Anda di halaman 1dari 59

LEMBAR PENGESAHAN NILAI

TUGAS PERANCANGAN IRIGASI DAN BANGUNAN AIR

Telah diselesaikan Laporan Perancangan Irigasi dan Bangunan Air sebagai salah satu
persyaratan dalam menyelesaikan kredit semester pada Kurikulum Jurusan Teknik Sipil
Fakultas Teknik Universitas Iskandar Muda :

Kepada Yang Bersangkutan Diberi Nilai :

NO NAMA NPM NILAI

1 SAMSUL BAHRI 2022310062

Banda Aceh, 18 Januari 2023


Penulis

SAMSUL BAHRI
NPM. 2022310062

Disetujui/Disahkan Oleh,
Dosen Pembimbing

HERU PRAMANDA, ST.,MT


NIDN. 1322048902
KATA PENGANTAR

Syukur alhamdulillah dengan rahmat Allah SWT, yang telah memberikan taufik dan
hidayahnya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas perencanaan Irigasi dan Bangunan Air
tepat pada waktunya, dengan segala keterbatasanya yang dimiliki oleh penulis sehingga tugas ini
belum sempurna sebagaimana diharapkan.

Shalawat dan salam kami sampaikan kepangkuan nabi Muhammad SAW yang telah
membawa umat manusia dari alam kebodohan kealam ilmu penuh dengan pengetahuan seperti
sekarang ini. Sehingga penyelesaian tugas dapat terwujud.

Penyelesaian Tugas dapat terwujud atas bantuan, bimbingan, dorongan, serta partisipasi
dari berbagai pihak, untuk itu penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada Bapak
Heru Pramanda, ST., MT selaku pembimbing Irigasi dan Bangunan Air Fakultas Teknik
Universitas Iskandar Muda.

Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan laporan ini, penulis
mengharapkan kritik dan saran dari berbagai pihak untuk menjadikan bahan pertimbangan dalam
penyusunan laporan selanjutnya. Semoga laporan ini bisa memberikan ilmu kepada penulis
khususnya dan kepada mahasiswa teknik sipil pada umumnya.

Banda Aceh, 18 Januari 2023


Penulis

SAMSUL BAHRI
NPM: 2022310062
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ..................................................................................... i


DAFTAR ISI ................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN .............................................................................. 1
1.1 Maksud dan Tujuan ........................................................................... 1
1.2 Defenisi / Pengertian Dalam Irigasi .................................................... 1
1.3 Pembagian Jenis Irigasi ...................................................................... 6
1.4 Tujian dan Manfaat Air Irigasi ........................................................... 7
1.5 Syarat-Syarat Air Irigasi ..................................................................... 9
BAB II KEPUSTAKAAN ............................................................................... 11
2.1 Kebutuhan Air Irigasi ......................................................................... 11
2.2 Penampang Melintang Saluran ........................................................... 12
2.3 Penampang Memanjang Saluran ........................................................ 13
2.4 Koefisien Kekasaran Dasar Saluran ................................................... 14
2.5 Kecepatan Aliran Yang Diizinkan ...................................................... 15
2.6 Kemiringan Taulid Saluran ................................................................. 16
2.7 Tiangi jagaan ....................................................................................... 17
2.8 Pintu Sorong ....................................................................................... 18
2.9 Bangunan Ukur ................................................................................... 18

BAB III BAGIAN-BAGIAN DALAM JARINGAN IRIGASI ................... 21


3.1 Bendung Irigasi ................................................................................... 21
3.2 Pintu pengambilan/Intake .................................................................... 21
3.3 Kantong Lumpur .................................................................................. 22
3.4 Saluran Pembilas kantong Lumpur ..................................................... 23
3.5 Saluran Primer/Induk .......................................................................... 24
3.6 Saluran Sekunder ................................................................................ 24
3.7 Saluran Tersier .................................................................................... 24

i
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................ 25
1 Saluran Primer ........................................................................................ 28
2 Saluran Skunder ...................................................................................... 30
3 Saluran Tersier ........................................................................................ 36
4 Menghitung Saluran Kantong Lumpur .................................................. 48
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN .......................................................... 49
5.1 Kesimpulan ......................................................................................... 49
5.2 Saran ................................................................................................... 49
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 50
LAMPIRAN ..................................................................................................... 51
1 Gambar Skema Irigasi ............................................................................ 51
2 Penampang Saluran Perimer .................................................................. 51
3 penampang Saluran Sekunder ................................................................ 53
4 Penampang Saluran Tersier ................................................................... 59

ii
BAB I
PENDAHULUAN

Sudah sejak lama manusia berupaya mengelola air yang tersedia dibumi
untuk memenuhi kebutuhan air pertanian, peternakan dan perikanan darat, usaha
tersebut bermaksud untuk meningkatkan luas lahan dan hasil produksi. Untuk
merealisasi maksud tersebut, maka dilakukan pengamatan, pengumpulan data dan
percobaan-percobaan, dan akhirnya diperoleh sebuah cara memanfaatkan air yang
secara efektif. Teknik pengaturan air tersebut disebut dengan IRIGASI.

1.1.Maksud dan Tujuan

Maksud dan tujuan Rancangan Irigasi dan bangunan air adalah untuk
mendapatkan air secara teratur pada areal persawahan yang akan diairi dan
diharapkan akan dapat berfungsi dengan baik dan secara teknis sehingga bisa
dipertanggung jawabkan.

Tujuan irigasi dan bangunan air tergantung dari kebutuhan untuk apa irigasi
itu akan diperlukan atau dipergunakan berdasarkan jenis bangunan tersebut.

Maksud itu dapat di bagi dalam:


a. Membasahi tanah
b. Merabuk
c. Mengatur suhu (temperatur) tanah
d. Menghindari gangguan dalam tanah
e. Kolmatase
f. Membersihkan air kotoran
g. Mempertinggi air tanah
1.2.Defenisi / pengertian dalam Irigasi
Air adalah semua air yang terdapat pada diatas maupun dibawah permukaan
tanah, termasuk dalam pengertian ini air permukaan, irigasi air bawah tanah,
irigasi pompa, dan irigasi tambak.

1
1. Irigasi adalah usaha penyadiaan dan pengaturan air untuk menunjang
pertanian, yang jenisnya meliputi irigasi permukaan, irigasi air bawah tanah,
irigasi pompa dan irigasi tambak.
2. Daerah irigasi adalah kesatuan wilayah yang mendapat air satu jaringan
irigasi.
3. Jaringan irigasi adalah saluran, bangunan dan bangunan perlengkapannya
yang merupakan satu kesatuan dan diperlukan untuk mengatur iar irigasi
mulai dari penyediaan, pengambilan, pembagian, pemberian, penggunaan
dan pembangunannya.
4. Jaringan utama adalah jaringan irigasi yang berada dalam satu system irigasi
mulai daribangunan utama, saluran induk(primer), saluran skunder dan
bangunan sadap serta bangunan pelengkapnya.
5. Jaringan tersier adalah jaringan irigasi yang berfungsi sebagai prasarana air
dalam saluran tersier, saluran pembagi yang terdiri dari saluran pembawa
yang disebut saluran tersier, saluran pembagi tersebut saluran kwarter dan
saluran pembuang berikut serta kelengkapannya.
6. Petak irigasi adalah petak lahan yang memperolaeh saluran irigasi.
7. Petak tersier adalah kumpulan petak irigasi yang merupakan satu kesatuan
dan mendapatkan air irigasi melalui saluran tersier yang sama.
8. Penyediaan air irigasi adalah penetuan banyaknya air persatuan waktu dan
satuan pemberian air yang dapat dipergunakan untuk menunjang pertanian.
9. Pembagian air irigasi adalah pemberian alokasi air dari jaringan utama ke
petak tersier dan kwarter.
10. Penggunaan air irigasi adalah pemenfaatan air dilahan pertanian.
11. Pembuangan/drainase adalah pengalihan/ kelebihan air irigasi yang sudah
tidak dipergunakan lagi pada daerah irigasi tertentu.
12. Sumber air adalah tempat atau wadah air alami/ buatan yang terdapat pada
di atas ataupun di bawah permukaan tanah.
13. Sistem irigasi meliputi prasarana irigasi, air, irigasi, manajemen irigasi,
kelembagaan pengelolahan irigasi, dan sumber daya manusia.
14. Pengaturan iar irigasi adalah kegiatan yang meliputi pembagian, pemberian,
dan penggunaan air irigasi.

2
15. Jaringan irigasi primer adalah bagian dari jaringan irigasi yang terdiri
bangunan utama, saluran induk/ primer, saluran, bangunan sadap, dan
bangunan pelengkapnya.
16. Jaringan irigasi skunder adalah bagian dari jaringan irigasi yang terdiri dari
saluran skunder, saluran pembuangannya, bangunan bagi, bangunan bagi
sadap, bangunan sadap, dan pelengkapnya.
17. Cekungan air tanah adalah suatu wilayah yang dibatasi oleh batas
Hidrogeologis, tempat semua kejadian Hidrogeologis seperti proses
pengimbuhan, pengaliran, dan pelepasan air tanah berlangsung.
18. Jaringan irigasi air tanah adalah jaringan irigasi yang airnya berasal dari air
tanah, mulai dari sumur dan instalasi pompa sampai dengan saluran irigasi
air tanah termasuk saluran di dalamnya.
19. Saluran irigasi air tanah adalah bagian dari jaringan irigasi air tanah yang
dimulai setelah
20. Jaringan irigasi desa adalah jaringan irigasi yang di bangun dan di kelola oleh
masyarakat desa atau pemerintah desa.
21. Masyarakat petani adalah kelompok masyarakat yang bergerak dalam bidang
pertanian, baik yang telah bergabung dalam organisasi perkumpulan petani
pemakai air maupun petani lainnya yang belum tergabung dalam organisasi
perkumpulan petani pemakai air.
22. Perkumpulan petani pemakai air adalah kelembagaan pengelolaan irigasi
yang menjadi wadah petani pemakai air dalam suatu daerah pelayanan irigasi
yang di bentuk oleh petani pemakai air sendiri secara demokratis, termasuk
lembaga local pengelola irigasi.
23. Hak ulayat air adalah hak adat masyarakat untuk memanfaatkan air dan
sumber air untuk irigasi.
24. Hak guna air untuk irigasi adalah hak untuk memperoleh dan memakai atau
mengusahakan air dari sumber air untuk kepentingan pertanian.
25. Hak guna pakai air untuk memperoleh dan memakai air dari sumber air untuk
kepentingan pengusahaan pertanian.
26. Hak guna usaha air untuk irigasi adalah hak untuk memperoleh dan
mengusahakan air dari sumber air untuk kepentingan pengusahaan pertanian.

3
27. Komisi irigasi kabupaten/ kota adalah lembaga koordinasi dan komunikasi
antara wakil pemerintah kabupaten/ kota, wakil perkumpulan petani pemakai
air tingkat daerah irigasi, dan wakil pengguna jaringan pada kabupaten/ kota.
28. Komisi irigasi provinsi adalah lembaga koordinasi dan komunikasi antara
wakil pemerintah provinsi, wakil perkumpulan petani pemakai air tingkat
daerah irigasi, wakil pengguna jaringan irigasi pada propinsi, dan wakil
provinsi, dan wakil komisi irigasi kabupaten/ kota yang terkait.
29. Pengembangan jaringan irigasi adalah pembangunan jaringan irigasi baru/
peningkatan jaringan irigasi yang sudah ada.
30. Pembangunan jaringan irigasi adalah seluruh kegiatan penyediaan jaringan
irigasi diwiliyah tertentu yang belum ada jaringan irigasinya.
31. Peningkatan jaringan irigasinya adalah kegiatan meningkatkan fungsi dan
kondisi jaringan irigasi yang sudah ada atau kegiatan menambah luas areal
pelayanan pada jaringan irigasi yang sudah ada dengan mempertimbangkan
perubahan kondisi lingkungan daerah irigasi.
32. Pengelolaan jaringan irigasi adalah kegiatan meliputi operasi, pemeliharaan,
dan rehabilitasi jaringan irigasi di daerah irigasi.
33. Operasi jaringan irigasi adalah upaya pengaturan air irigasi dan
pembuangannya, termasuk kegiatan membuka, menutup pintu bangunan
irigasi, menyusun rencana pembagian air, melaksanakan kalibrasi pintu/
bangunan, mengumpulkan data, memantau, dan mengevaluasi.
34. Pemeliharaan jaringan irigasi adalah upaya menjaga dan mengamankan
jaringan irigasi agar selalu dapat berfungsi dengan baik, guna melancarkan
pelaksanaan operasi dan mempertahankan kelestariannya.
35. Rehabilitasi jaringan irigasi adalah kegiatan perbaikan jaringan irigasi guna
mengembalikan fungsi dan pelayanan irigasi seperti semula.
36. Pengelolaan asset irigasi adalah proses manajemen yang terstruktur untuk
perencanaan pemeliharaan dan pendanaan system irigasi guna mencapai
tingkat pelayanan yang ditetapkan dan berkelanjutan bagi pemakai air irigasi
dan pengguna jaringan irigasi dengan pembiayaan pengelolaan asset irigasi
seefesien mungkin.

4
37. Forum koordinasi daerah irigasi adalah sarana konsultasi dan komunikasi
antara perkumpulan petani pemakai air, petugas pemerintah provinsi dan
kabupaten, dan jaringan irigasi lainnya dalam rangka pengelolaan irigasi
yang jaringannya berfungsi multi guna pada suatu daerah irigasi.
38. Perkumpulan petani pemakai air/keujruen blang adalah lembaga
kepengurusan air irigasi di provinsi Aceh.
39. Pemberdayaan keujruen blang upaya penguatan dan peningkatan
kemampuan perkumpulan petani pemaki air yang meliputi aspek
kelembagaan, teknik, dan pembiayaan dengan dasar keberpihakan kepada
petani melalui pembentukan, pelatihan, pendampingan dan menumbuh
kembangkan partisipasi.
40. Garis sepadan irigasi adalah batas pengamanan bagi saluran atau banguna
irigasi dengan jarak tertentu sepanjang saluran dan sekeliling bangunan.
41. Daerah sempadan irigasi adalah kawasan sepanjang saluran dan sekeliling
banguna irigasi diluar jaringan irigasi yang dibatasi oleh garis sepadan untuk
mengamankan jaringan irigasi.
42. Pengamanan sempadan daerah irigasi adalah upaya pengetahuan dan
penertiban terhadap pemenfaatan daerah irigasi.
43. Pengawasan daerah sempadan adalah upaya memantau tindakan-tindakan
yang terjadi didaerah sempadan.
44. Penyelidik adalah pejabat polisi NKRI, pejabat atau pegawai negeri sipil
yang diberi tugas dan wewenang oleh UU melakukan penyidikan.
45. Pengamat irigasi adalah petugas irigasi yang bertanggung jawab untuk
mengelola area irigasi seluas 5.000-7.500 Ha.
46. Juru irigasi adalah petugas irigasi yang bertanggung jawab untuk mengelola
area irigasi seluas 750-1.500 Ha.
47. Penjaga pintu bendung adalah petugas irigasi yang bertanggung jawab
terhadap operasional terhadap pintu bendung, 1 (satu) orang perbendung
dapat ditambah bila bendung besar.
48. Penjaga pintu air adalah petugas irigasi yang bertanggung jawab operasional
bangunan sadap dan bangunan bagi, dimana setiap per 3-5 pintu sepanjang
2-3 Km.

5
1.3. Pembangian Jenis Irigasi

Dilihat dari sumber airnya, maka irigasi dapat dibagi dua:

I. Irigasi alam (Natural Irrigation)


1.1 curah hujan (rain fall )
1.2 genangan (Inundatio canal system)
II. Irigasi buatan (Artificial Irrigation)
2.1 irigasi aliran (flow irrigation)
2.1.1 irigasi tangki
2.1.2 irigasi aliran sungai
2.2 sprinkler (over heat) irigasi
2.3 irigasi pompa
2.3.1 pompa tertutup
2.3.2 pompa terbuka
Dari berbagai cara di atas yang paling mudah dan murah adalah cara irigasi
buatan dengan system aliran air permukaan (sungai), karena pada cara ini air
bergerak secara gravitasi, cara ini yang banyak dipakai di Indonesia.

Irigasi buatan dengan aliran sungai dibagi menjadi 3 type, yaitu:


1. 1irigasi sederhana
2. 1irigasi semi teknik
3. 1irigasi teknik

A.d 1. Irigasi sederhana

System ini hanya mengandalkan kondisi alam, tanpa ada usaha pengaturan
yang baik, cara kerja system ini sebagai berikut:
1. pengambilan air langsung dari air hujan atau dari sungai, tanpa bendungan
2. daerah yang diairi sederhana dengan luasan yang terbatas
3. dimensi saluran tidak teratur
4. saluran pembawa dan pembuang tidak jelas
5. tidak ada pengontrolan terhadap volume pemakaian air

6
A.d 2. Irigasi semi teknik
Pada system ini perolehan air dilakukan dengan cara teknik yaitu:
1. bangunannya masih belum permanen
2. demikian juga antara saluran pembawa dan buang tidak tegas perbedaannya,
dan letaknya juga tidak teratur (sembarangan)
3. supply air sering terhenti serta pembagiannya tidak beraturan
4. pengambilan air dari saluran primer dan skunder masih sering menyalahi
aturan, control pembagian tidak ada.

A.d 3. Irigasi teknik


1. bangunannya permanen dan memenuhi syarat-syarat teknik
2. bangunannya terdiri dari:
- bangunan pintu
- bangunan pembagi
- alat-alat ukur
3. antara saluran pembawa dan pembuang mempunyai perbadaan yang tegas
4. pengambilan dan pembagian air terkontrol dengan baik

Irigasi merupakan suatu ilmu yang memanfaatkan air untuk tanaman mulai
dari tumbuh sampai masa panen. Air tersebut diambil dari sumbernya, dibawa
melalui saluran, dibagikan kepada tanaman yang membutuhkan/memerlukan secara
teratur, dan setelah air tersebut terpakai, kemudian dibuang melalui saluran
pembuang menuju sungai kembali.

1.4. Tujuan dan Manfaat Air Irigasi


Manfaat air irigasi bagi lahan pertanian antara lain adalah:
1. Membasahi tanah
2. Memupuk tanah
3. Maninggikan tanah
4. Mengatur suhu tanah
5. Membersihkan tanah
6. Menambah air tanah
7. Perikanan

7
8. Dan lain-lain

Ad. 1 Membasahi tanah


Tanaman membutuhkan air, air tersebut dihisap melalui akar dari tanah
dan dibutuhkan untuk:
1. Pelarut mineral sebagai makanan dari tanaman/tumbuh-tumbuhan.
2. Melakukan proses pemupukan tanaman secara sempurna.
3. Zat penghancur tanaman dalam rangka proses daur ulang.
4. Penyuburan tanaman.
5. Menambah air tanah hingga kelembaban tanah terjaga.
6. Media yang cukup melakukan proses biokimia yang dapat mengubah zat-
zat makanan.

Ad. 2 Memupuk tanaman


Air yang di alirkan ke daerah irigasi pada umumnya mengandung unsure
hara butiran kaloida(sedimen), terangkut dari daerah hulu dan mengendap di daerah
pertanian. Unsur-unsur tersebut merupakan pupuk bagi tanaman, perlu di
usahankan agar pengendapan unsur-unsur tersebut merata di seluruh lahan
pertanian. Hingga akan membantu mempercepat proses pemupukan secara merata.

Ad.3 Meninggikan muka tanah


Air yang mengalir padda umumnya membawa sedimen baik berupa
lempung, lanau atau pasir, sedimen ini mengendap di petak-petak pertanian,
endapan ini lama kelamaan akan menebal hingga menambah tinggi elevasi muka
tanah.

Ad.4 Mengatur suhu tanah


Air merupak stabilisator terhadap suhu tanah, tumbuh-tumbuhan bertahan
hidup pada suhu tanah yang relative stabil, pada tanah yang kering suhu tanah juga
relative berubah bertambah pada keadaan ini tanaman ini tidak dapat hidup.

Ad.5 Membersihkan atau mencuci tanah

8
Air yang mengalir melalui pori-pori tanah akan melakukan pembersihan
tanah tersebut dari unsure-unsur yang mencemari tanah, bila tanah tersebut terlalu
banyak mengandung garam-garam, unsure tersebut dapat menjadi racun bagi
tanaman, hal tersebut sangat merugikan pertanian, unsure tersebut yaitu seperti
unsure Br,Fe,C1,Mg,SO4.

Ad.6 Menambah air tanah


Pada dasarnya secara sederhana tanaman hanya mengandalkan air hujan,
hingga saat-saat terjadi musim kemarau otomatis tanaman akan kekurangan air,
dengan system irigasi otomatis kekurangan tersebut akan teratasi.

Ad.7 Perikanan
Dari jenisnya padi merupakan tanaman rawa yang tahan terhadap genangan
air, hingga dari kondisi tersebut antara penanaman padi dan budidaya ikan dapat
dilakukan secara bersamaan.

Ad.8 Manfaat lain dapat dilakukan adalah menyuplai kebutuhan air untuk:
8.1 industri (kertas, pupuk, gula, dll)
8.2 rumah tangga
8.3 kolam perikanan darat
8.4 hidro power
8.5 dan lain-lain

1.5. Syarat-Syarat Air Irigasi


1. Air dan sedimen yang terbawa dalam aliran air tidak boleh mengandung
unsur-unsur Fe,A1,Na,S,C1 atau sulfat yang berlebihan
2. Air yang banyak mengandung unsur Fad dan Na, lambat laun akan
menutup pori-pori tanah, tanah menjadi padat, peradaran O2 terganggu,
akhirnya tanaman juga terganggu pertumbuhannya
3. Air yang terlalu banyak mengandung belerang (S) atau garam color (C1)
dapat langsung merugikan tanaman

9
4. Bila sedimen yang terkandung dalam aliran air terlalu berat, maka akan
terjadi penumpukan pada saluran air, hingga akan terjadi penyumbatan
5. Air yang berwarna putih dari batuan kapur akan merugikan tanaman dan
air yang berwarna kuning atau coklat yang berasal dari erosi tanah lempung
atau humus tidak membahayakan tanaman
6. Air irigasi harus mengandung nutrient
Yaitu harus mengandung unsure-unsur N (Nitroginium), P (phosphorus), K
( kalium ), Ca ( calcium ) dan Fe ( Ferrum ) dalam perbandingan yang tepat.
Air yang terlalu jernih miskin unsur kimia, bila mengandung zat asam yang
agresif dapt mempengaruhi proses oksidasi zat kimia yang ada didalam
tanah dan dibutuhkan oleh tumbuh-tumbuhan, air yang mengandung larutan
tersebut dapat merubah tanah dari semula subur menjadi tidak subur. Bila
dipakai untuk membila harus dipakai air yang netral yaitu Phnya=7, untuk
merabuk harus mengandung lumpur yang baik untuk tanaman dan bila
dipakai untuk colmatage( meninggikan tanah) harus mengandung lumpur
yang cepat mengendap.
7. Air dari sumbernya mudah dialirkan ke tempat tujuan, hingga
pembangunan sistemnya tidak mahal.
8. Sumber airnya mencukupi terutama untuk musim kemarau.

10
BAB II
KEPUSTAKAAN
2.1 Kebutuhan Air Irigasi

Perhitungan kebutuhan air irigasi baagi tanaman, biasanya didasarkan pada


3 jenis tanaman yaitu padi, palawija dan tebu.

a. Padi
Air irigasi yang diberikan pada tanaman padi sawah uuntuk memenuhi
kebutuhan air bagi pengolahan tanah, persemaian dan pertumbuhan tanaman.

b. Pengolahan tanah dan persemaian


Selama masa pengolahan tanah, air irigasi banyak diperlukan terutama
untuk penjenuhan/pelumpuran tanah, penggenangan dan untuk mengganti
kehilangan air melalui evaporasi, perembesan dan perkolasi.
Berdasarkan peninggalan arsip zaman kolonial didapatkan bahwa angka
kebutuhan air untuk pengolahan tanah. di daerah Permali Comal adalah 1,20 1/dt/ha
untuk selama 45 han atau 467 mm, (4.665.600 liter).
Konsultan Nedeco menyarankan penggunaan angka 200 mm/ha bagi
kebutuhan air untuk pengolahan tanah. Kemudian Prosida Sub Proyek Pemali
Comal mengadakan penelitian kebutuhan air pengolahan tanah dan didapatkan
angka 1.12 I/dt/ha selama 26 hari, (2.515.968 liter).
Modul Proyek Tata Guna Air menyarankan menggunakan angka kebutuhan
air untuk pengolahan tanah sebesar 1.50 l/dt/ha selama 35 han (4.536.000 liter).
Untuk persemaian, mengingat bahwa arealnya relative kecil (3%-5% dari
areal tanam), dan ditemukannya jenis padi unggul dimana umur bibitnya kurang
dari satu bulan, dan umumnya tiga minggu, maka pemberian airnya dapat dicakup
oleh jumlah air untuk penggolahan tanah.

11
2.2 Penampang Melintang Saluran

Menurut Chow (1989), hantaran suatu penampang saluran akan meningkat


sesuai dengan penimgkatan jari-jaari hidrolitas atau berkurangnya keliling
basah,dan bentuk tampang saluran akan mempengaruhi kecepatan aliran yang
melaluinya..
Dalam hal ini dimensi saluran di hitung dengan menggunakan persamaan
Stricler sebagaimana yang tersebut di bawah ini :
Q = AxV……………………………(2.1)
V = K x R2/3x I0.5……………………(2.2)
 V 
I =  23
…………….....……(2.3)
K  R 
R = A/P …………………………….(2.4)
A = (b + m.h) h ………….....………(2.5)

P = b + 2h (1 + m ) …….….……(2.6)
2

Dimana :
Q = debit rencana saluran (m³/dt)
A = luas penampang basah hidrolis (m²)
V = kecpatan aliran (m/dt)
K = koefisien kekasaran
R = jari-jari hidrolis (m)
I = kemiringan saluran (m)
P = keliling basah (m)
b = lebar dasar saluran
m = kemiringan dinding saluran (m)
h = kedalaman (m)

12
2.3 Penampang Memanjang Saluran

Menurut Choe (1989), kemirngan memanjang dasaar saluran biasanya


diatur oleh keadaan topogarfi dan tinggi energy yang diperlukan untuk mengalirkan
air pada saluran. Perhitungan aliran kritis meliputi penentuan kedalaman kritis dan
kecepatan kritis, bila tertib dan tampang saluran diketahui.
Menurut Choe (1989), untuk menghitung kecepatan kritis dapat di gunakan
persamaan Manning yaitu :
Vc = (g.D1) ¹/² ………………………(2.7)
Dimana :
Vc = kecepatan di saluran (m./dt)
G = percepatan grafitasi = 9.8 (m/dt)
D = kedalaman
Untuk penentuan kedalaman air kritis (h), menurut Ranger Raju K.G,
(1986), suatu aliran dikatakan kritis jika bilangan Froude adalah satu. Pernyataan
tersebut dapat dinyatakan dengan persamaan ssebagai berikut :
Q 2 .T
F¹ = ……………………………..(2.8)
g. A 2
Di mana :
F¹ = bilangan Froude
Q = debit rencana saluran (m³/dt)
T = lebar puncak air rencana (m)
g = percepatan grafitasi (m/dt)
A = luas penampang basah hidrolis (m²)
Untuk mengetahui kedalaman air kritis (h) digunakan persamaan sebagai
berikut :
Berikut:
1/ 3
 Q.2 (b + ( 2.m)h 
hc =  3 
 g .(b + m.h) 
Dimana :
hc = kedalaman air kritis (m)

13
Q = debit rencana saluran (m³/dt)
b = lebar dasar saluran
m = kemiringan dinding saluran (m)
h = kedalam air (m)
g = percepatan gravitasi (m/dt)

Untuk mencari tinggi muka air yang diperlukan (P) dihitung dengan
rummus standar perencanaan irigasi (1986) yaitu :
P = a + 0.7 + (L.I)……………………(2.10)
Dimana :
P = tinggi muka air pada permukaan (m)
a = elerasi tertinggi dari permukaan
L = panjang saluran
I = kemiringan saluran (m)

2.4 Koefisien Kekasaran Dasar Saluran

Berdasarkan anonymous (1986) standar perencanaan Irigasi, Besarnya


koefisien kekerasan strickler tergantung pada faktor-faktor sebagai berikut :
- Kekerasan permukaan saluran
- Ketidak teraturan permukaan saluran
- Trase
- Vegetasi
- Sedimen
Pengaruh faktor-faktor di atas terdapat koefisien kekasaran saluran akan
berfariasi menurut ukuran saluran. Koefisien kekasaran manning (“n”) mempunyai
harga bilangan 1 dibagi dengan k.
Koefisien-koefisien keksaran Strickler untuk saluran tanah dapat dilihat
pada table 2.1

14
Tabel 2.1 Harga-harga kekasaran strickler saluran tanah
Debit rencana K
(m³/dtk)
Q > l 45
5 < Q > 10 42,5
l<Q<5 40
Q < l dan saluran tersier 35
Sumber : Anonymous 1986

Sedangkan untuk saluran yang memnggunakan pelindung (lining), besarnya


kekasran Stickler adalah sebagai berikut
Tabel 2.2 Harga-harga kekasaran Stickler saluran pasangan
Jenis pasangan k
- Pasangan bata 60
- Pasangan beton 70
- Tanah 35 – 45
- Besi 85

Sumber : Anonymous 1986


2.5 Kecepatan Aliran yang Diizinkan

Batas kecepatan maksimum yang dizinkan ditentukan oleh sifat-sifat bahan


pembentuk saluran yang digunakan. Penggerusan yang terjadi pada dasar saluran
terutama disebabkan oleh kecepatan yang melebihi kecepatan yang diizinkan. Besar
nilai kecepatan yang diizinkan sangat bervariaasi terganntung pada jenis material
yang digunakan, juga dapat ditentukan berdasarkan pengamatan dan percobaan.
Dalam merencanakan kecepatan aliran, sebaiknnya sedikit lebih kecil dari
kecepatan aliran yang diizinkan. Hal itu bertujuan untuuk mencegah pengendapan
dari sedimen yang melayanga.
Menurut Chow (1959), kecepatan maksimum yang diizinkan adalah
kecepatan rata-rata terbesar yang tidak akan menimbulkan erosi pada tubuh saluran.

15
Menurut Anonymous, 1986, Standart Perencanaan Irigasi, kecepatan
maksimmum untuk ahran subkritis, khusus untuk saluran primer dan skunder yang
dianjurkan adalah sebagai diperlihatkan pada tabel 2.3 dibawah ini (khusus untuk
saluran primer dan skunder), sebagai berikut :

Q (m3/detik) N V(m/det)
0 – 1,5 2 0,4 s/d 0,45
1,5 – 3,5 2,5 0,50
3,5 – 4,5 3,0 0,55
4,5 – 6,0 3,5 0,60
6,0 – 7,5 4,0 0,65
7,5 -9,0 4,5 0,70
9,0 – 11 5,0 0,70 s/d 0,75

2.6 Kemiringan Talud Saluran

Untuk menekan biaya pembebasan tanah dan penggalian, talud saluran


direncanakan securam mungkin yang tentunya berdasarkan peraturan Direktorat
Jenderal Pengairan. Untuk saluran pasangan, kemiringan talud dapat dibuat lebih
curain dari pada saluran tanah. Untuk saluran yang ebih kekcil (h < 0,40 in)
kemiringan talut dibuat vertical. Sedangkan untuk saluran yang lebih besar
stabilitas yang diberikan pasangan harus diperiksa agar tidak terjadi gelincir dan
sebagainya.. untuk harga-harga kemiringan talud untuk saluran pasangan dapat
dilihat pada tabel 2.4 untuk berbagai jenis tanah.
Tabel 2.4 Harga-harga kemiringan talud untuk saluran pasangan
Jenis tanah H < 0,75m 0,75 m < h <5,m
Lempung pasiran 1 1
Tanah pasiran kohesif 1 1
Tanah pasiran lepas 1 1,25
`1 1,5

16
Geluh pasira, lemping 1,25 1,5
berpori
Tanah gambut lunak
Sumber : Anonymous 1986

2.7 Tinggi Jagaan

Tinggi jagaan adalah tinggi vertical yang direncanakan dan elevasi


permukaan air rencana hingga puncak tanggul. Hal ini dimaksud untuk mencegah
melimpahnya air yang dapat mengancam kestabilan tanggul.
Menurut Chow (1975), untuk perhitungan tinggi jagaan ini belum ada suatu
metode khusus untuk masing-masing saluran, karena kenaikan gelombang atau
kenaikan muka air di saluran ditimbulkan oleh beberapa faktor lain yang tidak dapat
diduga. Besarnya tinggi jagaan yang sering dipakai dalam perencanaan, berkisar
antara 5% - 30% dari kedalaman air rencana.
Harga-harga tinggi jagaan tersebut dapat diambil dari United State Bureau
Of Reclamation (USBR). Besarnya tinggi jagaan untuk saluran tanah dan saluran
pasangan dapat dilihat pada tabel 2.5 berikut ini :
Tabel 2.5 Harga-harga tinggi untuk jagaan
Debit Rencana Tinggi Jagaan
M³/dtk (m)
Saluran tanah Saluran pasangan Tanggul
< 0,5 0,40 0,20 0,40
0,5 – 1,5 0,50 0,20 0,50
1,5 – 5,0 0,60 0,25 0,60
5,0 – 10,0 0,75 0,30 0,75
10,0 – 15,0 1,00 0,50 1,00

2.8 Pintu sorong


Perencanaan Hidrolisnya adalah :

17
Q = K x µ x a x b √(2 x g x h1)
Dimana :
Q = debit aliran, m³/det
K = koefisien aliran tenggelam
µ = koefisien debit
a = bukaan pintu sorong, m
g = percepatan gravitasi, m/dt² (≈ 9,80 m/dt²)
b = lebar pintu sorong
h1 = kedalaman air didepan pintu diatas ambang

Kelemahan dan kelebihan pintu sorong diantaranya yaitu:

➢ Kelebihan-kelebihan Pintu Sorong :


1. Tinggi muka air hulu dapat dikontrol dengan tepat.
2. Pintu bilas kuat dan sederhana.
3. Sedimen yang diangkut oleh aliran hulu dapat melewati bilas.
➢ Kelemahan-kelemahan Pintu Sorong:
1. Kebanyakan benda-benda hanyut bisa tersangkut dipintu.
2. Kecepatan aliran dan muka air hulu dapat dikontrol dengan baik jika
aliran moduler

2.9 Bangunan Ukur

Bangunan ukur debit yang dimaksudkan pada tulisan ini adalah suatu
bangunan air yang dibangun melintang pada saluran irigasi atau sungai yang
sengaja dibuat untuk meninggikan muka air, sehingga air saluran irigasi atau sungai
dapat disadap dan dialirkan secara gravitasi ketempat tertentu yang membutuhkan
atau untuk mendapatkan tinggi terjun yang cukuup untuk keperluan tertentu.
Ditinjau dari pandangan hidrologis, bangunan ukur debit tersebut dapat dianggap
sebagai penampang kendali buatan, yaitu suatu penampang melintang buatan yang
berfungsi sebagai pengendali aliran. Berdasarkan fungsinnya maka penampang
kendali buatan tersebut dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu :

18
1) Penampang kendali buatan yang hanya menentukan tinggi muka air,
misalnya dapat berupa ambang lebar, ambang tajam, mercu tetap dan
alat ukur parshal.
2) Penampang kendali buatan yang dapat mengatur tinggi muka air,
misalnnya dapat beurpa balok sekat , pintu sorong dan pintu radial, alat
ukur Romijn.

a. Ambang tajam
Suatu ambang disebut dengan ambang tajam (sharp crested weir) apabila
aliran yang terjadi tidak menempel pada ambang ,dan merupakan bangunan aliran
atas. Ketelitian debit yang terukur tergantung dari kondisi aliran di bagian hulu dan
hilir ambang serta kondisi bangunannya sendiri. Dipasang sedemikian rupa agr
alirannya tidak tenggelam. Dipasang pada penampang saluran irigasi atau sungai
kecil yang bentuknya uniform, bagian alur yang lurus paling sedikit lima kali lebar
ambang, dasar alur mendekati horizontal agar keecepatan dating kecil. Kketinggian
muka air yang diukur paling sedikit pada jarak 4 sampai 5 kali tinggi muka air
maksimum dari sebelah hulu ambang. Bangunan dipasang secara simetris dan harus
mampu berdiri untuk mngalirkan debit maksiimum tanpa mengalami kerusakan.
Pengendapan material di bagian hulu ambang yang terjadi secara continue dan
kerusakan mercu ambang yang disebabkan oleh abrasi material yang hanyut akan
mempengaruhi ketelitian debit yang terukur.

Kondisi yang perlu diperhatikan untuk ambang tajam antara lain :


hi /L>15
L<0,002m
Batas moduler (H2/H1) berada kurang dari 0,1.
Ambang tajam yang dilengkapi dengan bagian pengendali berbentuk segitiga,
persamaan debitnya adalah :
Q = 8/15 (2g)1/2 Cd tan  /2 hi 5/2
dimana :
 = sudut diantara dua sisi mercu

19
Ambang tajam yang dilengkapi dengan bagian pengendali berbentuk segi
empat, persamaan debitnya adalah :
Q = 2/3 Cd (2g)1/2 b hi 3/2
disaranakan :
Ca = 0,6035 + 0,0813 hi/p
Ambang tajam yang dilengkapi dengan bagian pengendali berbentuk
trapesium, persamaan debitnya adalah :
Q = 2/3 Cd Cv (2g)1/2 b hi 3/2

untuk mentukan harga koefisien Cd dan Cv diperlukan kalibrasi di


lapangan, antara lain dengan pengukuran debit menggunakan alat ukur arus.
b. Ambang pendek
Suatu ambang disebut dengan ambang pendek (Short Created weir) apabila
aliran yang terjadi menempel pada ambang, tidak membentuk garis aliran lurus
(tidak terdapat distribusi tekanan hidro static), merupakan aliran atas. Salah satu
jenis ambang pendek dengan mercu bulat, sehingga debitnya dapat dihitung dengan
rumus sebagai berikut :
Q = 2/3 Cd (2/3)1/2 b Hi 1,5
dimana :
Q = debit (m3/detik)
Cd = koefisien debit (= 1,48)
g = percepatan gravitasi (9,8 m/det2)
b = lebarnya marcu
Hi = tinggi air di atas mercu
Nilai banding Hi/r = 5,0 dan dengan rumus ini diandaikan bahwa Cv = 1,0, Aliran
menjadi non moduler jka nilai banding H2/H1 melampaui 0,33.

20
BAB III
BAGIAN – BANGIAN DALAM JARINGAN IRIGASI

3.1 Bendung Irigasi


Bendung irigasi adalah bangunan air dengan kelengkapannya yang dibangung
melintang sungai atau sudetan yang sengaja dibuat dengan maksud untuk
meninggikan elevasi muka air sungai. Apabila muka air di bendung mencapai
elevasi tertentu yang dibutuhkan maka air sungai dapat disadap dan dialirkan secara
gravitasi ke tempat - tempat yang memerlukannya. Bila ditinjau dari cara kerjanya,
bendungan terdiri dari beberapa type diantaranya adalah:
➢ Bendung tetap (weir),
Pada type ini keadaan muka air dibagian hulu bendungan tidak
dapat dikontrol, baik keadaan musim banjir atau tidak.

➢ Bendung gerak (barrage) dan


Pada type ini keadaan air dibagian hulu bendungan dapat dikontrol,
yaitu dengan membuka dan menutup pintu yang dibangun bersamaan
dengan membangun bendungan.

➢ Bendung karet (inflamble weir)

Pada bangunan bendung biasanya dilengkapi dengan bangunan pengelak,


peredam energy, bangunan pengambilan, bangunan pembilas, kantong lurnpur dan
tanggul banjir.

3.2 Pintu Pengambilan/Intake

Pintu pengambilan berfungsi mengatur banyaknya air yang masuk saluran


dan mencegah masuknya benda-benda padat dan kasar ke daiam saluran. Pada
bendung, tempat pengambilan bisa terdiri dari dua buah, yaitu kanan dan kiri, dan
bisa juga hanya sebuah, tergantung dari letak daerah yang akan diairi. Bila tempat
pengambilan dua buah, menuntut adanya bangunan penguras dua buah pula.
Kadang-kadang bila salah satu pintu pengambilam debitnya kecil, maka

21
pengambilannya lewat gorong-gorong yang di buat pada tubuh bendung. Hal ini
akan menyebabkan tidak perlu membuat dua bangunan penguras dan cukup satu
saja.

Pintu air merupakan struktur dari bendung yang berfungsi untuk mengatur,
membuka, dan menutup aliran air di saluran baik yang terbuka maupun tertutup.
Bagian yang penting dari pintu air adalah :

1. Daun pintu (gate leaf)


Adalah bagian dari pintu air yang menahan tekanan air dan dapat digerakkan
untuk membuka, mengatur, dan menutup aliran air.
2. Rangka pengatur arah gerakan (guide frame)
Adalah alur dari baja atau besi yang dipasang masuk ke dalam beton yang
digunakan untuk menjaga agar gerakan dari daun pintu sesuai dengan yang
direncanakan.
3. Angker (anchorage)
Adalah baja atau besi yang ditanam di dalam beton dan digunakan untuk
menahan rangka pengatur arah gerakan agar dapat memindahkan muatan
dari pintu air ke dalam konstruksi beton.
4. Hoist
Adalah alat untuk menggerakkan daun pintu air agar dapat dibuka dan
ditutup dengan mudah.

3.3 Kantong Lumpur

Kantong Lumpur adalah bangunan yang berfungsi mengendapkan fraksi-


fraksi yang lebih beasr dan fraksi halus ( 0,06 - 0,07 mm) agar tidak masuk
kejaringan irigasi biasanya ditempatkan dihilir bangunan pengambilan (intake ).

Penetapan lokasi kantong Lumpur ditentukan oleh keadaan topografi tepi


sungai maupun kemiringan sungai akan mempengaruhi perencanaan kantong
Lumpur. Kemiringan sungai harus cukup curam untuk menciptakan kehilangan
energi yang diperlukan untuk pembilasan di sepanjang kantong Lumpur. Kantong
Lumpur dan bangunan-bangunan pelengkap bendung memerlukan banyak ruang,

22
oleh karena itu kemungkinan penempatannya liarus ikut dipertimbangkan dalam
pemilihan lokasi bangunan utama. Apabila diperlukan dua bangunan pengambilan
maka juga diperlukan dua buah kantong lumpur dalam keadaan penuh.

Ada beberapa data digunakan untuk perencanaan kantong Lumpur, antara lain
data topografi untuk penempatan kantong Lumpur, Kemiringan yang memadai
guna pekerjaan penggelontoran sediment di kantong Lumpur. Data sediment
meliputi diameter sediment:

1. Volume sediment ( diasumsikan sebesar 0.5 ml dari volume air yang


mengalir dari kantong Lumpur)
2. Kebutuhan irigasi di pintu pengambilan

Standar Perencanaan Irigasi (1986) menyatakan bahwa dimensi kantung


lumpur dapat dihitung dengan persamaaan :

V = t b L + 0,5 (is - in) L² b........................................................(2-79)

Keterangan :

V = volume kantung lumpur (m3);

t = tinggi kantung lumpur (m);

b = lebar dasar kantung lumpur(m);

L = panjang Kantung lumpur (m);

is = kemiringan kantung lumpur;

in = kemiringan saluran induk;

3.4 Saluran Pembilas Kantong Lumpur


Saluran pembilas kantong lumpur adalah saluran yang berfungsi
untuk membilas sedimen yang telah mengendap di kantong lumpur,
dan sedimen tersebut di buang kembali ke sungai.

23
3.5 Saluran Primer/ Induk
Saluran irigasi primer adalah bagian dari jaringan irigasi yang terdiri dari
jaringan irigasi utama, saluran induk/primer, saluran pembuangannya, bangunan
bagi sadap, bangunan sadap dari bangunan pelengkap. Saluran irigasi primer
sebaiknya diberi nama sesuai dengan daerah irigasi yang dilayani, contoh: saluran
primer Makawa.
3.6 Saluran Sekunder
Saluran sekunder merupakan saluran yang berfungsi menampung limpasan
air yang berasal dari saluran-saluran tersier yang berada di daerah-daerah
permukiman yang berpotensi menimbulkan air limpasan. Saluran ini menjadi
mengalirkan air ke saluran yang lebih besar, yaitu saluran primer.

3.7 Saluran Tersier

Saluran irigasi tersier adalah saluran pembawa yang mengambil aimya dari
bangunan sadap melalui petak tersier sampai ke boks bagi terakhir. Pada tanah terjat
saluran mengikuti kemiringan medan, sedangkan pada tanah gelombang atau datar,
saluran mengikuti kaki bukit atau tempat - tempat tinggi. Boks tersier akan
membagi air kesaluran tersier atau kuarter berikutnya. Boks kuarter akan
memberikan aimya kesaluran - saluran kuarter.

Saluran - saluran kuarter adalah saluran - saluran bagi, umumnya dimulai dari
boks bagi sampai kesaluran pembuang. Panjang maksimum yang diizinkan adalah
500 m, kecuali jika ada hal - hal yang istimewa (misalnya apabila biaya untuk
membuat saluran yang lebih pendek terlalu mahal).

Didaerah - daerah terjal saluran kuarter biasanya merupakan saluran garis


tinggi yang tidak memerlukan bangunan terjun. Jika hal ini tidak mungkin, maka
saluran kuarter bisa dibuat mengalir mengikuti kemiringan medan, dengan
menyediakan bangunan terjun rendah yang sederhana. Ditanah yang bergelombang,
saluran kuarter mengikuti kaki bukit atau berdampingan dengan saluran tersier.
Bangunan ditempatkan diujung saluran irigasi kuarter yang bertemu pada saluran
pembuang dan berfungsi untuk mencegah agar debit kecil tidak terbuang pada

24
ujung saluran didekat saluran pembuang. Didaerah - daerah terjal, saluran kuarter
juga diperbolehkan untuk dipakai sebagai pembuang kuarter.

25
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

Menurut Nadeco
Menurut Nadeco

Variasi Biasa
1.32 1.33

Tabel 1. Data Luas Petak Sawah


LUAS
NAMA DEBIT
NO LAYANA
SALURAN LAYANAN (Q)
N
(Ha) l/dt m3/dt
1 T1S2P1 176 232 0.23
2 T2S2P1 33 44 0.04
3 T1S3P1 46 61 0.06
4 T2S3P1 150 198 0.20
5 T1S4P1 130 172 0.17
6 T2S4P1 66 87 0.09
7 T1S5P1 139 183 0.18
8 T2S5P1 42 55 0.06
9 T1S1P1 KR 128 169 0.17
10 T2S1P1 KR 168 222 0.22
11 T1S2P1 KR 177 234 0.23
12 T2S2P1 KR 136 180 0.18
13 T1S3P1 KR 164 216 0.22
14 T2S3P1 KR 188 248 0.25
15 T1S4P1 KR 132 174 0.17
16 T1S5P1 KR 199 263 0.26
17 T2S5P1 KR 145 191 0.19
18 T1S6P1 KR 146 193 0.19
19 T1S7P1 KR 147 194 0.19
20 T1S1P2 200 264 0.26
21 T2S1P1 154 203 0.20
22 T1S2P1 120 158 0.16
23 T2S2P1 100 132 0.13
Jumlah 3086 4074 4.07
Tabel 2. Data Saluran Tersier

LUAS
DEBIT LAYANAN
NO NAMA LAYAN
(Q)
SALURAN AN
(Ha) l/dt m3/dt
1 T1S2P1 176 232 0.23
2 T2S2P1 33 44 0.04
3 T1S3P1 46 61 0.06
4 T2S3P1 150 198 0.20
5 T1S4P1 130 172 0.17
6 T2S4P1 66 87 0.09
7 T1S5P1 139 183 0.18
8 T2S5P1 42 55 0.06
9 T1S1P1 KR 128 169 0.17
10 T2S1P1 KR 168 222 0.22
11 T1S2P1 KR 177 234 0.23
12 T2S2P1 KR 136 180 0.18
13 T1S3P1 KR 164 216 0.22
14 T2S3P1 KR 188 248 0.25
15 T1S4P1 KR 132 174 0.17
16 T1S5P1 KR 199 263 0.26
17 T2S5P1 KR 145 191 0.19
18 T1S6P1 KR 146 193 0.19
19 T1S7P1 KR 147 194 0.19
20 T1S1P2 200 264 0.26
21 T2S1P2 154 203 0.20
22 T1S2P2 120 158 0.16
23 T2S2P2 100 132 0.13
Jumlah 3086 4074 4.07

Tabel 3. Data Saluran Primer


LUAS LAYANAN DEBIT LAYANAN (Q)
NO NAMA SALURAN
(Ha) l/dt m3/dt
1 P1 2512 3315.8 3.3
2 P2 574 757.7 0.8
Tabel 4. Data Saluran Sekunder
LUAS LAYANAN DEBIT LAYANAN
NO NAMA SALURAN
(Ha) l/dt m3/dt
1 S2P1 209 276 0.28
2 S3P1 196 259 0.26
3 S4P1 196 259 0.26
4 S5P1 181 239 0.24
5 S1P1 KR 296 391 0.39
6 S2P1 KR 313 413 0.41
7 S3P1 KR 352 465 0.46
8 S4P1 KR 132 174 0.17
9 S5P1 KR 344 454 0.45
10 S6P1 KR 146 193 0.19
11 S7P1KR 147 194 0.19
12 S1P2 354 467 0.47
13 S2P2 220 290 0.29
Jumlah 3086 4073.52 4.07
Menurut Prosida
Varitas biasa
1,40 1,33

Tabel 1 : Data Luas Petak Sawah Tabel 2 : Data Saluran Primer

Kebutuhan Air ( Q ) Kebutuhan Air ( Q )


No Nama Petak Luas Petak ( ha ) No Nama Petak Luas Petak ( ha )
Liter/detik m3/detik Liter/detik m3/detik
1 T1S2P1 176,00 246,40 0,2464 1 Primer 1 1743,00 2440,20 2,440
2 T2S2P1 33,00 46,20 0,0462 2 Primer 2 574,00 803,60 0,804
3 T1S3P1 46,00 64,40 0,0644 3 Primer 3 769,00 1076,60 1,077
4 T2S3P1 150,00 210,00 0,21 Jumlah 3086,00 4320,40 4,320
5 T1S4P1 130,00 182,00 0,182
6 T2S4P1 66,00 92,40 0,0924 Tabel 3 : Data Saluran Sekunder
7 T1S5P1 139,00 194,60 0,1946
8 T2S5P1 42,00 58,80 0,0588 Kebutuhan Air ( Q )
No Nama Petak Luas Petak ( ha )
9 T1S1P1 KR 128,00 179,20 0,1792 Liter/detik m3/detik
10 T2S1P1 KR 168,00 235,20 0,2352 1 S2P1 209,00 292,600 0,293
11 T1S2P1 KR 177,00 247,80 0,2478 2 S3P1 196,00 274,400 0,274
12 T2S2P1 KR 136,00 190,40 0,1904 3 S4P1 196,00 274,400 0,274
13 T1S3P1 KR 164,00 229,60 0,2296 4 S5P1 181,00 253,400 0,253
14 T2S3P1 KR 188,00 263,20 0,2632 5 S1P1 KR 296,00 414,400 0,414
15 T1S1P2 200,00 280,00 0,28 6 S2P1 KR 313,00 438,200 0,438
16 T2S1P2 154,00 215,60 0,2156 7 S3P1 KR 352,00 492,800 0,493
17 T1S2P2 120,00 168,00 0,168 8 S1P2 354,00 495,600 0,496
18 T2S2P2 100,00 140,00 0,14 9 S2P2 220,00 308,000 0,308
19 T1S1P3 146,00 204,40 0,2044 10 S1P3 293,00 410,200 0,410
20 T2S1P3 147,00 205,80 0,2058 11 S2P3 476,00 666,400 0,666
21 T1S2P3 199,00 278,60 0,2786 Jumlah 3086,00 4320,40 4,3204
22 T2S2P3 145,00 203,00 0,203
23 T3S2P3 132,00 184,80 0,1848
Jumlah 3086,00 4320,40 4,3204

Tabel : Data Saluran Tersier

Kebutuhan Air ( Q )
No Nama Petak Luas Petak ( ha )
Liter/detik m3/detik
1 T1S2P1 176,00 246,40 0,2464
2 T2S2P1 33,00 46,20 0,0462
3 T1S3P1 46,00 64,40 0,0644
4 T2S3P1 150,00 210,00 0,21
5 T1S4P1 130,00 182,00 0,182
6 T2S4P1 66,00 92,40 0,0924
7 T1S5P1 139,00 194,60 0,1946
8 T2S5P1 42,00 58,80 0,0588
9 T1S1P1 KR 128,00 179,20 0,1792
10 T2S1P1 KR 168,00 235,20 0,2352
11 T1S2P1 KR 177,00 247,80 0,2478
12 T2S2P1 KR 136,00 190,40 0,1904
13 T1S3P1 KR 164,00 229,60 0,2296
14 T2S3P1 KR 188,00 263,20 0,2632
15 T1S1P2 200,00 280,00 0,28
16 T2S1P2 154,00 215,60 0,2156
17 T1S2P2 120,00 168,00 0,168
18 T2S2P2 100,00 140,00 0,14
19 T1S1P3 146,00 204,40 0,2044
20 T2S1P3 147,00 205,80 0,2058
21 T1S2P3 199,00 278,60 0,2786
T2S2P3 145,00 203,00 0,203
22 T3S2P3 132,00 184,80 0,1848
Jumlah 3086,00 4320,40 4,3204
Menghitung Dimensi Saluran

1. Saluran Primer

a. Saluran Primer 1

Diketahui : Q= 2,440 m3/dtk


K= 40
w= 0,6 m
V= 0,5 m/dtk

Penyelesaian : Q 2,440
A= =
V 0,5

= 4,880 2b2 =

b2 =
4,8804
4,8804
2

Luas Atot =
b +
2
b1 h


b1 = ( b + 3b / 2 ) b = 2b2
=
b=h=
2,4402
1,562 b1 =
=
3*b
4,686
=
∁ 1,562 +
2
4,686
1,562

= 3,905 = 6,101
R=
A Y= √ 1,562 2 + 1,562 2 hb = h+w
P = 2,209 = 1,562 + 0,6
4,8804 = 2,16
=
6,902 P= 2 x 2,209 x 1,562
= 0,707 = 6,902 A 4,8804
bb = =
hb 2,16
= 2,26


I=
∁ K
V
x R 2/3∁
2 b0 =
=
b + 2 ( hb√2 )
1,562 + 2 ( 2,16√2 )
=
∁ 40
0,5
x 0,794
2 = 7,677

= 0,00992 = 0,00010

b. Saluran Primer 2

Diketahui : Q= 0,804 m3/dtk


K= 35
w= 0,5 m
V= 0,4 m/dtk

Penyelesaian : Q 0,804
A= =
V 0,4

= 2,009 2b2 =
b2 =
2,009
2,009
2

Luas Atot =
b +
2
b1


h

b1 = ( b + 3b / 2 ) b = 2b2
=
b=h=
1,005
1,002 b1 =
=
3*b
3,007
=
∁ 1,002 +
2
3,007
1,002

= 2,506 = 2,511
R=
A Y= √ 1,002 2 + 1,002 2 hb = h+w
P = 1,417 = 1,002 + 0,5
2,009 = 1,50
=
2,841 P= 2 x 1,417 x 1,002
= 0,707 = 2,841 A 2,009
bb = =
hb 1,50
= 1,34

I=
∁ K
V
x R 2/3∁ 2 b0 =
=
b + 2 ( hb√2 )
1,002 + 2 ( 1,50√2 )
=
∁ 35
0,400
x 0,794
2 = 5,251

= 0,00907 = 0,00008

c. Saluran Primer 3

Diketahui : Q= 1,077 m3/dtk


K= 40
w= 0,5 m
V= 0,4 m/dtk

Penyelesaian : Q 1,077
A= =
V 0,4

= 2,692 2b2 =
b2 =
2,692
2,692
2

Luas Atot =
b +
2
b1


h

b1 = ( b + 3b / 2 ) b = 2b2
=
b=h=
1,346
1,160 b1 =
=
3*b
3,480
=
∁ 1,160 +
2
3,480
1,160

= 2,900 = 3,364
R=
A Y= √ 1,160 2 + 1,160 2 hb = h+w
P = 1,641 = 1,160 + 0,5
2,692 = 1,66
=
3,806 P= 2 x 1,641 x 1,160
= 0,707 = 3,806 A 2,692
bb = =
hb 1,66
= 1,62

I=
∁ K
V
x R 2/3∁ 2 b0 =
=
b + 2 ( hb√2 )
1,160+ 2 ( 1,66 √2 )
=
∁ 40
0,400
x 0,794
2 = 3,988

= 0,00794 = 0,00006

Debit (Q)
No Nama Saluran Luas ( ha ) A V K m n w R P I b b1 b0 bb h hb y Luas A total
L/dtk m3/dtk
1. Primer 1 1743,00 2440,2 2,4402 4,880 0,5 40 01:01 2,5 0,6 0,707 6,902 0,00010 1,562 4,686 7,677173 2,26 1,562 2,16 2,209 6,101
2. Primer 2 574,00 803,6 0,8036 2,009 0,4 35 01:01 2 0,5 0,707 2,841 0,00008 1,002 3,007 5,251245 1,34 1,002 1,50 1,417 2,511
2. Primer 3 769,00 1076,6 1,0766 2,692 0,4 40 01:01 2 0,5 0,707 3,806 0,00006 1,160 3,480 3,988 1,62 1,160 1,66 1,641 3,364
2. Saluran Sekunder

a. Saluran Sekunder S2P1

Diketahui : Q= 0,293 m3/dtk


K= 35
w= 0,4 m
V= 0,4 m/dtk

Penyelesaian : Q 0,293
A= =
V 0,4

= 0,732 2b2 =
b2 =
0,732
0,732
2

Luas Atot =
b +
2
b1 h


b1 = ( b + 3b / 2 ) b = 2b2
=
b=h=
0,366
0,605 b1 =
=
3*b
1,814
=
∁ 0,605 +
2
1,814
0,605

= 1,512 = 0,914
R=
A Y= √ 0,605 2 + 0,605 2 hb = h+w
P = 0,855 = 0,605 + 0,4
0,732 = 1,00
=
1,034 P= 2 x 0,855 x 0,605
= 0,707 = 1,034 A 0,732
bb = =
hb 1,00
= 0,73


I=
∁ K
V
x R 2/3

2 b0 =
=
b + 2 ( hb√2 )
0,605 + 2 ( 1,00√2 )
=
∁ 35
0,4
x 0,794
2 = 3,433

= 0,00907 = 0,00008

b. Saluran Sekunder S3P1

Diketahui : Q= 0,274 m3/dtk


K= 35
w= 0,4 m
V= 0,4 m/dtk

Penyelesaian : Q 0,274
A= =
V 0,4

= 0,686 2b2 =
b2 =
0,686
0,686
2

Luas Atot =
b +
2
b1 h


b1 = ( b + 3b / 2 ) b = 2b2
=
b=h=
0,343
0,586 b1 =
=
3*b
1,757
=
∁ 0,586 +
2
1,757
0,586

= 1,464 = 0,858
R=
A Y= √ 0,586 2 + 0,586 2 hb = h+w
P = 0,828 = 0,586 + 0,4
0,686 = 0,99
=
0,970 P= 2 x 0,828 x 0,586
= 0,707 = 0,970 A 0,686
bb = =
hb 0,99
= 0,70


I=
∁ K
V
x R 2/3

2 b0 =
=
b + 2 ( hb√2 )
0,586 + 2 ( 0,99√2 )
=
∁ 35
0,4
x 0,794
2 = 3,386

= 0,00907 = 0,00008
c. Saluran Sekunder S4P1

Diketahui : Q= 0,274 m3/dtk


K= 35
w= 0,4 m
V= 0,4 m/dtk

Penyelesaian : Q 0,274
A= =
V 0,4

= 0,686 2b2 =
b2 =
0,686
0,686
2

Luas Atot =
b +
2
b1 h


b1 = ( b + 3b / 2 ) b = 2b2
=
b=h=
0,343
0,586 b1 =
=
3*b
1,757
=
∁ 0,586 +
2
1,757
0,586

= 1,464 = 0,858
R=
A Y= √ 0,586 2 + 0,586 2 hb = h+w
P = 0,828 = 0,586 + 0,4
0,686 = 0,99
=
0,970 P= 2 x 0,828 x 0,586
= 0,707 = 0,970 A 0,686
bb = =
hb 0,99
= 0,70


I=
∁ K
V
x R 2/3

2 b0 =
=
b + 2 ( hb√2 )
0,586 + 2 ( 0,99√2 )
=
∁ 35
0,4
x 0,794
2 = 3,386

= 0,00907 = 0,00008

d. Saluran Sekunder S5P1

Diketahui : Q= 0,253 m3/dtk


K= 35
w= 0,4 m
V= 0,4 m/dtk

Penyelesaian : Q 0,253
A= =
V 0,4

= 0,634 2b2 =
b2 =
0,634
0,634
2

Luas Atot =
b +
2
b1 h


b1 = ( b + 3b / 2 ) b = 2b2
=
b=h=
0,317
0,563 b1 =
=
3*b
1,688
=
∁ 0,563 +
2
1,688
0,563

= 1,407 = 0,792
R=
A Y= √ 0,563 2 + 0,563 2 hb = h+w
P = 0,796 = 0,563 + 0,4
0,634 = 0,96
=
0,896 P= 2 x 0,796 x 0,563
= 0,707 = 0,896 A 0,634
bb = =
hb 0,96
= 0,66


I=
∁ K
V
x R 2/3

2 b0 =
=
b + 2 ( hb√2 )
0,563 + 2 ( 0,96√2 )
=
∁ 35
0,4
x 0,794
2 = 3,278

= 0,00907 = 0,00008
e. Saluran Sekunder S1P1KR

Diketahui : Q= 0,414 m3/dtk


K= 35
w= 0,4 m
V= 0,4 m/dtk

Penyelesaian : Q 0,414
A= =
V 0,4

= 1,036 2b2 =
b2 =
1,036
1,036
2

Luas Atot =
b +
2
b1 h


b1 = ( b + 3b / 2 ) b = 2b2
=
b=h=
0,518
0,720 b1 =
=
3*b
2,159
=
∁ 0,720 +
2
2,159
0,720

= 1,799 = 1,295
R=
A Y= √ 0,720 2 + 0,720 2 hb = h+w
P = 1,018 = 0,720 + 0,4
1,036 = 1,12
=
1,465 P= 2 x 1,018 x 0,720
= 0,707 = 1,465 A 1,036
bb = =
hb 1,12
= 0,93


I=
∁ K
V
x R 2/3

2 b0 =
=
b + 2 ( hb√2 )
0,720 + 2 ( 1,12√2 )
=
∁ 35
0,4
x 0,794
2 = 3,888

= 0,00907 = 0,00008

f. Saluran Sekunder S2P1KR

Diketahui : Q= 0,438 m3/dtk


K= 35
w= 0,4 m
V= 0,4 m/dtk

Penyelesaian : Q 0,438
A= =
V 0,4

= 1,096 2b2 =
b2 =
1,096
1,096
2

Luas Atot =
b +
2
b1 h


b1 = ( b + 3b / 2 ) b = 2b2
=
b=h=
0,548
0,740 b1 =
=
3*b
2,220
=
∁ 0,740 +
2
2,220
0,740

= 1,850 = 1,369
R=
A Y= √ 0,740 2 + 0,740 2 hb = h+w
P = 1,047 = 0,740 + 0,4
1,096 = 1,14
=
1,549 P= 2 x 1,047 x 0,740
= 0,707 = 1,549 A 1,096
bb = =
hb 1,14
= 0,96


I=
∁ K
V
x R 2/3

2 b0 =
=
b + 2 ( hb√2 )
0,740 + 2 ( 0,96√2 )
=
∁ 35
0,4
x 0,794
2 = 3,458

= 0,00907 = 0,00008

g. Saluran Sekunder S3P1KR

Diketahui : Q= 0,493 m3/dtk


K= 35
w= 0,4 m
V= 0,4 m/dtk

Penyelesaian : Q 0,493
A= =
V 0,4

= 1,232 2b2 =
b2 =
1,232
1,232
2

Luas Atot =
b +
2
b1 h


b1 = ( b + 3b / 2 ) b = 2b2
=
b=h=
0,616
0,785 b1 =
=
3*b
2,355
=
∁ 0,785 +
2
2,355
0,785

= 1,962 = 1,540
R=
A Y= √ 0,785 2 + 0,785 2 hb = h+w
P = 1,110 = 0,785 + 0,4
1,232 = 1,18
=
1,742 P= 2 x 1,110 x 0,785
= 0,707 = 1,742 A 1,232
bb = =
hb 1,18
= 1,04


I=
∁ K
V
x R 2/3

2 b0 =
=
b + 2 ( hb√2 )
0,785 + 2 ( 1,18√2 )
=
∁ 35
0,4
x 0,794
2 = 4,136

= 0,00907 = 0,00008

h. Saluran Sekunder S1P2

Diketahui : Q= 0,496 m3/dtk


K= 35
w= 0,4 m
V= 0,4 m/dtk

Penyelesaian : Q 0,496
A= =
V 0,4

= 1,239 2b2 =
b2 =
1,239
1,239
2

Luas Atot =
b +
2
b1 h


b1 = ( b + 3b / 2 ) b = 2b2
=
b=h=
0,620
0,787 b1 =
=
3*b
2,361
=
∁ 0,787 +
2
2,361
0,787

= 1,968 = 1,549
R=
A Y= √ 0,787 2 + 0,787 2 hb = h+w
P = 1,113 = 0,787 + 0,4
1,239 = 1,19
=
1,752 P= 2 x 1,113 x 0,787
= 0,707 = 1,752 A 1,239
bb = =
hb 1,19
= 1,04


I=
∁ K
V
x R 2/3

2 b0 =
=
b + 2 ( hb√2 )
0,787 + 2 ( 1,19√2 )
=
∁ 35
0,4
x 0,794
2 = 4,145

= 0,00907 = 0,00008
i. Saluran Sekunder S2P2

Diketahui : Q= 0,308 m3/dtk


K= 35
w= 0,4 m
V= 0,4 m/dtk

Penyelesaian : Q 0,308
A= =
V 0,4

= 0,770 2b2 =
b2 =
0,770
0,770
2

Luas Atot =
b +
2
b1 h


b1 = ( b + 3b / 2 ) b = 2b2
=
b=h=
0,385
0,620 b1 =
=
3*b
1,861
=
∁ 0,620 +
2
1,861
0,620

= 1,551 = 0,963
R=
A Y= √ 0,620 2 + 0,620 2 hb = h+w
P = 0,877 = 0,620 + 0,4
0,770 = 1,02
=
1,089 P= 2 x 0,877 x 0,620
= 0,707 = 1,089 A 0,770
bb = =
hb 1,02
= 0,75


I=
∁ K
V
x R 2/3∁
2 b0 =
=
b + 2 ( hb√2 )
0,620 + 2 ( 1,02√2 )
=
∁ 35
0,4
x 0,794
2 = 3,507

= 0,00907 = 0,00008

j. Saluran Sekunder S1P3

Diketahui : Q= 0,410 m3/dtk


K= 35
w= 0,4 m
V= 0,4 m/dtk

Penyelesaian : Q 0,410
A= =
V 0,4

= 1,026 2b2 =
b2 =
1,026
1,026
2

Luas Atot =
b +
2
b1 h


b1 = ( b + 3b / 2 ) b = 2b2
=
b=h=
0,513
0,716 b1 =
=
3*b
2,148
=
∁ 0,716 +
2
2,148
0,716

= 1,790 = 1,282
R=
A Y= √ 0,716 2 + 0,716 2 hb = h+w
P = 1,013 = 0,716 + 0,4
1,026 = 1,12
=
1,450 P= 2 x 1,013 x 0,716
= 0,707 = 1,450 A 1,026
bb = =
hb 1,12
= 0,92


I=
∁ K
V
x R 2/3∁
2 b0 =
=
b + 2 ( hb√2 )
0,716 + 2 ( 1,12√2 )
=
∁ 35
0,4
x 0,794
2 = 3,873

= 0,00907 = 0,00008

k. Saluran Sekunder S2P3

Diketahui : Q= 0,666 m3/dtk


K= 35
w= 0,5 m
V= 0,4 m/dtk

Penyelesaian : Q 0,666
A= =
V 0,4

= 1,666 2b2 =
b2 =
1,666
1,666
2

Luas Atot =
b +
2
b1 h


b1 = ( b + 3b / 2 ) b = 2b2
=
b=h=
0,833
0,913 b1 =
=
3*b
2,738
=
∁ 0,913 +
2
2,738
0,913

= 2,282 = 2,083
R=
A Y= √ 0,913 2 + 0,913 2 hb = h+w
P = 1,291 = 0,913 + 0,5
1,666 = 1,41
=
2,356 P= 2 x 1,291 x 0,913
= 0,707 = 2,356 A 1,666
bb = =
hb 1,41
= 1,18


I=
∁ K
V
x R 2/3∁
2 b0 =
=
b + 2 ( hb√2 )
0,913 + 2 ( 1,41√2 )
=
∁ 35
0,4
x 0,794
2 = 4,908

= 0,00907 = 0,00008

Debit (Q)
No Nama Saluran Luas ( ha ) A V K m n w R P I b b1 b0 bb h hb y Luas A total
L/dtk m3/dtk
1. S2P1 209,00 292,6 0,293 0,732 0,4 35 01:01 2 0,4 0,707 1,034 0,00008 0,605 1,814 3,386 0,73 0,605 1,00 0,855 0,914
2. S3P1 196,00 274,4 0,274 0,686 0,4 35 01:01 2 0,4 0,707 0,970 0,00008 0,605 1,757 3,386 0,70 0,605 0,99 0,828 0,858
3. S4P1 196,00 274,4 0,274 0,686 0,4 35 01:01 2 0,4 0,707 0,970 0,00008 0,586 1,757 3,386 0,66 0,586 0,99 0,828 0,858
4. S5P1 181,00 253,4 0,253 0,634 0,4 35 01:01 2 0,4 0,707 0,896 0,00008 0,563 1,688 3,278 0,66 0,563 0,96 0,796 0,792
5. S1P1KR 296,00 414,4 0,414 1,036 0,4 35 01:01 2 0,4 0,707 1,465 0,00008 0,720 2,159 3,888 0,93 0,720 1,12 1,018 1,295
6 S2P1KR 313,00 438,2 0,438 1,096 0,4 35 01:01 2 0,4 0,707 1,549 0,00008 0,740 2,220 3,458 0,96 0,740 1,14 1,047 1,369
7 S3P1KR 352,00 492,8 0,493 1,232 0,4 35 01:01 2 0,4 0,707 1,742 0,00008 0,785 2,355 4,136 1,04 0,785 1,18 1,110 1,540
8 S1P2 354,00 495,6 0,496 1,239 0,4 35 01:01 2 0,4 0,707 1,752 0,00008 0,787 2,361 4,145 1,04 0,787 1,19 1,113 1,549
9 S2P2 220,00 308,0 0,308 0,770 0,4 35 01:01 2 0,4 0,707 1,089 0,00008 0,620 1,861 3,507 0,75 0,620 1,02 0,877 0,963
10 S1P3 293,00 410,2 0,410 1,026 0,4 35 01:01 2 0,4 0,707 1,450 0,00008 0,716 2,148 3,873 0,92 0,716 1,12 1,013 1,282
11 S2P3 476,00 666,4 0,666 1,666 0,4 35 01:01 2 0,5 0,707 2,356 0,00008 0,913 2,738 4,908 1,18 0,913 1,41 1,291 2,083
3. Saluran Tersier

a. T1S2P1

3
Diketahui : Q= 0,246 m /dtk
K= 35
w= 0,4 m
V= 0,4 m/dtk

Penyelesaian : A=
Q
V
=

=
0,246
0,4
0,616
b1 =
=
3*b
2,157 ∁
Luas Atot =
b +
2
b1


h

A= 2
b = 0,616 b= √ 0,518 = 0,719
hb =
=
=
h+w
0,719 + 0,4
1,12
=
∁ 0,719 +
2
0,000
0,719

P= 3xb A = 0,719 = 0,517


R=
= 2,157 P A 0,616
bb = =
0,616 hb 1,12
=
2,157 = 0,55
= 0,286
b0 = b + 2 ( hb√2 )


I=
V
∁ 2 = 0,719 + 2 ( 1,12 √2 )
K x R
2/3
= 3,879

=
∁ 35 x
0,4
0,433
2

= 0,00495 = 0,0000245

b. T2S2P1

3
Diketahui : Q= 0,046 m /dtk
K= 35
w= 0,4 m
V= 0,4 m/dtk

Penyelesaian : A=
Q
V
=

=
0,046
0,4
0,116
b1 =
=
3*b
2,208 ∁
Luas Atot =
b +
2
b1


h

A= 2
b = 0,116 b= √ 0,543 = 0,736
hb =
=
=
h+w
0,736 + 0,4
1,14
=
∁ 0,736 +
2
2,208
0,736

P= 3xb A = 1,840 = 1,354


R=
= 2,208 P A 0,116
bb = =
0,116 hb 1,14
=
2,208 = 0,10
= 0,052
b0 = b + 2 ( hb√2 )


I=
V
∁ 2 = 0,736 + 2 ( 1,14 √2 )
K x R
2/3
= 3,956

=
∁ 35 x
0,4
0,140
2

= 0,00160 = 0,0000026
c. T1S3P1

3
Diketahui : Q= 0,064 m /dtk
K= 35
w= 0,4 m
V= 0,4 m/dtk

Penyelesaian : A=
Q
V
=

=
0,064
0,4
0,161
b1 =
=
3*b
1,755 ∁
Luas Atot =
b +
2
b1


h

A= 2
b = 0,161 b= √ 0,343 = 0,585
hb =
=
=
h+w
0,585 + 0,4
0,99
=
∁ 0,585 +
2
1,755
0,585

P= 3xb A = 1,463 = 0,856


R=
= 1,755 P A 0,161
bb = =
0,161 hb 0,99
=
1,755 = 0,16
= 0,092
b0 = b + 2 ( hb√2 )

I=
∁ K x
V
R
2/3

2 =
=
0,585 + 2 ( 0,99 √2 )
3,385

=
∁ 35 x
0,4
0,203
2

= 0,00232 = 0,0000054

d. T2S3P1

3
Diketahui : Q= 0,210 m /dtk
K= 35
w= 0,4 m
V= 0,4 m/dtk

Penyelesaian : A=
Q
V
=

=
0,210
0,4
0,525
b1 =
=
3*b
1,617 ∁
Luas Atot =
b +
2
b1


h

A= 2
b = 0,525 b= √ 0,291 = 0,539
hb =
=
=
h+w
0,539 + 0,4
0,94
=
∁ 0,539 +
2
1,617
0,539

P= 3xb A = 1,348 = 0,726


R=
= 1,617 P A 0,525
bb = =
0,525 hb 0,94
=
1,617 = 0,56
= 0,325
b0 = b + 2 ( hb√2 )

I=
∁ K x
V
R
2/3
∁ 2 =
=
0,539 + 2 ( 0,94 √2 )
3,179

=
∁ 35 x
0,4
0,472
2

= 0,00540 = 0,0000291
e. T1S4P1

3
Diketahui : Q= 0,182 m /dtk
K= 35
w= 0,4 m
V= 0,4 m/dtk

Penyelesaian : A=
Q
V
=

=
0,182
0,4
0,455
b1 =
=
3*b
1,545 ∁
Luas Atot =
b +
2
b1


h

A= 2
b = 0,455 b= √ 0,266 = 0,515
hb =
=
=
h+w
0,515 + 0,4
0,94
=
∁ 0,515 +
2
1,545
0,515

P= 3xb A = 1,288 = 0,663


R=
= 1,545 P A 0,455
bb = =
0,455 hb 0,94
=
1,545 = 0,48
= 0,294
b0 = b + 2 ( hb√2 )


I=
V
∁ 2 = 0,515 + 2 ( 0,94 √2 )
K x R
2/3
= 3,155

=
∁ 35 x
0,4
0,442
2

= 0,00506 = 0,00002557

f. T2S4P1

3
Diketahui : Q= 0,092 m /dtk
K= 35
w= 0,4 m
V= 0,4 m/dtk

Penyelesaian : A=
Q
V
=

=
0,092
0,4
0,231
b1 =
=
3*b
1,773 ∁
Luas Atot =
b +
2
b1


h

A= 2
b = 0,231 b= √ 0,350 = 0,591
hb =
=
=
h+w
0,591 + 0,4
0,99
=
∁ 0,591 +
2
1,773
0,591

P= 3xb A = 1,478 = 0,873


R=
= 1,773 P A 0,231
bb = =
0,231 hb 0,99
=
1,773 = 0,23
= 0,130
b0 = b + 2 ( hb√2 )


I=
V
∁ 2 = 0,591 + 2 ( 0,99 √2 )
K x R
2/3
= 3,391

=
∁ 35 x
0,4
0,257
2

= 0,00294 = 0,00000862

g. T1S5P1

3
Diketahui : Q= 0,195 m /dtk
K= 35
w= 0,4 m
V= 0,4 m/dtk

Penyelesaian : A=
Q
V
=

=
0,195
0,4
0,487
b1 =
=
3*b
1,692 ∁
Luas Atot =
b +
2
b1


h

A= 2
b = 0,487 b= √ 0,319 = 0,564
hb =
=
=
h+w
0,564 + 0,4
0,96
=
∁ 0,564 +
2
1,692
0,564

P= 3xb A = 1,410 = 0,795


R=
= 1,692 P A 0,487
bb = =
0,487 hb 0,96
=
1,692 = 0,50
= 0,288
b0 = b + 2 ( hb√2 )


I=
V
∁ 2 = 0,564 + 2 ( 0,96 √2 )
K x R
2/3
= 3,278

=
∁ 35 x
0,4
0,435
2

= 0,00498 = 0,00002477
h. T2S5P1

3
Diketahui : Q= 0,059 m /dtk
K= 35
w= 0,4 m
V= 0,4 m/dtk

Penyelesaian : A=
Q
V
=

=
0,059
0,4
0,147
b1 =
=
3*b
1,605 ∁
Luas Atot =
b +
2
b1


h

A= 2
b = 0,147 b= √ 0,287 = 0,535
hb =
=
=
h+w
0,535 + 0,4
0,94
=
∁ 0,535 +
2
1,605
0,535

P= 3xb A = 1,338 = 0,716


R=
= 1,605 P A 0,147
bb = =
0,147 hb 0,94
=
1,605 = 0,16
= 0,092
b0 = b + 2 ( hb√2 )

I=
∁ K x
V
R
2/3


2 =
=
0,535 + 2 ( 0,94 √2 )
3,175

=
∁ 35 x
0,4
0,203
2

= 0,00232 = 0,0000054

i. T1S1P1 KR

3
Diketahui : Q= 0,179 m /dtk
K= 35
w= 0,4 m
V= 0,4 m/dtk

Penyelesaian : A=
Q
V
=

=
0,179
0,4
0,448
b1 =
=
3*b
1,515 ∁
Luas Atot =
b +
2
b1


h

A= 2
b = 0,448 b= √ 0,256 = 0,505
hb =
=
=
h+w
0,505 + 0,4
0,91
=
∁ 0,505 +
2
1,515
0,505

P= 3xb A = 1,263 = 0,638


R=
= 1,515 P A 0,448
bb = =
0,448 hb 0,91
=
1,515 = 0,50
= 0,296
b0 = b + 2 ( hb√2 )


I=
V
∁2 = 0,505 + 2 ( 0,91 √2 )
K x R
2/3
= 3,065

=
∁ 35 x
0,4
0,444
2

= 0,00507 = 0,0000257

j. T2S1P1 KR

3
Diketahui : Q= 0,235 m /dtk
K= 35
w= 0,4 m
V= 0,4 m/dtk

Penyelesaian : A=
Q
V
=

=
0,235
0,4
0,588
b1 =
=
3*b
1,419 ∁
Luas Atot =
b +
2
b1


h

A= 2
b = 0,588 b= √ 0,224 = 0,473
hb =
=
=
hxw
0,473 x 0,4
0,19
=
∁ 0,473 +
2
1,419
0,473

P= 3xb A = 1,183 = 0,559


R=
= 1,419 P A 0,588
bb = =
0,588 hb 0,19
=
1,419 = 3,11
= 0,414
b0 = b + 2 ( hb√2 )


I=
V
∁2 = 0,473 + 2 ( 0,19 √2 )
K x R
2/3
= 1,013

=
∁ 35 x
0,4
0,556
2

= 0,00635 = 0,0000403
k. T1S2P1 KR

3
Diketahui : Q= 0,248 m /dtk
K= 35
w= 0,4 m
V= 0,4 m/dtk

Penyelesaian : A=
Q
V
=

=
0,248
0,4
0,620
b1 =
=
3*b
2,223 ∁
Luas Atot =
b +
2
b1


h

A= 2
b = 0,620 b= √ 0,550 = 0,741
hb =
=
=
hxw
0,741 x 0,4
0,30
=
∁ 0,741 +
2
2,223
0,741

P= 3xb A = 1,853 = 1,373


R=
= 2,223 P A 0,620
bb = =
0,620 hb 0,30
=
2,223 = 2,09
= 0,279
b0 = b + 2 ( hb√2 )


I=
V
∁2 = 0,741 + 2 ( 0,30 √2 )
K x R
2/3
= 1,581

=
∁ 35 x
0,4
0,426
2

= 0,00487 = 0,0000238

l. T2S2P1 KR

3
Diketahui : Q= 0,190 m /dtk
K= 35
w= 0,4 m
V= 0,4 m/dtk

Penyelesaian : A=
Q
V
=

=
0,190
0,4
0,476
b1 =
=
3*b
1,473 ∁
Luas Atot =
b +
2
b1


h

A= 2
b = 0,476 b= √ 0,242 = 0,491
hb =
=
=
h+w
0,491 x 0,4
0,20
=
∁ 0,491 +
2
1,473
0,491

P= 3xb A = 1,228 = 0,603


R=
= 1,473 P A 0,476
bb = =
0,476 hb 0,20
=
1,473 = 2,42
= 0,323
b0 = b + 2 ( hb√2 )


I=
V
∁2 = 0,491 + 2 ( 0,20 √2 )
K x R
2/3
= 1,051

=
∁ 35 x
0,4
0,471
2

= 0,00538 = 0,0000289

m. T1S3P1 KR

3
Diketahui : Q= 0,230 m /dtk
K= 35
w= 0,4 m
V= 0,4 m/dtk

Penyelesaian : A=
Q
V
=

=
0,230
0,4
0,574
b1 =
=
3*b
1,566 ∁
Luas Atot =
b +
2
b1


h

A= 2
b = 0,574 b= √ 0,273 = 0,522
hb =
=
=
h+w
0,552 x 0,4
0,22
=
∁ 0,522 +
2
1,566
0,522

P= 3xb A = 1,305 = 0,681


R=
= 1,566 P A 0,574
bb = =
0,574 hb 0,22
=
1,566 = 2,60
= 0,367
b0 = b + 2 ( hb√2 )


I=
V
∁2 = 0,552 + 2 ( 0,22 √2 )
K x R
2/3
= 1,172

=
∁ 35 x
0,4
0,512
2

= 0,00585 = 0,0000342
n. T2S3P1 KR

3
Diketahui : Q= 0,263 m /dtk
K= 35
w= 0,4 m
V= 0,4 m/dtk

Penyelesaian : A=
Q
V
=

=
0,263
0,4
0,658
b1 =
=
3*b
1,452 ∁
Luas Atot =
b +
2
b1


h

A= 2
b = 0,658 b= √ 0,235 = 0,484
hb =
=
=
h+w
0,484 x 0,4
0,19
=
∁ 0,484 +
2
1,452
0,484

P= 3xb A = 1,210 = 0,586


R=
= 1,452 P A 0,658
bb = =
0,658 hb 0,19
=
1,452 = 3,40
= 0,453
b0 = b + 2 ( hb√2 )


I=
V
∁2 = 0,484 + 2 ( 0,19 √2 )
K x R
2/3
= 1,024

=
∁ 35 x
0,4
0,590
2

= 0,00674 = 0,0000454

o. T1S1P2

3
Diketahui : Q= 0,280 m /dtk
K= 35
w= 0,4 m
V= 0,4 m/dtk

Penyelesaian : A=
Q
V
=

=
0,280
0,4
0,700
b1 =
=
3*b
1,911 ∁
Luas Atot =
b +
2
b1


h

A= 2
b = 0,700 b= √ 0,406 = 0,637
hb =
=
=
h+w
0,637 x 0,4
0,25
=
∁ 0,637 +
2
1,911
0,637

P= 3xb A = 1,593 = 1,014


R=
= 1,911 P A 0,700
bb = =
0,700 hb 0,25
=
1,911 = 2,75
= 0,366
b0 = b + 2 ( hb√2 )


I=
V
∁2 = 0,637 + 2 ( 0,25 √2 )
K x R
2/3
= 1,337

=
∁ 35 x
0,4
0,512
2

= 0,00585 = 0,0000342

p. T2S1P2

3
Diketahui : Q= 0,216 m /dtk
K= 35
w= 0,4 m
V= 0,4 m/dtk

Penyelesaian : A=
Q
V
=

=
0,216
0,4
0,539
b1 =
=
3*b
2,157 ∁
Luas Atot =
b +
2
b1


h

A= 2
b = 0,539 b= √ 0,518 = 0,719
hb =
=
=
h+w
0,719 + 0,4
1,12
=
∁ 0,719 +
2
2,157
0,719

P= 3xb A = 1,798 = 1,292


R=
= 2,157 P A 0,539
bb = =
0,539 hb 1,12
=
2,157 = 0,48
= 0,250
b0 = b + 2 ( hb√2 )


I=
V
∁2 = 0,719 + 2 ( 1,12 √2 )
K x R
2/3
= 3,879

=
∁ 35 x
0,4
0,397
2

= 0,00453 = 0,0000205
q. T1S2P2

3
Diketahui : Q= 0,168 m /dtk
K= 35
w= 0,4 m
V= 0,4 m/dtk

Penyelesaian : A=
Q
V
=

=
0,168
0,4
0,420
b1 =
=
3*b
2,211 ∁
Luas Atot =
b +
2
b1


h

A= 2
b = 0,420 b= √ 0,543 = 0,737
hb =
=
=
h+w
0,737 + 0,4
1,14
=
∁ 0,737 +
2
2,211
0,737

P= 3xb A = 1,843 = 1,358


R=
= 2,211 P A 0,420
bb = =
0,420 hb 1,14
=
2,211 = 0,37
= 0,190
b0 = b + 2 ( hb√2 )


I=
V
∁2 = 0,737 + 2 ( 1,14 √2 )
K x R
2/3
= 3,957

=
∁ 35 x
0,4
0,330
2

= 0,00377 = 0,0000142

r. T2S2P2

3
Diketahui : Q= 0,140 m /dtk
K= 35
w= 0,4 m
V= 0,4 m/dtk

Penyelesaian : A=
Q
V
=

=
0,140
0,4
0,350
b1 =
=
3*b
1,755 ∁
Luas Atot =
b +
2
b1


h

A= 2
b = 0,350 b= √ 0,343 = 0,585
hb =
=
=
h+w
0,585 + 0,4
0,99
=
∁ 0,585 +
2
1,755
0,585

P= 3xb A = 1,463 = 0,856


R=
= 1,755 P A 0,350
bb = =
0,350 hb 0,99
=
1,755 = 0,36
= 0,199
b0 = b + 2 ( hb√2 )


I=
V
∁2 = 0,585 + 2 ( 1,40 √2 )
K x R
2/3
= 3,385

=
∁ 35 x
0,4
0,341
2

= 0,00390 = 0,0000152

s. T1S1P3

3
Diketahui : Q= 0,204 m /dtk
K= 35
w= 0,4 m
V= 0,4 m/dtk

Penyelesaian : A=
Q
V
=

=
0,204
0,4
0,511
b1 =
=
3*b
1,617 ∁
Luas Atot =
b +
2
b1


h

A= 2
b = 0,511 b= √ 0,291 = 0,539
hb =
=
=
h+w
0,539 + 0,4
0,94
=
∁ 0,539 +
2
1,617
0,539

P= 3xb A = 1,348 = 0,726


R=
= 1,617 P A 0,511
bb = =
0,511 hb 0,94
=
1,617 = 0,54
= 0,316
b0 = b + 2 ( hb√2 )


I=
V
∁2 = 0,539 + 2 ( 0,94 √2 )
K x R
2/3
= 3,197

=
∁ 35 x
0,4
0,464
2

= 0,00530 = 0,0000281
t. T2S1P3

3
Diketahui : Q= 0,206 m /dtk
K= 35
w= 0,4 m
V= 0,4 m/dtk

Penyelesaian : A=
Q
V
=

=
0,206
0,4
0,515
b1 =
=
3*b
1,545 ∁
Luas Atot =
b +
2
b1


h

A= 2
b = 0,515 b= √ 0,266 = 0,515
hb =
=
=
h+w
0,515 + 0,4
0,92
=
∁ 0,515 +
2
1,545
0,515

P= 3xb A = 1,288 = 0,663


R=
= 1,545 P A 0,515
bb = =
0,515 hb 0,92
=
1,545 = 0,56
= 0,333
b0 = b + 2 ( hb√2 )


I=
V
∁2 = 0,515 + 2 ( 0,92 √2 )
K x R
2/3
= 3,115

=
∁ 35 x
0,4
0,480
2

= 0,00549 = 0,0000301

u. T1S2P3
3
Diketahui : Q= 0,279 m /dtk
K= 35
w= 0,4 m
V= 0,4 m/dtk

Penyelesaian : A=
Q
V
=

=
0,279
0,4
0,697
b1 =
=
3*b
1,869 ∁
Luas Atot =
b +
2
b1


h

A= 2
b = 0,697 b= √ 0,389 = 0,623
hb =
=
=
h+w
0,623 + 0,4
1,02
=
∁ 0,623 +
2
1,869
0,623

P= 3xb A = 1,558 = 0,970


R=
= 1,869 P A 0,697
bb = =
0,697 hb 1,02
=
1,869 = 0,68
= 0,373
b0 = b + 2 ( hb√2 )


I=
V
∁2 = 0,623 + 2 ( 1,02 √2 )
K x R
2/3
= 3,503

=
∁ 35 x
0,4
0,518
2

= 0,00592 = 0,0000350

v. T3S2P3
3
Diketahui : Q= 0,185 m /dtk
K= 35
w= 0,4 m
V= 0,4 m/dtk

Penyelesaian : A=
Q
V
=

=
0,185
0,4
0,462
b1 =
=
3*b
1,944 ∁
Luas Atot =
b +
2
b1


h

A= 2
b = 0,462 b= √ 0,420 = 0,648
hb =
=
=
h+w
0,648 + 0,4
1,05
=
∁ 0,648 +
2
1,944
0,648

P= 3xb A = 1,620 = 1,050


R=
= 1,944 P A 0,462
bb = =
0,462 hb 1,05
=
1,944 = 0,44
= 0,238
b0 = b + 2 ( hb√2 )


I=
V
∁2 = 0,648 + 2 ( 1,05 √2 )
K x R
2/3
= 3,616

=
∁ 35 x
0,4
0,383
2

= 0,00438 = 0,0000192
MENGHITUNG SALURAN KANTONG LUMPUR

QP1 = 2,440
H= 1,562
V= 0,3

Penyelesaian

Q Q L/B ≥ 8 L= 8B
V= B=
HxB V = 41,656

2,440 2,440
V= =
1,402 x 10,491 0,469

2,440 = 5,207
=
14,708

= 0,166
DAFTAR PUSTAKA

Anomim, 2013. Standar Perencanaan Irigasi, KP 01. Jakarta: Badan Penerbit


Perkerjaan Umum.

Anomim, 2013. Standar Perencanaan Irigasi, KP 02. Jakarta: Badan Penerbit


Perkerjaan Umum.

Anomim, 2013. Standar Perencanaan Irigasi, KP 03. Jakarta: Badan Penerbit


Perkerjaan Umum.

Anomim, 2013. Standar Perencanaan Irigasi, KP 06. Jakarta: Badan Penerbit


Perkerjaan Umum.

Anomim, 2013. Standar Perencanaan Irigasi, Bagian Penunjang, Jakarta: Badan


Penerbit Perkerjaan Umum.

50
Bo == 3,35
Bo 7,68

0,60
0.6 3,06
1,20 0,95
1,56 1,20
3,06 0,60
0.6

WW=0,6
= 0,25

2,17
1,20
H = 0,95
H = 1,57

BB==1,56
0,95

Penampang Saluran Primer P1


Penampang
Skala 1 : 30 Saluran Primer P1

Skala 1 :30

Bo
Bo== 5,26
3,35

0,60
0,5 2,13
1,20 0,95
1,00 2,13
1,20 0,60
0,5

W
W == 0,25
0,5

1,5
1,20
H =H1,00
= 0,95

B B= =1,00
0,95

Penampang Saluran
Penampang Primer
Saluran Primer P1 P2
Skala 1 : 30
Skala 1 :30

49
Bo
Bo == 3,35
3,98

0,5
0,60 1,21
1,20 1,56
0,95 1,21
1,20 0,5
0,60

W
W == 0,25
0,5

1,66
1,20
H =H1,16
= 0,95

BB =1,56
= 0,95

Penampang Saluran Primer P1


Penampang Saluran Primer P3
Skala 1 : 30
Skala 1 :30

50
1. Saluran Sekunder (S2P1 Skala 1:30)

Bo == 2.647
3.38
0.4
0,5 0.949
1.39 0.749
0.60 0.949
1.39 0,5
0.4

0.949
1
H = 0.749
H = 0.60

BB == 0.60
0.749

2. Saluran Sekunder ( S3P1 Skala 1:30)

Bo
Bo == 3.38
2.647

0.4
0,5 1.39
0.949 0.749
0.60 1.39
0.949 0.4
0,5

1
0.949
H =H 0.60
= 0.749

BB==0.60
0.749

53
3. Saluran Sekunder ( S4P1 Skala 1:30)

Bo
Bo== 3.38
2.647

0.4
0,5 1.40
0.949 0.58
0.749 1.40
0.949 0,5
0.4

0.98
0.949
H =H 0.58
= 0.749

BB == 0.58
0.749

4. Saluran Sekunder ( S5P1 Skala 1:30)

Bo
Bo== 3.28
2.647

0.4
0,5 1.36
0.949 0.56
0.749 1.36
0.949 0,5
0.4

0.96
0.949
H =H 0.56
= 0.749

BB == 0.56
0.749

54
5. Saluran Sekunder ( S1P1KR Skala 1:30)

BoBo= =3.88
2.647

0,5
0.4 0.949
1.58 0.72
0.749 1.58
0.949 0,5
0.4

1.12
0.949
H =H0.72
= 0.749

BB==0.72
0.749

6. Saluran Sekunder ( S2P1KR Skala 1:30)

BoBo==3.46
2.647

0.4
0,5 1.36
0.949 0.74
0.749 1.36
0.949 0.4
0,5

1.14
0.949
H = 0.74
H = 0.749

BB==0.74
0.749

55
7. Saluran Sekunder ( S3P1KR Skala 1:30)

BoBo==4.14
2.647

0.4
0,5 1.68
0.949 0.78
0.749 1.68
0.949 0,5
0.4

1.18
0.949
H = 0.78
H = 0.749

BB==0.78
0.749

8. Saluran Sekunder ( S1P2 Skala 1:30)

BoBo==4.14
2.647

0.4
0,5 1.68
0.949 0.78
0.749 1.68
0.949 0.4
0,5

1.18
0.949
H =H0.78
= 0.749

BB==0.78
0.749

56
9. Saluran Sekunder ( S2P2 Skala 1:30)

BoBo==3.50
2.647

0.4
0,5 1.44
0.949 0.62
0.749 1.44
0.949 0,5
0.4

1.02
0.949
H = 0.62
H = 0.749

BB==0.62
0.749

10. Saluran Sekunder ( S1P3 Skala 1:30)

BoBo==3.87
2.647

0.4
0,5 1.58
0.949 0.71
0.749 1.58
0.949 0.4
0,5

1.11
0.949
H =H0.71
= 0.749

BB==0.71
0.749

57
11. Saluran Sekunder ( S2P2 Skala 1:30)

BoBo==4.91
2.647

0.5
0,5 2.00
0.949 0.91
0.749 2.00
0.949 0.5
0,5

1.41
0.949
H = 0.91
H = 0.749

BB==0.913
0.749

58
1. Saluran Tersier ( T1S2P1 sklasa 1 : 30)

Bo == 3.87
Bo 1.614
0,4
0.4 0.638
1.58 0.438
0.71 0.638
1.58 0,4
0.4

w == 0.20
W 0.4
0.638
1.11
HH==0.438
0.71

BB=
= 0.438
0.71

2. Saluran Tersier ( T2S2P1 sklasa 1 : 30)

Bo == 3.95
Bo 1.614
0,4
0.4 0.638
1.61 0.438
0.73 0.638
1.61 0,4
0.4

w == 0.20
W 0.4
0.638
1.13
HH==0.438
0.73

BB=
= 0.438
0.73

60
3. Saluran Tersier ( T1S3P1 sklasa 1 : 30)

Bo == 3.38
Bo 1.614
0,4
0.4 0.638
1.40 0.438
0.58 0.638
1.40 0,4
0.4

w == 0.20
W 0.4
0.638
0.98
HH==0.438
0.58

BB=
= 0.438
0.58

4. Saluran Tersier ( T2S3P1 sklasa 1 : 30)

Bo == 3.17
Bo 1.614
0,4
0.4 0.638
1.32 0.438
0.53 0.638
1.32 0,4
0.4

w == 0.20
W 0.4
0.638
1.11
HH==0.438
0.53

BB=
= 0.438
0.53

61

Anda mungkin juga menyukai