Anda di halaman 1dari 63

TUGAS BESAR

IRIGASI BANGUNAN AIR


Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Kelulusan Mata Kuliah
Irigasi Bangunan Air

Dosen Pengampu :

Ir.Prasoni Agung, MT.

Disusun Oleh :

Hagi Riski Nuggraha 2112191003


Dewi Warlina 2112191109
Shilvia Citra Adinda 2112191106
Revi Sekar Asih 2112191032

PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SANGGA BUANA
YAYASAN PENDIDIKAN KEUANGAN DAN PERBANKAN
BANDUNG
2022
LEMBAR PENGESAHAN
TUGAS BESAR IRIGASI BANGUNAN AIR
Disusun Oleh :

Kelompok 9

Hagi Riski Nuggraha 2112191003


Dewi Warlina 2112191109
Shilvia Citra Adinda 2112191106
Revi Sekar Asih 2112191032

Laporan ini di periksa dan di setujui sebagai pelengkap syarat kelulusan, guna
meyelesaikan mata kuliah Irigasi Bangunan Air pada Program Studi Teknik Sipil Fakultas
Teknik Universitas Sangga Buana YPKP Bandung.

Mengetahui,

Dosen Pengampu

Ir.Prasoni Agung, MT.

Meneyetujui dan Mengesahkan

Ketua Program Studi Teknik Sipil

Chandra Afriade Siregar, ST., MT

ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
rahmat dan hidayah – Nya sehingga kami dapat menyelesaikan “Tugas Besar Irigasi
Bangunan Air” ini tepat pada waktunya. Adapun tujuan dari penulisan laporan ini
adalah untuk memenuhi tugas pada mata kuliah Irigasi Bangunan Air. Selain itu,
laporan Tugas Besar ini juga bertujuan untuk menambah wawasan tentang aplikasi
secara model dalam bidang Teknik Sipil bagi para pembaca dan juga bagi penulis.

Kami mengucapkan terima kasih kepada Bapak Ir.Prasoni Agung, MT selaku


Dosen Pembimbing dan juga Bapak Budi Rahmat, BE selaku Asisten Dosen
Pembimbing yang telah membimbing kami dalam menyelesaikan tugas ini
sehingga kami dapat menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang
studi Teknik Sipil. Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang
tidak dapat kami sebutkan semua, terima kasih atas bantuannya sehingga kami
dapat menyelesaikan laporan ini. Kami menyadari tugas yang kami buat masih jauh
dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun kami
butuhkan demi kesempurnaan laporan Tugas Besar ini.

Dengan demikian petunjuk Tugas Besar ini agar dapat lebih bermanfaat
sekaligus menunjang studi dilingkungan Teknik Sipil pada khususnya mata kuliah
Irigasi Bangunan Air.

Bandung, Juli 2022

Penyusun Kelompok 9

iii
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHANii

LEMBAR ASISTENSIiii

KATA PENGANTARiv

DAFTAR ISI...........................................................................................................v

BAB I. PENDAHULUAN......................................................................................1

1.1. Latar Belakang.......................................................................................1

1.2. Maksud dan Tujuan...............................................................................1

1.3. Batasan Masalah....................................................................................2

1.4. Rumusan Masalah..................................................................................2

1.5. Sistematika Penulisan............................................................................3

BAB II. LANDASAN TEORI...............................................................................4

2.1. Pengertian Irigasi...................................................................................4

2.2. Definisi Daerah Irigasi...........................................................................6

2.3. Jaringan Irigasi.......................................................................................7

2.4. Sistem Irigasi.......................................................................................17

2.5. Saluran Irigasi......................................................................................26

BAB III. PERENCANAAN SALURAN.............................................................38

3.1. Umum..................................................................................................38

3.2. Saluran Pasangan.................................................................................38

3.3. Debit Rencana Saluran.........................................................................39

3.4. Efisiensi Irigasi....................................................................................39

3.5. Rumus Aliran.......................................................................................40

iv
3.6. Kecepatan Aliran Rencana...................................................................40

3.7. Kemiringan Saluran.............................................................................40

3.8. Perbandingan Lebar Dasar Terhadap Kedalaman Saluran..................41

3.9. Kemiringan Memanjang Saluran.........................................................41

3.10. Koefisien Kekasaran Strickler.............................................................41

3.11. Lengkung Saluran................................................................................42

3.12. Tinggi Jagaan.......................................................................................42

3.13. Muka Air Yang Diperlukan.................................................................43

3.14. Lebar Tanggul......................................................................................43

3.15. Desain Hidrolik Untuk Saluran Baru...................................................43

3.16. Saluran Miring.....................................................................................45

3.17. Saluran Tersier.....................................................................................45

BAB IV. PENUTUP.............................................................................................55

4.1. Kesimpulan..........................................................................................55

4.2. Saran....................................................................................................55

DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................56

LAMPIRAN57

v
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Irigasi pada umumnya adalah usaha mendatangkan air dengan membuat
bangunan dan saluran untuk mengalirkan air guna keperluan pertanian, membagi
ke sawah atau ladang dengan cara yang teratur dan membuang air yang tidak di
perlukan lagi, setelah air itu digunakan dengan sebaik – baiknya. Oleh karena itu
ilmu irigasi sangat penting untuk membuat petani atau rakyat sekitarnya dapat
memanfaatkan sumber air yang ada, sehingga petani dapat meningkatkkan
kesejahteraannya.
Dengan adanya irigasi ini, tanah yang semula tidak produktif akan menjadi
produktif. Bila produktivitas lahan ini tinggi maka akan mengakibatkan
terjadinya produktivitas di bidang lainnya, tentu saja perkembangan daerah ini
semakin baik.
Dari sini menurut perencanaan, terutama Civil Engineering harus
merencanakan irigasi khususnya jaringan irigasi dengan baik dan efisien,
sehingga menguntungkan semua pihak. Untuk pencapaian hal tersebut maka para
calon perencanaan mulai sejak dini (Mahasiswa) harus mengetahui ilmunya, dan
untuk aplikasinya maka mahasiswa diberikan Tugas Besar Perencanaan Desain
Jaringan Irigasi daerah Batu Merah.

1.2 Maksud Dan Tujuan


Adapun maksud dan tujuan dari pembuatan Tugas Besar Irigasi Bangunan
Air ini adalah :
1. Sebagai penerapan teori yang diberikan dalam perkuliahan.
2. Agar mahasiswa mengetahui dan mampu memahami segala prosedur yang
harus dilaksanakan dalam perencanaan dan pemahaman Desain Jaringan
Irigasi Daerah Batu Merah.

1
3. Sebagai pedoman mahasiswa dalam merencanakan dan membua jaringan
Irigasi sesuai dengan ketentuan – ketentuan yang telah diberikan terkait
dengan teori yang ada.

1.3 Batasan Masalah


Agar Tugas Besar ini tidak menyimpang dari tujuan, maka diberikan batasan
anatara lain :
1. Perencanaan Layout Jaringan Irigasi dari rencana lokasi bendung Batu
Merah
2. Pembuatan skema Jaringan Irigasi dan sekama Bangunan
3. Pecerencanaan Dimensi Saluran Dengan Kebutuhan Air Irigasi NFR = 1,10
l/dt/ha dengan efisiensi 0,65
4. Perencanaan Profil Memanjang saluran (Long Section ) Satu Sampai dua
ruas saluran
5. Perencanaan Profil Melintang Saluran (Cross Sectio)
6. Pembuatan Bangunan Bagi/ sadap dan juga bangunan pelengkap Irigasi

1.4 Rumusan Masalah


Berdasarkan Uraian yang telah dipaparkan maka dapat dirumuskan masalah
yang akan diteliti yaitu :
1. Bagaimana Layout Jaringan Irigasi dari rencana lokasi bendung Batu
Merah?
2. Bagaimana Skema Untuk Jaringan Irigasi dan Skema Bangunan Jika Layout
dari Jaringan Irigasi telah dibuat?
3. Bagimana Pehitungan dari dimensi saluran dengan kebutuhan air irigasi jika
NFR = 1,10 l/dt/ha dengan Memiliki Efisiensi sebesar 0,65?
4. Bagaimana pembuatan profil memanjang saluran (Long Section) jika sampai
satu sampai dua ruas saluran?
5. Bagaimana pembuatan profil melintang saluran (Cross Section)?

2
6. Bagaimana Pembuatan Banguan bagi/sadap dan juga bangunan pelengkap
Irigasi lainnya yang ada di daerah Sungai Batu Merah?

1.5 Sistematika Pelaporan


Penulisan Laporan ini disusun dengan sistematika yang akan diuraikan
sebagai berikut :
BAB I PENDAHULUAN
Dalam bab ini dijelaskan mengenai latar belakang Tugas Besar, Maksud dan
Tujuan Tugas Besar, Batasan Masalah dari pembuatan Tugas Besar, Rumusan
Masalah Tugas Besar, hingga sistematika penulisan laporan Tugas Besar.
BAB II LANDASAN TEORI
Pada bab ini menguraikan landasan teori mengenai Pengertian Irigasi, Klasifikasi
Irigasi, Manfaat irigasi, Sifat – Sifat Irigasi, Kriteria persyaratan bangunan
irigasi, Kriteria persyaratan Petak, Bangunan Pelengkap Irigasi.
BAB III ANALISIS DAN PEMBAHASAN
Pada bab ini membahas mengenai Analisa dan pembahasan pada setiap
BAB IV PENUTUP
Pada bab ini menjelaskan mengenai kesimpulan dan saran pada laporan Tugas
Besar Irigasi Bangunan Air.

3
BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Pengertian Irigasi


Irigasi merupakan salah satu faktor penting dalam kegiatan usaha tani dalam
arti luas. Sejalan dengan era reformasi dan otonomi daerah, maka saat ini telah
ada pengaturan baru yang mengatur tentang irigasi, yaitu pengelolaan diserahkan
kepada petani. Namun demikian pemerintah tetap berkewajiban untuk membantu
petani terutama dalam bimbingan teknis dan keuangan sampai mampu
mengelolanya secara mandiri. Irigasi didefinisikan sebagai suatu cara pemberian
air, baik secara alamiah ataupun buatan kepada tanah dengan tujuan untuk
memberi kelembaban yang berguna bagi pertumbuhan tana Sistem dapat
menjamin sepenuhnya persediaan air untuk tanaman.

Gambar 2.1 Irigasi

4
Secara garis besar, tujuan irigasi dapat digolongkan menjadi 2 (dua)
golongan, yaitu: Tujuan Langsung, yaitu irigasi mempunyai tujuan untuk
membasahi tanah berkaitan dengan kapasitas kandungan air dan udara dalam
tanah sehingga dapat dicapai suatu kondisi yang sesuai dengan kebutuhan untuk
pertumbuhan tanaman yang ada di tanah tersebut. Tujuan Tidak Langsung, yaitu
irigasi mempunyai tujuan yang meliputi: mengatur suhu dari tanah, mencuci
tanah yang mengandung racun, mengangkut bahan pupuk dengan melalui aliran
air yang ada, menaikkan muka air tanah, meningkatkan elevasi suatu daerah
dengan cara mengalirkan air dan mengendapkan lumpur yang terbawa air, dan
lain sebagainya. (Ardi, 2013)
Sesuai dengan definisi irigasinya, maka tujuan irigasi pada suatu daerah
adalah upaya rekayasa teknis untuk penyediaaan dan pengaturan air dalam
menunjang proses produksi pertanian, dari sumber air ke daerah yang
memerlukan serta
mendistribusikan secara teknis dan sistematis.
Adapun manfaat dari suatu sistem irigasi, adalah :
1. Untuk membasahi tanah, yaitu pembasahan tanah pada daerah yang curah
hujannya kurang atau tidak menentu.
2. Untuk mengatur pembasahan tanah, agar daerah pertanian dapat diairi
sepanjang waktu pada saat dibutuhkan, baik pada musim kemarau maupun
musim penghujan.
3. Untuk menyuburkan tanah, dengan mengalirkan air yang mengandung
lumpur & zat – zat hara penyubur tanaman pada daerah pertanian tersebut,
sehingga tanah menjadi subur.
4. Untuk kolmatase, yaitu meninggikan tanah yang rendah / rawa dengan
pengendapan lumpur yang dikandung oleh air irigasi (Rachmad, 2009).
Lahan sawah dengan irigasi teknis yaitu jaringan irigasi dimana saluran
pemberi terpisah dari saluran pembuang agar penyediaan dan pembagian air ke
dalam lahan sawah tersebut dapat sepenuhnya diatur dan diukur dengan mudah.
Biasanya lahan sawah irigasi teknis mempunyai jaringan irigasi yang terdiri dari

5
saluran primer dan sekunder serta bangunannya dibangun dan dipelihara oleh
pemerintah. Ciri-ciri irigasi teknis: Air dapat diatur dan diukur sampai dengan
saluran tersier serta bangunan permanennya. Lahan sawah yang memperoleh
pengairan dari sistem irigasi, baik yang bangunan penyadap dan jaringan-
jaringannya diatur dan dikuasai dinas pengairan PU maupun dikelola sendiri oleh
masyarakat. Kadar air tanah yang lebih rendah pada tanah sawah yang diolah
sempurna disebabkan oleh porositas tanah lebih tinggi, sehingga kehilangan air
lebih banyak (Notohadiprawiro, 1992).
Pengaruh air irigasi pada tanah yang dialirinya dapat bersifat netral,
implementer, memperkaya ataupun memiskinkan. Air irigasi bersifat netral yaitu
didapatkan pada tanah-tanah yang menerima pengairan dari air yang berasal dan
memlalui daerah aliran yang memiliki jenis tanah yang sama dengan tanah yang
dialiri. Sifat suplementer dijumpai pada tanah yang telah kehilangan unsur-unsur
hara akibat pencucian dan mendapatkan unsur-unsur hara lain dari air irigasi. Air
irigasi bersifat memperkaya tanah apabila kandungan unsur hara akibat dari
pengairan lebih besar jumlahnya daripada unsure hara yang hilang karena paen,
drainase atau pengairan. Pencucian unsur hara dari permukaan kompleks
adsorpsi dan larutan tanah oleh air irigasi bersifat memiskinkan tanah ( Suyana,
1999).
(46 | I r i g a s I, n.d.)

2.2 Definisi Daerah Irigasi


a. Daerah studi.
Daerah studi adalah daerah proyek ditambah dengan seluruh daerah aliran
sungai (DAS).

6
Gambar 2.2 Daerah Aliran Sungai

b. Daerah proyek
Daerah proyek adalah daerah dimana pelaksanaan pekerjaan dipertimbangkan
atau diusulkan.

c. Daerah irigasi total.


Daerah proyek dikurangi dengan perkampungan dan tanah-tanah yang
didirikan untuk bangunan daerah yang tidak dialiri.

d. Daerah irigasi netto


Daerah yang bisa diairi di kurangi dengan saluran-saluran irigasi dan
pembuang, jalan inspeksi, jalan setapak, tanggul dan sawah.

e. Daerah potensial.
Daerah yang mempunyai kemungkinan baik untuk dikembangkan.

f. Daerah fungsional.
Daerah potensial yang telah memilki jaringan irigasi yang telah
dikembangkan.

7
2.3 Jaringan Irigasi
2.3.1 Pengertian Jaringan Irigasi
Air merupakan salah satu faktor penentu dalam proses produksi pertanian.
Oleh karena itu investasi irigasi menjadi sangat penting dan strategis dalam
rangka penyediaan air untuk pertanian. Dalam memenuhi kebutuhan air untuk
berbagai keperluan usaha tani, maka air harus diberikan dalam jumlah, waktu,
dan mutu yang tepat, jika tidak maka tanaman akan terganggu
pertumbuhannya yang pada gilirannya akan mempengaruhi produksi pertanian
(Direktorat Pengelolaan Air, 2010).
Irigasi adalah segala usaha manusia yang berhubungan dengan
perencanaan dan pembuatan sarana untuk menyalurkan serta membagi air ke
bidang-bidang tanah pertanian secara teratur, serta membuang air kelebihan
yang tidak diperlukan lagi.Sebagai suatu ilmu pengetahuan, irigasi tidak saja
membicarakan dan menjelaskan metode-metode dan usaha yang berhubungan
dengan pengambilan air dari bermacam-macam sumber, menampungnya
dalam suatu waduk atau menaikkan elevasi permukaannya, dengan
menyalurkan serta membagi-bagikannya ke bidang-bidang tanah yang akan
diolah, tapi juga mencakup masalah-masalah pengendalian banjir sungai dan
segala usaha yang berhubungan dengan pemeliharaan dan pengamanan sungai
untuk keperluan pertanian (Wirawan, 1991).
Analisis kebutuhan air irigasi merupakan salah satu tahap penting yang
diperlukan dalam perencanaan dan pengelolaan sistern irigasi.Kebutuhan air
tanaman didefinisikan sebagai jumlah air yang dibutuhkan oleh tanaman pada
suatu periode untuk dapat tumbuh dan produksi secara normal. Kebutuhan air
nyata untuk areal usaha pertanian meliputi evapotranspirasi (ET), sejumlah air
yang dibutuhkan untuk pengoperasian secara khusus seperti penyiapan lahan
dan penggantian air, serta kehilangan selama pemakaian (Sudjarwadi, 1990).
Kemampuan pengukuran debit aliran sangat diperlukan untuk merancang
sistem irigasi serta mengetahui potensi sumberdaya air di suatu wilayah DAS.
Debit aliran dapat dijadikan sebuah alat untuk memonitor dan mengevaluasi

8
neraca air suatu kawasan melalui pendekatan potensi sumber daya air
permukaan yang ada. Teknik pengukuran debit aliran langsung di lapangan
pada dasarnya dapat dilakukan melalui tiga kategori (Gordon et al, 1993):
1. Pengukuran volume air sungai.
2. Pengukuran debit dengan cara mengukur kecepatan aliran dan
menentukan luas penampang melintang sungai.
3. Pengukuran debit dengan menggunakan bahan kimia (pewarna) yang
dialirkan dalam aliran sungai (substance tracing method)

Saluran irigasi air tanah adalah bagian dari jaringan irigasi air tanah yang
dimulai setelah bangunan intake/pompa sampai lahan yang diairi (PP No. 20
tahun 2006). Saluran irigasi terbagi atas 3 jenis yaitu:
a. Saluran Primer
Saluran primer adalah saluran yang membawa air dari jaringan utama
ke saluran sekunder dan ke petak-petak tersier yang akan diairi. Petak
tersier adalah kumpulan petak-petak kuarter, tiap petak kuarter memiliki
memiliki luas kurang lebih 8ha s.d. 15ha. Sedangkan petak tersier
memiliki luas antara 50ha s.d. 150ha.
b. Saluran Sekunder
Saluran sekunder adalah saluran yang membawa air dari saluran
primer ke petak petak tersier yang dilayani oleh saluran sekunder tersebut.
c. Saluran Tersier
Saluran tersier adalah saluran yang membawa air dari bangunan sadap
tersier dari jaringan utama ke dalam petak tersier saluran kuarter. Saluran
kuarter membawa air dari boks bagi kuarter melalui bangunan sadap
tersier atau parit sawah ke petak-petak sawah (Herliyani, 2012).

9
Gambar 2.3 Saluran Irigasi

Lahan sawah dengan irigasi teknis yaitu jaringan irigasi dimana saluran
pemberi terpisah dari saluran pembuang agar penyediaan dan pembagian air
ke dalam lahan sawah tersebut dapat sepenuhnya diatur dan diukur dengan
mudah.Biasanya lahan sawah irigasi teknis mempunyai jaringan irigasi yang
terdiri dari saluran primer dan sekunder serta bangunannya dibangun dan
dipelihara oleh pemerintah. Ciri-ciri irigasi teknis: Air dapat diatur dan diukur
sampai dengan saluran tersier serta bangunan permanennya. Lahan sawah
yang memperoleh pengairan dari sistem irigasi, baik yang bangunan penyadap
dan jaringan jaringannya diatur dan dikuasai dinas pengairan PU maupun
dikelola sendiri oleh masyarakat. Kadar air tanah yang lebih rendah pada
tanah sawah yang diolah sempurna disebabkan oleh porositas tanah lebih
tinggi, sehingga kehilangan air lebih banyak (Notohadiprawiro, 1992).
Pengaruh air irigasi pada tanah yang dialirinya dapat bersifat netral,
implementer, memperkaya ataupun memiskinkan. Air irigasi bersifat netral
yaitu didapatkan pada tanah-tanah yang menerima pengairan dari air yang
berasal dan melalui daerah aliran yang memiliki jenis tanah yang sama dengan
tanah yang dialiri. Sifat suplementer dijumpai pada tanah yang telah

10
kehilangan unsur-unsur hara akibat pencucian dan mendapatkan unsur-unsur
hara lain dari air irigasi. Air irigasi bersifat memperkaya tanah apabila
kandungan unsur hara akibat dari pengairan lebih besar jumlahnya daripada
unsur hara yang hilang karena paen, drainase atau pengairan.Pencucian unsur
hara dari permukaan kompleks adsorpsi dan larutan tanah oleh air irigasi
bersifat memiskinkan tanah (Suyana, 1999).
Pemberian air irigasi dari hulu (upstream) sampai dengan hilir
(downstream) memerlukan sarana dan prasarana irigasi yang memadai. Sarana
dan prasarana tersebut dapat berupa: bendungan, saluran primer dan sekunder,
kotak bagi, bangunan-bangunan ukur, dan saluran tersier serta saluran tingkat
usaha tani (TUT). Terganggunya atau rusaknya salah satu bangunan-bangunan
irigasi akanmempengaruhi kinerja sistem yang ada, sehingga mengakibatkan
efisiensi dan efektifitas irigasi menjadi menurun. Apabila kondisi ini dibiarkan
terus dan tidak segera diatasi, maka akan berdampak terhadap penurunan
produksi pertanian yang diharapkan, dan berimplikasi negatif terhadap kondisi
pendapatan petani dan keadaan sosial, ekonomi disekitar lokasi (Direktorat
Pengelolaan Air, 2010).
Irigasi sebagai penggunaan air pada tanah untuk keperluan penyedian
cairan yang dibutuhkan untuk pertumbuhan tanam-tanaman. Penggunaan air
dalam hal ini meliputi:
1. Menambah air kedalam tanah untuk keperluan tanaman,
2. Menyediakan jaminan panen, mengurangi bahaya pembekuan,
3. Untuk mencuci atau mengurangi kadar garam dalam tanah,
4. Untuk mengurangi bahaya erosi tanah,
5. Untuk melunakkan pembajakan dari gumpalan tanah (Hansen, 1986).

2.3.2 Pengelolaan Irigasi


Pengelolaan irigasi sebagai usaha pendayagunaan air irigasi yang meliputi
operasi dan pemeliharaan, pengamanan, rehabilitasi, dan peningkatan

11
irigasi.Pengelolaan irigasi diselenggarakan dengan mengutamakan
kepentingan masyarakat petani dan dengan menempatkan perkumpulan petani
pemakai air sebagai pengambil keputusan dan pelaku utama dalam
pengelolaan irigasi yang menjadi tanggung jawabnya (Hansen, 1986).
Sektor sumber daya air dan irigasi menghadapi permasalahan investasi
jangka panjang dan pengelolaan / manajemen yang semakin komplek dan
menantang. Oleh karenanya tanpa penanganan yang efektif, hal-hal tersebut
akan menjadi kendala bagi pengembangan perekonomian dan tercapainya
ketahanan pangan nasional. Kerusakan jaringan irigasi di samping oleh faktor-
faktor umur bangunan dan bencana alam, juga disebabkan oleh minimnya
penyediaan dana operasi dan pemeliharaan jaringan irigasi. Selain itu bisa
juga dipengaruhi oleh kuantitas dan kontinuitas pembagian air irigasi, karena
saluran tidak terlewati air dapat terjadi kerusakan.Timbulnya kerusakan
jaringan irigasi juga disebabkan adanya faktor perilaku para pengelola irigasi
dan masyarakat pengguna air (Hansen, 1986).

Gambar 2.4 Pengelolaan Irigasi

12
Menurut (UU No. 7 tahun 2004 tentang sumber daya air dan PP nomor 20
tahun 2006) tentang irigasi menjelaskan tentang pembagian kewenangan
pengelolaan jaringan irigasi berdasarkan luasan areal persawahan yang
dilayani oleh jaringan irigasi tersebut, yaitu ; luas areal sampai dengan 1000
Ha merupakan kewenangan Pemerintah Kabupaten, luas areal 1000 – 3000 Ha
merupakan kewenangan Pemerintah Provinsi, luas areal diatas 3000 Ha
merupakan kewenangan Pemerintah Pusat. Undang-Undang nomor 32 tahun
2004 tentang Pemerintahan Daerah menyatakan bahwa pelaksanaan
desentralisasi diberikan keleluasaan kepada daerah untuk menyelenggarakan
otonomi daerah dengan prinsip pendekatan pelayanan kepada masyarakat
diberbagai bidang termasuk irigasi (Hansen, 1986).

2.3.3 Jenis Jenis Irigasi


Seperti yang telah dijelaskan diatas irigasi adalah suatu tindakan
memindahkan air dari sumbernya ke lahan-lahan pertanian, adapun
pemberiannya dapat dilakukan secara gravitasi atau dengan bantuan pompa
air.Pada prakteknya ada 4 jenis irigasi ditinjau dari cara pemberian airnya
(Hansen, 1986):
1. Irigasi gravitasi (Gravitational Irrigation)
Irigasi gravitasi adalah irigasi yang memanfaatkan gaya tarik gravitasi
untuk mengalirkan air dari sumber ke tempat yang membutuhkan, pada
umumnya irigasi ini banyak digunakan di Indonesia, dan dapat dibagi
menjadi: irigasi genangan liar, irigasi genangan dari saluran, irigasi alur
dan gelombang.

13
Gambar 2.5 Irigasi Sistem Gravitasi

2. Irigasi bawah tanah (Sub Surface Irrigation)


Irigasi bawah tanah adalah irigasi yang menyuplai air langsung ke
daerah perakaran tanaman yang membutuhkannya melalui aliran air
tanah.Dengan demikian tanaman yang diberi air lewat permukaan tetapi
dari bawah permukaan dengan mengatur muka air tanah.

Gambar 2.6 Irigasi Bawah Tanah

14
3. Irigasi siraman (Sprinkler Irrigation)
Irigasi siraman adalah irigasi yang dilakukan dengan cara meniru air
hujan dimana penyiramannya dilakukan dengan cara pengaliran air lewat
pipa dengan tekanan (4 –6 Atm) sehingga dapat membasahi areal yang
cukup luas. Pemberian air dengan cara ini dapat menghemat dalam segi
pengelolaan tanah karena dengan pengairan ini tidak diperlukan
permukaan tanah yang rata, juga dengan pengairan ini dapat mengurangi
kehilangan air disaluran karena air dikirim melalui saluran tertutup.

Gambar 2.7 Irigasi Siraman

4. Irigasi tetesan (Trickler Irrigation)


Irigasi tetesan adalah irigasi yang prinsipnya mirip dengan irigasi
siraman tetapi pipa tersiernya dibuat melalui jalur pohon dan tekanannya
lebih kecil karena hanya menetes saja. Keuntungan sistem ini yaitu tidak
ada aliran permukaan.

15
Gambar 2.8 Irigasi Tetesan

2.3.4 Klasifikasi Jaringan Irigasi


Berdasarkan cara pengaturan, pengukuran aliran air dan lengkapnya
fasilitas, jaringan irigasi dapat dibedakan kedalam tiga jenis yaitu (Dumairy,
1992):

1. Irigasi sederhana (Non Teknis)

16
Gambar 2.9 Irigasi Sederhana

2. Irigasi semi teknis

Gambar 2.10 Irigasi Semi Teknis

3. Irigasi teknis

17
Gambar 2.11 Irigasi Teknis

Dalam suatu jaringan irigasi yang dapat dibedakan adanya empat unsur
fungsional pokok yaitu:
1. Bangunan-bangunan utama (headworks) dimana air diambil dari
sumbernya, umumnya sungai atau waduk.
2. Jaringan pembawa berupa saluran yang mengalirkan air irigasi ke petak-
petak tersier.
3. Petak-petak tersier dengan sistem pembagian air dan sistem pembuangan
kolektif, air irigasi dibagi-bagi dan dialirkan ke sawah-sawah dan
kelebihan air ditampung di dalam suatu sistem pembuangan di dalam
petak tersier.
4. Sistem pembuangan yang ada di luar daerah irigasi untuk membuang
kelebihan air lebih ke sungai atau saluran-saluran alamiah.

(Teknik et al., 2019)

2.4 Sistem Irigasi


Ditinjau dari proses penyediaan, pemberian, pengelolaan dan pengaturan air,
sistem irigasi dapat dikelompokkan menjadi 4 adalah sebagai berikut :

18
2.4.1 Sistem Irigasi Permukaan (Surface Irigation System)
Irigasi permukaan merupakan metode pemberian air yang paling awal
dikembangkan. Irigasi permukaan merupakan irigasi yang terluas cakupannya
di seluruh dunia terutama di Asia. Sistem irigasi permukaan terjadi dengan
menyebarkan air ke permukaan tanah dan membiarkan air meresap (infiltrasi)
ke dalam tanah. Air dibawa dari sumber ke lahan melalui saluran terbuka baik
dengan atau lining maupun melalui pipa dengan head rendah. Investasi yang
diperlukan untuk mengembangkan irigasi permukan relatif lebih kecil
daripada irigasi curah maupun tetes kecuali bila diperlukan pembentukan
lahan, seperti untuk membuat teras.
Sistem irigasi permukaan (Surface irrigation), khususnya irigasi alur
(Furrow irrigation) banyak dipakai untuk tanaman palawija, karena
penggunaan air oleh tanaman lebih efektif. Sistem irigasi alur adalah
pemberian air di atas lahan melalui alur, alur kecil atau melalui selang atau
pipa kecil dan megalirkannya sepanjang alur daalam lahan.
Untuk menyusun suatu rancangan irigasi harus diadakan terlkebih dahulu
survei mengenai kondisi daerah yang bersangkutanserta penjelasannya,
penyelidikan jenis-jenis tanah pertanian, bagi bagian-bagian yang akan
diirigasi dan lain-lain untuk menentukan cara irigasi dan kebutuhan air
tanamannya.
Suatu daerah irigasi permukaan terdiri dari susunan tanah yang akan diairi
secara teratur dan terdiri dari susunan jaringan saluran air dan bangunan lain
untuk mengatur pembagian, pemberian, penyaluran, dan pembuangan
kelebihan air. Dari sumbernya, air disalurkan melalui saluran primer lalu
dibagi-bagikan ke saluran sekunder dan tersier dengan perantaraan bangunan
bagi dan atau sadap terser ke petak sawah dalam satuan petak tersier. Petak
tersier merupakan petak-petak pengairan/pengambilan dari saluran irigasi
yang terdiri dari gabungan petak sawah. Bentuk dan luas masingmasing petak
tersier tergantung pada topografi dan kondisi lahan akan tetapi diusahakan
tidak terlalu banyak berbeda. Apabila terlalu besar akan menyulitkan

19
pembagian air tetapi apabila terlalu kecil akan membutuhkan bangunan sadap.
Ukuran petak tersier diantaranya adalah, di tanah datar : 200-300 ha, di tanah
agak miring : 100-200 ha dan di tanah perbukitan : 50-100 ha.
Terdapat beberapa keuntungan menggunakan irigasi furrow.
Keuntungannya sesuai untuk semua kondisi lahan, besarnya air yang mengalir
dalam lahan akan meresap ke dalam tanah untuk dipergunakan oleh tanaman
secara efektif, efisien pemakaian air lebih besar dibandingkan dengan sistem
irigasi genangan (basin) dan irigasi galengan (border).
Untuk menyusun suatu rancangan irigasi terlebih dahulu dilakukan survey
mengenai kondisi daerah yang bersangkutan serta penjelasannya, penyelidikan
jenis-jenis tanaman pertaniannya, bagian-bagian yang diairi dan lain-lain
untuk menentukan cara irigasi dan kebutuhan air tanamannya.
Sistem irigasi permukaan dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu
peluapan dan penggenangan bebas (tanpa kendali) serta peluapan
penggenangan secara terkendali. Sistem irigasi permukaan yang paling
sederhana adalah peluapan bebas dan penggenangan. Dalam hal. ini air
diberikan pada areal irigasi dengan jalan peluapan untuk menggenangi kiri
atau kanan sungai yang mempunyai permukaan datar. Sebagai contoh adalah
sistem irigasi kuno di Mesir. Sistem ini mempunyai efisiensi yang rendah
karena penggunaan air tidak terkontrol. Gambar dibawah ini memberi ilustrasi
mengenai sistem irigasi dengan peluapandan penggenangan bebas.
Sistem irigasi permukaan lainnya adalah peluapan dan penggenangan
secara terkendali. Cara yang umum digunakan dalam hal ini adalah dengan
menggunakan bangunan penangkap, saluran pembagi saluran pemberi, dan
peluapan ke dalam petakpetak lahan beririgasi. Jenis bangunan penangkap
bermacam-macam, diantaranya adalah (1) bendung, (2) intake, dan (3) stasiun
pompa.

20
2.4.2 Sistem Iriasi Bawah Permukaan (Sub Surface Irigation System)
Sistem irigasi bawah permukaan dapat dilakukan dengan meresapkan air
ke dalam tanah di bawah zona perakaran melalui sistem saluran terbuka
ataupun dengan menggunakan pipa porus. Lengas tanah digerakkan oleh gaya
kapiler menuju zona perakaran dan selanjutnya dimanfaatkan oleh tanaman.

2.4.3 Sistem Irigasi Dengan Pancaran (Sprinkle Irrigation)


Irigasi curah atau siraman (sprinkle) menggunakan tekanan untuk
membentuk tetesan air yang mirip hujan ke permukaan lahan pertanian.
Disamping untuk memenuhi kebutuhan air tanaman. Sistem ini dapat pula
digunakan untuk mencegah pembekuan, mengurangi erosi angin, memberikan
pupuk dan lain-lain. Pada irigasi curah air dialirkan dari sumber melalui
jaringan pipa yang disebut mainline dan sub-mainlen dan ke beberapa lateral
yang masing-masing mempunyai beberapa mata pencurah (sprinkler).
Sistem irigasi curah dibagi menjadi dua yaitu set system (alat pencurah
memiliki posisi yang tepat),serta continius system (alat pencurah dapat
dipindah-pindahkan). Pada set system termasuk ; hand move, wheel line
lateral, perforated pipe, sprinkle untuk tanaman buah-buahan dan gun
sprinkle. Sprinkle jenis ini ada yang dipindahkan secara periodic dan ada yang
disebut fixed system atau tetap (main line lateral dan nozel tetap tidak
dipindah-pindahkan). Yang termasuk continius move system adalah center
pivot, linear moving lateral dan traveling sprinkle.
Ada tiga jenis penyiraman yang umum digunakan yaitu nozel tetap yang
dipasang pada pipa, pipa yang dilubangi (perforated sprinkle) dan penyiraman
berputar. Sesuai dengan kapasitas dan luas lahan yang diairi serta kondisi
topografi, tata letak system irigasi curah dapat digolongkan menjadi tiga yaitu:
a. Farm system, system dirancang untuk suatu luas lahan dan merupakan
satu-satunya fasilitas pemberian air irigasi

21
b. Field system, system dirancang untuk dipasang di beberapa laha pertanian
dan biasanya dipergunakan untuk pemberian air pendahuluan pada letak
persemaian,
c. Incomplete farm system, system dirancang untuk dapat diubah dari farm
system menjadi fiekd system atau sebaliknya.
Berapa kelebihan sistem irigasi curah dibanding desain konvensional atau
irigasi gravitasi antara lain :
a. Sesuai untuk daerah-daerah dengan keadaan topografi yang kurang teratur
dan profil tanah yang relative dangkal.
b. Tidak memerlukan jaringan saluran sehingga secara tidak langsung akan
menambah luas lahan produktif serta terhindar dari gulma air
c. Sesuai untuk lahan berlereng tampa menimbulkan masalah erosi yang
dapat mengurangi tingkat kesuburan tanah.

Sedangkan kelemahan sistem irigasi curah adalah:


a. Memerlukan biaya investasi dan operasional yang cukup tinggi, antara
lain untuk operasi pompa air dan tenaga pelaksana yang terampil.
b. Memerlukan rancangan dan tata letak yang cukup teliti untuk memperoleh
tingkat efisiensi yang tinggi.
Efisiensi irigasi curah dapat diukur berdasarkan keseragaman penyebaran
air dari sprinkle. Apabila penyebaran air tidak seragam maka dikatakan
efisiensi irigasi curah rendah. Parameter yang umum digunakan untuk
mengevaluasi keseragaman penyebaran air adalah coefficient of uniformity
(CU). Efisiensi irigasi curah yang tergolong tinggi adalah bila nilai CU lebih
besar dari 85%.
Berdasarkan penyusunan alat penyemprot, irigasi curah dapat dibedakan;
(1) system berputar (rotaring hed system) terdiri dari satu atau dua buah
nozzle miring yang berputar dengan sumbu vertical akibat adanya gerakan
memukul dari alat pemukul (hammer blade). Sprinkle ini umumnya
disambung dengan suatu pipa peninggi (riser) berdiameter 25 mm yang

22
disambungkan dengan pipa lateral, (2) system pipa berlubang (perforated pipe
system), terdiri dari pipa berlubang-lubang, biasa dirancang untuk tekanan
rendah antara 0,5-2,5 kg/cm2, hingga sumber tekanan cukup diperoleh dari
tangkai air yang ditempatkan pada ketinggian tertentu.
Umumnya komponen irigasi curah terdiri dari (a) pompa dengan tenaga
penggerak sebagai sumber tekanan, (b) pipa utama, (c) pipa lateral, (d) pipa
peninggi (riser) dan (e) kepala sprinkle (head sprinkle). Sumber tenaga
penggerak pompa dapat berupa motor listrik atau motor bakar. Pipa utama
adalah pipa yang mengalirkan air ke pipa lateral. Pipa lateral adalah pipa yang
mengalirkan air dari pipa utama ke sprinkle. Kepala sprinkle adalah
alat/bagian sprinkle yang menyemprotkan air ke tanah.

2.4.4 Sistem Irigasi Tetes (Drip Irrigation)


Irigasi tetes adalah suatu sistem pemberian air melalui pipa/ selang
berlubang dengan menggunakan tekanan tertentu, dimana air yang keluar
berupa tetesan-tetesan langsung pada daerah perakaran tanaman. Tujuan dari
irigasi tetes adalah untuk memenuhi kebutuhan air tanaman tanpa harus
membasahi keseluruhan lahan, sehingga mereduksi kehilangan air akibat
penguapan yang berlebihan, pewmakaian air lebih efisien, mengurangi
limpasan, serta menekan/mengurangi pertumbuhan gulma. Ciri- ciri irigasi
tetes adalah debit air kecil selama periode waktu tertentu, interval
(selang)yang sering, atau frekuensi pemberian air yang tinggi , air diberikan
pada daerah perakaran tanaman, aliran air bertekanan dan efisiensi serta
keseragaman pemberian air lebih baik (Sudjarwadi, 1990).
Unsur-unsur utama pada irigasi tetes yang perlu diperhatikan sebelum
mengoperasikan peralatan irigasi tetes adalah :
a. Sumber air, dapat berupa sumber air permanen (sungai, danu, dan lain-
lain), atau sumber air buatan (sumur, embung dan lain-lain)

23
b. Sumber daya, sumber tenaga yang digunakan untuk mengalirkan air dapat
dari gaya gravitasi (bila sumber air lebih tinggi daripada lahan
pertanaman), dan untuk sumber air yang sejajar atau lebih rendah dari
pada lahan pertanaman maka diperlukan bantuan pompa. Untuk lahan
yang mempunyai sumber air yang dalam, maka diperlukan pompa
penghisap pompa air sumur dalam.
c. Saringan, untuk mencegah terjadinya penyumbatan meke diperlukan
beberapa alat penyaring, yaitu saringan utama (primary filter) yang
dipasang dekat sumber air, saringan kedua (secondary filter) diletakkan
antara saringan utama dengan jaringan pipa utama.
Dewasa ini keberhasilan tumbuh tanaman cendana di lahan kritis
savana kering NTT dirasakan masih rendah (kurang dari 20%). Hal ini
disebabkan pada awal penanaman di lapangan cendana belum beradaptasi
dengan baik karena masalah kondisi tanahnya marginal dan kekurangan air.
Masalah kekurangan air akibat curah hujan yang rendah,waktunya pendek dan
turunnya tidak teratur adalah salah satu masalah krusial yang dihadapi setiap
tahun. Untuk menangani masalah ini maka teknik pengairan secara
konvensional dengan irigasi tetes perlu diterapkan agar tanaman cepat
beradaptasi dengan lingkungan sehingga pertumbuhannya meningkat.
Pemanfaatan irigasi tetes dengan menggunakan wadah yang murah dan
mudah didapat di lokasi penanaman seperti bambu, botol air mineral dan pot
tanah serta pemanfaatan air embung,mata air,sungai dan pemanenan air hujan
perlu mendapatkan pertimbangan.
Irigasi tetes adalah teknik penambahan kekurangan air pada tanah
yang dilakukan secara terbatas dengan menggunakan tube (wadah) sebagai
alat penampung air yang disertai lubang tetes di bawahnya. Air akan keluar
secara perlahan -lahan dalam bentuk tetesan ke tanah yang secara terbatas
membasahi tanah. Lubang tetes air dapat diatur sedemikian rupa sehingga air
cukup hanya membasahi tanah di sekitar perakaran
Kegunaan dari irigasi tetes adalah :

24
a. Untuk menghemat penggunaan air tanaman.
b. Mengurangi kehilangan air yang begitu cepat akibat penguapan dan
infiltrasi.
c. Membantu memenuhi kebutuhan air tanaman pada awal penanaman
sehingga juga akan meningkatkan pemanfaatan unsur hara tanah oleh
tanaman.
d. Mengurangi stresing atau mempercepat adaptabilitas bibit sehingga
meningkatkan keberhasilan tumbuh tanaman.
e. Melakukan pemanenan air hujan lewat wadah irigasi tetes secara terbatas
sehingga dapat digunakan tanaman.
Sistem irigasi tetes memang konsep pemanfaatan air tanaman yang belum
populer Namun, sistem ini telah membumi di belahan bumi lain. Orang asing
telah menginsyafi seberapa banyak porsi air minum yang bisa mengobati
dahaga yang dirasakan tanaman. Tanaman diberi “minum” secukupnya. “Jika
kelebihan air, nutrisi yang mesti diserap tanaman bisa hanyut. Andai
kebanyakan air pun batang tanaman bisa membusuk. Jadi, jangan menyiram
tanaman sampai tampak seperti kebanjiran,” Konsep taman kota maupun
taman keluarga dianjurkan memakai sistem ini. Tanaman cukup ditetesi air
sesuai porsi yang diperlukannya. Cara ini bukan hanya membantu tanaman tak
sampai kelebihan mengonsumsi air.
Sistem yang digunakan adalah dengan memakai pipa-pipa dan pada
tempat-tempat tertentu diberi lubang untuk jalan keluarnya air menetes ke
tanah. Perbedaan dengan sistem pancaran adalah besarnya tekanan pada pipa
yang tidak begitu besar.

2.4.5 Sumber Air Irigasi


Sumber air dalam irigasi dapat digolongkan dalam 3 (tiga) golongan, yaitu :

25
1. Mata Air, yaitu air yang terdapat di dalam tanah, seperti sumur, air artesis,
dan air tanah. Air tersebut banyak mengandung zat terlarut sehingga
mineral bahan makan tanaman sangat kurang dan pada umumnya konstan.

Gambar 2.13 Sumber Mata Air

2. Air Sungai, yaitu air yang terdapat di atas permukaan tanah. Air tersebut
banyak mengandung lumpur yang mengandung mineral sebagai bahan
makan makanan, sehingga sangat baik untuk pemupukan dan juga
suhunya lebih rendah daripada suhu atmosfer. Air sungai ini berasal dari
dua macam sungai, yaitu sungai kecil yang debit airnya berubah-ubah dan
sungai besar

26
Gambar 2.14 Air Sungai

3. Air Waduk, yaitu air yang terdapat di permukaan tanah, seperti pada
sungai. Tetapi air waduk sedikit mengandung lumpur, sedangkan zat
terlarutnya sama banyaknya dengan air sungai. Air waduk di sini dapat
dibedakan menjadi dua macam, yaitu waduk alami dan waduk buatan
manusia. Air waduk juga dibedakan menjadi dua macam menurut
keuntungan yang diperoleh, yaitu waduk multi purpose atau waduk
dengan keuntungan yang diperoleh lebih dari satu. Misalnya air waduk
selain untuk pertanian juga untuk perikanan, penanggulangan banjir,
pembangkit listrik dan pariwisata. Tetapi ada juga waduk yang hanya
digunakan untuk pertanian saja.

Gambar 2.15 Air Waduk

2.5 Saluran Irigasi


2.5.1 Pengertian Saluran Irigasi
Saluran irigasi atau jaringan irigasi adalah saluran, bangunan, dan
bangunan pelengkap yang merupakan satu kesatuan yang diperlukan untuk

27
penyediaan, pembagian, pemberian, penggunaan, dan pembuangan air irigasi.
Menurut pengelolaannya saluran irigasi dibagi menjadi 3 bagian, yaitu :
a. Jaringan Irigasi Utama/Primer Gambar
Saluran irigasi primer adalah bagian dari jaringan irigasi yang terdiri dari
bangunan utama, saluran induk/primer, saluran pembuangannya,
bangunan bagi, bangunan bagi-sadap dan bangunan pelengkapnya.
Saluran irigasi primer merupakan saluran irigasi utama yang membawa air
masuk kedalam saluran sekunder. Air yang sudah masuk kedalam irigasi
sekunder akan diteruskan ke saluran irigasi tersier. Bangunan saluran
irigasi primer umumnya bersifat permanen yang sudah dibangun oleh
pemerintah melalui Dinas Pekerjaan Umum atau daerah setempat
(Wirawan, 1991). Saluran irigasi primer meliputi bangunan bendung,
saluran-saluran primer dan sekunder termasuk bangunan bangunan utama
dan pelengkap saluran pembawa dan saluran pembuang. Bangunan ini
merupakan bangunan yang mutlak diperlukan bagi eksploit, meliputi
bangunan pembendung, bangunan pembagi dan bangunan pengukur.
Bangunan bendung berfungsi agar permukaan air sungai dapat naik
dengan demikian memungkinkan untuk disalurkan melalui pintu
pemasukan ke saluran pembawa. Bangunan pembagi berfungsi agar air
pengairan dapat di distribusikan di sepanjang saluran pembawa (saluran
primer) ke lahan-lahan pertanaman melalui saluran sekunder dan saluran
tersier. Terdiri pula bangunan ukur yang berfungsi mengukur debit air
yang masuk ke saluran. Dengan demikian distribusi air pengairan ke
lahan-lahan pertanaman melalui saluran sekunder dan saluran tersier dapat
terkontrol dengan baik, sesuai dengan pola pendistribusian air pengairan
yang telah dirancang (Wirawan, 1991).

b. Jaringan Irigasi Sekunder


Saluran irigasi sekunder adalah bagian dari jaringan irigasi yang terdiri
dari saluran sekunder, saluran pembuangannya, bangunan bagi, bangunan

28
bagi-sadap, bangunan sadap, dan bangunan pelengkapnya. Saluran yang
membawa air dari saluran primer ke petak-petak tersier yang dilayani oleh
saluran sekunder tersebut. Batas ujung saluran ini adalah pada bangunan
sadap terakhir. Fungsi dari saluran irigasi sekunder ini adalah membawa
air yang berasal dari saluran irigasi primer dan diteruskan ke saluran
irigasi tersier yang terdiri dari saluran tersier, saluran kuarter dan saluran
pembuang, boks tersier, boks kuarter, serta bangunan pelengkapnya
(Wirawan, 1991).

c. Jaringan Irigasi Tersier


Saluran irigasi tersier merupakan saluran air pengairan di petak tersier,
mulai air luar dari bangunan ukur tersier, terdiri dari beberapa petak
kuarter dan tersier termasuk bangunan pembagi tersier dan kuarter, serta
bangunan pelengkap lainnya yang terdapat di petak. Beberapa petak
kuarter, masing-masing seluas kurang lebih 8 sampai dengan 15 hektar.
Petak tersier. yang sebaiknya berbatasan langsung dengan saluran
sekunder atau saluran primer. Sedapat mungkin dihindari petak tersier
yang terletak tidak secara langsung di sepanjang jaringan saluran irigasi
utama, karena akan memerlukan saluran muka tersier yang mebatasi
petak-petak tersier lainnya (Wirawan, 1991).

2.5.2 Saluran Irigasi


a. Saluran Pembawa
Saluran pembawa merupakan prasarana jaringan irigasi untuk
mengalirkan air irigasi. Terdiri dari saluran induk dan saluran sekunder.
Dalam perencanaan saluran pembawa, beberapa kriteria yang digunakan
yaitu:
 Saluran induk umumnya terletak pada garis tinggi, sedangkan saluran
sekunder berupa saluran garis punggung.

29
 Untuk saluran yang merupakan saluran punggung agar diusahakan untuk
dapat mengikuti medan lapanganan dengan memperhatikan batas
kecepatan yang diijinkan.
 Agar efisien, dimensi daluran pembawa ditentukan berdasarkan kapasitas
penampang saluran yang ideal sesuai dengan kebutuhan areal yang diairi.

Gambar 2.16 Saluran Pembawa

Adapun hal-hal yang perlu dipertimbangkan dalam perencanaan saluran


pembawa meliputi :
1) Bentuk Penampang
Bentuk penampang saluran yang umum dapat dipilih adalah penampang
persegi empat, bulat, setengah lingkaran, trapesium dan penampang lain

30
sesuai kebutuhan. Pertimbangan umum pemilihan bentuk penampang
meliputi segi teknik dan ekonomis baik dalam pelaksanaan konstruksi
maupun operasinya. Agar efisiensi saluran relatif tinggi, saluran
berpenampang trapesium dengan pasangan batu kali adalah bentuk saluran
yang paling optimal untuk mengalirkan air irigasi di DI Tolinggula dan DI
Didingga.

2) Kriteri Hidrolis
Dua faktor yang harus diperhatikan dalam perencanaan saluran yaitu
perbandingan kedalaman air dalam lebar dasar saluran dan kemiringan
memanjang.
Beberapa kriteria hidrolis untuk perencanaan saluran dengan diantaranya:
 Sedimentasi : kecepatan minimum yang disarankan adalah kecepatan
terendah yang tidak akan menyebabkan pengendapan partikel dengan
diameter yang diijinkan (0,006 – 0,070 mm). Untuk perencanaan
saluran irigasi yang mengangkut sedimen, aturan perencanaan yuang
terbaik adalah menjaga kapasitas angkutan sedimen persatuan debit
masing-masing ruas saluran disebelah hilir setidak-tidaknya konstan.
 Erosi : kecepatan maksimum yang diijinkan adalah kecepatan aliran
(rata-rata) maksimum yang tidak akan menimbulkan erosi di
permukaan saluran baik di dasar maupung di lereng saluran.
 Kemiringan memanjang : Keadaan topografi merupakan faktor utama
dalam menentukan kemiringan memanjang saluran dan akan
sebanyak mungkin mengikuti garis muka tanah pada trase yang
dipilih. Usaha pencegahan terjadinya sedimentasi memerlukan
kemiringan memanjang yang minimum, sedangkan untuk menjaga
terjadinya erosi kecepatan maksimum aliran harus dibatasi.
 Tinggi jagaan : tinggi jagaan berfungsi untuk menaikkan muka air di
atas tinggi muka air maksimum dan mencegah kerusakan tanggul
saluran. Meningginya muka air sampai di atas tinggi yang telah

31
direncanakan bisa disebabkan oleh penutupan pintu secara tiba-tiba
disebelah hilir, variasi ini akan bertambah dengan mebesarnya debit.
Meningginya muka air dapat pula diakibatkan oleh pengaliran air
buangan ke dalam saluran. Tinggi jagaan minimum pada saluran
untuk saluran primer dan sekunder didasarkan pada besarnya debit
pada masing-masing saluran seperti tercantum dalam Tabel 2.1 di
bawah ini.

Tabel 2.1 Tinggi Jagaan Minimum untuk Saluran


Debit Jagaan
(m3/det) (m)

< 0,50 0,40

0,50 – 1,50 0,50

1,50 – 5,00 0,60

5,00 – 10,00 0,75

10,00 – 15,00 0,85

> 15,00 1,00

 Lebar tanggul : untuk keperluan eksploitasi, pemeliharaan dan


inspeksi, maka diperlukan tanggul sepanjang saluran dengan lebar
minimum seperti yang tercantum dalam Tabel 2.2.

Tabel 2.2 Lebar Minimum Tanggul


Lebar Tanggul (m)
No. Debit (m3/det) Tanpa
Dengan jalan
jalan
1 Q < 1,00 1,00 3,00
2 1,00 < Q < 5,00 1,50 5,00

32
3 5,00 < Q < 10,00 2,00 5,00
4 10,00 < Q < 15,00 3,50 5,00
5 Q > 15,00 3,50 5,00

Jalan inspeksi terletak ditepi saluran petak yang diairi agar bangunan
sadap dapat dicapai secara langsung dan usaha penyadapan liar makin sulit
dilakukan. Lebar jalan inspeksi dengan perkerasan adalah 5,00 m atau lebih
dengan lebar perkerasan minimum 3,00 m.

b. Saluran Pembuang
Saluran pembuang ini berfungsi membuang kelebihan air di lokasi sawah
akibat tingginya curah hujan yang dapat menyebabkan genangan pada sawah
dan meyebabkan kerusakan tanaman. Aliran buangan ditampung di saluran
terbuka yang mengalir secara paralel di sebelah atas saluran irigasi (saluran
gendong). Saluran-saluran ini membawa air buangan ke bangunan pembuang
silang atau jika debit relatif kecil dibandingkan dengan aliran air irigasi,
dimasukkan ke dalam saluran irigasi melalui lubang pemasukan.

33
Gambar 2.17 Saluran Pembuang

Air irigasi yang tidak dipakai lagi akan dibuang ke tempat pembuangan
melalui saluran pembuang. Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam
perencanaan saluran pembuang adalah:

a. Dibuat pada tempat yang terendah, sehingga pembuangan dapat berjalan


dengan lancar.

b. Saluran pembuang dapat dibuat secara sejajar atau tegak lurus dengan
garis tinggi yang terletak di lembah. Saluran pembuang hendaknya
berdekatan dengan pembuang alam (sungai).

Tahapan-tahapan untuk perencanaan saluran pembuang sama dengan


dipakai dalam perencanaan saluran pembawa. Tetapi untuk menentukan
dimensi saluran pembuang debit rencana yang dipakai adalah debit pembuang
atau modulus pembuang/drainase. Jumlah kelebihan air permukaanyang harus
dikeringkan per petak disebut modulus drainase atau modulus pembuang.
Besarnya modulus ini tergantung pada:
a. curah hujan selama periode tertentu,
b. pemberian air irigasi pada waktu itu,
c. kebutuhan air tanaman,
d. perkolasi tanah,
e. tampungan di sawah selama atau pada akhir periode yang bersangkutan,
f. luas daerah,
g. sumber kelebihan air yang lain
(Pengantar, 2016)

2.5.3 Bangunan Utama


Bangunan utama sebagai jumlah bangunan yang direncanakan dan
dibangun di sepanjang sungai atau aliran air. Bangunan utama dapat berupa :
 Bendung atau bendung gerak.
 Pengambilan bebas.

34
 Pengambilan dari waduk.
 Stasiun pompa.

Gambar 2.18 Bendung

Gambar 2.19 Bangunan Pengambilan Bebas

35
Gambar 2.20 Pengambilan dari waduk

Gambar 2.21 Stasiun Pompa

2.5.4 Bangunan Bagi/ Sadap


Bangunan bagi/sadap yang berfungsi sebagai bangunan
pembagi/penyadapan air dilengkapi dengan pintu pengatur dan bangunan

36
pengukur debit. Agar pengelolaan air efektif, debit harus diatur dan diukur
pada hulu saluran.
 Bangunan bagi. Terletak disaluran primer dan sekunder pada suatu titik
cabang dan berfungsi untuk membagi aliran antara dua saluran atau lebih.
 Bangunan sadap tersier. Berfungsi mengalirkan air dari saluran primer
atau sekunder kesaluran tersier primer.
 Box tersier. Berfungsi membagi aliran untuk dua saluran tersier atau
kuarter atau lebih.

Gambar 2.22 Bangunan Bagi/ Sadap


Secara spesifik, pertimbangan pemilihan pembangunan bangunan ukur
didasarkan pada faktor-faktor:
 Kecocokan bangunan untuk keperluan pengukuran debit
 Ketelitian pengukuran di lapangan
 Konstruksi yang kokoh sederhana dan ekonomis
 Eksploitasi dan pemeliharaan yang sederhana dan murah
 Cocok dengan kondisi setempat dan mudah dioperasikan oleh petani

37
2.5.5 Bangunan Pengukur atau Pengatur
Berfungsi mengukur aliran dibagian hulu saluran primer, dicabang saluran
jaringan primer dan pada bangunan sadap sekunder atau tersier. Alat – alat
yang dapat digunakan adalah :

Gambar 2.23 Bagunan Ukur

 Ambang lebar
- Alat ukur parshal
- Alat ukur Cipoletti
- Alat ukur Romijn
- Alat ukur Crump de gruyter
- Bangunan sadap pipa sederhana
- Constan Head Orifice (CHO)

 Pemakaian alat ukur


- Di bagian hulu saluran primer
- Di bagian bagi/sadap sekunder
- Di bangunan sadap sekunder

38
BAB III

PERENCANAAN SALURAN

3.1 Umum
Air yang Air yang dibutuhkan padi didalam jaringan irigasi teknis
disuplesi dari saluran pembawa, dimana saluran pembawa ini terdiri dari
saluran utama (saluran induk dan saluran sekunder), dan saluran tersier.
Didalam perencanaan saluran, kondisi tanah yang ada disekitarnya akan
mempengaruhi bentuk dan dimensi saluran. Pada tanah yang porous dan
mudah longsor, saluran direncanakan terbuat dari pasangan (beton/batu kali).

Letak saluran pembawa bisa berada pada garis tinggi maupun punggung
dari kontur situasi. Pada umumnya saluran induk berupa saluran garis tinggi,
sedangkan saluran sekunder berupa saluran garis punggung.
Pada daerah irigasi yang bersifat teknis, pemeliharaan terhadap saluran
pembawa harus benar-benar diperhatikan, terutama saluran garis tinggi yang
mempunyai kemiringan kecil (landai), karena adanya endapan akan
mengurangi kemampuan saluran tersebut untuk membawa debit air yang
dibutuhkan. Disamping itu saluran pembuang harus direncanakan dengan baik
sehingga air lebih yang datang dari petak-petak sawah dapat dibuang dengan
mudah. Apabila kapasitas pembuang tidak memadai, maka akan terjadi
genangan air pada sawah yang mempunyai elevasi terendah yang akan
mengakibatkan tanaman menjadi rusak dan mati.

3.2 Saluran Pasangan


Saluran pasangan (lining) dimaksudkan untuk :
 Mencegah kehilangan air akibat rembesan
 Mencegah gerusan dan erosi
 Mencegah merajalelanya tumbuhan air
 Mengurangi biaya pemeliharaan
 Memberi kelonggaran untuk lengkung yang lebih besar
 Tanah yang dibebaskan lebih kecil

39
3.3 Debit Rencana Saluran
Besarnya debit rencana pada saluran irigasi dihitung dengan menggunakan
rumus pendekatan sebagai berikut :

c . NFR . A
Q=
e

dimana :
Q = debit rencana (l/det)
NFR = kebutuhan air di sawah (l/det/ha)
A = luas areal yang diairi (ha)
C = koefisien pengurangan karena adanya sistem golongan
e = efisiensi irigasi di saluran pembawa

(Perencanaan, 2013)

3.4 Efisiensi Irigasi


Besarnya kehilangan air di jaringan irigasi dipengaruhi oleh faktor-faktor
sebagai berikut :

 Kegiatan eksploitasi
 Adanya evaporasi dan rembesan di sepanjang saluran pembawa
(perhitungan untuk rembesan hanya dilakukan apabila kelulusan tanah
cukup tinggi)

Mengingat besarnya kehilangan air di saluran pembawa sulit dideteksi


maka untuk tujuan perencanaan besar efisiensi saluran irigasi ditetapkan
sebagai berikut :

 Saluran Primer : 90%


 Saluran Sekunder : 90%
 Saluran Tersier : 80%
Untuk aliran yang stabil, bilangan Froude harus kurang dari 0.55
untuk aliran subkritis atau lebih dari 1.4 untuk aliran superkritis. Saluran
dengan bilangan Froude antara 0.55 dan 1.4 dapat memiliki aliran dengan
gelombang tegak (muka air bergelombang dan dapat merusak talud).

40
3.5 Rumus Aliran
Dimensi saluran dihitung dengan rumus Strikler :

Q = V.A
V = K . R2/3 . I1/2
R = A/P
A = h(b + mh)

P = b + 2h
m 2  1
dimana :
V = Kecepatan aliran (m/det) b = Lebar dasar saluran (m)
R = Jari-jari hidrolis (m) h = Tinggi air (m)
Luas basah penampang Kemiringan talud
A = m =
melintang (m2) (1 vertikal : m horizontal)
P = Perimeter basah (m) W = Tinggi jagaan (m)
l = Kemiringan saluran

3.6 Kecepatan Aliran Rencana


Kecepatan maksimum yang diijinkan adalah kecepatan aliran maksimum yang
tidak akan menyebabkan erosi di permukaan saluran. Kecepatan maksimum
untuk aliran subkritis yang dianjurkan pemakaiannya adalah sebagai berikut :

 Pasangan batu : 2 m/det


 Pasangan beton : 3 m/det
 Pasangan tanah : kecepatan maksimum yang diijinkan

3.7 Kemiringan Saluran


Untuk saluran pasangan talut saluran direncana securam mungkin. Untuk
saluran dengan h<0.40 meter kemiringan talut dibuat vertikal. Saluran-saluran
besar mungkin juga mempunyai kemiringan talut yang tegak.

41
Untuk saluran yang lebih besar, kemiringan samping minimum 1:1 untuk h
sampai dengan 0.75 meter. Untuk saluran yang lebih besar harga-harga
kemiringan talut pada tabel berikut dianjurkan pemakaiannya.

Tabel : 4.1 Harga-harga kemiringan talud untuk saluran pasangan


Jenis Tanah h < 0.75 m 0.75 m<h<1.5 m
 Lempung pasiran, tanah pasiran kohesif 1 1
 Tanah pasiran lepas 1 1.25
 Geluh pasiran, lempung berpori 1 1.5
 Tanah gambut lunak 1.25 1.5

3.8 Perbandingan Lebar Dasar Terhadap Kedalaman Saluran


Idealnya saluran-saluran baru didesain dengan bentuk sedemikian rupa
sehingga sesuai dengan debit yang direncanakan. Saluran-saluran kecil
biasanya direncana dengan perbandingan lebar dasar (B) = kedalaman aliran

rencana (h), dalam hal ini lebar dasar : kedalaman aliran adalah B/h = n = 1.

Saluran-saluran dengan debit besar biasanya direncana lebar dan dangkal


dengan n bisa sampai 10.

3.9 Kemiringan Memanjang Saluran


Kemiringan muka air rencana sedapat mungkin sama dengan kemiringan
saluran yang ada. Kemiringan memanjang saluran mempunyai harga
maksimum dan minimum. Bentuk dan kemiringan rencana saluran harus
dipilih sehingga hasil kecepatan yang didapat tidak melampaui kecepatan ijin
maksimum dan tidak kurang dari kemiringan minimum untuk mencegah erosi
dan sedimentasi.

3.10 Koefisien Kekasaran Strickler


Besar koefisien kekasaran Strickler pada saluran besarnya ditentukan oleh
faktor-faktor sebagai berikut :

 Kekasaran permukaan saluran

42
 Ketidakteraturan permukaan saluran
 Vegetasi
Pengaruh faktor-faktor tersebut diatas terhadap koefisien kekasaran saluran
besarnya bervariasi tergantung dimensi saluran yang ada.

Koefisien kekasaran Strickler k (m1/3/det) yang dianjurkan pemakaiannya


adalah sebagai berikut :

 Pasangan batu = 60
 Pasangan beton = 70
 Pasangan Tanah = 35 – 45

3.11 Lengkung Saluran


Jari-jari minimum lengkung untuk saluran pasangan diambil tiga kali lebar
permukaan air. Jika dibutuhkan tikungan yang lebih tajam, maka mungkin

diperlukan kincir pengarah (guide vane) agar sebaran aliran di ujung tikungan itu
lebih merata. Kehilangan tinggi energi tambahan juga harus diperhitungkan.

3.12 Tinggi Jagaan


Tinggi jagaan pada saluran dimaksudkan untuk mencegah terjadinya kerusakan
tanggul saluran yang disebabkan oleh naiknya muka air saluran yang melebihi
kapasitas saluran.

Untuk menentukan tinggi jagaan minimum yang dianjurkan untuk saluran irigasi
(primer/sekunder) dikaitkan dengan besarnya debit rencana saluran disajikan
pada tabel berikut.

Tabel : 4.2 Tinggi Jagaan Minimum yang Dianjurkan pada Saluran Irigasi
Tinggi jagaan (m)
No. Debit (m3/det)
Tanah (m) Pasangan (m)
1 <0.5 0.40 0.20
2 0.5 – 1.5 0.50 0.20
3 1.5 – 5 0.60 0.25
4 5.0 – 10 0.75 0.30
5 10 – 15 0.85 0.40
6 > 15 1.00 0.50

43
3.13 Tinggi Muka Air Yang Diperlukan
Tinggi muka air yang dibutuhkan di saluran induk dan sekunder harus
didasarkan pada level sawah yang ada, dengan memperhatikan tinggi genangan,
kehilangan tinggi energi di saluran dan kehilangan tinggi energi di bangunan
bagi dan sadap.

3.14 Lebar Tanggul


Tanggul merupakan salah satu bagian yang tidak bisa dipisahkan dari jaringan
irigasi, hal ini mengingat fungsinya yang sangat penting sebagai prasarana untuk
tujuan-tujuan eksploitasi maupun pemeliharaan saluran dan bangunan yang ada
di jaringan irigasi. Untuk pertimbangan stabilitas, lebar tanggul harus dibuat
sedemikian rupa sehingga aman dari bahaya tekanan air yang berasal dari
saluran maupun beban hidup yang ada di atasnya.

Tabel : 4.3 Lebar Tanggul yang Disarankan pada Saluran Irigasi


Lebar Tanggul (b)
No Debit
Tanpa Jalan Inspeksi Dengan Jalan Inspeksi
. (m3/det)
(m) (m)
1 Q  1.00 1.00 3.00
2 1<Q<5 1.50 5.00
3 5 < Q < 10 2.00 5.00
4 10 < Q < 15 3.50 5.00
5 Q > 15 3.50 5.00

3.15 Desain Hidrolik Untuk Saluran Baru

Desain Hidrolik untuk saluran-saluran baru mengikuti tahapan-tahapan sebagai


berikut:

1. Adanya data pengukuran rencana trase as saluran.

2. Menentukan kemiringan memanjang dan lebar dasar saluran dari (1).

3. Menghitung elevasi operasi muka air yang dibutuhkan pada bangunan


pengatur di tiap-tiap akhir ruas saluran dalam desain.

44
4. Menghitung debit rencana.

5. Menentukan apakah saluran perlu pasangan atau tidak dan tipe pasangan apa
yang baik.

6. Menentukan koefisien kekasaran Strikler.

7. Menentukan kecepatan maksimum yang diijinkan.

8. Menentukan kemiringan saluran bagian dalam.

9. Menentukan perbandingan ideal lebar dasar/kedalaman (B/h=n).

10. Menentukan lebar dasar rencana yang akan dicoba (B).

11. Menghitung A.R2/3 dari persamaan Manning dengan menggunakan debit

12. rencana (Qp) dan kemiringan dasar saluran rencana (i).

13. Menghitung dengan cara coba-coba untuk mendapatkan kedalaman aliran


(h) dengan menggunakan harga yang dipilih dari m dan B.

14. Menghitung kecepatan aliran yang terjadi (V).

15. Cek apakah V < Vmaks

16. Jika V terlalu besar dipilih kemiringan dasar rencana (i) yang lebih kecil
dan ulangi langkah 11 – 13.

17. Periksa B/h dari desain terhadap (9).

18. Plot profil dasar saluran dan permukaan air pada potongan memanjang
saluran, di mulai dari muka air yang dibutuhkan di bangunan pengatur hilir
dari (3).

19. Bila diperlukan sesuaikan B, h dan I untuk penyelesaian bentuk desain.

20. Memilih tinggi jagaan saluran yang dibutuhkan.

21. Menghitung tinggi jagaan rencana dan plot pada potongan memanjang.

22. Memasukkan data desain pada profil memanjang

45
3.16 Saluran Miring

Kalau pembuatan terjunan terlalu mahal, dapat dibuatkan saluran miring yang
slopenya mengikuti miringnya tanah. Mulai dari awal saluran miring air sudah
mendapat tambahan kecepatan karena turunya muka air. Semakin kebawah
kecepatan air semakin besar sampai mencapai titik maksimum.

Karena kecepatan maksimum itu lebih besar dari pada kecepatan normal dalam
saluran, dan supaya perubahan kecepatan air berjalan teratur tidak secara
mendadak, maka harus dibuatkan bagian peralihan.

Sebagai batasan kecepatan adalah 5 – 10 m/det, kalau saluran tersebut dibuat


dari pasangan batu kali dengan spesi semen yang baik, dan kalau dibuat dari
beton tentunya batasan kecepatan tersebut lebih besar lagi.

Profil basah dari saluran ini dihitung dengan rumus Q = V.F dimana profil
basah pada bagian permulaan ditentukan dengan rumus :

Q=0.35 bh2 √ gh dengan kecepatan awal diabaikan


∆H
L= panjang ruang olakan/ peredam
l

3.17 Saluran Tersier


3.17.1 Kriteria Perencanaan
Secara umum kriteria perencanaan berpedoman kepada Buku Pedoman
Perencanaan Irigasi, bagian Perencanaan Petak Tesier yang dikeluarkan oleh
Direktorat Jenderal Pengairan. Perencanaan petak tersier mencakup kegiatan-
kegiatan sebagai berikut :

Perencanaan lay-out dan trase saluran

 Penentuan muka air rencana


 Perencanaan dimensi saluran
 Perencanaan bangunan boks
 Perencanaan bangunan-bangunan pelengkap.

46
Untuk keperluan tersebut, diperlukan data-data pendukung sebagai berikut :

 Peta topografi dengan skala 1 : 5.000 atau 1 : 2.000


 Kebutuhan air irigasi dan pembuang
 Kondisi fasilitas pemberian air irigasi dan pembuang

3.17.2 Lay Out Jaringan


Yang  dimaksud dengan Peta Petak (Lay Out) adalah suatu peta yang
menerangkan suatu lokasi dari sistem jaringan irigasi  yang akan diairi. Pada
peta tersebut memuat arah saluran,  letak bangunan, batas-batas petak  tersier,
batas  jalan,  batas pembuang alam, daerah yang dapat dan tidak dapat diairi
serta garis kontur yang lengkap. Pada peta tersebut dapat dibuat rencana
suatu jaringan irigasi (lay out), sehingga akan terlihat batas-batas areal yang
direncanakan sesuai dengan kemampuan debit air yang tersedia.
Lay Out direncana berdasarkan keadaan situasi daerah serta
permasalahan yang terdapat disekitarnya. Dari lay out tersebut akan tampak
dengan jelas sistem jaringan irigasi beserta peta petak, arah saluran baik
pembawa maupun pembuang, sistim pembagian air serta bangunan-
bangunannya.

47
Gambar 3.1 Lay Out Jaringan Irigasi

Sebelum membuat peta petak, terlebih dahulu harus mengetahui luas


petak yang akan dibuat. Luas tergantung dari areal yang ada serta
ketersediaan air. Dalam membagi atau menghitung petak daerah irigasi harus
mengetahui keadaan lapangan, misalnya : saluran-saluran alam, tanggul,
jalan, perkampungan, perkebunan dan sebagainya.

3.17.3 Skema Jaringan dan Bangunan


Untuk memudahkan dalam merencanakan suatu jaringan irigasi, perlu dibuat
adanya skema jaringan maupun skema jaringan dan nomenklaturnya.
Gambaran lebih jelas mengenai skema jaringan dan skema bangunan
diuraikan dibawah ini.

 Skema Jaringan
Skema jaringan tersier selain digunakan untuk mempersiapkan
disain nantinya juga digunakan sebagai pedoman pengoperasian jaringan.
Hal-hal yang akan diperlihatkan pada skema jaringan irigasi
meliputi semua simbol bangunan boks tersier dan kuarter, nomenklatur
bangunan, nama dan nomor petak tersier beserta luas arealnya dan debit
yang diperlukan, serta dicantumkan pula debit per masing-masing ruas
saluran mulai ruas pertama sampai dengan ruas yang terakhir.

48
Gambar 3.2 Skema Jaringan Irigasi
Pemberian nomor pada petak-petak tersier dijaringan tersier
dipakai metode angka, hal ini dimaksudkan untuk mempermudah dalam
operasionalnya. Sebagai contoh dalam pemberian nama petak tersier
diambil bangunan bagi/sadap 1 (BBMKa 1).

 Nama bangunan sadap: BBMKa 1


 Nama petak tersier : BM Ka 1 Ki 1
 BMKa = menunjukan nama saluran (Batu Merah Kanan)
 1 = nomor bangunan sadap (bangunan sadap ke 4)
 Ki 1 = menunjukan arah bangunan sadap ke kiri urutan ke 1,
untuk bangunan sadap kearah kanan dipakai sebutan “ Ka” dan
sebaliknya untuk yang kekiri dipakai sebutan “Ki”.

 Skema Bangunan
Gambar skema bangunan selain digunakan untuk mempersiapkan
desain juga akan digunakan selama pelaksanaan fisik maksudnya adalah
untuk menunjukan posisi bangunan irigasi dan bangunan pelengkap yang
akan dikonstruksikan.

49
Pada skema bangunan ini tiap bangunan harus diberi nomenklatur
menurut tata nama yang dianjurkan dalam standar perencanaan, selain itu
tiap bangunan harus diberi jarak langsungnya yaitu jarak dalam hectometer
diukur dari pintu pengambilan sampai ke bangunan yang bersangkutan.
Hal ini diharapkan bisa membantu sebagai petunjuk setiap bangunan yang
akan dikonstruksikan.

 Nomenklatur
Nomenklatur adalah nama petunjuk (indeks) yang jelas dan singkat
dari suatu objek. Dalam hal ini berupa petak, saluran, bangunan bagi dan
sebagainya. Pemberian nomenklatur dimaksudkan untuk mempermudah
pelaksanaan dan pemeliharaan (E & P) dari suatu jaringan irigasi.

Syarat-syarat dalam pemberian nomenklatur adalah :


 Singkat dan jelas, jika mungkin terdiri atas satu huruf.
 Huruf ini harus menyatakan nama petak, saluran atau bangunan.
 Letak objek bangunan dan saluran beserta arahnya.
 Jenis saluran pembawa atau pembuang.
 Jenis bangunan bagi, talang, gorong-gorong dan lain-lain.

Adapun cara pemberian nama adalah sebagai berikut :


 Bendung diberi nama sesuai dengan nama sungai yang disadap airnya.
 Saluran induk diberi nama sesuai dengan nama sungai yang disadap,
dengan diberi indeks tambahan 1,2,3, ..... dan seterusnya.
 Saluran sekunder diberi nama sesuai dengan nama desa atau kampung,
nama sungai di dekat saluran dan diberi indeks tambahan 1,2,3,.... dan
seterusnya.
 Bangunan bagi atau sadap diberi nama sesuai dengan nama saluran di
bagian hulu dengan diberi indeks tambahan 1,2,3,.... dan seterusnya.
 Bangunan persilangan seperti gorong-gorong, talang, syphon, dan
lainnya diberi nama sesuai dengan nama saluran dimana letak

50
bangunan tersebut berada dengan diberi indeks tambahan a,b,c,..... dan
seterusnya.
 Petak tersier diberi nama sesuai dengan nama bangunan sadap, dimana
air tersebut diambil dan diberi kode, kiri atau kanan.

Contoh:
Didalam skema jaringan irigasi dan gambar situasi jaringan irigasi
digambarkan seperti berikut ini:

SKa 1 Ki

100,00 Ha 141,75 l/det

Dimana:

SKa 1 Ki = nama petak tersier dari bangunan sadap SKA 1, sebelah


kiri

100,00 Ha = Luas areal yang dialiri

141,75 1/det = besar debit yang dibutuhkan petak tersier

3.17.4 Perencanaan Saluran

1. Saluran tersier yang direncanakan harus dapat mengalirkan air dari


sumbernya sampai ke petak sawah sesuai dengan kebutuhan.

2. Kebutuhan air (q) untuk menetapkan dimensi saluran irigasi, ditetapkan


berdasarkan hasil perhitungan analisa hidrologi yang telah dilakukan :

a) Daerah Irigasi Batu Merah


 Kebutuhan air (q) untuk saluran primer = 1.67 l/det/ha
 Kebutuhan air (q) untuk saluran sekunder = 1.50 l/det/ha
 Kebutuhan air (q) untuk saluran tersier = 1.35 l/det/ha

51
b) Daerah Irigasi Ekanaek
 Kebutuhan air (q) untuk saluran primer = 1.76 l/det/ha
 Kebutuhan air (q) untuk saluran sekunder = 1.58 l/det/ha
 Kebutuhan air (q) untuk saluran tersier = 1.43 l/det/ha

c) Daerah Irigasi Takirin


 Kebutuhan air (q) untuk saluran primer = 1.58 l/det/ha
 Kebutuhan air (q) untuk saluran sekunder = 1.42 l/det/ha
 Kebutuhan air (q) untuk saluran tersier = 1.28 l/det/ha

d) Daerah Irigasi Tantori


 Kebutuhan air (q) untuk saluran primer = 1.58 l/det/ha
 Kebutuhan air (q) untuk saluran sekunder = 1.42 l/det/ha
 Kebutuhan air (q) untuk saluran tersier = 1.28 l/det/ha

e) Daerah Irigasi Bokis


 Kebutuhan air (q) untuk saluran primer = 1.59 l/det/ha
 Kebutuhan air (q) untuk saluran sekunder = 1.43 l/det/ha
 Kebutuhan air (q) untuk saluran tersier = 1.29 l/det/ha

3. Modulus drainase untuk menetapkan dimensi saluran pembuang, dihitung


berdasarkan curah hujan maksimum 1-hari dan 3-hari berturut-turut
dengan periode ulang 5 tahun (R1-5 dan R3-5), dan genangan air kelebihan
dibuang dalam waktu 3 hari untuk tanaman padi, dalam waktu 1 hari
untuk tanaman palawija.

4. Saluran pembuang dapat difungsikan sebagai storage yaitu menjaga dan


memelihara tinggi muka air tanah yang diperlukan pada musim kering
pada sebagian lahan yang kekurangan air.

5. Saluran yang direncanakan harus stabil, tidak terjadi gerusan dan tidak
terjadi pengendapan, maka perhitungan harus didasarkan atas ketentuan

52
dan batasan mengenai besaran-besaran yang berhubungan dengan kriteria
stable channel tersebut.

6. Batasan mengenai besaran-besaran yang berhubungan dengan kriteria


stable channel tersebut pada butir 5, seperti kecepatan aliran
maksimum/minimum yang diizinkan, kemiringan dasar saluran,
kemiringan talud, perbandingan lebar dasar dengan tinggi aliran, dan
koefisien kekasaran, serta rumus perhitungan dan ketentuan lainnya
mengikuti pedoman yang tercantum pada Buku Kriteria Perencanaan
bagian Perencanaan Saluran (KP-03).

7. Seluruh saluran yang direncanakan dalam pekerjaan ini, mulai dari


saluran sekunder sampai dengan saluran tersier dibuat saluran pasangan
dengan kemiringan talud 1 : 0 (tegak), sedangkan saluran kuarter dibuat
saluran tanah dengan kemiringan talud 1 : 1.

 Muka Air

Dengan lay out yang sudah jadi dan disetujui, trase saluran dapat
ditelusuri dan diukur. Elevasi sawah, disepanjang trase saluran, diplot
pada profil memanjang.

Untuk menentukan muka air di saluran tersier, ditentukan dahulu muka


air dibagian hulu saluran kuarter. Pada perencanaan jaringan muka air
di masing-masing saluran kuarter tidak sama, tergantung kondisi
ketinggian sawah yang ada terutama pada areal yang bergelombang,
berkisar antara 0,50, 0,10 – 0,15 m diatas permukaan sawah.

 Dimensi Saluran

Untuk menentukan dimensi saluran dipakai Rumus STRICKLER.

V = K . R2/3 . i1/2
Q = V.A

dimana :

53
V = Kecepatan saluran (m/dt)
K = Koefisien kekasaran
Untuk Tersier = 60 (untuk saluran pasangan)
Untuk Kuarter = 30 (untuk saluran tanah)
Untuk Pembuang Tersier/
= 35
Sekunder
Untuk Pembuang Induk = 45
A
R=
O

A = Luas penampang kasar (m2)


O = Keliling basah (m)
Q = Debit saluran (m3/dt)
Kemiringan saluran, disesuaikan
i =
dengan kemiringan

Contoh Perhitungan (Petak Tersier BM Ka 2 Ki )


 Saluran Tersier T 1 – K 1
Luas yang diairi = 29.00 Ha
Kebutuhan air irigasi = 1.35 l/dt/ha
Debit yang diperlukan Q = 29,00 x 1,35 = 39 l/dt
Q = 0,039 m³/dt
i diperlukan = 0,000478

m = 0
A = bxh
P = b + (2 x h)
A b xh
R= =
P b+(2 xh)

[ ]
2 1
h ( n+m ) 3
V =60 . 0.000478 2 …………………………. 1
b +2 √1+m
2

54
60
V= …………………………. 2
h ( n+2 √1+m2 )

persamaan 1 = persamaan 2

dengan cara coba-coba didapat :


h = 0,40 m
b = 0,30 m
maka, V didapat = 0,33 m/dt
Dimensi saluran T1 – T2  :
Q = 0,039 m³/dt
V = 0,33 m/dt
b = 0,40 m
h = 0,30 m
i = 0,000478
m =0
n = 1,33
K = 60
Tinggi jagaan dibuat,
untuk Tersier [ w ] = 0,30 m
untuk Kuarter [ w ] = 0,20 m

Dengan melakukan cara yang sama seperti perhitungan diatas,


maka didapat dimensi saluran untuk tiap petak seperti disajikan pada
tabel dimensi saluran terlampir.

55
BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Irigasi adalah pemanfaatan air dalam pertanian, yang fungsinya


mengairi tanaman dari masa tanam sampai masa panen. Pada daerah yang
beriklim tropis, daerah irigasi sangatlah bergantung pada curah hujan setempat.
Biasanya yang menjadi kendala adalah distribusi air yang tidak mencukupi dan
curah hujan yang terikat oleh pergantian musim, sehingga sawah tidak dapat
diairi setiap saat. Maka untuk mendapatkan pasokan air yang cukup maka
digunakan sistem pemanfaatan air atau sistem jaringan irigasi.

Dalam laporan ini penyusun merencanakan dimensi saluran dan saluran


hidrolisis sebuah daerah irigasi. Dari hasil perhitungan didapat semakin besar
debit air maka elevasi saluran (I0) akan semakin landai sesuai dengan grafik

56
manning. Dan semakin besar debit air maka dimensi salurannya akan semakin
besar hal ini dikarenakan untuk mengurangi kecepatan air. Apabila kecepatan
air tidak direncanakan maka energi yang dihasilkan oleh air akan merusak
saluran itu sendiri atau lebih parahnya adalah rusaknya lahan pertanian.

4.2 Saran
Perlu adanya peran aktif masyarakat setempat agar lebih menjaga kebersihan
disekitar saluran demi kelancaran proses pemberian air dan terawatnya bangunan
air agar pengembangan daerah irigasi ini dapat memberikan manfaat yang
sebesar-besarnya bagi masyarakat, dan tujuan irigasi ini sendiri dapat tercapai dan
bermanfaat seoptimal mungkin.

DAFTAR PUSTAKA

46 | I r i g a s i. (n.d.). 46–94.

Pengantar, K. (2016). PERENCANAAN UMUM DAN PETA LETAK / LAYOUT


SISTEM PLANNING DIKLAT TEKNIS PERENCANAAN IRIGASI.

Perencanaan, K. (2013). Standar perencanaan irigasi.

Teknik, B., Tata, P., & Air, G. (2019). Modul pengenalan sistem irigasi.

https://simantu.pu.go.id/personal/img-post/autocover/1eaf47480de610b3acc859d0
60d91740.pdf

https://www.academia.edu/34454246/
STANDAR_PERENCANAAN_SALURAN_IRIGASI

57
http://ft.unisma.ac.id/wp-content/uploads/2020/06/Buku-Perencanaan-Jaringan-
Irigasi-Saluran-Terbuka.pdf

https://media.neliti.com/media/publications/158805-ID-disain-saluran-irigasi.pdf

http://repository.uma.ac.id/bitstream/123456789/8133/1/158110093.pdf

https://www.researchgate.net/profile/Mohamad-Ansori/publication/
323335382_IRIGASI_DAN_BANGUNAN_AIR/links/
5afa8747a6fdccacab16aeb9/IRIGASI-DAN-BANGUNAN-AIR.pdf

http://eprints.undip.ac.id/33906/5/1839_CHAPTER_II.pdf

https://eprints.itn.ac.id/2295/1/skripsi%20yohanes%20d%20ladjar%202016.pdf

LAMPIRAN

1. Ikhtisar D.I Batu Merah


2. Skema Bangunan Irigasi D.I Batu Merah
3. Skema Jaringan Irigasi D.I Batu Merah
4. Hasil Perhitungan Dimensi Sluran Induk/ Sekunder D.I Batu Merah

58

Anda mungkin juga menyukai