Anda di halaman 1dari 4

SANG BANGAU DAN KERA

Pendongeng | June 20, 2012 | Cerita Rakyat, Dongeng, Nusantara | 17 Comments

Sang bangau punya kaki dan leher yang panjang.


Sayapnya kuat dan lebar sehingga ia mampu terbang tinggi dan jauh.
Makanan kesukaannya adalah kodok. Selain itu ia suka belalang, ulat pohon,
dan bekicot. Sang bangau bersahabat dengan sang kera. Sang bangau sering
membantu mencari kutu sang kera. Jika bepergian jauh, sang bangau
biasanya menerbangkan sang kera. Akan tetapi, sang kera yang licik dan
khianat selalu ingin enaknya saja.
Pernah sang kera minta tolong sang bangau untuk menangkap ikan di sebuah
kolam. Sementara sang bangau bekerja, sang kera makan sampai kenyang.
Setelah selesai, sang bangau hanya mendapat bagian sedikit, karena
sebagian telah disembunyikan terlebih dulu oleh sang kera. Atas perlakuan
yang demikian, sang bangau sudah tentu sakit hati. Namun tidak sampai
memutuskan hubungan. Mereka tampak rukun-rukun saja. Sampai pada
suatu hari sang kera ingin menipu sang bangau lagi. Sang kera ingin pergi ke
Pulau Medang yang terkenal buah sawonya. Tetapi bagaimana caranya untuk
bisa ke sana karena kera yakin tidak ada satu pun dari temannya yang mau
meminjamkan perahu kepadanya. Satu-satunya harapan adalah sang
bangau. Ia mencari akal bagaimana agar sang bangau mau
menerbangkannya ke Pulau Medang.
Pada saat kelaparan melanda warga bangau, diajaklah sang bangau pergi ke
Pulau Medang. Sang kera bercerita bahwa di Pulau Medang pasti terdapat
kodok yang banyak, karena pulau itu tidak berpenghuni. Tanpa curiga sedikit
pun, sang bangau tidak menolak tawaran sang kera. Maka, ditentukanlah hari
keberangkatan mereka. Keduanya berangkat dengan penuh harapan
memperoleh kehidupan yang layak di pulau seberang. Bangau sahabatku,
kata sang kera. Sesampai di Medang nanti saya akan membuat perahu dari
tanah liat. Apakah kera sekarang sudah begitu pandai sehingga bisa
membikin perahu? tanya sang bangau dengan nada tak percaya.

Sudah lama saya pergi ke negeri orang-orang pandai belajar membuat


perahu. Sekarang saya baru bisa membuat perahu dari tanah liat, jawab
sang kera. Yang Penting, sang bangau harus membantu saya
mengumpulkan tanah liatnya, lanjut sang kera.
Sesuai dengan kesepakatan, pada suatu hari sang bangau berangkat
menerbangkan sang kera menuju Medang pulau harapan. Setelah beberapa
saat terbang, tampaklah dari kejauhan Pulau Medang yang menghijau. Di
atas punggung sang bangau, sang kera telah membayangkan buah-buah
sawo yang harum baunya dan manis rasanya. Sang kera menyuruh sang
bangau terbang lebih cepat. Namun, apa daya. Sang bangau kecapaian, tidak
mampu terbang lebih cepat lagi. Apalagi sang kera terus-menerus mengajak
bercakap-cakap sambil duduk enak di atas punggung sang bangau. Dengan
sisa tenaga yang ada, akhirnya mereka sampai ke Pulau Medang. Dengan
napas terengah-engah sang bangau mendarat dengan selamat. Mereka
beristirahat sebentar menikmati pemandangan indah di pulau yang sunyi itu.
Sementara sang bangau masih kelelahan setelah terbang dengan beban
tubuh sang kera yang berat. Sang kera sudah berada di atas pohon sawo
dengan wajah berseri. Ia melompat dari pohon sawo yang satu ke pohon
sawo yang lain. Mulutnya mengunyah buah-buah sawo yang masak tanpa
berhenti. Kodok yang diperkirakan melimpah ruah tidak ada seekor pun.
Terpaksa sang bangau hanya berbaring melepaskan lelah. Sesekal, ia
menangkap kepiting kecil yang lewat di dekatnya. Namun, karena sang
bangau tidak biasa makan kepiting, perutnya terasa agak mual. Sementara
itu, sang kera telah tertidur di atas pohon. Perutnya tampak membiru tanda
kekenyangan.
Setelah sang kera bangun, berkatalah sang bangau, Sang kera, Anda telah
kenyang di sini. Makanan berlimpah. Kodok dan belalang yang Anda janjikan
tidak ada di sini. Oleh karena itu, saya tidak mungkin tingggal di sini. Saya
akan kembali ke kampung halamanku. Dengan buah sawo yang berlimpah di
sini, anda bisa hidup tujuh turunan. Oleh karena itu, besok saya akan pulang.
Saya akan menceriterakan kepada warga kera tentang hutan sawo mu.

Jangan begitu, kata sang kera. Mana mungkin saya hidup sendirian di
sini.
Tetapi saya tidak mungkin hidup di daerah tanpa kodok seperti ini, jawab
sang bangau agak jengkel.
Kalau begitu baiklah. Mari terbangkan saya pulang ke kampung
bersamamu, ujar sang kera. Maaf sang kera, sayapku belum begitu pulih
untuk bisa terbang dengan beban tubuhmu. Jangankan terbang dengan sang
kera. Terbang sendiri pun belum tentu kuat.
Kalau begitu kita tunggu saja sampai Anda pulih kembali kekuatannya.
Sang bangau menjawab, Mana mungkin aku harus menunggu. Apa yang
harus saya makan? Apa saya harus mati kelaparan di sini sementara kamu
punya buah sawo yang berlimpah? Saya kira kamu dapat pulang sendiri
dengan perahu. Kamu dapat membuat perahu kan.
Sang kera tertunduk malu. la ingat akan kebohongannya. Sebenarnya ia
hanya punya sedikit keahlian membuat perahu. Namun, karena malunya
kepada sang bangau, ia berkata, Kalau begitu bantulah saya mencari tanah
liat. Nanti saya yang menempanya.
Singkat cerita, perahu itu sudah jadi. Mereka mendorong ke tengah lautan,
dan berangkatlah mereka berdua. Sang kera naik perahu dengan perasaan
takut sekali.
Sesekali, perahu itu diterjang ombak. Wajah sang kera menjadi pucat.
Sebaliknya, sang bangau selalu bernyanyi: Curcur humat, curcur hurnat, bila
hancur saya selamat, bila hancur saya selamat.
Tentu saja sang bangau dapat terbang jika perahu itu hancur diterpa ombak.
Kemungkinan untuk hancur memang ada, karena perahu itu hanya dibuat
dari tanah liat oleh kera yang tidak ahli.
Sementara itu, mereka telah berlayar jauh ke tengah lautan. Pulau Sumbawa
sebagai kampung halamannya telah tampak dari kejauhan. Tiba-tiba badai
bertiup dengan kencang. Hujan pun turun dengan lebat. Ombak lautan

bergulung-gulung menerpa perahu mereka. Dalam waktu yang singkat,


perahu itu pecah berantakan. Sang bangau segera terbang, sedangkan sang
kera dengan susah payah mencoba berenang. Namun, tubuhnya yang kecil
tidak mampu melawan derasnya arus dan besarnya gelombang lautan yang
kian mengganas. Akhirnya, sang kera mati ditelan ombak lautan.
Lautan tenang kembali. Nun di atas langit tampak sang bangau terbang
dengan tenang menuju kampung halamannya.

Anda mungkin juga menyukai