Anda di halaman 1dari 12

Arti Sebuah Persahabatan

 
 
Pada dahulu kala hiduplah seekor kura-kura dan seekor burung elang.
Walaupun sang kura-kura dan elang jarang bertemu karena sang kura-kura
lebih banyak menghabiskan waktu disemak-semak sedangkan sang elang
lebih banyak terbang, namun tidak menghalangi sang elang untuk selalu
mengunjungi teman kecilnya yang baik hati, sang kura-kura.

Keluarga sang kura-kura sangat ramah dan selalu menyambut kedatangan


sang elang dengan gembira. Mereka juga selalu memberi sang elang
makanan dengan sangat royalnya. Sehingga sang elang selalu berkali-kali
datang karena makanan gratis dari keluarga kura-kura tersebut. Setiap kali
sehabis makan dari keluarga kura-kura sang elang selalu menertawakan
sang kura-kura : "ha ha betapa bodohnya si kura-kura, aku dapat merasakan
kenikmatan dari makanan yang selalu dia berikan, namun tidak mungkin dia
dapat merasakan nikmatnya makananku karena sarangku yang terletak jauh
diatas gunung"

Karena begitu seringnya sang elang menertawakan dan dengan egoisnya


menghabiskan makanan sang kura-kura, maka seluruh hutan mulai
menggunjingkan sikap sang elang tersebut. Para penghuni hutan tersebut
merasa tidak suka dengan sikap seenaknya sang elang kepada sang kura-
kura yang baik hati. Suatu hari seekor kodok memanggil kura-kura yang
sedang berjalan dekat sungai. "Hai temanku sang kura-kura, berilah aku
semangkok kacang polong, maka aku akan memberikan kata-kata bijak
untukmu" seru sang kodok. Setelah menghabiskan semangkuk kacang polong
dari sang kura-kura, sang kodok berkata lagi: "kura-kura, sahabatmu sang
elang telah menyalahgunakan persahabatan dan kebaikan hatimu. Setiap
kali sehabis bertamu di sarangmu, selalu saja dia mengejekmu dengan
berkata " ha ha betapa bodohnya si kura-kura, aku dapat merasakan
kenikmatan dari makan yang selalu dia berikan, namun tidak mungkin dia
dapat merasakan nikmatnya makananku karena sarangku yang terletak jauh
diatas gunung". Pada suatu hari nanti sang elang akan datang kembali dan
akan meminta sekeranjang makanan darimu dan berjanji akan memberikan
makanan kepadamu dan anak-anakmu"

Benarlah yang dikatakan oleh sang kodok, sang elang datang dengan
membawa keranjang dan seperti biasanya sang elang menikmati makanan
dari sang kura-kura. Sang elang berkata: "hai temanku kura-kura, ijinkan
aku mengisi keranjangku dengan makanan darimu, maka akan kukirimkan
kepada anak istriku dan istriku akan memberimu makanan buatannya untuk
istri dan anakmu". Kemudian sang elang terbang dan kembali menertawakan
sang kura-kura. Maka segeralah sang kura-kura masuk kedalam keranjang
tersebut dan ditutupi dengan sayuran buah-buahan oleh istrinya, sehingga
tidak terlihat. Ketika sang elang kembali, istri sang kura-kura mengatakan
bahwa suaminya baru saja pergi dan memberikan keranjang penuh berisi
makanan kepada sang elang. Sang elang segera bergegas terbang sambil
membawa keranjang tersebut.

Kembali dia menertawakan kebodohan sang kura-kura. Namun kali ini sang
kura-kura mendengar sendiri perkataannya. Sampailah mereka di sarang
sang elang, dan sang elang segera memakan isi keranjang tersebut sampai
habis. Betapa terkejutnya melihat sang kura-kura keluar dari keranjang
tersebut. "Hai temanku sang elang, engkau sudah sering mengunjungi
sarangku namun belum pernah sekalipun aku mengunjungi sarangmu.
Kelihatannya akan sangat berbahagianya aku kalau dapat menikmati
makananmu seperti engkau menikmati makananku." Betapa marahnya sang
elang karena merasa tersindir. Dengan marah ia mematuk sang kura-
kura.Namun berkat batok rumah sang kura-kura yang keras, kura-kura
tidak dapat dipatuk oleh sang elang. Dengan sedihnya sang kura-kura
berkata: "Aku telah melihat persahabatan macam apa yang engkau
tawarkan padaku hai sang elang. Betapa kecewanya aku. Baiklah antarkan
aku kembali ke sarangku dan persahabatan kita akan berakhir." Sang
elangpun berkata :"Baiklah kalau itu maumu. Aku akan membawamu pulang"
Namun timbul pikiran jahat pada diri sang elang. "Aku akan menjatuhkanmu
dan memakan sisa-sisa dirimu" pikirnya lagi.

Begitulah, sang kura-kura memegang kaki sang elang yang terbang tinggi.
"lepaskan kakiku" seru sang elang marah. Dengan sabar sang kura-kura
menjawab: "Aku akan melepaskan kakimu apabila engkau sudah
mengantarkanku pulang ke sarangku" dengan kesal sang elang pun terbang
tinggi, menungkik dan menggoyang-goyangkan kakinya dengan harapan sang
kura-kura akan jatuh. Namun tidak ada gunanya. Akhirnya dia menurunkan
sang kura-kura di sarangnya, dan segera terbang tinggi dengan perasaan
malu.

Ketika sang elang terbang, sang kura-kura berseru : " Hai temanku
persahabatan membutuhkan rasa saling membagi satu dengan lainnya. Aku
menghargaimu dan kaupun menghargaiku. Namun bagaimanapun, sejak
engkau menjadikan persahabatan kita hanya permainan, mentertawakan
keramahan keluargaku dan aku maka sebaiknya engkau tidak usah lagi
datang kepadaku".
Laba-laba, kelinci dan sang bulan

ang bulan terlihat sedih karena sudah lama ia melihat banyak kejadian di dunia dan juga

melihat banyak ketakutan yang dialami oleh manusia. Untuk membuat manusia menjadi

tidak takut, sang bulan berupaya mengirimkan pesan kepada manusia melalui temannya

sang laba-laba yang baik hati.

"Hai sang laba-laba, manusia di bumi sangatlah takut untuk mati dan hal itu membuat

mereka menjadi sangat sedih. Cobalah tenangkan manusia-manusia itu bahwa cepat

atau lambat manusia pasti akan mati, sehingga tidak perlu mereka untuk merasa sedih",

seru sang Bulan kepada temannya sang laba-laba.

Dengan perlahan-lahan sang laba-laba turun kembali ke bumi, dan dengan sangat hati-

hati ia meniti jalan turun melalui untaian sinar bulan dan sinar matahari. Di perjalannnya

turun ke bumi, sang laba-laba bertemu dengan si kelinci.

"Hendak kemanakah engkau hai sang laba-laba ?" tanya si kelinci penuh rasa ingin tahu.

"Aku sedang menuju bumi untuk memberitahukan manusia-manusia pesan dari temanku

sang Bulan" sahut sang laba-laba menjelaskan. "oohh perjalananmu sangatlah jauh

wahai sang laba-laba. Bagaimana jika kamu memberitahukan pesan sang Bulan

kepadaku dan aku akan membantumu memberitahukan kepada manuisa-manusia itu"

seru si kelinci. "hemm.. baiklah, aku akan memberitahukan pesan dari sang Bulan

kepadamu." jawab sang laba-laba. "Sang Bulan ingin memberitahukan manusia-manusia

di bumi bahwa mereka akan cepat atau lambat mati ........." lanjut sang laba-laba.

Belum habis sang laba-laba menjelaskan, si kelinci sudah meloncat pergi sambil

menghapalkan pesan sang laba-laba. " Yah, beritahukan manusia bahwa mereka semua

akan mati" serunya sambil meloncat-loncat dengan cepatnya. Sang Kelinci


memberitahukan manusia pesan yang diterimanya. Manusia menjadi sangat sedih dan

ketakutan.

Sang laba-laba segera kembali kepada sang Bulan dan memberitahukan apa yang

terjadi. Sang bulan sangat kecewa dengan si kelinci, dan ketika si kelinci kembali sang

bulan mengutuk si kelinci karena telah lalai mendengarkan pesan sang Bulan dengan

lengkap.

Karena itu sampai saat ini si kelinci tidak dapat bersuara lagi. Bagaimana dengan sang

laba-laba? Sang bulan menugaskan sang laba-laba untuk terus menyampaikan pesan

kepada manusia-manusia di bumi tanpa boleh menitipkan pesannya kepada siapapun

yang dijumpainya. Oleh karena itu sampai pada saat ini kita masih dapat melihat sang

laba-laba dengan tekunnya merajut pesan sang bulan di pojok-pojok ruangan. Namun

berapa banyakkah dari kita manusia yang telah melihat pesan sang Bulan tersebut?
Kera dan Ayam

Pada jaman dahulu, tersebutlah seekor ayam yang bersahabat dengan seekor kera.

Namun persahabatan itu tidak berlangsung lama, karena kelakuan si kera. Pada suatu

petang Si Kera mengajak si ayam untuk berjalan-jalan. Ketika hari sudah petang si Kera

mulai merasa lapar. Kemudian ia menangkap si Ayam dan mulai mencabuti bulunya. Si

Ayam meronta-ronta dengan sekuat tenaga. Akhirnya, ia dapat meloloskan diri.

Ia lari sekuat tenaga. Untunglah tidak jauh dari tempat itu adalah tempat kediaman si

Kepiting. Si Kepiting adalah teman sejati darinya. Dengan tergopoh-gopoh ia masuk ke

dalam lubang kediaman si Kepiting. Disana ia disambut dengan gembira. Lalu Si

Kepiting menceritakan semua kejadian yang dialaminya, termasuk penghianatan si Kera.

Mendengar hal itu akhirnya si Kepiting tidak bisa menerima perlakuan si Kera. Ia

berkata, "marilah kita beri pelajaran kera yang tahu arti persahabatan itu." Lalu ia

menyusun siasat untuk memperdayai si Kera. Mereka akhirnya bersepakat akan

mengundang si Kera untuk pergi berlayar ke pulau seberang yang penuh dengan buah-

buahan. Tetapi perahu yang akan mereka pakai adalah perahu buatan sendiri dari tanah

liat.

Kemudian si Ayam mengundang si Kera untuk berlayar ke pulau seberang. Dengan

rakusnya si Kera segera menyetujui ajakan itu. Beberapa hari berselang, mulailah

perjalanan mereka. Ketika perahu sampai ditengah laut, mereka lalu berpantun. Si Ayam

berkokok "Aku lubangi ho!!!" Si Kepiting menjawab "Tunggu sampai dalam sekali!!"

Setiap kali berkata begitu maka si ayam mencotok-cotok perahu itu. Akhirnya perahu

mereka itu pun bocor dan tenggelam. Si Kepiting dengan tangkasnya menyelam ke
dasar laut. Si Ayam dengan mudahnya terbang ke darat. Tinggallah Si Kera yang

meronta-ronta minta tolong. Karena tidak bisa berenang akhirnya ia pun mati tenggelam.

Kutukan Raja Pulau Mintin

Pada zaman dahulu, terdapatlah sebuah kerajaan di Pulau Mintin daerah Kahayan

Hilir. Kerajaan itu sangat terkenal akan kearifan rajanya. Akibatnya, kerajaan itu

menjadi wilayah yang tenteram dan makmur.

Pada suatu hari, permaisuri dari raja tersebut meninggal dunia. Sejak saat itu raja

menjadi murung dan nampak selalu sedih. Keadaan ini membuatnya tidak dapat

lagi memerintah dengan baik. Pada saat yang sama, keadaan kesehatan raja

inipun makin makin menurun. Guna menanggulangi situasi itu, raja berniat untuk

pergi berlayar guna menghibur hatinya.

Untuk melanjutkan pemerintahan maka raja itu menyerahkan tahtanya pada kedua

anak kembarnya yang bernama Naga dan Buaya. Mereka pun menyanggupi

keinginan sang raja. Sejak sepeninggal sang raja, kedua putranya tersebut

memerintah kerajaan. Namun sayangnya muncul persoalan mendasar baru.

Kedua putra raja tersebut memiliki watak yang berbeda. Naga mempunyai watak

negatif seperti senang berfoya-foya, mabuk-mabukan dan berjudi. Sedangkan

buaya memiliki watak positif seperti pemurah, ramah tamah, tidak boros dan suka

menolong.

Melihat tingkah laku si Naga yang selalu menghambur-hamburkan harta kerajaan,

maka si Buayapun marah. Karena tidak bisa dinasehati maka si Buaya memarahi

si Naga. Tetapi rupaya naga ini tidak mau mendengar. Pertengkaran itu berlanjut

dan berkembang menjadi perkelahian. Prajurit kerajaan menjadi terbagi dua,


sebahagian memihak kepada Naga dan sebagian memihak pada Buaya.

Perkelahian makin dahsyat sehingga memakan banyak korban.

Dalam pelayarannya, Sang raja mempunyai firasat buruk. Maka ia pun mengubah

haluan kapalnya untuk kembali ke kerajaanya. Betapa terkejutnya ia ketika

menyaksikan bahwa putera kembarnya telah saling berperang. Dengan berang ia

pun berkata,"kalian telah menyia-nyiakan kepercayaanku. Dengan peperangan ini

kalian sudah menyengsarakan rakyat. Untuk itu terimalah hukumanku. Buaya

jadilah engkau buaya yang sebenarnya dan hidup di air. Karena kesalahanmu

yang sedikit, maka engkau akan menetap di daerah ini. Tugasmu adalah menjaga

Pulau Mintin. Sedangkan engkau naga jadilah engkau naga yang sebenarnya.

Karena kesalahanmu yang besar engkau akan tinggal di sepanjang Sungai

Kapuas. Tugasmu adalah menjaga agar Sungai Kapuas tidak ditumbuhi Cendawan

Bantilung."

Setelah mengucapkan kutukan itu, tiba-tiba langit gelap dan petir menggelegar.

Dalam sekejap kedua putranya telah berubah wujud. Satu menjadi buaya. Yang

lainnya menjadi naga.


La Dana dan Kerbaunya

La Dana adalah seorang anak petani dari Toraja. Ia sangat terkenal akan

kecerdikannya. Kadangkala kecerdikan itu ia gunakan untuk memperdaya orang.

Sehingga kecerdikan itu menjadi kelicikan.

Pada suatu hari ia bersama temannya diundang untuk menghadiri pesta kematian.

Sudah menjadi kebiasaan di tanah toraja bahwa setiap tamu akan mendapat daging

kerbau. La Dana diberi bagian kaki belakang dari kerbau. Sedangkan kawannya

menerima hampir seluruh bagian kerbau itu kecuali bagian kaki belakang.

Lalu La Dana mengusulkan pada temannya untuk menggabungkan daging-daging

bagian itu dan menukarkannya dengan seekor kerbau hidup. Alasannya adalah mereka

dapat memelihara hewan itu sampai gemuk sebelum disembelih. Mereka beruntung

karena usulan tersebut diterima oleh tuan rumah.

Seminggu setelah itu La Dana mulai tidak sabar menunggu agar kerbaunya gemuk.

Pada suatu hari ia mendatangi rumah temannya, dimana kerbau itu berada, dan

berkata "Mari kita potong hewan ini, saya sudah ingin makan dagingnya." Temannya

menjawab, "Tunggulah sampai hewan itu agak gemuk." Lalu La Dana mengusulkan,

"Sebaiknya kita potong saja bagian saya, dan kamu bisa memelihara hewan itu

selanjutnya." Kawannya berpikir, kalau kaki belakang kerbau itu dipotong maka ia akan

mati. Lalu kawannya membujuk La Dana agar ia mengurungkan niatnya. Ia menjanjikan

La Dana untuk memberinya kaki depan dari kerbau itu.

Seminggu setelah itu La Dana datang lagi dan kembali meminta agar bagiannya

dipotong. Sekali lagi kawannya membujuk. Ia dijanjikan bagian badan kerbau itu asal La
Dana mau menunda maksudnya. Baru beberapa hari berselang La Dana sudah

kembali kerumah temannya. Ia kembali meminta agar hewan itu dipotong.

Kali ini kawannya sudah tidak sabar, dengan marah ia pun berkata, "Kenapa kamu

tidak ambil saja kerbau ini sekalian! Dan jangan datang lagi untuk mengganggu saya."

La dana pun pulang dengan gembiranya sambil membawa seekor kerbau gemuk.

Kelelawar Yang Pengecut

Di sebuah padang rumput di Afrika, seekor Singa sedang menyantap makanan. Tiba-

tiba seekor burung elang terbang rendah dan menyambar makanan kepunyaan Singa.

“Kurang ajar” kata singa. Sang Raja hutan itu sangat marah sehingga memerintahkan

seluruh binatang untuk berkumpul dan menyatakan perang terhadap bangsa burung.

“Mulai sekarang segala jenis burung adalah musuh kita”, usir mereka semua, jangan

disisakan !” kata Singa. Binatang lain setuju sebab mereka merasa telah diperlakukan

sama oleh bangsa burung. Ketika malam mulai tiba, bangsa burung kembali ke

sarangnya.

Kesempatan itu digunakan oleh para Singa dan anak buahnya untuk menyerang.

Burung-burung kocar-kacir melarikan diri. Untung masih ada burung hantu yang dapat

melihat dengan jelas di malam hari sehingga mereka semua bisa lolos dari serangan

singa dan anak buahnya.

Melihat bangsa burung kalah, sang kelelawar merasa cemas, sehingga ia bergegas

menemui sang raja hutan. Kelelawar berkata,”Sebenarnya aku termasuk bangsa tikus,

walaupun aku mempunyai sayap. Maka izinkan aku untuk bergabung dengan

kelompokmu, Aku akan mempertaruhkan nyawaku untuk bertempur melawan burung-

burung itu”. Tanpa berpikir panjang singa pun menyetujui kelelawar masuk dalam

kelompoknya.
Malam berikutnya kelompok yang dipimpin singa kembali menyerang kelompok burung

dan berhasil mengusirnya. Keesokan harinya, menjelang pagi, ketika kelompok Singa

sedang istirahat kelompok burung menyerang balik mereka dengan melempari kelompok

singa dengan batu dan kacang-kacangan. “Awas hujan batu,” teriak para binatang

kelompok singa sambil melarikan diri. Sang kelelawar merasa cemas dengan hal

tersebut sehingga ia berpikiran untuk kembali bergabung dengan kelompok burung. Ia

menemui sang raja burung yaitu burung Elang. “Lihatlah sayapku, Aku ini seekor burung

seperti kalian”. Elang menerima kelelawar dengan senang hati.

Pertempuran berlanjut, kera-kera menunggang gajah atau badak sambil memegang

busur dan anak panah. Kepala mereka dilindungi dengan topi dari tempurung kelapa

agar tidak mempan dilempari batu. Setelah kelompok singa menang, apa yang dilakukan

kelelawar ?. Ia bolak balik berpihak kepada kelompok yang menang. Sifat pengecut dan

tidak berpendirian yang dimiliki kelelawar lama kelamaan diketahui oleh kedua kelompok

singa dan kelompok burung.

Mereka sadar bahwa tidak ada gunanya saling bermusuhan. Merekapun bersahabat

kembali dan memutuskan untuk mengusir kelelawar dari lingkungan mereka. Kelelawar

merasa sangat malu sehingga ia bersembunyi di gua-gua yang gelap. Ia baru

menampakkan diri bila malam tiba dengan cara sembunyi-sembunyi.


Puteri Junjung Buih

Tersebutlah kisah sebuah kerajaan bernama Amuntai di Kalimantan Selatan. Kerajaan

itu diperintah oleh dua bersaudara. Raja yang lebih tua bernama Patmaraga, atau diberi

julukan Raja Tua. Adiknya si Raja muda bernama Sukmaraga. Kedua raja tersebut

belum mempunyai putera ataupun puteri.

Namun diantara keduanya, Sukmaraga yang berkeinginan besar untuk mempunyai

putera. Setiap malam ia dan permaisurinya memohon kepada para dewa agar dikarunia

sepasang putera kembar. Keinginan tersebut rupanya akan dikabulkan oleh para dewa.

Ia mendapat petunjuk untuk pergi bertapa ke sebuah pulau di dekat kota Banjarmasin.

Di dalam pertapaannya, ia mendapat wangsit agar meminta istrinya menyantap bunga

Kastuba. Sukmaraga pun mengikuti perintah itu. Benar seperti petunjuk para dewa,

beberapa bulan kemudian permaisurinya hamil. Ia melahirkan sepasang bayi kembar

yang sangat elok wajahnya.

Mendengar hal tersebut, timbul keinginan Raja Tua untuk mempunyai putera pula.

Kemudian ia pun memohon kepada para dewa agar dikarunia putera. Raja Tua

bermimpi disuruh dewa bertapa di Candi Agung, yang terletak di luar kota Amuntai. Raja

Tua pun mengikuti petunjuk itu. Ketika selesai menjalankan pertapaan, dalam perjalanan

pulang ia menemukan sorang bayi perempuan sedang terapung-apung di sebuah

sungai. Bayi tersebut terapung-apung diatas segumpalan buih. Oleh karena itu, bayi

yang sangat elok itu kelak bergelar Puteri Junjung Buih.


Raja Tua lalu memerintahkan pengetua istana, Datuk Pujung, untuk mengambil bayi

tersebut. Namun alangkah terkejutnya rombongan kerajaan tersebut, karena bayi itu

sudah dapat berbicara. Sebelum diangkat dari buih-buih itu, bayi tersebut meminta untuk

ditenunkan selembar kain dan sehelai selimut  yang harus diselesaikan dalam waktu

setengah hari. Ia juga meminta untuk dijemput dengan empat puluh orang wanita cantik.

Raja Tuapun lalu menyayembarakan permintaan bayi tersebut. Ia berjanji untuk

mengangkat orang yang dapat memenuhi permintaan bayi tersebut menjadi pengasuh

dari puteri ini. Sayembara itu akhirnya dimenangkan oleh seorang wanita bernama Ratu

Kuripan. Selain pandai menenun, iapun memiliki kekuatan gaib. Bukan hanya ia dapat

memenuhi persyaratan waktu yang singkat itu, Ratu Kuripan pun menyelesaikan

pekerjaannya dengan sangat mengagumkan. Kain dan selimut yang ditenunnnya

sangatlah indah. Seperti yang dijanjikan, kemudian Raja Tua mengangkat Ratu Kuripan

menjadi pengasuh si puteri Junjung Buih. Ia ikut berperanan besar dalam hampir setiap

keputusan penting menyangkut sang puteri.

Anda mungkin juga menyukai