Modul 1. Rencana Garis
Modul 1. Rencana Garis
Dalam pemilihan / penentuan ukuran utama ini, mahasiswa diberikan data ukuran
utama kapal untuk tipe kapal tertentu, dan masih dimungkinkan mahasiswa
menentukan sendiri ukuran utama kapal serta tipe kapal yang dikehendaki. Data
ukuran utama kapal yang diperlukan untuk dapat dibuat rencana bentuk badan
kapalnya (gambar rencana garis), minimal terdiri dari :
1.1. Panjang Kapal.
Definisi panjang kapal dalam pembuatan gambar rencana garis dikenal ada beberapa
istilah yang meliputi :
LBP : Length Between Perpendiculars, yaitu
Panjang kapal yang diukur dari garis tegak yang ditarik dari sumbu poros
kemudi (Ap) sampai dengan garis tegak yang ditarik dari perpotongan antara
garis air sarat muatan penuh dengan linggi haluan kapal (Fp).
LWL : Length of Water Line, yaitu
Panjang kapal yang diukur dari garis tegak yang ditarik dari perpotongan
antara garis air sarat muatan penuh dengan linggi buritan kapal sampai
dengan garis tegak yang ditarik dari perpotongan antara garis air sarat muatan
penuh dengan linggi haluan kapal (Fp) atau merupakan panjang garis air pada
sarat muatan penuh.
LOA : Length Over All, yaitu
Panjang kapal yang diukur dari garis tegak yang ditarik dari bagian badan
kapal yang paling belakang sampai dengan bagian badan kapal yang paling
depan atau merupakan panjang keseluruhan badan kapal.
Dalam bentuk gambar, definisi dari panjang kapal ini dapat dilihat seperti pada
gambar dibawah ini :
Gambar 2.1. Definisi penentuan ukuran panjang kapal.
2
Dalam bentuk gambar, definisi dari tinggi kapal ini dapat dilihat seperti pada gambar
dibawah ini :
3
1.5. Kecepatan Dinas (rata-rata) kapal.
Definisi kecepatan kapal adalah jarak yang ditempuh kapal (mill) untuk setiap jam
pelayaran (mill / jam = knots). Beberapa istilah kecepatan yang dipakai dalam bidang
kapal meliputi :
Vd : Kecepatan dinas, yaitu
Jarak rata-rata yang ditempuh olah kapal untuk setiam satu jam pelayaran.
Vmax : Kecepatan maksimum, yaitu
Kecepatan terbesar yang mampu dicapai oleh kapal untuk daya mesin yang
tersedia.
Vek : Kecepatan ekonomis, yaitu
Besarnya kecepatan tertentu dimana pada kecepatan tersebut, pemakaian
bahan bakar adalah yang paling optimum/ekonomis.
4
BAB II
PROSES PERENCANAAN BENTUK KAPAL
( TUGAS GAMBAR RENCANA GARIS )
Beberapa dasar teori dalam proses perencanaan bentuk lambung kapal (tugas
rencana garis) telah banyak dijelaskan antara lain dengan metode dari Scheltema,
NSP, Ship geometri dan lain-lain. Tetapi pada dasarnya teknik dalam perencanaan
bentuk lambung ini berdasarkan kriteria dari kapal yang diinginkan, yaitu dalam
kategori cepat, sedang atau lambat. Berdasarkan data ukuran utama yang telah
ditentukan, selanjutnya akan dilakukan proses perencanaan bentuk badan kapal
dengan urutan sebagai berikut :
Penentuan koefisien kapal.
Perencanaan Curve Sectional Area (CSA).
Perencanaan Shape Control.
Perencanaan bentuk body plan.
Perencanaan bentuk Waterplan.
Perencanaan bentuk sheerplan.
5
Koefisien bentuk / koefisien block (Cb).
Koefisien bentuk kapal sangat berpengaruh terhadap besarnya daya apung yang
disediakan oleh badan kapal yang tercelup didalam air serta besarnya tahanan
kapal. Semakin besar koefisien kapalnya, untuk ukuran utama kapal yang sama,
akan semakin besar pula besarnya daya apung yang disediakan serta besarnya
tahanan kapal yang dialami. Secara umum definisi dari koefisien bentuk kapal
adalah besarnya volume air yang dipindahkan oleh badan kapal yang tercelup
(volume carena) dibanding dengan volume kotak yang melingkupinya (lihat
gambar 2.5). Dalam bentuk matematis koefisien ini dapat dirumuskan sebagai
berikut :
Volume ..carena
Cb
LxBxT
B V
Cb = 1,00 - 1,26 L 1 (Telfer)
g .L
V
Cb = 1,34 - 3,0 g.L
(Tomita)
6
V V
Cb = 1,036 - 1,46 g.L untuk 0,24 (Yamagata)
g.L
V V
Cb = 3,116 - 10,15 untuk 0,24 (Yamagata)
g.L g.L
Selain itu dapat juga dicari dengan pendekatan melalui suatu grafik seperti yang
diberikan oleh metode NSP.
7
1
Cm = (HSVA, linienatlas)
1 (1 Cb) 3, 5
8
Koefisien garis air (Cwl).
Koefisien garis air sangat berpengaruh terhadap besarnya stabilitas kapal. Untuk
mendapatkan derajat stabilitas kapal yang diinginkan, biasanya menggunakan
koefisien garis air yang besar. Namun besarnya koefisien garis air ini sangat
tergantung pada besarnya koefisien bentuk kapal serta bentuk penampang yang
akan kita rencanakan ( secara lebih jelas lihat penjelasan dalam perencanaan
bentuk penampang kapal ). Dalam bentuk matematis koefisien ini dapat
dirumuskan sebagai berikut :
Luas garis air
Cwl
LxB
9
dari daya apung kapal tersebut. Dari bentuk kurva inilah nantinya akan dipakai
sebagai pedoman dalam perencanaan bentuk penampang kapal. Dalam
merencanakan bentuk kurva ini dikenal beberapa metode, antara lain :
Metode NSP
Metode Scheltema
Metode A. Hamplin
2.2.2. Perencanaan kurva CSA dengan metode NSP.
Dari hasil perhitungan besarnya speed length ratio Vs dimana Vs adalah
L
kecepatan dinasa (knot) dan L adalah panjang displacement (feet), dengan
menggunakan diagram NSP (lihat gambar 2.9) akan langsung diperoleh besarnya
koefisien bentuk kapal (Cb = ), koefisien midship (Cm = ), koefisien prismatic (Cp
= ), prosentase letak pusat titik tekan daya apung kapal (lcb) terhadap panjang
kapal, serta prosentase luasan penampang dari masing-masing station kapal terhadap
luas midship, dengan luas midship adalah koefisien midship dikalikan lebar dan sarat
kapal, atau dalam bentuk matematis dapat ditulis : A = Cm x B x T.
10
Gambar 2.9. Diagram NSP.
Selanjutnya dari harga prosentase luasan penampang dari tiap-tiap station yang
diperoleh, kemudian digambar dalam bentuk diagram yang dikenal dengan istilah
diagram Curve Sectional Area (CSA). Sebagai control dari hasil yang direncakan
dilakukan dengan perhitungan koreksi terhadap besarnya displacement yang
dihasilkan serta posisi titik tekan dari displacement tersebut. Adapun contoh hasil
perencanaan bentuk CSA dapat dilihat dari gambar 2.10.
11
Gambar 2.10. Bentuk distribusi luasan penampang tiap station (kurva CSA).
12
Gambar 2.11. Penentuan prosen luasan station bagian depan midship
dengan metode Scheltema
Sama halnya dengan metode NSP, selanjutnya dari harga prosentase luasan
penampang dari tiap-tiap station yang diperoleh, kemudian digambar dalam bentuk
diagram yang dikenal dengan istilah diagram Curve Sectional Area (CSA). Sebagai
control dari hasil yang direncakan dilakukan dengan perhitungan koreksi terhadap
besarnya displacement yang dihasilkan serta posisi titik tekan dari displacement
tersebut. Contoh hasil perencanaan bentuk CSA dapat dilihat dari gambar 2.13.
13
Gambar 2.13. Bentuk distribusi luasan penampang tiap station (kurva CSA).
14
Selanjutnya dari harga f dan a yang diperoleh, dengan menggunakan gambar
(2.15) akan diperoleh luasan dari masing-masing station yang dibandingkan terhadap
luas midship kapal.
Sama halnya dengan metode NSP dan Scheltema diatas, selanjutnya dari harga
luasan penampang dari tiap-tiap station yang diperoleh, kemudian digambar dalam
bentuk diagram yang dikenal dengan istilah diagram Curve Sectional Area (CSA).
Sebagai control dari hasil yang direncakan dilakukan dengan perhitungan koreksi
terhadap besarnya displacement yang dihasilkan serta posisi titik tekan dari
displacement tersebut. Adapun contoh hasil perencanaan bentuk CSA dapat dilihat
dari gambar 2.16.
15
Gambar 2.16. Bentuk distribusi luasan penampang tiap station (kurva CSA).
16
Bidang X – Y.
Proses perencanaan dilakukan berdasarkan luasan geladak yang disediakan
untuk peletakan peralatan-peralatan diatas geladak serta kemungkinan muatan
diatasnya. Ketentuan perencanaan lebar geladak yang diberikan secara umum
dapat dilihat seperti pada gambar berikut :
17
Tabel 2.1. Rumus perhitungan sheer standar
Ap = m
1/6 Lpp dari Ap = m
1/3 Lpp dari Ap = m
Midship = m
1/3 Lpp dari Fp = m
1/6 Lpp dari Fp = m
Fp = m
18
Secara umum ketentuan dalam perencanaan geladak kapal dapat dilihat
seperti pada gambar berikut :
19
Dalam merencanakan bentuk linggi buritan ini, perlu adanya batas toleransi
ruangan kosong antara linggi buritan tersebut dengan bidang kerja propeller. Hal
ini diharapkan agar daya dorong yang dihasilkan oleh kerja propeller tersebut
bisa optimum. Dengan menggunakan rule dari Det Norske Veritas (DNv),
diperoleh besarnya clearence tersebut sebagai berikut :
Gambar 2.22. Clearence antara linggi buritan dengan bidang propeller kapal.
2.3.4. Perencanaan bentuk haluan kapal (stem).
Dalam merencanakan bentuk linggi haluan kapal yang sesuai, tentunya akan
sangat tergantung dari ukuran kapal terutama kecepatan kapal. Untuk kapal
dengan ukuran besar, cenderung menggunakan bulbous bow, sedangkan untuk
kapal-kapal kecil cenderung tanpa menggunakan bulbous bow. Penentuan
bulbous bow ini ditentukan oleh besarnya froud number (fn) dari kapal tersebut.
Adapun ketentuan pemakaian bulbous bow tersebut dapat dilihat sebagai berikut
(Marin, ’95) :
Kapal dengan koefisien block : 0,55 ~ 0,67
Panjang : (3,5 ~ 4,0) % x Lpp
Luas penampang st-20 : (7,0 ~ 10,0) % x luas midship
Kapal dengan koefisien block : 0,68 ~ 0,77
Panjang : (3,5 ~ 4,0) % x Lpp
Luas penampang st-20 : (10,0 ~ 12,0) % x luas midship
Kapal dengan koefisien block > 0,77
Panjang : memungkinkan lebih panjang
Luas penampang st-20 : (13,0 ~ 20,0) % x luas midship
Sebagai contoh bentuk perencanaan linggi haluan kapal yang menggunakan
bulbous bow dapat dilihat seperti pada gambar 2.21 dan gambar 2.22.
20
Gambar 2.23. Bentuk linggi haluan kapal dengan bulbous bow jenis I.
Gambar 2.24. Bentuk linggi haluan kapal dengan bulbous bow jenis II.
21
Gambar 2.25. Bentuk linggi haluan kapal (tanpa bulbous bow).
Secara umum bentuk perbandingan dari hasil perencanan cuva sectional area
(CSA) untuk kapal yang menggunakan dan tanpa menggunakan bulbous bow
dapat dilihat seperti pada gambar berikut :
Gambar 2.26. Perbandingan bentuk CSA kapal yang tanpa bulbous bow
dan menggunakan bulbous bow.
22
2.3.5. Perencanaan bentuk sisi flat kapal (side tangent).
Dalam perencanaan bentuk dari sisi badan kapal yang datar (flat), dipengaruhi oleh
bentuk bagian kapal yang lain, antara lain :
Bentuk bottom kapal (tanpa atau dengan rise of floor)
Ukuran jari-jari bilga
Panjang pararel middle body dari CSA
Panjang pararel middle body dari perencanaan garis air muat penuh
Panjang pararel middle body dari perencanaan bentuk geladak
Sebagai contoh bentuk dari sisi flat kapal adalah sebagai berikut :
23
Gambar 2.28. Grafik penentuan besarnya sudut masuk garis air muat kapal.
Hasil dari perencanaan bentuk garis air muat ini, nantinya harus dilakukan
pemeriksaan luasan dari bentuk yang direncanakan dibandingkan dengan hasil
perhitungan Awl = L x B x Cwl. Bentuk yang direncanakan dapat diterima jika
besarnya perbedaan hasil pemerikasaan kurang dari 0,5 %. Adapun contoh bentuk
perencanaan garis air muat kapal dapat dilihat seperti gambar berikut :
24
2.4. Perencanaan Bentuk Penampang Kapal.
Desain bentuk penampang dilakukan pada masing-masing station yang telah
ditentukan (sepanjang kapal dibagi menjadi 20 station). Proses perencanaan bentuk
tiap-tiap station ini dilakukan berdasarkan sistem coba-coba (trial & error) yang
pemeriksaannya dilakukan menurut koreksi luasan penampang yang dihasilkan
dengan luasan pada kurva CSA. Dalam perencanaan bentuk penampang dari station
tertentu dapat dilakukan dengan proses sebagai berikut :
Gambar garis dasar dan garis sumbu dari penampang kapal.
Gambarkan garis horizontal pada jarak T dan H diukur terhadap garis
dasar.
Gambar garis tegak dengan jarak sebesar A/2T diukur dari garis
sumbu.
Tentukan ordinat pada garis air sebesar setengah lebar kapal pada
station yang bersangkutan diukur dari garis sumbu penampang kapal.
Dengan berpedoman dari titik-titik ordinat diatas dan dibantu bentuk gambar shape
kontrol yang telah direncanakan, rencanakan bentuk penampang tersebut dengan
menggunakan referensi dari bentuk kapal pembanding. Sebagai pengontrol awal dari
hasil yang direncanakan dapat diketahui dari besarnya luasan arsiran yang sama
antara sisi kiri dan kanan dari garis tegak A/2T, seperti pada gambar berikut :
25
memanjang vertikal untuk jarak tertentu dari garis sumbu penempang kapal (sheer
plan), seperti pada gambar 2.28 ~ gambar 2.30 dibawah :
26
Gambar 2.31. Transformasi dari bodyplan ke half breadth plan
27
Gambar 2.32. Transformasi dari Bodyplan ke Sheer plan
28
Gambar 2.33. Hasil Akhir Tugas Gambar Rencana Garis
29
30