Anda di halaman 1dari 4

4 Proses Terbentuknya Tanah dan Jenisnya

Tanah adalah bagian dari kerak bumi yang tersusun atas bahan organik dan mineral. Tanah merupakan
bagian vital yang memiliki peran penting dalam semua kehidupan di bumi ini, hal ini disebabkan karena
tanah sangat mendukung kehidupan tumbuhan serta menyediakan unsur hara dan air sekaligus sebagai
penopang akar.

Proses terbentuknya tanah sangat berkaitan dengan faktor pembentuk tanah. Dimana faktor pembentuk tanah
akan mempengaruhi jenis-jenis tanah yang dihasilkan seperti tanah gambut, tanah humus, tanah liat, tanah
aluvial dan lainnya. Proses terbentuknya tanah ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, namun secara umum
proses terbentuknya tanah terbagi menjadi 4 tahapan. 4 tahapan tersebut adalah proses pelapukan batuan,
proses pelunakan struktur, proses tumbuhnya tumbuhan perintis dan yang terakhir adalah proses
penyuburan. Berikut adalah penjelasan dari 4 tahapan proses terbentuknya tanah tersebut.

1. Proses Pelapukan Batuan

Pelapukan adalah peristiwa hancurnya massa batuan, baik itu secara fisik, kimia ataupun biologi. Pada
proses pelapukan batuan ini membutuhkan waktu yang lama. Dimana setiap proses pelapukan pada
umumnya dipengaruhi oleh cuaca sehingga batuan yang telah mengalami pelapukan akan berubah menjadi
tanah. Berikut adalah 3 jenis proses pelapukan secara umum :

a. Pelapukan Fisik – adalah hancur dan lepasnya material batuan tanpa merubah struktur kimiawi dari batuan
tersebut. Pelapukan kimia ini merupakan proses penghancuran bongkahan batuan menjadi bagian-bagian
yang lebih kecil. Beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya pelapukan fisik adalah :

Perbedaan Temperatur – Temperatur disini berpengaruh terhadap pelapukan fisik, dimana batuan akan
mengalami proses pemuaian apabila temperatur panas dan akan mengalami pengecilan volume apabila
temperatur dingin. Apabila hal ini berlangsung dalam jangka waktu yang lama maka lambat laun batuan
tersebut akan terbelah dan pecah menjadi batuan-batuan kecil. ( baca : Pengikisan Tanah oleh Angin )

Erosi – erosi dapat mempengaruhi pelapukan karena air yang membeku diantara batuan volumenya akan
membesar dan yang terjadi adalah air akan membuat tekanan yang dapat merusak struktur batuan.

b. Pelapukan Kimiawi – adalah proses pelapukan massa batuan dimana perubahan susunan kimiawai batuan
lapuk ikut mengalami pelapukan. Proses pelapukan kimia dibagi menjadi 4, yaitu :

Hidrasi – Hidrasi adalah proses pelapukan batuan yang terjadi di permukaan batuan saja.

Hidrolisa – Hidrolisa adalah proses penguraian air atas unsur-unsurnya yang berubah menjadi ion positif dan
denatif.

Oksidasi – Oksidasi adalah proses pengkaratan besi. Batuan yang mengalami proses oksidasi pada umumnya
memiliki warna kecoklatan, hal ini disebabkan karena kandungan besi dalam batuan akan mengalami
pengkaratan. Proses ini memerlukan waktu yang sangat lama akan tetapi batuan akan tetap mengalami
pelapukan.

Karbonasi – adalah proses pelapukan batuan oleh gas karbondioksida. Dimana gas ini terdapat pada air
hujan ketika masih menjadi uap air. Contoh batuan yang mengalami proses karbonasi adalah batuan kapur.

Tidak hanya itu saja, pelapukan secara kimiawi juga disebabkan oleh hujan asam dimana hujan asam
didapatkan dari kondensasi metana, sulfur dan klorida yang terbawa oleh hujan yang bersifat korosif.
c. Pelapukan Biologi – adalah pelapukan yang terjadi disebabkan oleh makhluk hidup. Pelapukan ini terjadi
secara terus menerus setelah tanah terbentuk. Dimana pelapukan biologi ini merupakan pelapukan
penyempurna
dari sifat-sifat tanah yang akan terbentuk.

dari jenis pelapukan diatas proses pembentukan tanah juga dipengaruhi oleh faktor seperti :

1. iklim, dimana iklim mempengaruhi proses pelapukan yg dipengaruhi oleh cuaca 

2. topografi, dimana pembentukan tanah dipengaruhi oleh kemiringan suatu relief dimana semakin miring
suatu lahan maka akan semakin cepat mengalami pengikisan dan semakin cepat terbentuknya sedimentasi di
lahan yg lebih rendah

3. bahan organik, yaitu bahan pembentuk tanah yg berasal dari hasil pelapukan bahan organis seperti sisa
hewan dan tumbuhan yg mati.

4. batuan induk, diaman batuan induk yg menjadi bahan pembentuk tanah yaitu berupa  batuan beku,
sedimen maupun metamorf

5. waktu, waktu menentukan bagaimana tanah terbentuk sehingga waktu akan mempengaruhi kualitas tanah
seperti tanah muda, dewasa dan tua

2. Proses Pelunakan Struktur

Pada proses kali ini batuan rempahan yang terbentuk dari proses pelapukan akan mengalami pelunakan.
Dimana air dan udara adalah 2 komponen yang memegang peran penting dalam proses ini. Air dan udara
tersebut nantinya
akan masuk di sela-sela rempahan batuan untuk melunakkan strukturnya.

Selain dapat membantu dalam proses pelunakan struktur batuan sehingga dapat dijadikan sebagai tempat
hidup, air dan udara juga akan mendorong calon makhluk hidup untuk dapat tumbuh di permukaan. Namun,
perlu diingat bahwa organisme yang dapat berkembang dalam tahap proses ini hanya beberapa saja,
contohnya adalah mikroba dan lumut. Proses pelunakan struktur batuan ini membutuhkan waktu yang lama
seperti pada proses pelapukan.

3. Proses Tumbuhnya Tumbuhan Perintis

Setelah melewati proses pelunakan struktur batuan, maka akan dilanjutkan ke proses tumbuhnya
keanekaragam tumbuhan perintis. Tumbuhan yang dimaksud disini adalah tumbuhan yang lebih besar dari
lumut, sehingga akar-akar yang masuk di dalam batuan yang telah lunak akan membantu proses pemecahan
batuan tersebut. Selain itu, asam humus yang mengalir dari permukaan batuan akan membuat batuan yang
berada di bagian dalam melapuk dengan sempurna. Pada tahap inilah proses pelapukan secara biologi akan
dimulai.

4. Proses Penyuburan

Proses ini adalah proses terakhir dari proses terbentuknya tanah. Pada tahap ini tanah yang terbentuk akan
mengalami proses pengayaan bahan-bahan organik. Dimana tanah yang awalnya hanya mengandung
mineral yang berasal dari proses pelapukan akan bertambah subur dengan adanya pelapukan organik.
Pelapukan organik ini dapat berasal dari hewan ataupun tumbuhan yang mati dipermukaan tanah. Dalam hal
ini mikroorganisme tanah memiliki peran penting dalam proses terbentuknya tanah.

Setelah melewati 4 tahapan tersebut maka tanah sudah terbentuk secara sumpurna. Sehingga tumbuhan dan
hewan autotrof akan mencari makanannya dalam tanah.

Jenis Tanah

Setelah mengetahui proses terbentuknya tanah, berikut adalah beberapa jenis-jenis tanah yang tersebar di
wilayah Indonesia :

Tanah Aluvial – Tanah aluvial atau sering disebut dengan tanah endapan adalah tanah yang terbentuk atas
dasar material halus yang merupakan hasil dari endapan aliran sungai

Tanah Andosol – Tanah andosol sering disebut juga sebagai tanah vulkanis, yang artinya adalah tanah yang
berasal dari abu vulkanik yang telah mengalami proses pelapukan

Tanah Kapur – Tanah kapur sering disebut juga sebagai tanah mediteran, yaitu tanah yang terbentuk dari
batu kapur yang telah mengalami pelapukan

Tanah Regosol – Tanah regosol adalah jenis tanah yang memiliki fisik yang kasar dan berasal dari material
gunung berapi

Tanah Gambut – Tanah gambut atau argonosol adalah jenis tanah yang terbentuk dari sisa-sisa tumbuhan
yang telah mengalami pembusukan Tanah Litosol – Tanah litosol atau azonal adalah tanah yang berasal dari
batuan keras yang telah mengalami proses pelapukan secara sempurna

Tanah Latosol – Tanah latosol adalah tanah yang memiliki zat besi dan alumunium, dimana tanah ini sangat
tua sehingga tingkat kesuburannya menjadi rendah

Tanah Grumusol – Tanah grumusol atau margalith adalah jenis tanah yang terbentuk dari meterial halus dan
berlempung

Tanah Humus – Tanah humus adalah jenis tanah yang terbentuk dari proses pelapukan tumbuhan sehingga
tanah jenis ini mengandung banyak unsur hara dan mineral yang subur

Tanah Laterit – Tanah laterit adalah jenis tanah yang berwarna seperti merah bata yang mengandung banyak
zat besi dan alumnium
Radiasi neto merupakan selisih antara radiasi datang dengan radiasi yang keluar dari suatu sistem. Sistem yang dimaksud dalam

hal ini adalah bumi, sedangkan radiasi masuk berupa radiasi gelombang pendek dari matahari dan radiasi balik dari bumi berupa

gelombang pajang. Daerah yang terletak pada lintang 400 LU- 400- LS memiliki radiasi netto yang positif, sedangkan daerah dengan

lintang lebih tinggi memiliki radiasi netto negatif. Hal ini dapat dilihat pada gambar seperti disamping.  (Ritter 2006).

Ada banyak metode dalam menduga nilai radiasi netto suatu regional, baik yang menggunakan pengukuran langsung dengan alat

seperti radiometer maupun dengan menggunakan citraan satelit. Kisaran pnjang gelombang radiasi spektral satelit yang biasa

diguakan adalah perpaduan antara gelombang pendek (0.28–6.00 µm) dengan gelombang balik yang berupa gelombang panjang

(3.00–100.00 µm) yang kemudian dianalisis dengan mengunakan pengembangan dari metode PIFM ( Particial Improved Flux

Method). Metode ini juga menggunakan data topografi supaya aspek kemiringan dan bentuk dapat diperhitungkan, karena aspek-

aspek seperti ini dapat mempengaruhi ke-validan nilai dari radiasi netto yang dihasilkan. (Duguay 1994)

Untuk mencari radiasi netto dapat dilakukan dengan menggunakan konsep neraca energi.

Rn = H + G + λE + ΔF (1)

Rn = (1- α) Rs + Rl – εσ (Ts + 273,16)4 (2)

Rs= (∑Ei) α-1……………………(3)

Rl = εaσ (Ta + 273,16)4 0,7 (1 + 0,17 N2) (4)

Keterangan:

Keterangan :

Rn        = Radiasi netto (MJ m-2 hari-1)

H         =Perpindahan panas terasa (sensible heat flux) (MJ m-2 hari-1)

G         = Perpindahan panas tanah (soil heat flux)(MJ m-2 hari-1) (Allen, et al. (2001) dan (Chemin, 2003)

Rs           = Radiasi gelombang pendek yang datang (MJ m-2 hari-1)

Ei            = Energi panjang gelombang kanal i yang dipantulkan oleh permukaan (diturunkan dari data satelit)

Rl = Radiasi gelombang panjang yang datang (MJ m-2 hari-1) (Swinbank (1963) dalam Narasimhan dan Srinivasan (2002))

α          = Albedo permukaan (Landsat TM)

Ts        = Suhu permukaan (° C )(Landsat TM)

N         = Persentase awan

ε           = Emisivitas permukaan (Weng, 2001)

σ          = Tetapan Stefan Bolztman (4,90 X 10-9 MJ m-2 hari-1 K-4)

Anda mungkin juga menyukai