Anda di halaman 1dari 76

SERI LITERASI DIGITAL JAPELIDI

YUK, TANGGAP DAN BIJAK


BERBAGI INFORMASI
BENCANA ALAM
MELALUI APLIKASI CHAT

Novi Kurnia
Zainuddin Muda Z. Monggilo
Wisnu Martha Adiputra

PROGRAM STUDI
MAGISTER ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YUK, TANGGAP DAN BIJAK BERBAGI INFORMASI BENCANA
ALAM MELALUI APLIKASI CHAT

Penulis
Novi Kurnia
Zainuddin Muda Z. Monggilo
Wisnu Martha Adiputra

Tim Riset
Ari Setiawan
Ellya Pratiwi
Ibnu Darmawan
Rani Diah Anggraini
Resty Widyanty
Rona Rizkhy Bunga C.
Valente Gusmao
Wasvita Sari
Wheni Sixtyaningsih
Yy Wima R.

Layouter dan Ilustrator


Intania Poerwaningtias
Nindya K. Suwarto

Sampul
Gilang Adikara
Intania Poerwaningtias

Diterbitkan oleh Program Studi Magister Ilmu Komunikasi UGM

Hak Cipta Dilindungi Undang-undang


Dilarang Mengutip atau Memperbanyak Sebagian atau Seluruh Isi
Buku Ini Tanpa Izin Tertulis dari Penerbit

Cetakan 1, September 2018

ISBN 978-602-71877-6-4

Program Studi Magister Ilmu Komunikasi UGM


Gedung BA, Lantai 5, FISIPOL UGM
Jalan Sosio Yustisia No. 2, Bulaksumur, Yogyakarta 55281
PRAKATA
GERAKAN NASIONAL LITERASI DIGITAL

SIBERKREASI

Kemajuan teknologi menciptakan disrupsi pada kehidupan


sehari-hari, mulai dari otomatisasi yang mengancam ragam
mata pencaharian, hingga bagaimana masyarakat mencerna
dan mengabarkan informasi. Dewasa ini, lebih dari setengah
populasi di Indonesia sudah terhubung Internet. Angka
penetrasi Internet makin tinggi dari tahun ke tahun. Eric
Schmidt, insinyur dari Google, bahkan memprediksikan bahwa
tahun 2020 nanti seluruh manusia di dunia akan online.

Sayangnya, kemajuan inovasi digital dan kemudahan


mengakses Internet masih belum diiringi dengan kualitas
sumber daya manusia yang memadai. Bak air maupun api,
teknologi juga bisa dilihat sebagai anugerah sekaligus ancaman.
Jika tidak dikelola dengan baik dan tidak dimanfaatkan dengan
bijaksana, ia bisa jadi sangat berbahaya. Maka dari itulah,
Seri Buku Literasi Digital hasil kolaborasi para pemangku
kepentingan multisektoral ini kami anggap perlu kembali
diluncurkan ke publik.

iii
Gerakan Nasional Literasi Digital Siberkreasi berterima kasih
pada para mitra kami yang tanpa lelah mencurahkan waktu
dan tenaganya untuk mengedukasi masyarakat. Kedewasaan,
kecakapan, dan keamanan dalam menggunakan media digital
sangat perlu diperjuangkan. Di balik jutaan kesempatan bagi
masyarakat Indonesia pada era transformasi digital, terdapat
masalah serius yang sama banyaknya, mulai dari: penyebaran
konten negatif, seperti perundungan siber, ujaran kebencian,
radikalisme daring, ketergantungan pada gawai, eksploitasi
seksual dan pornografi; hingga keterbatasan kompetensi
dasar menuju revolusi industri 4.0. Kami percaya bahwa
pendidikan adalah pilar paling penting untuk mencegah dan
menanggulangi potensi ancaman yang ditimbulkan oleh
penyimpangan pemanfaatan teknologi.

Literasi digital telah menjadi keharusan yang mendesak


dilakukan dalam skala nasional secara masif, komprehensif,
dan sistematis. Presiden Joko Widodo dalam pidato pada
Sidang Tahunan MPR RI 2018 telah secara khusus mendorong
institusi pendidikan untuk lekas beradaptasi di era revolusi
industri 4.0, salah satunya dengan memantapkan kemampuan
literasi digital. Sembari mengawal proses tersebut, SiBerkreasi
merasa perlu menyatukan pegiat literasi digital dari berbagai
disiplin ilmu dan sektor untuk menyediakan sumber ilmu yang
berkualitas, mudah dijangkau, serta bebas biaya.

iv
Sasaran literasi digital perlu diperluas, sehingga dalam
Seri Buku Literasi Digital kali ini kami dengan bangga
mempersembahkan terbitan dari pelbagai kontributor dari
bidang keahlian yang majemuk. Tema-tema literasi digital,
antara lain: tata kelola digital, pola asuh digital, ekonomi digital,
gaya hidup digital, dan kecakapan digital; dapat ditemui untuk
dipelajari serta disebarluaskan ke khalayak ramai. Kami harap,
para orang tua, siswa, anak-anak, hingga pemerintah daerah,
dapat mengambil manfaat penuh dari rangkaian terbitan ini.

Akhir kata, kami ucapkan terima kasih pada seluruh pihak yang
telah mendukung dan berkontribusi dalam peluncuran Seri
Buku Literasi Digital yang kedua. Untuk para pembaca, kami
sampaikan selamat menjumpai ilmu baru dan jangan segan
menjadi duta literasi digital bagi sekitar.

Jakarta, 15 September 2018

Ketua Umum SiBerkreasi


Dedy Permadi

v
PRAKATA
JARINGAN PEGIAT LITERASI DIGITAL
(JAPELIDI)

Jaringan Pegiat Literasi Digital (Japelidi) adalah komunitas


yang sebagian besar terdiri dari akademisi dan pegiat literasi
digital yang tersebar di berbagai perguruan tinggi di Indonesia.
Komunitas yang mulai beraktivitas pada tahun 2017 peduli
pada beragam upaya untuk meningkatkan kemampuan
literasi digital masyarakat Indonesia. Beragam program
literasi digital dilakukan baik secara kolaboratif atau di masing-
masing perguruan tinggi untuk mengatasi beragam persoalan
masyarakat digital.

Salah satu pekerjaan kolaboratif Japelidi yang dilakukan tahun


2017 adalah penelitian peta gerakan literasi digital di Indonesia.
Penelitian yang dikoordinatori oleh Program Magister Ilmu
Komunikasi Universitas Gadjah Mada (UGM) ini memetakan
342 kegiatan literasi digital dengan melibatkan 56 peneliti
dari 26 perguruan tinggi. Salah satu temuan yang menarik
dari penelitian ini adalah bahwa ragam yang sering dilakukan

vi
dalam kegiatan sosialisasi digital adalah sosialisasi. Sedangkan
kelompok sasaran yang paling sering menjadi target beragam
gerakan literasi digital adalah kaum muda.

Untuk mendiskusikan hasil penelitian Japelidi sekaligus


memetakan berbagai isu terkini terkait literasi digital di
Indonesia, Program Studi Ilmu Komunikasi Universitas Negeri
Yogyakarta (UNY) menyelenggarakan Konferensi Nasional
Literasi Digital pada tanggal 12 September 2017. Konferensi ini
diikuti oleh 30 pemakalah dan 200 peserta. Lebih separuh dari
makalah yang disampaikan dalam konferensi ini sudah dan
akan diterbitkan di Jurnal Informasi UNY.

Berbeda dengan kegiatan pada tahun 2017 yang memfokuskan


pada kegiatan penelitian dan konferensi, pada tahun 2018
Japelidi melakukan program penerbitan serial buku panduan
literasi digital. Untuk itu, selain mengadakan serial rapat pra-
workshop di Yogyakarta pada tanggal 21 dan 22 Maret 2018,
Japelidi menyelenggarakan workshop penulisan pedoman
buku literasi digital pada tanggal 27 dan 28 April 2018. Workshop
yang dijamu oleh Universitas Lambung Mangkurat (Unlam) ini
diikuti oleh 30 peserta dari 13 perguruan tinggi di Indonesia
dari 9 kota. Salah satu hasil workshop ini adalah perumusan 23
proposal buku panduan literasi digital yang direncanakan akan
disusun dan diproduksi oleh 23 perguruan tinggi dari 11 kota
dalam kurun waktu 2018 - 2019.

vii
Tujuan dari penerbitan serial buku panduan Japelidi ini adalah
untuk menyediakan pustaka yang memadai sekaligus aplikatif
sehingga bisa diterapkan secara langsung oleh kelompok
sasaran yang dituju. Dengan begitu, buku-buku tersebut bisa
dimanfaatkan untuk baik akademisi, pegiat maupun kelompok
sasaran kegiatan literasi digital.

Atas terbitnya serial buku panduan literasi digital Japelidi,


kami mengucapkan terimakasih yang sebanyak-banyaknya
atas bantuan seluruh pihak yang terlibat. Semoga buku-buku
ini berhasil menjadi bagian dari meningkatan kemampuan
literasi digital masyakarat Indonesia.

Yogyakarta, 15 September 2018

Koordinator Japelidi
Novi Kurnia

viii
PRAKATA
DEPARTEMEN ILMU KOMUNIKASI
UGM

Teknologi informasi dan komunikasi berkembang dengan


sangat cepat dalam satu dekade terakhir ini. Dampaknya
luar biasa. Masyarakat Indonesia seperti tergagap mengejar
kemajuan teknologi informasi dan komunikasi dalam beragam
sisi. Media baru berkembang tidak lagi sekadar menjadi
pendistribusi informasi yang cepat, murah, dan handal,
melainkan menjadi arena di mana beragam individu saling
berkomunikasi, beropini, dan berekspresi. Media baru adalah
wilayah baru yang menjadikan individu harus menguasai
kompetensi tertentu agar bisa terus bertahan dan mengambil
manfaat dari wilayah tersebut.

Sayangnya, banyak individu justru mendapatkan dampak


negatif dari kehadiran media baru. Bukti-bukti terungkap
di sana-sini. Tersebarnya hoaks, berita rekayasa, dan ujaran
kebencian adalah beberapa di antaranya. Belum lagi pencurian
data personal, transaksi online ilegal, dan cyberbully. Artinya,
di tengah keyakinan bahwa media baru akan mendatangkan
dampak positif bagi masyarakat, terungkap fakta akan
dampak negatifnya. Media baru berdampak sekaligus di

ix
dua sisi. Dengan demikian, literasi digital sangat penting
untuk dipahami dan dikuasai oleh masyarakat Indonesia,
terutama untuk meningkatkan beragam kompetensi dalam
menggunakan media baru. Departemen Ilmu Komunikasi
UGM memiliki kewajiban moral untuk ikut serta dalam upaya
meminimalkan dampak negatif tersebut demi kemajuan
masyarakat ke arah yang lebih baik.

Sebagai sebuah departemen dengan prinsip crafting well-


informed society, Departemen Ilmu Komunikasi UGM
memiliki beragam upaya sistematis untuk ikut berperan
dalam menyongsong masyarakat informasi di Indonesia.
Untuk mengampanyekan literasi digital dan memperkuat
peran civitas academica dalam masyarakat, Departemen
Ilmu Komunikasi UGM bersama dengan Japelidi dalam dua
tahun terakhir ini berupaya mengelaborasi literasi digital.
Japelidi adalah komunitas yang sebagian besar terdiri dari staf
pengajar di berbagai kampus dan elemen yang lain. Japelidi
berupaya berkolaborasi dan bersinergi dengan berbagai pihak
agar masyarakat Indonesia yang telah menuju masyarakat
digital mendapatkan manfaat optimal dari perkembangan
media baru.

Departemen Ilmu Komunikasi UGM melalui Program Studi


Magister (S2) Ilmu Komunikasi, menjalankan program
khusus untuk mengembangkan literasi digital, yaitu program

x
Pengabdian Masyarakat untuk mengenalkan literasi digital
pada berbagai komunitas, antara lain di bidang pendidikan.
Selain itu, secara aktif Departemen Ilmu Komunikasi UGM
bersama Japelidi berkolaborasi untuk merancang dan
menyusun buku panduan. Secara akumulatif, Japelidi menyu-
sun dua puluh tiga buku panduan literasi digital. Departemen
Ilmu Komunikasi UGM sendiri sejauh ini telah menyusun dua
buku panduan literasi digital, yaitu literasi digital untuk game
daring dan literasi digital untuk bencana alam. Salah satu dari
buku panduan tersebut adalah buku yang tengah Anda baca
ini. Paling tidak ini adalah sebuah langkah konkret Departemen
Ilmu Komunikasi UGM memberikan kontribusi nyata bagi
masyarakat Indonesia dalam menghadapi dinamika media
baru dan masyarakat informasi.

Semoga buku panduan yang dirilis ini dapat mencapai harapan


kita bersama dalam mewujudkan masyarakat informasi yang
bermartabat.

Salam literasi digital.

Yogyakarta, 15 September 2018

Ketua Departemen Ilmu Komunikasi UGM


Muhamad Sulhan

xi
DAFTAR ISI

Prakata Gerakan Nasional Literasi Digital SiBerkreasi iii


Prakata Jaringan Pegiat Literasi Digital (JAPELIDI) vi
Prakata Departemen Ilmu Komunikasi UGM ix
Daftar Isi xiii
Indonesia Negara Rawan Bencana Alam 1
Apa Itu Literasi Digital dan Sepuluh Tahapan Literasi
Digital Japelidi? 7
Tahapan Satu
Mengakses Informasi Bencana Alam 20
Tahapan Dua
Menyeleksi Informasi Bencana Alam 25
Tahapan Tiga
Memahami Informasi Bencana Alam 29
Tahapan Empat
Menganalisis Informasi Bencana Alam 32
Tahapan Lima
Memverifikasi Informasi Bencana Alam 35
Tahapan Enam
Mengevaluasi Informasi Bencana Alam 37

xiii
Tahapan Tujuh
Mendistribusikan Informasi Bencana Alam 40
Tahapan Delapan
Memproduksi Informasi Bencana Alam 42
Tahapan Sembilan
Berpartisipasi dalam Mengelola Informasi Bencana Alam 45
Tahapan Sepuluh
Berkolaborasi Mengelola Informasi Bencana Alam 48
Jadilah Pengguna Aplikasi Chat yang Tanggap dan Bijak
Saat Bencana Alam Terjadi 50
Daftar Pustaka 54
Penghargaan 56
Tentang Penulis 57
Lampiran 58

xiv
S ebagai negara kepulauan yang terletak di sepanjang
khatulistiwa dan cincin api Pasifik, Indonesia adalah
salah satu negara yang rawan bencana alam.1 Bahkan,
secara mengejutkan, Indonesia juga dijuluki sebagai negara
supermarket bencana alam.2 Mengapa disebut demikian?
Karena jumlah bencana alam terlalu sering terjadi di berbagai
wilayah di Indonesia.

Sebagai bukti, pada tahun 2017, Badan Nasional


Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat adanya 2.869
bencana alam dalam berbagai bentuk sebagaimana terlihat
dalam tabel 1 ini.3

Tabel 1
Bencana Alam di Indonesia Tahun 2017
Jumlah
No. Jenis Bencana Alam Persentase
Kejadian
1. Banjir 979 34,12%
2. Puting beliung 887 30,92%
3. Tanah longsor 848 29,56%
4. Kebakaran hutan dan lahan 96 3,35%
5. Gempa bumi 23 0,80%
6. Kekeringan 19 0,66%
7. Gelombang pasang/abrasi 11 0,38%
8. Letusan gunung api 6 0,21%
Total 2869 100%
Sumber: Badan Nasional Penanggulangan Bencana (dibi.bnpb.go.id)

2
Apa saja dampak bencana alam tahun 2017 tersebut? Dari
data yang dikumpulkan oleh BPNB, ribuan bencana alam
yang terjadi pada tahun 2017 tersebut mengakibatkan banyak
korban jiwa. Tercatat sejumlah 378 orang meninggal atau
dinyatakan hilang, 1.042 orang luka-luka, dan 3.674.389 orang
terdampak dan mengungsi akibat beragam bencana alam
yang terjadi.

Selain menimbulkan korban jiwa, ribuan bencana alam tersebut


juga menimbukan kerusakan para rumah tinggal. Tercatat
10.452 rusak berat, 10.648 rusak sedang, 28.631 rusak ringan
dan 376.373 rumah terendam. Kerusakan juga terjadi pada
ribuan fasilitas umum terdiri dari 1.326 fasilitas pendidikan, 715
fasilitas peribadatan dan 117 fasilitas kesehatan.

Tingginya jumlah korban jiwa maupun kerusakan rumah tinggal


penduduk dan fasilitas umum pada tahun 2017 menunjukkan
bahwa potensi kerusakan akibat bencana alam sangat besar.
Padahal jumlah bencana alam di Indonesia bisa dikatakan
sangat tinggi, dan terjadi setiap tahun. Permasalahan lain
yang memperburuk potensi dampak bencana alam adalah
pemukiman yang sangat padat dan bangunan perumahan yang
kurang kuat serta banyaknya hutan yang rusak di berbagai
wilayah.

3
Meskipun begitu, dengan semakin banyaknya orang
menyaksikan berbagai kerusakan akibat bencana alam, tidak
berarti secara otomatis membuat orang menyadari bahwa
kesiapan menghadapi bencana semakin penting di Indonesia.

Dengan potensi bencana alam dan


dampaknya yang luar biasa, kesiapan
masyarakat Indonesia untuk menghadapi
bencana tentu saja sangat dibutuhkan. Oleh
karena itu, literasi bencana alam sangat
mendesak untuk membekali masyarakat
untuk menghadapi dan meningkatkan
kesiapsiagaan terhadap bencana alam.4

Kesiapsiagaan terhadap bencana alam dimulai dari


pemahaman terhadap ancaman bahaya di sekitar. Pemahaman
ini akan berkorelasi positif pada kesiapan masyarakat dalam
memahami sistem peringatan dini, rute evakuasi, dan
rencana pengungsian ketika bencana alam melanda. Dengan
sendirinya, masyarakat bisa lebih terampil dalam menyusun
rencana antisipasi, menginisiasi dan mengevaluasi tindakan
secara cepat, serta mengurangi dampak yang ditimbulkan
dari bencana alam.5 Ini adalah kondisi ideal yang diharapkan
tercipta.

4
Dalam rangka menunjang kesiapsiagaan tersebut, berbagai
informasi mengenai bencana alam dibuat oleh berbagai
institusi dan komunitas. Informasi tersebut sangat beragam
jika dilihat dari jenis bencana alam, ada yang menyajikannya
secara umum atau secara spesifik misal tentang bencana
banjir, gempa bumi, tanah longsor, letusan gunung berapi,
tsunami, kekeringan, puting beliung, kebakaran hutan, dan
gelombang pasang.

Sedangkan dilihat dari kontennya, informasi mengenai


bencana alam biasanya berupa panduan tentang apa saja yang
harus dilakukan sebelum, saat maupun sesudah bencana alam.
Hal yang menarik, informasi tersebut disampaikan dalam
beragam platform: buku, brosur, video, situs (website) maupun
beragam pesan melalui berbagai media (televisi, surat kabar
cetak maupun daring, radio) dan media sosial.

Permasalahan yang sering muncul dalam


distribusi informasi mengenai bencana alam
adalah tersebarnya informasi palsu atau
keliru, baik berupa tulisan, foto maupun video
yang dibagikan melalui berbagai aplikasi chat
seperti WhatsApp maupun Line.

5
Permasalahan ini biasanya muncul pada saat bencana terjadi,
informasi muncul dari berbagai arah dan membuat orang ingin
segera berbagi informasi tanpa melakukan beragam proses
sebelumnya.

Buku panduan sederhana ini memberikan penjelasan mengenai


apa yang harus Anda lakukan sebagai pengguna aplikasi chat
yang tanggap dan bijak saat bencana alam terjadi. Oleh karena
itu, buku ini akan disajikan sepuluh tahapan literasi digital yang
terbagi dalam dua bagian besar. Pertama, penjelasan mengenai
konsep literasi digital dan sepuluh tahapan literasi digital yang
dikembangkan oleh Jaringan Pegiat Literasi Digital (Japelidi).
Kedua, penjelasan mengenai sepuluh tahapan literasi digital
japelidi yang bisa dilakukan oleh pengguna aplikasi chat untuk
menyikapi berbagai informasi bencana alam melalui aplikasi
chat terutama pada saat bencana tersebut berlangsung.

6
P erkembangan pengguna internet di Indonesia termasuk
cepat. Pada tahun 2017 jumlah pengguna internet
diperkirakan sekitar 50% dari 262 juta penduduk Indonesia
atau sekitar 153, 3 juta jiwa. Terdapat kenaikan sekitar 20
juta jiwa dari tahun sebelumnya yang berjumlah sekitar 132,7
juta jiwa. Berdasarkan usia pengguna internet di Indonesia,
pengguna dalam kategori usia 19 – 34 tahun adalah sekitar
49,52%, usia 13 – 18 tahun adalah 16,68%, dan usia 35 – 54
tahun adalah sekitar 29,55% (APJII, 2017). Dengan demikian
penduduk berusia muda adalah pengguna terbesar dari media
baru. Data ini semakin menunjukkan arti penting literasi
digital bagi penduduk berusia muda. Walau begitu, penduduk
yang dikategorikan berusia dewasa juga tidak bisa dinafikkan
sebagai pengguna karena pengaruhnya pada anak-anak
mereka dan penduduk berusia muda di tempat tinggal masing-
masing.

Selama ini literasi digital sebagai sekumpulan kompetensi


belum sepenuhnya dikuasai oleh penduduk berusia muda.
Ketidakpahaman tersebut menyebabkan efek negatif dari
media baru lebih sering muncul di kalangan anak muda,
misalnya saja tiga pelajar SMP yang membobol TK karena
kecanduan game daring (Sindonews, 7 April 2016) atau
bagaimana media sosial dimanfaatkan oleh teroris untuk
menyebarkan ideologinya (CNNIndonesia.com, 6 Juni 2018).
Anak muda adalah kelompok usia yang rentan terpapar

8
ideologi terorisme. Belum lagi kecanduan belanja online yang
melampaui penghasilan, yang juga termasuk dampak negatif
karena maraknya bisnis jual-beli online yang luar biasa.

Tindakan yang keras dan berfokus pada pelarangan akses


media baru kepada warga tentu saja sulit atau bahkan tidak
bisa dilakukan oleh pemerintah pada era demokrasi seperti
sekarang. Cara paling tepat yang dapat dilakukan oleh negara
dan pemerintah adalah menyebarkan pendidikan mengenai
literasi digital pada seluruh warga Indonesia. Hal ini dilakukan
untuk memperkuat demokrasi yang dinikmati oleh warga
Indonesia sejak tahun 1998 yang notabene akan memperkuat
kebebasan beropini, berekspresi dan juga kebebasan pers yang
telah dijamin oleh konstitusi. Pada tingkat individu literasi
digital akan menjadikan warga dapat menggunakan media
baru dengan lebih baik untuk kepentingan hidupnya.

Sayangnya, setelah dua dekade era demokrasi berjalan, literasi


digital belum sepenuhnya berkembang di masyarakat.

Berdasarkan riset Japelidi pada tahun 2017,


kegiatan yang berkaitan dengan literasi
digital di Indonesia masih lebih banyak
berfokus di lembaga pendidikan, bukan di
masyarakat secara langsung.

9
Selain itu, kegiatan literasi digital masih berlangsung pada
tahap pengenalan dengan metode penyuluhan pada target
sasaran yang bersifat umum. Literasi digital belum berfokus
pada lahirnya serangkaian kompetensi pada warga (Kurnia
& Astuti, 2017). Masih diperlukan banyak upaya agar literasi
digital semakin menyebar dan dikuasai dengan baik oleh
seluruh warga negara. Suatu upaya yang tentunya tidak
ringan dan memerlukan kerjasama berbagai pihak, antara
lain pihak pemerintah, kampus, para penggiat, termasuk para
pengembang aplikasi.

Memahami Literasi Digital

Perkembangan media baru yang dimulai dari internet dalam


bentuknya yang paling awal sampai dengan yang paling
mutakhir, yaitu media sosial sekarang ini, menunjukkan
bahwa media baru berkembang dengan dinamis dan sangat
cepat. Berdasarkan perkembangannya, terdapat tiga fase
perkembangan internet sampai dengan munculnya media
sosial. Perkembangan itu adalah sebagai berikut: fase web
1.0, adalah sistem berjaringan berbasis komputer dari kognisi
manusia. Internet pada fase ini tidak berbeda jauh dengan
media massa yang lebih berfungsi mendistribusikan konten
dan tidak memberikan kesempatan bagi pihak lain berperan
dalam produksi konten yang sama. Konten yang ada tidak bisa

10
dikomentari dan disebarkan kembali dengan cepat. Produsen
dan pengguna konten juga masih terpisah dan posisi keduanya
tidak bisa dipertukarkan.

Fase web 2.0 adalah sistem berjaringan berbasis komputer dari


komunikasi manusia. Pada fase ini internet memungkinkan
terjadinya komunikasi secara langsung berbagai pihak dengan
fleksibel. Konten sudah bisa diberi feedback dengan langsung
dan disebarkan kembali. Posisi produsen dan pengguna konten
dapat saling bertukar peran. Fase web 3.0 adalah sistem
berjaringan berbasis komputer dari kerjasama (co-operation)
manusia. Pada fase ini satu individu bisa berkomunikasi dengan
banyak pengguna lain dalam suatu ketika. Para pengguna
secara kolektif dapat memproduksi konten dalam skala besar,
terbentuk juga suatu sistem di mana para pengguna bisa
saling berbagi informasi dan bertransaksi. Era berbagi melalui
berbagai aplikasi dan media sosial termasuk dalam fase terakhir
dari perkembangan internet (Fuchs, 2014). Dengan demikian,
literasi digital berkaitan dengan media baru yang memiliki
karakter sebagai berikut: (1) digitization dan konvergensi; (2)
interaktivitas; dan (3) network dan networking (Flew, 2014).
Ketiga karakter tersebut adalah fungsi yang memperluas
fungsi media massa di mana konvergensi, interaktivitas, dan
keberadaan jaringan membawa konsekuensi baru ketika
berkomunikasi.

11
Literasi digital, seperti halnya literasi media, memiliki tiga
elemen (Potter, 2004; Potter, 2014). Elemen pertama adalah
kompetensi atau kecakapan yang mesti dimiliki oleh individu
ketika mengakses media baru. Kecakapan ini adalah unsur
utama dan terpenting. Elemen kedua adalah lokus personal,
yaitu individu yang berinteraksi dengan individu lain. Pada
titik ini, konsekuensi sosial dari literasi digital menjadi
sangat penting. Literasi digital berguna ketika individu
memerlukannya. Misalnya, literasi game daring akan lebih
berguna untuk para remaja yang mengakses game daring,
bukan untuk orang dewasa yang tidak atau jarang mengakses
game daring. Lokus personal tidak hanya berkaitan dengan diri
melainkan juga dengan individu berinteraksi dengan individu
lain dan komunitas. Dengan demikian lokus personal juga
memiliki konsekuensi sosial. Ketika berhadapan dengan media
baru, individu dapat memiliki tiga posisi yaitu: individu yang
termediasi, individu yang virtual, dan individu yang berjaringan
(berbagi dan kolaborasi dengan individu lain melalui media
baru) (Bolter & Grusin, 1999). Elemen ketiga adalah struktur
pengetahuan. Literasi digital pada akhirnya akan menjadikan
individu memiliki pengetahuan yang baik mengenai informasi
dan dunia sosial yang dijalaninya.

12
Sepuluh Tahapan Kompetensi Literasi Digital
Japelidi

Kompetensi adalah elemen terpenting dalam literasi digital.


Kompetensi dapat dipelajari dan dikuasai oleh individu.
Kompetensi juga merupakan keterampilan yang bertahap
dan penguasaan kompetensi yang lebih mendasar diperlukan
untuk menguasai kompetensi selanjutnya. Kompetensi literasi
digital terdiri dari dua jenis, yaitu literasi digital fungsional dan
literasi digital kritis (Chen, Wu, & Wang, 2011; Lin, Li, Deng,
& Lee, 2013). Walaupun bersumber utama dari artikel Chen,
Wu, dan Wang, Japelidi melakukan review khusus dengan
memberikan penekanan yang berbeda pada masing-masing
kompetensi dan memberikan nama baru untuk kompetensi
kesembilan dan kesepuluh.

10
KOMPETENSI
1.
2.
3.
Mengakses
Menyeleksi
Memahami
4. Menganalisis
LITERASI
5. Memverifikasi
DIGITAL 6. Mengevaluasi
JAPELIDI 7. Mendistribusikan
8. Memproduksi
9. Berpartisipasi
10. Berkolaborasi

13
Kompetensi pertama adalah mengakses.
Kompetensi mengakses mengacu pada serangkaian
keterampilan teknis yang diperlukan bagi seorang individu
ketika berinteraksi dengan media baru. Contohnya adalah
seorang individu membutuhkan informasi mengenai cara
mengoperasikan komputer sebelum mengolah konten yang
akan diunggah di media baru, bagaimana untuk mencari/
menemukan informasi, bagaimana menggunakan teknologi
informasi (misalnya internet), dan sebagainya.

Menyeleksi adalah kompetensi kedua.


Kompetensi ini adalah kemampuan individu untuk memilih
dan memilah informasi yang didapatkannya dari media baru.
Individu yang menguasai kompetensi ini akan membuang
informasi yang tidak diperlukan atau informasi yang tidak
benar.

Kompetensi ketiga adalah memahami.


Memahami adalah kompetensi yang mengacu pada
kemampuan individu untuk memahami makna dari konten
di media baru pada tingkat literal. Contohnya kemampuan
untuk menangkap pesan orang lain, juga ide-ide individu yang
dipublikasikan pada platform yang berbeda (misalnya buku,
video, blog, Facebook, dll), dan untuk menafsirkan makna
dalam bentuk pendek baru atau emoticon. Secara khusus,

14
individu harus mampu bereksperimen dengan lingkungan
mereka untuk memecahkan masalah, untuk menafsirkan
dan membangun model dinamis, untuk memindai lingkungan
mereka dan pergeseran fleksibel ke informasi penting, dan
untuk menangani arus informasi di berbagai jenis dan media.

Kompetensi keempat adalah menganalisis.


Kompetensi keempat ini mengacu pada kemampuan individu
untuk mendekonstruksi konten di media baru. Kompetensi
ini dapat dilihat sebagai analisis tekstual semiotik yang
berfokus pada bahasa, genre, dan kode beberapa jenis dan
media. Kompetensi ini menjadikan individu menyadari cara
produksi konten, format (misalnya pengembangan konten
media yang menggunakan bahasa kreatif dengan aturan
tertentu), dan audiens atau pengguna (misalnya interpretasi
pesan media akan bervariasi pada seluruh individu) ketika
mereka mendekonstruksi pesan media. Kompetensi ini secara
konsisten menekankan bahwa individu seharusnya tidak hanya
melihat konten di dalam media baru sebagai pengamat netral
realitas, tetapi mengakui produksi konten sebagai proses
subjektif dan sosial.

Kompetensi kelima adalah memverifikasi.


Kompetensi memverifikasi mengacu pada kemampuan
individu untuk mengkombinasi konten di media baru

15
dengan mengintegrasikan sudut pandang mereka sendiri
dan untuk merekonstruksi pesan media. Misalnya, individu
diharapkan untuk membandingkan berita dengan tema yang
sama dari sumber yang berbeda. Kompetensi ini mengacu
pada kemampuan untuk mengambil cuplikan konten dan
menggabungkannya dengan makna tertentu. Ketika individu
memadukan konten media, mereka akan menghargai “struktur
dan makna terpendam” dari konten atau bahasa.

Mengevaluasi adalah kompetensi yang keenam.


Kecakapan ini mencakup kemampuan individu untuk
mempertanyakan, mengkritik, dan menguji kredibilitas
konten di media baru. Kecakapan ini merupakan kecakapan
dengan level yang lebih tinggi dibandingkan dengan dua
kecakapan sebelumnya dan membutuhkan kritisisme individu
penggunanya. Kecakapan ini membutuhkan kemampuan
individu untuk memaknai konten di media baru dengan
mempertimbangkan isu-isu seperti identitas, relasi kuasa, dan
ideologi. Lebih penting lagi, evaluasi juga melibatkan proses
pengambilan keputusan. Misalnya, membandingkan harga
dari vendor yang berbeda melalui internet adalah tindakan
sintesis, sementara membuat keputusan vendor mana yang
akan dibeli adalah tindakan evaluasi.

16
Kompetensi ketujuh adalah mendistribusikan.
Kompetensi mendistribusikan berkaitan dengan kemampuan
individu untuk menyebarkan informasi yang ada di tangan
mereka. Dibandingkan dengan kecakapan prosumsi, kecakapan
ini biasanya melibatkan proses berbagi. Contoh yang relevan
termasuk kemampuan individu untuk menggunakan fungsi
build-in pada situs jaringan sosial untuk berbagi perasaan
mereka (misalnya seperti suka/tidak suka), untuk berbagi
pesan media, dan untuk menilai/orang untuk produk/jasa.
Kecakapan ini juga berfokus pada “kemampuan untuk mencari,
mensintesis, dan menyebarkan informasi” dalam jaringan.

Kompetensi kedelapan adalah memproduksi.


Kecakapan ini melibatkan kemampuan untuk menduplikasi
(sebagian atau seluruhnya) konten. Tindakan produksi
termasuk pemindaian (atau mengetik) dokumen hardcopy
ke dalam format digital, memproduksi klip video dengan
menggabungkan gambar dan materi audio, dan menulis
daring melalui blog atau Facebook. Kecakapan ini mengacu
pada kemampuan untuk berinteraksi secara bermakna dengan
perangkat yang memperluas kapasitas mental, juga pada
kemampuan untuk menangani alur informasi dan narasi di
beberapa jenis konten dan sumber media.

17
Kompetensi kesembilan adalah berpartisipasi.
Kecakapan ini dekat dengan budaya partisipatif yang mengacu
pada kemampuan untuk terlibat secara interaktif dan kritis
dalam lingkungan media baru. Misalnya, individu diharapkan
untuk secara aktif ikut membangun dan memperbaiki salah
satu ide-ide orang lain dalam media platform tertentu (misalnya
blog, chat room, Skype, Facebook, dll). Dengan kata lain,
kecakapan ini menyatukan pengetahuan dan membandingkan
catatan dengan orang lain untuk mencapai tujuan bersama.

Berpartisipasi akan membutuhkan keterlibatan individu


yang konstan dan interaktif untuk konstruksi konten.
Dibandingkan dengan delapan kecakapan sebelumnya,
berpartisipasi berfokus secara eksplisit pada koneksi sosial
yang menghargai kontribusi masing-masing individu.

Kompetensi kesepuluh atau terakhir adalah


berkolaborasi.
Kecakapan ini mengacu pada kemampuan untuk membuat
konten di media baru, terutama berkaitan dengan pemahaman
kritis dan mengacu pada nilai-nilai sosial budaya dan masalah
ideologi. Tidak seperti kecakapan berpartisipasi, kecakapan
berkreasi biasanya membutuhkan inisiatif dari individu sendiri
dibandingkan dengan interaksi bilateral antara individu.

18
Misalnya, inisiasi pertama dari sebuah thread dengan kekritisan
akan penciptaan; sedangkan refleksi berikutnya (komentar/
reaksi dari thread tersebut) akan dilihat sebagai tindakan
partisipasi.

Kompetensi berpartisipasi dan berkolaborasi


adalah kompetensi yang unik dan khas yang
diformulasikan oleh Japelidi dan sangat
berkaitan dengan konsekuensi sosial dari
literasi digital. Kompetensi ini tidak hanya
berguna bagi kompetensi individu semata,
tetapi juga bagi kompetensi kolektif (sosial).

19
J ika ada pepatah lama yang mengatakan bahwa buku
adalah jendela dunia, maka di zaman sekarang—yang
sering disebut dengan istilah zaman now—dunia ada dalam
genggaman tangan. Sebab internet dengan mudahnya diakses
melalui telepon genggam yang ada di tangan kita. Internet
menyediakan informasi yang cenderung tidak terbatas dari
segi kuantitas maupun kualitasnya dalam waktu yang sangat
cepat. Singkat kata, siapa pun yang memiliki akses internet
dapat menguasai dunia informasi.

Walau begitu, kepemilikan terhadap akses internet nyatanya


tidaklah cukup. Kemampuan untuk mengakses informasi
melalui internet adalah syarat mutlak yang harus dimiliki. Apa
gunanya memiliki akses namun tidak mampu mendayagunakan
akses tersebut secara praktis dan bijak?

Dalam mengakses informasi bencana alam


yang selalu simpang siur dan berhamburan
saat bencana terjadi, sebaiknya Anda mampu
mengakses beragam informasi yang diperoleh
dari dunia maya serta memanfaatkan
informasi tersebut dengan sebaik-baiknya
untuk kepentingan diri sendiri maupun orang
banyak.

21
Bagaimana caranya?

Pertama, pahami secara teknis bagaimana


mengakses informasi bencana alam melalui
internet dan aplikasi chat.

Aktivitas yang paling utama untuk Anda pahami adalah


bagaimana menggunakan fitur pencarian Google. Googling
atau kegiatan mengakses informasi dari Google seolah sepele
namun jika tidak dilakukan dengan cermat maka hasil pencarian
terhadap informasi bencana alam yang sedang terjadi tidak
akan optimal. Kata kunci yang Anda gunakan ketika googling
sangat menentukan hasil pencarian. Penggunaan kata kunci
yang tidak tepat hanya akan memunculkan hasil pencarian
yang tidak relevan atau tidak dibutuhkan.

Selain memahami akses Google, tentu saja Anda perlu


memahami penggunaan aplikasi chat populer seperti
WhatsApp atau Line. Aplikasi chat yang Anda gunakan
sebaiknya harus selalu diperbarui karena melalui versi terbaru,
fitur-fitur terbaru yang ditawarkan dapat bekerja dengan
optimal. Contohnya saja adalah fitur untuk menghapus pesan
dalam WhatsApp. Ketika terjadi kekeliruan dari pesan bencana
alam yang Anda kirimkan, maka pilihan menghapus pesan ini
adalah fitur yang bisa Anda manfaatkan. Dengan demikian,

22
penerima pesan tidak lagi akan membaca pesan keliru karena
sudah Anda hapus. Fitur standar lainnya seperti meneruskan
pesan (forward message), membalas pesan (reply message),
dan menyalin pesan (copy message) juga haruslah sudah
dipahami penggunaannya secara benar.

Keterampilan mengakses informasi bencana alam melalui


internet secara umum dan aplikasi chat secara khusus adalah
keterampilan mendasar yang akan sangat menentukan
kelanjutan tahapan kompetensi literasi digital ketika bencana
alam terjadi.

Kedua, akses dan rujuk informasi bencana


alam dari sumber resmi.

Sumber informasi daring yang dapat diakses guna memperoleh


informasi terkait bencana alam bisa berasal dari lembaga resmi
pemerintah maupun nonpemerintah (termasuk di dalamnya
lembaga swadaya masyarakat/komunitas) yang mempunyai
visi, misi, tugas, dan fungsi pokok untuk menangani masalah
kebencanaan yang terjadi mulai dari level daerah hingga
nasional. Masing-masing dari instansi/lembaga/komunitas
tersebut memiliki kanal informasi daring yang terbuka untuk
publik, seperti situs (website), situs jejaring sosial (social

23
networking sites) seperti Facebook, Twitter, Instagram, dan
situs berbagi video (video sharing sites) seperti YouTube6.

Informasi bencana alam dari sumber yang resmi adalah


informasi yang terpercaya kebenarannya dibandingkan
dengan sumber lainnya. Sebab, informasi ini telah melalui
proses verifikasi di masing-masing institusi secara cermat
sebelum disiarkan ke publik. Selain itu, informasi dari sumber
resmi juga dapat meminimalkan kesesatan informasi yang
berdampak pada kecemasan dan kepanikan berlebihan ketika
bencana alam terjadi.

Oleh karena itu, pastikan bahwa informasi


yang Anda akses benar-benar telah teruji
kebenarannya, sebelum mengambil sikap atau
melakukan tindakan selanjutnya.

24
Informasi kebencanaan yang didapatkan dari berbagai sumber
termasuk situs resmi milik pemerintah masih perlu diseleksi
kembali. Dalam proses seleksi informasi tersebut, terdapat
beberapa hal yang perlu Anda perhatikan.

Pertama, pastikan bahwa informasi yang diterima


adalah informasi yang terbaru.

Hal ini menjadi penting karena informasi terkait bencana


alam umumnya bersifat real-time yaitu secara berkelanjutan
diperbarui dari waktu ke waktu sesuai dengan kondisi yang
sebenarnya. Sebagai contoh, informasi terkait bencana erupsi
gunung berapi akan terus dipantau dan diperbarui setiap
detiknya oleh lembaga yang berwenang. Bisa saja semenit
sebelumnya erupsi gunung berapi dinyatakan siaga, namun
satu menit setelahnya sudah berubah status menjadi waspada.

Kedua, lakukan komparasi informasi bencana alam


yang Anda peroleh melalui aplikasi chat seperti
WhatsApp atau Line dengan informasi yang resmi
dari berbagai institusi terkait.

Jika terdapat perbedaan yang mencolok, maka sebaiknya


Anda tidak perlu terburu-buru saat menyerap atau
menyebarkan informasi tersebut. Misalnya saja saat terjadi
gempa bumi, informasi tentang skala guncangan gempa
bumi dan potensinya dalam menimbulkan tsunami biasanya

26
bermunculan di berbagai grup chat. Biasanya informasi
yang didapatkan berbeda satu sama lain baik isinya maupun
sumbernya. Anda sebaiknya terus waspada dan jeli untuk
memastikan informasi yang Anda terima bisa dipercaya dan
mendapatkan klarifikasi resmi dari institusi terkait. Ingat tahan
jempol Anda untuk segera menyampaikan informasi tersebut
ke berbagai grup chat yang Anda miliki sebelum informasinya
betul-betul akurat.

Ketiga, jangan mudah terkecoh pada informasi


(yang disertai) dengan gambar atau video (di
dalamnya).

Pada bulan April 2018


misalnya, masyarakat
sempat digegerkan dengan
video angin puting beliung
yang memorakporandakan
hampir setiap bangunan yang
diterjangnya di Yogyakarta.
Setelah diklarifikasi, ternyata
video tersebut adalah
rekaman lama dari perisitiwa
angin puting beliung di Bali
beberapa tahun silam.
Sumber: https://twitter.com/bpptkg/
status/1002524503774121984 diakses 31
Juli 2018

27
Contoh lain adalah saat terjadi erupsi Gunung Merapi pada
bulan Juni 2018 beredar informasi dan foto kawah merapi.
Setelah diklarifikasi oleh BPTTKG melalui Twitter resmi
mereka dinyatakan bahwa informasi tersebut palsu (hoaks)
sebagaimana terlihat dalam gambar di bawah ini.

Jika Anda menemui hal semacam ini, sebaiknya Anda jangan


segera mempercayai dan menyebarkannya.

Dengan begitu, seleksi informasi bencana


alam adalah aktivitas yang perlu Anda
lakukan secara teliti khususnya ketika
bencana terjadi. Sebab, hal ini terkait dengan
proses pemilihan untuk mendapatkan dan/
atau menyebarkan informasi kebencanaan
yang dapat diandalkan melalui aplikasi chat.

28
Informasi bencana alam yang sudah diakses dan diseleksi
selanjutnya perlu dimaknai dalam kerangka pemahaman
Anda sendiri. Pemahaman yang benar terhadap informasi saat
bencana alam terjadi membuat Anda tidak mudah goyah dan
terombang-ambing dalam mengambil sikap maupun tindakan
dalam mengelola informasi tersebut.

Pemahaman yang komprehensif berasal dari proses olah


kognisi yang terwujud dalam wawasan dan pengetahuan
terhadap suatu fenomena bencana alam yang tengah terjadi.
Wawasan dan pengetahuan ini bisa saja berkembang dari
informasi yang pernah Anda baca, dengar, atau saksikan. Di
samping itu, pemahaman juga bisa berasal dari pengalaman
yang pernah dilalui.

Pemahaman yang juga penting untuk digarisbawahi adalah


kompetensi teknis-etis yang berkaitan dengan penggunaan
aplikasi chat itu sendiri. Aplikasi chat memang digandrungi
karena cukup praktis dalam mendapatkan dan menyebarkan
informasi apa pun termasuk bencana alam. Namun, informasi
yang Anda peroleh dan sebarkan tersebut haruslah dijiwai
dengan pemahaman dan kesadaran akan kemanfaatan bagi
orang lain.

Untuk meningkatkan pemahaman Anda terhadap pembagian


informasi bencana alam melalui aplikasi chat, hal-hal yang
dapat dilakukan di antaranya:

30
Pertama, terapkan sifat terbuka terhadap informasi
baru yang selama ini belum pernah Anda dapatkan.
Informasi lama yang Anda pahami dapat dikombinasikan
untuk memahami informasi baru.

Kedua, tanyakan kepada yang lebih mengerti (ahli/


pakar lebih baik). Informasi bencana alam yang cukup
sulit Anda pahami sebaiknya harus dikonsultasikan kepada
mereka yang lebih memahami atau pakar yang mempunyai
ilmu dan pengetahuan yang mendalam terkait suatu bencana
alam. Sebagai misal, jenis-jenis erupsi gunung berapi seperti
erupsi freatik yang belum pernah Anda ketahui sebelumnya,
dapat diketahui dari sumber informasi resmi, ditanyakan ke
mereka yang lebih tahu atau langsung dikonsultasikan kepada
vulkanolog atau pakar ilmu gunung berapi.

Kumpulan pemahaman holistik yang Anda


punya kemudian dapat ditularkan kepada
orang lain melalui aplikasi chat. Jangan
sekalipun menularkan opini Anda dalam
pesan kebencanaan karena hanya akan
memperkeruh suasana.

31
A nalisis informasi bencana alam tidaklah sesulit yang Anda
bayangkan. Berikut adalah kiat-kiat dalam menganalisis
informasi bencana alam dalam aplikasi chat:

Pertama, jika informasi yang Anda peroleh merupakan


kutipan dari salah satu tokoh/pakar, maka lakukan
penelusuran terhadap nama tersebut tersebut di
internet atau melalui akun jejaring sosial resmi yang
dimilikinya.

Hal ini penting karena bisa saja nama yang disebutkan tidak
pernah mengeluarkan pernyataan apa pun atau yang paling
fatal adalah nama tersebut hanyalah fiktif belaka.

Kedua, informasi resmi yang disebarkan melalui


aplikasi chat biasanya diikuti dengan signature atau
penanda identitas kontak yang dapat dihubungi.

Jika tidak Anda temukan, pesan tersebut patut Anda analisis


lebih jauh dengan melakukan verifikasi pada kanal informasi
resmi instansi/lembaga/komunitas terkait.

Ketiga, pastikan pula bahwa kontak yang tertera


pada pesan benar-benar valid dan dapat dihubungi.

33
Kemungkinan akun dan nomor palsu yang dipasang bisa saja
terjadi. Jika Anda menemukannya, segera ganti ke kontak
yang seharusnya dan sebarkan.

Keempat, informasi yang resmi sekalipun bisa saja


diedit dan dipelintir isinya oleh oknum yang tidak
bertanggung jawab.

Oleh karena itu, jangan langsung membagikannya kepada


orang lain sebelum Anda memverifikasinya pada kanal
informasi resmi instansi/lembaga/komunitas terkait.

34
P roses verifikasi pesan bencana alam melalui aplikasi chat
sedianya dapat dilakukan secara bersamaan dengan
dengan langkah-langkah dalam aktivitas menganalisis.
Akan tetapi, proses verifikasi pesan lebih menekankan pada
bagaimana informasi yang telah dianalisis sebelumnya benar-
benar terkonfirmasi.

Verifikasi yang dimaksud utamanya dapat


ditempuh dengan melakukan pengecekan
kembali (crosscheck) terhadap pesan yang
diperoleh dari sumber resmi dengan pesan
yang dikirimkan oleh sumber lainnya.

Verifikasi semacam ini adalah proses yang seharusnya


melembaga (internalisasi) dalam diri kita masing-masing
sebelum pesan tersebut diproses dan diteruskan ke orang lain.

36
P ada tahap mengevaluasi, sebaiknya pengguna aplikasi chat
melihat lagi dengan saksama beragam informasi bencana
alam yang sudah diverifikasi pada tahap selanjutnya.

Bagaimana caranya?

Pertama, lakukan mitigasi risiko dengan


mempertimbangkan dampak informasi dengan
mempertanyakan apakah informasi bencana alam
yang akan Anda bagi melalui aplikasi chat akan
membuat orang lain khawatir atau paniK? Ataukah
tidak?

Pastikan informasi baik yang berupa tulisan, gambar atau


foto, maupun video tidak akan meresahkan orang yang
membacanya. Cara yang paling mudah adalah mencoba
membayangkan jika Anda menerima informasi seperti yang
akan Anda bagikan apakah Anda merasa khawatir atau panik?
Ataukah tidak?

Kedua, lakukan mitigasi risiko dengan


mempertimbangkan siapa yang akan menjadi target
sasaran informasi bencana alam? Apakah melalui chat
personal atau melalui chat grup?

38
Jika melalui chat personal, apakah yang bersangkutan cukup
dewasa untuk memahami informasi yang akan disampaikan?
Jika melalui chat grup, apakah semua anggota grup cukup
dewasa untuk memahami informasi yang akan disampaikan?

Ketiga, lakukan mitigasi risiko dengan


mempertimbangkan kapan informasi bencana alam
akan disampaikan?

Pastikan bahwa hanya informasi yang sangat mendesak yang


mungkin bisa disampaikan sesegera mungkin dan kapan saja
dibutuhkan. Sedangkan informasi yang kurang mendesak
sebaiknya disampaikan sekitar 8 pagi hingga 8 malam atau
bukan pada jam tidur.

39
P ada tahap mendistribusikan informasi bencana alam,
pengguna aplikasi chat membagikan informasi bencana
alam setelah mengevaluasi dampak informasi, target sasaran
dan kapan informasi dibagikan.

Apa saja yang perlu diperhatikan dalam tahapan ini?

Pertama, pastikan bahwa sebelum Anda menekan


tombol share, Anda sudah mempertimbangkan
semua hal di atas.

Kedua, pastikan bahwa pada saat mendistribusikan


Anda sudah memastikan sumber informasi tertulis
dalam pesan yang disampaikan

Ketiga, pastikan bahwa setelah Anda menekan


tombol share, Anda siap untuk melakukan follow up
terhadap respon yang akan disampaikan oleh lawan
bicara Anda baik dalam chat personal maupun chat
grup.

41
D alam tahapan memproduksi, pengguna aplikasi chat
tidak hanya mendistribusikan informasi bencana alam
dari sumber lain tapi juga menyusun informasi baru mengenai
bencana alam dengan mengolah berbagai data dari berbagai
sumber-sumber yang dapat dipercaya.

Apa saja yang harus dilakukan?

Pertama, pastikan informasi bencana alam baru apa


yang akan diproduksi?

Sekaligus pastikan sumber-sumber data yang digunakan


merupakan sumber terpercaya.

Kedua, pastikan pesan mengenai bencana alam yang


disusun akurat, jelas dan sopan.

Sebaiknya pesan disampaikan dalam bahasa yang sederhana


mengingat kemampuan orang membaca pesan melalui
aplikasi chat terbatas.

Ketiga, pastikan Anda menjaga etika berkomunikasi


melalui aplikasi chat dengan menyamarkan (tidak
menunjukkan) identitas personal korban bencana
alam.

43
Selain itu, pastikan Anda menyamarkan (tidak menunjukkan)
foto atau video korban bencana alam secara apa adanya.

Keempat, pastikan seluruh pesan yang diproduksi


untuk aplikasi chat sesuai dengan target sasaran yang
dituju.

44
Dalam tahap berpartisipasi, pengguna aplikasi chat aktif
berpartisipasi dalam berbagi informasi bencana alam yang
“baik/etis” baik melalui media sosial maupun dalam kegiatan
sosial sehari-hari.

Bagaimana caranya?

Pertama, berbagi informasi bencana alam yang


akurat, jelas dan etis dari sumber lain yang terpercaya
maupun informasi yang diolah sendiri, tidak hanya
melalui aplikasi chat namun juga melalui berbagai
media sosial.

Kedua, memberikan catatan atau komentar


seperlunya jika ada informasi bencana alam yang
kurang akurat atau palsu atau tidak etis dari pengguna
aplikasi chat atau media sosial lainnya dengan
menunjukkan informasi yang akurat atau benar atau
etis.

Ketiga, berbagi informasi bencana alam yang akurat,


jelas dan etis dalam percakapan sehari-hari jika
perlu Anda juga bisa menjadi bagian dari berbagai
komunitas yang membantu korban bencana alam

46
Keempat, memberikan catatan atau komentar
seperlunya jika ada orang-orang di sekitar Anda
memberikan informasi bencana alam yang kurang
akurat atau palsu atau tidak etis dari pengguna aplikasi
chat atau media sosial lainnya dengan menunjukkan
informasi yang akurat atau benar atau etis.

47
D alam tahap berkolaborasi, pengguna aplikasi chat
berinisiatif dan mendistribusikan informasi bencana alam
yang akurat, jelas dan etis bersama pemangku kepentingan
lain.

Mengapa harus berkolaborasi?

Jika sebagai pengguna chat Anda mempunya informasi


bencana alam yang jujur, akurat dan etis, saatnya Anda
berkolaborasi dengan pemangku kepentingan lain supaya
pesan Anda lebih sampai ke target sasaran.

Siapa saja pemangku kepentingan lain yang bisa


diajak berkolaborasi?

Anggota komunitas sukarelawan bencana alam dari berbagai


komponen masyarakat baik kelompok pemuda, warga
setempat, kelompok radio amatir ataupun kelompok pecinta
alam mungkin adalah mitra yang baik bagi Anda.

49
P ada saat bencana alam terjadi, kebanyakan orang
cenderung panik karena membayangkan dampak yang bisa
ditimbulkan oleh bencana alam baik terhadap manusia, rumah
tinggal, jalan raya, fasilitas umum (pendidikan, kesehatan, dan
peribadatan), maupun alam sekitar.

Dalam kepanikan dan kebutuhan mendapatkan


informasi yang akurat, sebagian pengguna aplikasi
chat cenderung percaya akan informasi yang mereka
dapatkan segera.

Kewaspadaan untuk memastikan informasi tersebut akurat,


jelas dan etis seringkali terlupakan.

Padahal ada saja sebagian kecil pengguna aplikasi chat yang


sengaja memproduksi dan menyebarkan informasi yang tidak
akurat, tidak jelas, dan tidak etis bahkan menyesatkan dalam
suasana genting seperti itu.

Jika Anda ingin menjadi pengguna aplikasi chat yang bijak saat
bencana alam terjadi maka bersikaplah tenang, jangan panik,
dan ikuti sepuluh tahapan di atas, agar Anda jadi pengguna
aplikasi yang bijak saat bencana alam terjadi.

Pengguna aplikasi chat yang tanggap dan bijak perlu menyadari


bahwa teknologi juga berkaitan dengan kerja sama dan

51
kolaborasi, dengan demikian pengguna haruslah menggunakan
aplikasi chat untuk berpartisipasi dan berkolaborasi dalam
mengelola informasi bencana alam dengan sesama pengguna
untuk meminimalkan dampak yang ditimbulkannya.

Dengan bersikap bijak dalam


menggunakan aplikasi chat, Anda
menjadi bagian dari masyarakat yang
kemampuan literasi digitalnya tinggi
dengan menciptakan suasana yang
tenang dan kondusif saat bencana alam
terjadi.

52
Endnotes

i
Lihat selengkapnya dalam Susanto dkk 2016; CFE-DMHA 2015;
Indriasari dkk 2015; Seyle dkk 2013; dan Kusumasari 2012.
ii
Istilah supermarket bencana dikeluarkan oleh Wilmott (2014).
iii
Data tentang kejadian bencana alam selama sepuluh tahun
terakhir bisa dilihat di website resmi BNPB (dibi.bnpb.go.id).
iv
Penjelasan mengenai pentingnya literasi bencana bisa dilihat di
Priyowidodo & Luik 2014
v
Informasi kesiapsiagaan masyarakat terhadap bencana dapat
dilihat pada Buku Saku Tanggap, Tangkas, dan Tangguh
Menghadapi Bencana yang diterbitkan oleh BNPB Nasional.
vi
Kanal informasi daring resmi milik instansi pemerintah terkait ini
dapat Anda temukan pada lampiran.

53
DAFTAR PUSTAKA

Adami, E. (2009). ‘We/YouTube’: Exploting sign-making in


video-interaction. Visual communication, 8 (4), 379-399.
Amri, A., Bird, D. K., Ronan, K., Haynes, K., & Towers, B. (2017).
Disaster risk reduction education in Indonesia: challenges
and recommendations for scalling up. Natural Hazards
and Earth System Sciences, 17, 595-612.
APJII (2017). Infografis penetrasi dan perilaku pengguna internet
di Indonesia survey 2017. Jakarta: Asosiasi Penyelenggara
Jasa Internet Indonesia.
Barton, D., & Lee, C. (2013). Language online: Investigating
digital texts and practices. New York: Routledge.
Baytiyeh, H. (2017). Can disaster risk education reduce
the impacts of recurring disasters on developing
societies? Education and Urban Society, 1-16.
BBC Indonesia. (2016, December 29). Jumlah bencana di
Indonesia mencapai rekor pada 2016. BBC Indonesia.
Retrieved October 2, 2017, from BBC Indonesia: http://
www.bbc.com/indonesia/indonesia-38456759
Bolter, J. D. & Richard, G. (1999). Remediation: Understanding
new media. London: the MIT Press.
Brown, L. M., Haun, J. N., & Peterso, L. M. (2014). A proposed
disaster literacy model. Society for Disaster and Public
Health, 8 (3), 267-275.

54
CFE-DMHA, C. f. (2015). Indonesia disaster management
reference handbook. Hawaii: Centre for Excellence in
Disaster Management & Humanitarian Assistance (CFE-
DMHA).
Chen, D., Wu, J. & Wang, Y. (2011). Unpacking new media
literacy. SYSTEMICS, Cybernetics and Informatics
Volume 9 – Number 2, 85 – 88.
Flew, T. (2014). New media (4th ed.). Oxford: Oxford University
Press.
Fuchs, C. (2014). Social media: A critical introduction. London:
Sage Publications.
Kurnia, N. & Santi, I. A. (2017). Peta gerakan literasi digital
di Indonesia: Studi tentang pelaku, ragam kegiatan,
kelompok sasaran dan mitra. INFORMASI Kajian Ilmu
Komunikasi, 47(2), 149-166.
Lin, T.-B., Li, J.-Y., Deng, F., & Lee, L. (2013). Understanding
new media literacy: An explorative theoretical framework.
Educational Technology & Society, 16(4), 160–170.
Potter, W. J. (2004). Theory of media literacy: A cognitive
approach. London: Sage Publications.
Potter, W. James (2014). Media literacy (7th ed.). London: Sage
Publications.

55
PENGHARGAAN

Apresiasi yang setinggi-tingginya kami berikan kepada:


1. Para peserta focus group discussion (FGD) yaitu Nanang
Mujianto (BPBD Bantul), Asih Kushartati (BPDB Sleman),
Nugroho Budi Wibowo (BMKG DIY Stasiun Geofisika),
Sigit Hadi Prakosa (BMKG DIY Stasiun Klimatologi), Dwi
Afandi (Basarnas DIY), Ahmad Zaki Ali (PMI DIY), Sunarno
(Orari DIY/Departemen Teknik Nuklir & Fisika UGM), dan
Arry Retnowati (Pusat Studi Bencana UGM/Departemen
Geografi UGM), yang telah memberikan saran dan
rekomendasi berguna dalam penyusunan panduan literasi
digital bencana alam ini.
2. Anggota Jaringan Pegiat Literasi Digital (Japelidi) atas
semangatnya menggerakkan beragam aktivitas literasi
digital di Indonesia.
3. Pengurus dan staf pengajar Departemen Ilmu Komunikasi
FISIPOL UGM atas dukungannya terhadap program
pengabdian literasi digital.
4. Tenaga kependidikan Departemen Ilmu Komunikasi,
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, UGM yang terdiri
dari RR. Oktavia Dewi Krisnawati, Artis Retni Mardusari,
Subari, dan Fitriatun Solikhah, atas kontribusinya dalam
menunjang kelancaran administrasi penyusunan panduan
literasi digital bencana alam ini.

56
TENTANG PENULIS

Novi Kurnia, Ph.D.


Penulis adalah staf pengajar dan ketua program studi magister ilmu
komunikasi, Departemen Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan
Ilmu Politik, Universitas Gadjah Mada. Ia memperoleh gelar Doctor
of Philosophy (Ph.D.) dari Flinders University tahun 2014. Saat ini, ia
juga menjadi koordinator Japelidi. Minat risetnya di antaranya adalah
literasi digital, gender dan komunikasi, dan kajian film. Penulis dapat
dihubungi melalui novikurnia@ugm.ac.id.

Zainuddin Muda Z. Monggilo, S.I.Kom., M.A.


Penulis adalah staf pengajar di Departemen Ilmu Komunikasi,
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Gadjah Mada. Ia
memperoleh gelar Master of Arts (M.A.) bidang ilmu komunikasi
dan media dari Universitas Gadjah Mada tahun 2016. Minat risetnya
di antaranya adalah komunikasi digital, media baru, jurnalisme
digital, dan literasi digital. Penulis dapat dihubungi melalui
zainuddinmuda19@ugm.ac.id.

Wisnu Martha Adiputra, S.I.P., M.Si.


Penulis adalah staf pengajar di Departemen Ilmu Komunikasi,
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Gadjah Mada. Ia
memperoleh gelar Master Sains (M.Si.) dari Universitas Gadjah
Mada tahun 2003. Minat risetnya di antaranya adalah literasi digital,
komunikasi digital, media dan budaya populer, dan kebijakan
komunikasi. Penulis dapat dihubungi melalui wisnumartha@ugm.
ac.id.

57
LAMPIRAN

Berikut adalah daftar kanal informasi daring resmi pemerintah


(lingkup nasional dan Daerah Istimewa Yogyakarta) yang bisa
Anda akses untuk mengetahui informasi bencana alam:

Instansi/
No. Lembaga/ Situs Situs Jejaring Sosial
Komunitas
1. Balai www. Facebook: @infoBpptkg
Penyelidikan dan merapi.
Twitter: @BPPTKG
Pengembangan geologi.
Teknologi esdm.go.id Instagram: @bpptkg
Kebencanaan
YouTube: BPPTKG Channel
Geologi
(BPPTKG)

2. Badan Nasional www.bnpb. Facebook: -


Penanggulangan go.id
Twitter: @BNPB_Indonesia
Bencana (BNPB)
Instagram: @bnpb_
indonesia
YouTube: BNPB Indonesia

3. Badan www.bpbd. Facebook: -


Penanggulangan jogjaprov.
Twitter: @Pusdalops_diy
Bencana Daerah go.id
(BPBD) Daerah Instagram: -
Istimewa
YouTube: -
Yogyakarta

58
Instansi/
No. Lembaga/ Situs Situs Jejaring Sosial
Komunitas
4. Badan www.bpbd. Facebook: Pusdalops BPBD
Penanggulangan slemankab. Kabupaten Sleman
Bencana Daerah go.id
Twitter: @pusdalopssleman
(BPBD) Sleman
Instagram: @
pusdalopssleman
YouTube: -
5. Badan www.bpbd. Facebook: -
Penanggulangan bantulkab.
Twitter: @PusdalopsBantul
Bencana Daerah go.id
(BPBD) Bantul Instagram: @pusdalops_
bantul
YouTube: Pusdalops Bantul
6. Badan www.bmkg. Facebook: @InfoBMKG
Meteorologi dan go.id
Twitter: @infoBMKG
Geofisika (BMKG)
Instagram: @infobmkg
YouTube: InfoBMKG
7. Badan www.bmkg. Facebook: -
Meteorologi dan go.id
Twitter: @bmkgjogja
Geofisika (BMKG)
Stasiun Geofisika Instagram: -
Daerah Istimewa
YouTube: -
Yogyakarta
8. Badan - Facebook: Stasiun
Meteorologi Klimatologi Yogyakarta
dan Geofisika
Twitter: @StaklimJogja
(BMKG) Stasiun
Klimatologi Instagram: @staklim_jogja
Daerah Istimewa
YouTube: Staklim
Yogyakarta
Yogyakarta

59
Instansi/
No. Lembaga/ Situs Situs Jejaring Sosial
Komunitas
9. Badan Nasional www. Facebook: -
Pencarian dan basarnas.
Twitter: @SAR_NASIONAL
Pertolongan go.id
(BASARNAS) Instagram: -
YouTube: Basarnas
10. Palang Merah www.pmi. Facebook: @palangmerah
Indonesia (PMI) or.id
Twitter: @palangmerah
Instagram: -
YouTube: Palang Merah
Indonesia
11. Palang Merah www. Facebook: Pmi Diy
Indonesia (PMI) pmidiy.or.id
Twitter: @pmi_diy
Daerah Istimewa
Yogyakarta Instagram: -
YouTube: -
12. Organisasi Amatir www.orari. Facebook: @orari.or.id
Radio Indonesia or.id
Twitter: @orari_or_id
(ORARI)
Instagram: -
YouTube: ORARI TV
13. Organisasi Amatir www.diy. Facebook: -
Radio Indonesia orari.or.id
Twitter: @ordadiy
(ORARI) Daerah
Istimewa Instagram: -
Yogyakarta
YouTube: -

60

Anda mungkin juga menyukai