Anda di halaman 1dari 13

KETERKAITAN HOMOLOGI DENGAN TAKSONOMI

MAKALAH

Disusun untuk memenuhi tugas matakuliah


Biosistematika Tumbuhan dan Evolusi
yang dibimbing oleh
Dr. Sulisetijono, M. Si

Oleh:
Offering G
Nindhi Pahlawati (200342820811)
Subhan Maulidi K.B.F (190342720807)

UNIVERSITAS NEGERI MALANG


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
PROGRAM STUDI S2 BIOLOGI
November 2020
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Taksonomi merupakan cabang ilmu dari biologi yang erat kaitannya dalam
kehidupan sehari-hari. Baik langsung maupun tidak, unsur-unsur dalam
taksonomi selalu ada dalam kehidupan manusia hingga saat ini. Taksonomi
juga diartikan sebagai ilmu yang mendefinisikan dan mendokumentasikan
keanekaragaman biologi yang mengungkap kesamaan dan perbedaan diantara
kelompok organisme sebagai dasar pengetahuan berbagai aspek lain dalam
biologi (NBII, 2010).
Keanekaragaman sifat dan ciri yang dimiliki suatu makhluk hidup
sesungguhnya menggambarkan keanekaragaman potensi dan manfaat yang
dapat digali. Apabila data dan informasi ilmiah mengenai sumber daya hayati
belum sepenuhnya dapat diungkap maka kepunahan suatu makhluk hidup sama
artinya dengan kehilangan kesempatan untuk memanfaatkan potensi yang
dimiliki makhluk hidup tersebut. Seperangkat gen yang ikut hilang bersama
peristiwa kepunahan itu mungkin memiliki potensi dan manfaat yang tidak
akan dijumpai lagi pada makhluk hidup yang lain (Krell, 2004).
Salah satu tugas taksonomi adalah mendokumentasikan perubahan-
perubahan yang terjadi selama evolusi dan merubahnya menjadi sebuah sistem
klasifikasi yang mencerminkan hubungan evolusi (evolutionary relationship)
dari kelompok-kelompok organisme. Banyak organisme memiliki karakter
yang homolog karena memiliki nenk moyang yang sama. Misalnya, suatu
spesies yang memiliki banyak kesamaan genetic, jalur metabolisme, dan
protein struktural dengan spesies lain akan memiliki hubungan kekerabatan
yang lebih dekat dibandingkan spesies lain yang berkerabat jauh. Hubunga
evolusi yang direkonstruksi dengan baik dapat digunakan sebagai landaan
untuk melakukan penelitian komparatif misalnya dalam bidang ekologi dan
biogeografi (Zubaidah, 2011).
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalah pada makalah
“Keterkaitan Homolog dengan Taksonomi” ialah:
1. Apa definisi dari biosistematika?
2. Apa definisi dari taksonomi
3. Apa definisi dari homologi?
4. Bagimanakah hubungan antara homologi dengan taksonomi?
5. Adakah contoh penelitian terkait hubungan homologi dengan taksonomi?
C. Tujuan
Tujuan dari makalah “Keterkaitan Homolog dengan Taksonomi” ialah untuk:
1. Mengetahui definisi dari biosistematika
2. Mengetahui Definisi dari Taksonomi
3. Mengetahui Definisi dari Homologi
4. Mengetahui hubungan homologi dengan Taksonomi
5. Mengetahui contoh-contoh penelitian terkait hubungan homologi dengan
taksonomi
BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi Biosistematika
Biosistematika adalah suatu cabang biologi yang mempelajari keragaman
hidup mencakup taksonomi dan terlibat dalam rekonstruksi sejarah filogenetik.
Secara fundamental, sistematika bertujuan untuk memahami dan mendeskripsikan
keanekaragaman suatu organisme dan merekonstruksi hubungan kekerabatannya
terhadap organisme lainnya, dan juga mendokumentasikan perubahanperubahan
yang terjadi selama evolusinya dan merubahnya ke dalam sebuah sistem
klasifikasi yang mencerminkan evolusinya tersebut (Simpson, 2006).
Objek utama biosistematika bukanlah menemukan nama tumbuhan tetapi
menemukan hubungan dan kedekatan suatu organisme tumbuhan dengan yang
lainnya, sehingga dapat dikenali sepenuhnya kemiripan dan perbedaannya.
Karakter umum yang dimiliki Bersama dan karakter spesifik yang dimililki hanya
oleh kelompoknya. Hasil analisis inilah yang nantinya dipakai untuk menata
organisme tumbuhan teersebut kedalam tingkatan taksa sehingga menjadi lebih
sistematis, berdasarkan asal usulnya, suatu organisme dikarakterisasi menjadi dua
jenis asal usul, monofiletik dan non-monofiletik.Asal usul makhluk hidup
dikatakan monofiletik apabila nenek moyang tunggalnya hanya menghasilkan
semua species turunandalam takson tersebut dan bukan spesies takson lain
sehingga anggota dari genusnya berdiri sendiri dan tidak terkait dengan species
dari genus lain. Asal usul makhluk hidup dikatakan non-monofiletik apabila
turunan dalam takson yang dihasilkanberasal dari nenek moyang yang berbeda
(Rifai, 2011).
B. Definisi Taksonomi
Secara etimologi taksonomi berasal dari bahasa Yunani: takson artinya unit
atau kelompok, dan nomos artinya hukum. Taksonomi merupakan hukum atau
aturan yang digunakan untuk menempatkan suatu makhluk hidup pada takson
tertentu. Kegiatan pokok taksonomi tumbuhan adalah 1) Penamaan; 2) Penelaahan
ciri-ciri; dan 3) Penggolongan (Krell, 2004).
Ilmu taksonomi diperlukan untuk penemuan flora dan fauna, memberikan
sebuah metode identifikasi yang tepat sehingga menghasilkan sistem klasifikasi
yang terkait dan menyeluruh sehingga nantinya dihasilkan nama ilmiah yang benar
pada setiap takson tumbuhan sesuai dengan aturan tata nama tumbuhan, membuat
keteraturan dan keharmonisan ilmu pengetahuan organisme sehingga tercipta suatu
sistem yang sederhana dan dapat digunakan orang lain (Rosadi&Pratomo, 2019).
Selain itu, taksonomi juga penting dalam biologi dan ilmu lain karena
merupakan satu-satunya ilmu yang menyediakan gambaran yang jelas
keanekaragaman organik yang ada di bumi, menyediakan informasi yang
diperlukan oleh seluruh cabang biologi, menyediakan klasifikasiklasifikasi yang
bernilai penjelasan dan heuristik tinggi pada sebagian besar cabang biologi
(contohnya: biokimia evolusi, imunologi, ekologi, genetik, etologi, dan geologi
sejarah). Sebagai eksponen awal dari sistematika, taksonomi memberi kontribusi
konseptual penting yang susah diperoleh oleh ahli biologi eksperimental.
Taksonomi juga penting dalam berbagai ilmu terapan seperti kedokteran,
entomologi, pertanian, konservasi, dan lain-lain (Rosadi&Pratomo, 2019).
Salah satu tugas taksonomi adalah mendokumentasikan perubahan-perubahan
yang terjadi selama evolusi dan merubahnya menjadi sebuah sistem klasifikasi yang
mencerminkan hubungan evolusi (evolutionary relationship) dari kelompok-
kelompok organisme. Banyak organisme memiliki karakter yang homolog karena
memiliki nenk moyang yang sama. Misalnya, suatu spesies yang memiliki banyak
kesamaan genetic, jalur metabolisme, dan protein struktural dengan spesies lain
akan memiliki hubungan kekerabatan yang lebih dekat dibandingkan spesies lain
yang berkerabat jauh. Hubunga evolusi yang direkonstruksi dengan baik dapat
digunakan sebagai landaan untuk melakukan penelitian komparatif misalnya dalam
bidang ekologi dan biogeografi (Zubaidah, 2011)

C. Definisi Homologi
Homologi merupakan kemiripan dalam bentuk atau perilaku antara dua
spesies akibat keduanya memiliki kesamaan moyang. Homologi menandakan
struktur dan organ tubuh yang mempunyai hubungan evolusi. Tiga kriteria dalam
homologi meiputi: 1) Kecocokan dalam posisi dan detail pada struktur organ
tersebut; 2) Kecocokan dalam asal perkembangan; 3) tanpa adanya perubahan dari
sifat plesiomorf pada nenek moyang sampai kepada apomorf pada turunannya.
Penentuan homologi dalam menyusun karakter merupakan aspek yang
sangat penting. Homologi dapat dihipotesiskan atas dasar kesamaan langsung atau
kesamaan melalui gradasi. Namun demikian perlu diwaspadai bahwa bisa terjadi
adanya perubahan karakter tidak selalu karena terjadi evolusi. Rifai (2011) dan
Simpson (2006) menjelaskan bahwa sebab persebaran karakter pada organime
mungkin merupakan hasil evolusi yang paralel, atau konvergen atau atau bahkan
pembalikan (reversal) dari sifat apomorf ke plesiomorf. Ketika bukti dan ciri
adanya homologi pada setiap karakter yang disusun oleh peneliti tidak jelas
bahkan tidak ditemukan sumber referensi yang benar, maka diperlukan keberanian
untuk meyakinkan diri untuk mengambil keputusan. Oleh karena itu memilih
karakter dan menyusun karakter state diperlukan seni, intuisi dan sedikit meramal.
D. Hubungan Homologi Dengan Taksonomi
Daryat (2005) menyatakan bahwa taskonomi sedang menghadapi
permasalahan kritis dan harus dapat ditentukan bagaiamana masa depannya,
mengingat diperkirakan masiha da 10 juta spesies yang harus ditangani. Terdapat
kebutuhan yang penting untuk melakukan delineasi spesies, tidak hanya untuk
keperluan inventori spesies semata, namun yang lebih penting karena sebagian
besar pertnayaan dalam biologi evolusioner (misalnya spesiasi), ekologi (misalnya
untuk pengembangan ekosistem), konservasi biologi (misalnya prioritas
konservasi) atau biogeografi (misalnya proses diversifikasi) tergantung pada
inventori spesies dan pengetahuan spesies.
Kebutuhan akan inventori spesies menjadi tanggungjawab tidak hanya oleh
para taksonom yang sudah mumpuni tetapi juga berbagai pihak sekalipun dengan
pengetahuan yang terbatas, dan untuk lingkup yang terbatas pula. Dalam kaitan
keterbatasan tersebut, kajian taksonomi sudah dapat dilakukan beberapa hal,
misalnya berdasar morfologi untuk tingkatan inventori (Sulasmi et al., 1994;
Zubaidah, 1996; Zubaidah et al., 2001), pada pengkajian taksonomi yang
melibatkan aspek kromosom terkait dengan pengkajian molekuler dan untuk
penyusunan filogeni sederhana (Zubaidah, 2011).
Homologi antar spesies merupakan salah satu cara yang pengkajian
taksonomi. Pada dasarnya homologi merupakan pengkajian berdasarkan
kemiripan morfologi antara kedua spesies akibat keduanya memiliki
kesamaan moyang. Mengapa data morfologi masih diperlukan? Ada banyak
alasan untuk melakukan filogenetika morfologi. Alasan yang paling kuat untuk
terus mengumpulkan data morfologi dalam jangka panjang ke depan adalah untuk
menyelesaikan hubungan filogenetika taksa fosil dan hubungannya dengan taksa
yang masih hidup. Rekonstruksi Tree of Life harus mencakup taksa fosil, dengan
mempertimbangkan semua spesies yang pernah mengalami evolusi yang
kebanyakan sekarang sudah punah (> 99% berdasarkan perkiraan). Banyak
kelompok yang punah tersebut beragam macamnya, dengan lingkup ekologis
yang sangat penting dan memiliki perbedaan kekerabatan di lingkungan mereka
hidup (Zubaidah, 2011)..
Untuk mengetahui suatu kekerabatan antar spesies yang punah dengan yang
masih ada sekarang biasanya menggunakan suatu rekonstruksi dari pohon
filogenetik dan berfokus pada homologi. Homologi dipakai pada bidang genetika
bagi gen yang memiliki kemiripan urutan (sekuens) basa DNA. Gen-gen yang
homolog memiliki banyak sekuens basa yang mirip, yang bila diekspresikan dapat
menghasilkan protein yang serupa dalam struktur dan fungsinya (Zubaidah,
2011).
DNA barcoding pada dewasa ini sering digunakan sebagai cara untuk
mengetahui suatu kekerabatan spesies. DNA barcode adalah sekuen atau urutan
basa nukleotida dari DNA atau gen tertentu yang ukurannya pendek, diambil dari
bagian satu atau beberapa genom yang terstandar, digunakan untuk identifikasi
dan penemuan spesies secara cepat dan praktis (Petit & Excoffier, 2009; Spooner,
2009).
Beberapa alasan mengapa digunakan sekuen DNA: (1) DNA merupakan
unit dasar informasi yang mengkode organisme; (2) Relatif lebih mudah untuk
mengekstrak dan menggabungkan informasi mengenai proses evolusi suatu
kelompok organisme, sehingga mudah untuk dianalisis; (3) Peristiwa evolusi
secara komparatif mudah untuk dibuat model; dan (4) Menghasilkan informasi
yang banyak dan beragam, dengan demikian akan ada banyak bukti tentang
kebenaran suatu hubungan filogenetika. Beberapa fakta tentang DNA untuk
filogenetika. Pertama, sekuen DNA menawarkan data yang akurat melalui
pengujian homologi yang lebih baik terhadap karakter-karakter yang ada. Kedua,
sekuen DNA menyediakan character states karena perbedaan laju perubahan
basa-basa nukleotida di dalam lokus yang berbeda adalah besar. Ketiga, sekuen
DNA telah terbukti menghasilkan sebuah hubungan kekerabatan yang lebih alami
(natural).
Tahapan pertama dari DNA barcoding ialah pemilihan data sekuen DNA.
Sekuen DNA yang akan dibandingkan adalah harus dipastikan memiliki homologi
pada setiap organisme yang diteliti, juga harus memenuhi kondisi kuat memiliki
orthologous, yaitu memiliki divergensi melalui spesiasi dan bukan melalui
duplikasi gen. Terdapat banyak hal yang harus dipertimbangkan untuk tujuan ini.
Sebagai contoh, untuk organisme yang berkerabat jauh, sekuen asam amino lebih
sering digunakan, sebab sekuen nukleotida berevolusi jauh lebih cepat dari asam
amino. Pada sisi lain sekuen nukleotida dapat lebih informatif, karena
memungkinkan adanya perbedaan yang disebabkan substitusi nukleotida yang
tidak mengubah asam amino yang dikodekan (silent substitution) atau adanya
substitusi pengganti. Untuk kajian populasi genetik intraspesifik dan antarspesies
yang berkerabat dekat, DNA mitokondria sering digunakan karena bagian dari itu
berevolusi lebih cepat dari gen inti sehingga dapat memberikan variasi lebih
banyak untuk merekonstruksi sejarah evolusi (Zubaidah, 2011).

Tahap berikutnya adalah sequencing atau pengurutan sekuen DNA dari gen
yang telah diperoleh atau gen yang sudah tersedia, serta alignment atau
penyesuaian posisi. Sequences alignment untuk menentukan apakah satu sekuen
DNA adalah homolog dengan yang lainnya. Alignment yang melibatkan dua
sekuen yang homolog disebut pairwise alignment, sedangkan yang melibatkan
banyak sekuen yang homolog disebut multiple alignment. Keberhasilan analisis
filogenetika sangat tergantung kepada akurasi proses alignment. Tahap ketiga
pada DNA barcoding ialah rekonstruksi pohon filogenetik. Beberapa metode
rekonstruksi pohon filogenetik telah tersedia, di antaranya distance method (DM),
likelihood method (LM), Bayesian method (BM), dan parsimony method
(PM). Tahap terakhir dari DNA barcoding ialah menguji reliabilitas pola
percabangan yang sudah disusun dan uji topologi antara dua atau lebih pohon
yang berbeda berdasarkan perangkat data yang sama. Banyak metode telah
dikembangkan untuk menguji reliabilitas, di antaranya interior branch test (IB)
dan Felsenstein’s bootstrap test (FB). Prinsip IB adalah estimasi pohon dengan
menguji reliabilitas setiap cabang sebelah dalam (interior branch). Pada FB,
reliabilitas diuji dengan menggunakan metode Efron’s bootstrap (Habibie et al.,
2007).
E. Contoh Penelitian Terkait Hubungan Homologi Dengan Taksonomi
1. Metode Filogenetik Pada Indigofera oleh Muzzazinah. Pada penelitian
ini menggunakan metode filogenetik untuk mengetahui taksonomi
Indigofera. Langkah rekonstruksi filogenetik meliputi seleksi OTU,
mencari sumber data yang meliputi morfologi, anatomi, sitologi, warna,
ultrastruktur, biokimia, data sequensing DNA, perilaku dan struktur
geografi, seleksi dan validitas karakter dan karakter state, memilih analisis,
dan rekonstruksi pohon filogenetik. OUT dalam penelitian ini adalah
marga, sumber data meliputi morfologi, fitokimia, dan pita DNA. Analisis
data menggunakan NTSys. Pohon filogenetik hasil rekonstruksi
menunjukkan pengelompokan berdasar struktur geografi.

2. Analisis Filogenetik Molekuler pada Phyllanthus niruri L.


(Euphorbiaceae) Menggunakan Urutan Basa DNA Daerah Internal
Transcribed Spacer (ITS) oleh Topik Hidayat, Diah Kusumawaty,
Kusdianti, Dian Din Yati, Astry Agusthina Muchtar, dan Dina
Mariana. Variasi urutan basa DNA daerah internal transcribed spacer
(ITS) telah digunakan sebagai karakter molekuler untuk mengetahui
hubungan filogenetik atau kekerabatan pada Phyllanthus niruri dan
hubungan kekerabatan Phyllanthus niruri dengan jenis lainnya dalam famili
Euphorbiaceae. Analisis filogenetik dari 19 sampel tumbuhan berdasarkan
metode parsimoni menunjukkan bahwa secara keseluruhan famili
Euphorbiaceae adalah kelompok monofiletik dan dibagi menjadi dua
kelompok besar berdasarkan susunan daun tunggalnya; marga Phyllanthus
adalah kelompok non-monofiletik, walaupun jenis Phyllanthus niruri
merupakan kelompok monofiletik; klasifikasi mayor untuk Phyllanthus
niruri L. pada tingkat DNA tidak mendukung sistem klasifikasi mayor
sebelumnya; Saoropus androgynus memiliki hubungan filogenetik yang
sangat dekat dengan Phyllanthus niruri.
BAB III

KESIMPULAN

Taksonomi juga diartikan sebagai ilmu yang mendefinisikan dan


mendokumentasikan keanekaragaman biologi yang mengungkap kesamaan dan
perbedaan diantara kelompok organisme sebagai dasar pengetahuan berbagai aspek
lain dalam biologi. Homologi merupakan kemiripan dalam bentuk atau perilaku
antara dua spesies akibat keduanya memiliki kesamaan moyang. Homologi
digunakan utnuk menyusun suatu taksonomi organisme dengan membandingkan
sifat ayng dimiliki nenenk moyang dengan sifat organisme atau spesies yang masih
ada sekarang. Tenik yang sekarang sering digunakan ialah dengan menggunakan
DNA barcoding. DNA barcoding pada dewasa ini sering digunakan sebagai cara
untuk mengetahui suatu kekerabatan spesies. DNA barcode adalah sekuen atau
urutan basa nukleotida dari DNA atau gen tertentu yang ukurannya pendek,
diambil dari bagian satu atau beberapa genom yang terstandar, digunakan untuk
identifikasi dan penemuan spesies secara cepat dan praktis.
DAFTAR RUJUKAN

Dayrat, B. 2005.Towards integrative taxonomy. Biological Journal of the Linnean


Society. 85: 407–415

Krell, F-T. (2004) Parataxonomy vs. taxonomy in biodiversity studies – pitfalls


and applicabilityof “morphospecies” sortin. Biodiversity and Conservation,
13: 795-812

Hidayat, T., Kusumawaty, D., Kusdianti, Yati, D. D., Muchtar, A.A., Mariana,D.
2008. Analisis Filogenetik Molekuler pada Phyllanthus niruri L.
(Euphorbiaceae) Menggunakan Urutan Basa DNA Daerah Internal
Transcribed Spacer (ITS). Jurnal Matematika Dan Sains. 13(1)

Muzzazinah. 2017. Metode Filogenetik Pada Indigofera. Prosiding Seminar


Nasional Pendidikan Biologi dan Biologi. Universita Negeri Yogyakarta

National Biological Information Infrastructure. 2010. ITIS: The Integrated


Taxonomic Information System. http://www.nbii.gov. July 2020. Diakses 14
November 2020

Petit, R.J. and Excoffier, L. 2009. Gene flow and species delimitation. Trends in
Ecology and Evolution. 24(7):386-393

Rifai, M., A. 2011. Asas-asas Sistematika Biologi. Bogor: Herbarium Bogoriense

Rosadi, B., Pratomo, H. 2019. Modul Taksonomi. Taksonomi Secara Umum.


http://repository.ut.ac.id/4398/1/BIOL4322-M1.pdf. Diakses 14 November
2020

Simpson, M., G. 2006. Plant Systematics. California USA: Elsevier Academic


Press

Spooner, D.M. 2009. DNA barcoding will frequently fail in complicated groups:
an example in wild potatoe. American Journal of Botany. 96(6):1177–1189.

Sulasmi, E.S. Sulisetijono, dan Zubaidah, S. 1994. Membandingkan Ciri-ciri


Jenis-jenis Porophyllum yang terdapat di Daerah Malang dengan
Porophyllum ruderale Cass. UM: Lembaga Penelitian.

Zubaidah, S. 1996. Pemanfaatan tumbuhan paku-pakuan Hutan Wisata Alam


Cangar sebagai sumber belajar biologi. Pendidika

Zubaidah, S. 2011. Integrasi Pendekatan Morfologi dan molekuler DNA dalam


Taksonomi. Pidato Pengukuhan Guru Bear dalam Bidang Ilmu Genetika
pada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Malang:
Univeritas Negeri Malang

Anda mungkin juga menyukai