Diajukan untuk memenuhi persyaratan mencapai derajat S1 pada Program Studi Teknik
Lingkungan Fakultas Teknik Universitas Lambung Mangkurat
Dibuat :
NIM. 1910815210016
Pembimbing
Andy Mizwar, S.T., M.Si.
i
LEMBAR PENGESAHAN
PROPOSAL TUGAS AKHIR
Dibuat :
1910815210016
Telah diperiksa dan dapat diajukan dalam seminar proposal Tugas Akhir di Program
Studi Teknik Lingkungan
Disetujui
Pembimbing
ii
PRAKATA
Puji syukur senantiasa penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang
telah melimpahkan rahmat, hidayah maupun karunia bagi umat-Nya sehingga penulis
dapat menyusun dan menyelesaikan tugas akhir yang berjudul “Perancangan Instalasi
Pengolahan Air Limbah (IPAL) Pada Rumah Atun Cempaka Sasirangan dengan Sistem
Lahan Basah Buatan Aliran Horizontal Bawah Permukaan (LBB-AHBP) Skala
Kelurahan”. Tujuan penulisan penelitian ini untuk menyelesaikan salah satu persyaratan
dalam menyusun tugas akhir di Program Studi Teknik Lingkungan Fakultas Teknik
Universitas Lambung Mangkurat.
1. Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga dapat
menyelesaikan skripsi tugas akhir ini.
2. Orang tua dan keluarga saya yang selalu mendoakan dan memberikan dukungan
moril maupun materil.
3. Ibu Dr. Ir. Nopi Stiyati Prihatini, S.Si., MT. Sebagai Dosen Pembimbing yang telah
membimbing dan memberi saran masukkan dalam penyusunan Propsal Tugas Akhir.
4. Bapak Riza Miftahul Khair, ST., M.Eng. dan ibu GT. Ihda Mazaya, ST., MT. sebagai
dosen penguji yang telah memberikan saran dan masukan dalam menyususn skripsi tugas
akhir.
5. Dosen dan staff admin Program Studi Teknik Lingkungan Fakultas Teknik
Universitas Lambung Mangkurat.
Saya menyadari bahwa semua hal tidak dapat diselesaikan dengan sempurna, khususnya
pada Proposal Tugas Akhir ini, dengan perasaan rendah hati mengharapkan kritik dengan
saran yang membangun, bimbingan serta nasihat yang nantinya dapat bermanfaat bagi
saya sendiri dan bagi para pembaca.
iii
DAFTAR ISI
PRAKATA.......................................................................................................................iii
DAFTAR ISI.....................................................................................................................iv
DAFTAR TABEL.............................................................................................................vi
DAFTAR GAMBAR.......................................................................................................vii
DAFTAR SINGKATAN................................................................................................viii
I. PENDAHULUAN....................................................................................................10
1.1 Latar Belakang.................................................................................................10
1.2 Rumusan Masalah............................................................................................13
1.3 Tujuan perencanaan..........................................................................................13
1.4 Batasan Masalah...............................................................................................13
1.5 Manfaat Perencanaan........................................................................................14
II TINJAUAN PUSTAKA...........................................................................................15
2.1 Limbah Cair Sasirangan...................................................................................15
2.1.1 Karakteristik Air Limbah Sasirangan...........................................................16
2.1.2 Baku Mutu Air Limbah Indsutri Sasirangan.................................................17
2.2 Unit Pengolahan Air Limbah yang di desain....................................................18
2.2.2 Bak Pengendap.............................................................................................18
2.2.3 Lahan Basah Buatan.....................................................................................24
2.2.3.1 Free Surface Constructed Wetland....................................................25
2.2.3.2 Sub-Surface Constructed Wetland....................................................26
2.2.4 Kelebihan dan Kekurangan Lahan Basah Buatan.........................................26
2.2.4.1 Kelebihan Lahan Basah Buatan....................................................................26
2.2.4.2 Kekurangan Lahan Basah Buatan.................................................................27
2.3 Lahan Basah Buatan Aliran Horizontal Bawah Permukaan..............................28
2.3.1 Kriteria Desain Lahan Basah Buatan............................................................29
2.4 Media Lahan Basah Buatan Aliran Horizontal Bawah Permukaan...................32
2.4.1 Tanah Humus...............................................................................................34
2.4.2 Pasir..............................................................................................................34
2.4.3 Kerikil..........................................................................................................35
2.4.4 Equisetum Hyemale..........................................................................35
2.5 Studi Pustaka....................................................................................................37
III METODE PERENCANAAN...................................................................................38
iv
3.1 Metode Perencanaan.........................................................................................38
3.2 Kerangka Perencanaan.....................................................................................38
3.3 Analisa Data/Perhitungan.................................................................................40
3.4 Tempat Perencanaan.........................................................................................42
3.5 Peralatan Perencanaan......................................................................................42
3.6 Jadwal Kegiatan...............................................................................................43
3.7 Rencana Anggaran Biaya.................................................................................43
DAFTAR RUJUKAN......................................................................................................46
v
DAFTAR TABEL
Tabel 2.2 Baku Mutu Air Limbah Bagi Usaha dan/atau Kegiatan Industri Tekstil
Periode Peralihan...............................................................................................................7
Tabel 2.8 Kinerja lahan basah buatan aliran bawah permukaan berdasarkan jenis media
yang digunakan................................................................................................................28
Tabel 2.9 Polutan dan Proses Penyisihan Dalam Lahan Basah Buatan..........................29
vi
DAFTAR GAMBAR
Penyisihan BOD..............................................................................................................10
Gambar 2.4 Kurva Hubungan Laju Akumulasi Lumpur dengan periode pengurasan. 11
Gambar 2.6 (a) Tipe Horizontal SubSurface Flow; (b) Tipe Vertical Subsurface 15
Gambar 2.7 Skema aliran air limbah pada aliran horizontal constructed wetland.17
vii
DAFTAR SINGKATAN
: Subsurface Flow
CW : Constructed Wetlands
vii
i
ix
I. PENDAHULUAN
Akhir (TPA) dalam pengelolaannya. Pengelolaan Tempat Pemrosesan Akhir yang aman
dan ramah lingkungan dapat menjadi keuntungan bagi masyarakat baik dari segi
TPA Cahaya Kencana berada di atas lahan milik Pemerintah Daerah Kabupaten
Banjar dengan luas lahan 35,5 Ha, dimana yang digunakan untuk TPA Cahaya Kencana
16,5 Ha, Taman Kehati 7,5 Ha, sisa lahan yang tidak terpakai seluas 11,5 Ha. TPA
Cahaya Kencana telah menerapkan sistem sanitary landfill sejak tahun 2014 dengan luas
area eksisting sebesar 8.089,73 m2. TPA Cahaya Kencana ternyata memiliki kontaminasi
lindi pada area sanitary landfill dengan nilai resistivitas tanah yang tercemar berkisar
antara 1,50 - 4,34 Ωm pada kedalaman antara 0,75 meter hingga 13 meter (Iman &
Pandebesie, 2021).
Air lindi merupakan air dengan konsentrasi kandungan organik tinggi yang
terbentuk dalam landfill akibat adanya air hujan yang masuk ke dalam landfill. Air lindi
yang berasal dari TPA dapat mencemari airtanah bila meresap ke dalam tanah dan
akhirnya ke dalam aliran tanah. Air lindi didefinisikan sebagai limbah cair yang
dihasilkan dari perkolasi air hujan yang melewati timbunan sampah itu sendiri (Cordier,
2019).
Kualitas air lindi di TPA bisa mencapai 20%-30% dari jumlah sampah
10
yang yang ditempatkan berdasarkan perhitungan harian. Sanitary Landfill adalah
salah satu cara utama untuk menangani sampah dengan kandungan anorganik
yang tinggi dan sampah dengan nilai kalori rendah, dimana air lindi dapat
dihasilkan dari penguraian sampah dan penetrasi air hujan, dan umumnya
mengandung komponen yang daoat larut dalam sampah itu sendiri (Youcai,
2018).
volume yang besar, Biological Oxygen Demand (BOD), Chemical Oxygen Demand
baku mutu limbah cair yang ditetapkan, yaitu kandungan logam Kromium (Cr), tidak
boleh melebihi 1,0 mg/L. Berdasarkan penelitian Mawaddah (2002) dan Mujaiyanah
sebesar 1,54mg/L, penelitian Maulidia, 2013 mengenai logam Cd didapat 0,027 mg/L,
penelitian Andi Mizwar, 2012 konsentrasi BOD sebesar 277 mg/L, penelitian Irawati et
al., 2011 terhadap konsentrasi COD sebesar 554 mg/L, nilai TSS sebesar 862 mg/L,
Salah satu teknologi yang cocok digunakan dalam permasalahan ini adalah
pengolahan limbah dengan sistem lahan basah buatan aliran horizontal bawah permukaan
dengan memanfaatkan tanaman air dan mikroorganisme (Hidayat dkk, 2014). Pada
11
umumnya lahan basah buatan bekerja optimal dengan memanfaatkan tanaman air.
12
kandungan pencemar, juga menjadi salah satu upaya untuk mengoptimalkan kebutuhan
lahan agar dapat dimanfaatkan menjadi taman (Dewi, 2019). Sistem lahan basah buatan
penjernihan air di lahan basah alami (natural wetland) seperti kondisi rawa alami.
Perbedaan lahan basah buatan dan rawa alami adalah tumbuhan air dan debit limbah pada
lahan basah buatan direncanakan secara terkontrol dan terencana (Indrayani &
Triwiswara, 2018). Komponen LBB terdiri dari air, media lolos air (substrate), tanaman
air, dan mikroorganisme yang tumbuh di dalam lahan basah. Komponen air
menghubungkan semua fungsi di dalam lahan basah, dan efisiensi pengolahan limbah di
LBB tergantung pada sifat limbah yang akan diolah (Qomariyah et al., 2017).
selain memiliki fungsi untuk menurunkan kadar beban pencemar dengan efisien yang
tinggi dan baik, juga memiliki fungsi lain sebagai nilai estetika diharapkan LBB ini
menjadi taman juga sebagai unit reduksi beban pencemar limbah sasirangan (Fauzi &
Mardyanto 2016). Menurut penelitian yang dilakukan Fibrian dkk, (2014) menunjukan
bahwa sistem Lahan Basah Buatan Aliran Horizontal Bawah Permukaan (LBB-AHBP)
lebih baik dalam proses penurunan kadar BOD dan COD dengan presentase 94,64% dan
93,56%.
mengurangi limbah sasirangan dengan karateristik parameter BOD, COD yang dapat
turun dengan rendah. Berdasarkan penjelasan diatas sehingga penulis dapat melakukan
13
Limbah (IPAL) pada Atun Cempaka Sasirangan dengan Sistem Lahan Basah Buatan
Berdasarkan uraian latar belakang, rumusan masalah pada perencanaan ini adalah
sebagai berikut:
Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah, tujuan dari perencanaan ini
adalah sebagai berikut:
14
3. Perencanaan desain Sistem Lahan Basah Buatan Aliran Horizontal Bawah
Permukaan dengan menggunakan aplikasi Autocad dan SketchUp.
5. Rencana anggaran biaya mengacu pada Sistem Lahan Basah Buatan yang
ditentukan.
15
II TINJAUAN PUSTAKA
Limbah Cair Sasirangan (LCS) merupakan air buangan dari sisa proses kegiatan
pembuatan kain sasirangan yang sampai saat ini masih diproduksi oleh masyarakat banjar
dalam skala industri rumahan. Limbah cair dapat diartikan sisa cairan dari proses
produksi yang tidak dapat dimanfaatkan lagi serta dapat menimbulkan dampak yang
buruk terhadap manusia dan lingkungan. Keberadaan limbah cair tidak diharapkan di
lingkungan karena tidak mempunyai nilai ekonomi (Arifin dkk., 2017). LCS yang dalam
tangga yang pengolahannya masih bersifat tradisional. Melihat sifat kegiatan industri
tersebut, sebagian besar para pengrajin belum melakukan upaya pengolahan terhadap
hasil air limbah yang dihasilkan dan langsung membuang ke badan air atau lingkungan
sekitar (Untung dkk., 2014). Salah satu rumah produksi sasirangan di Kalimantan Selatan
yaitu Rumah produksi Atun Cempaka Sasirangan merupakan salah satu produsen kain
Sasirangan terkemuka di kota Banjarbaru, yang terletak Jl. Mistar Cokrokusomo, RT.
10/RW. 04, Bangkal, Cempaka Kota Banjarbaru dan berdiri sejak tahun 2007. Rumah
produksi Atun Cempaka Sasirangan dapat dilihat pada Gambar 2.1 Atun Cempaka
Sasirangan memproduksi perhari sekitar ± 100 lembar/hari dengan proses produksi kain
Sasirangan dilakukan setiap hari kecuali pada hari jum’at dengan limbah cair yang
16
Gambar 2.1 Rumah Produksi Atun Cempaka Sasirangan
pewarna sintetik seperti napthol, indigosol, dan indhanthrene yang akan menghasilkan
limbah cair berwarna pekat dalam jumlah yang cukup besar (Rachman dkk., 2017).
Molekul zat warna merupakan gabungan dari zat organik tidak jenuh dengan kromofor
sebagai pembawa warna dan auksokrom sebagai pengikat warna dengan serat.. Zat
organik tidak jenuh yang dijumpai dalam pembentukan zat warna adalah senyawa
aromatik antara lain senyawa hidrokarbon aromatik dan turunannya, fenol dan
kromofor adalah gugus yang menyebabkan molekul menjadi berwarna (Naimah dkk.,
2014).
pencamar seperti senyawa organik sintetism fenol serta logam berat. Karakteristik utama
air limbah industri sasirangan adalah kandungan logam berat krom total (Cr), timbal (Pb),
dan cadmium (Cd), serta parameter COD, BOD, TSS, pH, dan kekeruhan (turbidity)
(Nasruddin, 2018). Konsentrasi BOD dan COD pada limbah cair sasirangan disebabkan
17
dari zat warna yang digunakan pada proses pewarnaan kain sasirangan (Khair dkk.,
2021). Karakteristik limbah cair industri sasirangan dapat dilihat pada Tabel 2.1.
Baku mutu air limbah bagi kegiatan industri tekstil adalah ukuran batas atau
keberadaannya dalam air limbah industri sasirangan yang akan dibuang atau dilepas ke
lingkungan.
Baku mutu limbah cair industri tekstil ditetapkan dalam Peraturan Menteri
Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia Nomor P. 16 Tahun 2019 Tentang
18
Tabel 2.2 Baku Mutu Air Limbah Bagi Usaha dan/atau Kegiatan Industri Tekstil
Periode Peralihan
Debit
Parameter ≤ 100 100 < x < 1000 ≥ 1.000
3
m /hari 3
m /hari m3/hari
BOD (mg/L) 60 45 35
COD (mg/L) 150 125 115
TSS (mg/L) 50 40 30
Fenol Total (mg/L) 0,5 0,5 0,5
Krom Total (mg/L) 1 1 1
Amonia Total (mg/L) 8 8 8
Sulfida (mg/L) 0,3 0,3 0,3
Minyak Lemak (mg/L) 3 3 3
pH 6-9 6-9 6-9
Warna (Pt-Co) 200 200 200
Suhu (℃) Deviasi 2* Deviasi 2* Deviasi 2*
Debit Maksimum (m3/ton produk) 100 100 100
(Sumber : Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia
Nomor P. 16 Tahun 2019 Tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Lingkungan
Hidup Nomor 5 Tahun 2014 Tentang Baku Mutu Air Limbah)
2.2 Unit Pengolahan Air Limbah yang di desain
1. Bak Pengendap
padatan dari air secara fisik (Metcalf dan Eddy, 2003). Pengolahan tahap pertama dapat
dilakukan melalui dua metode utama yaitu dengan proses fisika maupun secara kimia.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Thomposn dkk., (1998) proses sedimentasi
19
dipakai di Inggris dengan efisiensi removal mencapai 80%. Hal yang sama juga
dinyatakan oleh Rajvaid dan Markandey (1998) dimana sedimentasi memiliki efisiensi
pengolahan sebesar 70 – 80%. Disisi Azeverdo dkk., (1998) menyatakan bahwa proses
pengendapan limbah dipengaruhi pH dalam limbah. Adapun kriteria desain dari bak
a. Sasse, 2009 menyatakan bahwa dalam penentuan removal COD pada unit bak
20
b. Menentukan presentase penyisihan COD dan COD effluent:
𝑅𝑎𝑠𝑖𝑜 𝑆𝑆/𝐶𝑂𝐷
% 𝐶𝑂𝐷 𝑟𝑒𝑚𝑜𝑣𝑎𝑙 = 𝑥 𝐹𝑎𝑘𝑡𝑜𝑟 𝐶𝑂𝐷 𝑟𝑒𝑚𝑜𝑣𝑎𝑙
6
Keterangan:
Removal BOD ditentukan menggunakan nilai dari % COD removal yang telah
didapatkan kemudian diplot pada grafik faktor removal BOD terhadap COD.
21
e. Perhitungan TSS effluent dan presentase TSS removal
𝑆𝑆
𝑇𝑆𝑆 𝑒𝑓𝑓𝑙𝑢𝑒𝑛𝑡 =
𝐶𝑂𝐷 𝑥 𝐶𝑂𝐷 𝑒𝑓𝑓𝑙𝑢𝑒𝑛𝑡
𝑇𝑆𝑆 𝑒𝑓𝑓𝑙𝑢𝑒𝑛𝑡
% 𝑇𝑆𝑆 𝑟𝑒𝑚𝑜𝑣𝑜𝑎𝑙 = 𝑥 100%
𝑇𝑆𝑆 𝑖𝑛𝑓𝑙𝑢𝑒𝑛𝑡
Keterangan:
diskrit yang menggendap, partikel inil kemudian akan menjadi lumpur dengan
Gambar 2.4 Kurva Hubungan Laju Akumulasi Lumpur dengan periode pengurasan
22
g. Perhitungan volume lumpur per BOD tersisihkan (L/g)
Keterangan:
Keterangan:
Keterangan:
tersisihkan (m3/m3)
(L/g)
23
ℎ𝑟
Vsludge = 𝑉𝑠𝑙𝑢𝑑𝑔𝑒 ℎ𝑎𝑠𝑖𝑙 𝐵𝑂𝐷 𝑡𝑒𝑟𝑠𝑖𝑠𝑖ℎ𝑘𝑎𝑛 𝑥 𝑃 𝑥 30
𝑏𝑢𝑙𝑎𝑛
𝑥𝑄
Keterangan:
Vww = HRT x Qp
Keterangan:
(𝑉𝑤𝑤+𝑉𝑠𝑙𝑢𝑑𝑔𝑒)
A = ℎ
Keterangan:
h : Kedalaman (m)
24
A : Luas permukaan (m2)
m. Perhitungan total volume bak pengendap dan panjang bak pengendap Vtotal
Keterangan:
Keterangan:
Lahan Basah Buatan adalah sistem pengolahan terencana atau terkontrol yang
didesain menggunakan proses alami. Proses ini melibatkan vegetasi, media dan
seperti untuk debit limbah, beban organik, kedalaman media, jenis tanaman lainnyam
sehingga kualitas air limbah yang keluar dari sistem tersebut dapat dikontrol sesuai
dengan yang dikehendaki oleh pembuatnya. Dari aspek hidraulika, Lahan basah buatan
diklasifikasikan menjadi dua tipe, yaitu sistem aliran permukaan (Surface Flow
Constructed Wetland) atau FWS (Free Water System) dan sistem aliran bawah
25
Flow Constructed Wetland) (Vymazal, 2010). Berdasarkan pola aliran, LBB dapat
diklarifikasikan menurut arah aliran horizontal dan vertical (Suswati dan Gunawan,
2013).
Lahan Basah Buatan dapat berfungsi sebagai pengolah limbah selain limbah
domestik, yaitu seperti limbah industri, limbah rumah sakit, maupun pertambangan.
karakteristik limbah yang ada (Suswati dan Gunawan, 2013). Prinsip kerja sistem
pengolahan air limbah jenih LBB adalah dengan menfaatkan simbiosis antara tumbuhan
tumbuhan tersebut. Bahan organik yang terdapat di dalam air limbah akan dirombak oleh
mikroorganisme menjadi senyawa yang lebih sederhana dan akan dimanfaatkan oleh
tumbuhan sebagai nutrient. Sistem perakaran tumbuhan air akan menghasilkan oksigen
yang dapat digunakan sebagai sumber energi/katalis untuk rangkaian proses metabolisme
Lahan Basah Buatan terdiri dari 2 tipe yaitu Free Water Constructed Wetland
dan Sub-Surface Constructed Wetland. Untuk sketsa dari Free Water Constructed
Wetland dapat dilihat pada Gambar 2.5. Pada sistem Free Water Surface (FWS), air
mengalir pada permukaan air yang terbuka. Pada praktiknya, sistem FWS jarang
digunakan karena sistem ini dapat menjadi sarang bagi faktor penyakit (seperti nyamuk)
26
Gambar 2.5. Tipe Free Water Surface (Kadlec & Wallace, 2009)
kerikil yang ditanamai dengan vegetasi tumbuhan. Air limbah akan dialirkan dibawah
permukaan dari media tanam. Karena air limbah berada dibawah permukaan media
tanam, resiko terkena paparan manusia atau organisme patogen dapat diminimisasi
(Wallace dan Robert, 2006). SIstem Sub-Surface Constructed Wetland paling sesuai
untuk pengolahan primer dari air limbah, karena tidak ada kontak langsung dengan kolom
air dan atmosfir (Suwati dkk., 2013). Sketsa Sub-Surface Constructed Wetland pada
Gambar 2.6.
Gambar 2.6. (a) Tipe Horizontal SubSurface Flow; (b) Tipe Vertical Subsurface Flow
(Morel & Diener, 2006)
27
a. Biaya pembangunanan dan operasional relative lebih murah.
berkeahlian tinggi.
c. Menyediakan fasilitas pembersih air limbah yang efektif dan dapat diandalkan.
akibat fluktasi hidrologis dan jumlah bahan pencemar yang memasuki sistem.
e. Dapat menghilangkan senyawa beracun (termasuk logam berat) yang tidak dapat
f. Bahan pencemar di dalam air dapat di daur ulang untuk menjadi biomassa yang
berinilai ekonomis.
Kelemahan teknologi lahan basah buatan dibandingankan dengan fasilitas ppembersih air
a. Memerulakan areal tanah yang luas untuk dapat menghasilkan air yang relatif
bersih.
28
b. Pengoperasian sistem ini tergantung pada kondisi lingkungan termasuk iklim dan
c. Untuk Lahan Basah Buatan dengan Free Water System, dapat berpotensi
dengan mengalirkan air limbah secara horizontal dibawah tanaman yang ditanam di
media lapisan paling atas. Tanaman tersebut memiliki kemampuan dalam mengadsorpsi
oksigen dengan menggunakan daun dan batang yang berada diatas permukaan media.
Oksigen terserap akan ditransfer ke akar. Aerobic microsites yang ada pada akar dapat
Kelebihan dari sistem ini adalah tidak adanya genangan air yang dapat
menimbulkan bau dan menjadi tempat berkembang biak nyamuk. Selain itu, Horizontal
Flow System juga baik didalam penyisihan partikel tersuspensi karena kemampuan
didalam menyaring dan penyisihan BOD. Kekurangan dari sistem ini adalah tidak bagus
di dalam proses nitrifikasi karena kemampuan didalam transfer oksigen yang terbatas dan
sering terjadi aliran pendek yang menyebabkan menurunnya efisiensi pengolahan. Oleh
karena itu, sistem ini tidak cocok untuk pengolahan air limbah yang mengandung
Peran paling penting dari tanaman dalam LBB-AHBP adalah penyediaan substrat
29
kehilangan oksigen radial (difusi oksigen dari akar ke rhizosfer), serapan hara, dan isolasi
permukaan lapisan di tempat yang dingin dan sedang. LBB selalu digunakan untuk
mengolah limbah domestik dan perkotaan di seluruh dunia. Namun, saat ini LBB-AHBP
digunakan untuk mengolah banyak jenis limbah lainnya termasuk industri dan pertanian,
lindi TPA dan air limpasan. Dalam sistem aliran horizontal, air memasuki lahan
basah/rawa dari pipa inlet, kemudian mengalir secara horizontal dalam rawa buatan yang
ditanami tumbuhan air, kemudian keluar dari outlet di ujung rawa. Proses mengalirnya air
limbah pada sistem horizontal ini seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.7.
Gambar 2.7. Skema aliran air limbah pada aliran horizontal constructed wetland
(Morel dan Diener, 2006)
dalam pembuatan pengolahan air limbah dengan metode Lahan Basah Buatan sesuai
30
Tabel 2.4. Hasil Rancangan dari sumber Puslitbangkim dan Moshiri
Kriteria Desain
No Hal Sumber Puslitbangkim Sumber Moshiri
(1997) (1993)
1 Debit - 7m2/m3/hari tipe VSB
2 Lahan khusus secondary Bak pengendap 10 m3 Bak pengendap 5 m2 –
1 m2
3 Tipe aliran Horizontal Vertikal
4 Outlet reactor Atas Bawah
5 Perbandingan (W : L) 2:1 3:1
6 Jenis filter 1 jenis filter 3 jenis filter
7 Lapisan filter 1 lapis 3 lapis
8 Media filter Kerikil 5 – 10 mm Kerikil 1 – 5 cm dan
pasir
9 Ketebalan media 80 cm 60 – 80 cm
10 Porositas media 0,45 0,3 – 0,45
11 Waktu tinggal >5 hari <5 hari
12 Kemiringan 5% 1%
13 Vegetasi Campuran Campuran
(Sumber : puslitbangkim, 1997 dan Moshiri, 1993 dalam Astuti dkk., 2016)
Kriteria desain yang sering digunakan dalam sistem lahan basah buatan dapat
Secara umum kriteria desain diatas sering digunakan sebagai acuan pengolahan
air limbah dengan sistem lahan basah buatan. Sistem lahan basah buatan (LBB)
dibedakan mendjadi dua sistem aliran permukaan (Surface Flow) atau FWS (Free
Water System) dan sistem aliran bawah permukaan (Sub surface Flow) (Suswati dan
Efisiensi kinerja lahan basah buatan sangat dipengaruhi oleh desain, sustrat,
tanaman dan waktu tinggal. Prinsip kriteria desain untuk sistem lahan basah buatan terdiri
31
(panjang dan lebar), BOD loading rate dan hydraulic loading rate. Kriteria desain
Beberapa kriteria desain yang sangat penting untuk sistem Lahan Basah Buatan
adalah waktu detensi hidrolis, kedalaman bak, panjang dan lebar bak, dan laju beban
c. Removal BOD yang dibantu dengan adanya tanaman : 4,4% (Diaz dkk., 2014)
Karakteristik media yang digunakan pada sistem Sub-Surface Flow pada lahan
32
Tabel 2.7. Karakteristik Tipikal Media untuk Sub-Surface Flow
Media type Max 10% Porosity, α Hydraulic K20
grain size, Conductivity,
mm ks, ft3 /ft2 .d
Medium sand 1 0,42 1,380 1,84
Coarse sand 2 0,39 1,575 1,34
Gravelly sand 8 0,35 1,610 0,86
Medium gravel 32* 0,4* 1,640* 1,104*
(Sumber: Metcalf dan Eddy, 2003; EPA, 1999 (*))
Media yang digunakan dalam reaktor lahan basah buatan secara umum dapat
berupa tanah, pasir, batuan atau bahan – bahan lainnya. Tingkat permeabilitas dan
konduktivitas hidrolis media tersebut sangat berpengaruh terhadap waktu detensi air
limbah, dimana waktu detensi yang cukup akan memberikan kesempatan kontak antara
mikroorganisme dengan air limbah, serta oksigen yang dikeluarkan oleh akar tanaman
Komponen pada media biasanya berupa substrate (media lolos air) seperti pasir,
kerikil maupun pecahan batu. Namun persyaratannya harus bersih, keras, tidak berubah
bentuk dan durable (Qomariyah dkk., 2017). Menurut Watson, dalam Khiatuddin, (2003)
menyebutkan bahwa kinerja SSF Wetlands berdasarkan media yang digunakan dapat
Tabel 2.8. Kinerja lahan basah buatan aliran bawah permukaan berdasarkan jenis media
yang digunakan
No Jenis Media Presentase BOD Pengurangan SS Polutan Coliform
1 Kerikil 55 – 96 51 – 98 99
2 Tanah 62 – 85 49 – 85 -
3 Pasir 96 94 100
4 Tanah Liat 92 91 -
33
(Sumber: Khiatuddin, 2003)
Menurut Fitri dkk., (2018) lapisan media akan bertindak sebagai filter dan
penyisihan dalam lahan basah buatan (Qomariyah dkk., 2017). Keberadaan bakteri sangat
perombakan dan pelepasan mineral bahan organik dalam tanah sehingga mampu terjadi
peningkatan unsur penting tanah yang dapat diserap oleh tumbuhan. Disamping itu proses
pengolahan secara fisik berupa filtrasi dan sedimentasi dalam media cukup besar karena
filtrasi dilakukan oleh media dan akar tanaman dalam reaktor, prosesnya akibat
kemampuan partikel media ataupun sistem perakaran membentuk filter yang bisa
Tabel 2.9. Polutan dan Proses Penyisihan Dalam Lahan Basah Buatan
Polutan Proses penyisihan
Suspended Solid (TSS) Filtrasi dan dekomposisi oleh bakteri sepanjang masa
retensi
Material organik (diukur
Penyisihan material organik oleh proses sedimentasi atau
sebagai COD/BOD)
filtrasi kemudian menjadi BOD terlarut. Organik terlarut
terperangkap pada biofilm dan disisihkan melalui proses
degradasi dengan adanya bakteri (biofilm dibagian akar batang,
partikel pasir, dll.)
Nitrogen Nitrifikasi dan dentrifikasi pada biofilm, dan diserap oleh
tanaman (pengaruh nya terbatas)
Phosphorus Retensi/adsorpsi di tanah dan penyisiran tanaman
(pengaruh nya terbatas)
Pantogen Filtrasi, adsorpsi, dimakan oleh protozoa, mati dalam masa
retensi, degradasi oleh ultra violet
Logam berat Sedimentasi dan adsorpsi
Kontaminan organik lain Adsorpsi oleh biofilm, dekomposisi dalam masa retensi
(Sumber: Qomariyah, 2017)
34
2.4.1 Tanah Humus
Tanah mempunyai ukuran yang lebih kecil dibanding dengan media lainnya
(Faridatuzzahro dkk., 2015). Tanah memiliki fungsi sebagai media tanam dan tempat
merugikan bahan pencemar (Supradata, 2005). Tanah humus adalah tanah yang paling
subur yang ada di permukaan lapisan atau juga bisa disebut dengan top soil yang
mengandung banyak sekali unsur hara dan mineral. Kedalaman lapisan tanah ini berkisar
0 – 30 cm (Piegne dkk., 2013). Tanah ini sering digunakan pada bidang pertaniian karena
gembur dan memiliki komposisi yang mirip demgam pupuk kompos karena berasal dari
pelapukan batang pohon, daun dan bangkai hewan yang telah dirombak oleh
struktur yang sangat gembur, daya serap terhadap air sangat tinggi, memiliki kemampuan
untuk menambah atau meningkatkan kandungan berbagai unsur hara yang diperlukan
sebagai sumber energi untuk mikroorganisme, dapat mengikat toksik ke air atau tanah,
kemampuan adsorpsi air pada humus yang dibentuk pada tanah minera dapat mencapai
80 – 90% serta meningkatkan aerasi tanah sehingga hal ini yang membuat tanah humus
2.4.2 Pasir
Media pasir digunakan karena media tanam ini memiliki kemampuan aerasi yang
tinggi karena memiliki porositas yang besar (Kusumastuti dkk., 2015). Mekasnisme
35
pasir sebagai media pendukung dalam proses filtrasi dan tanaman sebagai media pendukung proses
2.4.3 Kerikil
Penambahan kerikil dalam media lahan basah buatan memberikan pengaruh yang
cuku baik. Air limbah yang melalui media kerikil akan membentuk lapisan lender yang
disebut dengan Biological Film. Apabila air limbah yang mengandung zat organik belum
terurai dan lewat melalui lapisan lendir ini, akan mengalami proses penguraian secara
biologi. Kerikil memiliki luas permukaan yang besar sehingga bakteri dapat hidup dan
melekat pada permukaannya. Selain itu volume rongga pada media kerikil sangatlah
Equisetum hyemale atau bambu air yang ditunjukkan dalam Gambar 2.5
merupakan tanaman yang umumnya tumbuh di lingkungan yang basah seperti kolam
dangkal, daerah pinggiran sungai, atau daerah rawa. Batang bambu air berperan sebagai
hyemale
36
Kerajaan : Plantae (Tumbuhan)
Divisi : Pteridophyta
Kelas : Equisetopsida
Ordo : Equisetales
Famili : Equisetaceae
Genus : Equisetum
Spesies : E. Hyemale
uji memiliki bentuk fisik dengan tinggi rerata 70 cm. Diameter batang berkisar antara 0.4
– 0.6 cm. Rerata massa tanaman 5.1 gram. Pemilihan tanaman berdasarkan jumlah
dominan yang ada 25 pada rumpun bambu air dengan karakter fisik yang segar, kuat, dan
tidak mudah patah bukubukunya. Untuk batang tanaman yang tidak termasuk dalam
sampai pada ketentuan. Schoona dkk., (1995) dalam Rosiana (2007) mengatakan,
tanaman meremediasi polutan organik melalui tiga acara, yaitu menyerap secara langsung
melepaskan eksudat dan enzim yang dapat menstimulasi aktivitas mikroba, serta
menyerap mineral pada daerah rizosfer. Tanaman juga dapat menguapkan sejumlah uap
air. Penguapan ini dapat mengakibatkan migrasi bahan kimia. Pemilihan batang tanaman
yang baik merujuk pada pernyataan (Tjitrosoepomo, 1989) tersebut. Tanaman akan
mmapu meremediasi polutan jika tanaman tersebut sudah mencapai usia dewasa.
Tanaman bambu air memiliki batang dengan kandungan silikat yang tinggi, yang berguna
mengikat partikel logam yang terserap oleh akar tanaman (Hanifa dkk., 2018).
37
2.5 Studi Pustaka
Perencanaan LBB yang dilakukan memiliki efisiensi removal sebesar 66% BOD,
hasil perhitungan unit lahan basah buatan direncanakan memiliki debit sebesar
64,8 m3/hari. Hasil penyisihan COD sebesar 85% effluent 49,25 mg/L,
penyisihan BOD 78% effluent 25,21 mg/L dan penyisihan TSS 67% effluent
28,27 mg/L.
3. Pada penilitian Prihatini dkk., (2023) efisiensi penyisihan BOD dan COD pada
tanaman Equisetum hyemale lebih efesien dalam penurunan BOD dan COD
38
III METODE PERENCANAAN
pernah di lakukan sebelumnya dengan sistem lahan basah buatan aliran bawah permukaan
(sub surface flow). Sistem yang digunakan dalam perencanaan ini adalah LBB-AHBP,
tanaman yang digunakan dalam sistem ini adalah Equisetum Hyemale atau Bambu Air.
desain LBB (sub surface flow), dan merencanakan anggaran biaya yang di perlukan
untuk membuat LBB-AHBP dengan biaya yang murah, efektif dan terjangkau.
untuk menggambarkan urutan kegiatan dimulai dari persiapan awal perencanaan hingga
sebuah kerangka pemikiran sebagai tahap awal atau pendahuluan proses rencana
analisa data serta kesimpulan dari hasil perencanaan. Tujuan dari perencanaan ini agar
peneliti dapat dengan mudah dalam menentukan urutan-urutan kegiatan dan prioritas
perencanaan dapat berjalan dengan baik serta tepat waktu. Alur pada tahapan ini
39
Mulai
Studi Literatur
Pengumpulan Data
Data Sekunder:
Data Primer:
- Karakteristik air limbah (dari
- Luas lokasi lahan
penelitian sebelumnya)
perencanaan
- Data penggunaan air bersih
- Kondisi eksisting
- Peta lokasi perencanaan
Selesai
Proses
Studi Literatur
40
Persiapan kegiatan sebelum melakukan sebuah kegiatan penelitian. Tahapan-
tahapan dalam perencanaan dan perancangan harus sistematis agar solusi yang
ditawarkan dapat sesuai dengan rumusan masalah. Pengumpulan data merupakan langkah
awal penting untuk menentukan metedologi perencanaan, karena pada umumnya data
tersebut akan digunakan untuk proses perencanaan. Data/informasi teori konsep dasar dan
alat bantu memadai juga sebagai pendukung untuk melakukan analisis yang baik,
dengan baik. Data yang diperlukan dalam perencanaan dan perancangan IPAL pada
rumah produksi atun sasirangan ini meliputi data primer dan data sekunder. Data primer
yang diperlukan ialah luas lokasi lahan perencanaan dan kondisi eksisting air limbah.
Sedangkan untuk data sekunder yang diperlukan ialah karakteristik air limbah (dari
penelitian sebelumnya), data penggunaan air bersih dan peta lokasi perencanaan IPAL.
Data yang telah dikumpulkan semuanya, kemudian akan dilakukan analisis data
untuk menentukan dimensi LBB dan waktu detensi yang diperlukan untuk megolah
limbah nantinya. Penentuan desain tersebut juga akan menggunakan alat aplikasi
dengan ketersedian lahan, jumlah produksi kain sasirangan serta pengolahan limbah cair
sasirangan.
41
- Ketersediaan Lahan
Salah satu faktor pendukung dalam perencanaan ini ialah ketersediaan lahan agar
Limbah yang dihasilkan pada rumah produksi atun sasirangan belum dikelola
dengan baik, sebab itu diperlukan nya unit pengolahan limbah yang baik serta
ekonomis.
data debit air limbah rata-rata yang dihasilkan oleh rumah produksi atun sasirangan.
Perhitungan debit berdasarkan total banyaknya air limbah cair sasirangan yang
dihasilkan. Dari data tersebut diperlukan agar dapat menghitung estimasi debit limbah
cair. Selain itu, perhitungan debit juga dilakukan untuk mendapatkan debit influent yang
masuk ke dalam IPAL. Rumah produksi atun sasirangan ini terdiri dari 2 kegiatan yang
Dalam perencanaan dan perancangan unit IPAL ini akan melakaukan beberapa
42
- Perhitungan dan pembuatan gambar Detail Engineering Design (DED) unit
Perhitungan RAB pembangunan IPAL akan di sesuaikan dengan Harga Satuan Pokok
Kegiatan (HSPK) bidang umum kota Banjarbaru tahun 2021 yang telah disesuaikan
Lokasi perencanaan ini dilakukan pada rumah produksi atun sasirangan di Jl. H.
Mistar Cokrokusumo, RT. 10/RW. 04, Bangkal, Kecamatan Cempaka, Kota Banjarbaru,
Kalimantan Selatan.
1. Alat Tulis
2. Meteran Rol
3. Kamera/Handphone
4. SketchUp
43
3.6 Jadwal Kegiatan
Perencanaan ini direncakan selama tiga bulan yang terdiri dari tahap persiapan,
pelaksanaan, dan tahap pembuatan laporan. Jadiwal kegiatan untuk tahapan sebagai
berikut.
Adapun Rencana Anggaran Biaya (RAB) pada perencanaan ini digunakan untuk
44
No Komponen Biaya Volume Satuan Harga Jumlah
Satuan (Rp) Harga (Rp)
45
Gambar 3.2 Peta Lokasi Perencanaan
45
DAFTAR PUSTAKA
Astuti, A.D., Lindu, M., Yanidar, R. & Kleden, M.M., 2017. Kinerja Subsurface
Constructed Wetland Multylayer Filtration Tipe Aliran Vertikal Dengan
Menggunakan Tanaman Akar Wangi (Vetivera Zozanoides) Dalam Penyisihan
Bod Dan Cod Dalam Air Limbah Kantin. Jurnal Penelitian Dan Karya Ilmiah
Lembaga Penelitian
Arifin, A., Karlina, A., & Khair, A. (2017). The Effect of Chitosan Dosage Againts
Liquid Waste Water Color on “Oriens Handicraft” Sasirangan Home Industry,
Landasan Ulin. Journal of Health Science and Prevention, 1(2), 58–67.
Diaz, Otoniel Carranza, Luciana Schultze-Nobre, Monika Moedera, Jaime Nivalac, Peter
Kuschk, Heinz Koeser. 2014. Removal Of Selected Organic Micropollutants in
Planted and Unplanted Pilot-Scale Horizontal Flow Constructed Wetlands Under
Conditions of High Organic Load. Ecological Engineering 71:234–245
Darmayanti, L., Fauzi, M., & Hajri, B. (2013). Pengolahan Air Limbah Domestik dengan
Sistem Lahan Basah Buatan Aliran Bawah Permukaan (Subsurface Flow
Constructed Wetlands).
Dewi, N.R., 2019. Teknologi Pengolahan Lahan Basah Buatan Untuk Mengolah Grey
Water Dari Rumah Tangga.
Ellis, J. B., R.B.E. Shutes and D.M. Revitt. 2003. Guidance Manual For Constructed
Wetlands. United Kingdom: environmental Agency.
Fibrian, N., Sunoko, H.R. & Izzati, M., 2014. Aplikasi Sistem Vertical dan Horizontal
Sub Surface Flow Wetland dalam Pengolahan Kembali Effluent IPAL
Perusahaan Obat dan Obat Tradisional. Jurnal Riset Teknologi Pencegahan
Pencemaran Industri, 5(1), pp.29-36.
Fibrian, Nikola, Hena Rya Sunoko, and Munifatul Izzati. "Aplikasi Sistem Vertical dan
Horizontal Sub Surface Flow Wetland dalam Pengolahan Kembali Effluent IPAL
Perusahaan Obat dan Obat Tradisional." Jurnal Riset Teknologi Pencegahan
Pencemaran Industri 5.1 (2014): 29-36.
Faridatuzzahro, L., S. M. R. Setyawati, N. Widiarti. (2015). Penurunan Nilai BOD COD
Limbah Tahu Menggunakan Tanaman Cyperus Papyrus Sistem Wetland.
Indonesian Journal Of Chemical Science. 4(1).
46
Fauzi, M. R. & M. A. Mardyanto. (2016). Perencanaan Constructed Wetland sebagai
Media Reduksi Greywater dan Pengendali Banjir: Studi Kasus Perumahan
Sutorejo Indah. JURNAL TEKNIK ITS, 5(2), 162-165
Fibrian, N., Sunoko, H.R. & Izzati, M., 2014. Aplikasi Sistem Vertical dan Horizontal
Sub Surface Flow Wetland dalam Pengolahan Kembali Effluent IPAL
Perusahaan Obat dan Obat Tradisional. Jurnal Riset Teknologi Pencegahan
Pencemaran Industri, 5(1), pp.29-36.
Hadiwidodo, M., Oktiawan, W., Primadani, A. R., Bernadette Nusye Parasmita, &
Gunawan, I. (2012). Pengolahan Air Lindi Dengan Proses Kombinasi Biofilter
Anaerob-Aerob dan Wetland. Jurnal Presipitasi, 9(2), 84–95.
Hardini, R., Risnawati, I., Fauzi, A., dan Noer Komari. 2009. Pemanfaatan Rumput
Alang-Alang (Imperata cylindrica) sebagai Biosorben Cr (IV) pada Limbah
Industri Sasirangan dengan Metode Teh Celup. Jurnal Sain dan Terapan Kimia.
Vol 3. No 1. 57-72.
Indrayani, L., & Triwiswara, M.(2018). Tingkat Efektivitas Pengolahan Limbah Cair
Industri Batik Dengan Teknologi Lahan Basah Buatan. Dinamika Kerajinan dan
Batik, 35(1), 53-66.
Khair, R. M., Prihatini, N. S., Apriani, A., & Pramaningsih, V. Penurunan Konsentrasi
Warna Limbah Cair Sasirangan Menggunakan Adsorbenllimbah Padat. Lumpur-
Aktif Teraktivasi Industri Karet. Jukung (Jurnal Teknik Lingkungan), 7(1).
Kusumastuti, l., T. Istirokhatun & B. Zaman. (2015). Pengaruh Jumlah Tumbuhan Typa
anguistifoila dan ukuran media pasir yang berbeda terhadap Penyisihan BOD dan
COD dalam Lindi dengan Sub Surface Flow Constructed Wetland. Jurnal Teknik
Lingkungan. 4(1).
Khiatuddin, M., 2003, Melestarikan Sumber Daya Air Dengan Teknologi Rawa Buatan,
Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Mubin, Fathul, Alex Binilang, and Fuad Halim. "Perencanaan sistem pengolahan air
limbah domestik di Kelurahan Istiqlal Kota Manado." Jurnal Sipil Statik 4.3
(2016).
47
Metcalf dan Eddy. 1979. Watewater Engineering, Treatment, Disposal, Re Use.
Mc Graw-Hill, New York
Metcalf dan Eddy. 2003. Wastewater Engineering: Treatment and Resource Recovery,
5th ed. New York: McGraw Hill
Muhajir, M. S. (2013). Penurunan Limbah BOD dan COD Industri Tahu Menggunakan
Tanaman Cattail (Typha angustifolia) dengan Sistem Constructed Wetland. Progr
Studi Kimia Universitas Negeri Semarang
Mizwar, A., & Diena, N. N. F. (2012). Penyisihan Warna Pada Limbah Cair Industri
Sasirangan dengan Adsorpsi Karbon Aktif. Infoteknik, 13(1), 11-16.
Marpuah, K. (2020). Analisis Peran Usaha Ekonomi Kreatif Berbasis Syariah dalam
Upaya Mensejahterakan Perekonomian Masyarakat. Doctoral Dissertation, 1(1),
1–13.
Mawaddah S, 2002. Analisis Krom (Cr) Dalam Limbah Industri Kain Sasirangan.
Skripsi. P.S. Kimia. FKIP UNLAM. Banjarmasin.
Nasruddin, N., Nurandini, D., Halang, B., Kumalawati, R., Syaharuddin, S., Riadi, S., &
Farista Aristin, N.(2018). Identifikasi Potensi Limbah Cair Zat Pewarna
Sasirangan terhadap Pencemaran di Kota Banjarmasin.
Prihatini, Nopi Stiyati, et al. "Diseminasi Teknologi Lahan Basah Buatan Untuk
Mengolah dan Meningkatkan Nilai Guna Limbah Cair UMKM Atun Cempaka
Sasirangan Banjarbaru Kalimantan Selatan." PRO SEJAHTERA (Prosiding
Seminar Nasional Pengabdian kepada Masyarakat). Vol. 5. No. 1. 2023.
Prihatini, N. S., Anwar, N. S., Nirtha, I., Noor, R., & Mu’min, B. (2022). Perancangan
Bangunan Pengolahan Grey Water Dengan Sistem Lahan Basah Buatan Aliran
Bawah Permukaan (LBB-AHBP) Skala Kelurahan. Jurnal Pengabdian Pada
Masyarakat, 7(1), 1-14.
Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No. 16 Tahun 2019 tentang Baku Mutu Air
Limbah.
48
Putra, M.R.A. 2011.Analisis Peranan Industri Kain Sasirangan Terhadap Perekonomian
Kota Banjarmasin dan Strategi
Pengembangannya.Tesis.Departemen Ilmu Ekonomi Institut Pertanian Bogor.
Bogor.
Qomariyah, S., Sobriyah, S., Koosdaryani, K. and Muttaqien, A.Y., 2017. Lahan Basah
Buatan sebagai Pengolah Limbah Cair dan Penyediaan Air Non Konsumsi. Jurnal
Riset Rekayasa Sipil, 1(1), pp.25-32.
Rachman, H. A., Andina, L., & Primanadini, A. (2017). Penentuan chemical oxygen
demand (COD) pada air sungai Martapura akibat limbah industri tekstil
sasirangan. Prosiding Seminar Nasional dan Presentasiilmiah Perkembangan
Terapi Obat Herbal Pada Penyakitdegeneratif, 1(1)
Sakinah, Dinda Syifa, and Ipung Fitri Purwanti. "Perencanaan IPAL Pengolahan Limbah
Cair Industri Pangan Skala Rumah Tangga." Jurnal Teknik ITS 7.1 (2018):
D12-D17.
Untung, S., Mahreda, E. S., Shadiq, F., & Biyatmoko, D. (2014). Pengolahan Limbah
Cair Sasirangan Melaui Kombinasi Metode Filtrasi dan Fitoremediasi Sistem
LahanBasah Buatan Menggunakan Tumbuhan Air yang Berbeda.
EnviroScienteae, 10(1), 157–170.
Vymazal, J., 2011. Plants used in constructed wetlands with horizontal subsurface flow: a
review. Hydrobiologia 674, 133–156. doi:10.1007/s10750011-0738.
Vymazal, J. 2010. Constructed wetlands for wastewater treatment , water ,2, 530- 549.
49
Vymazal, J.; Kröpfelová, L. Is Concentration of Dissolved Oxygen a Good Indicator of
Processes in Filtration Beds of Horizontal-flow Constructed Wetlands? In
Wastewater Treatment, Plant Dynamics and Management; Vymazal, J., Ed.;
Springer: Dordrecht, The Netherlands, 2008; pp. 311-31
Wallace, S.D. dan Robert L.K. 2006. Small Scale Constructed Wetland Treatment
Systems: Feasibility, Design Criteria, and O&M Requirements. United Kingdom:
The Water Environment Research Fondation.
50