2020/2021
UJI KARBOHIDRAT
I. Latar Belakang
Karbohidrat adalah senyawa aldehid polihidroksi dan keton polihidroksi atau senyawa yang
menghasilkan polihidroksi aldehid atau polihidroksi keton karena reaksi hidrolisis. Beras,
kentang, jagung, permen dan buah-buahan merupakan bahan makanan yang kaya akan
karbohidrat. Karbohidrat dapat diklasifikasikan sebagai suatu monosakarida (glukosa atau
fruktosa); suatu sakarida (sukrosa atau laktosa), yang terdiri dari dua monosakarida; atau
suatu polisakarida (pati atau selulosa), yang terdiri dari ribuan unit monosakarida.
Monosakarida kebanyakan terdapat sebagai struktur siklik yang mengandung gugus
hemiasetal (atau hemiketal). Struktur-struktur tersebut berada pada kesetimbangan dalam
larutan dengan struktur rantai terbuka sebagai gugus aldehida atau atau keton. Glukosa yang
merupakan gula darah adalah contoh dari aldehida polihidroksi (Gambar 1)
Disakarida dan polisakarida terdapat sebagai struktur siklik yang mengandung gugus
fungsional seperti gugus hidroksil, asetal (atau ketal), dan hemiasetal (atau hemiketal).
Kebanyakan dari di-, oligo-, atau polisakarida memiliki dua ujung yang berbeda. Yang memiliki
gugus hemiasetal (atau hemiketal) pada ujung terminal disebut sebagai gula pereduksi, dan
yang tidak mengandung hemiasetal (atau hemiketal) pada ujung terminal adalah bukan gula
pereduksi. Disebut sebagai pereduksi karena hemiasetal (juga hemiketal) dapat mereduksi
suatu agen pengoksidasi seperti reagen Benedict.
Tidak semua disakarida atau polisakarida mengandung ujung reduksi, contohnya sukrosa,
yang tidak memiliki gugus hemiasetal (atau hemiketal) pada ujung-ujungnya.
Polisakarida, seperti amilosa atau pektin, memiliki gugus hemiasetal pada salah satu
ujungnya, tetapi bukan senyawa pereduksi karena hanya ada satu gugus pereduksi untuk
setiap 2000 – 10000 unit monosakarida. Pada struktur seperti ini dimana konsentrasi gugus
pereduksi sangat rendah tidak akan memberikan uji positif terhadap reagen Benedict maupun
Fehling.
Jika gula non-pereduksi disakarida (sukrosa) atau polisakarida seperti amilosa dihidrolisis,
maka ikatan glikosidik (asetal) akan terputus dan dihasilkan ujung pereduksi. Sukrosa yang
dihidrolisis (campuran D-glukosa dan D-fruktosa) akan memberikan uji positif terhadap reagen
Benedict dan Fehling sama seperti halnya dengan amilosa yang dihidrolisa (campuran
glukosa dan glukosa yang mengandung oligosakarida). Hidrolisis sukrosa atau amilosa dapat
dilakukan dengan menggunakan asam kuat seperti HCl atau dengan bantuan biokatalis
(enzim).
Pati dapat membentuk kompleks berwarna biru gelap atau violet dengan iodin. Komponen
rantai lurus dari pati, amilosa, menghasilkan warna biru sementara komponen rantai samping,
amilopektin, menghasilkan warna ungu. Dengan adanya iodin, amilosa membentuk heliks di
dalam molekul iodin berupa rantai panjang poliiodida. Pembentukan heliks dari rantai samping
amilopektin lebih pendek dibandingkan dengan yang dari amilopektin. Oleh karena itu, rantai
poliiodida dalam kompleks amilopektin-iodin juga lebih pendek dibandingkan dengan di dalam
kompleks amilosa-iodin. Hasilnya berupa warna yang berbeda (ungu). Jika pati dihidrolisa dan
dipecah menjadi unit karbohidrat yang lebih kecil, kompleks dengan iodin tidak akan
memberikan warna biru gelap (atau ungu). Uji iodin yang digunakan pada percobaan ini
bertujuan untuk mengidentifikasi apakah hidrolisis telah sempurna.
Pada percobaan ini anda akan mempelajari beberapa sifat kimia karbohidrat yang
berhubungan dengan gugus fungsinya.
Contoh:
NaOH
R-CHO + 2Cu2+ R-COO-Na+ + Cu2O
(dari reagen Fehling) (endapan merah)
Sukrosa merupakan bukan gula pereduksi karena tidak mengandung gugus fungsi
hemiasetal. Walaupun pati memiliki gugus fungsi hemiasetal pada satu ujung
molekulnya, tapi bukan merupakan gula pereduksi karena pengaruh gugus
hemiasetal dalam molekul pati yang besar tidak signifikan untuk menghasilkan uji
Benedict yang positif.
Karbohidrat yang terdapat sebagai struktur siklik mengandung gugus fungsional seperti gugus
hidroksil, asetal (atau ketal), dan hemiasetal (atau hemiketal). Kebanyakan dari di-, oligo-,
atau polisakarida memiliki dua ujung yang berbeda. Karbohidrat yang memiliki gugus
hemiasetal (atau hemiketal) pada ujung terminal disebut sebagai gula pereduksi, dan yang
tidak mengandung hemiasetal (atau hemiketal) pada ujung terminal adalah bukan gula
pereduksi. Disebut sebagai pereduksi karena hemiasetal (juga hemiketal) dapat mereduksi
suatu agen pengoksidasi seperti reagen Benedict.
Tidak semua karbohidrat mengandung ujung reduksi, contohnya sukrosa, yang tidak
memiliki gugus hemiasetal (atau hemiketal) pada ujung-ujungnya.
Polisakarida, seperti amilosa atau pektin, memiliki gugus hemiasetal pada salah satu
ujungnya, tetapi bukan senyawa pereduksi karena hanya ada satu gugus pereduksi untuk
setiap 2000 – 10000 unit monosakarida. Pada struktur seperti ini dimana konsentrasi gugus
pereduksi sangat rendah tidak akan memberikan uji positif terhadap reagen Benedict maupun
Fehling.
Jika gula non-pereduksi disakarida (sukrosa) atau polisakarida seperti amilosa dihidrolisis,
maka ikatan glikosidik (asetal) akan terputus dan dihasilkan ujung pereduksi. Sukrosa yang
dihidrolisis (campuran D-glukosa dan D-fruktosa) akan memberikan uji positif terhadap reagen
Benedict dan Fehling sama seperti halnya dengan amilosa yang dihidrolisis (campuran
glukosa dan glukosa yang mengandung oligosakarida). Hidrolisis sukrosa atau amilosa dapat
dilakukan dengan menggunakan asam kuat seperti HCl atau dengan bantuan biokatalis
(enzim).
Keberadaan gugus pereduksi pada karbohidrat digunakan sebagai dasar uji kualitatif dan
kuantitatif. Salah satu pereaksi yang dapat digunakan untuk uji kuantitatif gula pereduksi
adalah pereaksi asam 3,5-dinitrosalisilat (3,5-dinitrosalicylic acid, DNS) dengan nama IUPAC
adalah asam 2-hidroksi 3,5-dinitrobenzoat. DNS adalah senyawa aromatik yang bereaksi
dengan gula pereduksi menghasilkan asam 3-amino-5-nitrosalisilat yang berwarna oranye
dan menyerap cahaya pada panjang gelombang 540 nm (untuk reaksi DNS dengan glukosa).
Intensitas warna sebanding dengan jumlah gula pereduksi dalam sampel. Pada metode DNS
terjadi reaksi oksidasi gugus fungsi aldehida, gugus fungsi keton dan reduksi DNS menjadi
asam 3-amino-5-nitrosalisilat dalam suasana basa.
1. Siapkan water bath air mendidih dengan memanaskan sekitar 200 mL air kran dalam
gelas kimia 500 mL di atas hot plate (jangan lupa menambahkan batu didih ke
dalamnya).
2. Sementara memanaskan air, siapkan larutan dengan menempatkan 2 mL (sekitar 40
tetes) larutan Fehling (20 tetes larutan Fehling A dan 20 tetes larutan Fehling B) ke
dalam setiap tabung yang telah diberi tanda.
3. Tambahkan 10 tetes dari masing-masing larutan karbohidrat di bawah ini ke dalam
tabung reaksi sesuai dengan tanda pada tabung.
4. Tempatkan semua tabung reaksi yang telah berisi sampel ke dalam air mendidih
dan dibiarkan selama 5 menit.
5. Catat hasil pengamatan anda.
1. Siapkan water bath air mendidih dengan memanaskan 200 mL air kran dalam gelas
kimia 500 mL di atas hot plate.
2. Tempatkan masing-masing 3 ml larutan sukrosa 2% ke dalam dua buah tabung reaksi
yang telah diberi tanda (tabung 1 dan 2)
3. Tambahkan 3 ml akuades dan 3 tetes H2SO4 3M ke dalam tabung 1 dan tambahkan
3 ml akuades dan 3 tetes NaOH 3M ke dalan tabung 2.
4. Panaskan kedua tabung yang berisi larutan sampel dalam air mendidih selama 5
menit, kemudian dinginkan larutan pada suhu ruang.
5. Ke dalam tabung 1, tambahkan NaOH 3M (sekitar 10 tetes) atau sampai kertas lakmus
merah berubah menjadi biru.
6. Uji kedua sampel (tabung 1 dan 2) dengan menambahkan reagen Fehling sama
seperti pada prosdur 4.1.
Pembuatan buffer asetat 0,05 M: timbang 4.4 g natrium asetat trihidrat ke dalam gelas kimia
1 L kemudian larutkan dengan 800 mL air, tambahkan asam asetat glasial hingga pH larutan
mencapai 5,0, lalu tambahkan aquadest sampai volume larutan mencapai 1 L (buffer ini
akan disiapkan oleh laboran)
1. Siapkan larutan standar glukosa dalam buffer asetat 0,05 M (pH 5,0) dengan
konsentrasi 0,5 mg/ml, 1 mg/ml, 1,5 mg/ml 2 mg/ml, 2,5 mg/ml dan 3 mg/ml.
3. Tambahkan 3 mL DNS ke dalam setiap tabung di atas (larutan standar, blanko dan
sampel), homogenkan, kemudian inkubasi dalam air mendidih selama 5 menit.
5. Buat kurva standar glukosa dan tentukan jumlah gula pereduksi yang terdapat pada
sampel anda.
REFERENSI
1. Frederick Bettelheim and Joseph Landesberg, 2000, Laboratory Experiments for General,
Organic & Biochemistry 4th ed. Harcourt Brace College, London .
2. Kalpana Sanger, 2012, Biochemistry Manual: Biochemistry: Experimental Procedures,
Lambert Academic Publishing, Germany.