Abstrak
Wisata adalah suatu proses berpergian yang bersifat sementara yang dilakukan oleh seseorang
untuk menuju ke tempat lain diluar tempat tinggalnya. Kegiatan pariwisata biasanya berdampak
terhadap keadaan sosial dan ekonomi masyarakat disekitarnya tidak terkecuali wisata religi, terutama di
kabupaten Bangkalan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh branding terhadap
peningkatan kunjungan wisata religi di kabupaten Bangkalan. Metode yang digunakan dalam penelitian
adalah metode kualitatif karena berkaitan dengan tindakan dan perilaku manusia serta dampak dalam
menganalisis pengaruh tagline kota Bangkalan terhadap peningkatan wisata religi. Hasil analisis
menunjukkan bahwa pemberian Tagline “BANGKALAN KOTA DZIKIR DAN SHOLAWAT” memiliki
pengaruh besar terhadap peningkatan jumlah kunjungan terhadap obyek wisata yang ada di kabupaten
Bangkalan untuk media promosi dan memberikan ikon sebagai daya tarik wisatawan.
Kata kunci: Wisata religi, Tagline, Smart Branding
Abstract
Tourism is a temporary travel process carried out by someone to go to another place outside
their place of residence. Tourism activities usually have an impact on the social and economic conditions
of the surrounding communities including religious tourism, especially in Bangkalan district. This study
aims to determine the effect of branding on increasing religious tourism visits in Bangkalan district. The
method used in this research is a qualitative method because it relates to human actions and behavior as
well as the impact in analyzing the influence of the Bangkalan city tagline on the improvement of
religious tourism. The results of the analysis show that the giving of the tagline "BANGKALAN KOTA
DZIKIR DAN SHOLAWAT" has a big influence on increasing the number of visits to tourism objects in
Bangkalan district for media promotion and giving icons as tourist attractions.
Keywords: Religious Tourism, Tagline, Smart Branding
1. PENDAHULUAN
Islam adalah agama mayoritas di Indonesia yang memiliki peranan penting dalam
roda kehidupan masyarakatnya. Populasi muslim di Indonesia mencapai 88% dari total
penduduk yang ada dengan lebih dari 800.000 masjid didalamnya[1]. Berdasarkan
laporan dari State of The Global Economy pada tahun 2014-2015, negara – negara
penganut ekonomi islam akan menghadapi kenaikan tren bisnis dimasa yang akan
datang. Laporan itu juga menyebut bahwa indonesia menempati posisi ke-10 sebagai
pelaksana ekonomi islam didunia. Oleh karenya, Indonesia memiliki potensi yang
sangat besar dalam pengembangan wisata religi.
Wisata adalah suatu proses berpergian yang bersifat sementara yang dilakukan
oleh seseorang untuk menuju ke tempat lain diluar tempat tinggalnya. Motif
berpergiannya tersebut bisa karena kepentingan ekonomi, kesehatan, agama, budaya,
sosial, politik, dan kepentingan lainnya (Gamal : 2004).
Salah satu yang sedang digenjot oleh pemerintah presiden Joko Widodo saat ini
adalah pariwisata. Fasilitas – fasilitas pariwisata akan terus digenjot pembangunannya
oleh pemerintah sampai akhir tahun 2020. Salah satu pariwisata yang paling banyak di
Indonesia adalah wisata religi. Biasanya, wisata religi dilakukan dengan cara berziarah
ke makam tokoh – tokoh penting di agama islam. Di kabupaten Bangkalan, terdapat
beberapa wisata religi yang sering dikunjungi oleh peziarah dari bermacam – macam
daerah seperti makam Syaikhona Cholil, makam Syarifah Ambami, makam Sunan
Cendana, makam Sultan R. Abdul kadirun dan lain sebagainya.
Kegiatan pariwisata biasanya berdampak terhadap keadaan sosial dan ekonomi
masyarakat disekitarnya tidak terkecuali wisata religi. Makam Syaikhona Muhammad
Cholil Bangkalan menjadi contohnya. Kawasan wisata religi tersebut menjadi tempat
warga sekitar untuk menyambung hidupnya dari berjualan sampai menyediakan suatu
jasa tertentu disana. Kurang lebih sebanyak 30.000 wisatawan mengunjungi wisata
religi tersebut setiap bulannya. Bahkan pada bulan – bulan tertentu seperti bulan
Ramadhan, jumlah wisatawan yang berkunjung ke wisata religi ini mencapai 40.000
wisatawan. Hal tersebut tentu juga sangat berdampak terhadap keadaan ekonomi
masyarakat sekitarnya.
Namun, setelah rampungnya jembatan Suramadu yang menghubungkan akses
jalan Surabaya Madura serta upaya pemerintah daerah dalam melakukan branding
kawasan sebagai kota dzikir dan sholawat semenjak tahun 2015, volume wisatawan
yang berkunjung ke wisata religi yang ada di kabupaten Bangkalan semakin bertambah.
Tercatat jumlah wisatawan pada tahun berikutnya mencapai 1.476.251 wisatawan. Pada
2 tahun selanjutnya, peningkatan wisatawan meningkat secara signifikan. Tercatat
jumlah wisatawan berturut – turut mencapai 1.531.322 pada tahun 2017 dan 1.937.695
pada tahun 2018[].
Penelitian ini berfokus pada peranan pemerintah kabupaten Bangkalan dalam
upaya melakukan branding kawasan serta adanya akses jalan Suramadu yang
menghubungkan antara Surabaya dan pulau Madura dalam meningkatkan volume
wisatawan yang berkunjung ke kabupaten Bangkalan.
Branding adalah keseluruhan persepsi terhadap suatu merek yang dibentuk dengan
memproses informasi dari berbagai sumber setiap waktu (Setiadi : 2003). Pendapat lain
mengatakan bahwa branding adalah reputasi, merek yang memiliki reputasi adalah
merek yang menjanjikan sehingga publik mempercayai dan memilih merek tersebut
(Neumeier : 2003). Dengan kata lain, branding dalam hal ini adalah sebuah merk atau
3
identitas yang coba diberikan oleh pemerintah agar kawasannya mempunyai sebuah ciri
khas dibanding kawasan lain.
2. TINJAUAN PUSTAKA
a. Branding
Branding atau merek sering kali dikaitkan dengan produk jadi yang di pasarkan
di toko. Merek yang sudah lama beredar biasanya dijadikan patokan nama penganti
suatu produk. Banyak masyarakat yang menyebut suatu merek tertentu sebagai kata
ganti produk, seperti masyarakat menyebut Aqua sebagai kata ganti produk Air mineral,
apapun merek air mineral masyarakat menyebutnya dengan Aqua. Kemudian ada Sanyo
yang digunakan sebagai kata ganti pompa air.
Merek, secara harfiah berarti nama, istilah, simbol, tanda, rancanan ataupun
kombinasi dari kesemuannya yang digunakan sebagai tanda pengenal suatu produk, jasa
maupun daerah yang membedakannya daerah satu dengan yang lain. Menurut kotler dan
Amstrong (2017), terdapat empat tingkat arti yang terkandung dalam merek, antara lain
1. Atribut, merupakan tingkatan yang merujuk pada ciri khas dari sebuah produk;
2. Manfaat, merupakan tingkatan yang merujuk pada kejelasan kegunaan suatu
produk;
3. Nilai, merupakan tingkatan yang merujuk pada “penghargaan” yang akan didapat
setelah menggunakan produk;
4. Kepribadian, merupakan tingkatan yang merujuk pada sifat tertentu penggunaan
cocok dengan sebuah produk.
b. Smart Branding
Smart Branding atau branding daerah yang pintar adalah praktik inovatif
dan kreatif pemerintah daerah memanfaatkan teknologi terkini untuk membangun
positioning dan nilai jual (brand value) daerah baik di tingkat nasional maupun
internasional, sehingga mampu meningkatkan daya saing daerah dalam menarik
partisipasi masyarakat dan investasi bisnis/investor dari dalam maupun luar daerah
guna mendorong aktivitas perekonomian dan pengembangan kehidupan sosial dan
budaya lokal yang berujung pada peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Konsep Smart Branding harus diterapkan sekaligus diukur dalam 3 sub-
dimensi, yakni:
1. Pariwisata daerah (Tourism)
Dengan memanfaatkan teknologi terkini, dengan cara yang inovatif dan kreatif
pemerintah daerah akan mampu :
a. Menemukan, membangun, dan mengembangkan destinasi wisata daerah yang
menarik dan layak bagi wisatawan (destination);
b. Membangun infrastruktur yang mendukung kenyamanan wisatawan
(amenities);
c. Membangun budaya yang rmah kepada pengunjung (hospitality).
2. Bisnis daerah (Business Branding)
Dengan memanfaatkan teknologi terkini, dengan cara yang inovatif dan kreatif
pemerintah daerah akan mampu :
a. Membangun platform dan memasarkan ekosistem perdagangan yang
kondusif dan nyaman, misalnya market place daerah.
b. Membangun dan memasarkan ekosistem investasi yang mudah dan efektif,
misalnya Investment Lounge, Dashboard, dan Portal Investasi Daerah.
c. Membangun dan memasarkan produk dan jasa industri kreatif khas daerah
misalnya kuliner, kriya, fashion, digital, dan lain
3. Wajah kota (City Appearance)
Dengan memanfaatkan teknologi terkini, dengan cara yang inovatif dan kreatif
pemerintah daerah akan mampu :
a. Mewujudkan penataan kembali wajah kota yang menonjolkan nilai
arsitektur yang mencerminkan nilai-nilai khas daerah dan mengikuti dinamika
modernisasi yang menginginkan sebuah tata ruang dan tata wilayah kota
yang indah, bersih, rapi, dan membanggakan dengan kualitas arsitektur
berkelas internasional. Sebagai contoh: menata kembali tampilan dan tata
wilayah pemukiman, taman kota, pertokoan, pendidikan, tempat rekreasi,
tempat berkumpul masyarakat, industri, dan layanan publik lainnya secara
lebih teratur dan modern.
b. Membangun batas wilayah (edge), membangun penanda sebuah lokasi
yang penting, berkesan bagi pengunjung (landmark), menyediakan navigasi
yang unik menuju kota (signage), struktur jalan yang teratur (path), dan titik
simpul kota (node) seperti alun-alun, simpang dan lain-lain. Sebagai contoh:
pembuatan desain logo kota, gerbang khas masuk kota, warna khas kota,
bangunan-bangunan icon kota (seperti tugu, rumah ibadah, dan lain-lain),
pusat belanja khas kota, membuat mural khas identitas kota, atau subsidi
pembangunan rumah-rumah khas tradisional daerah.
c. Tagline
Menurut Rustan (2009), tagline merupakan salah satu atribut dalam sistem
identitas, berupa satu kaya atau lebih yang menggambarkan esensi, personality
maupun positioning brand. Sedangkan menurut Knapp (2002), tagline secara
tradisional disebut slogan yakni lini ekspresif yang digunakan untuk mengklarifikasi
atau mendramatisir manfaat-manfaat emosional dan fungsional dari merek bagi para
pelanggan dan pelanggan potensinal.
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa tagline adalah lini ekspresif
yang terdiri dari satu kata atau lebih untuk mengklarifikasikan manfaat-manfaat dan
fungsi dari suatu merek bagi para pelanggan dan pelanggan porensial guna
menggabarkan esensi, personality maupun position brand.
5
3. METODOLOGI PENELITIAN
City branding tanpa adanya pembangunan sarana dan prasarana yang memadai
akan berdampak pada citra yang ingin dibangun suatu daerah, oleh sebab itu
pembangunan sarana dan prasaran yang menunjang sangat dibutuhkan agar citra yang
ingin dibangun berdampak positif. Contoh sarana yang mendukung dalam city branding
di kabupaten Bangkalan adalah telah dibangunnya jembatan Suramadu yang
memudahkan akses transportasi wisatawan dari pulau Jawa menuju pulau Madura,
sebelum adanya jembatan Suramadu wisatawan yang ingin berkunjung ke pulau Madura
hanya dapat melalu jalur laut melalui Pelabuhan Tanjung Perak.
7
4. KESIMPULAN
REFERENCES
Lily Purwianti & Yulianty Ratna Dwi Lukito. (2014), “Analisis Pengaruh City Branding
Kota Batam Terhadap Brand Attitude”, Jurnal Manajemen, Vol. 14 No. 1.
Patabuga, Reynold., Purnomo, Eko Priyo., & Kasiwi, Aulia Nur. (2019),
“Pengembangan Smart Branding Sebagai Langkah Awal Menuju terwujudnya
Smart City di Kota Tomohon”, Junal Ekonomi Pembangunan, Vol. 5 No. 2.