Anda di halaman 1dari 20

BAB I.

MENGENAL KAYU DAN SIFAT - SIFATNYA


Sub Pokok Bahasan
1.1. Pendahuluan
1.2. Penampang Kayu
1.3. Keuntungan dan Kerugian Bahan Kayu
1.4. Sifat – sifat kayu
1.5. Mutu Kayu dan Tegangan Ijin Kayu

1. Tujuan Pembelajaran Umum :


Mampu mengetahui, mengidentifikasi serta dapat menjelaskan struktur penampang kayu, sifat-sifat,
klasifikasi dan tegangan ijin kayu, perhitungan terhadap kekuatan sambungan dengan alat sambung
baut, paku, pasak, dan alat sambung moderen lainnya, jenis sambungan gigi, serta mampu
melakukan Perhitungan kapasitas kekuatan kayu sebagai balok desak, tarik, lentur atau kombinasi
dan mengimplementasikan dalam perencaanaan konstruksi bangunan kayu

2. Tujuan Pembelajaran Khusus :


a. Mampu mengidentifikasi serta menjelaskan penampang struktur kayu
b. Mampu Menjelaskan sifat dan klasifikasi bahan kayu
c. Menidentifikasi keuntungan dan kerugian konstruksi menggunakan kayu
d. Mampu menjelaskan dan mengetahui Mutu Kuat Kayu serta Tegangan Ijin sesuai dengan
Peraturan Kayu (PKKI 1961 NI-5 dan SNI)

1.1. PENDAHULUAN
Kayu tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia, dan kebutuhannya akan selalu
meningkat dari tahun ke tahun. Dengan demikian maka penyediaannya harus sejalan agar tidak
terjadi kekurangan bahan baku. Penyediaan kayu dari hutan alam relatif sukar untuk ditaksir,
sementara penyediaan dari hutan tanaman lebih mudah, upaya melalui pembuatan hutan tanaman
industri merupakan langkah yang positif.
Kayu merupakan salah satu jenis komoditi hasil hutan yang banyak dimanfaatkan oleh
manusia untuk berbagai keperluan, mulai dari yang sederhana (korek api, peti sabun) sampai
kepada bahan lux/mewah (furniture, bahan interior kapal dan bangunan, ukiran, dll) serta bahan
bangunan.

I - 01
Didalam kebijaksanaan peningkatan pengolahan hasil hutan oleh industry kemampuan sumber
daya hutan dalam memenuhi kebutuhan bahan baku industry harus mendapatkan perhatian yang
lebih, agar industri-industri pengolahan kayu yang ada tetap berperan dimasa mendatang. Kayu
sebagai bahan bangunan diisyaratkan mempunyai kekuatan tertentu, terutama mengenai sifat
fisik/mekaniknya. Dengan diketahuinya kekuatan untuk jenis kayu tertentu, maka konsumen akan
memilih jenis kayu yang tepat sesuai penggunaannya. Sifat fisik/mekanik kayu yang penting adalah
berat jenis, kembang
susut, kadar air dan kekuatan mekanik.
Setiap jenis kayu mempunyai ciri tersendiri baik sifat kimia, fisik/mekaniknya. Sebagai contoh kayu
jenis fast growing spesies mempunyai sifat mekanik yang lebihlemah jika dibandingkan dengan
jenis non fast growing spesies, karena kondisi set-set kayunya berbeda.

Faktor-faktor yang mempengaruhi kekuatan kayu diantaranya adalah: factor biologis


(microorganisme yang menyerang kayu), kadar air, berat jenis kayu. Faktor-faktor tersebut pada
dasamya dapat dimanipulasi sehingga upaya pencegahan
gangguan kekuatan kayu dapat dipertahankan, misalnya upaya pengawetan dengan zat kimia,
pengeringan dan manipulasi percepatan tumbuh. Mengenai komponen kimia kayu mempunyai arti
yang penting karena dapat mengetahui penggunaan suatu jenis kayu dan dapat digunakan untuk
membedakan sesuatu jenis kayu yang secara anatomis sukar sekali untuk dibedakan. Susunan
kimia
kayu dapat digunakan sebagai identifikasi kekuatan sesuatu jenis kayu terhadap serangga atau
jamur perusak. Disamping itu dapat pula digunakan untuk mengatur pengerjaan/perlakuan dalam
pengolahan untuk mendapatkan hasil yang optimal.

Pilihan suatu bahan bangunan tergantung dari sifat-sifat teknis, ekonomis, dan dari
keindahan. Perlu suatu bahan diketahui sifat-sifat sepenuhnya.
Sifat Utama Kayu:
• Renewable resources.
• Bahan mentah yang mudah dijadikan barang lain. Barang-barang seperti kertas, bahan
sintetik, teksil, bahkan sampai daging tiruan.
• Mempunyai sifat-sifat spesifik (elastis, ulet tahan terhadap pembebanan yang tegak
lurus dengan serat atau sejajar seratnya). Sifat-sifat seperti ini tidak dipunyai oleh
bahan-bahan lain yang bisa dibuat oleh manusia.

I - 02
Kerugian bahan kayu:
• Tidak homogen.
• Mempunyai sifat higroskopik.
• Mudah terbakar.
• Ketidaksamaan sebagai hasil tumbuhan alam.
• Cacat-cacat kayu.

1.2. Penampang Kayu

Gambar 1.1. Penampang Kayu

a. Kulit, terdiri atas :


− Kulit bagian luar (outer back atau bark), bersifat kering, berfungsi sebagai pelindung bagian
yang lebih dalam pada kayu dari pengaruh iklim, serangan serangga, jamur dan
pengaruh mekanis.
− Ketebalan kulit bagian luar ini bervariasi menurut jenis pohon.
− Kulit bagian dalam (bast), bersifat lunak dan basah, yang mengangkut bahan makanan
dari daun-daun ke bagian lainnya.

b. Kambium (cambium), berada di antara kulit dalam dan kayu gubal, bagian inilah yang
membuat sel-sel kulit ke arah luar dan sel-sel kayu ke arah dalam, sehingga pohon lambat laun
bertambah besar.

I - 03
c. Kayu gubal (sapwood), warnanya keputih-putihan dan terletak di sebelah dalam kambium.
Bagian ini mengangkut air (berikut zat-zat) dari tanah ke daun-daun.

d. Kayu teras atau galih (heartwood), warnanya gelap, bagian ini ialah kayu gubal yang telah
terhenti fungsinya.

e. Hati (pith), merupakan bagian kayu yang terletak pada pusat lingkaran tahun. Bagian ini adalah
kayu yang pertama kali dibentuk oleh kambium dan bersifat lunak atau rapuh.

f. Lingkaran tahun (annual ring), batas antara kayu yang terbentuk pada permulaan dan
pada akhir suatu musim. Dari bagian inilah dapat diketahui umur pohon.

g. Jari-jari teras (rays), yang menghubungkan berbagai bagian dari pohon dan berpusat pada
sumbu batang, untuk penyimpanan dan peralihan bahan makanan (Dumanauw, 1990 ;
PKKI, 1979 ; Frick, 1982).
Dengan kemajuan teknologi, kayu tidak hanya batangnya saja sebagai bahan bangunan melainkan
keseluruhan dapat dipakai sebagai bahan bangunan. Di Indonesia kayu sebagai bahan bangunan
berdasarkan kuat dan padat serabut dibagi menjadi 4 golongan
1. Pohon berdaun lebat
2. Pohon berdaun jarum
3. Pohon berdaun palma
4. Pohon bambu/bangsa rumput

1.3. Keuntungan dan Kerugian Bahan Kayu

Keuntungan dan kerugian menggunakan bahan kayu sebagai bahan konstruksi dapat
dijelaskan sebagai berikut (Yap, 1964 ; Canadian Wood Council, 2002 ; Budisetyono, 1993) :

a. Keuntungan menggunakan bahan kayu antara lain adalah kayu mempunyai kekuatan yang
tinggi pada berat jenis yang kecil, mempunyai daya tahan yang tinggi terhadap pengaruh kimia
dan listrik, mudah dikerjakan, relatif murah, mudah diganti, dan bisa didapat dalam waktu
singkat. Selain itu berdasarkan penelitian telah dibuktikan bahwa kayu merupakan bahan
konstruksi yang paling ramah terhadap lingkungan, apabila dibandingkan dengan batu bata,
beton dan baja. Hal ini disebabkan karena limbah sisa konstruksi dari kayu dapat lapuk dan
terurai oleh alam. Kelebihan lain dari bahan kayu adalah ketahanannya terhadap api (kayu
merupakan isolator termis yang sangat baik). Konstruksi rangka kayu memiliki ketahanan
terhadap api selama kurang lebih 2 jam.

I - 04
b. Kerugian menggunakan bahan kayu antara lain adalah sifat kurang homogen dengan cacat-
cacat alam seperti serat tidak terbagi rata, arah serat yang berbentuk spiral dan diagonal,
mata kayu, dan sebagainya. Beberapa kayu bersifat kurang awet dalam keadaan tertentu.
Kayu dapat memuai dan menyusut dengan percobaan-percobaan kelembaban dan
meskipun tetap elastis, pada pembebanan berjangka lama sesuatu balok, akan terdapat
lendutan yang relatif besar. Sifat kayu yang mudah lapuk akibat jamur dan rayap pada
lingkungan tertentu bagi konstruksi kayu itu sendiri justru menjadi kerugian. Namun kelemahan
kayu dalam hal ini dapat diantisipasi dengan menggunakan bahan kimia seperti cat, anti
rayap, anti jamur dan menjaga setiap bagian kayu tetap kering. Selain itu kayu memiliki
ketahanan terhadap retak dan geser kecil sekali, terbatas dalam ukuran panjang,
serta kemungkinan penggunaan ulang terbatas yakni sekitar 2-6 kali penggunaan.

Berhubung dengan kerugian-kerugian tersebut daripada kayu, maka


konsekuensinya dapat dilihat dalam perhitungan perencanaan, perlunya
pengeringan kayu, penggunaan teknik pengawetan, dan sebagainya.

1.4. Sifat-Sifat Mekanik Kayu


1.4.1. Hubungan Arah Serat dan Arah Gaya
Kayu adalah benda anisotrop (non isotropic material) oleh karenanya sifat mekanik ke
berbagai arah tidak sama. Untuk membedakan sifat mekanik tersebut ada tiga sumbu yang saling
tegak lurus sesamanya (Gambar 2.2) yaitu aksial (sejajar arah serat), radial (menuju ke pusat) dan
tangensial (menurut arah garis singgung). Arah ketiga sumbu tersebut, masing-masing
menyebabkan hasil yang berbeda-beda pada modulus kenyal, kuat tarik, kuat desak, kuat lentur,
puntiran dan kuat geser pada kayu (Wiryomartono, 1976).

I - 05
Gambar 1.2. Sumbu orientasi kayu
Sumber : Judith J. Stalnaker and Ernest C. Harris, Structural Design in Wood, 1989.

Sifat-sifat mekanik ke arah tangensial dan radial tidak banyak bedanya, jadi yang ditinjau adalah
sumbu arah serat (x) dan tegak lurus serat (y).
Berdasarkan sifat-sifat arah serat kayu dapat diambil kesimpulan sebagai berikut
(Wiryomartono, 1976, p. 19) :
a. Kayu lebih kuat mendukung gaya tarik sejajar serat dibanding tegak lurus serat
( σ tr // > σ tr ┴ ).
b. Kayu lebih kuat mendukung gaya tarik sejajar serat dibandingkan gaya tekan sejajar
serat ( a tr // > a tk// ), menurut PKKI 1961 NI-5 dianggap a tr // = a tk //.
c. Kayu lebih kuat mendukung gaya tekan sejajar serat dibanding tegak lurus serat ( a
tk // > a tk -L ).
d. Kayu lebih kuat mendukung gaya geser tegak lurus serat dibanding sejajar serat ( T-L
> T// ).

I - 06
Gambar 1.3. Arah gaya terhadap arah serat kayu

Sumber : Yayasan Dana Normalisasi Indonesia, PKKI 1961 NI-5

Arah gaya yang membentuk sudut a dengan arah serat kayu (Gambar 1.3),
besarnya tegangan tekan yang diijinkan, arah menurut PKKI 1961 NI-5
perumusannya adalah:

Bila θb adalah 80° atau lebih maka bidang tumpu dapat dianggap tegak lurus terhadap
arah serat kayu, dan ketentuan mengenai panjang bidang tumpu.

I - 07
1.4.2. Penyimpangan Arah Serat

Gambar 1.4. Arah serat kayu


Sumber : Yayasan Dana Normalisasi Indonesia , PKKI 1961 NI-5

Serat-serat pada balok kayu umumnya tidak sejajar dengan arah


memanjang balok. Jika penyimpangan itu dinyatakan dalam tg θ = a / b, seperti Gambar
1.4. Menurut PKKI 1961 NI-5 besarnya tg θ dibatasi untuk kayu mutu A < 1/10 dan
untuk kayu mutu B < 1/7.

Sedangkan menurut SNI Tata Cara Perencanaan Konstruksi Kayu Indonesia


besarnya tg θ dibatasi untuk kayu mutu A < 1/13, kayu mutu B < 1/9 dan kayu mutu C <
1/6. Oleh karena itu dalam memilih batang-batang kayu arah serat seperti itu harus diteliti
juga.

1.4.3. Mata Kayu dan Cacat-Cacat Lainnya


Mata kayu pada batang-batang pohon tidak dapat dihindari pengaruhnya terhadap kayu
sebagai bahan konstruksi. Sedangkan kita mengetahui, bahwa mata kayu mempunyai pengaruh
yang besar terhadap kekuatan kayu. Pengaruh itu tergantung pada letak mata kayu itu sendiri
(Wiryomartono, 1976).

a. Untuk balok yang mendukung momen, apabila mata kayu terletak di bagian yang tertarik akan
sangat besar pengurangannya terhadap kekuatan kayu.

I - 08
Hal ini disebabkan karena di samping adanya mata kayu itu sendiri yang menimbulkan
perlemahan, juga menyebabkan arah serat disekitar tempat itu tidak menjadi lurus lagi,
sehingga terjadilah penyimpangan arah serat. Apabila letaknya mata kayu di bagian yang
terdesak, pengaruhnya tidak begitu besar, sedangkan bila letaknya di bagian yang netral maka
pengaruhnya lebih kecil lagi.

b. Untuk batang desak (kolom) pengaruhnya tergantung daripada panjang bentang, semakin
langsing semakin kecil pengaruhnya mata kayu tersebut.

c. Untuk batang tarik mata kayu mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap kekuatan
kayu, yaitu sangat mengurangi kekuatan batang kayu.

d. Mata kayu hanya kecil sekali pengaruhnya pada daya dukung kayu terhadap tegangan geser
sejajar arah serat.

e. Cacat-cacat lainnya seperti retak serat yang timbul di ujung, retak gelang tahun, retak serat
sejajar dengan batang pohon, tidaklah begitu besar pengaruhnya terhadap kekuatan kayu.

Meskipun demikian perlu juga dihindarkan terjadinya sobekan-sobekan dan retak-retak itu.
Karena hal itu akan sangat mengurangi estetika dari pada kayu itu sendiri.

1.4.4. Pengaruh Kadar Lengas Kayu


” Kadar lengas kayu besar pengaruhnya terhadap kekuatan kayu, terutama daya
dukungnya terhadap tegangan desak (tekan) sejajar arah serat dan juga tegak lurus arah serat.
Namun pengaruhnya terhadap daya dukung tegangan tekuk (lentur) lebih kecil ” (Wiryomartono, 1976,
p. 22).

” Ada tiga rupa kadar lengas pada kayu, ialah kadar lengas kayu basah, kadar lengas kayu
kering udara dan kadar lengas (0%) kering mutlak. Kayu yang baru ditebang masih basah sekali dan
tergantung pada jenis kayu, kadar lengas letaknya antara 40 – 200 %. Pada kayu yang berat sekali 40
% dan 200 % pada kayu yang ringan sekali. Kayu yang basah semakin lama semakin kering hingga
mencapai kadar air antara 24 % - 30 % yang dinamakan ”fiber saturation point ”. Pengertian sesudah titik
ini akan memperlihatkan perbaikan terhadap sifat-sifat teknik kayu (kecuali ”schock resistance”).
Kayu yang basah (lebih tinggi dari (fiber saturation point) kekuatannya jauh lebih kurang daripada
kayu yang kering udara, oleh sebab itu pergunakanlah kayu-kayu yang kering udara ”
(PKKI 1961 NI-5, p. 64-65).

I - 09
Pada peraturan SNI Tata Cara Perencanaan Konstruksi Kayu Indonesia, ada beberapa
definisi mengenai kadar lengas, yaitu :

a. Kadar air : kandungan air yang terdapat dalam kayu, biasanya dinyatakan dalam persen dari
berat kayu kering oven. Kadar air kayu atau bahan berkayu dapat dinyatakan berdasarkan berat
kayu kering oven atau berat kayu basah.

b. Kayu kering udara : kayu dengan kadar air maksimal 20 %.

1.4.5. Pengaruh Cara dan Lama Pembebanan


Kayu dapat dibebani dengan beberapa cara, yaitu:
a. Dibebani dalam beberapa detik saja (pembebanan kejut)
b. Dalam jangka pendek, artinya pembebanan dilakukan dalam beberapa menit seperti halnya pada
pengujian kekuatan kayu di dalam laboratorium.

c. Dalam jangka sedang, dimana kayu dibebani selama setahun atau lebih, misalnya pada
pekerjaan perancah.

d. Dalam jangka panjang, dimana kayu dibebani dalam waktu yang lama, lebih dari 10 tahun,
seperti dalam bangunan biasa.

Sifat khusus bagi kayu, yaitu bahwa semakin cepat kayu itu dibebani (semakin pendek
waktu pembebanan), semakin besar tegangan yang dapat didukungnya. Oleh karena itu kayu
sangat baik untuk mendukung tegangan yang timbulnya dalam waktu pendek saja, seperti tegangan
yang ditimbulkan oleh angin dan salju (Wiryomartono, 1976).

I - 10
1.5. Mutu Kayu dan Tegangan yang Diijinkan

1.5.1. Mutu Kayu dan Tegangan Ijin Menurut PKKI 1961 NI - 5


Dalam PKKI 1961 NI-5, kayu dibedakan menjadi dua kelas mutu, yaitu kayu kelas mutu A
dan kayu kelas mutu B. Kayu kelas mutu A dipergunakan dalam konstruksi yang terlindung
(konstruksi yang dilindungi dari perubahan udara yang besar, dari hujan dan matahari, sehingga tidak
akan menjadi basah dan kadar lengasnya tidak akan berubah-ubah banyak) dan yang menahan
muatan tetap (muatan yang berlangsung lebih dari 3 bulan dan beban bergerak yang bersifat
tetap atau terus menerus seperti berat sendiri, tekanan air, barang-barang gudang, kendaraan di atas
jembatan dan sebagainya) .

Pada dasarnya pembagian kelas mutu kayu dalam PKKI 1961 NI-5 didominasi
oleh faktor cacat kayu yang terjadi pada masing-masing batang kayu yang digunakan,
walaupun dalam pembagiannya tetap memperhatikan faktor kadar lengas kayu. Dan
berikut ini adalah syarat-syarat yang digunakan dalam pembagian kelas mutu kayu sesuai
dengan kriteria yang ditinjau :

Tabel. 1.1. Cacat maksimum untuk setiap kelas mutu


kayu menurut PKKI 1961 NI-5
Syarat-Syarat Kelas Mutu A Kelas Mutu B
Kering udara
Kadar lengas (12-18 %, < 30 %
rata – rata 15%)
d1< 1/6 h , d2< 1/6 b d1< 1/4 h, d2< 1/4 b
Besarnya mata kayu
d1 < 3.5 cm, d2 < 3.5 cm d1 < 5 cm, d2 < 5 cm
e1< 1/10 b kalau e1< 1/10 b kalau
b=tinggi balok. b=tinggi balok.
Besarnya kandungan wanvlak
e2< 1/10 h kalau e2< 1/10 h kalau
h=tinggi balok. h=tinggi balok.
Miring arah serat tg a tg a < 1/10 tg a < 1/7
Retak-retak arah radial hr < 1/4 b hr < 1/3 b
Retak menurut lingkar tumbuhan ht < 1/5 b ht < 1/4 b

I - 11
Gambar 1.5. Cacat kayu untuk mutu A dan mutu B pada PKKI 1961 NI-5
Sumber : Ir. K. H. Felix Yap, Konstruksi Kayu, 1964.

Ada sebuah keuntungan yang dapat diperoleh dari peraturan tersebut, yaitu tersedianya
lampiran daftar kayu yang terpenting di Indonesia. Kayu-kayu yang berada dalam daftar
tersebut, dibagi berdasarkan kelas kuat kayu dan kelas awet.

Pembagian kelas kuat kayu didasarkan pada lima kelas kuat yang ditentukan
oleh Lembaga Pusat Penyelidikan Kehutanan. Berikut pembagian kelas kuat kayu tersebut :

Tabel. 1.2. Pembagian kelas kuat kayu oleh Lembaga


Pusat Penyelidikan Kehutanan
Kekuatan Lengkung Kekuatan Tekan
Kelas Kuat Berat Jenis
Absolut (Kg/cm2) Absolut (Kg/cm2)
I ≥ 0,90 ≥ 1100 ≥ 650
II 0,90 – 0,60 1100 - 725 650 - 425
III 0,60 – 0,40 725 - 500 425 - 300
IV 0,40 – 0,30 500 - 360 300 - 215
V < 0,30 < 360 < 215

Untuk pembagian kelas awet didasarkan pada lima kelas awet yang ditentukan
oleh Lembaga Penelitian Hasil Hutan. Berikut pembagian kelas awet tersebut :

I - 12
Tabel 1.3. Pembagian kelas awet kayu oleh
Lembaga Penelitian Hasil Hutan
Kelas Awet I II III IV V
(a) Selalu berhubungan dengan 8 5 3 sangat sangat
tanah lembab tahun tahun tahun pendek pendek
(b) Hanya terbuka terhadap angin
dan iklim tetapi dilindungi 20 15 10 beberapa sangat
terhadap pemasukan air dan tahun tahun tahun tahun pendek
kelemasan
(c) Di bawah atap tidak
berhubungan dengan tanah tak tak tak 20 20
lembab dan dilindungi terbatas terbatas terbatas tahun tahun
terhadap kelemasan
(d) Seperti di atas (c) tetapi
tak tak tak 20 20
dipelihara yang baik, selalu
terbatas terbatas terbatas tahun tahun
dicat, dan sebagainya.
agak sangat sangat
(e) Serangan oleh rayap tidak jarang
cepat cepat cepat
(f) Serangan oleh bubuk kayu hampir tak sangat
tidak tidak
kering tidak seberapa cepat

Angka-angka tersebut di atas hanya mengenai daerah tropika. Dalam


daerah pegunungan dengan iklimnya yang lebih sejuk, keawetan kayu lebih tinggi
daripada yang telah disebutkan.

Pembagian kelas kuat kayu pada Tabel 2.2 didasarkan pada berat jenis kayu yang
digunakan. Yang dimaksudkan dengan berat jenis (BD) kayu ialah BD dari kayu kering
udara. Kadar lengas kayu kering udara tergantung pada keadaan iklim setempat. Di
Indonesia kadar air ini berkisar antara 12 – 20 % dari kayu kering mutlak (kering mutlak ini
hanya dapat dicapai dalam tempat pemanasan / droogoven).

Pada umumnya kayu-kayu di Indonesia yang kering udara mempunyai kadar lengas
antara 12 – 18 % atau rata-rata 15 %. Dan apabila kembali dilihat mengenai syarat-syarat
pada Tabel 2.1, maka dapat dikatakan bahwa faktor kadar lengas tidak terlalu berpengaruh
karena 15 % masih ≤ 30 %. Sehingga faktor yang dominan untuk pembagian kelas mutu kayu
adalah faktor cacat kayu.
Hal ini akan menjadi berbeda apabila tidak digunakan daftar kayu tersebut
dalam perencanaan. Sehingga ada kemungkinan batang kayu yang digunakan memiliki
kadar lengas yang tidak kering udara, akan tetapi masih tetap ≤ 30 %. Dalam hal ini faktor
kadar lengas berpengaruh dalam penentuan mutu kayu. Angka 30 % itulah yang menjadi

I - 13
batas kadar lengas bagi kayu yang dapat dipergunakan dalam PKKI 1961 NI-5.

Pengklasifikasian mutu kayu tersebut berpengaruh terhadap tegangan yang


diperkenankan / tegangan ijin. Untuk mutu kayu A nilai tegangan ijinnya dikalikan dengan
angka 1, sedangkan untuk mutu kayu B nilai tegangan ijinnya dikalikan dengan angka 0,75.
Dan berikut ini adalah tegangan ijin berdasarkan PKKI 1961 NI-5 :

Tabel 1.4. Tegangan yang diperkenankan / tegangan ijin

Tegangan Kelas kuat


Jati
(kg/cm2) I II III IV
σlt 150 100 75 50 130
σtk // = σtr // 130 85 60 45 110
τ// 20 12 8 5 15
σtk ┴ 40 25 15 10 30

Besarnya tegangan ijin dipengaruhi juga oleh kelas kuat dari komponen kayu yang
digunakan. Khusus untuk kayu jati diberikan kedudukan istimewa dengan menaikkan
tegangan-tegangan yang diperkenankan. Hal ini dimaksudkan agar penggunaan kayu jati di
dalam konstruksi-konstruksi dapat dihemat oleh karena kayu jati itu dapat diekspor dan
menghasilkan devisen.

Seandainya terdapat suatu jenis kayu yang termasuk dalam beberapa kelas
kekuatan, maka tegangan yang diperkenankan apabila diambil dari Tabel 1.4, harus
didasarkan pada kelas kekuatan yang terendah atau diperhitungkan menurut :

Rumusan umusan diatas merupakan korelasi tegangan yang diperkenankan ,yang


didasarkan pada berat jenis kayu kering udara. Apabila dalam perencanaan ada
kesangsian mengenai jenis kayu, maka direksi dapat meminta agar tegangan yang
diperkenankan diperhitungkan menurut rumusan-rumusan diatas.

I - 14
Faktor Reduksi
Harga-harga tegangan ijin dalam daftar IIa PKKI 1961 maupun rumus tegangan
yang telah diberikan di atas adalah untuk pembebanan pada konstruksi yang bersifat
tetap dan permanen serta untuk konstruksi yang terlindung. Jadi, untuk sifat
pembebanan tetap, foktor reduksi γ = 1, untuk konstruksi terlindung, faktor reduksi β = 1.

Apabila pembebanan bersifat sementara atau khusus untuk kontruksi tidak


terlindung, maka harga tegangan ijin tersebut harus dikalikan dengan faktor reduksi:

- untuk kontruksi tidak terlindung, β = 5/6


- untuk konstruksi yang selalu basah (terendam air), β = 2/3
- untuk pembebanan yang bersifat semestara, γ = 5/4
- untuk pembebanan yang bersifat khusus (getaran dll) γ = 3/2
Faktor reduksi tersebut di atas, juga berlaku untuk mereduksi kekuatan alat sambung.

I - 15
1.5.2. Mutu Kayu dan Nilai Kuat Acuan Berdasarkan SNI Tata Cara
Perencanaan Konstruksi Kayu Indonesia

SNI Tata Cara Perencanaan Konstruksi Kayu membagi kelas mutu kayu menjadi
tiga macam, yaitu kelas mutu A, kelas mutu B dan kelas mutu C. Pembagian kelas
mutu kayu tersebut hanya didasarkan pada faktor cacat kayu saja. Dan Berikut ini
merupakan syarat-syarat untuk masing-masing kelas mutu kayu tersebut:

Tabel 1.5. Cacat maksimum untuk setiap kelas mutu kayu menurut
SNI Tata Cara Perencanaan Konstruksi Kayu
Syarat-syarat Kelas mutu A Kelas mutu B Kelas mutu C
Mata kayu (terletak < 1/6 lebar balok < 1/4 lebar balok < 1/2 lebar balok
di muka lebar)
Mata kayu (terletak < 1/8 lebar balok < 1/6 lebar balok < 1/4 lebar balok
di muka sempit)
Retak < 1/5 tebal kayu < 1/6 tebal kayu < 1/2 tebal kayu
Pinggul < 1/10 tebal atau < 1/6 tebal atau < 1/4 tebal atau
lebar kayu lebar kayu lebar kayu
Arah serat < 1/13 < 1/9 < 1/6
Saluran damar < 1/5 tebal kayu < 2/5 tebal kayu < 1/2 tebal kayu
eksudasi tidak
diperkenankan
Gubal Diperkenankan Diperkenankan Diperkenankan
Lubang serangga Diperkenankan Diperkenankan Diperkenankan
asal terpencar dan asal terpencar dan asal terpencar dan
ukuran dibatasi ukuran dibatasi ukuran dibatasi
dan tidak ada dan tidak ada dan tidak ada
tanda-tanda tanda-tanda tanda-tanda
serangga hidup serangga hidup serangga hidup
Cacat lainnya Tidak Tidak Tidak
(lapuk, hati rapuh, diperkenankan diperkenankan diperkenankan
retak melintang)

Tegangan yang diijinkan menurut SNI Tata Cara Perencanaan


Konstruksi Kayu didasarkan atas dua hal, yakni kuat acuan berdasarkan pemilahan
secara mekanis dan kuat acuan berdasarkan pemilahan secara visual. Untuk tegangan ijin
berdasarkan pemilahan secara mekanis dapat dilihat pada tabel berikut:

I - 16
Tabel 1.6. Nilai kuat acuan (MPa) berdasarkan atas pemilihan
secara mekanis pada kadar air 15%
Kode Modulus Kuat Kuat Kuat Kuat Kuat
Mutu Elastisitas Lentur tarik tekan Geser tekan
Lentur sejajar sejajar tegak
serat serat lurus serat
Ew Fb Ft Fc Fv Fc┴
E26 25000 66 60 46 6.6 24
E25 24000 62 58 45 6.5 23
E24 23000 59 56 45 6.4 22
E23 22000 56 53 43 6.2 21
E22 21000 54 50 41 6.1 20
E21 20000 56 47 40 5.9 19
E20 19000 47 44 39 5.8 18
E19 18000 44 42 37 5.6 17
E18 17000 42 39 35 5.4 16
E17 16000 38 36 34 5.4 15
E16 15000 35 33 33 5.2 14
E15 14000 32 31 31 5.1 13
E14 13000 30 28 30 4.9 12
E13 12000 27 25 28 4.8 11
E12 11000 23 22 27 4.6 11
E11 10000 20 19 25 4.5 10
E10 9000 18 17 24 4.3 9
Untuk kuat acuan berdasarkan pemilahan secara visual harus mengikuti standar
pemilahan secara visual yang baku. Apabila pemeriksaan visual dilakukan berdasarkan atas
pengukuran berat jenis, maka kuat acuan untuk kayu berserat lurus tanpa cacat dapat
dihitung dengan menggunakan langkah-langkah sebagai berikut:

a. Kerapatan ρ pada kondisi basah (berat dan volum diukur pada kondisi basah, tetapi
kadar airnya lebih kecil dari 30%) dihitung dengan mengikuti prosedur baku. Gunakan
satuan kg/m3 untuk ρ.

b. Kadar air, m% (m < 30), diukur dengan prosedur baku.


c. Hitung berat jenis pada m% (Gm) dengan rumus: Gm=ρ/[1.000(1+m/100)]
d. Hitung berat jenis dasar (Gb) dengan rumus: Gb=Gm/( 1 +0,625aGm) dengan a =(30-
m)/30.
e. Hitung berat jenis pada kadar ai r 15% (G15) dengan rumus: G15= Gb/(1-
0,133 Gb ).

f. Hitung estimasi kuat acuan dengan rumus :


I - 17
Modulus elastisitas lentur, Ew (MPa) rumus estimasi = 16.000G0,7
-

g. Catatan: G adalah berat jenis kayu pada kadar air 15%, dengan G=G15 .
Untuk kayu dengan serat tidak lurus atau mempunyai cacat kayu, estimasi
modulus elastisitas lentur harus direduksi dengan mengikuti ketentuan SNI 03-3527-
1994 UDC 691.11 sesuai dengan kelas mutu kayu tersebut.

Tabel 1.7. Nilai rasio tahanan


Kelas Mutu Nilai Rasio Tahanan
A 0,80
B 0,63
C 0,50

Dalam SNI Tata Cara Perencanaan Konstruksi Kayu tidak dilampirkan daftar
kayu Indonesia berdasarkan modulus elastisitas lenturnya. Oleh karena itu sebagai salah
satu alternatif penyelesaiannya dapat digunakan daftar kayu Indonesia yang terdapat
pada PKKI 1961 NI-5, mengingat dalam daftar tersebut terdapat data berat jenis masing-
masing kayu (BD) pada kondisi kering udara (kadar air 15%). Dan berikut ini adalah
beberapa contoh jenis kayu yang sering digunakan dalam konstruksi bangunan di Indonesia
yang dikonversi menjadi kode mutu SNI Tata Cara Perencanaan Konstruksi Kayu
dengan acuan berat jenis udara kering berdasarkan kelas kuat PKKI 1961 NI-5:

Tabel 1.8. Estimasi kuat acuan berdasarkan berat jenis kayu


berserat lurus tanpa cacat kayu
No. Jenis Kelas BD G15 Ew Kode
3 3
Kayu Kuat (g/cm ) (g/cm ) (MPa) Mutu
1. Merbau I-(II) 0,8 0,8 13686,20 E14
(Intsia Spec. Div.)
2. Keruing (I)-II 0,79 0,79 13566,22 E14
(Dipterocarpus Spec. Div.)
3. Jati II 0,7 0,7 12464,89 E13
(Tectona grandis L.f.)
4. Meranti putih
(Shorea dan Parashorea II-IV 0,54 0,54 10394,3 1 E1 1
spec. div.)

I - 18
1.6. Soal dan Pembahasan
Contoh perhitungan:
Kayu keruing (Dipterocarpus Spec. Div.) → Kelas Kuat (I)-II.
Berat jenis kering udara (BD) berdasarkan PKKI 1991 NI-5 = 0,79 g/cm3.
Berat jenis kayu pada kadar air 15% (G15) untuk SNI Tata Cara Perencanaan Konstruksi Kayu
diambil sama dengan nilai BD pada PKKI 1961 NI-5, yaitu 0,79 g/cm3. Modulus elastisitas
lentur (Ew ) berdasarkan SNI Tata Cara Perencanaan Konstruksi Kayu = 16000xG0.7 = 16000 x
0,790,7 = 13566,22 ≈ 13000 MPa.
→ Kode Mutu E14.

Contoh Soal 2
Suatu konstruksi gording menahan beban tetap terbagi sebesar 50 kg/m. Kelas kayu adalah kelas A.
Gording terbuat dari kayu dengan Bj= 0,6. Hitung tegangan tegangan ijinnya? Apabila panjang
gording 3 m dengan peletakan sendi-rol, serta dimensi gording 6/8, kontrol apakah konstruksi tersebut
aman. Lendutan dan berat sendiri gording diabaikan

I - 19
Daftar Pustaka
1. Ir. K. H. Felix Yap, Konstruksi Kayu, 1964.
2. Yayasan Dana Normalisasi Indonesia, PKKI 1961 NI-5
3. Judith J. Stalnaker and Ernest C. Harris, Structural Design in Wood, 1989.
4. Yap, 1964 ; Canadian Wood Council, 2002 ; Budisetyono, 1993
5. J.F. Dumanauw, Mengenal Kayu, (Pendidikan Industri Kayu Atas, Semarang , 1990 )
6. Google.com

I - 20

Anda mungkin juga menyukai