Anda di halaman 1dari 48

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
atas seizinNya lah penulis dapat menyelesaikan penulisan laporan Irigasi dan
Bangunan Air ini. Hasil akhir yang hendak dicapai dalam laporan ini adalah untuk
bagaimana merencanakan jaringan Irigasi dan Bangunannya.
Selama penyusunan laporan ini, penulis juga mendapatkan banyak bantuan
dari banyak pihak. Untuk itu pada kesempatan ini penulis hendak mengucapkan
terima kasih khususnya kepada Ibu Deliana Mangisu, ST., MT sebagai dosen
pengampu yang selalu menyempatkan waktu untuk mengasistensi tugas ini.
Seperti kata pepatah ‘Tak Ada Gading Yang Tak Retak’ Penulis
menyadari bahwa penulisan laporan ini masih belum sempurna, untuk itu penulis
menerima segala kritik dan saran yang membangun. Akhir kata semoga laporan
ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.

Jayapura, Januari 2019

Penulis
DAFTAR ISI

BAB I....................................................................................................................................................4
PENDAHULUAN................................................................................................................................4
1.1 Latar Belakang.....................................................................................................................4
1.1.1 Kebutuhan Manusia Akan Kebutuhan Makanan Nabati................................................4
1.1.2 Kebutuhan Manusia Akan Kenyamanan dan Keamanan Hidupnya...............................4
1.2 Rumusan Masalah...............................................................................................................5
1.3 Tujuan..................................................................................................................................5
BAB II..................................................................................................................................................6
TINJAUAN PUSTAKA......................................................................................................................6
2.1. Sistim Jaringan Irigasi.............................................................................................................6
2.1.1 Pengertian Jaringan Irigasi.............................................................................................6
2.1.2 Tujuan dan Manfaat Jaringan Irigasi..............................................................................6
2.1.3 Klasifikasi Jaringan Irigasi.............................................................................................6
2.2. Perencanaan Sistim Jaringan Irigasi.......................................................................................9
2.2.1 Peta Ikhitisar................................................................................................................10
2.2.2 Saluran Irigasi..............................................................................................................11
2.2.3 Bangunan.....................................................................................................................12
2.2.4 Standar Tata Nama.......................................................................................................16
BAB III...............................................................................................................................................19
ANALISIS PERHITUNGAN............................................................................................................19
3.1 Kebutuhan Bersih Air Irigasi...........................................................................................19
3.1.1 Perhitungan Curah Hujan Efektif (Re)..........................................................................19
3.1.2 Perhitungan Evapotranspirasi (ET0).............................................................................21
3.1.3 Kebutuhan Air untuk Pengolahan dan Penyemaian.....................................................25
3.1.4 Pergantian Lapisan Air (WLR)...................................................................................28
3.1.5 Perkolasi......................................................................................................................28
3.1.6 Kebutuhan Air di Sawah..............................................................................................29
3.2 Perhitungan Debit Saluran...............................................................................................31
3.3 Perhitungan Dimensi Saluran...........................................................................................34
3.4 Perhitungan Tinggi Muka Air..........................................................................................37
3.5 Perencanaan Bangunan Pengatur Debit (Romyn)..........................................................38
3.6 Bangunan Pelintas.............................................................................................................40
BAB IV...............................................................................................................................................41
PENUTUP..........................................................................................................................................41
4.1 Kesimpulan.........................................................................................................................41
4.2 Saran...................................................................................................................................41
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................................42
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Berdasarkan kepustakaan mengenai sejarah kehidupan manusia, dapat
diketahui bahwa hubungan antara manusia dengan sumber daya air sudah terjalin
sejak berabad-abad lalu. Beberapa hal penting yang menyebabkan eratnya
hubungan manusia dengan sumber daya air, dapat disebutkan antara lain :

1.1.1 Kebutuhan Manusia Akan Kebutuhan Makanan Nabati


Untuk kelangsungan hidupnya, manusia membutuhkan juga
makanan nabati. Jenis makanan ini didapat manusia dari usahanya
dalam mengolah tanah dengan tumbuhan penghasil makanan, untuk
keperluan tumbuh dan berkembangnya, tanaman tersebut memerlukan
penanganan khusus, terutama dalam pengaturan akan kebutuhan
airnya. Manusia kemudian membuat bangunan dan saluran yang
berfungsi sebagai prasarana pengambil, pengatur dan pembagi air
sungai untuk pengairan lahan pertaniannya. Bangunan pengambil air
tersebut berupa bangunan yang sederhana dan sementara berupa
tumbukan batu, kayu dan tanah, sampai dengan bangunan yang
permanen seperti bendung, waduk dan bangunan-bangunan lainnya.

1.1.2 Kebutuhan Manusia Akan Kenyamanan dan Keamanan


Hidupnya
Seperti telah diketahui bersama, dalam keadaan biasa dan normal,
sungai adalah mitra yang baik bagi kehidupan manusia. Namun,
dalam keadaan dan saaat-saat tertentu sungai pun adalah musuh
manusia yang akan merusak kenyamanan dan keamanan kehidupan
manusia. Pada setiap kejadian dan kegiatan yang ditimbulkan oleh
sifat dan perilaku sungai, manusia kemudian berpikir dan berupaya
untuk sebanyak-banyaknya memanfaatkan sifat dan perilaku sungai
yang menguntungkan dan memperkecill taau bahkan berusaha

4
menghilangkan sifat yang merugikan. Manusia lalu memanfaatkan
sumber daya air sungai, misalnya bendungan-bendungan, pusat listrik
tenaga air ataupun membuat bangunan yang diharapkan akan dapat
melindungi manusia terhadap bencana yang ditimbulkan oleh sungai,
misalnya waduk, krib, tanggul, penahan lereng, bronjong dan fasilitas
lainnya.

1.2 Rumusan Masalah


Dari latar belakang yang telah di atas, maka permasalahan yang akan dibahas
adalah:

a. Apa itu sistim jaringan irigasi ?


b. Bagimana cara menghitung kebutuhan air untuk irigasi ?
c. Bagaimana cara merencanakan dimensi saluran dan bangunan irigasi ?

1.3 Tujuan
Berdasarkan permasalahan yang akan dibahas, maka tujuan dari penyusunan
laporan ini adalah:
a. Untuk mengetahui sistim pada jaringan irigasi.
b. Mengetahui cara mengitung kebutuhan air untuk irigasi.
c. Untuk mengetahui perencanaan dimensi saluran dan bangunan pada
irigasi.

5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Sistim Jaringan Irigasi


2.1.1 Pengertian Jaringan Irigasi
Irigasi merupakan suatu ilmu yang memanfaatkan air untuk
tanaan mulai dari tumbuh sampai masa panen. Air tersebut diambil dari
sumbernya, dibawa melalui saluran, dibagikan kepada tanaman yang
memerlukan secara teratur, dan setelah air tersebut terpakai, kemudian
dibuang melalui saluran pembuang menuju sungai kembali. Irigasi
dikehendaki dalam situasi: (a) bila jumlah curah hujan lebih kecil dari
pada kebutuhan tanaman; (b) bila jumlah curah hujan mencukupi tetapi
distribusi dari curah hujan tidak bersamaan dengan waktu yang
dikehendaki tanaman. Sumber air yang digunakan untuk irigasi adalah :
a. Air yang dipermukaan tanah : sungai, danau, waduk, dan mata air.
b. Air hujan yang ditampung dengan waduk lapangan (Embung)
c. Air tanah (Ground Water).

2.1.2 Tujuan dan Manfaat Jaringan Irigasi


Tujuan dari pelayanan jaringan irigasi adalah upaya penyediaan
dan pengaturan air untuk menunjang pertanian dari sumber air ke daerah
yang memerlukan dan mendistribusikan secara teknis dan sistematis.
Sedangkan manfaat dari jaringan irigasi adalah untuk membasahi tanah,
untuk mengatur pembasahan tanah, untuk menyuburkan tanah, untuk
kolmatase, untuk penggelontoran air di kota.

2.1.3 Klasifikasi Jaringan Irigasi


a. Klasifikasi Irigasi Berdasarkan Perkembangannya

1. Irigasi Sistem Gravitasi


Sistem irigasi ini, mengambil sumber air dari permukaan
bumi (sungai, danau, waduk) dan dialirkan dengan cara gravitasi.

6
2. Irigasi Sitem Pompa
Pengambilan sumber air dapat diambil dari sungai atau
bawah tanah dengan menggunakan pompa.
3. Irigasi Pasang Surut
Irigasi pasang surut adalah suatu tipe irigasi yang
memanfaatkan pengempangan air sungai akibat peristiwa pasang
surut air laut. Areal yang direncanakan adalah areal yang mendapat
pengaruh langsung dari peristiwa pasang surut.
b. Klasifikasi Jaringan Irigasi Berdasarkan Cara Pengaturan, Pengukuran
dan Fasilitasnya
1. Jaringan irigasi Sederahana
Di dalam irigasi sederhana, pembagian air tidak diukur atau
diatur, air lebih akan mengalir ke saluran pembuang. Para petani
pemakai air itu tergabung dalam satu kelompok jaringan irigasi
yang sama, sehingga tidak memerlukan keterlibatan pemerintah di
dalam organisasi jaringan irigasi semacam ini. Persediaan air
biasanya berlimpah dengan kemiringan berkisar antara sedang
sampai curam. Oleh karena itu hampir-hampir tidak diperlukan
teknik yang sulit untuk sistem pembagian airnya.

Gb. 1 Sistem Jaringan Irigasi Sederhana

7
2. Jaringan irigasi Semiteknis

Dalam banyak hal, perbedaan satu-satunya antara jaringan


irigasi sederhana dan jaringan semiteknis adalah bahwa jaringan
semiteknis ini bendungnya terletak di sungai lengkap dengan
bangunan pengambilan dan bangunan pengukur di bagian hilirnya.
Mungkin juga dibangun beberapa bangunan permanen di jaringan
saluran. Sistem pembagian air biasanya serupa dengan jaringan
sederhana.

Gb. 2 Sistem Jaringan Irigasi Semiteknis

3. Jaringan Irigasi Teknis


Salah satu prinsip dalam perencanaan jaringan teknis
adalah pemisahan antara jaringan irigasi dan jaringan
pembuang/pematus. Hal ini berarti bahwa baik saluran irigasi
maupun pembuang tetap bekerja sesuai dengan fungsinya masing-
masing, dari pangkal hingga ujung.

Pekerjaan teknis irigasi pada umumnya terdiri dari :


a) Pembuatan bangunan penyadap yang berupa bendung atau
penyadap bebas.

8
b) Pembuatan saluran primer (induk) termasuk bangunan –
bangunan di dalamnya seperti : bangunan bagi, bangunan bagi
sadap, dan bangunan sadap. Bangunan air ini dikelompokkan
sebagai bangunan air pengatur, disamping itu ada kelompok
bangunan air pelengkap diantaranya bangunan terjun, got miring,
gorong – gorong, pelimpah, talang, jembatan dan lain – lain.
c) Pembuatan saluran sekunder, termasuk bangunan –
bangunan di dalamnya seperti : bangunan bagi-sadap, sadap dan
bangunan pelengkap seperti yang ada pada saluran induk.
d) Pembuatan saluran tersier termasuk bangunan –
bangunan di dalamnya seperti : boks tersier, boks kuarter, dan
lain- lain.
e) Pembuatan saluran pembuang sekunder dan tersier
termasuk bangunan gorong pembuang.

Gb. 3 Sistem Jaringan Irigasi Teknis

2.2. Perencanaan Sistim Jaringan Irigasi


Berikut ini adalah pola perencanaan perancangan suatu sistem
jaringan irigasi yaitu :

9
1. Adanya permintaan masyarakat petani
Suatu sistem irigasi dikerjakan oleh karena adanya permintaan
masyarakat petani. Kemudian selanjutnya dilakukan studi kelayakan
oleh ahli pertanian (ahli tanah, pertanian tanaman pangan), sosial
ekonomi, sipil (ahli hidrologi, ahli irigasi), geodesi, geologist, dan
ahli lingkungan.

2. Pelaksanaan Investigasi
Pelaksanaan investigasi terdiri dari beberapa tahap yaitu :
a) Pengumpulan data hidrologi, klimatologi, social ekonomi, dan lain
– lain;
b) Pengukuran situasi 1:5000 atas izin masyarakat petani yang
tanahnya terkena proyek, serta pendataan pemilik lahan;
c) Survey geologi dan mekanika tanah;
d) Penggambaran situasi;
e) Layout definitive;
f) Pengukuran trase atas izin masyarakat yang terkena proyek.
g) Penggambaran trase.
h) Perencanaan trase saluran dan bangunan.
i) Penggambaran saluran dan bangunan.
j) Sosialisai dengan masyarakat serta pejabat setampat.

3. Pembuatan
a) Bill of quantities dan rencana anggaran biaya (RAB).
b) Dokumen tender.
c) Dokumen pra qualifikasi.

4. Pelaksanaan Fisik
Pelaksanaan fisik maksudnya adalah melaksanakan
pembangunan sistem jaringan irigasi pada lahan yang telah ditentukan.

10
2.2.1 Peta Ikhitisar
Peta ikhtisar adalah cara bagaimana berbagai bagian dari suatu
jaringan irigasi saling dihubung-hubungkan.
a. Petak Tersier
Petak tersier adalah perencanan dasar yang bertalian dengan unit
tanah. Petak ini menerima air irigasi yang dialirkan dan diukur pada
bangunan sadap (offtake) tersier, bangunan sadap tersier mengalirkan
airnya ke saluran tersier. Petak tersier ini dibagi menjadi petak-petak
kuarter, masing-masing seluas kurang lebih 8-15 ha. Petak tersier harus
terletak langsung berbatasan dengan saluran sekunder atau saluran
primer, kecuali petak-petak tersier tidak secara langsung disepanjang
jaringan saluran irigasi utama.
b. Petak Sekunder
Petak tersier terdiri dari beberapa petak tersier yang kesemuannya
dilayani oleh satu saluran sekunder. Biasanya petak sekunder menerima
air dari nbangunan bagi yang terletak di saluran primer atau sekunder.
c. Petak Primer
Petak primer terdiri dari beberapa petak sekunder, yang
mengambil air langsung dari saluran primer. Petak primer dilayani oleh
satu saluran primer

2.2.2 Saluran Irigasi


a. Jaringan irigasi utama
- Saluran primer membawa air dari bendung ke saluran sekunder dan
ke petak-petak tersier yang diairi. Batas ujung saluran primer
adalah pada bangunan bagi yang terakhir,
- Saluran sekunder membawa air dari saluran primer ke petak-petak
tersier yang dilayani oleh saluran sekunder tersebut. Batas ujung
saluran ini adalah pada bangunan sadap terakhir.
- Saluran pembawa membawa air irigasi dari sumber air lain (bukan
sumber yang memberi air pada bangunan utama proyek) ke

11
jaringan irigasi primer. - Saluran muka tersier membawa air dari
bangunan sadap tersier ke petak tersier yang terletak di seberang
petak tersier lainnya. Saluran ini termasuk dalam wewenang dinas
irigasi dan oleh sebab itu pemeliharaannya menjadi tanggung
jawabnya.
b. Jaringan saluran irigasi tersier
- Saluran tersier membawa air dari bangunan sadap tersier di jaringan
utama ke dalam petak tersier lalu ke saluran kuarter. Batas ujung
saluran ini adalah boks bagi kuarter yang terakhir
- Saluran kuarter membawa air dari boks bagi kuarter melalui
bangunan sadap tersier atau parit sawah ke sawah-sawah
- Perlu dilengkapi jalan petani ditingkat jaringan tersier dan kuarter
sepanjang itu memang diperlukan oleh petani setempat dan dengan
persetujuan petani setempat pula, karena banyak ditemukan di
lapangan jalan petani yang rusak sehingga akses petani dari dan ke
sawah menjadi terhambat, terutama untuk petak sawah yang paling
ujung.
- Pembangunan sanggar tani sebagai sarana untuk diskusi antar petani
sehingga partisipasi petani lebih meningkat, dan pembangunannya
disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi petani setempat.

c. Garis Sempadan Saluran Dalam rangka pengamanan saluran dan


bangunan maka perlu ditetapkan garis sempadan saluran dan bangunan
irigasi yang jauhnya ditentukan dalam peraturan perundangan
sempadan saluran.

12
Gb. 4 Saluran Primer - Sekunder

2.2.3 Bangunan
a. Bangunan Utama
Bangunan utama adalah kompleks bangunan yang
direncanakan di sepanjang sungai atau aliran air untuk
membelokan air kedalam jaringan saluran agar dapat dipakai untuk
keperluan irigasi. Biasanay bangunan ini dipakai untuk
mengurangai kandungan sedimen yang berlebih, serta mengukur
banyaknya air yang masuk. Bangunan utama dibagi menjadi
beberapa kategori :
1. Bendung
Bendung ( weir ) atau bendung gerak ( barrage ) dipakai
untuk meninggikan muka air di sungai sampai pada
ketinggian yang diperlukan agar air dapat dialirkan ke
saluran irigasi dan petak tersier. Ketinggian itu akan
menentukan luas daerah yang diairi ( command area )
Bendung gerak adalah bangunan yang dilengkapi dengan
pintu yang dapat dibuka untuk mengalirkan air pada waktu
terjadi banjir besar dan ditutup apabila aliran kecil. Di
Indonesia, bendung adalah bangunan yang paling umum
dipakai untuk membelokkan air sungai untuk keperluan
irigasi.
2. Pengambilan bebas
Pengambilan bebas adalah bangunan yang dibuat di tepi
sungai yang mengalirkan air sungai ke dalam jaringan
irigasi, tanpa mengatur tinggi muka air di sungai. Dalam
keadaan demikian, jelas bahwa muka air di sungai harus
lebih tinggi dari daerah yang diairi dan jumlah air yang

13
dibelokkan harus dapat dijamin cukup.
3. Pengambilan dari waduk
Waduk ( reservoir ) digunakan untuk menampung air
irigasi pada waktu terjadi surplus air di sungai agar dapat
dipakai sewaktu-waktu terjadi kekurangan air. Jadi, fungsi
utama waduk adalah untuk mengatur aliran sungai.
4. Stasiun Pompa
lrigasi dengan pompa bisa dipertimbangkan apabila
pengambilan secara gravitasi temyata tidak layak dilihat dari
segi teknis maupun ekonomis. Pada mulanya irigasi pompa
hanya memerlukan modal kecil, tetapi biaya eksploitasinya
mahal

b. Bangunan Bagi dan Sadap


Bangunan bagi terletak disaluran primer dan sekunder pada
suatu titik cabang dan berfungsi untuk membagi aliran antara dua
saluran atau lebih. Bangunan sadap tersier mengalirkan air dari
saluran primer atau sekunder ke saluran tersier penerima. Boks-
boks bagi di saluran tersier membagi aliran untuk dua saluran atau
lebih.
c. Bangunan Pengukur dan Pengatur
Aliran akan diukur dihulu saluran primer, di cabang saluran
jaringan primer dan di bangunan sadap sekunder maupun tersier.
Peralatan ukur dibagi dua, yaitu : alat ukur aliran atas bebas dan
alat ukur aliran bawah.
d. Bangunan Pengukuran Muka air
Bangunan ini mengontrol muka air jaringan irigasi utama
sampai bats- batas yang diperlukan untuk dapat memberikan debit
konstant kepada bangunan sadap tersier. Bangunan pengatur di
perlukan untik di tempatkan dimana tinggi muka air di saluran
dipengaruhi oleh bangunan terjun atau got miring.

14
Untuk mencegah meninggi ayau menurunya muka air di saluran,
dipakai mercu tetap atau celah kontrol trapesium.
e. Bangunan Pembawa
Bangunan pembawa membawa air dari ruas hulu ke ruas hilir
saluran. Aliran yang melalui bangunan superkritis atau subkritis.
1. Bangunan pembawa dengan aliran superkritis
Bangunan ini diperloukan di tempat-tempat di mana lereng
medannya lebih curam dari pada kemiringan maksimum
saluran. Bangunan ini terdiri dari bangunan terjun dan Got
miring.
2. Bangunan pembawa dengan aliran subkritis
Bangunan ini terdiri dari: Gorong-gorong, Talang, Sipon,
Jembatan sipon, Flum (flume), Saluran tertentu dan
Terowongan.
a) Gorong-gorong
Gorong-gorong dipasang di tempat-tempat di mana
saluran lewat di bawah bangunan (jalan, rel kereta api) atau
apabila pembuang lewat di bawah saluran. Aliran di dalam
gorong-gorong umumnya aliran bebas.
b) Talang
Talang dipakai untuk mengalirkan air irigasi lewat
di atas saluran lainnya, saluran pembuang alamiah atau
cekungan dan lembah-lembah. Aliran di dalam talang
adalah aliran bebas.
c) Sipon
Sipon dipakai untuk mengalirkan air irigasi dengan
menggunakan gravitasi di bawah saluran pembuang,
cekungan, anak sungai atau sungai. Sipon juga dipakai
untuk melewatkan air di bawah jalan, jalan kereta api, atau
bangunan-bangunan yang lain. Sipon merupakan saluran
tertutup yang direncanakan untuk mengalirkan air secara

15
penuh dan sangat dipengaruhi oleh tinggi tekan.
d) Jembatan Sipon
Jembatan sipon adalah saluran tertutup yang bekerja
atas dasar tinggi tekan dan dipakai untuk mengurangi
ketinggian bangunan pendukung di atas lembah yang
dalam.
e) Flum
Ada beberapa tipe flum yang dipakai untuk mengalirkan
air irigasi melalui situasi-situasi medan tertentu, misalnya:
- flum tumpu ( bench flume ), untuk mengalirkan air di
sepanjang lereng bukit yang curam
- flum elevasi ( elevated flume ), untuk menyeberangkan
air irigasi lewat di atas saluran pembuang atau jalan air
lainnya
- flum, dipakai apabila batas pembebasan tanah ( right of
way ) terbatas atau jika bahan tanah tidak cocok untuk
membuat potongan melintang saluran trapesium biasa.
f. Bangunan Lindung
Bangunan ini diperlukan untuk melindungi saluran baik
dari luar maupun dari dalam. Dari luar bangunan itu memberikan
perlindungan terhadap limpasan air buangan yang berlebihan dan
dari dalam terhadap aliran saluran yang berlebihan akibat
kesalahan eksploitasi atau akibat akibat masuknya air dari ruas
saluran.
1. Bangunan pembuang silang
2. Pelimpah (spillway)
3. Bangunan penguras (wasteway)
4. Saluran pembuang samping
g. Jalan dan Jembatan
Jalan-jalan inspeksi diperlukan untuk inspeksi, eksploitasi
dan pemeliharaan jaringan irigasi dan pembuang. Sedangkan

16
jembatan digunakan untuk menghubungkan jalan-jalan inspeksi
diseberang saluran irigasi.
h. Bangunan Pelengkap
Bangunan pelengkap yang dipasang disepanjang saluran
meliputi :
1. Pagar , rel pengaman dan sebagainya
2. Kisi-kisi penyaring untuk mencegah tersumabt bangunan oleh
benda-benda yang hanyut
3. Jembatan-jembatan untuk keperluan penyebrangan bagi
penduduk

17
2.2.4 Standar Tata Nama
Nama-nama yang diberikan untuk saluran-saluran irigasi harus
pendek dan tidak mempunyai tafsiran ganda.
a. Daerah Irigasi
Daerah irigasi dapat diberi nama sesuai dengan nama daerah
setempat atau daerah penting di daerah itu, yang biasanya terletak dekat
dengan jaringan bangunan utama. Untuk bangunan utama berlaku
peraturan yang sama seperti untuk daerah irigasi.

b. Jaringan Irigasi Primer dan Sekunder


Saluran irigasi primer sebaiknya diberinama sesuai dengan daerah
irigasi yang dilayani. Saluran sekunder diberinama sesuai dengan
nama desa yang terletak dipetak sekunder. Petak sekundet akan diberi
nama sesuai dengan nama saluran sekundernya. Saluran di bagi menjadi
ruas-ruas yang berkapasitas sama, bangunan pengelak atau bagi adalah
bangunan terakhir disuatu ruas bangunan itu diberi nama sesuai dengan
ruas hulu, tetapi huruf R (ruas) di ubah menjadi B (bangunan).
Bangunan-bangunan yang ada diantara bangunan-bangunan bagi
sadap diberi nama sesuai dengan nama ruas dimanabnagunan tersebut
terletak, juga mulai dengan huruf B lalu diikuti dengan huruf kecil
sedemikian sehingga bengunan yang berada lebih jauh di hilir memakai
huruf b, c dan seterusnya.

18
Gb. 5 Standar Tata Nama Jaringan Irigasi

c. Jaringan Irigasi Tersier dan Kuarter


Petak tersier diberi nama seperti bangunan sadap tersier dari jaringan
utama. Misalnya S1ki mendapat air dari pintu kiri bangunan bagi BS1
yang terletak pada saluran sambak.
1) Ruas-ruas saluran tersier diberi nama sesuai dengan nama boks
yang terletak diantara yang terletak diantara kedua boks
2) Boks tersier diberi kode T, diikuti nomor urut menurut arah jarum jam
3) Peta kuarter diberi nama sesuai denan petak rotasi, diikuti dengan
nomor urut searah jarum jam. Petak rotasi diberi kode A, B, C dan
seterusnya searah jarum jam/
4) Boks kuarter diberi kode K
5) Saluran irigasi kuarter diberi nama sesuai dengan petak kuarter
yang dilayani tetapi dengan huruf kecil, misalnya a1, a2 dan seterusnya
6) Saluran pembuang kuarter diberi nama sesuaI deangan petak kuarter
yang dibuang airnya, menggunakan huruf kecil diawali dengan dk,
misalnya dka1, dka2 dan seterusnya
7) Saluran pembuangan tersier diberi kode dt1, dt2 juga menurut arah
jarum jam

19
Gb. 6 Sistem Tata Nama Petak Rotasi dan Kuarter

d. Jaringan Pembuang
Pada umunya pembuang primer berupa sungai-sungai alamiah
yang kesenuanya akan diberi nama. Apabila ada saluran-saluran
pembuang primer baru yang akan dibuat maka saluran-saluran itu harus
diberi nama tersendiri.
Pembuang sekunder pada umunya berupa sungai atau anak sungai
yang lebih kecil. Beberapa diantaranya sudah mempunyai nama yang tetap
bisa dipakai, jika tidak sungai atau anak sungai tersebut akan ditunjukan
dengan sebuah huruf bersama-sama dengan nomor seri. Nama-nama ini
akan diawali dengan huruf d (drainase).

20
Gb. 6 Sistem Tata Nama Jaringan Pembuang

21
BAB III
ANALISIS PERHITUNGAN

3.1 Kebutuhan Bersih Air Irigasi


3.1.1 Perhitungan Curah Hujan Efektif (Re)
Tujuan analisis curah hujan adalah untuk menghitung curah
hujan efektif yang digunakan untuk menunjang kebutuhan air irigasi.
Hujan yang terjadi tidak sepenuhnya digunakan oleh tanaman untuk
pertumbuhannya. Apabila intensitas hujan yang turun terlalu tinggi
maka hanya sebagian dari curah hujan yang turun digunakan oleh
tanaman, sebaliknya apabila intensitasnya rendah tidak efektif untuk
pertumbuhan tanaman.

Berdasarkan pernyataan di atas, pengertian curah hujan


dibedakan menjadi dua macam, yaitu:

1. Curah hujan nyata


Curah hujan nyata adalah sejumlah curah hujan yang nyata jatuh
pada suatu daerah.

2. Curah hujan efektif


Curah hujan efektif adalah sejumlah curah hujan yang jatuh pada
suatu daerah dan dapat digunakan untuk pertumbuhan tanaman.

Perhitungan curah hujan efektif diperlukan untuk


menentukan jumlah air irigasi yang perlu ditambahkan di lahan
pertanian. Berdasarkan Metode Standar Perencanaan Irigasi curah
hujan efektif tanaman padi diambil 70% dari curah hujan andalan
(R80), atau dengan persamaan berikut ini: (Anonim, 1986 : 165)

Repadi = 0,7 x R80

dengan:

Repadi = curah hujan efektif tanaman padi (mm/hr)

22
R80 = curah hujan andalan (mm/hr)

23
Tabel 3.1 Curah Hujan Efektif Tanaman Padi

Rata-rata Jumlah Kuadran Penyimpangan Jumlah Kuadran Standar R80 R80


Bulan Re
CH 2002 2003 2004 2005 2006 Penyimpangan Deviasi X + (-0.84 . SD) Harian
Januari 345.66 19729.01 31883.67 2586.74 23146.58 47410.71 124756.7 176.60 197.31 6.58 4.60
Februari 338.04 199.94 16373.76 8489.78 15114.24 10253.59 50431.3 112.28 243.72 8.12 5.69
Maret 388.06 21479.83 3095.81 7066.08 13349.49 3533.11 48524.3 110.14 295.54 9.85 6.90
April 274.42 773.95 43522.30 19943.09 112.78 150761.36 215113.5 231.90 79.62 2.65 1.86
Mei 123.88 10811.84 3178.70 21909.92 7409.77 9686.50 52996.7 115.11 27.19 0.91 0.63
Juni 63.50 216.09 2190.24 2540.16 585.64 18523.21 24055.3 77.55 -1.64 -0.05 0.00
Juli 56.94 2184.63 211.41 1165.54 648.21 4894.40 9104.2 47.71 16.87 0.56 0.39
Agustus 6.34 1.54 26.63 40.20 47.06 19.71 135.1 5.81 1.46 0.05 0.03
September 20.76 3174.20 122.32 430.98 301.37 51.27 4080.1 31.94 -6.07 -0.20 0.00
Oktober 31.30 870.25 252.81 3445.69 237.16 882.09 5688.0 37.71 -0.38 -0.01 0.00
November 31.40 94.09 3.61 823.69 299.29 0.04 1220.7 17.47 16.73 0.56 0.39
Desember 151.40 1122.25 3003.04 204.49 8611.84 16486.56 29428.2 85.77 79.35 2.65 1.85

24
3.1.2 Perhitungan Evapotranspirasi (ET0)
a. Koefisien Tanaman
Besar nilai koefisien masing-masing tanaman berbeda-beda dan
berubah setiap periode pertumbuhannya. Koefisien tanaman tergantung dari
faktor tanaman itu sendiri antara lain sebagai berikut :

1. Jenis tanaman, seperti padi, jagung, tebu, dan lain-lain.


2. Varietas tanaman, seperti padi PB5, padi IR 12.
3. Umur tanaman, seperti padi dengan umur 90 hari dan umur 120 hari
Koefisien tanaman digunakan sebagai faktor pengali untuk
merubah dari evapotranspirasi potensial (ETo) menjadi kebutuhan air
tanaman (ET).Tabel harga-harga koefisien tanaman padi dapat dilihat pada
tabel berikut ini.

Tabel Harga-Harga Koefisien Tanaman Padi

Nedeco/Prosida FAO
Umur
Varietas Varietas Varietas Varietas
(Bulan)
Biasa Unggul Biasa Unggul
0,5 1,20 1,20 1,10 1,10
1,0 1,20 1,27 1,10 1,10
1,5 1,32 1,33 1,10 1,05
2,0 1,40 1,30 1,10 1,05
2,5 1,35 1,30 1,10 0,95
3,0 1,24 0,00 1,05 0,00
3,5 1,12 0,00 0,95 0,00
4,0 0,00 0,00 0,00 0,00

25
b. Kebutuhan Air Tanaman (ET)
Kebutuhan air tanaman adalah jumlah air yang dibutuhkan untuk
mengganti air yang hilang akibat penguapan.

Penguapan ini terjadi melaluhi dua proses yaitu penguapan dari


permukaan tanah atau air bebas dan melalui tubuh tanaman. Evapotranspirasi
adalah gabungan dari dua proses itu yaitu terdiri dari evaporasi dan transpirasi.
Evaporasi adalah peristiwa berubahnya air menjadi uap, sedangkan transpirasi
adalah peristiwa penguapan air melalui permukaan tubuh tanaman.

Untuk menghitung besarnya evapotranspirasi potensial yang terjadi


digunakan Rumus Penman yang disederhanakan sesuai dengan rekomendasi
Badan Pangan dan Pertanian PBB (Food Agricultural Organization/FAO) tahun
1977 (Suhardjono, 1994). Perhitungan ET0 berdasarkan rumus Penman yang telah
disederhanakan untuk perhitungan di daerah Indonesia adalah sebagai berikut :

ET 0 =c. ET 0 ¿

dengan:
ET = Air yang habis dipakai oleh tanaman (mm/hr).

c = Koefisien tanaman.

ETo= Evapotranspirasi potensial (mm/hr)

26
Tabel 3.2 Perhitungan Kebutuhan Air Tanaman

Data Terukur
Ra W ea ed Rs f(t) f(ed) f(n/N) Rn1 f(U) ET0* ET0
Bulan T RH n/N U Lintang c
o o
( C) (%) (%) (m/dtk) () mm/hari mbar (m/dtk) mm/hari mm/hari
Januari 27.48 81.60 40.60 5.04 5 13.0 0.709 36.68 29.93 10.27 16.20 0.099 0.465 0.748 1.445 6.943 1.1 7.64
Februari 27.40 82.80 34.51 5.65 5 14.0 0.764 36.50 30.22 11.06 16.18 0.098 0.411 0.652 1.589 7.638 1.1 8.40
Maret 27.40 82.80 38.44 5.76 5 15.0 0.764 36.50 30.22 11.85 16.18 0.098 0.446 0.708 1.613 8.075 1.0 8.07
April 27.28 81.40 50.46 4.42 5 15.1 0.761 36.25 29.51 11.93 16.16 0.101 0.554 0.904 1.301 7.715 0.9 6.94
Mei 26.90 80.00 42.76 4.32 5 15.3 0.759 35.46 28.36 12.09 16.08 0.106 0.485 0.824 1.277 7.910 0.9 7.12
Juni 25.86 79.20 43.04 4.42 5 15.0 0.749 33.34 26.41 11.85 15.87 0.114 0.487 0.881 1.301 7.692 0.9 6.92
Juli 25.16 79.00 42.88 5.35 5 15.1 0.742 31.99 25.27 11.93 15.69 0.119 0.486 0.906 1.517 7.916 0.9 7.12
Agustus 24.92 75.00 53.37 5.04 5 15.3 0.739 31.54 23.65 12.09 15.63 0.126 0.580 1.143 1.445 8.053 1.0 8.05
September 25.86 74.60 57.05 6.48 5 15.1 0.749 33.34 24.87 11.93 15.87 0.121 0.613 1.173 1.781 8.657 1.1 9.52
Oktober 26.88 73.80 61.67 5.86 5 15.7 0.759 35.41 26.14 12.40 16.08 0.115 0.655 1.212 1.637 8.919 1.1 9.81
November 27.84 74.00 63.22 5.24 5 14.3 0.768 37.46 27.72 11.30 16.27 0.108 0.669 1.179 1.493 8.192 1.1 9.01
Desember 28.26 77.60 47.93 4.21 5 14.6 0.771 38.39 29.79 11.53 16.35 0.100 0.531 0.868 1.253 7.904 1.1 8.69

27
Dimana:

w = faktor yang berhubungan dengan temperatur (t) dan elevasi


daerah.
Untuk daerah di Indonesia dengan elevasi antara 0–
500 m, hubungan harga t dan w dapat dilihat pada
Rs = radiasi gelombang pendek dalam satuan evaporasi (mm/hari)
= (0,25 + 0,54 n/N) Ra
Ra = radiasi gelombang pendek yang memenuhi batas luar atmosfir
(angka Angot) yang dipengaruhi oleh letak lintang daerah.
Harga Ra dapat dilihat pada
Rnl = radiasi bersih gelombang panjang (mm/hari)
= f(t) . f(ed) . f (n/N)
f(t) = fungsi suhu; dapat dilihat pada Tabel 5.10
f(ed) = fungsi tekanan uap
= 0,34 – 0,044 . (ed)
f(n/N) = fungsi kecerahan
= 0,1 + 0,9 n/N
n = jumlah jam penyinaran matahari yang sebenarnya dalam 1 hari
(jam).
N = jumlah jam yang dimungkinkan dalam 1 hari matahari bersinar
(jam), Tabel 5.12
f(u) = fungsi dari kecepatan angin pada ketinggian 2 m dalam satuan
(m/dt).
= 0,27 (1 + 0,864 u)
u = kecepatan angin (m/dt)
(ea-ed) = perbedaan tekanan uap jenuh dengan tekanan uang yang
sebenarnya
ed = ea x Rh
Rh = kelembaban udara relatif (%)
ea = tekanan uap jenuh (mbar)
ed = tekanan uap sebenarnya (mbar)
c = angka koreksi Penman yang memperhitungkan perbedaaan
kondisi cuaca siang dan malam.

28
3.1.3 Kebutuhan Air untuk Pengolahan dan Penyemaian
Waktu pengolahan tanah dipengaruhi oleh jumlah tenaga kerja, hewan
penghela dan peralatan yang digunakan serta faktor sosial setempat. Pengolahan
tanah pada umumnya dilakukan 20 hari sampai 30 hari sebelum masa tanam.
Pekerjaan ini dilakukan dua tahap yaitu :

1. Pekerjaan membajak
Membajak bertujuan untuk memperbaiki sirkulasi udara dalam tanah dan
membuat tanah menjadi gembur sehingga tanaman dapat tumbuh dan berkembang
dengan baik.

2. Pekerjaan menggaru
Menggaru bertujuan menyempurnakan tanah setelah dibajak sehingga
lebih lunak, memberantas gulma, membuat tanah lebih kedap air sehingga peresapan
menjadi lebih kecil dan meratakan lahan yang akan ditanami.

Pada studi ini lamanya waktu penyiapan lahan (T) adalah 30 hari. Pembibitan
dilakukan 25 hari sampai 30 hari sebelum masa tanam. Luas areal yang digunakan
dalam pembibitan seluas 3% sampai 5% dari luas lahan yang akan ditanami.

Kebutuhan air untuk pengolahan tanah termasuk persemaian dan


pembibitan adalah 250 mm, dimana dari nilai tersebut 200 mm digunakan untuk
penjenuhan dan pada awal transplantasi akan ditambah 50 mm untuk penggenangan.
Kebutuhan air untuk persemaian dan pengolahan lahan hanya diperlukan pada tanaman
padi sedangkan pada tanaman palawija untuk pengolahan lahan tidak memerlukan air
yang besar sehingga tidak diperhitungkan.

Untuk perhitungan kebutuhan air selama penyiapan lahan untuk tanaman


padi digunakan metode yang dikembangkan oleh Van de Goor dan Zijlstra (1968).
Metode tersebut didasarkan pada laju air konstan dalam ltr/dtk selama periode
penyiapan lahan dan menghasilkan rumus berikut:

k
M .e
IR( LP )= k M . ek
(e −1) IR=
(e ¿¿ k −1) ¿

29
M =E o+ P M =E0 + P

M .T M.T
k= K=
S S

di mana : IR = Kebutuhan air di tingkat persawahan, mm/hari


M = Kebutuhan air untuk mengganti kehilangan air akibat evaporasi
dan perkolasi di sawah yang sudah dijenuhkan
E0 = evaporasi air terbuka diambil 1,2 ETo jika menggunakan metode
Penman modifikasi NEDECO/PROSIDA, atau 1,1 ETo jika menggunakan
metode Penman modifikasi FAO, mm/hari
P = perkolasi, mm/hari
T = jangka waktu penyiapan lahan, hari (30 hari atau 45 hari)
S = kebutuhan air untuk penjenuhan, mm. Jika lahan dibiarkan kering
selama 2,5 bulan, S = 250 mm dan S = 200 mm jika kurang dari 2,5 bulan.
e = 2,71828

30
Tabel 3.3 Kebutuhan Air Penyiapan Lahan IR (LP)
K LP
ET0 E0 P
Bulan M S = 200 mm S = 250 mm S = 200 mm S = 250 mm
(mm/hari) (mm/hari) (mm/hari) 30 hari 45 hari 30 hari 45 hari 30 hari 45 hari 30 hari 45 hari
Januari 7.64 8.40 2.5 10.90 1.635 2.453 1.308 1.962 13.540 11.928 14.940 12.684
Februari 8.40 9.24 2.5 11.74 1.761 2.642 1.409 2.114 14.178 12.642 15.540 13.355
Maret 8.07 8.88 2.5 11.38 1.707 2.561 1.366 2.049 13.904 12.335 15.282 13.067
April 6.94 7.64 2.5 10.14 1.521 2.281 1.217 1.825 12.974 11.292 14.406 12.087
Mei 7.12 7.83 2.5 10.33 1.550 2.325 1.240 1.860 13.116 11.452 14.540 12.237
Juni 6.92 7.62 2.5 10.12 1.517 2.276 1.214 1.821 12.957 11.273 14.390 12.069
Juli 7.12 7.84 2.5 10.34 1.551 2.326 1.240 1.861 13.120 11.456 14.544 12.241
Agustus 8.05 8.86 2.5 11.36 1.704 2.556 1.363 2.044 13.885 12.314 15.264 13.047
September 9.52 10.48 2.5 12.98 1.946 2.919 1.557 2.336 15.137 13.715 16.440 14.365
Oktober 9.81 10.79 2.5 13.29 1.994 2.991 1.595 2.393 15.387 13.995 16.675 14.629
November 9.01 9.91 2.5 12.41 1.862 2.793 1.489 2.234 14.696 13.222 16.026 13.901
Desember 8.69 9.56 2.5 12.06 1.810 2.714 1.448 2.171 14.425 12.919 15.772 13.616

31
3.1.4 Pergantian Lapisan Air (WLR)
Pergantian lapisan air erat hubungannya dengan kesuburan tanah. Beberapa
saat setelah penanaman, air yang digenangkan di permukaan sawah akan kotor dan
mengandung zat-zat yang tidak lagi diperlukan tanaman, bahkan akan merusak. Air
genangan ini perlu dibuang agar tidak merusak tanaman di lahan. Saat pembuangan
lapisan genangan, sampah-sampah yang ada dipermukaan air akan tertinggal,
demikian pula lumpur yang terbawa dari saluran saat pengairan. Air genangan yang
dibuang perlu diganti dengan air baru yang bersih.
Adapun ketentuan-ketentuan dalam WLR adalah sebagai berikut (Anonim/KP
Penunjang, 1986: 10) :
- WLR diperlukan saat terjadi pemupukan maupun penyiangan, yaitu 1-2
bulan dari transplantasi.
- WLR = 50 mm (diperlukan pergantian lapisan air, diamsusikan = 50
mm).
- Jangka waktu WLR = 1 bulan (selama 1,5 bulan air digunakan untuk
WLR sebesar 50 mm).

3.1.5 Perkolasi
Perkolasi adalah gerakan air ke bawah dari daerah tak jenuh (antara permukaan
tanah sampai ke bawah permukaan airtanah) ke dalam daerah jenuh (daerah
permukaan air tanah) (Sumarto, 1986:80)

Daya perkolasi adalah laju perkolasi maksimum yang dimungkinkan dan besarnya
dipengaruhi kondisi tanah dan muka air.

Angka perkolasi dipengruhi oleh kondisi tanah pada daerah itu, faktor-faktor yang
mempengaruhi laju perkolasi antara lain :

 Tekstur tanah, makin kasar tekstur makin besar angka perkolasinya.


 Permeabilitas tanah, makin besar permeabilitas tanah makin besar daya
perkolasinya.
 Tebal lapisan tanah bagian atas, semakin tipis lapisan tanah bagian atas
semakin kecil daya perkolasinya.

32
 Tanaman penutup, lindungan tumbuhan yang padat menyebabkan daya
infiltrasi semakin besar yang berarti pula daya perkolasi juga besar.
Data-data mengenai perkolasi akan diperoleh dari penelitian kemampuan
tanah. Apabila tanaman sudah ditanam di areal persawahan, maka pengukuran laju
perkolasi dapat dilakukan langsung di sawah. Laju perkolasi normal pada tanah
lempung sesudah dilakukan penggenangan berkisar antara 1 mm/hari sampai 3
mm/hari. Di daerah-daerah miring perembesan dari sawah ke sawah dapat
mengakibatkan banyak kehilangan air. Di daerah-daerah dengan kemiringan di atas 5
persen, paling tidak akan terjadi kehilangan 5 mm/hari akibat perkolasi dan rembesan
(Anonim/KP 01, 1986:107).

3.1.6 Kebutuhan Air di Sawah


Perhitungan kebutuhan air di sawah (Crop Water Requirement) berdasarkan
pada prinsip kesetimbangan air, yaitu keseimbangan antara jumlah air yang masuk
dan keluar dalam satu lahan pertanian.
Kebutuhan air di sawah ditentukan oleh faktor-faktor berikut (Anonim/KP 03,
1986:5) :
a. Cara penyiapan lahan
b. Kebutuhan air untuk tanaman
c. Perkolasi dan rembesan
d. Pergantian lapisan air
e. Curah hujan efektif
Metode Kreteria Pekerjaan Umum menyatakan besarnya kebutuhan air
di sawah untuk tanaman padi menggunakan persamaan (Anonim/KP Penunjang,
1986:5) :

NFR = ET + P – Re.pd + WLR

dengan :

NFR = Kebutuhan bersih air di sawah (mm/hari)


ET = Kebutuhan air tanaman (Comsumtive use) (mm/hari)
WLR = Pergantian lapisan air (mm/hari)

33
P = Perkolasi (mm/hari)
Re.pd = Curah hujan efektif tanamman padi (mm/hari)

34
Tabel 3.4 Perhitungan Besih Air Sawah

35
3.2

Kebutuhan Bersih Air


ET0 P Re WLR ETc NFR
Bulan Kc di sawah Efisiensi Irigasi
mm/hr mm/hr mm/hr mm/hr mm/hr mm/hr ltr/dtk/ha
Agustus 2 9.01 2.5 0.03 LP 14.6959 1.7009 0.19687 0.85
September 1 9.01 2.5 0.00 LP 14.6959 1.7009 0.19687 0.85
September 2 8.69 2.5 0.00 1.67 1.10 9.5634 13.7301 1.58913 0.85
Oktober 1 8.69 2.5 0.00 1.67 1.10 9.5634 13.7301 1.58913 0.85
Oktober 2 7.64 2.5 0.00 1.67 1.05 8.0192 12.1859 1.41041 0.85
November 1 7.64 2.5 0.39
November 2 8.40 2.5 0.39
Desember 1 8.40 2.5 1.85 LP 14.4253 14.4253 1.66960 0.85
Desember 2 8.07 2.5 1.85 LP 14.4253 14.4253 1.66960 0.85
Januari 1 8.07 2.5 4.60 1.67 1.10 7.6381 7.2008 0.83343 0.85
Januari 2 6.94 2.5 4.60 1.67 1.10 7.6381 7.2008 0.83343 0.85
Februari 1 6.94 2.5 5.69 1.67 1.05 7.4754 5.9552 0.68926 0.85
Februari 2 7.12 2.5 5.69 1.67 1.05 7.4754 5.9586 0.68965 1.85
Maret 1 7.12 2.5 6.90
Maret 2 6.92 2.5 6.90
April 1 6.92 2.5 1.86
April 2 7.12 2.5 1.86 LP 12.9736 12.9736 1.50157 0.85
Mei 1 7.12 2.5 0.63 LP 13.1160 13.1160 1.51806 0.85
Mei 2 8.05 2.5 0.63 1.67 1.10 7.8313 11.3635 1.31522 0.85
Juni 1 8.05 2.5 0.00 1.67 1.10 7.6151 11.7818 1.36363 0.85
Juni 2 9.52 2.5 0.00 1.67 1.05 7.2690 11.4356 1.32357 0.85
Juli 1 9.52 2.5 0.39 1.67 1.05 7.4805 11.2569 1.30289 0.85
Juli 2 9.81 2.5 0.39
Agustus 1 9.81 2.5 0.03

Perhitungan Debit Saluran


Untuk menghitung debit saluran ada beberapa data yang perlu diperhatikan anatara
lain koefisien reduksi, luas areal, efisiensi, dan kebutuhan bersih air tanaman. Adapun
rumus yang digunakan untuk perhitungan debit saluran sebagai berikut :
C . N FR . A
Q=
Rumus : e

36
Dimana :
Q = Debit aliran rencana (m3/det)
C = Koefesien reduksi (C : 1, Untuk area < 10.000 Ha)
A = Luas areal (Ha)
e = Efesiensi :
- Efesiensi untuk saluran tersier : 0.89
- Efesiensi untuk saluran sekunder : 0.89
- Efesiensi untuk saluran primer : 0.89

NFR = Kebutuhan air bersih disawah (l,32/det/Ha)

37
38
Contoh perhitungan debit untuk saluran primer :
Saluran Primer SP BB - AA
A= 498.50 ha
NFR = 1.9642
e= 0.648
C= 1
C.N FR . A
Q
e
= 1*14.43*498.5
0.648
= 1511.07 l/dtk
3
= 1.51107 m /dtk Contoh perhitungan debit untuk saluran sekunder :
Saluran Sekunder Kiri AA - A1
A= 304.00 ha
NFR = 1.9642
e= 0.72
C= 1
C.N FR . A
Q
e
= 1*14.43*498.5
0.648
= 829.344 l/dtk
3
= 0.82934 m /dtk
Perhitungan debit saluran lainnya dapat dilihat pada tabel 3.5 untuk
perhitungan debit saluran.

Tabel 3.5 Perhitungan Debit Saluran


A NFR Q
NO. Nama Saluran e C 3
(ha) (mm/hari) M /dtk
1 SP BB - AA 498.50 1.9642 0.648 1 1.51
2 SSKr AA - A1 72.23 1.9642 0.720 1 0.20
3 SSKr A1 - A2 121.05 1.9642 0.720 1 0.33
4 SSKr A2 - A3 58.14 1.9642 0.720 1 0.16
5 SSKn AA - B1 14.70 1.9642 0.720 1 0.04
6 SSKn B1 - B2 113.80 1.9642 0.720 1 0.31

39
3.3 Perhitungan Dimensi Saluran
Untuk menghitung dimensi saluran digunakan rumus sebagai berikut :
V =K . R 2/3 . I 1/2 .

b
n=
h
2
A=bh+mh
2
=h ( n+m )

P=b+2 h √1+m2
=h ( n+2 √1+m2 )
A
R=
P

T= b+2 m(h+F )

F=0 .3+0. 25(h )


Dimana : K = Koefisien kekasaran Stricte
R = Jari – jari Hidrolik(m)
I = Kemiringan dasar saluran (rencana)
V = kecepatan Pengaliran (m/dt)
m = kemiringan Talut
b = lebar dasar saluran (m)
h = Tinggi air (m)
F = Tinggi jagaan (m)
T = Lebar Tanggul (m)

40
a. Contoh Perhitungan Sluran Primer

Dimensi Saluran SP BB - AA
Q= 1.51
m= 1.50
n= 1.80
k= 40.00 I= 0.004
Elevasi di Bendung =50
Elevasi di AA = 49
• Menghitung nilai h dan b dengan cara coba-coba
h= 0.8 m
A  h 2  n  m
Menghitung nilai h dan b dengan cara coba – coba
Menghitung nilai h :
2
A= 0.8 *(1.80 + 1.50)
= 2.1144

ͲǤͺ ሺͳǤͺ Ͳ൅ ʹ
ܲൌ ͳǤͷͲ൅ ͳǤͺ ͲǤଶ
= 4.3274

2.1144 = 0.489
R=
4.3274

2/3 1/2
40*1.70
V0 = *0.0043
= 1.6362 m/dtk

1.51 2
A0 = = 0.92 m
1.6362

ͲǤͻʹ

ͳǤͺ Ͳ൅ ͳǤͷͲ

h1 = 0.53 m

h1 -h0 = 0.529 - 0.8


= -0.271 m (h1 - ho < 0.05 gunakan h1 )
Gunakan h1 sebagai h rencana

41
Tabel 3.5 Perhitungan nilai h
Q A V0 A0 h1 h0
NO. NAMA SALURAN 3 m n k I h0 2 P R 2 h
(m /dtk) (m ) (m/dtk) (m ) (m) Keterangan
1 SP BB - AA 1.51 1.50 1.80 40.00 0.00435 0.80 2.11 4.33 0.49 1.64 0.92 0.53 -0.27 oke
2 SSKr AA - A1 0.20 1.00 1.00 35.00 0.00085 0.73 1.07 2.79 0.38 0.54 0.37 0.43 -0.30 oke
3 SSKr A1 - A2 0.33 1.00 1.03 35.00 0.00074 0.69 0.97 2.66 0.36 0.48 0.68 0.58 -0.11 oke
4 SSKr A2 - A3 0.16 1.00 1.00 35.00 0.00016 0.71 1.01 2.72 0.37 0.23 0.69 0.59 -0.12 oke
5 SSKn AA - B1 0.04 1.00 1.00 35.00 0.00016 0.60 0.72 2.30 0.31 0.20 0.20 0.31 -0.29 oke
6 SSKn B1 - B2 0.31 1.00 1.01 35.00 0.00076 0.68 0.93 2.61 0.36 0.49 0.64 0.56 -0.12 oke

Menghitung nilai b dengan menggunakan nilai h yang sudah di dapat.

b= n x h
1.80 x 0.53
0.95 m

2
A= h + m x n
2
(0.53) + 1.50 x 1.80
2
2.99 m

P= Šሺ݊൅ ʹ ͳ൅ ݉ଶሻ

= ͲǤ͹ͶͷሺͳǤ͸ͷ൅ ʹ ͳ൅ ͳଶሻ

= 2.86 m

A 2.99
R= =
P 2.86
= 1.0437 m

F= 0.3 + 0.25h
0.3 + 0.25 x 0.53
0.43 m

T= b + 2m(h+F)
0.95 + 2 x 1.5(0.53 + 0.43)
3.84 m

42
Tabel 3.6 Perhitungan nilai b dengan menggunakan h1 sebagai h rencana
Luas Q V A
NO. Nama Saluran 2 3 2 b (m) h (m) m n p R K I F T
(m ) M /dtk (m/dtk) (m )
1 SP BB - AA 498.50 1.51 1.64 0.92 0.95 0.53 1.50 1.80 2.86 1.04 40.00 0.0043 0.43 3.84
2 SSKr AA - A1 72.23 0.20 0.54 0.37 0.43 0.43 1.00 1.00 1.64 0.72 35.00 0.0008 0.41 2.10
3 SSKr A1 - A2 121.05 0.33 0.48 0.68 0.60 0.58 1.00 1.03 2.24 0.61 35.00 0.0007 0.44 2.64
4 SSKr A2 - A3 58.14 0.16 0.23 0.69 0.59 0.59 1.00 1.00 2.26 0.60 35.00 0.0002 0.45 2.66
5 SSKn AA - B1 14.70 0.04 0.20 0.20 0.31 0.31 1.00 1.00 1.20 0.92 35.00 0.0002 0.38 1.70
6 SSKn B1 - B2 113.80 0.31 0.49 0.64 0.57 0.56 1.00 1.01 2.17 0.61 35.00 0.0008 0.44 2.58

3.4 Perhitungan Tinggi Muka Air


` Dalam menentukan elevasi muka air, hal-hal yang harus diperhatikan adalah
sebagai berikut :

Tabel 3.6 Peil Sawah Tertinggi


Peil Sawah tertinggi
No.
Nama Saluran (m)
1 SP BB - AA 49.00
2 SSKr AA - A1 47.00
3 SSKr A1 - A2 48.21
4 SSKr A2 - A3 49.00
5 SSKn AA - B1 48.85
6 SSKn B1 - B2 48.68

Tabel 3.7 Perhitungan Tinggi Muka Air


Simbol
No. Nama Saluran
A B C D E F G H I
1 SP BB - AA 49.00 0.1 0.05 0.05 0.05 49.25 0.05 0.15 49.45
2 SSKr AA - A1 47.00 0.1 0.05 0.05 0.05 47.25 0.05 0.15 47.45
3 SSKr A1 - A2 48.21 0.1 0.05 0.05 0.05 48.46 0.05 0.15 48.66
4 SSKr A2 - A3 49.00 0.1 0.05 0.05 0.05 49.25 0.05 0.15 49.45
5 SSKn AA - B1 48.85 0.1 0.05 0.05 0.05 49.1 0.05 0.15 49.3
6 SSKn B1 - B2 48.68 0.1 0.05 0.05 0.05 48.93 0.05 0.15 49.13

Dimana :
a. Peil (tinggi muka air) sawah tertinggi
b. Kehilangan energi dari saluran kwarter ke sawah ( 0,1 m )
c. Kehilangan energi di saluran tersier ( 0,05 m )
d. Kehilangan energi di Box kwarter ( 0,05 m )

43
e. Kehilangan energi di Box tersier ( 0,05 m )
f. Elevasi muka air di hilir pintu
g. Kehilangan energi di pintu romyer ( 0,05 m )
h. Variasi tinggi muka air ( 0,15 )
i. Elevasi muka air di hulu saluran

3.5 Perencanaan Bangunan Pengatur Debit (Romyn)


2 1,5
Perencanaan Hidrolis Q=C d ×C v × × √2/3 g ×bc ×h1
3

Pintu Romijn pada saluran SP AA :


SSKr A1
SP AA
SSKr B1

3
Diketahui: Q = 1.51 m /dtk
v = 1.64 m/dtk
Cv = 1
bc = 0.5 m (dapat diambil berdasarkan lebar standar pintu romijn)
Cd = 0.93 + 0.1 ( H1 / 1.2 H1 ) = 1.013

44
Kontrol tinggi energi hulu di atas meja :
1.5
Q = Cd x Cv x 2/3 x √(2/3 g) x bc x h1
1.5
1.51 = 1.0133 x 1 x 2/3 x √(2/3 x 9.81) x 0.5 x h1
1.5
h1 = 1.511
0.5
1.0133 x 1 x 2/3 x (2/3 x 9.81) x 0.5
h1 = 1.4518 ≈ 1.45 m

2
h1 + v1
H1 =
2 xg
2
1.45 + 0.53
=
2 x 9.81
= 1.588 m

L = 1.2 x H1
= 1.2 x 1.588
= 1.91 m

Tabel 3.8 Ukuran Pintu Romyn

Nama Q v g bc h1 H1 L
No. 3
Cd Cv 2
Saluran (m /dtk) (m/dtk) (m /dtk) (m) (m) (m) (m)
1 SP AA 1.372 1.511 1.013 1 9.81 0.5 1.36 1.478 1.773
2 SSKr AA-A1 0.229 0.197 1.013 1 9.81 0.5 0.41 0.414 0.497
3 SSKr AA-A2 0.161 0.330 1.013 1 9.81 0.5 0.33 0.332 0.399
4 SSKr AA-A3 0.130 0.159 1.013 1 9.81 0.5 0.28 0.284 0.340
5 SSKr AA-A4 0.155 0.040 1.013 1 9.81 0.5 0.32 0.318 0.382
6 SSKn AA-B1 0.083 0.310 1.013 1 9.81 0.5 0.21 0.215 0.258

45
3.6 Bangunan Pelintas
Perencanaan Gorong-gorong
Gorong-gorong pada saluran sekunder (SSKr AA - A1)

Diketahui :
3
Q = 0.20 m /dtk
v1 = 0.6 m/dtk (kecepatan masuk gorong-gorong)
v2 = 1.5 m/dtk (kecepatan dalam gorong-gorong)
v3 = 0.6 m/dtk (kecepatan keluar gorong-gorong)

Q
A =
v2
0.20
=
1.5
2
= 0.1314 m

Direncanakan: h = 1.5 b
2
A = b xh = 1.5 b
b = 0.296 m
h = 0.444 m

Kehilangan tinggi energi untuk gorong-gorong yang mengalir penuh dengan L = 7.5 m
(gorong-gorong pendek) adalah:
2
Berdasrkan KP 04 diperoleh : μ = 0.8 dan g = 9.81 m/dtk

0,5
Q = μ x A x (2 g z)
0.5
0.20 = 0.8 x 0.13137 x (2 x 9.81 x z)
0,5
z = 1.875
4.429
z = 0.179 m
`7

h= 0.5 m

0.3 m

b= 0.3 m

46
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan

a. Sistim jaringan irigasi adalah satu kesatuan saluran dan bangunan yang diperlukan
untuk pengaturan air irigasi, mulai dari penyediaan, pengambilan, pembagian, dan
penggunaannya.
b. Menghitung kebutuhan air irigasi dengan cara menghitung curah hujan efektif (Re),
kebutuhan air untuk pengolahan (IR), pergantian lapisan air, perkolasi, dan
kebutuhan bersih air sawah.
c. Merencanakan dimensi saluran dan bangunan irigasi dengan menggunakan data
curah hujan, luas lahan, dan debit.

4.2 Saran

Adapun saran dari penulis yaitu :


a. Sebelum merencanakan saluran irigasi hendaknya data-data yang dibutuhkan guna
kebutuhan perencanaan disiapkandan dilengkapi terlebih dahulu.
b. Perencanaan saluran irigasi hendaknya mengikuti kemiringan tanah, agar selisih
pekerjaan tanah galian dan timbunan menjadi kecil.

47
DAFTAR PUSTAKA

Anonim a. 2012. Prinsip Dasar Drainase Perkotaan (online)


http://www.academia.eddu/88246960/IRIGASI_DAN_BANGUNAN_AIR_Bangunan_bangu
nan_Irigasi (diakes tanggal 19 Desember 2017)

Anonim a. 2014. Definis Fungsi dan Macam-Macam Drainase (online)


http://seputarpengertian.blogspot.co.id/2014/12/seputar-pengertian-irigasi-tujuan-dan-
fungsi.html?,=1 (diakses pada tanggal 19 Desember 2017)

Kriteria Perencanaan Jaringan Irigasi

48

Anda mungkin juga menyukai