Anda di halaman 1dari 32

PERCOBAAN 4 IDENTIFIKASI KUALITATIF KARBOHIDRAT I. Tujuan 1. Menentukan adanya karbohidrat melalui uji kualitatif. 2.

Mengetahui adanya reaksi-reaksi yang terjadi pada identifikasi karbohidrat. 3. Menentukan jenis karbohidrat dalam suatu bahan. II. Prinsip 1. Uji Molisch Kondensasi senyawa furfural (untuk pentosa) dan hidroksimetilfurfural (untuk heksosa) yang bereaksi dengan -naphtol membentuk kompleks yang berwarna ungu. 2. Uji Benedict Reduksi ion Cu2+ menjadi Cu+ oleh karbohidrat yang mengandung gugus karbonil bebas pada Aldehid dan Keton pada suasana basa yang terbentuk endapan merah (Cu2O) 3. Uji Barfoed Reduksi ion Cu2+ menjadi Cu+ oleh karbohidrat yang mengandung gugus karbonil bebas pada Aldehid dan Keton pada suasana asam yang terbentuk endapan merah 4. Uji Seliwanoff Kondensasi dari resorsinol yang didahului dengan pembentukan

hidroksimetil furfural, yang proses pembentukannya sendiri berasal dari

konversi fruktosa oleh HCl panas yang kemudian menghasilkan asam livulenik dan hidroksimetil furfural. Membentuk warna merah 5. Uji Pati-Iodium Berdasarkan pada pembentukan rantai poliiodida pada kompleks iodineamilum dan membentuk berwarna biru.

III. Teori dasar Karbohidrat merupakan salah satu makromolekul penting yang diperlukan sebagai dasar kehidupan di bumi selain protein dan lemak, dimana karbohidrat merupakan sumber energi utama, senyawa penyimpan energi kimia, dan materi pembangun. Selain itu, karbohidrat juga memiliki fungsi lain, yaitu untuk aktivitas otak, pembentukan sel darah merah dan sistem saraf, dan membantu dalam proses metabolisme protein dan lemak. Pada manusia dan hewan, karbohidrat umumnya disimpan dalam bentuk glikogen/gula otot. Sedangkan pada tumbuhan, karbohidrat umumnya ditemukan dalam bentuk pati dan selulosa, dimana keduanya merupakan pembentuk struktur dan komponen utama dinding sel. Karbohidrat juga dapat ditemukan pada bakteri, yaitu sebagai peptidoglikan yang menyusun dinding sel bakteri. Kata karbohidrat berasal dari karbon (C) dan hidrat (H2O), yang secara umum menyatakan unsur penyusunnya, yaitu unsur karbon (C), hidrogen (H), dan oksigen (O). Secara biokimiawi, karbohidrat merupakan molekul polihidroksilaldehid atau polihidroksil-keton, atau senyawa yang menghasilkan salah satu maupun kedua jenis senyawa tadi bila dihidrolisis. Karbohidrat mengandung

gugus karbonil (dalam bentuk aldehid atau keton) dan gugus hidroksil. Mulanya, istilah karbohidrat digunakan untuk golongan senyawa yang memiliki rumus molekul (CH2O)n, namun kemudian pengertian ini dinyatakan tidak tepat karena munculnya beberapa senyawa yang memiliki rumus (CH2O)n tetapi bukan merupakan karbohidrat, seperti asam asetat (CH3COOH C2H4O2 (CH2O)2 (Lehninger, 1997). Berdasarkan panjang ikatan antarmolekul yang menyusun, karbohidrat digolongkan menjadi 3 jenis, yaitu:
1. Monosakarida

Golongan monosakarida merupakan golongan gula yang paling sederhana dan tidak dapat dihidrolisis lagi. Rumus molekul (CH2O)n masih sesuai untuk karbohidrat golongan ini. Beberapa sifat monosakarida: Berbentuk kristal Dapat larut dalam air Tidak larut dalam pelarut nonpolar Memiliki rasa yang manis Dapat berikatan untuk membentuk senyawa yang lebih kompleks Penamaan sesuai jumlah n, contohnya n=3 disebut triosa, n=4 disebut tetrosa, n=5 disebut pentosa, n=6 disebut hexosa, dsb. Setiap atom karbon memiliki gugus OH kecuali atom karbon pertama dari gugus aldehid dan atom karbon kedua dari gugus keton Gula monosakarida sendiri memiliki 2 jenis konformasi yang berbeda, yang dipengaruhi oleh gugus fungsi yang aktif pada konformasi tersebut. Konformasi tersebut adalah aldosa (mengandung

gugus aldehid) dan ketosa (mengandung gugus keton). Secara umum, jenis monosakarida yang paling banyak ditemui adalah pentosa yang terdiri dari 5 atom karbon dan heksosa yang terdiri dari 6 atom karbon. Contoh gula pentosa adalah aldopentosa (komponen penting asam nukleat), arabinosa, ribosa, dan xylosa. Sedangkan contoh dari gula heksosa adalah glukosa, fruktosa, dan galaktosa. (1) Glukosa Glukosa merupakan aldoheksosa, yang sering disebut juga sebagai dekstrosa karena dapat terpolarisasi ke arah kanan (dekstro). Di alam, glukosa banyak dijumpai pada buah-buahan dan madu, dan dapat dihasilkan dari reaksi karbondioksida dan air dengan bantuan sinar matahari oleh klorofil daun, yang disebut dengan reaksi fotosintesis. Berikut adalah struktur dari D-glukosa dan L-glukosa: O / CH | H C OH | OH C H | H C OH | H C OH | H2C OH D-glukosa O / CH | HO C H | H C OH | HO C OH | HO C OH | H2C OH L-glukosa

(2)

Fruktosa Fruktosa adalah bentuk ketoheksosa yang mempunyai sifat dapat terpolarisasi ke kiri (levo) sehingga dapat juga disebut sebagai levulosa. Di alam, fruktosa dapat ditemukan pada buah-buahan dan nektar pada bunga (yang akan diolah menjadi madu). Rasa fruktosa lebih manis daripada gula tebu atau sukrosa. Fruktosa dapat dibedakan dari glukosa dengan menggunakan pereaksi Seliwanoff, yaitu larutan resorsinol (1,3-dihidroksi-benzena) dalam asam klorida, yang dapat mendeteksi adanya gugus keton. Berikut adalah struktur dari D-fruktosa dan L-fruktosa: CH2OH | C=O | OH C H | H C OH | H C OH | H2C OH D-fruktosa CH2OH | C=O | H C OH | HO C OH | HO C OH | H2C OH L-frukosa

(3)

Galaktosa Galaktosa jarang terdapat dalam bentuk bebas di alam, melainkan umumnya berikatan dengan glukosa membentuk laktosa, yaitu yang sering disebut gula susu. Galaktosa memiliki sifat dapat memutar bidang cahaya terpolarisasi ke kanan. Galaktosa memiliki rasa yang kurang manis dibandingkan glukosa dan kurang larut dalam air, karena pada proses oksidasi oleh asam nitrat pekat dan dalam keadaan panas, galaktosa akan menghasilkan asam musat yang kurang larut dalam air bila dibandingkan dengan asam sakarat yang dihasilkan oleh oksidasi glukosa. Berikut adalah struktur Dgalaktosa dan L-galaktosa: O / CH | H C OH | OH C H | OH C H | H C OH | H2C OH D-galaktosa O / CH | HO C H | H C OH | H C OH | HO C OH | H2C OH L-galaktosa

Adapun beberapa reaksi monosakarida yang penting untuk penentuan sifat-sifat maupun jenis karbohidrat: (1) Reaksi dengan asam dan basa a. Reaksi dengan asam Heksosa jika ditambahkan dengan asam encer bersifat sangat stabil sehingga tidak terjadi reaksi, sedangkan bila ditambah dengan asam kuat dengan katalis panas akan mengalami dehidrasi membentuk hidroksi metil-furfural. Gula pentosa jika ditambahkan dengan asam kuat dengan katalis panas maka akan membentuk furfural. b. Reaksi dengan basa Glukosa bila ditambah dengan basa encer akan mengalami reaksi enolisasi yaitu pembentukan enediol (ikatan rangkap yang memiliki 2 alkohol) yang dapat membentuk fruktosa, manosa, dan glukosa melalui reaksi perubahan aldosa menjadi ketosa (transformasi monosakarida Bruyn-Alberda mudah van Ekenstein). terdegradasi, Namun dan transformasi ini tidak dapat terjadi dalam basa pekat, karena teroksidasi, berpolimerisasi dalam basa pekat. (2) Gula pereduksi Karbohidrat dikatakan memiliki sifat sebagai gula pereduksi jika memiliki gugus aldehid dan keton bebas sehingga dapat mereduksi ion-ion logam Cu dan Ag dalam larutan yang bersifat basa. Gula pereduksi akan teroksidasi, berfragmentasi, dan berpolimerisasi dalam larutan basa tersebut. Struktur glukosa dan fruktosa dapat digunakan untuk membedakan keberadaan gula pereduksi. Gugus aldehid maupun keton jika tereduksi akan menjadi gula alkohol. Glukosa akan tereduksi menjadi sorbitol, sedangkan fruktosa akan tereduksi menjadi manitol dan sorbitol, dan galaktosa akan menjadi dulsital. Untuk sukrosa, tidak ada gugus aldehid atau keton bebas

karena telah berikatan, sehingga ketika ditambah Fehling, sukrosa tidak dapat mereduksi Cu, namun ketika dipanaskan, sukrosa akan terhidrolisis sehingga gugus aldehid dan keton terpisah dan dapat mereduksi, perubahan warna dari biru menjadi kuning. (3) Pembentukan glikosida Monosakarida dapat membentuk glikosida dan asetal yang merupakan salah satu sifat penting karena dapat menentukan struktur cincin gula pembentuknya. Glikosida di alam banyak terdapat pada tumbuhan. Prinsipnya adalah glukosa direaksikan dengan metanol dan asam klorida membentuk metil-glukosa yang dalam larutan asam bersifat labil namun stabil dalam larutan basa, yang kemudian ditambahkan dengan metil iodida/dimetil sulfat membentuk penta-O-metil-glukosa yang jika dihidrolisis akan menjadi 2,3,4,6-tetra-O-metil-glukosa. Bila gugus hidroksil suatu gula beraksi dengan gugus hemiasetal/hemiketal gula lain maka dapat berubah menjadi glikosida, dimana banyak monosakarida dengan ikatan glikosida pada polisakarida. (4) Pembentukan ester Glukosa jika direaksikan dengan asam asetat-anhidrida berlebih akan menghasilkan gugus asetil (ikatan ester), dimana sifat ini penting untuk penentuan struktur karbohidrat. Kompleks antara gula dan asam amino memegang peranan penting dalam aktivitas biologis, contohnya adalah glukosamin (pembentuk asam hialuronat) dan galaktosamin (pembentuk kondroitin). (5) Fenilosazon dan osazon Monosakarida direaksikan dengan fenilhidrazin (C6H5NHNH2) akan menghasilkan fenilosazon yang tidak larut dalam air dan mudah mengkristal, yang jika ditambahkan dengan fenilosazon yang sama akan membentuk osazon yang berbentuk kristal dan memiliki warna khas. Sifat ini penting untuk penentuan jenis karbohidrat. Kristal terdapat

fruktosa berbentuk pentagonal dan kristal galaktosa berbentuk segi empat runcing. 1. Oligosakarida Oligosakarida adalah jenis karbohidrat yang merupakan gabungan dari beberapa monosakarida yang terikat oleh ikatan kovalen. Penamaan karbohidrat dari golongan ini didasarkan dari jumlah monosakarida yang menyusunnya, contohnya disakarida (2 monosakarida), trisakarida (3 monosakarida), tetrasakarida (4 monosakarida), dst. Dari sekian jenis oligosakarida, yang paling banyak dipelajari adalah disakarida. Disakarida memiliki sifat-sifat yang sama dengan monosakarida. Adapun beberapa jenis disakarida adalah: (1) Sukrosa Sukrosa, yang disebut juga gula tebu, adalah oligosakarida yang tersusun dari glukosa dan fruktosa yang terikat dengan ikatan (1,4)-glikosida. Di alam, sukrosa banyak ditemukan dalam tanaman, contohnya tebu, bit, nanas, dan wortel. Sukrosa tidak dapat mengalami mutarotasi dan bukan gula pereduksi. Berikut adalah struktur sukrosa:

(2)

Laktosa Laktosa sering juga disebut sebagai gula susu, yang jika dihidrolisis akan menghasilkan galaktosa dan glukosa sebagai monosakarida penyusunnya. Galaktosa dan glukosa tersebut terikat dengan ikatan -(1,4)-glikosida. Laktosa dapat mengalami mutarotasi, dan merupakan salah satu gula pereduksi. Struktur laktosa:

(3)

Maltosa Maltosa yang tersusun atas 2 glukosa dengan ikatan -(1,4)glikosida merupakan hasil hidrolisis pati oleh enzim -amilase. Maltosa mudah larut dalam air dan memiliki rasa yang lebih manis daripada laktosa namun kurang manis dibandingkan sukrosa. Berikut adalah struktur maltosa:

Contoh lain oligosakarida adalah selobiosa (terdiri dari 2 unit glukosa dengan ikatan -(1,4)-glikosida, merupakan pembentuk selulosa dan gula pereduksi), gentibiosa (terdiri dari 2 unit glukosa dengan ikatan -(1,6)glikosida), isomaltosa (merupakan hasil hidrolisis polisakarida tertentu yang strukturnya hampir sama dengan maltosa (iso=sama) namun ikatan antara 2 glukosa adalah -(1,6)-glikosida), dan trehalosa (tersusun dari 2 unit glukosa dengan ikatan -(1,1)-glikosida, bukan merupakan gula pereduksi, dan terdapat dalam hemolimfa beberapa insekta). 2. Polisakarida Golongan karbohidrat ini adalah jenis yang tersusun atas lebih dari 10 monosakarida yang membentuk rantai panjang yang dapat memiliki cabang, sehingga merupakan jenis karbohidrat yang paling kompleks bila dibandingkan dengan monosakarida dan oligosakarida. Berdasarkan jenis

monosakarida yang menyusun, polisakarida dibedakan menjadi 2 jenis, yaitu: (1) Homopolisakarida Merupakan polisakarida yang tersusun atas 1 jenis monosakarida saja. (2) Heteropolisakarida Merupakan polisakarida yang tersusun lebih dari 1 jenis monosakarida. Adapun sifat-sifat polisakarida: Tidak memiliki rasa Tidak larut dalam air, jika dapat larut akan membentuk larutan koloid Amorf Berat molekul tinggi Bukan gula pereduksi Berdasarkan fungsinya secara umum, polisakarida dibedakan menjadi 2 jenis, yaitu: (1) Polisakarida stuktural Merupakan polisakarida yang memiliki fungsi sebagai penyusun struktur pada makhluk hidup. Contohnya adalah selulosa. Selulosa paling banyak ditemukan pada tumbuhan, yaitu pada dinding sel, yang berfungsi untuk menjaga struktur sel. Selain itu, pada kayu juga ditemukan selulosa, namun bersama dengan polimer lain seperti lignin. Struktur selulosa adalah rantai lurus homopolisakarida dari Dglukopiranosa dengan ikatan -(1,4)-glikosida. Ikatan ini dapat dihidrolisis melalui beberapa cara, yaitu: Ditambah asam kuat dan air, menghasilkan selulosa dan selobiosa Ditambah glikosidase, namun tidak terdapat dalam saluran pencernaan hewan dan manusia Ditambah selobiose, yang terdapat pada saluran pencernaan ular

Oleh bakteri rumen yang terdapat pada ruminansia, menjadi glukosa Berikut adalah struktur selulosa:

Contoh lain dari polisakarida struktural adalah hemiselulosa, pektin, asam pektat, gum arabik, dan kitin. (2) Polisakarida simpanan Merupakan polisakarida yang berfungsi sebagai penyimpan hasil metabolisme pada makhluk hidup, dimana polisakarida jenis ini pada umumnya terdiri dari banyak cabang. Contoh dari polisakarida simpanan adalah amilum/pati, yang dihasilkan oleh tumbuhan tingkat tinggi, dan merupakan homopolimer glukosa yang disebut glukan. Amilum adalah sumber karbohidrat paling penting. Struktur amilum terdiri dari amilosa dan amilopektin. Amilosa adalah polilinier glukosa, yang terikat oleh ikatan -(1,4)-glikosida dengan berat molekul yang bervariasi, sekitar 150.000. Amilosa dapat diurai oleh enzim -amilase menjadi glukosa dan amilosa pada saluran pencernaan, air liur, dan cairan pankreas. Sedangkan pada tumbuhan, amilosa diurai oleh -amilase menjadi maltosa. Berikut struktur amilosa:

Amilopektin adalah polisakarida yang terdiri dari banyak cabang yang masing-masing tersusun dari + 30 glukosa rantai lurus dengan ikatan
-(1,4)-glikosida dan ikatan cabang berupa -(1,6)-glikosida. Berat

molekul juga bervariasi sekitar 150.000. Amilopektin tidak dapat diuraikan oleh baik maupun -amilase, namun jika ditambahkan -(1,6)-glikosidase, maka amilopektin dapat terhidrolisis sempurna menjadi glukosa dan maltosa. Amilopektin bersifat nonpolar dengan bentuk koloid kental. Berikut struktur amilopektin:

Contoh polisakarida simpanan lain adalah glikogen, fruktan/levan, inulin, dan dekstran. Berbagai jenis karbohidrat dapat diidentifikasi keberadaannya melalui reaksi spesifik antara karbohidrat tersebut dengan senyawa reagen yang ditambahkan. Uji kualitatif karbohidrat dapat dilakukan melalui 2 cara, yaitu reaksi pembentukan warna dan prinsip kromatografi (TLC/Thin Layer

Chromatography, HPLC/High Performance Liquid Chromatography, GC/Gas Chromatography). Adapun beberapa analisa kualitatif berdasarkan reaksi pembentukan warna yang dapat dilakukan adalah: 1. Tes Fehling

Tujuan : mengetahui keberadaan gula pereduksi pada karbohidrat uji Reagen : Fehling A (mengandung ion kupri CuSO4) Fehling B (campuran alkali NaOH dan KNaC4H4O6) Hasil : (+) warna kuning dengan endapan merah bata (-) larutan tidak berubah warna Gula pereduksi dapat mereduksi larutan Fehling menjadi tembaga oksida yang mengendap dan mereduksi ion kupri menjadi ion kupro. Gula pereduksi dengan larutan Fehling B akan membentuk enediol yang kemudian akan membentuk ion kupro dan campuran asam-asam dari Fehling B. Ion kupro dalam suasana basa akan membentuk kupro hidroksida yang dalam keadaan panas akan mengendap menjadi kupro oksida (Cu2O) yang berwarna merah bata. 2. Tes Benedict Reaksi : karbohidrat + Benedict CuOH Cu2O (s)

Tujuan : mengetahui keberadaan gula pereduksi pada karbohidrat uji Reagen : Benedict (CuSO4 + NaOH + Na-sitrat) Hasil : (+) warna orange menjadi merah pekat (-) tidak berubah warna dan tetap biru Uji ini juga dapat digunakan untuk analisa kuantitatif, karena banyak gula dalam larutan berbanding lurus dengan gelapnya warna endapan yang terbentuk. 3. Tes Barfoed

Reaksi

: karbohidrat + Barfoed karboksilat + H+ + Cu2O (s)

Tujuan : mengetahui keberadaan gula pereduksi pada karbohidrat uji Reagen : Barfoed (campuran CuSO4 dan CH3COOH) Hasil : (+) warna orange dan terbentuk endapan warna merah (-) tidak berubah warna Uji ini berbeda dengan tes Fehling dan Benedict dikarenakan uji ini dapat membedakan karbohidrat monosakarida atau disakarida berdasarkan prinsip monosakarida akan tereduksi lebih cepat daripada disakarida. 4. Tes Moore Reaksi : transformasi Bruyn-Alberda van Ekenstein

Tujuan : mengetahui jenis gula, apakah aldosa atau ketosa Reagen : Moore (NaOH) Hasil : (+) warna kuning kemudian menjadi merah kecoklatan (-) tidak berubah warna Gula jenis aldosa akan mengalami transformasi Bruyn-Alberda van Ekenstein sementara fruktosa juga akan terdeteksi sebagai hasil positif, yang memberi warna kuning menjadi merah bata. 5. Tes Seliwanoff Reaksi : ketosa + HCl hidroksimetilfurfural + resorsinol warna orange tua aldosa + HCl hidroksimetilfurfural + resorsinol negatif Tujuan : mengetahui keberadaan gugus keton Reagen : Seliwanoff (HCl) Hasil : (+) saat dididihkan berwarna orange dan menjadi orange tua setelah 7 menit (-) tidak terjadi perubahan Adanya warna orange tua/merah menunjukkan hasil kondensasi dari resorsinol yang didahului dengan pembentukan hidroksimetilfurfural yang proses pembentukannya sendiri berasal dari konversi fruktosa oleh HCl panas yang kemudian menghasilkan asam livulenik dan

hidroksimetilfurfural. HCl juga dapat memecah disakarida yang ada pada

karbohidrat uji, sehingga sampel sukrosa dapat terpecah menjadi fruktosa dan glukosa yang memiliki komponen ketosa. 6. Tes Rapid Furfural Reaksi : karbohidrat uji + HCl hidroksimetilfurfural + -naphtol kompleks warna ungu Tujuan : mendeteksi keberadaan karbohidrat Reagen : -naphtol Hasil : (+) warna ungu saat mulai didihkan selama beberapa menit (-) tidak terjadi perubahan HCl pada reagen berfungsi untuk mempercepat reaksi dengan memberikan suasana asam, sedangkan -naphtol berfungsi sebagai indikator warna yang akan memberi warna ungu ketika berikatan dengan kompleks aldosa/ketosa. 7. Tes Bial

Tujuan : mengetahui keberadaan gula pentosa Reagen : Bial (campuran orcinol, HCl, dan FeCl3) Hasil : (+) warna biru kehijauan, orange, atau ungu (-) tidak terjadi perubahan Keberadaan pentosa akan didehidrasi oleh komponen asam dari HCl dan membentuk furfural. 8. Tes Molisch Reaksi : pentosa + H2SO4 pekat furfural + -naphtol warna ungu heksosa + H2SO4 pekat hidroksimetilfurfural + -naphtol warna ungu Tujuan : mengetahui keberadaan karbohidrat dalam sampel uji Reagen : Molisch (campuran H2SO4 pekat dan -naphtol) Hasil : (+) cincin ungu (-) tidak terjadi perubahan

Asam sulfat pekat berfungsi sebagai agen dehidrasi untuk membentuk furfural (untuk pentosa) dan hidroksimetilfurfural (untuk heksosa) yang kemudian bereaksi dengan -naphtol membentuk kompleks yang berwarna. 9. Tes Iod Reaksi : karbohidrat + iodine (I2) warna biru kehitaman

Tujuan : mengetahui keberadaan amilum dalam sampel uji Reagen : I2 Hasil : (+) warna biru ketika ditambah iod, namun hilang ketika ditambah NaOH 2 N dan HCl 2 N (-) tidak terjadi perubahan Kondensasi iodine dengan karbohidrat selain monosakarida dapat menghasilkan warna yang khas. Amilum dengan iodine dapat membentuk kompleks biru, sedangkan dengan glikogen akan membentuk warna merah. Adanya NaOH yang bersifat basa mengikat iod sehingga warna biru hilang, dan ketika ditambah dengan HCl tidak terjadi reaksi apapun. Uji ini didasarkan pada pembentukan rantai poliiodida pada kompleks iodine-amilum. Kompleks ini tidak dapat terbentuk pada senyawa gula yang lebih pendek seperti monosakarida atau disakarida, sehingga test ini sering digunakan untuk mengetahui apakah hidrolisis dari suatu senyawa kompleks sudah selesai atau belum. 10. Hidrolisis Selulosa Reaksi : selulosa + H2SO4 pekat glukosa + selobiosa + Benedict H2SO4 pekat atau tidak Reagen : H2SO4 pekat, H2O, dan Benedict Hasil hidrolisis menggunakan H2SO4 pekat dan H2O diuji menggunakan larutan Benedict untuk mendeteksi gula pereduksi yang telah terhidrolisis. 11. Hidrolisis Amilum Tujuan : mengetahui apakah amilum dapat dihidrolisis Reagen : HCl pekat, iodine (I2), dan Benedict

Tujuan : mengetahui apakah selulosa dapat dihidrolisis menggunakan

Hasil hidrolisis dan non-hidrolisis akan memberi hasil yang berbeda karena IV. Alat & bahan Alat yang digunakan pada percobaan ini adalah tabung reaksi, rak tabung reaksi, beaker glass 1000 mL, Waterbath, gelas ukur 10 mL, 50 mL, batang pengaduk, Pipet tetes dan kertas saring. Bahan-bahan yang digunakan pada percobaan ini antara lain Larutan Karbohidrat 1% (masing-masing: glukosa, galaktosa, fruktosa, maltosa, sukrosa, arabinose, laktosa dan amilum), Larutan Benedict, Larutan Naphtol, Reagen Barfoed, NaOH, Reagen Seliwanoff, HCl pekat, Reagen Molisch, Iod, Na2CO3 Anhidrat, Etanol 95%, Natrium Sitrat, Aquadest, CuSO4, Kristal Cu(CH3COO)2, C3H6O3, Larutan Resorsinol dan Toluen. V. Prosedur 1. Test Molisch : ditambahkan tiap-tiap 1 ml larutan karbohidrat ke dalam 6 tabung reaksi yang terdiri dari Sukrosa, Maltosa, Arabinosa, Glukosa, Amilum dan Selulosa (kapas). Kemudian di tambahkan 3 tetes reagen Molisch dan di tambahkan 1mL asam sulfat pekat perlahan-lahan melewati dinding tabung sampai terbentuk cincin ungu. 2. Test Benedict: ditambahkan tiap-tiap 3 tetes larutan karbohidrat ke dalam 2 tabung reaksi yang terdiri dari Fruktosa dan Galaktosa. Kemudian di tambahkan dalam 2 mL larutan Benedict dan didihkan selama 3 menit, penguraian amilum menjadi monosakarida-monosakarida

penyusunnya membutuhkan panas.

kemudian dinginkan larutan. Larutan positif jika berwarna kuning, oranye, atau terbentuk endapan merah pekat. 3. Test Barfoed: ditambahkan tiap-tiap 1 mL larutan karbohidrat ke dalam masing-masing tabung reaksi yang terdiri dari Fruktosa, Galaktosa dan Laktosa. Kemudian di tambahkan reagen Barfoed 1 mL ke dalam tiap tabung. Didihkan selama 1 menit dan diamkan. Larutan positif jika terbentuk warna oranye dan lama kelamaan akan terbentuk endapan warna merah. 4. Test Selliwanoff: ditambahkan 3 tetes fruktosa pada 3 mL reagen Selliwanoff. Didihkan larutan selama 60 detik. Larutan positif jika pada saat mendidihkan akan terbentuk warna oranye dan akan menjadi oranye tua jika dididihkan sampai 7 menit. 5. Test Iod: ditambahkan 3 mL larutan ke dalam 3 tabung reaksi. Tiap tabung reaksi di tambahkan 2 tetes H2O, HCl dan NaOH. Kemudian di tambahkan 1 tetes iod. VI. Hasil Pengamatan Berdasarkan percobaan yang dilakukan pada uji Molisch maka didapat hasil pengamatan sebagai berikut. Sukrosa + Pereaksi Molisch + H2SO4 terbentuk 2 fase, fase atas bening dan fase bawah ungu tua serta terbentuknya cincin ungu. Maltosa + Pereaksi Molisch + H2SO4 terbentuk 2 fase, fase atas bening dan fase bawah ungu muda serta terbentuknya cincin ungu. Arabinosa + Pereaksi Molisch + H2SO4 terbentuk 2 fase, fase atas bening dan fase bawah ungu tua serta terbentuknya cincin ungu. Glukosa + Pereaksi Molisch + H2SO4 terbentuk 2 fase, fase atas bening dan fase bawah ungu kemerahan serta terbentuknya

cincin ungu. Amilum 1% + Pereaksi Molisch + H2SO4 terbentuk 2 fase, fase atas keruh dan fase bawah ungu muda serta terbentuknya cincin ungu. Selulosa (kapas) + Pereaksi Molisch + H2SO4 menghasilkan warna ungu tua keseluruhan dan cincin ungu tidak jelas. Berdasarkan percobaan yang dilakukan pada uji Benedict maka didapat hasil pengamatan sebagai berikut. Fruktosa + reagen Benedict terbetuknya warna biru muda, kemudian di panaskan terbentuk warna orange dan endapan merah bata pada dasar tabung. Dan galaktosa + reagen Benedict terbetuknya warna biru muda, kemudian di panaskan tidak terjadi perubahan. Berdasarkan percobaan yang dilakukan pada uji Barfoed maka didapat hasil pengamatan sebagai berikut. Fruktosa + reagen Barfoed terbentuk warna biru muda, di panaskan terbentuknya warna merah (++). Galaktosa + reagen Barfoed terbentuk warna biru muda di panaskan 1 menit terbentuknya warna merah (+). Dan Laktosa + reagen Barfoed terbentuk warna biru muda di panaskan 1 menit terbentuknya 2 fase, fase atas bening dan fase bawah biru muda. Berdasarkan percobaan yang dilakukan pada uji Seliwanoff maka didapat hasil pengamatan sebagai berikut. Fruktosa + pereaksi Seliwanoff terbentuknya larutan bening. Dipanaskan terbentuk warna merah bata. Berdasarkan percobaan yang dilakukan pada uji Pati-Iodium maka didapat hasil pengamatan sebagai berikut. Larutan Pati + Larutan Iod menghasilkan warna biru kemudian + H2O dan dipanaskan, larutan menjadi bening.Larutan Pati +

Larutan Iod menghasilkan warna biru kemudian + HCl, larutan menjadi bening dan adanya warna biru. Larutan Pati + Larutan Iod menghasilkan warna biru kemudian + NaOH, larutan menjadi bening. VII. Pembahasan 1. Uji Molisch Tujuan uji Molisch ini mengetahui keberadaan karbohidrat dalam sampel uji. Berdasarkan percobaan ini diperoleh data bahwa semua larutan uji ketika direaksikan dengan pereaksi Molisch, dapat membentuk kompleks cincin berwarna ungu. Dengan bahan yang diujikan adalah amilum, sukrosa, maltosa, glukosa, dan arabinosa semuanya menunjukkan hasil yang positif kecuali selulosa yang membentuk warna ungu keseluruhan dan kompleks cincin yang tidak jelas. Ini dikarenakan pereaksi molisch terdiri dari -naftol dalam alcohol 95%. Berdasarkan prinsip uji Molisch, reaksi pembentukan furfural dan derivate-derivat dari karbohidrat yang didehidrasi oleh H2SO4 pekat, dan kombinasi dengan -naftol yang membentuk kompleks cincin berwana ungu. Asam sulfat pekat berfungsi sebagai agen dehidrasi untuk membentuk furfural (untuk pentosa) dan

hidroksimetilfurfural (untuk heksosa) yang kemudian bereaksi dengan naphtol membentuk kompleks cincin ungu. Reaksi pembentukan furfural ini adalah reaksi dehidrasi atau pelepasan molekul H2O oleh H2SO4 pekat. Furfural yang terbentuk akan bereaksi dengan -naftol dan membentuk cincin berwarna ungu yang merupakan kondensasi antara furfural dan naftol.

Reaksi antara hidroksimetil furfural dengan -naftol yang membentuk senyawa berwana ungu oleh reaksi dehidrasi heksosa. 2. Uji Benedict Tujuan dari uji Benedict ini untuk mengetahui keberadaan gula pereduksi pada karbohidrat uji. Berdasarkan percobaan ini diperoleh data bahwa larutan fruktosa direaksikan dengan pereaksi Benedict, dapat membentuk endapan merah bata, sedangkan galaktosa membentuk endapan merah bata sedikit sekali. Menurut literature, fruktosa bukanlah gula pereduksi. Namun karena memiliki gugus alpha hidroksi keton, maka fruktosa akan berubah menjadi glukosa dan mannosa dalam suasana basa dan memberikan hasil positif dengan pereaksi benedict. Terbentuknya endapan merah bata ini sebagai hasil reduksi ion Cu2+ menjadi ion Cu+ oleh suatu gugus aldehid atau keton bebas yang terkandung dalam gula reduksi yang berlangsung dalam suasana alkalis (basa). Sifat basa yang dimilki oleh pereaksi Benedict ini dikarenakan adanya senyawa natrium karbonat. Untuk galaktosa

membentuk endapan merah bata sedikit, hal ini membuktikan galaktosa mengandung sedikit gula pereduksi. Berikut reaksi reduksi uji benedict yang berlangsung: O O

R C H + Cu2+ 2OH- R C OH + Cu2O(s) + H2O Gula Pereduksi 3. Uji Barfoed Tujuan uji Barfoed adalah untuk mengetahui keberadaan gula pereduksi pada karbohidrat uji. Pada percobaan ini, diperoleh data bahwa suatu monosakarida dapat dibedakan dengan disakarida yang dapat diamati dari terbentuknya endapan merah bata pada senyawa galaktosa dan fruktosa yang merupakan monosakarida. Sedangkan pada laktosa tidak terbentuk endapan merah bata, sehingga dianggap sebagai disakarida. Pereaksi barfoed dapat bereaksi positif dengan monosakarida yang memiliki gula pereduksi. Uji ini di lakukan pada suasana asam, karena pada suasana asam, reaksi oksidasi akan lama terjadi, sehingga hanya monosakarida yang dapat teroksidasi dengan cepat. Pemanasan pada uji ini dilakukan agar monosakarida bereaksi positif, sedangkan untuk golongan disakarida tidak. Sama halnya dengan pereaksi Benedict, pereaksi Barfoed ini juga mereduksi ion Cu2+ menjadi ion Cu+. Pada dasarnya, monosakarida dapat mereduksi lebih cepat dibandingkan dengan disakarida. Disakarida dengan Endapan Merah Bata

konsentrasi rendah tidak memberikan hasil positif oleh karena itu, larutan uji disakarida tidak membentuk warna merah orange pada percobaan ini.

Reaksi reduksi uji barfoed O Cu2+ asetat O

R C H + R C OH + Cu2O(s) + CH3COOH n-glukosa monosakarida 4. Uji Seliwanoff Tujuan dari uji Seliwanoff adalah untuk mengetahui keberadaan gugus keton. Reaksi di dalam uji Seliwanoff ada pembentukan 4-hidroksi-metilfurfural dan reaksi dengan resorsinol (1,3-dihidroksi benzena) untuk membentuk kompleks berwarna merah yang terjadi pada reaksi dengan fruktosa. Dikarenakan fruktosa mengandung gugus ketosa, sehingga reaksi dengan pereaksi Seliwanoff akan menghasilkan senyawa berwarna merah. Warna merah yang muncul disebabkan hasil kondensasi dari resorsinol yang sebelumnya didahului dengan pembentukan hidroksimetil furfural yang berasal dari konversi fruktosa oleh HCl panas, kemudian menghasilkan asam levulinat dan hidroksimetil furfural. Kalor Endapan merah bata

5. Uji Pati-Iodium Tujuan uji Pati-Iodium adalah untuk mengetahui keberadaan amilum dalam sampel uji. Pada tabung I dan II, terjadi perubahan warna dari bening ke putih keunguan karena H2O dan HCl menyebabkan Iod bereaksi seperti Iod bebas sehingga menimbulkan warna keunguan. Maka terjadilah addisi Iod oleh amilum dan memberi warna putih keunguan. Warna putih keunguan itu sendiri menandakan bahwa yang bereaksi dengan Iod adalah Amilosa sebagai salah satu kandungan amilum. Bila Amilopektin yang bereaksi dengan Iod, maka akan timbul warna keunguan dan pada tabung II tidak terjadi perubahan warna karena amilum tidak bereaksi dengan basa. Setelah dipanaskan, larutan dalam tabung I dan II berubah menjadi putih keruh karena telah terjadi penguraian ion (pelepasan Iod dari amilum) bila amilum-iod dipanaskan maka struktur spiral pati merenggang dan molekulmolekul Iod terlepas sehingga warna ungu menghilang dan hanya warna

Iod yang tampak kekuningan. Dan terbentuk lagi larutan putih keunguan setelah tabung II didinginkan karena terjadi pengikatan ion (Iod dari amilum), dengan kata lain struktur spiral amilum tidak mengalami perenggangan lagi dan megikat molekul Iod. Reaksi dengan Iod digunakan untuk pendeteksi adanya pati/amilum. Reaksi Uji Iodida a. Tabung I (Amilum + H2O + I2)
CH2OH O H O OH H O OH H CH2OH O H O + H2O + nI2

OH BENING

OH

CH2OH

O H H

CH2OH

O H H H2O + nI2

OH

O I BIRU TUA

OH

dipanaskan H OH

OH

CH2OH

O H H

CH2OH

O H H

OH

OH

didinginkan

OH BENING

OH

CH2OH

O H H

CH2OH

O H H

OH

OH

OH BENING

OH

b. Tabung II (Amilum + HCl + I2)

CH2OH

O H H

CH2OH

O H H

OH

OH

+ HCl+ nI2

OH BENING

OH

CH2OH

O H H

CH2OH

O H H HCl + nI2

OH

O I UNGU

OH

dipanaskan H OH

OH

CH2OH

O H H

CH2OH

O H H

OH

OH

didinginkan

OH BENING

OH

CH2OH

O H H

CH2OH

O H H

OH

OH

OH BENING

OH

c. Tabung III (Amilum + NaOH + I2)

CH2OH

O H H

CH2OH

O H H

OH

OH

+ NaOH + nI2

OH BENING

OH

CH2OH

O H H

CH2OH

O H H NaOH + nI2

OH

OH

I OH H BENING KEKUNINGAN

dipanaskan OH

CH2OH

O H H

CH2OH

O H H

OH

OH

didinginkan

OH BENING

OH

CH2OH

O H H

CH2OH

O H H

OH

OH

OH BENING

OH

VIII. Kesimpulan 1. Uji Molisch, reaksi uji ini positif karena kondensasi senyawa furfural (untuk pentosa) dan hidroksimetilfurfural (untuk heksosa) yang bereaksi dengan -naphtol membentuk kompleks yang berwarna ungu. 2. Uji Benedict, reaksi uji ini positif karena reduksi ion Cu2+ menjadi Cu+ oleh karbohidrat yang mengandung gugus karbonil bebas pada Aldehid dan Keton pada suasana basa yang terbentuk endapan merah (Cu2O) 3. Uji Barfoed, reaksi uji ini positif karena reduksi ion Cu2+ menjadi Cu+ oleh karbohidrat yang mengandung gugus karbonil bebas pada Aldehid dan Keton pada suasana asam yang terbentuk endapan merah 4. Uji Seliwanoff, reaksi uji ini positif karena kondensasi dari resorsinol yang didahului dengan pembentukan hidroksimetil furfural, yang proses

pembentukannya sendiri berasal dari konversi fruktosa oleh HCl panas yang kemudian menghasilkan asam livulenik dan hidroksimetil furfural. Membentuk warna merah 5. Uji Pati-Iodium, reaksi uji ini negtif karena tidak membentuk berwarna biru. Sehingga tidak terjadi pembentukan rantai poliiodida pada kompleks iodine-amilum yang membentuk berwarna biru.

Daftar pustaka Anonim, 2011, Karbohidrat (online), http://id.wikipedia.org/wiki/karbohidrat, diakses tanggal 07 Maret 2014 pukul 20.04 WIB. Bresnick, S. D., 1994, Intisari Kimia Organik, Lippincott Williams & Wilkins Inc. USA, 69. Campbell, N.A., Jane, B.R., Mitchell, L.G., 2002, Biologi Edisi kelima Jilid I, Erlangga, Jakarta. Hartati, N., dan Prana, T., 2003, Analisis Kadar Pati dan Serat Kasar Tepung beberapa Kultivar Talas (Colocasia esculenta L. Schott), http://www.unri.ac.id/jurnal/jurnal_natur/vol6(1)/Sri.pdf, diakses 07 Maret 2014 pukul 19.00 WIB. Lakitan, B., 2007, Dasar-Dasar Fisiologi Tumbuhan, PT Raja Grafindo persada, Jakarta. Pine, S. H., J. B. Hendrickson, D. J. Cram, dan G. S. Hammond, 1988, Kimia Organik 2 edisi keempat, ITB, Bandung. Poedjiadi, A., 1994, Dasar-dasar Biokimia, Universitas Indonesia Press, Jakarta. Sudarmadji, S., Haryono, B., Suhardi, 1997, Prosedur Analisa Untuk Bahan Makanan dan Pertanian, Liberty, Yogyakarta. Anwar HM, Piliang WG. 1992. Biokimia dan Fisiologi Gizi. Bogor: Pusat Antar Universitas Ilmu Hayat, Institut Pertanian Bogor. Campbell PN,. Smith AD. 1982. Biochemistry illustrated. Edinburg London Melbourne and New York. Haryati, 1998. Karbohidrat. Tugas matakuliah teknik penelitian biokimia. Bogor : Program Pascasarjana, IPB Girindra, A. 1993. Biokimia I. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Lehninger. 1999. Dasar-Dasar Biokimia. Thenawijaya M., penerjemah. Jakarta:Penerbit Erlangga. Linder MC. 1992. Biokimia Nutrisi dan Metabolisme. Parakkasi A, penerjemah.. Jakarta : Penerbit UI Press.

Anda mungkin juga menyukai