Anda di halaman 1dari 7

MODUL 2 31S2103_PRAKTIKUM BIOKIMIA SEM. GANJIL T.A.

2020/2021

UJI KARBOHIDRAT

I. Latar Belakang

Karbohidrat adalah senyawa aldehid polihidroksi dan keton polihidroksi atau senyawa yang
menghasilkan polihidroksi aldehid atau polihidroksi keton karena reaksi hidrolisis. Beras,
kentang, jagung, permen dan buah-buahan merupakan bahan makanan yang kaya akan
karbohidrat. Karbohidrat dapat diklasifikasikan sebagai suatu monosakarida (glukosa atau
fruktosa); suatu sakarida (sukrosa atau laktosa), yang terdiri dari dua monosakarida; atau
suatu polisakarida (pati atau selulosa), yang terdiri dari ribuan unit monosakarida.
Monosakarida kebanyakan terdapat sebagai struktur siklik yang mengandung gugus
hemiasetal (atau hemiketal). Struktur-struktur tersebut berada pada kesetimbangan dalam
larutan dengan struktur rantai terbuka sebagai gugus aldehida atau atau keton. Glukosa yang
merupakan gula darah adalah contoh dari aldehida polihidroksi (Gambar 1)

-D-Glukosa Bentuk rantai terbuka -D-Glukosa

Gambar 1. Struktur D-glukosa

Disakarida dan polisakarida terdapat sebagai struktur siklik yang mengandung gugus
fungsional seperti gugus hidroksil, asetal (atau ketal), dan hemiasetal (atau hemiketal).
Kebanyakan dari di-, oligo-, atau polisakarida memiliki dua ujung yang berbeda. Yang memiliki
gugus hemiasetal (atau hemiketal) pada ujung terminal disebut sebagai gula pereduksi, dan
yang tidak mengandung hemiasetal (atau hemiketal) pada ujung terminal adalah bukan gula
pereduksi. Disebut sebagai pereduksi karena hemiasetal (juga hemiketal) dapat mereduksi
suatu agen pengoksidasi seperti reagen Benedict.

Non-reducing end Reducing end

Gambar 2. Struktur maltosa, suatu disakarida

Tidak semua disakarida atau polisakarida mengandung ujung reduksi, contohnya sukrosa,
yang tidak memiliki gugus hemiasetal (atau hemiketal) pada ujung-ujungnya.

RFK-Institut Teknologi Del Page 1


MODUL 2 31S2103_PRAKTIKUM BIOKIMIA SEM. GANJIL T.A. 2020/2021

Gambar 3. Struktur sukrosa

Polisakarida, seperti amilosa atau pektin, memiliki gugus hemiasetal pada salah satu
ujungnya, tetapi bukan senyawa pereduksi karena hanya ada satu gugus pereduksi untuk
setiap 2000 – 10000 unit monosakarida. Pada struktur seperti ini dimana konsentrasi gugus
pereduksi sangat rendah tidak akan memberikan uji positif terhadap reagen Benedict maupun
Fehling.

Jika gula non-pereduksi disakarida (sukrosa) atau polisakarida seperti amilosa dihidrolisis,
maka ikatan glikosidik (asetal) akan terputus dan dihasilkan ujung pereduksi. Sukrosa yang
dihidrolisis (campuran D-glukosa dan D-fruktosa) akan memberikan uji positif terhadap reagen
Benedict dan Fehling sama seperti halnya dengan amilosa yang dihidrolisa (campuran
glukosa dan glukosa yang mengandung oligosakarida). Hidrolisis sukrosa atau amilosa dapat
dilakukan dengan menggunakan asam kuat seperti HCl atau dengan bantuan biokatalis
(enzim).

Pati dapat membentuk kompleks berwarna biru gelap atau violet dengan iodin. Komponen
rantai lurus dari pati, amilosa, menghasilkan warna biru sementara komponen rantai samping,
amilopektin, menghasilkan warna ungu. Dengan adanya iodin, amilosa membentuk heliks di
dalam molekul iodin berupa rantai panjang poliiodida. Pembentukan heliks dari rantai samping
amilopektin lebih pendek dibandingkan dengan yang dari amilopektin. Oleh karena itu, rantai
poliiodida dalam kompleks amilopektin-iodin juga lebih pendek dibandingkan dengan di dalam
kompleks amilosa-iodin. Hasilnya berupa warna yang berbeda (ungu). Jika pati dihidrolisa dan
dipecah menjadi unit karbohidrat yang lebih kecil, kompleks dengan iodin tidak akan
memberikan warna biru gelap (atau ungu). Uji iodin yang digunakan pada percobaan ini
bertujuan untuk mengidentifikasi apakah hidrolisis telah sempurna.

Pada percobaan ini anda akan mempelajari beberapa sifat kimia karbohidrat yang
berhubungan dengan gugus fungsinya.

1. Sifat pereduksi dan non-pereduksi dari karbohidrat


a. Aldosa (polihidroksi aldehida).
Semua aldosa merupakan gula pereduksi karena mengandung gugus fungsi
aldehid bebas. Gugus aldehida dioksidasi oleh agen pengoksidasi yang mild
(seperti reagen Benedict atau Fehling) menjadi karboksilat.

Contoh:
NaOH
R-CHO + 2Cu2+ R-COO-Na+ + Cu2O
(dari reagen Fehling) (endapan merah)

RFK-Institut Teknologi Del Page 2


MODUL 2 31S2103_PRAKTIKUM BIOKIMIA SEM. GANJIL T.A. 2020/2021

b. Ketosa (polihdroksi keton)


Semua ketosa merupakan gula pereduksi karena memiliki gugus fungsi keton yang
berdetakan dengan gugus fungsi alkohol. Reaktivitas keton spesifik ini (disebut
sebagai -hidroksiketon) berhubungan dengan kemampuan untuk membentuk -
hidroksialdehida dalam suasana basa sesuai dengan persamaan reaksi
kesetimbangan berikut:

Ketosa Enediol Aldosa

c. Gugus fungsi hemiasetal (aldehid potensial)


Karbohidrat dengan gugus fungsi hemiasetal dapat mereduksi pereaksi oksidasi
yang mild seperti reagen Benedict karena hemiasetal dapat dengan mudah
membentuk aldehid melalui persamaan reaksi kesetimbangan berikut:

Sukrosa merupakan bukan gula pereduksi karena tidak mengandung gugus fungsi
hemiasetal. Walaupun pati memiliki gugus fungsi hemiasetal pada satu ujung
molekulnya, tapi bukan merupakan gula pereduksi karena pengaruh gugus
hemiasetal dalam molekul pati yang besar tidak signifikan untuk menghasilkan uji
Benedict yang positif.

2. Hidrolisis gugus asetal.


Disakarida dan polisakarida dapat dirubah menjadi monosakarida melalui reaksi
hidrolisis.
Contoh:
katalis
C12H22O11 + H2O C6H12O6 + C6H12O6
Laktosa
(gula susu)

Karbohidrat yang terdapat sebagai struktur siklik mengandung gugus fungsional seperti gugus
hidroksil, asetal (atau ketal), dan hemiasetal (atau hemiketal). Kebanyakan dari di-, oligo-,
atau polisakarida memiliki dua ujung yang berbeda. Karbohidrat yang memiliki gugus
hemiasetal (atau hemiketal) pada ujung terminal disebut sebagai gula pereduksi, dan yang
tidak mengandung hemiasetal (atau hemiketal) pada ujung terminal adalah bukan gula
pereduksi. Disebut sebagai pereduksi karena hemiasetal (juga hemiketal) dapat mereduksi
suatu agen pengoksidasi seperti reagen Benedict.

RFK-Institut Teknologi Del Page 3


MODUL 2 31S2103_PRAKTIKUM BIOKIMIA SEM. GANJIL T.A. 2020/2021

-D-Glukosa Bentuk rantai terbuka -D-Glukosa

Gambar 4. Struktur D-glukosa

Tidak semua karbohidrat mengandung ujung reduksi, contohnya sukrosa, yang tidak
memiliki gugus hemiasetal (atau hemiketal) pada ujung-ujungnya.

Gambar 5. Struktur sukrosa

Polisakarida, seperti amilosa atau pektin, memiliki gugus hemiasetal pada salah satu
ujungnya, tetapi bukan senyawa pereduksi karena hanya ada satu gugus pereduksi untuk
setiap 2000 – 10000 unit monosakarida. Pada struktur seperti ini dimana konsentrasi gugus
pereduksi sangat rendah tidak akan memberikan uji positif terhadap reagen Benedict maupun
Fehling.

Jika gula non-pereduksi disakarida (sukrosa) atau polisakarida seperti amilosa dihidrolisis,
maka ikatan glikosidik (asetal) akan terputus dan dihasilkan ujung pereduksi. Sukrosa yang
dihidrolisis (campuran D-glukosa dan D-fruktosa) akan memberikan uji positif terhadap reagen
Benedict dan Fehling sama seperti halnya dengan amilosa yang dihidrolisis (campuran
glukosa dan glukosa yang mengandung oligosakarida). Hidrolisis sukrosa atau amilosa dapat
dilakukan dengan menggunakan asam kuat seperti HCl atau dengan bantuan biokatalis
(enzim).

Keberadaan gugus pereduksi pada karbohidrat digunakan sebagai dasar uji kualitatif dan
kuantitatif. Salah satu pereaksi yang dapat digunakan untuk uji kuantitatif gula pereduksi
adalah pereaksi asam 3,5-dinitrosalisilat (3,5-dinitrosalicylic acid, DNS) dengan nama IUPAC
adalah asam 2-hidroksi 3,5-dinitrobenzoat. DNS adalah senyawa aromatik yang bereaksi
dengan gula pereduksi menghasilkan asam 3-amino-5-nitrosalisilat yang berwarna oranye
dan menyerap cahaya pada panjang gelombang 540 nm (untuk reaksi DNS dengan glukosa).
Intensitas warna sebanding dengan jumlah gula pereduksi dalam sampel. Pada metode DNS
terjadi reaksi oksidasi gugus fungsi aldehida, gugus fungsi keton dan reduksi DNS menjadi
asam 3-amino-5-nitrosalisilat dalam suasana basa.

RFK-Institut Teknologi Del Page 4


MODUL 2 31S2103_PRAKTIKUM BIOKIMIA SEM. GANJIL T.A. 2020/2021

Gambar 6. Reaksi DNS dengan glukosa

II. Tujuan Percobaan


1. Mempelajari dan mengenal reaksi-rekasi kimia gula pereduksi dan gula bukan
pereduksi.
2. Mempelajari dan mengenal reaksi hidrolisis gugus asetal oleh asam.
3. Melakukan uji kuantitatif gula pereduksi dengan metode DNS.

III. Alat dan Bahan


1. Bunsen burner 15. Hot-plate
2. Pipet tetes 16. Mikropipet dan tip 1000 L
3. Batu didih 17. Tabung reaksi (8 buah)
4. Hot-plate 18. Spektrofotometer dan kuvet
5. Pipet tetes 19. Glukosa
6. Tabung reaksi 20. DNS
7. Pereaksi Fehling 21. NaOH 2 M
8. Larutan pati 2% 22. Kalium natrium tartrat.
9. Sukrosa 2% 23. Natrium asetat
10. Glukosa 2% 24. Asam asetat glasial
11. Fruktosa 2% 25. Sampel (yang akan ditentukan
12. Laktosa 2%
konsentrasi gula pereduksinya)
13. H2SO4 3M
14. NaOH 3 M

IV. Prosedur Percobaan

5.1 Gula Pereduksi dan Gula Bukan Pereduksi

1. Siapkan water bath air mendidih dengan memanaskan sekitar 200 mL air kran dalam
gelas kimia 500 mL di atas hot plate (jangan lupa menambahkan batu didih ke
dalamnya).
2. Sementara memanaskan air, siapkan larutan dengan menempatkan 2 mL (sekitar 40
tetes) larutan Fehling (20 tetes larutan Fehling A dan 20 tetes larutan Fehling B) ke
dalam setiap tabung yang telah diberi tanda.
3. Tambahkan 10 tetes dari masing-masing larutan karbohidrat di bawah ini ke dalam
tabung reaksi sesuai dengan tanda pada tabung.

RFK-Institut Teknologi Del Page 5


MODUL 2 31S2103_PRAKTIKUM BIOKIMIA SEM. GANJIL T.A. 2020/2021

Tabung no. Karbohidrat


1 Glukosa
2 Fruktosa
3 Sukrosa
4 Laktosa
5 Pati

4. Tempatkan semua tabung reaksi yang telah berisi sampel ke dalam air mendidih
dan dibiarkan selama 5 menit.
5. Catat hasil pengamatan anda.

5.2. Hidrolisis Sukrosa (katalis asam vs katalis basa)

1. Siapkan water bath air mendidih dengan memanaskan 200 mL air kran dalam gelas
kimia 500 mL di atas hot plate.
2. Tempatkan masing-masing 3 ml larutan sukrosa 2% ke dalam dua buah tabung reaksi
yang telah diberi tanda (tabung 1 dan 2)
3. Tambahkan 3 ml akuades dan 3 tetes H2SO4 3M ke dalam tabung 1 dan tambahkan
3 ml akuades dan 3 tetes NaOH 3M ke dalan tabung 2.
4. Panaskan kedua tabung yang berisi larutan sampel dalam air mendidih selama 5
menit, kemudian dinginkan larutan pada suhu ruang.
5. Ke dalam tabung 1, tambahkan NaOH 3M (sekitar 10 tetes) atau sampai kertas lakmus
merah berubah menjadi biru.
6. Uji kedua sampel (tabung 1 dan 2) dengan menambahkan reagen Fehling sama
seperti pada prosdur 4.1.

5.3. Uji Kuantitatif Gula Pereduksi

Pembuatan larutan DNS: larutkan 1 g DNS dalam 50 mL aquadest, kemudian tambahkan


20 mL NaOH 2 M dan 28,2 g kalium natrium tartrat, lalu tambahkan aquadest sampai volume
larutan mencapai 100 mL (larutan ini akan disiapkan oleh laboran)

Pembuatan buffer asetat 0,05 M: timbang 4.4 g natrium asetat trihidrat ke dalam gelas kimia
1 L kemudian larutkan dengan 800 mL air, tambahkan asam asetat glasial hingga pH larutan
mencapai 5,0, lalu tambahkan aquadest sampai volume larutan mencapai 1 L (buffer ini
akan disiapkan oleh laboran)

1. Siapkan larutan standar glukosa dalam buffer asetat 0,05 M (pH 5,0) dengan
konsentrasi 0,5 mg/ml, 1 mg/ml, 1,5 mg/ml 2 mg/ml, 2,5 mg/ml dan 3 mg/ml.

2. Pipet 1 ml masing-masing larutan standar ke dalam tabung reaksi kemudian


tambahkan 1 mL buffer asetat ke dalam setiap tabung dan homogenkan.

3. Untuk blanko, campurkan 1 mL air dan 1 ml buffer asetat.

4. Pipe 1 mL sampel ke dalam tabung sampel dan tambahkan 1 mL buffer asetat,


kemudian homogenkan

RFK-Institut Teknologi Del Page 6


MODUL 2 31S2103_PRAKTIKUM BIOKIMIA SEM. GANJIL T.A. 2020/2021

3. Tambahkan 3 mL DNS ke dalam setiap tabung di atas (larutan standar, blanko dan
sampel), homogenkan, kemudian inkubasi dalam air mendidih selama 5 menit.

4. Dinginkan pada suhu ruang, kemudian tambahkan 5 mL aquadest ke dalam masing


– masing tabung (larutan standar, blanko dan sampel), homogenkan, lalu ukur
absorbansinya pada 540 nm menggunakan spektrofotometer.

5. Buat kurva standar glukosa dan tentukan jumlah gula pereduksi yang terdapat pada
sampel anda.

REFERENSI

1. Frederick Bettelheim and Joseph Landesberg, 2000, Laboratory Experiments for General,
Organic & Biochemistry 4th ed. Harcourt Brace College, London .
2. Kalpana Sanger, 2012, Biochemistry Manual: Biochemistry: Experimental Procedures,
Lambert Academic Publishing, Germany.

RFK-Institut Teknologi Del Page 7

Anda mungkin juga menyukai