Disusun Oleh :
ILHAM PUTRA PAMUNGKAS
210801130066
HALAMAN PENGESAHAN
Pada Tanggal :
Disusun Oleh : Ilham Putra Pamungkas (21080117130066)
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan pertolongan-Nya
penulis dapat menyelesaikan tugas besar mata kuliah PBPAM ini. Laporan ini penulis
susun untuk memenuhi tugas sebagai salah satu syarat kelulusan dalam mata kuliah
PBPAM dengan bobot 3 SKS. Tugas ini dimaksudkan agar penulis dapat memahami
dan menerapkan perencanaan pengolahan bangunan air minum di lapangan.
Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-
besarnya kepada
1. Bapak Drs Badrus Zaman ST. MT., sebagai Ketua Departemen Teknik
Lingkungan.
2. Bapak Wiharyanto Oktiawan, ST. MT, Bapak Junaidi, ST. MT., dan Ibu Ir. Dwi
Siwi Handayai, M. Si,. sebagai dosen Mata Kuliah PBPAM.
3. Ibu Ir. Dwi Siwi Handayani, M. Si sebagai dosen pembimbing yang sangat
banyak mambantu dalam penyelesaian tugas ini.
4. Angelica Octavia sebagai asisten pembimbing yang membantu dalam
penyelesaian tugas ini.
5. Teman-teman Teknik Lingkungan 2017
6. Serta semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan laporan
ini yang tidak bisa penulis sebutkan satu per satu.
Laporan ini penulis buat seoptimal mungkin, sehingga nantinya akan dapat
berguna bagi pihak yang membacanya. Penulis sangat mengharapkan saran dan kritik
demi kesempurnaan laporan dan penambah wawasan untuk pembuatan tugas di masa
yang akan datang.
DAFTAR ISI
COVER..............................................................................................................................i
HALAMAN PENGESAHAN...........................................................................................ii
KATA PENGANTAR.....................................................................................................iii
DAFTAR ISI....................................................................................................................iv
DAFTAR TABEL.............................................................................................................v
DAFTAR GAMBAR......................................................................................................vii
BAB I PENDAHULUAN..............................................................................................I-1
1.1 Latar Belakang.................................................................................................I-1
1.2 Rumusan Masalah Perencanaan.......................................................................I-2
1.3 Rumusan Tujuan Perencanaan.........................................................................I-2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA...................................................................................II-1
2.1 Karakteristik Parameter Standar Kualitas Air Minum....................................II-1
2.2 Karakteristik Parameter Standar Kualitas Air Baku.......................................II-2
2.3 Unit Produksi..................................................................................................II-4
2.3.1 Bangunan Pengolahan dan Perlengkapannya..........................................II-5
2.3.2 Perangkat Operasional.............................................................................II-5
2.3.3 Alat Pengukuran dan Peralatan Pemantauan...........................................II-6
2.3.4 Bangunan Penampungan Air Minum......................................................II-7
2.4 Proses Pengolahan Air..................................................................................II-10
2.4.1. Proses Pengolahan Fisika......................................................................II-11
2.4.2. Proses Pengolahan Kimia......................................................................II-20
2.4.3. Proses Pengolahan Biologi....................................................................II-26
2.5 Bangunan Pengolahan Air Minum...............................................................II-27
2.5.1. Bangunan Intake....................................................................................II-27
2.5.2. Bangunan Prasedimentasi......................................................................II-29
2.5.3. Bangunan Koagulasi..............................................................................II-30
2.5.4. Bangunan Flokulasi...............................................................................II-30
2.5.5. Bangunan Sedimentasi..........................................................................II-31
DAFTAR TABEL
Y
Tabel 7. 1 Hasil Perencanaan Bangunan Pengolahan Air Minum.............................VII-1
DAFTAR GAMBAR
BAB I
PENDAHULUAN
Pengolahan air baku ini dilakukan pada suatu Instalasi Pengolahan Air (IPA)
yang di dalamnya terdapat berbagai macam bangunan pengolahan air dengan desain dan
fungsinya masing-masing. Bangunan pengolahan air ini tentu memerlukan kriteria
khusus dalam perancangannya. Biasanya pertimbangan utama adalah kondisi air baku
yang digunakan, dilihat dari kualitas air baku tersebut. Selain itu, faktor lain yang perlu
diperhatikan adalah lokasi pembangunan instalasi pengolahan air tersebut agar tidak
terjadi kesalahan desain atau kerusakan yang fatal dalam operasinya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1 Suhu °C - 25 ± 3 25 ± 3 25 ± 3
12 Pospat mg/L - 2 - -
20 COD mg/L 23 10 - -
Sumber : Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 492/MENKES/PER/IV/2010
KIMIA ANORGANIK
pH 6–9 6–9 6–9 5–9 Apabila secara
alamiah berada di
BOD mg/L 2 3 6 12
COD mg/L 10 25 50 100
DO 6 4 3 0
Total fosfat mg/L 0,2 0,2 1 5
sebagai P
Keterangan:
1. Bq = Bequerel
Unit produksi harus dilengkapi dengan sarana pengolahan lumpur sisa hasil
pengolahan Air Baku menjadi Air Minum.
b) Penggunaan bahan kimia dan sumber daya hasil pemantauan harus dicatat di
buku harian (log book).
Air baku ditampung dalam bak atau tangki penampung (reservoir). Bila sumber
air letaknya jauh dari pabrik, maka air tersebut dapat dialirkan melalui pipa atau
diangkut menggunakan tangki. Tangki, selang, pompa, dan sambungan harus terbuat
dari bahan tara pangan, tahan korosi dan bahan kimia. Tangki harus dibersihkan,
disanitasi, dan diinspeksi, luar dan dalam minimal 1(satu) bulan sekali.
Persyaratan Tangki terdiri atas :
a) Mudah dibersihkan serta didesinfeksi dan diberi pengaman.
b) Harus mempunyai manhole.
c) Pengisian dan pengeluaran air harus melalui kran.
d) Selang dan pompa yang dipakai untuk bongkar muat air baku harus diberi
penutup yang baik, disimpan dengan aman dan dilindungi dari kemungkinan
kontaminasi.
e) Khusus digunakan untuk air .
b) Elevated Reservoir
Reservoir yang penempatannya di atas menara.
4 x (Q inlet x F peak )
Doutlet =
√ π x v outlet
f. Pipa penguras
Volkuras = Pkuras x Lkuras x H kuras
Volkuras
Q kuras=
t kuras
4 x Qkuras
Dkuras=
√ π x v kuras
g. Pipa overflow dan ventilasi
Dover = Dinlet
Qoutlet - Qinlet
Qudara=
kompartemen
4 x Qudara
Dvent =
√ π x v udara
Proses Secara Fisik Proses secara fisik dalam pengolahan air minum
meliputi dilusi, sedimentasi dan resuspensi, filtrasi,
gas transfer, dan transfer panas
Proses Secara Kimia Sumber air dari alam banyak yang mengandung
mineral dan gas yang terlarut, sehingga dalam
pengolahan air minum perlu dilakukan proses
secara kimia yaitu oksidasi-reduksi, dissolusi-
presipitasi dan konversi kimia lainnya.
aliran dan beban permukaan yang sesuai, pengendapan dapat gagal (Darmasetiawan,
2001).
Menurut Peavy (1985), unit sedimentasi terbagi atas 2 bagian yaitu rectangular
dan circular.Pada dasarnya bak pengendapan yang panjang adalah yang paling baik
tetapi tanpa didukung oleh faktor hidrolis lainnya seperti lamineritas dan uniformitas
dari aliran dan beban permukaan yang sesuai, pengendapan dapat gagal
(Darmasetiawan, 2001).
Proses sedimentasi didasarkan pada pengendapan partikel secara gravitasi
sehingga harus diketahui kecepatan pengendapan masing-masing partikel yang
disisihkan. Kecepatan pengendapan flok bervariasi tergantung pada beberapa parameter
yaitu : tipe koagulan yang digunakan, kondisi pengadukan selama proses flokulasi dan
materi koloid yang terkandung di dalam air baku.
Partikel yang mempunyai berat jenis yang lebih besar daripada berat jenis air
akan dapat mengendap secara gravitasi. Partikel yang tidak berubah ukuran, bentuk, dan
beratnya selama proses pengendapan dalam zat cair, yang disebut partikel diskrit
(discrete particle), akan mengendap yang diakibatkan karena mendapat gaya percepatan
sampai gaya gesek yang dialaminya sama dengan gaya gravitasi. Selanjutnya kecepatan
air melalui lubang orifice dihitung dengan:
a. Kecepaan horizontal (m/detik)
Q
vo
b.h
b. Waktu tinggal air (Td air)
l . b .h
Td air
Q
c. Kecepatan pengendapan (m/detik)
Q
vs
b.l
Keterangan:
l = Lebar bak sedimentasi (m)
b = Lebar penampang dasar bak sedimentasi (m)
h = Ketinggian muka air bak sedimentasi (m)
Q = Debit pengolahan (m)
v
Fr =
( g . L ) 0,5
Keterangan:
V = kecepatan rata-rata (m/s)
L = kedalaman (m)
g = konstanta gravitasi (9,81 m/s2)
Faktor lain yang juga penting dalam merancang dan pengoperasian bak
sedimentasi adalah overflow rate atau yang biasa disebut surface loading. Rumus yang
digunakan adalah :
Vo = Q x As
Keterangan :
Vo = Overflow rate (m3/m2.hari)
Q = Debit rata-rata (m3/hari)
As = Luas permukaan bak sedimentasi (m2)
Overflow rate dapat diibaratkan sebagai kecepatan rata-rata air dalam bak
pengendapan. Faktanya, ini lebih mudah dilihat bahwa overflow rate sebenarnya sama
dengan kecepatan, dengan menghilangkan satuan pada SI : m 3/m2.hari = m/hari
(Nathanson, 2000).
2.4.1.2 Flotasi
Flotasi adalah suatu proses pegolahan air yang dipakai untuk pemisahan partikel
solid dan cairan dari fase cairan. Proses pemisahan dapat terjadi karena adanya
gelembung-gelembung halus yang terdapat pada fase cairan yang naik ke permukaan air
akan mengangkut partikel-partikel yang ada pada fase cairan tersebut (Rich, 1961).
Proses flotasi dapat berlangsung secara spontan atau alami. Pengapungan secara alami
terjadi pada minyak, pelumas, atau subsatansi lain yang lebih ringan daripada air.
Komponen ini secara alami akan naik ke permukaan air dan dapat dipisahkan secara
manual (Fair 1971).
Terjadinya flotasi merupakan hasil interaksi antara gelembung-gelembung
udara dengan suatu fasa terdispersi, dimana kecepatan gaya dorong ke atas sangat
tergantung pada gaya gravitasi dan dispersi. Flotasi juga dipengaruhi oleh konsentrasi
permukaan dari fasa terdispersi dan pemakaian bahan kimia sebagai penurun tegangan
antara fasa terdispersi terhadap media air. Menurut Nemerow (1978), terdapat tiga
mekanisme yang mungkin terjadi salah satu atau seluruhnya dalam proses flotasi :
a) Pengepungan
Mekanisme ini lebih banyak terjadi pada material flok dimana gelembung udara
naik ke atas dan tertangkap atau terjebak oleh struktur material flok. Dalam peristiwa ini
ikatan terjadi antara gelembung udara dan partikel adalah penangkapan secara fisik.
b) Penyerapan
Penyerapan gelembung gas ke dalam struktur flok padatan tersuspensi, sehingga
membentuk suatu struktur flok yang baru.
c) Pelekatan
Pelekatan terjadi karena daya tarik intra molekuler yang digunakan pada suatu
permukaan antara dua fase yang disebut tegangan permukaan.
Pada sistem flotasi terdapat tiga metode pembuatan gelembung udara, yaitu
metode Dispersed Air Flotation, Vacuum Flotation, dan Dissolved Air Flotation (Ives
1984). Adapun variabel yang mempengaruhi proses flotasi diantaranya adalah:
a) Keadaan dan ukuran butir, ukuran butir mineral yang akan mempengaruhi
partikel mineral akan lebih besar dari density air, sedangkan jika terlalu
kecil akan menimbulkan slime yang akan mengganggu jalannya proses flotasi.
b) Pulp preparation, penyediaan pulp diusahakan supaya cocok untuk proses
pengolahan yang umumnya berkaitan dengan persen solid yang sesuai.
c) Intensitas pengadukan dan pemberian udara, pengadukan dalam flotasi
dilakukan dengan mesin flotasi.
d) Kekentalan pulp, untuk suspensi pulp yang lebih kental akan diperoleh recovery
yang lebih baik.
e) Waktu kontak dan waktu flotasi, kenaikan recovery terjadi pada suatu waktu
tertentu, yang tergantung pada:
Komposisi mineral bijih
Keadaan dari partikel-partikel bijih
Jumlah kolektor yang ditambahkan
Lama pengadukan
Ukuran kemudahan mengapung suatu mineral (float ability)
Ukuran butir
f) Pengaruh pH, tujuan dari pengaturan pH adalah untuk menurunkan sudut
kontak.
g) Pengaruh Collector, yang harus diperhatikan adalah sifat-sifat dari kolektor yang
akan digunakan, misalnya xanthate sangat baik untuk merubah sifat permukaan
mineral-mineral sulfida dan batubara, mudah larut dalam air dan tidak akan
menimbulkan frother.
h) Pengaruh Frother, digunakan untuk menstabilkan gelembung udara untuk
waktu yang relatif lama
2.4.1.3 Filtrasi
Menurut Reynolds (1982) filtrasi adalah pemisahan zat padat-cair yang mana zat
cair dilewatkan melalui media berpori atau material berpori lainnya untuk menyisihkan
padatan tersuspensi yang halus. Proses ini digunakan untuk menyaring secara kimia air
yang sudah terkoagulasi dan terendapkan agar menghasilkan air minum dengan kualitas
yang tinggi. Sedangkan menurut Darmasetiawan (2001) proses yang terjadi di filtrasi
adalah pengayakan atau straining, flokulasi antar butir, sedimentasi antar butir, dan
proses mikrobiologis.
Menurut Peavy (1985), dalam penjernihan air bersih dikenal dua macam
saringan yaitu saringan pasir lambat dan saringan pasir cepat. Yang dimaksud dengan
saringan pasir cepat atau Rapid Sand Filter (RSF) adalah filter yang menggunakan
dasar pasir silika dengan kedalaman 0,6 – 0,75 m. Ukuran pasirnya 0,35 – 1,0 mm atau
lebih dengan ukuran efektif 0,45 – 0,55 mm.
Pencucian filter pasir cepat dilakukan dengan cara backwash; kotoran-kotoran
ataupun endapan suspensi yang tertinggal pada filter akan ikut terekspansi dan bersama
air pencuci dikeluarkan melalui gutter. Pencucian dilakukan 24 jam operasi dengan
waktu pencucian pasir terekspansi ± 50%. Pencucian dapat dikombinasikan dengan
nozzle. Kecepatan penyemprotan ± 270 lt/m2/menit, dengan tekanan antara 0,7-1,1
kg/cm2. Dengan kombinasi ini, hasil pencucian filter dapat lebih bagus dan jumlah air
untuk mencuci filter dapat lebih sedikit.
Filter cepat terdiri dari filter terbuka dan filter bertekanan. Pada filter cepat titik
berat proses adalah pada proses pengayakan. Kecepatan filtrasi adalah berkisar 7 - 10
m/jam untuk filter terbuka dan filter bertekanan dapat mencapai 15 – 20 m/jam. Kriteria
kualitas air yang dimasukkan ke filter adalah dengan kekeruhan dibawah 5 NTU,
sehingga air baku yang diatas 5 NTU harus diolah melalui proses koagulasi – flokulasi -
sedimentasi (Darmasetiawan, 2001).
24 3
C D= + +0 , 34
N Re √ N Re
sedangkan untuk bilangan Reynolds dapat dihitung dengan
Ψ . Dp. v f
N Re=
ν
Menurut Darmasetiawan (2001), headloss atau kehilangan tekanan pada
underdrain sangat tergantung pada jenis underdrain yang dipakai. Underdrain dapat
berupa:
a) Plat dengan nozzle
b) Teepee dengan lubang di samping
c) Pipa lateral pada manifold
Pada semua jenis underdrain tersebut, diasumsikan headloss yang berlaku pada
lubang mengikuti persamaan :
v2
hv=k
2g
Dimana K adalah koefisien headloss yang tergantung pada jenis underdrain.
Untuk nozzle, K = 1–3 sedangkan untuk lubang teepee atau pipa lateral K = 1-2.
Kecepatan filtrasi melewati lubang adalah 0,2 m/dtk.
Dimana K adalah koefisien headloss yang tergantung pada jenis underdrain.
Untuk nozzle, K = 1–3 sedangkan untuk lubang teepee atau pipa lateral K = 1-2.
Kecepatan filtrasi melewati lubang adalah 0,2 m/dtk.
Porositas sebelum terekspansi (Po):
1 1
1
υ 4,5 ρair v 3
P O = 2, 95 ×
g
1
3,6
×
( ρpasir− ρair ) 3,6
×
√ Dpasir
Porositas saat ekspansi (Pe):
1 v 1
1
υ 4,5 ρair 3
P e = 2 , 95 ×
g
1
3,6
×
( ρpasir −ρair ) 3,6
×
back
√ Dpasir
Persentase ekspansi :
P e − PO
% eksp = × 100 %
1−P e
Tinggi ekspansi :
L e − LP
eksp = × 100
LP
Keterangan :
Vbw = Kecepatan backwash (m/s)
ν = viskositas kinematik (m2/s) = 1,306.10-6 m2/s pada 10 °C
ρw = densitas air (kg/m3)
ρs = densitas partikel media (kg/m3), misalnya pasir
Dp = ukuran butiran (m)
Lp = kedalaman media (m)
Le = tinggi media terekspansi (m)
Pada proses koagulasi, zat kimia koagulan dicampur dengan air baku selama
beberapa saat hingga merata di suatu reaktor koagulator. Setelah pencampuran ini akan
terjadi destabilisasi dari koloid zat padat yang ada di air baku. Keadaan ini
G 2 . td . v
Hf = =¿
ρ
Keterangan :
Beberapa jenis static mixer pada pipa juga tersedia pada pengolahan air, akan
tetapi harus dipilih unit dengan karakteristik clogging yang rendah. Ketentuan untuk
pemasangan mixing baffle (untuk pembersihan) harus dipertimbangkan.
Dibawah kondisi aliran yang normal percampuran dibatasi selama 2-3 detik
untuk pipa dengan diameter lebih dari 125 mm, kemudian total panjang unit static mixer
dapat diketahui yaitu dua kali debit pada pipa.Persamaan gradien kecepatan untuk static
mixer dapat dihitung dengan menggunakan rumus (Kawamura,1991) :
G2 = ............................................................... (2.16)
Dimana :
r = 997,07 kg/m3
μ = 0,8949x10-3
g= 9,81 m/dt2
Pengadukan pada unit koagulasi dan flokulasi akan menimbulkan adanya aliran
yang turbulen untuk mendukung terbentuknya flok. Oleh karena itu untuk membuktikan
adanya aliran turbulen digunakan perhitungan bilangan Reynolds.
NRe = .................................................................. (2.17)
Dimana :
Faktor yang menentukan keberhasilan suatu proses koagulasi yaitu jenis bahan
kimia koagulan yang dipakai, dosis pembubuhan bahan kimia dan pengadukan dari
bahan kimia, ketiga faktor ini saling berkaitan satu dengan yang lainnya. Penentuan
ketiga faktor tersebut harus dipertimbangkan dengan baik (Darmasetiawan, 2001).
Pengadukan cepat yang efektif sangat penting ketika menggunakan koagulan garam
metal seperti alum dan ferric chloride, karena proses hidrolisisnya terjadi dalam
hitungan detik dan selanjutnya terjadi adsorpsi partikel koloid (Kawamura, 1991).
Salah satu jenis koagulan yang sering dipakai adalah PAC (Poly Aluminum
Chloride) yang merupakan polimerisasi dari Aluminum Chloride. Polimer ini dipakai
karena sifat kelarutannya di dalam air dan tingkat pembentukan floknya yang lebih baik.
Maka polimer sering juga dipakai sebagai Coagulan Aid atau zat kimia tambahan untuk
memperbaiki kondisi koagulasi. Dosis koagulan secarA praktis ditentukan di
laboratorium menggunakan jar test. (Darmasetiawan,2001).
2.4.2.2 Flokulasi
Menurut Kawamura (1991) proses flokulasi merupakan pengadukan lambat
yang mengiringi disperse koagulan secara cepat. Tujuannya adalah mempercepat
tumbukan yang menyebabkan terjadinya gumpalan partikel koloid yang tidak stabil
sehingga dapat diendapkan. Kawamura (1991) menjelaskan tipe pengadukan dalam
proses flokulasi adalah:
a) Vertical shaft dengan turbin atau propeller tipe blade
b) Tipe paddle dengan horizontal atau vertical shaft Baffled channel
c) Horizontal baffle channel
d) Vertical baffle channel
Parameter desain untuk flokulasi adalah G x t. Nilai G x t yang umum digunakan
berkisar antara 104 sampai 105. Nilai G yang besar dengan waktu yang singkat
cenderung menghasilkan flok padat yang kecil, sedangkan nilai G yang rendah dan
waktu yang lama menghasilkan flok yang ringan dan lebih besar (Peavy, 1985).
3. Kestabilan fisik yang tinggi, yaitu resin diharapkan tahan terhadap tekanan
mekanis tekanan hidrostatis cairan serta tekanan osmosis.
2.4.2.5 Klorinasi
Meskipun pada unit filtrasi pada prinsipnya air sudah memenuhi standar
kualitas, tetapi untuk menghindari kontaminasi air oleh mikroorganisme saat
penyimpanan dan pendistribusian perlu dilakukan desinfeksi. Desinfeksi yang umum
digunakan adalah dengan cara klorinasi, walaupun ada beberapa cara lain seperti dengan
ozon dan ultra violet (UV) yang jarang digunakan (Darmasetiawan, 2001). Senyawa
klor dapat mematikan mikroorganisme dalam air karena oksigen yang terbebaskan dari
senyawa asam hypochlorous mengoksidasi beberapa bagian yang penting dari sel-sel
bakteri sehingga rusak.
Menurut Al-layla (1980), desinfektan yang digunakan dalam desinfeksi haruslah
dapat mematikan semua jenis organisme patogen, ekonomis dan dapat dilaksanakan
dengan mudah, tidak menyebabkan air menjadi toksik dan berasa, dan dosis
diperhitungkan agar terdapat residu untuk mengatasi adanya kontaminan dalam bakteri.
Kondisi optimum untuk proses desinfeksi adalah jika hanya terdapat HOCl,
adanya OClˉ akan kurang menguntungkan. Kondisi optimum ini dapat tercapai pada pH
< 5. Dosis klorin yang dibubuhkan harus cukup untuk menghasilkan sisa klor minimum
0,2 mg/l di akhir distribusi. (Kep Menkes RI No: 907 / MENKES / SK / VII/2010).
Sedangkan menurut Kawamura (1991), dosis pembubuhan klorin berkisar antara 1 – 5
mg/L dengan sisa klorin di reservoir 0,5 mg/L dan di distribusi 0,2 – 0,3 mg/L.
Klorinasi dapat dilakukan dengan penambahan kaporit sebagai sumber klorinnya atau
dengan gas Cl2.
Beberapa rumus dalam penentuan pembubuhan desinfektan berupa khlor:
a. Bukaan keran pada pompa pembubuh desinfektan (%)
b. Besaran kebutuhan desinfektan per hari (kg/hari)
c. Dimensi pipa pembubuh desinfektan (mm)
d. Derajat keasaman hasil desinfeksi (mm)
Keterangan:
D = dosis rata-rata hasil uji break point chlorination (mg/Liter)
Qolah = debit instalasi pengolahan air (Liter/detik)
pH baru setelah proses desinfeksi harus masuk dalam range 6,5 – 8,5 yang
diizinkan untuk air minum, jika melewati batas tersebut, perlu dilakukan netralisasi agar
air tidak bersifat iritatif bagi konsumen.
Menurut Metcalf dan Eddy (1991) saringan kasar dapat berupa kisi-kisi baja,
anyaman kawat, kasa baja/plat yang berlubang-lubang dengan dipasang vertikal/miring
dengan sudut antara 30°- 80°. Analisis penting dalam perencanaan saringan kasar
adalah menentukan kehilangan tinggi (head loss) selama air melewati kisi saringan.
Secara garis besar kehilangan tinggi dipengaruhi oleh bentuk kisi dan tinggi kecepatan
aliran yang melewati kisi, seperti dirumuskan oleh Krischoer sebagai berikut:
Beberapa rumus yang digunakan untuk perhitungan intake dan screen
a. Tinggi kecepatan aliran air melewati kisi screen (meter)
v2
h
2.g
b. Kehilangan tekanan air setelah melewati kisi screen (meter)
4/3
w
HL h Sin
b
Keterangan:
v = kecepatan aliran yang melewati kisi (m/det)
2
g = konstanta percepatan gravitasi (9,81 m/det )
a) Pipa inlet
b) Pipa outlet
c) Pipa pembuang lumpur
Keterangan:
n = viskositas kinematis fluida (m2/s) = 0,864 x 10-6 m2/detik pada 27°C
tdair = waktu tinggal rata-rata air di dalam instalasi flokulasi (detik)
g = konstanta percepatan gravitasi (= 9,81 m/s2)
Δh = kehilangan tekanan saat melintasi instalasi flokulasi (m)
Re = <2000
b) Bilangan Froude sebagai nilai uniformitas aliran (non dimensional)
v2
Fr
g. R
Fr 10 5
Pada dasarnya bak pengendapan yang panjang adalah yang paling baik tetapi
tanpa didukung oleh faktor hidrolis lainnya seperti lamineritas dan uniformitas dari
aliran dan beban permukaan yang sesuai, pengendapan dapat gagal (Darmasetiawan,
2001).
Menurut Peavy (1985), unit sedimentasi terbagi atas 2 bagian yaitu rectangular
dan circular.
Beberapa Rumus yang digunakan dalam pengoperasian sedimentasi rectangular:
a) Kecepatan horizontal (m/detik)
Q
vo
b.h
b) Waktu tinggal air (Tdair)
l . b .h
Td air
Q
Ilham Putra Pamungkas
II-
21080117130066
TUGAS BESAR
PERENCANAAN BANGUNAN PENGOLAHAN AIR MINUM
Bak empat persegi panjang secara umum digunakan dalam instalasi pengolahan
yang mengolah aliran besar. Tipe bak ini secara hidrolis lebih stabil. Biasanya
desainnya, terdiridari bak-bak yang panjangnya 2 - 4 kali lebarnya dan 10 – 20 kali
kedalamannya. Untuk memungkinkan pengeluaran lumpur endapan, maka dasar bak
dibuat.
Pada perencanaan bak pengendap dengan aliran kontinue terdiri dari komponen-
komponen sebagai berikut :
a. Ground Reservoir
‘Reservoir yang penempatannya pada permukaan tanah.
● Baca debit air yang masuk pada alat ukur yang tersedia.
● Bersihkan bak dari kotoran/sampah yang mungkin terbawa. Periksa kekeruhan
air baku yang masuk dan keluar bak prasedimentasi, pH dan dosis bahan
koagulan.
● Lakukan pembuangan lumpur dari bak prasedimentasi sesuai dengan periode
waktu yang telah ditentukan dalam perencanaan atau tergantung pada kondisi air
baku.Amati ketinggian muka air dalam bak sesuai yang direncanakan.
● Perhatikan aliran dalam bak, apakah merata, atau ada bagian yang terlalu
lambat/cepat. Bilamana ada aliran tidak merata, maka hal ini merupakan indikasi
adanya pembebanan yang tidak merata pada seluruh bidang bak prasedimentasi.
Selain itu, terdapat hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pengoperasian bagunan
filtasi. Penurunan kecepatan menyaring merupakan indikator bahwa media filter sudah
mulai clogging. Indikasi tersebut dapat dilihat bila air pada permukaan penyaring naik
sampai melampaui batas ketinggian yang sudah ditetapkan dalam perencanaan, dengan
cara:
Pada instalasi dengan proses pengolahan lengkap, filter dipakai untuk mengolah
efluen dari bak sedimentasi yang sudah diturunkan turbiditinya. Biasanya turbiditi yang
masuk unit Filter antara 50 – 100 NTU.
● Pemeriksaan dan pembersihan inlet dan outlet dari kotoran yang mungkin
menyumbat.
● Pemeriksaan dan pembersihan lingkungan dari tanaman liar.
● Pemerikasaan konstruksi bangunan dari kerusakan yang mungkin terjadi.
● Pemeriksaan dan pembersihan bak dari pertumbuhan lumut dan tanaman air
lainnya.
● Lakukan pembuangan endapan lumpur (hopper) secara berkala.
● Pemeriksaan dan pembersihan katup pembuangan lumpur serta peralatan
lainnya. Bila perlu ulir katup diberi gemuk.
BAB III
METODOLOGI PERENCANAAN
3.1 Persiapan
Pengumpulan yang dilakukan pada awal pekerjaan ini meliputi pembuatan surat
ijin dan proposal sebelum melaksanakan observasi untuk mengumpul data-data yang
diperlukan. Pada tahan ini pula dilakukan studi pendahuluan tentang data-data yang
diperlukan untuk menyusun detail perancangan suatu instalasi pengolahan air minum.
Penentuan dosisi koagulan dilakukan dengan percobaan jar test. Percobaan jar
test ini bertujuan untuk mengetahui dosis optimum dari koagulan yang akan dipakai
dalam pengolahan air. Prosedur dari percobaan jar test meliputi tahapan-tahapan berikut
ini :
1. Sebelum melakukan percobaan jar test, perlu mengetahui kualitas air baku yang
terdiri dari kekeruhan, TDS, pH, dan warna.
2. Sampel air baku ditempatkan pada gelas-gelas jar test sebanyak 4 gelas, dengan
volume masing-masing 1 liter,
3. Pada masing-masing gelas kemudian dimasukkan larutan koagulan dengan dosis
yang berbeda, misalnya 10 ml, 15 ml, 20 ml, dan 25 ml.
4. Setelah pembubuhan larutan koagulan dilakukan, kemudian gelas-gelas di
tempatkan pada alat jar test dan dilakukan pengadukan cepat dengan kecepatan
pengadukan diatas 60 rpm (160 rpm) selama 2 menit.
5. Kemudian kecepatan pengadukan diperlambat menjadi 60 rpm selama 3 menit,
dan 10 rpm selama 5 menit.
6. Proses pengadukan dihentikan dan larutan didiamkan selama 20 menit untuk
diamati kecepatan pembentukan dan pengendapan flok.
7. Setelah flok mengendap, bagian yang tidak mengendap (supernatant) diambil
dan disaring dengan menggunakan kertas saring. Kemudian hasil dari
penyaringan (filtrat) dianalisis kekeruhan, TDS, pH, dan warnanya.
8. Dari hasil pengamatan kecepatan pembentukan dan pengendapan flok, serta
analisis terhadap parameter diatas dapat ditentukan dosis optimum.
Analisis kualitas air baku untuk merencakan unit pengolahan yang dibutuhkan
untuk mengolah air baku. Data kualitas sampel air Sungai Kali Boyo dibandingkan
dengan standar kualitas air minum yang berlaku yaitu Peraturan Menteri Kesehatan
492/Menkes/PER/IV/2010, tanggal 19 April 2010, tentang Syarat-syarat dan Pengawas
Kualitas Air Minum. Parameter-parameter yang konsentrasinya tidak sesuai dengan
standar yang ada berarti memerlukan penyesuaian konsentrasi. Penyesuaian konsentrasi
tiap parameter ini dilakukan dengan pengolahan air baku tersebut sehingga sesuai
dengan standar kualitas air minum. Dalam menentukan unit proses dan operasi
pengolahan yang akan digunakan didasarkan pada studi literature dari berbagai sumber.
a. Efisiensi unit pengolahan dalam penuruan parameter yang melebihi baku mutu
b. Kemudahan dalam pengoperasian dan pemeliharaan unit pengolahan air
c. Biaya dalam investasi, operasi dan pemeliharaan unit pengolahan yang akan
digunakan
Dari kondisi tersebut, akan dilakukan analisis untuk memilih lokasi yang paling tepat
untuk pembangunan IPA
Hasil analisis dari data yang telah diolah digunakan sebagai dasar penyusunan
perancangan instalasi pengolahan air minum yang meliputi perancangan umum unit
pengolahan yang diperlukan, detail perancangan berupa perhitungan dimensi dan
penentuan spesifikasi teknis unit pengolahan air minum yang digunakan, profil hidrolis,
dan tata letak (layout) instalasi pengolahan air min um, serta dilampiri dengan gambar-
gambar yang diperlukan,