu
muda memiliki bulu seperti kapas. Contoh spesies ordo anseriformes:
a. Dendrocygna guttata (Belibis Totol)
b. Anas gracilis (Itik Kelabu)
c. Cygnus atratus (Angsa Hitam)

Gambar 1.2
Ordo Anseriformes: Dendrocygna guttata (Belibis
Tolol)
3. Ordo Apodiformes
Ordo Apodiformes adalah kelompok burung yang memiliki ciri-ciri
bertubuh kecil; ukuran tungkai sangat kecil; bentuk sayap runcing; ukuran
paruh kecil serta lunak dan ada yang langsing dengan lidah berbentuk bulu
panjang. Contoh spesies ordo apodiformes:
a. Collocalia vanikorensis (Walet Polos)
b. Hirundapus caudacutus (Kapinis jarum Asia)
c. Hemiprocne longipennis (Tepekong Jambul)
Gambar 1.3
Ordo Apodiformes: Collocalia vanicorensis (Walet
polos)
4. Ordo Apterygiformes
Ordo Apterygiformes adalah ordo aves yang tidak bisa terbang dengan
ciri-ciri tulang coracoid dan scapula kecil; tidak bisa terbang; terestrial;
bulu seperti rambut dan tidak memiliki aftershaft; sayap rudimenter; paruh
panjang dan ramping; lubang hidung di ujung paruh; leher dan tungkai
pendek; tungkai dengan empat buah jari; tulang sternum tidak memiliki
carina sterni. Contoh spesies ordo Apterygiformes:
a. Apteryx australis (burung kiwi)

Gambar 1.4
Ordo Apterygiformes: Apteryx australis (Burung kiwi)
5. Ordo Bucerotiformes
Ordo Bucerotiformes adalah kelompok burung dengan ciri-ciri paruh
besar dan kokoh tulang vertebrae bagian axis dan atlas menyatu; 18%
jantan lebih besar daripada betina; monogami. Contoh ordo
spesies bucerotiformes:
a. Berenicornis comatus (Rangkong Jambul)
b. Buceros rhinoceros (Rangkong Cula Badak)
c. Rhinoplax vigil (Rangkong Gading)

Gambar 1.5
Ordo Bucerotiformes: Buceros rhinoceros
(Rangkong Cula Badak)
6. Ordo Caprimulgiformes
Ordo Caprimulgiformes adalah kelompok burung dengan ciri-ciri
memiliki paruh dengan ukuran kecil dan lunak; bentuk mulut lebar, tepi
paruh di bagian atas ditutupi dengan bulu-bulu peraba yang berbentuk
seperti rambut-rambut kaki; bulu-bulunya halus; ukuran kaki kecil dan
lunak; aktif di malam hari (nocturnal); pemakan serangga (insektivora).
Contoh spesies ordo caprimulgiformes:
a. Batrachostomus stellatus (Paruh kodok Bintang)
b. Eurostopodus mystacalis (Taktarau Kumis)
c. Caprimulgus indicus (Cabak Kelabu)
Gambar 1.6
Ordo Caprimulgiformes: Batrachostomus stellatus
(Paruh kodok Bintang)
7. Ordo Cariamiformes
Ordo Cariamiformes adalah kelompok burung yang sebelumnya
masuk ke dalam ordo Gruiformes namun dipisahkan karena ada perbedaan
pada morfologi dan genetiknya. ordo ini terdiri dari famili Cariamidae
yang hanya ada dua spesies dan ordo aves yang telah punah yakni famili
Phorusrhacidae, Bathornithidae, Idiornithidae dan Ameghinornithidae.
Contoh spesies ordo cariamiformes:
a. Cariama cristata
b. Chunga burmeisteri

Gambar 1.7
Ordo Cariamiformes: Cariama cristata
8. Ordo Casuariiformes
Ordo Casuariiformes adalah ordo aves dengan ciri-ciri bentuk tubuh
besar; tidak bisa terbang; terestrial; kepala berbulu tipis; bulu memiliki
aftershaft yang panjang; bentuk sayap kecil dan rudimenter; tungkai
memiliki tiga buah jari; tulang sternum tidak memiliki carina sterni.
Contoh spesies ordo casuariiformes:
a. Casuarius casuarius (Kasuari Gelambir Ganda)
b. Casuarius bennetti (Kasuari Kerdil)

Gambar 1.8
Ordo Casuariiformes: Casuarius casuarius (Kasuari
gelambir ganda)
9. Ordo Charadriiformes
Ordo Charadriiformes adalah ordo dari aves yang memiliki ciri-ciri
sayap berkembang baik; tidak memiliki gigi pada rahang; memiliki
pygostylus; tulang sternum memiliki carina sterni; kaki panjang dan
langsing; jari kaki berselaput renang; bulu tebal; paruh panjang dan
melengkung ke bawah / atas. Contoh spesies ordo charadriiformes:
a. Irediparra gallinacea (Burung sepatu Jengger)
b. Charadrius veredus (Cerek Asia)
c. Larus ridibundus (Camar Kepala-hitam)
d. Sterna hirundo (Dara laut)
Gambar 1.9
Ordo Charadriiformes: Irediparra gallinacea (Burung
sepatu Jengger)
10. Ordo Ciconiiformes
Ordo Ciconiiformes adalah ordo dari aves dengan ciri-ciri sayap
berkembang baik; tidak memiliki gigi pada rahang; memiliki pygostylus;
tulang sternum memiliki carina sterni; leher dan tungkai panjang; jari-jari
tidak berselaput; paruh lurus atau bengkok; suka hidup di air; penyebaran
bulu di sebagian betis tidak terdapat bulu. Contoh spesies ordo
ciconiiformes:
a. Ardea cinerea (Cangak Abu)
b. Ardeola speciosa (Blekok Sawah)
c. Leptoptilos javanicus (Bangau Tongtong)
d. Phoenicopterus sp. (Famingo)

Gambar 1.10
Ordo Ciconiiformes: Ardea cinerea (Cangak Abu)
11. Ordo Coliiformes
Ordo Coliiformes adalah kelompok burung dengan ciri-ciri memiliki
kaki dengan tipe paserin (tiga jari kearah depan, satu jari kearah
belakang); jari kaki ke-1 dan ke-4 bersifat reversibel; memiliki ekor
sangat panjang; pemakan serangga (insektivora) dan pemakan buah
(frugivora). Contoh spesies ordo Coliiformes:
a. Colius macrourus

Gambar 1.11
Ordo Coliifomes : Colius Macrourus
12. Ordo Columbiformes
Ordo Columbiformes adalah ordo dari aves dengan ciri-ciri sayap
berkembang baik; tidak memiliki gigi pada rahang; memiliki
pygostylus; tulang sternum memiliki carina sterni; paruh pendek dan
langsing; pada umumnya tarsus lebih pendek daripada jari-jari; kulit
tebal dan halus; tembolok besar dan menghasilkan cairan pigeon milk
untuk anaknya; graminivorous (pemakan biji) dan fragivorous
(pemakan buah). Contoh spesies ordo columbiformes:
a. Treron capellei (Punai Besar)
b. Ptilinopus cinctus (Walik Putih)
c. Columba livia (Merpati Batu)
d. Streptopelia chinensis (Tekukur)
e. Geopelia striata (Perkutut Jawa).
Gambar 1.12
Ordo Columbiformes: Ptilinopus cinctus (Walik
Putih)
13. Ordo Coraciiformes
Ordo Coraciiformes adalah kelompok burung yang memiliki ciri-
ciri paruhnya kuat; jari ke-3 dan ke-4 menyatu di bagian pangkal.
Contoh spesies ordo coraciiformes:
a. Alcedo atthis (Raja udang)
b. Ceyx erithaca (Udang Api)
c. Lacedo pulchella (Cekakak Batu)

Gambar 1.13
Ordo Coraciiformes: Alcedo atthis (Raja udang)
14. Ordo Cuculiformes
Ordo Cuculiformes adalah ordo dari kelas aves yang memiliki ciri-
ciri terdapat dua buah jari kaki kearah depan dan dua buah jari kaki
yang lain ke belakang; jari bagian luar dapat dibalikan kearah depan;
kaki tidak cocok untuk mencengkram; ekor panjang; ukuran paruh
sedang; sebagian besar kelompok familia ordo ini bersifat parasit yakni
burung betina menitipkan telur-telurnya di sarang burung yang lain.
Contoh spesies ordo cuculiformes:
a. Cuculus crassirostris (Kangkok Sulawesi)
b. Cacomantis sonneratii (Wiwik Lurik)
c. Chrysococcyx xanthorhynchus (Kedasi Ungu)
d. Centropus rectunguis (Bubut Hutan)

Gambar 1.14
Ordo Cuculiformes: Chrysococcyx xanthorhynchus
(Kedasi Ungu)
15. Ordo Falconiformes
Ordo Falconiformes adalah ordo dari aves dengan ciri-ciri sayap
berkembang baik; tidak memiliki gigi pada rahang; memiliki
pygostylus; tulang sternum memiliki carina sterni; paruh pendek,
melengkung, dan tepinya tajam; kaki memiliki cakar yang tajam dan
runcing untuk memangsa. Mampu terbang dengan cepat serta dapat
melakukan manuver. Contoh spesies ordo Falconiformes:
a. Microhierax fringillarius (Alap-alap Capung)
b. Falco cenchroides (Alap-alap Layang)
c. Falco severus (Alap-alap Macan)
Gambar 1.15
Ordo Falconiformes: Falco severus (Alap-alap Macan)
DAFTAR PUSTAKA

Campbel, A. Neill. 2008. BIOL0GI edisi 8 jilid 2. Surabaya: Erlangga.


Campbell. 2004. BIOLOGI edisi 5 jilid 2. Jakarta: Erlangga.
Jasin, Maskoeri. 1992. Zoologi Vertebrata. Surabaya: Sinar Wijaya.
J. Simon, Eric. 2016. Campbell Inti Sari Biologi. Jakarta: Erlangga.
Hariyanti, Rosana. 2007. Atlas Binatang Aves dan Invertebrata. Solo: Tiga
Serangkai.
Said Hasan, Munif. 2014. Pengantar Biologi Evolusi. Jakarta: Erlangga.
Simbolon, Poslen. Bahan Ajar Kingdom Animalia Biologi. Tangerang: Penabur
Gading Serpong.
Pertanyaan:
1. Jelaskan bagaimana mekanisme evolusi aves berdasarkan seleksi alam?
2. Jelaskan bagaimanakah proses perkembangan evolusi aves berdasarkan bukti
fosil yang memperkuat dugaan bahwa aves berasal dari reptil?
3. Jelaskan bagaimana proses perkembangan evolusi pada aves hingga muncul
burung modern seperti saat ini?
4. Apa yang dijadikan dasar klasifikasi aves menjadi 2 sub kelas! Jelaskan dasar
pengklasifikasian tersebut?
5. Jelaskan dasar pembagian Ordo pada Sub Kelas Neornithes?

Anda mungkin juga menyukai