Anda di halaman 1dari 16

PENERAPAN SMART SYSTEM SEBAGAI METODE PENGUKURAN KINERJA

PERUSAHAAN (STUDI KASUS PADA UKM HENTORO LEATHER )

Ranti Putri Pratiwi


Universitas Gunadarma
Antie.pratiwi@gmail.com

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi strategi objektif perusahaan


berdasarkan model SMART (Strategic Management Analysis and Reporting Technique)
System, mengukur kinerja dan menganalisis pencapaian target dari strategi objektif, dan
menganalisis skala prioritas perbaikan strategi objektif untuk meningkatkan kinerja
perusahaan. Metode penelitian adalah Identifikasi Strategi Objektif dan Key Performance
Indicator (KPI), Penstrukturan Key Performance Indicator (KPI), Pembobotan Key
Performance Indicator, dan Penilaian Kinerja. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa
terdapat 22 strategi objektif dan 28 key performance indicators ( KPI ). Hasil
pengukuran menunjukkan bahwa kinerja perusahaan cukup baik, terutama pada level
departemen dan pusat kerja, dan level unit operasi bisnis. Maka dari itu terdapat
kemungkinan di periode mendatang level unit bisnis akan terjadi peningkatan kinerja.
Sebagai prioritas pertama, perbaikan dan peningkatan strategi objektif dilakukan pada
level Departemen dan Pusat Kerja, pada level ini yang menjadi prioritas utama adalah
peningkatan kualitas sistem informasi. Prioritas kedua adalah perbaikan dan peningkatan
strategi objektif dilakukan pada level Unit Operasi Bisnis, pada level ini yang menjadi
prioritas utama adalah peningkatan pemeliharaan peralatan produksi. Prioritas ketiga
adalah perbaikan dan peningkatan strategi objektif dilakukan pada level Unit Bisnis, pada
level ini yang menjadi prioritas utama adalah peningkatan pemesanan hasil produksi.

Kata Kunci : Pengukuran Kinerja, Smart System, UKM

PENDAHULUAN

Pengukuran kinerja perusahaan menjadi hal yang sangat penting bagi manajemen
untuk melakukan evaluasi terhadap performa perusahaan dan perencanaan tujuan di masa
mendatang. Berbagai informasi di himpun agar pekerjaan yang dilakukan dapat
dikendalikan dan dipertanggungjawabkan. Hal ini dilakukan untuk mencapai efisiensi
dan efektivitas pada seluruh proses bisnis perusahaan. Namun selama ini, pengukuran
kinerja perusahaan cenderung lebih memfokuskan terhadap sisi keuangan saja.
Kecenderungan seperti ini berdampak kurang baik terhadap sustainbilitas bisnis
perusahaan. Sebab hasil pengukuran kinerja secara parsial tersebut cenderung akan
mengaburkan bahkan menyembunyikan kemampuan perusahaan sebenarnya dalam
mencapai nilai ekonomis di masa datang. Banyak pimpinan perusahaan dinilai sukses
jika berhasil mencapai suatu tingkat keuangan tertentu. Oleh karena itu, banyak
perusahaan yang berusaha untuk meningkatkan keuntungan dengan cara apapun. Hal ini
dapat menyebabkan perusahaan terjebak pada orientasi jangka pendek dan mengabaikan
kelangsungan bisnis jangka panjang dari perusahaan tersebut.
Sementara itu, metode pengukuran kinerja (performance measurement) telah
berkembang pesat. Para akademisi dan praktisi telah banyak mengimplementasikan
model-model baru dari sistem pengukuran kinerja perusahaan, antara lain Balanced
Scorecard (Kaplan dan Norton, 1996), Integrated Performance Measurement System
(IPMS) (Bititci et al, 1997), dan SMART System (Galayani et al, 1997). Implementasi
sistem pengukuran kinerja dalam konteks perusahaan di Indonesia telah banyak
dilakukan. Akan tetapi aplikasi pengukuran kinerja pada perusahaan industri kecil dan
menengah dirasa kurang, padahal perusahaan industri kecil dan menengah di Indonesia
sangat signifikan jumlahnya dan memiliki tingkat kontribusi yang relatif besar dalam
perekonomian Indonesia serta daya tahan ketika guncangan krisis moneter, industri kecil
dan menengah lebih baik dibanding industri besar.
Pada umumnya, hingga saat ini di Indonesia masih banyak perusahaan berskala
kecil dan menengah (UKM) menjalankan bisnisnya tanpa memiliki visi, misi, dan strategi
manajemen yang jelas. Bahkan tidak sedikit dari perusahaan-perusahaan tersebut tidak
pernah melakukan penilaian terhadap kinerja bisnisnya. Sehingga meskipun daya tahan
terhadap guncangan ekonomi terbukti kuat, tetapi daya saing bisnisnya di pasar domestik
maupun internasional tergolong rendah. Kondisi seperti ini tidak menguntungkan bagi
upaya pengembangan UKM dan mewujudkan UKM sebagai pilar ekonomi yang kuat
untuk menunjang pertumbuhan ekonomi.
Berdasarkan kondisi itulah, perlu dilakukan upaya penelaahan terhadap strategi
bisnis UKM dalam kerangka pengembangan kinerja UKM yang berfokus pada
peningkatan daya saing di masa datang. Untuk itu perlu model pengembangan kinerja
UKM berdasarkan sistem penilaian kinerja yang sesuai dengan sifat dan karakteristik
UKM. Gambaran mengenai kinerja perusahaan bisa didapatkan dari dua sumber, yakni
informasi finansial dan informasi nonfinansial. Informasi finansial didapatkan dari
penyusunan anggaran untuk mengendalikan Biaya. Sedangkan informasi nonfinansial
merupakan faktor kunci untuk menetapkan strategi yang dipilih guna melaksanakan
tujuan yang telah ditetapkan. Kedua informasi diatas dapat dianalisa menggunakan
beberapa model pengukuran kinerja perusahaan, salah satunya dengan menggunakan
metode SMART ( Strategic Management Analysis and Reporting Technique ) System
dengan menggunakan strategi objektif sebagai titik awal perancangannya. Perspektif
berdasarkan strategi objektifnya diyakini mampu menunjang operasional perusahaan.
Susunan strategi objektif disusun sesuai tingkatan dalam manajemen perusahaan
manufaktur sehingga tersusun seperti piramida. Banyak perusahaan kecil dan menengah
tidak memiliki visi, misi dan strategi yang jelas, orientasi yang lebih terfokus pada
kinerja operasional lebih mendominasi. Oleh karena itu, model ini sering dipakai oleh
perusahaan kecil dan menengah untuk mengukur kinerja organisasinya.
Tidak adanya visi, misi dan strategi, serta sulitnya mengidentifikasi stakeholder
perusahaan dan lebih berorientasinya pihak manajer pada kinerja operasional adalah
alasan utama memilih SMART system sebagai metode pengukuran kinerja yang
dipandang cocok untuk UKM di Indonesia.
TELAAH PUSTAKA

Beberapa batasan / kriteria Usaha Kecil Menengah


Menurut Undang-undang No.20/2008, yang dimaksud dengan Usaha Kecil
adalah kegiatan ekonomi rakyat beskala kecil dengan kriteria sebagai berikut :
1. Memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) sampai
dengan paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) tidak termasuk tanah
dan bangunan tempat usaha.
2. Memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah)
sampai dengan paling banyak Rp2.500.000.000,00 (dua milyar lima ratus juta rupiah).
3. Milik warga negara Indonesia.
4. Berdiri sendiri dan bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang
dimiliki, dikuasai, atau berafiliasi baik langsung maupun tidak langsung dengan usaha
menengah maupun usaha besar.
5. Berbentuk usaha orang perseorangan, badan usaha yang tidak berbadan hukum atau
badan usaha yang berbadan hukum, termasuk koperasi.
Sedangkan Usaha Menengah adalah kegiatan ekonomi rakyat berskala menengah
yang memiliki kriteria sebagai berikut :
1. Memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) sampai
dengan paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh milyar rupiah) tidak termasuk
tanah dan bangunan tempat usaha.
2. Memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp2.500.000.000,00 (dua milyar lima
ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp50.000.000.000,00 (lima puluh
milyar rupiah).
3. Milik warga negara Indonesia.
4. Berdiri sendiri dan bukan anak (cabang) perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau
berafiliasi langsung maupun tidak langsung dengan usaha besar;
5. Berbentuk usaha perseorangan, badan usaha yang tidak berbadan hukum dan atau
yang berbadan hukum.

Pengertian Kinerja

Menurut Wibowo (2008), kinerja berasal dari pengertian performance. Adapun


pengertian performance sebagai hasil kerja atau prestasi kerja. Namun, sebenarnya
kinerja mempunyai makna luas, tidak hanya hasil kerja, tetapi bagaimana proses
pekerjaan berlangsung. Adapun pendapat lain yang dikemukakan oleh Armstrong dan
Baron dalam Wibowo (2008), kinerja merupakan hasil pekerjaan yang mempunyai
hubungan dengan tujuan strategis organisasi, kepuasan konsumen, dan memberikan
kontribusi pada ekonomi. Venkatraman dan Ramanujam (1986) menunjukkan bahwa
kinerja perusahaan merupakan sebuah konstruk multidimensi. Dalam hal ini, kinerja
perusahaan terdiri dari kinerja keuangan, kinerja bisnis, dan kinerja keorganisasian.
Kinerja keuangan berada di pusat wilayah efektifitas keorganisasian. Ukuran kinerja ini
dinilai sangat penting , tetapi tidak cukup untuk mendefinisikan efektifitas keseluruhan.
Standar berbasis akuntansi seperti penerimaan atas aset (return on asset), penerimaan atas
penjualan (return on sales), dan return on equity mengukur keberhasilan keuangan.
Indikator-indikator tersebut menggambarkan profitabilitas saat ini. Ukuran kinerja bisnis
berkaitan dengan pasar seperti pasar pangsa pasar, pertumbuhan, diversifikasi, dan
pengembangan produk. Terdapat dua dimensi dalam kinerja ini, yaitu (i) indikator yang
berkaitan dengan pertumbuhan dalam bisnis yang ada dan (ii) indikator yang berkaitan
dengan posisi perusahaan di masa datang (pengembangan produk baru dan diversifikasi).
Ukuran efektivitas keorganisasian berkaitan erat dengan stakeholder. Contoh ukuran
tersebut adalah kepuasan pelanggan, kualitas dan tanggung jawab sosial. Terdapat dua
dimensi, yaitu (i) indikator yang berkaitan dengan kualitas (kualitas produk, kepuasan
pegawai), dan (ii) indikator yang berkaitan dengan tanggung jawab sosial (lingkungan
dan masyarakat).

Indikator Kinerja

KPI (singkatan bahasa Inggris : key performance indicators), atau indikator


kinerja kunci dalam bahasa Indonesia, adalah metrik finansial ataupun non-finansial
yang digunakan untuk membantu suatu organisasi menentukan dan mengukur kemajuan
terhadap sasaran organisasi. KPI digunakan dalam intelijen bisnis untuk menilai keadaan
saat ini suatu bisnis dan menentukan suatu kebijakan tindakan terhadap keadaan tersebut.
KPI digunakan untuk menilai aktivitas-aktivitas yang sulit diukur seperti keuntungan
pengembangan kepemimpinan, perjanjian, layanan, dan kepuasan. KPI umumnya
dikaitkan dengan strategi organisasi. Komponen KPI akan berbeda tergantung sifat dan
strategi organisasi. KPI merupakan bagian kunci suatu sasaran terukur yang terdiri dari
arahan, indikator kinerja, tolok ukur, target, dan kerangka waktu.

Model – model Sistem Pengukuran Kinerja

Merancang sistem pengukuran kinerja organisasi dibutuhkan model yang mampu


memotret kinerja keseluruhan dari organisasi. Telah banyak model sistem pengukuran
kinerja terintegrasi berhasil dibuat oleh para akademisi dan praktisi. Tiga di antaranya
adalah: Balanced Scorecard Kaplan dan Norton, (1996), Integrated Performance
Measurement System (IPMS) Bititci et al, (1997), dan SMART System dari Wang
Laboratory, Inc. Lowell, Massachucets Galayani et al, (1997).
Sampai saat ini Balance Scorecard adalah model terpopuler untuk sistem
pengukuran kinerja baru yang telah dikembangkan. Kerangka kerja Balanced Scorecard
menggunakan empat perspektif dengan titik awal strategi sebagai dasar perancangannya.
Adapun keempat perspektif tersebut meliputi: financial perspective, customer
perspective, internal business process perspective, dan learning and growth perspective.
Keterkaitan antar objektif dan ukuran kinerja dinyatakan dengan cause-and-effect
relationship, di mana terjadi kulminasi kinerja pada financial perspective.
Berbeda dengan model Balanced Scorecard yang menggunakan strategi menjadi
titik awal dalam melakukan perancangannya, model Integrated Performance
Measurement System (IPMS) adalah model sistem pengukuran kinerja yang
dikembangkan di Center for Strategic Manufacturing dari University of Strathclyde,
Glasgow. Tujuan dari model IPMS agar sistem pengukuran kinerja lebih robust,
terintegrasi, efektif, dan efisien. Berbeda dengan model Balanced Scorecard, model ini
menjadikan keinginan Stakeholder menjadi titik awal dalam melakukan perancangan
sistem pengukuran kinerjanya. Stakeholder tidak berarti hanya pemegang saham
(shareholder), melainkan beberapa pihak yang memiliki kepentingan atau dipentingkan
oleh organisasi seperti konsumen, karyawan, dll.
Model SMART (Strategic Management Analysis and Reporting Technique)
System merupakan model yang dibut oleh Wang Laboratory dengan menggunakan
strategi objektif sebagai titik awal perancangannya. Perspektif berdasarkan strategi
objektifnya diyakini mampu menunjang operasional perusahaan. Susunan strategi
objektif disusun sesuai tingkatan dalam manajemen perusahaan manufaktur sehingga
tersusun seperti piramida. Banyak perusahaan kecil dan menengah tidak memiliki visi
dan strategi yang jelas. Orientasi yang lebih terfokus pada kinerja operasional lebih
mendominasi. Oleh karena itu, model ini sering dipakai oleh perusahaan kecil dan
menengah untuk mengukur kinerja organsasinya.
Setelah dilakukan telaah teoritis dari ketiga model sistem pengukuran kinerja
yaitu : Balanced Scorecard, Integrated Performance Measurement System (IPMS), dan
SMART System, dalam konteks pengukuran kinerja UKM menunjukkan bahwa model
SMART System lebih dipilih dibanding dengan kedua lainnya. Tidak adanya visi, misi,
dan strategi, sulitnya mengidentifikasi stakeholder perusahaan, dan lebih berorientasinya
pihak manajer pada kinerja operasional adalah alasan utama memilih SMART System.

Model SMART System

Model SMART (Strategic Management Analysis and Reporting Technique)


System merupakan sistem yang dibuat oleh Wang Laboratory , Inc. Lowell, yang mampu
mengintegrasikan aspek finansial dan non-finansial yang dibutuhkan manajer (terutama
manajer operasi). Model ini dibuat untuk merespon keberhasilan perusahaan menerapkan
Just in Time, sehingga fokusnya lebih mengarah ke operasional setiap departemen dan
fungsi di perusahaan. Tanpa adanya strategi yang jelaspun, kerangka kerja ini dapat
digunakan, akan tetapi akan lebih baik didasarkan atas visi dan strategi perusahaan.
Strategi objektif perusahaan diperoleh dari penjabaran visi dan fungsi bisnis unit
yang utama yaitu finansial (financial) dan pasar (market). Keberhasilan kinerja finansial
dan pasar perlu didukung kemampuan perusahaan untuk dapat memuaskan konsumennya
(customer satisfaction), fleksibilitas produknya (flexibility), dan kemampuan
memproduksi yang efektif dan efisien (productivity). Level terakhir yang perlu
dilakukan oleh masing-masing departemen dan stasiun kerja adalah bagaimana agar
produk yang dihasilkan memiliki kualitas yang baik (quality), kecepatan proses produksi
dan pengiriman produk (delivery), waktu proses yang semakin pendek (process time),
dan biaya yang murah (cost). Keempat perspektif ini diyakini akan dapat menunjang
kemampuan perusahaan untuk memuaskan konsumen, memiliki produk yang fleksibel,
dan kemampau produksi dan karyawan yang produktif. Gambar 1 memperlihatkan level
masing-masing perspektif pada kerangka kerja SMART System.
Piramid
Kinerja

Visi

Objektivitas
Ukuran
Ukuran Ukuran Unit Bisnis
Pasar Keuangan
Unit
Operasi
Kepuasan Fleksibi Produk Bisnis
Pelanggan litas tivitas

Departemen
dan Pusat Kerja
Pengi Waktu
Kualitas riman Proses Biaya

Operasi

Gambar 1. Perspektif pada metode SMART System


Sumber : Vanany dan Sugianto, 2007

METODE PENELITIAN

Pengukuran Kinerja dengan SMART System

Langkah-langkah pengukuran kinerja dengan SMART system meliputi :


a. Identifikasi Strategi Objektif dan Key Performance Indicator (KPI)
Dengan menggunakan kerangka kerja SMART system, strategi objektif
perusahaan dilihat dari level bisnis perusahaan dan perspektif masing-masing level
bisnisnya. Melalui data perusahaan dan wawancara dengan para manajer perusahaan,
strategi objektif perusahaan dapat ditentukan.

b. Penstrukturan Key Performance Indicator (KPI)


Pihak manajemen telah menyimpulkan bahwa hasil KPI dianggap valid kemudian
dilakukan penstrukturan sesuai dengan jenis perspektif yang terdapat pada kerangka kerja
SMART system.

c. Pembobotan Key Performance Indicator


Pembobotan KPI dengan Proses Hierarkhi Analitik didasarkan pada strukturisasi
hierarkhi sistem pengukuran kinerja. Pembobotan diperlukan agar preferensi dari pihak
manajemen terhadap tingkat kepentingan kriteria (Perspektif, Strategi, dan KPI) dapat
diketahui. Desain kuesioner bersifat tertutup dan diberikan kepada pihak manajemen
yang mengerti terhadap kriteria-kriteria yang hendak ditanyakan. Hasil data dari
kuesioner kemudian diolah. Bobot yang didapatkan harus konsisten dengan syarat
inconcistency ratio harus kurang dari atau sama dengan 0,1. Bila tidak konsisten,
maka dilakukan konfirmasi kembali kepada pihak manajemen hingga tercapai tingkat
konsistensi yang disyaratkan.
Adapun proses hierarkhi analitik untuk melacak ketidakkonsistenan dalam
pertimbangan preferensi angka kepentingan kriteria/perspektif serta KPI. Pada dasarnya
proses hierarkhi analitik merupakan penyederhanaan suatu masalah yang kompleks yang
tidak terstruktur, strategik, dan dinamik kedalam bagian komponennya, serta menata
bagian atau variabel dalam suatu susunan hierarkhi, Iskandar (2009). Kemudian tingkat
kepentingan setiap variabel diberi nilai numerik secara subjektif tentang arti penting
variabel tersebut secara relatif dibandingkan dengan variabel lain. Dari beberapa
pertimbangan tersebut kemudian dilakukan sinujia untuk menetapkan variabel yang
memiliki prioritas tertinggi dan berperan untuk mempengaruhi hasil pada sistem kinerja,
Iskandar (2009).
Prinsip kerja proses hierarkhi analitik dimulai dengan mengidentifikasi sistem,
lalu diikuti dengan penyusunan hierarkhi, dan penyusunan matriks pendapat. Tahap
identifikasi sistem diperlukan untuk memahami permasalahan, menetapkan tujuan, dan
kriteria alternatif.

d. Penilaian Kinerja
Proses pengukuran kinerja dilakukan untuk mengetahui apakah selama
pelaksanaan kinerja terdapat deviasi dari rencana yang telah ditentukan, atau apakah
kinerja dapat dilakukan sesuai target yang ditetapkan atau diharapkan pada tahun
pengukuran (2007 dan 2008). Data yang di perlukan dalam pengukuran berupa data
sekunder dari pihak manajemen yang berkompeten. Data yang di peroleh tersebut
dikonversikan dalam bentuk angka atau skor. Adapun sistem penyekoran yang digunakan
dalam penelitian ini adalah OMAX (Objective Matrix) untuk setiap KPI. Skor OMAX
terletak pada rentang 1 s.d. 10 dimana Nilai 1 menunjukkan bahwa kinerja KPI sangat
jauh dibawah target atau dapat dikatakan kinerja terjelek, nilai 7 menunjukkan kinerja
KPI sama dengan yang telah ditargetkan, dan nilai 10 menunjukkan KPI telah mencapai
target dan jauh melampaui target. Nilai 2,3,4,5, dan 6 merupakan nilai interpolasi dalam
rentang 1 s.d. 7, dan nilai 8 dan 9 adalah nilai interpolasi antara nilai 7 dan 10. Nilai
kinerja KPI perusahaan dapat dilihat pada tabel-tabel di bawah ini untuk masing-masing
KPI sesuai dengan level dan perspektif.
Pada saat pengukuran digunakan konsep Traffic Light System dengan
menggunakan tiga warna, yaitu warna hijau dengan ambang batas 7,1 s.d. 10 artinya
kinerja KPI telah mencapai target bahkan melampaui target, warna kuning dengan
ambang batas 3,1 s.d. 7,0 artinya kinerja KPI belum mencapai target tetapi telah
mendekati target yang hendak dicapai, dan warna merah dengan ambang batas lebih kecil
atau sama dengan 3,0 artinya kinerja KPI benar-benar dibawah target dan KPI ini perlu
dapat perhatian khusus pada saat periode berikutnya.
Alat Bantu Pengolahan Data
Penelitian ini menggunakan perangkat lunak Criterium DecisionPlus(R) 3.0.4
Student Version membantu proses pengolahan data pada tahap pembobotan Key
Performance Indicators dengan Analytical Hierarchy Process (AHP) didasarkan pada
struktur hierarki sistem pengukuran kinerja.

PEMBAHASAN

Dengan mengacu pada kerangka kerja SMART system, strategi objektif UKM
Hentoro Leather dilihat dari level bisnis dan perspektif masing-masing level bisnis.
Melalui metode wawancara dengan pihak manajer, maka strategi objektif dapat
ditentukan. Strategi objektif belum dapat menunjukkan seberapa berhasilnya
mewujudkan tujuan. Oleh karena itu, perlu metrik yang dapat diukur serta mampu
mempresentasikan keberhasilan dari strategi objektif, metrik yang dimaksud adalah key
performance indicators (KPI), yang selengkapnya dapat dilihat pada tabel 1.

Tabel 1. Identifikasi Strategi Objektif dan KPI UKM Hentoro Leather

Strategi Objektif (Variabel Key Performance Indicator


Level Bisnis Perspektif
Penelitian) (Variabel Operasional)
Peningkatan Profit Jumlah Profit
Ukuran Peningkatan Pendapatan Rasio perubahan pendapatan
Finansial Penjualan
Peningkatan Likuiditas Rasio Kas
Unit
Peningkatan Pangsa Pasar Pangsa Pasar
Bisnis
Peningkatan pemesanan hasil Persentase jumlah pesanan
Ukuran
produksi
Pasar
Peningkatan Jumlah Produk Jumlah produk terjual
Terjual
• Persentase produk cacat
Peningkatan Kemampuan • Konsistensi hasil produksi
Produksi • Jumlah produk yang tidak
sesuai QC
Produktivitas
Pengembangan Inovasi Produk Jumlah produk inovasi
Peningkatan Produktivitas Tingkat produktivitas karyawan
Karyawan
Unit Penggunaan Teknologi Volume penggunaan teknologi
Operasi • Persentase pemeliharaan alat
Bisnis Fleksibilitas produksi
Peningkatan Pemeliharaan
• Persentase pemeliharaan alat non
produksi
Peningkatan Kepuasan Persentasi keluhan pelanggan
Pelanggan
Pelanggan Peningkatan Jumlah Pelanggan Jumlah pelanggan baru
Mempertahankan Kesetiaan
Jumlah pelanggan tetap
Pelanggan
Penurunan Harga Pokok Harga pokok produksi
Departement
Produksi
dan Biaya
Optimalisasi Penggunaan Persentasi penggunaan Peralatan
Work Center
Peralatan
Pengoptimalan penggunaan Perputaran bahan baku / material
bahan baku / material
• Kapasitas Produksi
• Persentase produk tidak terpenuhi
Perbaikan Kemampuan Proses
Waktu Proses • Persentase kerusakan produk di
gudang
Peningkatan Jumlah Karyawan Jumlah karyawan terlatih
• Ketepatan waktu pengiriman
Pengiriman Peningkatan Layanan Distribusi produk
• Ketepan spesifikasi order
Peningkatan Kualitas Produk Banyaknya produk cacat
Kualitas Peningkatan Kualitas Sistem
Ketersediaan data base
Informasi

Sumber : UKM Hentoro Leather

Langkah selanjutnya adalah pembobotan dari masing-masing KPI berdasarkan


struktur hierarki pengukuran kinerja. Langkah ini diperlukan untuk preferensi dari pihak
manajemen terhadap tingkat kepentingan kriteria dapat diketahui. Sifat dari kuesioner
yang berfungsi sebagai instrumen perolehan data adalah tertutup serta diberikan kepada
pihak yang kompeten dan memahami dari setiap kriteria yang akan ditanyakan.
Pembobotan diperoleh dari metode Analytical Hierarchy Process (AHP) didasarkan pada
struktur hierarki pengukuran kinerja.
Langkah-langkah yang di lalui pada proses pembobotan diantaranya, melakukan
pengajuan kuesioner yang berisikan daftar pertanyaan kepada pihak internal maupun
eksternal perusahaan, pertanyaan yang diberikan untuk mengidentifikasi tingkat
kepentingan pada tiap-tiap perspektif dan KPI, misalkan KPI A dengan B, A dengan C, B
dengan C, dan seterusnya. Setelah itu di olah dengan software Criterium
DecisionPlus(R) 3.0.4 Student Version dengan metode AHP. Apabila hasil pengolahan
masih menunjukkan terdapat inkonsistensi maka dilakukan konfirmasi ulang ke pihak
internal maupun eksternal perusahaan, dikarenakan pada metode AHP disyaratkan untuk
nilai inconcistency ratio harus kurang dari atau sama dengan 0,1. Prinsip kerja proses
hierarkhi analitik dimulai dengan mengidentifikasi sistem, lalu diikuti dengan
penyusunan hierarkhi, dan penyusunan matriks pendapat. Tahap identifikasi sistem
diperlukan untuk memahami permasalahan, menetapkan tujuan, dan kriteria alternatif.
Gambar 2. Output Proses Pembobotan Sembilan Perspektif dengan AHP
Sumber : Output software Criterium DecisionPlus(R) 3.0.4 Student Version

Gambar 3. Output Proses Pembobotan KPI pada level Unit Bisnis dengan AHP
Sumber : Output software Criterium DecisionPlus(R) 3.0.4 Student Version

Gambar 4. Output Proses Pembobotan KPI Pada Level Business Operating Units
dengan AHP
Sumber : Output software Criterium DecisionPlus(R) 3.0.4 Student Version
Gambar 5. Output Proses Pembobotan KPI Pada Level Departements and Work
Centers
Sumber : Output software Criterium DecisionPlus(R) 3.0.4 Student Version

Tabel 2 Kombinasi Hasil Pembobotan dan Pengukuran Kinerja

Level Perspektif Key Performance Bobot Skor


Indicators (%)
Keuangan Jumlah Profit 10.0 5.0
Pendapatan 3.3 3.0
Cash Ratio 3.3 5.0
Unit Bisnis Ukuran Pangsa Pasar 13.8 4.0
pasar Persentase jumlah 50.8 5.0
pesanan
Jumlah produk terjual 18.7 3.0

Produktivitas % Pengurangan Produk 8.0 4.5


Cacat
Unit Operasi Konsistensi Hasil 6.4 4.0
Bisnis Produksi
Jumlah produk yang 1.8 6.0
tidak sesuai dengan QC
Jumlah produk inovasi 9.2 7.5
Tingkat produktivitas 8.0 5.0
karyawan
Fleksibilitas Volume penggunaan 3.4 5.0
tekhnologi
Persentase 22.5 6.0
pemeliharaan alat
produksi
Persentase 7.5 7.0
pemeliharaan alat non
produksi
Pelanggan Persentase keluhan 20.5 7.5
pelanggan
Jumlah pelanggan baru 3.9 5.0
Jumlah pelanggan tetap 8.9 5.0
Biaya Penurunan Harga pokok 10.2 4.0
produksi
Persentase penggunaan 6.4 5.5
peralatan
Perputaran bhn baku / 8.1 3.5
material
Waktu Kapasitas produksi 13.3 4.5
proses Persentase jumlah 3.0 4.0
Departemen produk tidak terpenuhi
dan Pusat % Kerusakan produk di 4.7 4.0
Kerja gudang
Jumlah karyawan 3.7 5.5
terlatih
Pengiriman Ketepatan waktu 10.5 7.5
pengiriman produk
Ketepatan spesifikasi 10.5 5.0
order
Kualitas Banyaknya produk 7.4 7.5
cacat
Ketersediaan data base 22.3 6.0
Sumber : Pengolahan AHP dengan software Criterium DecisionPlus(R) 3.0.4 Student
Version dan pengukuran kinerja th. 2007-2008 UKM Hentoro Leather.

Tabel 2 menunjukkan besar pembobotan dan nilai kinerja dari setiap masing-masing KPI.
Pada sub bab ini penulis memfokuskan analisis pada KPI yang memiliki besar pembobotan
paling tinggi dan nilai kinerjanya, pada level yang berbeda. Level unit bisnis, di level ini
terdapat dua KPI yang memiliki besaran bobot paling tinggi diantaranya KPI persentase jumlah
pesanan dan jumlah produk terjual dengan bobot masing – masing sebesar 50.8% dan 18.7%.
Kedua KPI tersebut tergabung dalam satu perspektif, yakni perspektif ukuran pasar. Nilai
kinerja KPI tersebut belum mencapai target karena masih dibawah angka 7 ( skore ≤ 7 ), untuk
KPI persentase jumlah pesanan masih berwarna kuning, sedangkan untuk KPI jumlah produk
terjual masih berwarna merah tetapi keduanya berpeluang untuk mencapai target di periode
berikutnya.
Level Unit Operasi Bisnis, untuk level ini perusahaan dapat dikatakan masih cenderung
mendekati target yang diharapkan. Hal ini ditunjukkan oleh skore yang diperoleh KPI dari
setiap perspektif yang rata – rata skorenya masih dibawah 7 (skore ≤ 7), dan berwarna kuning.
Pada level ini KPI yang mempunyai bobot paling tinggi adalah KPI persentase pemeliharaan
alat produksi dari perspektif fleksibilitas dengan bobot 22.5%. sedangkan untuk KPI jumlah
produk inovasi dan persentase keluhan pelanggan nilai kinerja KPInya sudah mencapai target
dengan skore diatas 7 ( skore ≥ 7 ) dan berwarna hijau, walaupun bobot yang dimiliki tidak
setinggi KPI persentase pemeliharaan alat produksi dari perspektif fleksibilitas
Level selanjutnya yaitu Level Department dan Pusat Kerja, dalam level ini KPI yang
memiliki besar bobot tertinggi adalah ketersediaan data base dengan bobot 22.3%. Namun nilai
kinerja KPI tersebut belum mencapai target karena masih dibawah angka 7 ( skore ≤ 7 ).
Sedangkan 2 KPI dari perspektif pengiriman dan perspektif kualitas yaitu KPI ketepatan waktu
pengiriman produk dan banyaknya produk cacat, kinerja KPInya sudah mencapai target dengan
skore ≥ 7.5 dan berwarna hijau. Dari hasil tersebut dapat terlihat bahwa pada level ini
perusahaan menitikberatkan terhadap masalah kualitas produk dan pengiriman produk,
dikarenakan dengan kualitas sesuai standar dan pengiriman yang tepat waktu maka akan
meningkatkan kepuasan dari konsumen. Kemudian 8 KPI lainnya yang terdistribusi ke dalam
tiga perspektif yaitu perspektif biaya, perspektif waktu proses dan perspektif pengiriman, nilai
kinerja KPInya belum mencapai target atau bisa juga dikatakan cenderung mendekati target,
karena skorenya masih di bawah angka 7 ( skore ≤ 7 ). KPI yang masih di bawah target cukup
sulit bila harus mencapai target, seperti misalnya KPI harga pokok produksi dari perspektif
biaya, dikarenakan harga-harga faktor produksi saat ini cenderung naik dan fluktuatif. Tetapi
hal ini tidak menutup kemungkinan bagi perusahaan ( UKM Hentoro Leather ) untuk berbenah
memperbaiki serta meningkatkan performance pada periode mendatang.
Untuk memperbaiki kinerja perusahaan tersebut, maka perlu dilakukan perbaikan dan
peningkatan strategi objektif pada setiap level, sehingga diharapkan KPI yang pencapaiannya
masih dibawah target (berwarna kuning dan merah) dapat ditingkatkan kinerjanya. Perbaikan
dan peningkatan strategi objektif tersebut ditentukan dengan mengkombinasikan hasil
pembobotan dan hasil pengukuran kinerja KPI (lihat tabel 4.9). Sebagai prioritas pertama,
perbaikan dan peningkatan strategi objektif dikonsentrasikan pada level departemen dan pusat
kerja. Level ini merupakan pondasi dari perspektif pada metode SMART System, yang
mengawali keberhasilan level unit operasi bisnis dan level unit bisnis. Pada level ini yang
menjadi prioritas utama adalah peningkatan kualitas sistem informasi, diikuti oleh peningkatan
kemampuan proses produksi, peningkatan layanan distribusi, penurunan harga pokok produksi,
pengoptimalan penggunaan bahan baku / material, peningkatan kualitas produk, pengoptimalan
penggunaan alat produksi, dan peningkatan jumlah karyawan terlatih.
Prioritas kedua adalah perbaikan dan peningkatan strategi objektif dikonsentrasikan
pada level unit operasi bisnis, pada level ini yang menjadi prioritas utama adalah peningkatan
pemeliharaan peralatan produksi, diikuti oleh peningkatan kepuasan pelanggan, pengembangan
inovasi produk, mempertahankan kesetiaan pelanggan, peningkatan produktivitas karyawan,
peningkatan kemampuan produksi, peningkatan jumlah pelanggan, dan penggunaan teknologi.
Prioritas ketiga adalah perbaikan dan peningkatan strategi objektif dikonsentrasikan
pada level unit bisnis, pada level ini yang menjadi prioritas utama adalah peningkatan
pemesanan hasil produksi, diikuti oleh peningkatan jumlah produk terjual, peningkatan pangsa
pasar, peningkatan profit, peningkatan pendapatan penjualan dan peningkatan likuiditas. Upaya
perbaikan dan peningkatan strategi objektif pada setiap level dengan skala prioritasnya
sebagaimana yang telah dipaparkan diatas, sebagai analisis terhadap pengukuran kinerja
perusahaan dengan metode SMART system.
KESIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan hasil pembahasan pada bab sebelumnya, maka dapat di tarik


beberapa kesimpulan untuk penelitian ini, diantaranya :
1. Terdapat 22 strategi objektif, diantaranya: Peningkatan profit, Peningkatan
pendapatan penjualan, Peningkatan likuiditas, Peningkatan pangsa pasar,
Peningkatan pemesanan hasil produksi, Peningkatan jumlah produk terjual,
Peningkatan kemampuan produksi, Pengembangan inovasi produk, Peningkatan
produktivitas karyawan, Penggunaan teknologi, Peningkatan pemeliharaan
peralatan, Peningkatan kepuasan pelanggan, Peningkatan jumlah pelanggan,
Mempertahankan kesetiaan pelanggan, Penurunan harga pokok produksi,
Optimalisasi penggunaan peralatan, Pengoptimalan penggunaan bahan baku /
material, Peningkatan kemampuan proses produksi, Peningkatan jumlah
karyawan terlatih, Peningkatan layanan distribusi, Peningkatan kualitas produk,
dan Peningkatan kualitas sistem informasi.
2. Hasil pengukuran menunjukan bahwa kinerja perusahaan dikatakan baik,
terutama pada level Departemen dan Pusat Kerja, dan level Unit Operasi Bisnis.
Maka dari itu terdapat kemungkinan diperiode mendatang level Unit Bisnis akan
terjadi peningkatan kinerja.
3. Sebagai prioritas pertama, perbaikan dan peningkatan strategi objektif
dilakukan pada level Departemen dan Pusat Kerja. Level ini merupakan pondasi
dari perspektif pada metode SMART System, yang mengawali keberhasilan level
unit operasi bisnis dan level unit bisnis. Pada level ini yang menjadi prioritas
utama adalah peningkatan kualitas sistem informasi. Prioritas kedua adalah
perbaikan dan peningkatan strategi objektif dilakukan pada level Unit Operasi
Bisnis, pada level ini yang menjadi prioritas utama adalah peningkatan
pemeliharaan peralatan produksi. Prioritas ketiga adalah perbaikan dan
peningkatan strategi objektif dilakukan pada level Unit Bisnis, pada level ini yang
menjadi prioritas utama adalah peningkatan pemesanan hasil produksi.

Berdasarkan kesimpulan di atas penulis memberikan saran-saran yang dapat


dimanfaatkan oleh UKM Hentoro Leather sebagai berikut :
1. Perusahaan agar mempertahankan hasil kinerja yang telah mencapai target,
terutama pada KPI-KPI yang termasuk di perspektif produktivitas, pelanggan,
pengiriman, dan kualitas. Serta merencanakan target-target yang berorientasi pada
tujuan ataupun visi organisasi.
2. Mengimplementasikans setiap strategi objektif yang telah ditetapkan organisasi
dan tetap dalam konteks pengontrolan pihak-pihak internal organisasi perusahaan.

DAFTAR PUSTAKA
Abubakar Arif., dan Wibowo. 2005. Akuntansi untuk Bisnis Usaha Kecil dan Menengah.
PT Grasindo: Jakarta.
Antony, R & Vijay Govindarajan.2005. Sistem Pengendalian Manajemen. Salemba
Empat: Jakarta.
Bititci, U.S., Carrie, A.S. McDevitt and Turner, T. 1997. Integrated Performance
Measurement Systems: A Reference Model. Proceeding of IFIP-WG5.7 1997
Working Conference, Ascona Ticono-Switzerland, 15-18 September 1997.
Budiarti, Isniar. 2005. Balanced Scorecard Sebagai Alat Ukur Kinerja dan Alat
Pengendali Sistem Manajemen Strategis. Majalah Ilmiah Unikom, vol. 6, hlm. 51
– 59.
Cross, K.E. and Lynch, R.L. 1997. ’The SMART Way to define anda sustein success’.
National Productivity Revies, New York.
Ghalayani, A.M. and Noble, J.S. 1998. ’The changing of performance Measurement’
Univesity of Missouri, Columbia, USA.
Hill, Terry. 1994. Manuacturing Stretegy. Mc. Graw Hill, New York.
Kaplan, Robert S. And Norton, David P. 1996. Translating Stretegy Into Action The
Balanced Scorecard. Harvard Business Scholl Press. Boston, Massachusetts.
Mulyadi. 2000. Akuntansi Biaya. Aditya Media: Yogyakarta
Naniek Utami Handayani, Haryo Santoso, dan Rochmawati. 2005. Perancangan Sistem
Pengukuran Kinerja Menggunakan Metoda Performance Prism. Jurnal Tekhnik
Industri , vol. 10, No. 4 : 295 – 303.
Putri, Vicky Rahma dan Lukviarman, Niki. 2008. Pengukuran Kinerja Bank Komersial
dengan Pendekatan Efisiensi : Studi Terhadap Perbankan Go-Public di Indonesia.
JAAI, vol. 12, No. 1 : 37 – 52.
Saaty, ST.L. 1993. the Analytic HierarchyProsess. McGraw-Hill, New York.
Sujoko Efferin., dan Bonnie Soeherman. 2005. “Analisis Empiris Tentang Peran
Akuntansi Manajemen Dalam Perencanaan Dan Pengendalian UKM”, Jurnal
Akuntansi dan Teknologi Informasi, Vol. 4, No. 2: 71-91.
Supriono, R.A dan Suparwoto. 1983. Akuntansi Keuangan Dasar. Yogyakarta.
Toto Sugiharto, Susy Suhendra, Budi Hermana, dan Adang Suhendra. 2007. Model
Adopsi E-Business oleh Pengusaha Kecil : Metode Pengukuran dengan
Webstatistic dan Self Reported. SNT 2007.
Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2008 Tentang Usaha Mikro,
Kecil, dan Menengah, Bab IV Kriteria, Pasal 6.
Vanany, Iwan. 2002. ’Studi Awal SistEm Pengukuran Kinerja Baru bagi Industri Kecil
dan Menengah (Perusahaan-perusahaan Industri Manufaktur Kecil dan Menengah
(IMKM))’. Jurnal Manajemen Usahawan Indonesia, PPM UI.
Vanany, Iwan. 2002. ’Pilihan Stretegi Unggulan Perusahan Industri Kecil dan Menengah
(IMKM) di Jawa Timur’. Jurnal Manajemen Usahawan Indonesia, PPM UI.
Vanany, Iwan. dan Sugianto, Agus. 2007. ’Perancangan dan Pengukuran Kinerja
Perusahaan Kecil dan Menengah dengan Metode Smart System. Jurnal
Manajemen Usahawan Indonesia, PPM UI.
Vanany, Iwan dan Tanukhidah, Dian. 2004. Perancangan dan Implementasi Sistem
Pengukuran Kinerja dengan Metode Performance Prism ( Studi Kasus Pada Hotel
X ). Jurnal Tekhnik Industri, vol. 6, No. 2 : 148 – 155.
Venkatraman, &V.Ramanujam. 1986. Measurement of Business Performance in Strategy
Research: a Comparison of Approaches. Academy of Management Review, Vol
11, pp801-814.
Wibowo. 2008. Manajemen Kinerja. PT. Raja Grafindo Persada: Jakarta.
Yudi Hardiyanto, Achmad Holil Noor Ali, dan Her Arsa Pambudi. 2005. Perancangan
dan Pembuatan Sistem Informasi Pengukuran Kinerja Pemasaran dengan Metode
Balanced Scorecard Studi Kasus PT. Semen Gresik. Jurnal Tekhnologi Informasi.
http://www.depkop.go.id/index.php?option=com_glossary&func=display&letter=U&Ite
mid=73&catid=43&page=1
http://www.ekonomirakyat.org/edisi_20/artikel_7.htm
www.menlh.go.id/usaha-kecil/top/kriteria.htm
http://www.depperin.go.id/kebijakan/05KPIN-Bab1.pdf

Anda mungkin juga menyukai