PEN D A HU L UA N
Kegiatan Belajar 1
Gambar 1.1
Skema kemungkinan kemunculan hewan-hewan vertebrata dan migrasinya
dari satu lingkungan ke lingkungan yang berbeda dalam kurun waktu evolusi.
1. Lingkungan Hidup
Bumi diperkirakan telah berumur 4,5 juta tahun dan memiliki luas
permukaan 509.712.000 km2 yang terdiri atas ± 29% lingkungan terestrial,
± 70% lingkungan perairan laut, dan hanya ± 1% lingkungan perairan tawar.
Berdasarkan lingkungan hidupnya, hewan-hewan dapat dibagi menjadi 3
kelompok besar, yaitu penghuni perairan laut, penghuni perairan tawar, dan
LUHT4214/MODUL 1 1.5
dan nasibnya akan terombang-ambing dan hanyut oleh aliran air yang
selalu ada jika hidup di perairan tawar.
c. Di perairan laut, larva hewan laut akan melayang di lapisan atas di
bawah permukaan laut serta memperoleh pakan dari alga atau diatome
yang jumlahnya melimpah di lapisan tersebut. Di perairan tawar, niscaya
larva-larva tersebut akan tenggelam karena bobot jenis air tawar yang
rendah, dan akibatnya larva akan kekurangan pakan. Bagaimanapun dan
apa pun sebabnya, kenyataan menunjukkan bahwa jarang sekali hewan
perairan tawar berkembang melalui masa larva, kecuali untuk insekta.
Pada umumnya, hewan perairan tawar yang masih sangat muda tetap
tinggal di dalam telur sampai tahap larva berakhir sehingga pada waktu telur
menetas yang keluar ialah bentuk miniatur hewan dewasa dengan berbagai
perlengkapannya dan dapat berenang menentang arus. Karena masa larva
hewan perairan tawar tersebut sebagian besar dilalui di dalam telur maka
hewan tersebut tidak mandiri selama massa larva tersebut, dan pakannya
diperoleh dari telur itu juga. Secara logis dapat diduga bahwa hewan perairan
tawar menghasilkan telur yang kandungan nutrisinya relatif lebih tinggi
dibandingkan dengan telur hewan perairan laut.
Keadaan ini sangat jelas ditunjukkan pada udang Palaemonetes varians
yang terdiri atas 2 jenis, yaitu varietas Microgenitor yang hidup di perairan
laut dan varietas Macrogenitor yang hidup di perairan tawar. Varietas
Microgenitor bertelur sekitar 320 butir per tahun dengan penampang ± 0.5
mm, sedangkan varietas Macrogenitor bertelur hanya 25 butir per tahun
dengan ukuran penampang 1.5 mm. Siput perairan laut, Buccinum, bertelur ±
12.000 butir per tahun, sedangkan gastropoda perairan tawar hanya 20 – 100
butir per tahun. Kerang laut, Ostrea, telurnya berjumlah 1.8 juta per tahun
sedangkan Anodonta, saudara Ostrea yang hidup di perairan tawar, hanya
bertelur 18.000 butir per tahun. Keadaan ini tampaknya menjadi kelaziman
bahwa jenis-jenis hewan perairan tawar bertelur dalam jumlah yang lebih
sedikit dengan ukuran penampang yang lebih besar dibandingkan dengan
hewan-hewan perairan laut.
Hewan perairan tawar memiliki kemampuan menyediakan cadangan
pakan bagi keturunannya selama periode larva. Tahap larva tersebut telah di-
“padat”-kan menjadi periode pratetas. Selain itu masih disediakan pula
cadangan mineral dan pakan organik yang sangat diperlukan oleh larva.
Sebagai contoh, telur Sepia pada tahap awal perkembangan larva
LUHT4214/MODUL 1 1.9
Tabel 1.1
Kadar padatan terlarut di beberapa sumber air
Gambar 1.2
Ilustrasi skematis migrasi dan remigrasi hewan mulai dari lingkungan
perairan laut, perairan tawar, dan lingkungan terestrial
antara kelas-kelas hewan tersebut ada pula yang kini didapati beremigrasi
kembali ke lingkungan perairan tawar dan bahkan perairan laut.
Sebagai mana telah diuraikan bahwa migrasi dari satu lingkungan ke
lingkungan lain berlangsung secara bertahap melalui lingkungan-lingkungan
peralihan sampai dicapai bentuk kehidupan yang mantap menjadi penghuni
tetap atau bermigrasi lebih lanjut ke lingkungan lain. Gambar 1.2 secara
skematis memberikan ilustrasi tentang migrasi tersebut. Studi tentang
lingkungan dan bentuk kehidupan peralihan sering kali digunakan untuk
menjelaskan bagaimana proses migrasi tersebut terjadi perubahan mendasar
yang diperlukan untuk hidup di lingkungan baru.
1. Zoogeografi Dunia
Zoogeografi pada dasarnya mempelajari tentang distribusi dan
pergerakan hewan-hewan yang berlangsung secara alami dalam kurun waktu
evolusi, ribuan-jutaan tahun. Dalam kaitan dengan Ilmu Lingkungan Ternak,
pengetahuan ini dipandang perlu untuk lebih mengetahui bagaimana
mekanisme adaptif yang harus dimiliki dan ditempuh hewan dalam
perpindahannya dari satu tempat ke tempat lain yang merupakan lingkungan
barunya.
Sebelum Darwin (1859) dan Wallace (1858) mengemukakan teori
Seleksi Alami, para ahli lingkungan telah meyakini bahwa suatu lingkungan
tempat setiap spesies hewan dan tanaman dapat hidup dan berkembang di
dalamnya merupakan lingkungan terbaik yang sesuai dengan kebutuhan
organisme tersebut karena spesies tersebut memiliki kelengkapan mekanisme
LUHT4214/MODUL 1 1.13
asli kawasan ini dan tidak ditemukan di kawasan lain, yaitu famili
Splacidae dan Seleviniidae (keduanya merupakan sejenis tikus).
d. Kawasan Ethiopia (Afrika); Kawasan ini mencakup sebagian besar
benua Afrika, Madagaskar, dan ujung barat daya Arabia. Bagian terbesar
kawasan ini beriklim tropis, tetapi ujung selatan Afrika beriklim ugahari
panas (warm temperate). Penghuni kawasan ini yang amat mencolok
adalah mamalia bertubuh besar, terutama yang termasuk hewan-hewan
ungulata (hewan berteracak), termasuk ordo Proboscidae (gajah), ordo
Perrisodactyla (ungulata berteracak tunggal, seperti Zebra), dan ordo
Artiodactyla (ungulata berteracak genap). Terdapat 5 famili endemik dari
ordo Artiodactyla ini, yaitu, yang termasuk (1) famili Suidae: babi hutan
besar, (2) famili Giraffidae : jerapah, (3) famili Hippopotamidae (kuda
nil), (4) famili Tragulidae, dan (5) famili Bovidae di antaranya adalah
kerbau Afrika, Blue and Black wildebeest, Blasbok, Impala, dan masih
banyak lagi (> 60 spesies) (Leuthold, 1977). Di samping itu, beberapa
famili yang termasuk dalam ordo karnivora merupakan hewan-hewan
pemangsa, di antaranya adalah singa, cheetah, dan leopard. chimpanzee
dan gorila adalah termasuk ordo primata yang juga merupakan hewan
endemik benua Afrika.
e. Kawasan Oriental (India Dan Asia Tenggara, Termasuk Indonesia);
Kawasan ini mencakup banyak daerah beriklim tropis Asia, termasuk
India, Indochina, bagian selatan China, Malaya, Sumatera, Jawa,
Kalimantan, dan pulau-pulau Filipina. Bentangan Pegunungan Himalaya
menjadi batas di bagian utara Kawasan Oriental; sedangkan Samudera
Hindia dan Pasifik menjadi batas di kedua sisi, akan tetapi sulit membuat
batas di bagian timur laut kawasan ini. Hewan-hewan yang terdapat di
Kawasan Oriental sangat berbeda dari yang menghuni Kawasan
Australia. Garis batas imajiner pertama digambarkan oleh Wallace
(1860) dan sering disebut sebagai Garis Wallace. Garis ini memberikan
petunjuk bahwa fauna penghuni pulau-pulau di bagian barat Indonesia
berbeda (termasuk kawasan Oriental) dari fauna penghuni pulau-pulau di
bagian timur Indonesia (termasuk Kawasan Australia: mulai dari Pulau
Sulawesi sampai Irian-Papua). Perbedaan tersebut terutama terlihat pada
bangsa-bangsa burung.
f. Kawasan Australia Dan Pulau Di Sekitarnya; Kawasan ini mencakup
Benua Australia keseluruhan dan pulau-pulau kecil di sekitarnya, New
Guinea (Papua), Tasmania, dan beberapa pulau kecil yang termasuk
1.18 Lingkungan Ternak
Satwa mamalia yang hidup di Zona 3 (Zona Australia) hampir tidak ada
lagi mamalia dari Zona Indo-Malaya dan sebagai penggantinya adalah satwa
marsupialia atau mamalia berkantung. Kelimpahan satwa ini terutama
ditemukan di Papua, New Guinea, Australia dan pulau-pulau sekitarnya.
Gambar 1.4
(1) Zona Indo-Malaya; (2) Zona Peralihan; (3) Zona Australia
LAT IH A N
R A NG KU M AN
TES F OR M AT IF 1
Kegiatan Belajar 2
Pada Kegiatan Belajar 2 – Modul 1 ini akan diuraikan tentang Satwa dan
Ternak di Indonesia mencakup sejarah, pemanfaatan dan potensi satwa dan
ternak di Indonesia.
Ternak kerbau yang ada di Indonesia berasal dari kerbau liar atau kerbau
domestikasi yang berasal dari spesies Bubalis bubalis. Ada 2 kerbau
domestikasi, yaitu kerbau sungai dan kerbau rawa atau kerbau lumpur.
Kerbau kalang dari Kalimantan dan kerbau belang dari Toraja merupakan
keturunan dari dua kerbau domestikasi itu dan termasuk kerbau rawa.
Sementara itu, kerbau liar lainnya adalah anoa pegunungan (Bubalis quarlesi)
dan anoa dataran rendah (Bubalus depressicornis).
Terdapat beberapa rumpun kambing di Indonesia; kambing Kacang yang
merupakan kambing asli Indonesia; sedangkan kambing Etawa sudah lama
dikenal di negeri ini. Kambing Gembrong (asal Karang Asem Bali) dan
kambing Kosta (kambing hasil persilangan kambing Kacang dengan kambing
Kasmir di Serang Banten). Kambing dimanfaatkan terutama sebagai
penghasil bahan pangan sumber protein hewani, penghasil daging, dan susu.
Sumber protein hewani lainnya adalah domba; dikenal ada domba Ekor
Tipis (DET) dan domba Ekor Gemuk (DEG). Di samping penghasil daging,
domba dan kambing juga menghasilkan bahan baku untuk kerajinan kulit
(jaket, sepatu dll.); di Jawa Barat, khususnya Garut, budaya seni adu domba
merupakan salah satu bentuk kearifan lokal yang masih dipertahankan
sampai saat ini.
Babi yang dimanfaatkan di Indonesia terdiri atas beberapa spesies
dengan daerah persebaran berbeda. Babi yang dikembangkan di Indonesia
sebagai penghasil daging adalah babi impor, seperti babi rumpun Landrace,
Large White, Duroc, dan Berkshire yang berasal dari Sus scrofa. Sementara
itu, babi di Indonesia adalah Babi Bali, Nias, Tangerang Jambi, Babi hutan,
Batak, Sulawesi, dan Babirusa.
Di Indonesia, ayam adalah sumber lain penghasil bahan pangan sumber
protein hewani (daging dan telur) yang lebih umum dimanfaatkan
masyarakat, baik di perdesaan maupun di perkotaan. Indonesia mempunyai
ayam lokal, yaitu ayam Hutan Merah (Gallus gallus). Tidak kurang dari 31
rumpun ayam lokal Indonesia hasil domestikasi, yang disebut ayam Buras,
singkatan ayam bukan ras. Di samping pemanfaatannya sebagai ayam
pedaging dan ayam petelur, ayam buras juga dibudidayakan karena
keindahan suaranya; ayam Pelung, ayam Bekisar, ayam Gaok, dan ayam
Ketawa. Untuk persembahan dalam upacara adat yang digunakan adalah
ayam Cemani, ayam Kedu Hitam, ayam Kedu Putih; ayam hias
dibudidayakan karena keindahan warnanya, seperti ayam Kapas, ayam
LUHT4214/MODUL 1 1.31
Mutiara; sedangkan contoh ayam aduan adalah ayam Bali, ayam Bangkok,
dan lain-lain.
Jika pemanfaatan dan pengelolaan kelimpahan keanekaragaman satwa
dilakukan secara bijak dengan menerapkan prinsip-prinsip pemanfaatan
berkelanjutan, kekayaan hayati Indonesia merupakan modal pembangunan
untuk mencapai masyarakat yang sejahtera. Namun, keterbatasan informasi
tentang potensi ekonomi keragaman hayati menyebabkan hanya sebagian
kecil saja spesies tumbuhan dan satwa yang dimanfaatkan masyarakat. Hal
itu menjadikan spesies-spesies yang sudah diketahui manfaatnya sebagai
target eksploitasi berlebih, sementara sebagian besar spesies lainnya
dianggap tidak mempunyai nilai ekonomi sehingga terabaikan dalam
kebijakan pengelolaan sumber daya alam hayati.
Manfaat lain yang sangat penting dari satwa liar adalah wisata alam atau
lebih spesifik lagi adalah wisata hidupan liar. Wisata hidupan liar saat ini
sangat populer di dunia. Pada dasarnya kegiatan wisata ini adalah menikmati
alam secara non-konsumtif melalui kegiatan seperti berjalan kaki, menyelam,
fotografi, mengamati ikan paus, burung, dan lainnya. Nilai moneter kegiatan
tersebut sering kali disebut dengan nilai amenitas dan berjumlah cukup besar.
Sebagai contoh, 84% penduduk Kanada ternyata melakukan kegiatan wisata
yang berhubungan dengan alam dan mengeluarkan biaya yang tidak sedikit.
Banyak sekali yang mengelompokkan jenis wisata seperti Ekowisata
alami (wildlife tourism). Ekowisata demikian adalah wisata untuk melihat
kehidupan alami dari flora dan fauna-satwa, baik perilaku, habitat, maupun
populasinya. Ekowisata merupakan industri yang populer di negara
berkembang di seluruh dunia. Wisatawan mendatangi negara-negara tropis
dan membelanjakan uangnya untuk melihat keanekaragaman hayati dan
spesies tertentu (flagship species). Dengan membebankan karcis masuk yang
tinggi, Rwanda mengembangkan pariwisata yang mengeksploitasi gorila,
yang merupakan sumber devisa ketiga bagi negara tersebut.
Ekowisata di kehidupan alami merupakan industri kunci di negara-
negara Afrika Timur seperti Kenya dan Tanzania dan berkembang pesat di
negara-negara Amerika dan Asia. Pada awal tahun 1970-an, nilai seekor
singa di Taman Nasional Emboseli sebesar US$ 27.000 per ekor dan gajah
US$ 610.000 per ekor. Nilai tersebut tentunya menjadi lebih tinggi lagi pada
saat sekarang. Di Indonesia, ekowisata demikian belum berkembang,
walaupun saat ini sangat populer turis untuk melihat komodo, orangutan,
gajah, harimau, dan satwa karismatik lainnya. Di laut, banyak turis melihat
1.32 Lingkungan Ternak
biota laut mulai dari terumbu karang, berbagai jenis ikan, penyu, ular laut
sampai mamalia seperti lumba-lumba dan paus.
Menyadari potensi keanekaragaman fauna yang sangat besar di
Indonesia, walaupun dibalik itu terjadi penyusutan keanekaragaman yang
sangat tinggi di semua tingkatan taksa flora maupun fauna, maka masalah
yang perlu diperhatikan adalah bagaimana kita memprioritaskan komponen
dasar dari upaya konservasi yang terintegrasi, yaitu penelitian,
pemanfaatan, dan pelestarian. Bagaimana hubungan ketiga komponen itu
dan juga potensi keanekaragaman hayati Indonesia perlu menjadi perhatian.
a. Tampaknya kekurangan yang mencolok dari hasil riset mengenai
keanekaragaman hayati adalah kurang teridentifikasinya potensi, baik
ekonomi maupun sosiokultural sehingga yang diperlukan bukan hanya
inventarisasi jenis dan kandungan bahan alamnya tetapi juga bagaimana
pemanfaatannya. Karakterisasi jenis biota perlu dilakukan dengan segera
sebelum terjadi kepunahan yang disebabkan oleh kerusakan lingkungan,
kebakaran hutan, dan perubahan iklim global. Teknik dan kebijakan
mengenai biological prospecting harus direkomendasikan sehingga
upaya pencarian materi genetika dari jenis biota untuk pemanfaatannya
tidak merusak dan tidak menjadi bumerang di masa depan.
b. Penelitian keanekaragaman hayati yang sudah menjadi komoditas
pertanian, perikanan, peternakan, kehutanan, kesehatan, industri, dan
lainnya perlu lebih diprioritaskan dan ditingkatkan. Selain itu,
penangkaran spesies yang mempunyai potensi pertanian harus digali
lebih jauh dengan teknik rekayasa lanjut.
c. Domestikasi biota Indonesia baik melalui cara-cara tradisional oleh
masyarakat maupun yang lebih canggih, seperti genetika molekuler dan
teknik propagasi modern, perlu ditingkatkan, khususnya teknologi yang
berhubungan dengan propagasi/reproduksi, teknologi rekayasa, teknologi
panen, teknologi pascapanen, teknologi konservasi, dan teknologi
industri.
d. Oleh karena potensi lahan, status keanekaragaman hayati dan ekologi
dari setiap kawasan baik di tingkat provinsi maupun pulau sangat
berbeda, maka pengembangan keanekaragaman hayati tidak seharusnya
seragam untuk setiap daerah, tetapi menyesuaikan dengan keadaan sosio-
ekonomi dan iklim kawasan tersebut.
e. Diharapkan adanya penelitian yang dapat mengungkap daya lentur
ekosistem, resiliensi ekosistem dan spesies sehingga kita dapat
LUHT4214/MODUL 1 1.33
Negara mega biodiversitas dihuni oleh sedikitnya 2/3 dari semua spesies
vertebrata non-ikan dan 3/4 dari semua spesies tumbuhan tinggi. Konsep
negara megabiodiversitas disusun atas 4 alasan, yaitu:
a. Keanekaragaman hayati setiap negara sangat penting bagi kelangsungan
hidup negara itu, dan harus menjadi komponen dasar setiap strategi
pembangunan nasional atau regional.
b. Keanekaragaman hayati tidak merata di bumi, dan beberapa negara,
terutama di daerah tropis, memiliki konsentrasi biodiversitas yang jauh
lebih besar daripada negara-negara lain.
c. Beberapa negara yang paling kaya spesies dan keanekaragaman hayati
juga memiliki ekosistem yang berada di bawah ancaman paling parah.
d. Untuk mencapai dampak maksimum dari sumber daya yang terbatas ini,
upaya konservasi harus dikonsentrasikan (tapi tidak eksklusif) di negara-
negara yang memiliki tingkat kelimpahan biodiversitas dan endemisme
tinggi namun paling parah kerusakannya.
Gambar 1.5
Cincin Api (Ring of Fire) – kawasan (garis biru) gempa dan letusan gunung
berapi di cekungan Samudra Pasifik (termasuk sepanjang pantai selatan
Indonesia) berbentuk seperti tapal kuda mencakup wilayah sepanjang 40.000
km; disebut juga Sabuk Gempa Pasifik.
Gambar 1.6
Keanekaragaman Fauna Indonesia
Tabel 1.2
Perbandingan Keanekaragaman dan Endemisitas Fauna Dunia dan Indonesia
% ENDEMISITAS
FAUNA DUNIA(1) INDONESIA(1)
DUNIA (%)
VERTEBRATA
MAMALIA 5.416 720 13 26,6
Burung 10.140 1.605 16 9,1
Reptilia 9.084 723 8 21
Amfibia 6.433 385 6 31,4
+Ikan Perairan Tawar 14.000 2.616 14 -
INVERTEBRATA
MOLUSKA
- Gastropoda – Siput 181.525 4.000 2 -
- Bivalvia – Kerang 9.947 1.000 10 -
- Scaphopoda – Siput - 70 - -
Gading
- Cephalopoda – Cumi cumi 952 100 11 -
- Amphineura – Kiton - - - -
ARTHROPODA
- Crustasea – Decapoda 66.900 1200 5 -
Udang Air Tawar - 122 - -
Kepiting Air tawar - 120 - -
Kepiting Bakau - 99 - -
- Arachinoidea – Octopoda 57.228 2.489 - -
– Laba laba - -
- Insecta – Hexapoda - 151.87
Apis sp. – Lebah Madu 7 6 86
Lepidoptera – Kupu-kupu 17.775 1.900 11 -
Collembola – Sebangsa - 461 - -
Rayap
Sumber : KPPN-BAPPENAS, 2016.
160 juta tahun yang lalu, pada akhir masa Jura, terjadi fenomena pelebaran
dasar lautan sehingga fragmen Asia tenggara (termasuk Sumatera,
Semenanjung Malaysia, Birma/Myanmar, Kalimantan, dan Sulawesi barat)
terdorong ke utara, terpecah dari Australia dan Papua-Nugini di ujung timur
laut Gondwana. Semenjak masih bergabung dengan Gondwana sampai
sekarang, fragmen Asia tenggara tersebut selalu berada di permukaan laut
sehingga berfungsi sebagai kapal Nabi Nuh yang membawa flora dan fauna
khas Gondwana. Di antara 160 juta sampai 100 juta tahun yang lampau,
fragmen Asia Tenggara ini “mengapung” dan terisolasi di Samudera Tethys,
lautan kuno yang luas, yang terletak di antara Laurasia dan Gondwana.
Kemudian, sekitar 70 juta tahun yang lampau, lempeng yang membawa
Australia, Papua, Sulawesi Timur, Seram, Timor, dan Tanimbar terpecah
dari lempeng Antartika (bagian yang tersisa dari Gondwana) dan berlayar
menuju utara. Sebagian Australia pada awalnya berada di bawah laut, namun
dalam proses pergerakannya ke utara lempengan itu muncul ke permukaan
laut dengan kecepatan 10 cm per tahun. Dari Gondwana, Australia telah
membawa bentuk-bentuk primitif satwa mamalia dan burung serta tumbuhan
berbunga, Selanjutnya, sekitar 40 juta tahun yang lalu, fragmen Asia
Tenggara telah mencapai wilayah khatulistiwa. Pada masa itu, Indonesia
bagian barat telah berada dalam posisi yang relatif sama dengan masa kini.
Ketika itu semenanjung Malaysia telah bersatu dengan Laurasia. Pada posisi
ini diperkirakan fragmen tersebut mulai berfungsi sebagai batu loncatan yang
efektif, yang memungkinkan perpindahan dua arah antara biota benua Asia
dan Australia, khususnya yang mampu melewati lautan pemisah.
Sekitar 40 juta tahun yang lalu juga terjadi pertemuan antara lempengan
yang membawa benua Australia dan Papua-Nugini dengan suatu lempengan
laut yang menyebabkan sebagian Papua terangkat dari bawah permukaan
laut. Peristiwa itu menambah luas pulau tersebut. Pertumbukan yang masih
berlangsung hingga kini itulah yang membentuk pegunungan tengah Papua.
Pada waktu yang hampir bersamaan, Lempengan Australia, yang
bertumbukan dengan Lengkungan Banda, mengalami subduksi (proses
pengimpitan) sehingga di kawasan sekitar Pulau Banda muncul dua jejeran
pulau-pulau, yaitu jejeran pulau vulkanik dan jejeran pulau yang berasal dari
lempeng benua yang terangkat.
Pertumbukan langsung antara kepingan Asia Tenggara dari Gondwana
dengan Asia diperkirakan terjadi 15 juta tahun lalu. Pada masa ini, Sulawesi
Timur (yang membawa flora dan fauna khas Gondwana) menumbuk
1.40 Lingkungan Ternak
B. TERNAK DI INDONESIA
h. Kelinci: Gekbrong.
i. Ayam; Publikasi Nataamijaya mengungkapkan bahwa ayam lokal
Indonesia banyak memiliki keragaman dan karakteristik morfologis yang
berbeda dan tidak kurang dari 31 rumpun yang telah dapat diidentifikasi,
seperti: Ayam Kedu (hitam dan putih), Nunukan, Pelung, Kuning,
Merawang, Merawas, dan lain-lain.
j. Itik: Tegal, Mojosari, Alabio, dan lain-lain.
e. Sebagai Sumber Bahan Industri; Hasil utama dan hasil samping dari
ternak dapat digunakan untuk bahan baku industri. Telur, daging dan
susu dapat digunakan dalam berbagai industri makanan. Kulit, bulu,
tulang, dan lainnya dapat digunakan untuk industri kerajinan.
f. Sebagai Sumber Lapangan Kerja; Dengan semakin berkembangnya
usaha peternakan maka akan membutuhkan tenaga kerja yang lebih
banyak. Industri peternakan adalah industri biologis sehingga campur
tangan manusia mutlak diperlukan.
g. Sebagai Materi Pengembangan Ilmu dan Teknologi; Bagi
perkembangan ilmu pengetahuan, maka ternak merupakan sarana
penelitian yang efektif bagi pemenuhan kebutuhan manusia.
h. Sebagai Sumber Pariwisata; Dari segi sosial, ternak memiliki daya
tarik wisata tersendiri, khususnya terkait dengan hobi atau kesenangan
(Funcy).
i. Sebagai Sumber Status Sosial; Kepemilikan ternak dapat
meningkatkan status sosial bagi seseorang atau sekelompok orang,
khususnya kepemilikan ternak-ternak pilihan.
j. Sebagai Sumber Sosial Budaya; Di Indonesia masih sangat banyak
dibutuhkan ternak-ternak sebagai kelengkapan dalam sesaji, kepercayaan
yang berkaitan dengan tata cara atau adat daerah.
murni didatangkan dari West Fries land, kemudian juga dari Australia,
New Zealand, USA, Jepang, dan Kanada. Sapi perah lainnya dalam
jumlah yang tidak terlalu banyak adalah sapi Grati. Sapi ini merupakan
sapi perah hasil silangan antara sapi PFH, PO, dan rumpun lainnya.
Penyebaran sapi perah hanya padat di Pulau Jawa saja, sedangkan di
pulau lain sedikit sekali atau bahkan tidak ada. Umumnya, sapi perah
dipelihara di kawasan dataran tinggi yang berhawa udara agak sejuk.
Pada tahun 2012, dalam jumlah terbatas, sapi rumpun Jersey yang juga
termasuk dalam spesies Bos Taurus dimasukkan ke Indonesia.
Penggunaan inseminasi buatan pada sapi perah lebih intensif karena
secara teknis lebih mudah mengingat pola pemeliharaan sapi perah
dilakukan secara intensif dan ternak dikandangkan sepanjang waktu.
Tingkat reproduksi harus tinggi sehingga melalui teknik IB diharapkan
dapat menaikkan tingkat kebuntingan dan interval beranak. Dalam hal
ini, peran inseminasi buatan sangat signifikan. Namun, kondisi di
lapangan menunjukkan bahwa service per conception (S/C) masih tinggi.
Selain itu penggunaan semen yang berasal dari satu pejantan tertentu
dengan frekuensi tinggi sangat berpengaruh pada peningkatan derajat
inbreeding pada populasi sapi perah. Apabila fenomena “pejantan
favorit” tidak dihentikan, produksi susu sapi perah tidak mustahil akan
menurun.
Uji Zuriat telah pula dilakukan pada sapi perah untuk menentukan
pejantan paling unggul di dalam populasi sapi perah di masyarakat. Jika
hasilnya baik, usaha ini juga mendukung tekad pemerintah dalam
swasembada sapi pejantan unggul sehingga dapat mengurangi atau
bahkan menghentikan ketergantungan pada impor benih atau impor sapi
pejantan dari luar negeri. Namun, kebijakan ini bukan berarti melarang
impor benih atau sapi pejantan unggul secara total. Ketika produksi susu
cenderung menurun yang kemungkinan disebabkan oleh peningkatan
derajat inbreeding, maka salah satu alternatif solusinya adalah
mendatangkan pejantan baru atau semen dari pejantan baru.
c. Kerbau; Ternak kerbau di Indonesia hanya terdiri atas kerbau
domestikasi dan kerbau liar dan keduanya termasuk dalam spesies
Bubalus bubalis. Kerbau domestikasi ada dua, yaitu kerbau sungai (river
buffalo) atau Bubalus bubalis bubalis dan kerbau rawa atau kerbau
lumpur (swamp buffalo) atau Bubalus bubalis carabanesisAdapun
kerbau liar terdiri atas anoa pegunungan (Bubalus quarlesi) dan anoa
LUHT4214/MODUL 1 1.51
LAT IH A N
R A NG KU M AN
Saat ini kita memiliki berbagai jenis hewan – ternak (spesies dan
bangsa ternak) yang telah didomestikasi, yaitu hewan ternak dari kelas
Mamalia dan Aves yang telah dikembangkan untuk memenuhi
sementara kebutuhan manusia untuk berbagai kegunaannya. Di samping
itu, jajaran kepulauan Indonesia dikenal sebagai salah satu kawasan di
dunia yang memiliki kelimpahan dan keragaman satwa, diharapkan
dapat dikembangkan pemanfaatannya menjadi hewan-ternak tanpa
mengabaikan pelestarian moyangnya. Kenyataan menunjukkan bahwa
dengan populasi ternak yang dimiliki saat ini, Indonesia belum dapat
menempatkan diri sebagai negara yang mandiri dalam memenuhi
1.58 Lingkungan Ternak
TES F OR M AT IF 2
2) Indonesia mempunyai ayam asli (lokal) bukan hasil domestikasi yaitu ....
A. Ayam Bekisar
B. Ayam Pelung
C. Ayam Hutan Merah
D. Ayam Kapas
Tes Formatif 1
Tes Formatif 2
1) B. Kambing, domba, dan sapi adalah binatang yang didomistifikasi
paling awal.
2) C, Ayam asli Indonesia.
3) A. Menurut Bahera dan Das totality of genes, species and ecosystems in
a region.
4) D. Biogeografi ditentukan oleh Informasi klimatologi, Flora dan fauna,
Fisiografi, geografi dan sejarah alami.
5) B. Yang termasuk kelompok aneka ternak adalah Puyuh dan Walet.
6) D. Jawaban 1, 2, dan 3 benar.
LUHT4214/MODUL 1 1.61
Daftar Pustaka
Abdulhadi R., Waluyo E.B., dkk. (editor). 2014. Kekinian Keanekaragaman
Hayati Indonesia. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Kementerian
PPN/ Bappenas, Kementerian Lingkungan Hidup. Jakarta.
Abdullah M.A.N., Noor R.R., Martojo H., and Solihin DD. 2008. Genetic
characterization of Aceh cattle utilizing Microsatellite DNA analysis.
J.Indon.Trop.Anim.Agric. 33(3): 165-175.
Bamualim A., Tiesnamurti B., 2009. Status Terkini Dunia Sumber daya
Genetik Ternak untuk Pangan dan Pertanian, Pusat Penelitian dan
Pengembangan Peternakan, Kementrian Pertanian Republik Indonesia,
Bogor, terjemahan : The State of the World’s Animal Genetic Resources
for Food and Agriculture, ed. by Rischkowsky B and Pilling.D. Food
and Agriculture Organization of the United Nations, Rome.
Dawson, W.R., Pinshow, B., Bartholomew, G.A., Seely, M.K., Shkolnik, A.,
Shoemaker, V.H., and Teeri, J.A. 1989. What’s special about the
physiological ecology of desert organism?. J.Arid Environments, 17 :
131-143.
Feder, M.E., Bennett, A.F., and Huey, R.B. 2000. Evolusionary Physiology.
Ann.Rev.Ecol.Sys., 31 : 315-341.
Larson G., Fuller D.Q. 2014. The Evolution of Animal Domestication. Annu.
Rev. Ecol. Evol. Syst. 45:115-36.
Lockwood, A.P.M. 1971. Animal Body Fluid and Their Regulation. ELBS
and Heinemann Educational Books Ltd., New Delhi.
McFarland, W.N., Pough, F.H., Cade, T.J., and Heiser, J.B. 1979. Vertebrate
Live., Cornell Univ., Macmillan Pub.Co.,Inc., New York.
Nijman I.J., Otsen M., Verkaar E.L., de Ruijter C., and Hanekamp E. 2003.
Hybridation of Banteng (Bos javanicus) and Zebu (Bos indicus) revealed
LUHT4214/MODUL 1 1.65
Poppo, A., Mahendra, M.S., dan Sundra, I Ketut., 2008. Studi kualitas
perairan pantai di kawasan industri peikanan Desa Pengambangan,
Kecamatan Negara, Kabupaten Jemberana. Ecotrophic, 3 (2) : 98-103.
Rosenberg, M. 2017. Ring of Fire Home to the Majority of the World's Active
Volcanoes. https://www.thoughtco.com/ring-of-fire-1433460.
Setiawan, D. P. 2008. Studi kualitas air pada penampungan air hujan di Desa
Hargosari, Kecamatan Tanjungsari, Gunung Kidul menggunakan filter
1.66 Lingkungan Ternak
karbon aktif dan UV, Tugas Akhir, Fakultas Teknik Sipil dan
Perencanaan, Univ. Islam Indonesia, Yogyakarta.
Sugiri, N., dan Sugiri. 1988. Zoologi Umum, terjemahan dari General
Zoology, by Villee, C.A, Walker Jr., W.F., and Barnes, R.D. Ed.6.,
Penerbit Erlangga, Jakarta, Indonesia.
Terrell E.D., John P. Hart, J.P., Barut S., and Cellinese, N. 2003.
Domesticated Landscapes: The Subsistence Ecology of Plant and
Animal Domestication. J.Archaeol. Method and Theory, 10 (4) :323-368.
Tiasnamurti B., Inounu I., Bamualim A., dan Hasinah H (Pengalih Bahasa).
2011. Rencana Aksi Global Sumber Daya Genetik Ternak Dan Deklarasi
Interlaken Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan. Judul Buku
asli : Global Plan of Action for Animal Genetic Resources and the
Interlaken Declaration, FAO 2007.
LUHT4214/MODUL 1 1.67
Vernberg, F.J., and Vernberg, W.B. 1970. The Animal and The Environment.
Holt, Rinehart and Winston.
Villee, C.A., Walker. Jr. W.F., and Barnes, R.D. 1984. General Zoology 6th
edition. CBS College Publishing.