BAB II
PERNYATAAN MAJEMUK DAN OPERASI PERNYATAAN
Pernyataan majemuk adalah pernyataan yang dibentuk dari beberapa pernyataan
tunggal (disebut komponen) yang dirangkai dengan menggunakan kata hubung logika
seperti dan, atau, jika..maka...., dan sebagainya. Dalam konsep-konsep matematika, kata
penghubung ditulis dengan lambang.
Suatu pernyataan umumnya dilambangkan dengan sebuah huruf kecil p, q, r, ... .
Pernyataan dapat memiliki nilai benar(B) atau salah(S) tetapi tidak ada yang memiliki nilai
keduanya. Begitupula untuk pernyataan majemuk hanya memiliki nilai benar atau salah.
Nilai kebenaran dari suatu pernyataan majemuk dapat ditentukan dari:
1. Nilai kebenaran dari masing-masing komponennya.
2. Kata hubung logika atau operasi pernyataan yang dipakai untuk merangkaikan
komponen-komponen itu.
Berikut akan diberikan pembahasan mengenai aturan-aturan dari operasi pernyataan
tersebut.
II.1 NEGASI
Negasi atau ingkaran dari suatu pernyataan adalah pernyataan yang menyangkal
pernyataan yang diberikan. Negasi suatu pernyataan dapat dibentuk dengan menambah
“tidak benar bahwa..” didepan pernyataan yang diingkar.
Negasi dari pernyataan p ditulis ~p atau p̅, dan dibaca : tidak benar bahwa p atau
bukan p.
Contoh 2.1
1. p := Merokok itu tidak sehat.
~p := Tidak benar bahwa merokok itu tidak sehat.
Atau dapat juga dinyatakan dengan “Merokok itu sehat”.
Sebaliknya,
p := Merokok itu sehat.
~p := Tidak benar merokok itu sehat
atau “ Merokok itu tidak sehat”
2. p := Pohon kelapa tinggi.
~p: = Pohon kelapa tidak tinggi.
3. p := 3 – 2 = 1.
~p := 3 – 2 ≠ 1.
Tabel 2.1. Tabel kebenaran dari negasi
p ~p
B S
S B
II.2 KONJUNGSI
Contoh 2.2
Konjungsi p q bernilai benar jika setiap pernyataan tunggal bernilai benar, selain itu
bernilai salah. Jadi p q bernilai benar hanya jika p dan q sama-sama bernilai benar.
Contoh 2.3
Implikasi adalah pernyatan majemuk yang disusun dari dua pernyataan p dan q
dalam bentuk “ Jika p maka q”, dan dinotasikan dengan “p ⇒ q”. Pernyataan p atau
pernyataan sebelum tanda implikasi disebut anteseden, sedangkan q atau pernyataan
setelah tanda implikasi disebut konsekuen.
Perhatikan contoh berikut ini.
p := Sekarang hujan lebat.
q := Saya pergi memakai payung.
p ⇒ q := Jika sekarang hujan lebat maka saya pergi memakai payung.
Contoh 2.4
Perhatikan implikasi berikut “ Jika Hika lulus, maka akan ayah belikan sepeda”.
Jika kemudian Hika lulus (anteseden benar) dan ayah membelikan sepeda (konsekuen
benar) maka janji terpenuhi (implikasi benar), sesuai dengan baris ke-1 Tabel 2.4.
Tetapi, jika kemudian Hika lulus (anteseden benar), sedangkan ayah tidak membelikan
sepeda (konsekuen salah) maka janji itu diingkari (implikasi salah), sesuai baris ke-2 Tabel
2.4.
Sedangkan jika kemudian Hika tidak lulus (anteseden salah), maka ayah terbebas dari
janjinya, sehingga dibelikan (konsekuen benar) ataupun tidak dibelikan sepeda (konsekuen
salah) maka tetap tidak ada janji yang dilanggar (implikasi benar), sesuai baris ke-3 dan
ke-4 dari Tabel 2.4. Jadi dalam bahasa sehari-hari tabel kebenaran implikasi juga berlaku.
Pertanyaan selanjutnya adalah dari mana atau apa motivasi didefinisikan tabel
kebenaran implikasi seperti itu? Yang harus diperhatikan disini adalah kita harus
membedakan antara implikasi dalam matematika (implikasi material) dengan implikasi
biasa (implikasi dalam bahasa sehari-hari).
Dalam bahasa sehari-hari jika orang mengatakan “ jika..maka..”, maka biasanya
ada hubungan antara anteseden dan konsekuen. Hubungan tersebut dapat berupa janji (Jika
kamu lulus maka akan saya belikan sepeda), suatu tanda (Jika bendera berkibar setengah
LOGIKA DAN KALKULUS/ MODUL 1
4
tiang maka ada seorang penting yang wafat), sebab-akibat (Jika anda makan terlalu banyak
maka perut anda akan sakit), ataupun konsekuen dapat diturunkan dari anteseden dengan
menggunakan hukum-hukum tertentu (Jika benda dari logam dipanaskan maka benda itu
akan mengembang) dan banyak lagi. Bermacam-macam konotasi tersebut dihindari dalam
matematika.
Dalam matematika, penggunaan implikasi harus ditertibkan agar tidak terjadi
beragam konotasi. Penertiban pertama adalah menghilangkan syarat bahwa harus ada
hubungan antara anteseden dan konsekuen (walaupun adanya suatu hubungan
diperbolehkan). Selanjutnya ditetapkan suatu implikasi memiliki arti atau tidak hanya
tergantung apakah kalimat komponennya memiliki arti atau tidak. Nilai logika suatu
implikasi hanya ditentukan oleh nilai logika kalimat komponennya. Misalkan dalam
matematika, kalimat “Jika matahari terbit dari barat maka Singkawang terletak di
Kalimantan Barat” merupakan kalimat yang mengandung arti, bahkan bernilai benar
karena antesedennya salah.
Hal ini berarti, apabila diketahui bahwa suatu implikasi bernilai benar, maka tidak
boleh disimpulkan bahwa ada hubungan sebab-akibat antara anteseden dan konsekuen.
Dengan kata lain, jika suatu implikasi “p ⇒ q” bernilai benar, maka tidak dapat langsung
disimpulkan bahwa pernyataan “q” dapat diturunkan dari pernyataan “p”. Akan tetapi
sebaliknya :
Jika dari pernyataan “p” dengan langkah-langkah yang sah (valid) diturunkan
pernyatan “q” maka pernyataan “p ⇒ q” bernilai benar.
Dari sini terdapat dua kemungkinan :
1. Pernyataan “p” bernilai benar, maka dengan langkah-langkah yang valid pasti
didapatkan “q” yang benar juga (sesuai baris ke-1 pada tabel).
2. Pernyataan “p” bernilai salah, maka dengan langkah-langkah yang valid kadang-
kadang dapat diturunkan “q” yang bernilai salah, tetapi juga kadang-kadang dapat
diturunkan “q” yang bernilai benar (sesuai baris ke-3 dan ke-4 dari tabel). Hukum ini
sering disebut Ex falso sequitur quod libet (Bahwa dari sesuatu yang salah dapat
diturunkan apapun).
Dari uraian tersebut, maka didapatkan tabel kebenaran implikasi seperti pada Tabel 2.4.
Dua pernyataan disebut ekuivalen (secara logika) jika dan hanya jika keduanya
mempunyai nilai kebenaran yang sama untuk semua sub nilai kebenaran masing-masing
komponennya.
Jika p dan q adalah pernyataan-pernyataan yang ekuivalen, maka dituliskan p q
(atau p q). Jika p q maka q p juga.
Contoh 2.5
Penyelesaian:
Tabel kebenaran dapat digunakan untuk menyelidiki apakah dua kalimat ekuivalen.
a. Tabel 2.6 adalah tabel kebenaran untuk ~(~p) dan p
Tabel 2.6.
P ~p ~(~p)
B S B
S B S
Tabel 2.7
p q ~p ~q pq ~(p q) ~p ~q
B B S S B S S
B S S B S B B
S B B S S B B
S S B B S B B
Tampak bahwa untuk tiap-tiap baris, kolom ~(p q) dan ~p ~q mempunyai nilai
kebenaran yang sama. Sehingga dapat disimpulkan ~(p q) ~p ~q
Tabel 2.8
p Q ~p pq ~p q
B B S B S
B S S S S
S B B B B
S S B B B
Karena untuk tiap-tiap baris, nilai kebenaran pada kolom p q sama dengan ~p q,
maka disimpulkan bahwa p q ~p q
Teorema 2.1.
4. Hukum identitas
pTTpp
pFFpp
5. Hukum Ikatan
pTT
pFF
6. Hukum Negasi
p ~p T
p ~p F
7. Hukum Negasi Ganda
~(~p) p
8. Hukum Idempoten
ppp
ppp
9. Hukum De Morgan
~(p q) ~p ~q
~(p q) ~p ~q
10. Hukum Absorbsi
p (p q) p
p (p q) p
11. (T p) p
(F p) T
(p T) p
(p F) ~p
12. (p q) (p q) (q p)
Contoh 2.6:
Sederhanakan bentuk ~(~p q) (p q)
Penyelesaian :
~(~p q) (p q) (~(~p) ~q) (p q) (Hukum De Morgan)
(p ~q) (p q)
p (~q q) (Hukum distributif)
pF
p
Jadi ~(~p q) (p q) p
LOGIKA DAN KALKULUS/ MODUL 1
8
Dalam membuktikan ekuivalensi P Q, ada 3 macam cara yang bisa dilakukan :
1. P diturunkan terus menerus (dengan menggunakan hukum-hukum yang ada), sehingga
akhirnya didapat Q.
2. Q diturunkan terus menerus (dengan menggunakan hukum-hukum yang ada) sehingga
akhirnya didapat P.
3. P dan Q masing-masing diturunkan secara terpisah (dengan menagunakan hukum-
hukum yang ada) sehingga akhirnya sama-sama didapat R.
Sebagai aturan kasar, biasanya bentuk yang lebih kompleks yang diturunkan ke
bentuk yang lebih sederhana. Jadi, bila P lebih kompleks dari Q, maka aturan (1) yang
dilakukan. Sebaliknya. jika Q lebih kompleks dari P, maka aturan (2) yang digunakan.
Aturan (3) disunakan jika baik P maupun Q sama-sama cukup kompleks.
Contoh 2.7
Penyelesaian :
a. ~(p ~q) (~p ~q) (~p ~(~q) (~p ~q) (Hukum De Morgan)
(~p q) (~p ~q) (Hukum negasi ganda)
~p (q ~q) (Hukum distributif)
~p T (Hukum negasi)
~p (Hukum identitas)
Terbukti bahwa (p (~(~pq)) (p q) p
b. ~((~p q) (~p ~q)) (p q) ~(~p q) ~(~p ~q) (p q)
(p ~q) (p q) (p q) (Hukum De Morgan)
(p (~q q)) (p q) (Hukum distributif)
(p F) (p q) (Hukum negasi)
p (p q) (Hukum identitas)
p (Hukum absorbsi)
Terbukti bahwa ~((~p q) (~p ~q)) (p q) p
c. (p (~(~p q))) (p q) (p (~(~p) ~q)) (p q) (Hukum de Morgan)
(p (p ~q)) (p q) (Hukum negasi ganda)
((p p) ~q) (p q) (Hukum asosiatif)
(p ~q) (p q) (Hukum idempoten)
p (~q q) (Hukum distributif)
pT (Hukum negasi)
p (Hukum indentitas)
Terbukti (p ((p q))) (p q) p
Contoh 2.8:
Penyelesaian :
(p q) (~p q)
~( p q) p ~q
5. Diketahui p dan q bernilai benar dan r dan s bernilai salah, manakah dari pernyataan
berikut yang bernilai benar?
a. p (r s)
b. (~r ∧ ~s) (p ⇒ q)
c. (p ∧ s) ⇒ r
d. (p ⇒ r) ⇒ s
e. p ⇒ (r ⇒ s)
6. Tanpa menggunakan tabel kebenaran buktikan bahwa pernyataan-pernyataan berikut
ekuivalen.
a. p (q r) dengan (p q) r
b. p (q r) dengan (p ~q) p
c. (q p) dengan (~p ~q)
d. ~(p q) dengan (p ~q) (q ~p)
e. (p q) (p q) (~p ~q)
7. Dalam suatu pesta pernikahan, seorang tamu berkata : “Untung ada saya. Jika saya
tidak hadir maka pernikahan tidak sah”. Tamu itu menyatakan bahwa ucapannya
benar karena antesedennya salah (dia memang hadir). dari benarnya ucapan itu,
disimpulkan bahwa sahnya pernikahan adalah berkat hadirnya si tamu. Berilah
komentar.
Dalam bab sebelumnya, telah diketahui bahwa suatu kalimat terbuka dapat menjadi
pernyataan dengan mengganti variabel dengan konstan. Cara lain untuk mengubah suatu
kalimat terbuka menjadi pernyataan adalah dengan menggunakan kuantor.
(x) p(x) bernilai benar jika dan hanya jika p(x) benar untuk semua x dalam semesta S dan
bernilai salah apabila ada x S yang menyebabkan p(x) salah.
Pada Contoh 2 jika diambil x = -2 maka x2 = -4, atau x2 ≤ x. Sehingga (xℝ) x2 x
bernilai salah.
Nilai x yang menyebabkan p(x) salah disebut Contoh Kontra (Counter Example).
Contoh 3.1
Terjemahkan pernyataan di bawah ini dengan menggunakan kuantor atau
a. Beberapa orang rajin beribadah.
b. Setiap bilangan adalah negatif atau mempunyai akar real.
c. Ada bilangan yang tidak reall.
d. Tidak semua mobil mempunyai karburator.
Penyelesaian :
a. Dimisalkan p(x) : “x rajin beribadah”, maka pernyataan (a) dapat ditulis (x) p(x).
b. Dimisalkan p(x) : “x adalah bilangan negatif”
q(x) : “x mempunyai akar riil”
maka pernyataan (b) dapat ditulis (x)(p(x) q(x)).
c. Dimisalkan p(x) : “x adalah bilangan reall”, maka pernyataan (c) dapat ditulis sebagai (
x) ~p(x).
d. Dimisalkan q(y) : “mobil y mempunyai karburator”, maka pernyataan (d) dapat ditulis
sebagai ~(( y) q(y)).
Contoh 3.2
1. Diberikan ℤ = Himpunan semua bilangan bulat.
a. Tunjukkan bahwa pernyataan (mℤ) m2 = m bernilai benar.
b. Tunjukkan bahwa pernyataan (mℤ) m2 = m bernilai salah.
2. Misalkan E adalah himpunan bilangan bulat antara 5 dan 10.
Tunjukkan bahwa pernyataan (mE) m2 = m bernilai salah dan
pernyataan (mE) m2 ≠ m bernilai benar.
LOGIKA DAN KALKULUS/ MODUL 1
13
Penyelesaian :
1. a. Pernyataan (xS) p(x) bernilai benar jika dapat ditunjukkan bahwa ada satu x (atau
lebih) didalam S yang memenuhi sifat p.
Untuk m = 1 ℤ, m2 = 12 = 1 = m. Karena ada m=1 yang memenuhi sifat m2 = m,
maka pernyataan (mℤ) m2 = m benar.
b. Pernyataan (xS) p(x) bernilai salah jika dapat ditunjukkan ada satu x (atau lebih)
di dalam S yang tidak memenuhi sifat p.
Untuk m = 2 ℤ, m2 = 22 = 4 ≠ m. Karena ada m = 2 yang tidak memenuhi sifat m2=
m, maka pernyataan (mℤ) m2 = m bernilai salah.
2. Untuk 5 m 10, 52 = 25 5 : 62 = 36 6 :… : 102 = 100 10
Berarti tidak ada satupun mE yang memenuhi relasi m2 = m.
Jadi, pernyataan (mE) m2 = m bernilai salah dan pernyataan (mE) m2 ≠ m benar.
Contoh 3.3
Nyatakan kalimat berkuantor di bawah ini dalam bahasa sehari-hari
a. (mℝ) x2 0
b. (mℝ) x2 -1
c. (mℝ) m2 = m
Penyelesaian :
Berikut ini diberikan beberapa cara untuk menyatakannya :
a. Semua bilangan real mempunyai nilai kuadrat positif.
Setiap bilangan real mempunyai nilai kuadrat positif.
Sembarang bilangan real mempunyai nilai kuadrat positif.
b. Semua bilangan real mempunyai nilai kuadrat yang tidak sama dengan -1
Tidak ada bilangan riil yang kuadratnya = -1
c. Ada bilangan real yang nilai kuadratnya sama dengan bilangan itu sendiri
Beberapa bilangan real nilainya sama dengan kuadratnya sendiri
Terdapat bilangan real yang kuadratnya sama dengan bilangan itu sendiri.
Contoh 3.4
Tentukan kebenaran kalimat di bawah ini.
a. (xℤ) x2 - 2 0
b. (xℤ) x2 – 10x + 21 = 0
c. (xℤ) x2 – 10x + 21 = 0
d. (xℤ) x2 – 3 = 0
Penyelesaian :
a. Jika x = 1 maka x2 – 2 = 12 – 2 = -1 < 0.
Jadi, tidak semua x memenuhi x2 - 2 0 sehingga pernyataan (a) bernilai salah.
b. x2 – 10x + 21 = 0
(x - 3)(x - 7) = 0
x1 = 3 ; x2 = 7
LOGIKA DAN KALKULUS/ MODUL 1
14
Jadi ada x yang memenuhi relasi x2 – 10x + 21 = 0 (yaitu 3 dan 7) sehingga pernyataan
(b) bernilai benar.
c. Meskipun ada x yang memenuhi x2 – 10x + 21 = 0 (yaitu 3 dan 7 seperti pada soal (b)),
tetapi tidak semua x bersifat demikian.
Sebagai contoh kontra jika x = 1, maka x2 – 10x + 21 = 12 -10(1) + 21 = 12 0. Jadi,
pernyataan (c) bernilai salah.
d. Persamaan x2 – 3 = 0 dipenuhi oleh x1 = - 3 dan x2 = 3 , tetapi nilai x1 dan x2 tersebut
bukanlah anggota semesta pembicaraaan. Jadi, tidak ada x yang memenuhi x2 – 3 = 0
sehingga pernyataan (d) bernilai salah.
Contoh 3.5
Tulislah ingkaran pernyataan- pernyataan berikut ini :
a. Terdapat bilangan bulat x sedemikian hingga x2 = 9
b. Semua dinosaurus telah musnah.
c. Tidak ada ahli matematika yang malas.
d. Beberapa bilangan real adalah bilangan rasional.
Penyelesaian :
Untuk mempermudah penyelesaian, terlebih dahulu pernyataan ditulis ulang dengan
menggunakan kuantor, kemudian barulah dituliskan ingkarannya.
Pernyataan berkuantor yang dibahas pada Subbab 3.A dapat diperluas dengan
menambahkan beberapa kuantor pada satu pernyataan.
Pernyataan (x) (y) p(x,y), dapat juga ditulis dengan (x,y) p(x,y), dibaca “ada suatu
x dan suatu y sedemikian sehingga berlaku p(x,y)”. Dalam bahasa, pernyataan tersebut
mempunyai arti yang sama dengan “ada suatu y dan suatu x sedemikian sehingga berlaku
p(x,y)” sehingga
Begitu pula,
(x) (y) p(x,y) (y) (x) p(x,y)
Dengan kata lain, kuantor-kuantor sejenis dapat ditukarkan tempatnya.
Sebaliknya, pernyataan
(x)(y) p(x,y) (i)
mempunyai arti yang berbeda dengan
(y)(x) p(x,y) (ii)
Sebagai ilustrasi, dimisalkan semestanya adalah himpunan semua bilangan bulat dan p(x,y)
diartikan x < y.
Pernyataan (i) dibaca “untuk setiap x terdapat y sedemikian sehingga x < y”. Hal ini berarti
tidak ada bilangan bulat terbesar, karena setiap diambil sebarang x bilangan bulat selalu
ada y yang lebih besar dari x.
Sedangkan pernyataan (ii) dibaca “terdapat y sedemikian sehingga untuk semua x berlaku
x < y”. Hal ini berarti ada bilangan bulat y yang selalu lebih besar dari sebarang bilangan
bulat x, dengan kata lain ada bilangan bulat terbesar, yaitu y.
LOGIKA DAN KALKULUS/ MODUL 1
16
Pernyataan (i) bernilai benar dan pernyataan (ii) bernilai salah sehingga (i) dan (ii) tidak
ekuivalen.
Sebaliknya, jika
(y)(x) p(x,y)
bernilai benar, artinya terdapat suatu y sdemikian sehingga untuk setiap x berlaku p(x,y),
maka pastilah untuk setiap x terdapat y sedemikian sehingga berlaku p(x,y). Sehingga
didapat
(y)(x) p(x,y) (x)(y) p(x,y)
Secara umum, hubungan antara penempatan kuantor ganda adalah sebagai berikut:
Ingkaran pernyataan berkuantor ganda dilakukan dengan cara yang sama seperti pada
ingkaran kalimat berkuantor tunggal.
Contoh 3.6
1. Nyatakan kalimat di bawah ini dengan menggunakan kuantor!
a. Ada bintang film yang disukai semua orang.
b. Untuk setiap bilangan real positif, terdapatlah bilangan real positif lain yang lebih
kecil darinya.
2. Diketahui M = Himpunan semua manusia dan p(x,y) : “y adalah ibu dari x”
Nyatakan arti simbol logika di bawah ini dalam bahasa sehari-hari dan tentukan nilai
kebenarannya.
a. (xM) (yM) p(x,y)
b. (xM) (yM) p(x,y)
3. Tentukan ingkaran kalimat berikut ini!
a. Semua bilangan bulat adalah bilangan genap.
b. Ada suatu masalah yang tidak dapat diselesaikan oleh semua program komputer.
Tautologi adalah pernyataan majemuk yang selalu bernilai benar, apapun nilai
kebenaran dari masing-masing komponennya. Contoh yang paling sederhana adalah
p ~p
Sebaliknya, kontradiksi adalah pernyataan majemuk yang selalu bernilai salah,
apapun nilai kebenaran dari masing-masing komponennya. Contoh yang paling sederhana
adalah
p ~p
Dalam tabel kebenaran, suatu Tautologi selalu bernilai B pada semua barisnya, dan
Kontradiksi selalu bernilai S pada semua baris. Kalau suatu kalimat Tautologi diturunkan
lewat hukum-hukum yang ada, maka pada akhirnya akan menghasilkan T. Sebaliknya,
Kontradiksi akan selalu menghasilkan F.
Contoh 4.1
Tunjukkan bahwa kalimat-kalimat dibawah ini adalah Tautologi dengan menggunakan
tabel kebenaran.
a. (p q) q
b. q (p q)
Penyelesaian :
a. Tabel kebenaran implikasi (p q) q tampak pada Tabel 4.1
Tabel 4.1.
p q (p q) (p q) q
B B B B
B S S B
S B S B
S S S B
Karena semua baris pada kolom (p q) q bernilai B, maka (p q) q merupakan
Tautologi.
b. Tabel kebenaran implikasi q (p q) tampak pada Tabel 4.2
Tabel 4.2.
p q (pq) q ( p q )
B B B B
B S B B
S B B B
S S S B
Karena semua baris pada kolom q (p q) bernilai B, maka q (p q) merupakan
Tautologi.
LOGIKA DAN KALKULUS/ MODUL 1
20
Teorema 4.1.
Dua pernyataan p dan q saling ekuivalen jika dan hanya jika pernyataan “p q”
merupakan tautologi.
Bukti :
Diketahui p dan q saling ekuivalen, artinya p dan q mempunyai nilai kebenaran yang sama,
sehingga p q akan selalu bernilai benar. Dengan kata lain, “p q” merupakan
tautologi.
Sebaliknya, jika p q selalu bernilai benar maka p dan q selalu mempunyai nilai
kebenaran yang sama. Dengan kata lain p dan q saling ekuivalen.
Contoh 4.2.
Tunjukkan bahwa (p q) (~q ~p) merupakan suatu Tautologi.
Penyelesaian :
(p q) (~q ~p)
(p q ~q ~p) (~q ~p p q) (definisi biimplikasi)
(~p q q ~p) (q ~p ~p q) (transformasi dari ke )
(~~p q q ~p) (~q ~p ~p q) (transformasi dari ke )
(p ~q q ~p) (~q p ~p q) (hukum De Morgan)
(p ~q q ~p) (p ~q q ~p) (hukum komutatif)
p ~q q ~p (hukum idempoten)
~~p q q ~p (hukum De Morgan )
~~p q ~p q (hukum komutatif)
T (hukum Ikatan)
Karena (p q) (~q ~p) dapat diturunkan menjadi T, maka terbukti bahwa (p q)
(~q ~p) merupakan suatu Tautologi.
Tabel 4.3. Tabel kebenaran dari implikasi, konvers, invers dan kontraposisi
p q ~p ~q p⇒q q⇒p ~p ⇒ ~q ~q ⇒ ~p
B B S S B B B B
B S S B S B B S
S B B S B S S B
S S B B B B B B
Contoh 4.3
Apakah Konvers, Invers, dan Kontraposisi kalimat di bawah ini ?
a. Jika A merupakan suatu bujursangkar, maka A merupakan suatu persegi panjang.
b. Jika n adalah bilangan prima > 2 maka n adalah bilangan ganjil.
c. Jika x bilangan bulat positif maka 2x bilangan bulat positif
Penyelesaian :
a. Konvers : Jika A merupakan persegi panjang maka A adalah suatu bujur sangkar
Invers : Jika A bukan bujursangkar, maka A bukan persegi panjang
Kontraposisi : Jika A bukan persegi panjang, maka A bukan bujursangkar
Diketahui implikasi bernilai benar, tampak bahwa konvers tidak selalu benar karena
persegi panjang belum tentu merupakan suatu bujursangkar. Demikian juga Invers.
Kalau A bukan bujursangkar, belum tentu A bukan persegi panjang. Sebaliknya,
kontraposisi selalu bernilai sama seperti implikasi mula-mula (dalam hal ini bernilai
benar).
b. Konvers : Jika n adalah bilangan ganjil, maka n adalah bilangan prima > 2.
Invers : Jika n bukan bilangan prima > 2, maka n bukan bilangan ganjil.
Kontraposisi : Jika n bukan bilangan ganjil, maka n bukan bilangan prima > 2.
c. Konvers : Jika 2x bilangan bulat positif maka x bilangan bulat positif.
Invers : Jika x bukan bilangan bulat positif maka 2x bukan bilangan bulat positif.
Kontraposisi : Jika 2x bukan bilangan bulat positif maka x bukan bilangan bulat positif
Hampir semua rumus dan hukum yang berlaku dalam matematika tidak tercipta
begitu saja. Rumus-rumus tersebut selalu dapat dibuktikan berdasarkan definisi-definisi
maupun rumus-rumus lain yang sudah pernah dibuktikan kebenarannya. Bahkan hukum-
hukum/rumus-rumus yang tampaknya sederhana seperti hukum komutatif a+b = b+a juga
dapat diturunkan pembuktiannya. Banyak rumus-rumus sederhana semacam itu yang
sering kita gunakan tanpa memikirkan pembuktiannya.
Dalam subbab ini diperkenalkan teknik-teknik pembuktian dalam matematika.
Beberapa contoh kasus yang dibuktikan cukup sederhana sehingga kebenarannya dapat
dilihat sepintas saja, sedangkan beberapa kasus yang lain cukup kompleks sehingga
memerlukan pemikiran ekstra. Tujuan dari contoh-contoh tersebut adalah untuk
memperkenalkan dan membiasakan diri dengan metode-metode pembuktian yang ada,
sehingga dapat membuktikan sendiri teorema-teorema yang lain.
a. Tulislah variabel (dan tipenya) yang akan digunakan. Ini berguna untuk selalu
mengingat tipe variabel yang dipakai dalam langkah-langkah pembuktian
selanjutnya.
Contoh :
“Misalkan m dan n adalah bilangan bulat”
“Misalkan x adalah bilangan riil > 2”
d. Jika di tengah-tengah pembuktian dijumpai suatu ekspresi (misal r+s) dan untuk
menyingkatnya, r+s tersebut (yang keduanya bilangan bulat) akan dinyatakan
sebagai k (variabel k belum ada sebelumnya). Di samping itu, akan dijelaskan juga
bahwa k merupakan bilang bulat juga, karena merupakan jumlahan dari 2 bilangan
bulat. Untuk melakukannya, tuliskanlah :
“Misalkan k = r+s
Karena r dan s adalah bilangan-bilangan bulat, maka k juga bilangan bulat”
Dalam membuktikan teorema, ada beberapa kesalahan yang sering dilakukan tanda
disadari. Kesalahan-kesalahan tersebut sering kali berakibat fatal karena kesalahan yang
ada di tengah akan selalu terbawa hingga akhir pembuktian. Akibatnya, kesimpulan di
akhir pembuktian menjadi salah.
Beberapa kesalahan yang sering dilakukan dalam pembuktian suatu teorema adalah
sebagai berikut :
1. Mengambil kesimpulan berdasarkan satu/beberapa contoh.
Kadang-kadang suatu teorema terlalu abstrak sehingga sulit ditangkap logika. Untuk
itu kadang-kadang pemberian satu/beberapa contoh kasus akan menolong untuk
memahami teorema yang bersangkutan. Tetapi, merupakan suatu kesalahan apabila
menganggap bahwa pernyataan yang berlaku umum dapat dibuktikan dengan
menunjukkan bahwa pernyataan tersebut benar untuk beberapa kasus, karena ada
banyak pernyataan yang benar untuk beberapa kasus tertentu, tetapi salah untuk
kasus-kasus yang lain.
LOGIKA DAN KALKULUS/ MODUL 1
24
Contoh :
Misalkan akan dibuktikan bahwa jumlah 2 bilangan genap adalah bilangan genap.
Suatu pembuktian yang salah adalah sebagai berikut :
“Ambil m=6 dan n=4
m+n = 6+4 = 10. Jadi jumlah 2 bilangan genap adalah bilangan genap”
Dalam hal ini, bukti bahwa 6+4 adalah bilangan genap belumlah cukup untuk
menunjukkan bahwa jumlah dua bilangan genap adalah genap, karena ada banyak
bilangan-bilangan genap lain selain 6 dan 4.
Untuk membuktikan hal tersebut, yang harus dilakukan adalah mengambil sebarang
dua bilangan genap, m dan n, dan menunjukkan bahwa (m + n) juga bilangan genap.
Catatan : Pembuktian dengan contoh diperbolehkan jika digunakan untuk
membuktikan suatu teorema tidak berlaku (disebut Contoh Kontra)
3. Melompat ke kesimpulan
Pembuktian harus dilakukan langkah demi langkah secara urut dan tidak melompat-
lompat. Pengurangan salah satu langkah tanpa alasan yang cukup akan menyebabkan
bukti kurang kuat (meskipun kadang-kadang tidak sepenuhnya salah). Sebagai
contoh, perhatikanlah “bukti” bahwa jumlah 2 bilangan genap adalah genap.
“Misalkan m dan n bilangan genap. Berdasarkan definisi bilangan genap, maka m =
2r dan n = 2s untuk suatu bilangan bulat r dan s. Jadi m+n = 2r+2s. Dengan
demikian maka m+n adalah bilangan genap”
Dalam pembuktian di atas, ada satu langkah yang terlewati yaitu berdasarkan
kenyataan m+n = 2r+2s maka disimpulkan bahwa m+n adalah bilangan genap. Ini
tidak jelas. Seharusnya perlu ditambahkan :
m+n = 2r+2s
= 2 (r+s) (sifat distributif)
Sehingga menurut definisi bilangan genap, maka m+n adalah bilangan genap.
Kesalahan terletak pada pengasumsian bahwa m+n adalah genap, padahal hal itulah
yang akan dibuktikan sehingga tidak boleh dipakai/diasumsikan dalam langkah-
langkah pembuktian.
Dengan mengetahui dan memahami ke-4 kebiasaan yang salah di atas diharapkan
kesalahn-kesalahan tersebut dapat dihindari dan langkah pembuktian dapat dilakukan
secara benar.
Selanjutnya, seperti telah disebutkan sebelumnya, dalam matematika ada 2 jenis
metode pembuktian, yaitu secara langsung dan tidak langsung.
Terlihat bahwa semua bilangan genap n (4 n 30) dapat dinyatakan sebagai jumlahan 2
bilangan prima.
Dalam Contoh 4.4, semua bilangan dapat dicek satu persatu karena n berhingga.
Akan tetapi, secara umum metode pengecekan satu persatu seperti di atas tidak dapat
digunakan jika n tak berhingga banyak. Sebagai contoh, untuk membuktikan bahwa semua
bilangan genap 4 dapat dinyatakan sebagai jumlahan 2 bilangan prima, metode seperti di
atas tidak dapat dilakukan mengingat ada tak berhingga banyak bilangan genap 4 (Ingat
bahwa beberapa contoh saja tidak cukup dipakai bukti. Bukti harus dilakukan untuk semua
LOGIKA DAN KALKULUS/ MODUL 1
26
bilangan genap 4). Bahkan meskipun jumlah obyek yang harus dicek berhingga, metode
pembuktian dengan pengecekan seperti di atas tidaklah efisien karena terlalu lama.
Contoh 4.6
Buktikan bahwa untuk semua bilangan bulat a,b, dan c berlakulah :
Jika a adalah faktor dari b dan b adalah faktor dari c, maka a adalah faktor dari c
Penyelesaian:
Diketahui : a adalah faktor dari b dan b adalah faktor dari c
Akan dibuktikan bahwa a adalah faktor dari c
Bukti
Misal a,b dan c adalah bilangan-bilangan bulat yang memenuhi sifat :
a adalah faktor dari b dan b adalah faktor dari c
a faktor dari b berarti b = k.a untuk suatu bilangan bulat k
b faktor dari c berarti c = n.b untuk suatu bilangan bulat n
Didapat :
c = n.b
= n.(k.a)
= (n.k).a (sifat asosiatif)
Dimisalkan p = n.k. karena n dan k masing-masing adalah bilangan bulat, maka p
merupakan bilangan bulat juga, sehingga :
c = p.a untuk suatu bilangan bulat p.
ini berarti bahwa a adalah faktor dari c, terbukti
LOGIKA DAN KALKULUS/ MODUL 1
27
Contoh 4.7 (Pembuktian Ekuivalensi)
Buktikan ekuivalensi di bawah ini :
Diketahui a dan b adalah bilangan-bilangan bulat.
a dan b mempunyai sisa yang sama jika dibagi dengan bilangan positif n jika dan hanya
jika (a-b) habis dibagi n.
Penyelesaian:
Pernyataan p q ekuivalen dengan (p q) dan (q p), sehingga untuk membuktikan
ekuivalensi p q, kita harus membuktikan benarnya implikasi p q dan q p.
Dalam Contoh 4.7, kita harus membuktikan 2 hal :
() Jika a dan b mempunyai sisa yang sama bila dibagi dengan bilangan positif n, maka
(a-b) habis dibagi n.
() Jika (a-b) habis dibagi n, maka a dan b mempunyai sisa yang sama bila dibagi
dengan bilangan positif n.
Bukti
() Diketahui a, b ℤ yang mempunyai sisa sama (misal s) bila dibagi dengan n.
Artinya a = k.n + s dan b = j.n + s dengan 0 s < n; k, j ℤ
Akan dibuktikan bahwa (a-b) habis dibagi n
a - b = (k.n + s) - (j.n + s)
= (k.n - j.n)
= (k - j) n
Karena k dan j masing-masing adalah bilangan bulat, maka (k – j) juga bilangan
bulat, sehingga a - b = (k - j) n untuk suatu bilangan bulat (k – j).
Ini berarti bahwa (a - b) habis dibagi n.
Terbukti jika a dan b mempunyai sisa yang sama bila dibagi n, maka (a - b) habis
dibagi n.
() Diketahui a, b ℤ sedemikian hingga (a - b) habis dibagi n.
Akan dibuktikan bahwa a dan b mempunyai sisa yang sama bila dibagi dengan n
Dimisalkan s1 adalah sisa dari a dibagi n dan
s2 adalah sisa dari b dibagi n.
Jadi a = k.n + s1 dengan 0 s1 < n
b = j.n + s2 dengan 0 s2 < n
Akan ditunjukkan bahwa s1 = s2
Diketahui bahwa (a - b) habis dibagi n, berarti
a-b = p.n untuk suatu bilangan bulat p
a = b + p.n
= (j.n + s2) + p.n
= (j + p).n + s2
Dimisalkan r = j + p. Karena j dan p adalah bilangan-bilangan bulat, maka r
juga bilangan bulat sehingga :
a = r.n + s2 dengan 0 s2 < n
Akan tetapi, jika a dibagi dengan n, maka pastilah hasil dan sisanya
merupakan bilangan yang tunggal. Ini berarti s1 = s2 dan r = k.
Contoh 4.8
Buktikan bahwa tidak ada bilangan bulat yang terbesar.
Bukti
Diandaikan negasi dari pernyataan tersebut benar. Jadi, diandaikan ada bilangan bulat yang
terbesar (sebutlah N).
Karena N terbesar, maka N n untuk semua bilangan bulat n.
Ambil M = N+1. Karena N adalah bilangan bulat, maka M juga bilangan bulat. Di
samping itu, jelas bahwa N < M ( karena M = N+1).
Didapat :
N n untuk semua bilangan bulat n (dari pengandaian)
N < M untuk bilangan bulat M (karena M = N+1)
Keduanya kontradiksi. Berarti pengandaian salah sehingga pernyataan mula-mula yang
benar.
Terbukti bahwa tidak ada bilangan bulat yang terbesar.
Bukti:
Jika p ((p q) q) merupakan tautologi, maka pernyataan tersebut selalu bernilai
benar.
Diandaikan p ((p q) q) bernilai salah, maka kemungkinannya adalah
p benar (*) dan (p q) q salah.
(p q) q salah maka p q benar dan q salah.
Dari p q benar dan q salah didapat p salah (**). Terjadilah kontradiksi antara (*) dan
(**), berarti pengandaian harus diingkar sehingga terbukti p ((p q) q) merupakan
tautologi.
Contoh 4.10
Buktikan bahwa untuk bilangan-bilangan bulat m dan n :
Jika m+n 73, maka m 37 atau n 37.
Bukti
Jika p adalah pernyataan m+n 73,
q adalah pernyataan m 37,
r adalah pernyataan n 37
maka dalam simbol, kalimat di atas dapat dinyatakan sebagai : p (q r)
Kontraposisinya adalah ~(q r) ~p atau (~q ~r) ~p
Dengan demikian, untuk membuktikan pernyataan mula-mula, cukup dibuktikan
kebenaran pernyataan
Jika m < 37 dan n < 37 maka m+n < 73
Ambil 2 bilangan bulat m dan n dengan m < 37 dan n < 37
m < 37 berarti m 36 dan n < 37 berarti n 36, sehingga
m + n 36 + 36
m + n 72
m + n 73
terbukti bahwa jika m < 37 dan n < 37 maka (m+n) < 73
Dengan terbuktinya kontraposisi, maka terbukti pula kebenaran pernyataan mula-mula
yaitu :
Jika m+n 73, maka m 37 atau n 37.
Argumen merupakan suatu pernyataan, maka ia memiliki nilai benar atau salah.
Suatu Argumen dikatakan sah (valid) apabila untuk sebarang pernyataan yang
disubstitusikan kedalam hipotesa, jika semua premis tersebut benar, maka kesimpulan juga
benar. Sebaliknya, meskipun semua premis benar tetapi ada kesimpulan yang salah, maka
argumen tersebut dikatakan Invalid. Kalau suatu argumen dan semua premisnya bernilai
benar, maka kebenaran nilai kesimpulan dikatakan sebagai “diinferensikan(diturunkan)
dari kebenaran hipotesa”
Untuk mengecek apaka suatu argumen merupakan kalimat yang valid, dapat
dilakukan langkah-langkah sebagai berikut :
Premis (1) P1
Premis (2) P2
Premis (3) P3 hipotesa
…
Premis (n) Pn
q kesimpulan ( tanda q dibaca “ jadi q” )
Jika tanpa menggunakan tabel, maka argumen dikatakan valid jika (P1 P2 P3 .. Pn)
q merupakan tautologi.
a. p ( q r )
~r
pq
b. p ( q ~r )
q(pr)
pr
Penyelesaian :
Baris kritis adalah Baris 2, 4 dan 6 (baris yang semua premisnya bernilai B). Pada
baris-baris tersebut, kesimpulannya juga bernilai B. Sehingga argumen tersebut valid.
Baris kritis adalah baris ke 1, 4, 7, dan 8. Pada baris ke-4 (baris kritis) nilai
kesimpulannya adalah S. Sehingga argumen tersebut invalid.
A. Metode-Metode Inferensi
Dalam sub-bab ini dipelajari beberapa metode-metode inferensi, yaitu teknik untuk
menurunkan kesimpulan berdasarkan hipotesa yang ada, tanpa menggunakan tabel.
Beberapa metode inferensi untuk menentukan kevalidan adalah sebagai berikut :
1. Modus Ponens
Perhatikanlah implikasi p q yang diasumsikan bernilai benar. Apabila selanjutnya
diketahui bahwa anteseden (p) benar, maka agar implikasi p q benar, maka q juga harus
bernilai benar. Inferensi seperti itu disebut Modus Ponens.
Contoh 5.2
Premis 1 : Jika digit terakhir suatu bilangan x adalah 0, maka x habis dibagi 10.
Premis 2 : Digit terakhir bilangan 100 adalah 0
100 habis dibagi 10.
pq
~q atau dapat ditulis dengan ((p q) ~q) ~p
~p
Contoh 5.3
3. Penambahan Disjungtif
Inferensi Penambahan Disjungtif didasarkan atas fakta bahwa suatu pernyataan dapat
digeneralisasikan dengan penghubung “”. Alasannya adalah karena penghubung “”
bernilai benar jika salah satu komponennya bernilai benar.
Sebagai contoh, perhatikan kalimat berikut: “Monik suka jeruk” (bernilai benar).
Pernyataan tersebut tetap bernilai benar jika ditambahkan kalimat lain dengan penghubung
“”. Jadi pernyataan “Monik suka jeruk atau durian” juga tetap bernilai benar dan tidak
tergantung pada suka/tidaknya Monik akan durian.
Contoh 5.4
4. Penyederhanaan Konjungtif
Inferensi Penyederhanaan Konjungtif merupakan kebalikan dari Penambahan
Disjungtif. Jika beberapa pernyataan dihubungkan dengan penghubung “”, pernyataan
tersebut dapat diambil salah satunya secara khusus. Penyempitan pernyataan ini
merupakan kebalikan dari Penambahan Disjungtif yang merupakan perluasan suatu
pernyataan.
Contoh 5.5
Penghubung “dan” dalam hipotesa di atas berarti bahwa Lina menguasai bahasa
Inggris dan sekaligus bahasa Prancis, sehingga secara khusus dapat dikatakan bahwa Lina
menguasai bahasa Inggris.
5. Silogisme Disjungtif
Prinsip dasar Silogisme Disjungtif adalah kenyataan bahwa jika kita diperhadapkan
pada satu diantara 2 pilihan yang ditawarkan (A atau B), sedangkan kita tidak memilih A,
maka satu-satunya pilihan yang mungkin adalah memilih B.
Secara simbolis, bentuk metode inferensi Silogisme Disjungtif adalah sebagai berikut :
a. p q
~p
q
b. p q
~q
p
Contoh 5.6
6. Silogisme Hipotesis
Prinsip inferensi Silogisme Hipotesis adalah sifat transitif pada implikasi. Jika
implikasi p q dan q r keduanya bernilai benar, maka implikasi p r bernilai benar
pula.
Secara simbolis, bentuk metode inferensi Silogisme Hipotesis adalah sebagai berikut :
pq
qr
pr
pq
pr
qr
r
Contoh 5.8
Nanti malam ayah mengajak Adi nonton atau mengajak Adi makan di restoran.
Jika ayah mengajak Adi nonton, maka Adi akan senang.
Jika ayah mengajak Adi makan di restoran, maka Adi akan senang.
Nanti malam Adi akan senang.
8. Konjungsi
Inferensi Konjungsi sebenarnya sudah dibahas pada Bab II. Jika ada 2 pernyataan
yang masing-masing benar, maka gabungan kedua pernyataan tersebut dengan
menggunakan penghubung “ ” ( Konjungsi ) juga bernilai benar.
Contoh 5.9
Pada suatu hari, anda hendak pergi ke kampus dan baru sadar bahwa anda tidak memakai
kacamata. Setelah mengingat-ingat, ada beberapa fakta yang anda pastikan kebenarannya :
a. Jika kacamataku ada di meja dapur, maka aku pasti sudah melihatnya ketika sarapan
pagi.
b. Aku membaca koran diruang tamu atau aku membacanya didapur.
c. Jika aku membaca koran di ruang tamu, maka pastilah kacamata kuletakkan di meja
tamu.
d. Aku tidak melihat kacamataku pada waktu sarapan pagi.
e. Jika aku membaca buku di ranjang, maka kacamata kuletakkan di meja samping
ranjang.
f. Jika aku membaca koran di dapur, maka kacamataku ada di meja dapur.
Berdasarkan fakta-fakta tersebut, tentukan dimana letak kacamata tersebut !
Dimisalkan:
p : Kacamataku ada di meja dapur
q : Aku melihat kacamataku ketika sarapan pagi
r : Aku membaca koran di ruang tamu
s : Aku membaca koran di dapur
t : Kacamataku kuletakkan di meja tamu
u : Aku membaca buku di ranjang
w : Kacamataku kuletakkan di meja samping ranjang
Dengan simbol-simbol tersebut maka fakta-fakta di atas dapat ditulis sebagai berikut :
a. p q
b. r s
c. r t
d. q
e. u w
f. s p
Inferensi yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut :
1. p q fakta (a)
~q fakta (d)
~p dengan Modus Tollen
2. s p fakta (f)
~p kesimpulan dari (1)
~s dengan Modus Tollen
3. r s fakta (b)
~s kesimpulan dari (2)
r dengan Silogisme Disjungtif
4. r t fakta (c)
r kesimpulan dari (3)
t dengan Modus Ponen
Perhatikan bahwa untuk mencapai kesimpulan akhir, tidak semua fakta dipergunakan.
Dalam Contoh 5.9, fakta (e) tidak dipergunakan. Hal ini tidak menjadi masalah selama
penurunan dilakukan dengan menggunakan inferensi yang benar.
Penyelesaian :
Dengan menggunakan prinsip-prinsip inferensi logika
1. p q premis
p penyederhanaan konjungtif
3. (p q) r hipotesa
(p q) hasil dari (2)
r Modus Ponen
c. X : Y adalah penjahat
Y : X adalah penjahat