Anda di halaman 1dari 18

Page |1

MAISA (Maidah Minassama): Jurnal Ekonomi Syariah


||Volume||1||Nomor||2||Hal|| 1-15 ||2018||
Bisa diakses di: http://ejournal.iaiuluwiyah.ac.id/index.php/maisa/index |ISSN (online): 2615-5559|

STRATEGI PENGEMBANGAN EKONOMI KREATIF KAWASAN ADAT


AMMATOA TOA KAJANG SEBAGAI PENUNJANG DAYA TARIK WISATA
Andri Machmury SE
Politeknik Pariwisata Negeri Makassar
Kementerian Pariwisata
Jl. Gn. Rinjani No.201, Tanjung Bunga, Tamalate, Kota Makassar, Sulawesi Selatan
90134, Indonesia
Email: Andrisakpa@gmail.com

Abstract Abstrak
The purpose of this study was to analyze the Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
locally based creative economy to support menganalisis ekonomi kreatif berbasis
tourist attractiveness and to support
lokal untuk mendukung daya tarik
strategies and creative economic programs
based locally on the Ammatoa customary wisata dan untuk mengusulkan strategi
zone in Kajang District, Bulukumba dan program ekonomi kreatif berbasis
Regency. The subjects of this study were the
lokal di zona kawasan adat Ammatoa
government, the community and tourists
visiting the Ammatoa Customary Area. Data Kecamatan Kajang Kabupaten
was collected through interviews, Bulukumba. Subjek penelitian ini
observation and documentation which were
adalah pemerintah, masyarakat dan
then analyzed through quantitative and
qualitative analysis and SWOT analysis. wisatawan yang berkunjung ke
Research shows that the Ammatoa Region Kawasan Adat Ammatoa. Data
was designed to be developed as a tourist dikumpulkan melalui wawancara,
attraction. Proposed strategies and
programs for the Ammatoa Region include observasi dan dokumentasi yang
managing residential areas (zones) outside kemudian dianalisis melalui analisis
the customary area; improve environmental kuantitatif dan kualitatif serta analisis
quality; developing the quality of creative
SWOT. Penelitian menunjukkan bahwa
industry products; Encourage the role of the
Culture and Tourism Board and tours and Kawasan Ammatoa berpotensi untuk
trips in local promotion programs; for dikembangkan sebagai objek wisata.
information and promotion; Conduct
Usulan strategi dan program untuk
training for human resource development.
Andri Machmury
MAISA (Maidah Minassama): Jurnal Ekonomi Syaraiah
Volume 1, Nomor 2, Oktober, 2018
Page |2

Kawasan Ammatoa termasuk


Keywords: Creative Economy, Local mengelola area perumahan (zona) di
Wisdom, DTW luar kawasan adat; meningkatkan
kualitas lingkungan; mengembangkan
kualitas produk industri kreatif;
Mendorong peran Dewan Kebudayaan
dan Pariwisata dan wisata dan
perjalanan dalam program promosi
lokal; mendorong institusi untuk
informasi promosi dan pariwisata;
melaksanakan pelatihan untuk
pengembangan sumber daya manusia.

Kata Kunci: Ekonomi Kreatif,


Kearifan Lokal, DTW

PENDAHULUAN
Kabupaten Bulukumba sebagai salah satu kawasan strategis di Sulawesi Selatan.
Berdasarkan teori (kutub pertumbuhan), secara geografis suatu lokasi yang banyak
memiliki fasilitas/infrastruktur dan kemudahan sehingga menjadi pusat daya tarik (pole of
attraction), sehingga berbagai macam usaha tertarik untuk berlokasi di daerah yang
bersangkutan dan masyarakat senang datang memanfaatkan fasilitas yang ada. Suatu kota
dikatakan sebagai Growth Pole pusat pertumbuhan harus bercirikan: (1) adanya hubungan
intern antara berbagai macam kegiatan yang memiliki nilai ekonomi, (2) adanya unsur
pengganda (multiplier effect), (3) adanya konsentrasi geografis, (4) bersifat mendorong
pertumbuhan daerah belakangnya. Oleh karena itu, dalam pembagian zona, ditentukan 1
(satu) kota yang akan menjadi kutub bagi kota yang lainnya. Dasar penentuan kriteria
kutub per zona adalah kota sampel survei biaya hidup (SBH), letak geografis (jarak
antarkota), karakteristik sektoral, dan perkembangan keuangan perbankan.

Andri Machmury
MAISA (Maidah Minassama): Jurnal Ekonomi Syaraiah
Volume 1, Nomor 2, Oktober, 2018
Page |3

Atas dasar itupula melalui Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi
Sulawesi Selatan Triwulan III 2014 oleh Bank Indonesia melaporkan bahwa Kabupaten
Bulukumba ditetapkan sebagai Zona Pengendalian Infalasi Daerah. Adapun zona yang lain
diantaranya Zona Bone/Watampone, Zona Makassar, Zona Palopo, dan Zona Parepare.
Dengan ditetapkannya 5 (lima) zona TPID ini, diharapkan proses pengelolaaan inflasi akan
lebih efektif dan pertumbukan ekonomi akan lebih merata di seluruh wilayah Sulawesi
Selatan.
Akan tetapi, salah satu permasalahan Kabupaten Bulukumba adalah Tantangan dua
puluh tahun ke depan dengan pertumbuhan ekonomi yang hanya mencapai 4,91persen atau
lebih rendah dari pertumbuhan ekonomi Sulawesi Selatan, yaitu rendahnya daya dukung
ekonomi regional dan mendukung ekonomi nasional. Oleh karena itu, ke depan
pertumbuhan ekonomi masih merupakan prioritas pembangunan untuk memperkecil
kesenjangan ekonomi dan dalam rangka meningkatkan kemampuan ekonomi masyarakat
Kabupaten Bulukumba. Dengan harapan bahwa Bulukumba mempunyai daya tarik migrasi
penduduk untuk mengembangkan usaha ataupun mencari pekerjaan. Untuk mencapai itu,
diperlukan strategi pemecahan masalah. Salah satu metode adalah mengembangkan
ekonomi kreatif.
Kontribusi Ekonomi Kreatif Berdasarkan data Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) yang
bekerja sama dengan Badan Pusat Statistik (BPS) dalam publikasi ekonomi kreatif 2016
menunjukan bahwa ada peningkatan dari sisi PDB sektor ekonomi kreatif. Hasil data
statistik ekonomi kreatif 2016 menunjukkan bahwa dalam kurun waktu 2010 hingga 2015,
besaran PDB ekonomi kreatif naik dari 525,96 triliun pada 2010 dan menjadi 852,24 triliun
pada 2015 atau meningkat rata-rata 10,14 persen per tahun. Sedangkan tiga negara tujuan
ekspor komoditi ekonomi kreatif terbesar pada tahun 2015 adalah Amerika Serikat 31,72
persen kemudian Jepang 6,74 persen, dan Taiwan 4,99 persen. Untuk sektor tenaga kerja
ekonomi kreatif 2010 hingga 2015 mengalami pertumbuhan sebesar 2,15 persen, dimana
jumlah tenaga kerja ekonomi kreatif pada tahun 2015 sebanyak 15,9 juta orang.
Pariwisata dan Ekonomi kreatif ibarat dua mata uang, keduanya tidak bisa dilepaskan
dan saling mempengaruhi. Ekonomi kreatif dan sektor wisata merupakan dua hal yang
saling berpengaruh saling bersinergi jika dikelola dengan baik (Ooi, 2006). Senada dengan
Andri Machmury
MAISA (Maidah Minassama): Jurnal Ekonomi Syaraiah
Volume 1, Nomor 2, Oktober, 2018
Page |4

itu (Yoeti, 1985) mengemukakan bahwa konsep kegiatan wisata dapat didefinisikan
dengan tiga faktor, yaitu harus ada something to see, something to do, dan something to
buy. Something to see berkenan dengan apa yang bias dilihat di objek wisata, something to
do berkenan dengan kegiatan/aktivitas di daerah wisata, sementara something to buy
terkait dengan souvenir khas yang dibeli di daerah wisata sebagai cendramata dan kenang-
kenangan. Dalam tiga komponen tersebut, ekonomi kreatif dapat masuk melalui something
to buy dengan menciptakan produk-produk inovatif khas daerah.
Ekonomi kreatif bersentuhan dengan masyarakat lokal. Hal ini diungkapkan
(Muhammad Rakib,2017) bahwa Pengembangan ekonomi kreatif harus berbasis budaya
masyarakat setempat. Budaya masyarakat setempat merupakan kearifan lokal yang harus
dilestarikan dan dikembangankan dalam bentuk terintegrasi dalam setiap kegiatan
pembangunan. Lebih lanjut, bahwa Kearifan local dalam budaya biasa dalam bentuk fisik
dan non fisik. Kearifan local dalam bentuk fisik dan non fisik dapat berupa produk-produk
yang memiliki nilai-nilai yang bermakna seperti kerajian, seni, kuliner, dan lain-lain.
Salah satu potensi sumber daya pariwisata Kabupaten Bulukumba yaitu Kawasan
adat Ammatoa. Berdasarkan Peraturan Daerah Provinsi Selatan Nomor 10 Tahun 2008
tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah Provinsi Sulawesi Selatan Tahun
2008-2028, Kabupaten Bulukumba ditetapkan sebagai kawasan strategis yang
diprioritaskan pengembangannya pada sektor pertanian, perkebunan, agroindustri,
pariwisata, perikanan, dan perdagangan. Sementara penjabaran RPJPD bahwa Wisata adat
pada daerah Adat Amma Toa Kajang merupakan peninggalan megalitik yang telah
dipertahankan secara turun temurun sejak ratusan bahkan ribuan tahun. Potensi-potensi
wisata ini dalam perencanaan pembangunan jangka panjang diharapkan dapat
dipertahankan atau ditingkatkan pengelolaannya dalam rangka peningkatan perekonomian
daerah. Dengan demikian, diharapkan Kawasan Adat Ammatoa menjadi leading sector
penggerak ekonomi kreatif.
Oleh karena itu, prinsip hidup dan nilai pada masyarakat adat Ammatoa dan
sekitarnya harus menjadi acuan dalam pengembangannya. Berdasarkan informasi yang
diperoleh dari Ammatoa sebagai narasumber, jumlah kunjungan ke kawasan adat
Ammatoa selama 5 (lima) tahun sejak tahun 2007 sampai 2018 mengalami peningkatan.
Andri Machmury
MAISA (Maidah Minassama): Jurnal Ekonomi Syaraiah
Volume 1, Nomor 2, Oktober, 2018
Page |5

Wisatawan domestik, Asia, Eropa, Amerika dan Australia. Kemudian wisatawan domestik
biasanya kunjungan dari kalangan pegawai pemerintah provinsi atau pusat, siswa sekolah
dan peneliti.
Dengan demikian, dalam tulisan ini akan dianalisis aspek-aspek yang berpengaruh
khususnya aspek potensi perwujudan kawasan wisata, aspek aksesibilitas, dan aspek
amenitas dalam hal keberadaannya sebagai penunjang pariwisata. Selanjutnya, akan
dikemukakan pula strategi dan program pengembangan ekonomi kreatif berbasis kearifan
lokal dalam menunjang daya Tarik wisata. Adapun tujuan penelitian ini yaitu; (1) untuk
menganalisis aspek Ekonomi kreatif berbasis kearifan lokal dalam menunjang Daya Tarik
Wisata dan (2) untuk merumuskan strategi dan program pengembangan ekonomi kreatif
berbasis kearifan lokal di Kabupaten Bulukumba.

TINJAUAN PUSTAKA
Ekonomi Kreatif
Defenisi Ekonomi kreatif masih bersifat abstrak untuk dimaknai. Mengingat
kreatifitas manusia bersifat dinamis. Melalui Departemen Perdagangan Republik Indonesia
(2008) merumuskan ekonomi kreatif sebagai upaya pembangunan ekonomi secara
berkelanjutan melalui kreativitas dengan iklim perekonomian yang berdaya saing dan
memiliki cadangan sumber daya yang terbarukan. Definisi yang lebih jelas disampaikan
oleh UNDP (2008) dalam (Sumar’in dkk, 2017) yang merumuskan bahwa ekonomi kreatif
merupakan bagian integratif dari pengetahuan yang bersifat inovatif, pemanfaatan
teknologi secara kreatif, dan budaya.
Definisi yang lebih jelas disampaikan oleh UNDP/UNCTAD (2008) yang
merumuskan bahwa ekonomi kreatif merupakan bagian integratif dari pengetahuan yang
bersifat inovatif, pemanfaatan teknologi secara kreatif, dan budaya. Namun demikian,
ekonomi kreatif dapat dilihat dari beberapa jenis yaitu; periklanan (advertising), arsitektur,
pasar barang seni, kerajinan (craft), desain, fashion , video, film dan fotografi, permainan
interaktif (game) musik, seni pertunjukan (showbiz), penerbitan dan percetakan, layanan
komputer dan piranti lunak (software), televisi & radio (broadcasting), riset dan
pengembangan (R & D), dan kuliner.
Andri Machmury
MAISA (Maidah Minassama): Jurnal Ekonomi Syaraiah
Volume 1, Nomor 2, Oktober, 2018
Page |6

Beberapa prinsip yang mendasari (kawasan) wisata yang dapat dijadikan acuan
dalam mengembangkan ekonomi kreatif yang merupakan hasil penelitian atau studi dari
UNDP dan WTO (1981), antara lain: (1) Pengembangan fasilitas-fasilitas wisata dalam
skala kecil beserta pelayanan di dalam atau dekat dengan kawasan, (2) Fasilitas-fasilitas
dan pelayanan tersebut dimiliki dan dikerjakan oleh penduduk, salah satu bisa bekerjasama
atau individu yang memiliki, dan (3) Pengembangan kawasan wisata didasarkan pada salah
satu “sifat” budaya tradisional yang lekat pada suatu kawasan atau atraksi yang dekat
dengan alam dengan pengembangan kawasan sebagai pusat pelayanan bagi wisatawan
yang mengunjungi kedua atraksi tersebut.
Kearifan Lokal
Dalam disiplin Antropologi dikenal istilah local genius. Local genius ini merupakan
istilah yang mula pertama dikenalkan oleh Quaritch Wales. Para antropolog membahas
secara panjang lebar pengertian local genius ini ( Ayatrohaedi, 1986). Antara lain Haryati
Soebadio mengatakan bahwa local genius adalah juga cultural identity, identitas/
kepribadian budaya bangsa yang menyebabkan bangsa tersebut mampu menyerap dan
mengolah kebudayaan asing sesuai watak dan kemampuan sendiri (Ayatrohaedi, 1986:18-
19). Sementara Moendardjito (dalam Ayatrohaedi, 1986) mengatakan bahwa unsur budaya
daerah potensial sebagai local genius karena telah teruji kemampuannya untuk bertahan
sampai sekarang.
Ciri-cirinya adalah:
1) Mampu bertahan terhadap budaya luar
2) Memiliki kemampuan mengakomodasi unsur-unsur budaya luar
3) Mempunyai kemampuan mengintegrasikan unsur budaya luar ke dalam budaya asli
4) Mempunyai kemampuan mengendalikan
5) Mampu memberi arah path perkembangan budaya
Kearifan lokal terbentuk melalui proses interaksi antara manusia dan lingkungannya
(Kementerian Lingkungan Hidup, 2004; Qandhi, 2012). Ini dilakukan oleh rakyat karena ia
ingin memenuhi berbagai kebutuhan hidup. Pengetahuan lokal sebagai pengetahuan,
kepercayaan diri, pemahaman, adat istiadat dan etika yang memandu perilaku manusia

Andri Machmury
MAISA (Maidah Minassama): Jurnal Ekonomi Syaraiah
Volume 1, Nomor 2, Oktober, 2018
Page |7

dalam kehidupan (Keraf, 2002). Pengetahuan lokal penting untuk dipelajari, dipelihara,
dan digunakan sebagai filter dalam masuknya perubahan di era globalisasi.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan
Pengelolahan Lingkungan Hidup, kearifan lokal adalah nilai-nilai luhur yang berlaku
dalam tata kehidupan masyarakat. Karakteristik kearifan lokal dapat berupa bentuk warisan
peradaban yang dilakukan secara turun temurun, dianggap mampu mengendalikan
berbagai pengaruh dari luar, menyangkut nilai dan moral pada masyarakat setempat, tidak
tertulisakan namun tetap diakui sebagai kekayaan dalam berbagai segi pandangan hukum,
dan bentuk sifat yang melekat pada seseorang atau kelompok berdasarkan pada asalnya.
Salah satu kearifan local di Kabupaten Bulukumba yaitu Kawasan Adat Ammatoa.
Pengembangan ekonomi kreatif berbasis kearifan lokal merupakan konsep
mengembangkan potensi alam, budaya, dan tradisi yang dimiliki oleh masyarakat
setempat. Masyarakat berpartisipasi langsung di dalamnya sehingga sedikit demi sedikit
akan tercipta suatu kreativitas masyarakat dalam mengembangkan daya Tarik wisata
sebagai salah satu sumber pendapatan dalam meningkatkan kesejahteraannya.
Daya Tarik Wisata
Tujuan Program Pelestarian dan Pengembangan Kebudayaan Pariwisata di Indonesia
terlihat dengan jelas dalam Undang-undang Nomor 25 Tahun 2000 Tentang Pembangunan
Sosial dan Budaya ditetapkan bahwa pembangunan kebudayaan dan pariwisata
dilaksanakan melalui Program Pelestarian dan Pengembangan Kebudayaan dan Program
Pengembangan Pariwisata (Sedarmayanti, 2014). Tujuan di atas, terlihat jelas bahwa
industri pariwisata di Indonesia dikembangkan berbasis kepada masyarakat, kesenian, dan
kebudyaan serta sumber daya (pesona) alam lokal dengan tetap mempertahankan
kelestarian lingkungan setempat.
Daya Tarik Wisata (DTW) dapat dibagi ke dalam 5 kategori, yakni (1) daerah tujuan
wisata alam, (2) daerah tujuan wisata kebudayaan, (3) daerah tujuan wisata transportasi,
(4) daerah tujuan wisata ekonomi, dan (5) daerah tujuan wisata ekonomi, Astina (dalam
Ridwan 2016). Kearifan lokal masyarakat merupakan kategori DTW budaya sebagai daya
tarik wisatawan asing dan media paling efektif untuk memberikan contoh nyata mengenai
nilai-nilai dan karya besar budaya nenek moyang bangsa. Oleh karena itu, upaya
Andri Machmury
MAISA (Maidah Minassama): Jurnal Ekonomi Syaraiah
Volume 1, Nomor 2, Oktober, 2018
Page |8

pengelolaan kawasan adat sebagai warisan bangsa perlu dilakukan sebagai sumber devisa
bagi Negara.
Dengan demikian, dalam upaya mewujudkan suatu daya tarik wisata menjadi
destinasi wisata yang menarik perlu didukung oleh beberapa aspek yaitu aspek fisik, sosial,
biotik, tipologis, tata ruang, tata bangunan, budaya, kerajinan, cerita rakyat dan upacara
adat. Aspek-aspek tersebut dikelompokkan menjadi tiga bagian yaitu aspek potensi
perwujudan kawasan permukiman, aspek aksesibilitas, dan aspek sarana dan prasarana.
Ketiga aspek tersebut, perlu dilakukan penilaian sebagai aspek yang sangat mendukung
pengembangan daya tarik wisata khususnya dilihat dari sektor ekonomi kreatif berbasis
kearifan lokal.
Pengembangan ekonomi kreatif sangat ditentukan oleh ketiga aspek tersebut. Aspek
perwujudan kawasan permukiman berupa potensi yang dimiliki permukiman itu sebagai
pendukung terwujudnya daya tarik wisata yang menjadi Daerah Tujuan Wisata yang
menarik. Aspek aksesibilitas dapat berupa akses informasi dan akses transportasi serta
akses tempat akhir perjalanan (terminal atau tempat parkir). Dengan tersedianya sarana
maka akan mendorong calon wisatawan untuk berkunjung dan menikmati daya tarik wisata
dengan waktu yang relatif lama. Dengan demikian, ekonomi masyarakat akan meningkat.

METODOLOGI PENELITIAN

Lokasi Lokasi penelitian ini yaitu Kawasan Adat Ammatoa Kecamatan Kajang di

Kabupaten Bulukumba. Penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif kuantitatif dan

kualitatif. Subyek penelitian ini yaitu masyarakat lokal dan wisatawan. Teknik

pengumpulan data digunakan yaitu wawancara, observasi, dan Dokumentasi. Data

dianalisis dengan menggunakan analisis deskriptif kuantitatif dan kualitatif dan analisis

SWOT.

Andri Machmury
MAISA (Maidah Minassama): Jurnal Ekonomi Syaraiah
Volume 1, Nomor 2, Oktober, 2018
Page |9

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil analisis penilaian aspek potensi pengembangan ekonomi kreatif

berbasis kearifan local dalam menunjang daya tarik wisata, menunjukkan bahwa aspek

perwujudan kawasan permukiman tradisional dengan nilai rerata yaitu 4,5 (sangat

mendukung) dan aspek aksesibilitas dengan nilai rerata yaitu 2,5 (cukup mendukung) serta

aspek sarana dan prasarana dengan nilai rerata yaitu 2,5 (cukup mendukung). Untuk lebih

jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 1. Hasil Penilaian Aspek-aspek Penunjang Pengembangan Ekonomi Kreatif

No Aspek Nilai Kategori

1. Potensi Perwujudan Kawasan Wisata 4,5 Sangat mendukung

2. Aksesibilitas 2,5 Cukup mendukung

3. Infrastruktur 2,5 Cukup mendukung

Total Jumlah 9,5 -

Rerata 3,17 Cukup mendukung

Tabel 1. Tentang Hasil Penilaian Aspek-aspek Penunjang Pengembangan Ekonomi

Kreatif juga menunjukkan bahwa jumlah nilai rerata yang diperoleh yaitu 3,17 Ini berarti

aspek-aspek yang menunjang pengembangan ekonomi kreatif berbasis kearifan lokal

dalam menunjang daya tarik wisata di Kawasan Adat Ammatoa Kecamatan Kajang

Kabupaten Bulukumba cukup mendukung dalam pengembangan ekonomi kreatif berbasis

kearifan lokal tersebut.

Andri Machmury
MAISA (Maidah Minassama): Jurnal Ekonomi Syaraiah
Volume 1, Nomor 2, Oktober, 2018
P a g e | 10

Lingkungan Eksternal

Berdasarkan analisis SWOT khususnya Peluang yang dapat menjadi potensi dan

dapat pula menjadi ancaman dalam pengembangan ekonomi kreatif berbasis kearifan lokal

dalam menunjang Daya Tarik Wisata, yaitu; (1) Adanya ketetapan PERDA Kabupaten

Bulukumba sebagai Wisata adat pada daerah Adat Amma Toa Kajang merupakan

peninggalan megalitik yang telah dipertahankan secara turun temurun sejak ratusan bahkan

ribuan tahun. dalam Peraturan Daerah Kabupaten Bulukumba Tentang : Rencana

Pembangunan Jangka Panjang Daerah Tahun 2005-2025 (2) Adanya peningkatan jumlah

kunjungan wisatawan domestik dan mancanegara dari tahun ke tahun, (3) Memiliki daya

saing yang tinggi dengan daerah lain yang memiliki aktraksi wisata yang sejenis, dan (4)

Adanya teknologi yang memudahkan para calon wisatawan dalam memperoleh informasi

tentang Daerah Tujuan Wisata (DTW).

Gambar 1. Pemandangan Sawah di Kajang Luar, Kawasan Adat Ammatoa


(Dokumentasi Peneliti, 2018)

Ancaman (treats) yang dimiliki Kawasan Adat Ammatoa, yaitu: (1) Kondisi daerah

yang berbatasan dengan Teluk Bone di sebelah timur menyebabkan Kawasan ini
Andri Machmury
MAISA (Maidah Minassama): Jurnal Ekonomi Syaraiah
Volume 1, Nomor 2, Oktober, 2018
P a g e | 11

berpotensi terjadi tsunami dan gempa bumi, hal ini sebelah timur terdapat Teluk Bone.

Pemekaran lantai samudera (spreading) terdapat di dasar laut Teluk Bone. Apabila

tektonik di sekitar Pulau Sulawesi bagian selatan bergerak, maka dapat menimbulkan

gempa di dasar laut Teluk Bone. Hal ini dapat menimbulkan tsunami dan gempa bumi. (2)

Posisi Kawasan Adat Ammatoa yang berada di berada antara 50-200 meter di atas

permukaan air laut dengan curah hujan rata-rata 5.745 mm/tahun mengakibatkan kawasan

ini berpotensi terjadi longsor. (3) Sarana dan prasarana transportasi masih kurang memadai

sehingga akses yang masih sulit dijangkau, dan (4) Belum adanya sistem informasi di

Kabupaten Bulukumba yang berorientasi pada profil kawasan yang bersifat promosi wisata

terhadap keberadaan Kawasan Adat Ammatoa. Hal ini senada dengan (Freddy, 2014)

bahwa Ancaman (Threats) merupakan kondisi yang mengancam dari luar. Ancaman ini

dapat dapat mengganggu organisasi, proyek atau konsep bisnis itu sendiri.

Lingkungan Internal

Selain lingkungan eksternal, lingkungan internal juga merupakan bagian pokok

dalam analisis SWOT yang menguraikan berbagai dampak yang akan timbul dari dalam

yaitu kekuatan dan kelemahan kawasan adat Ammatoa. Hal tersebut, sangat mempengaruhi

pengembangan ekonomi kreatif sebagai penunjang Daya Tarik Wisata tersebut. Terdapat

poin pokok mengenai kekuatan (strengths) dan kelemahan (weaknesses) yang dimiliki

Kawasan Adat Ammatoa, sebagaimana diuraikan berikut ini.

Kekuatan (Strengths). Kekuatan yang dimiliki Kawasan Adat Ammatoa berada pada

refresentasi orang-orang yang berpegang teguh pada prinsip Pasang Ri-Kajang dan Tallase

Kamase-Mase. Research Lureng (1991) Pasang Ri-Kajang sebagai peninggalan nilai-nilai

tradisional para leluhur yang dilestarikan hingga sekarang. Tradisi tersebut, hingga saat ini
Andri Machmury
MAISA (Maidah Minassama): Jurnal Ekonomi Syaraiah
Volume 1, Nomor 2, Oktober, 2018
P a g e | 12

masih ada dan dijunjung tinggi oleh masyarakat adat di lingkungan yang dipimpin oleh

Ammatoa. Komunitas Ammatoa masih mempertahankan aturan adat Kajang yang

digunakan untuk mengelola lingkungan. Refresentasi dari penerapan prinsip tersebut

menjadi daya Tarik tersendiri, diantaranya: (1) Ammatoa melarang penebangan di hutan,

Jika pohon di hutan ditebang, itu akan mengurangi curah hujan dan menghilangkan mata

air, sanksi yang tegas diberikan kepada siapapun yang melanggar (2) Memiliki upacara

adat bernuansa ritual, antara lain attunu panroli (membakar linggis) dan membakar "dupa"

(attunu passau). Upacara ini diperuntukkan dalam mengukur tingkat kejujuran masyarakat

di Kawasan Adat Ammatoa, khususnya apabila terdapat pelanggaran hukum adat; (3)

Memiliki rumah tradisional dengan arsitektur yang unik dan berkarakter (4) Adanya

Kebijakan pemerintah dan dukungan masyarakat sangat terbuka, utamanya yang berada di

Kajang luar.

Gambar 2. Rumat Tradisional Kawasan Adat Ammatoa


(Dokumentasi Peneliti, 2018)

Kelemahan (Weaknesses). Adapun kelemahan kawasan adat Ammatoa yaitu; (1)

Aturan Adat Ammatoa yang melarang “isu” modernisasi masuk dalam kawasan hutan adat

seluas 1.300 hektar, hal ini berarti wisatawan yang hendak berkunjung ke Kawasan Adat

Andri Machmury
MAISA (Maidah Minassama): Jurnal Ekonomi Syaraiah
Volume 1, Nomor 2, Oktober, 2018
P a g e | 13

ini dipastikan tidak diperbolehkan menggunakan/ membawa perlengkapan untuk

menunjang kegiatan berwisata, seperti Handphone, Camera dan sebagainya. (3) Fasilitas

wisata yang masih terbatas (4) Keterbatasan sumberdaya manusia (5) Belum adanya

pengelolaan daya tarik wisata, (8) Belum maksimalnya upaya promosi, (6) Belum

tersedianya Tourist Information Center (TIC).

Strategi dan Program Pengembangan Ekonomi Kreatif

Strategi SO (Strategi Pengembangan Aksesibilitas dan infrastruktur) dirumuskan

program penataan Kawasan Adat Ammatoa. Ada beberapa program yang dimaksud

sebagaiman dijelaskan berikut ini.

Pembangunan dan peningkatan sarana prasarana kawasan wisata. Untuk menunjang

tumbuh dan berkembangnya kawasan sebagai Daya Tarik Wisata. Adapun yang perlu

untuk diperhatikan diantaranya: infrastruktur perlu untuk dibenahi, perluasan akses jalan

menuju kawasan adat Ammatoa.

Sementara prasarana yang sudah ada di sekitar lokasi studi antara lain; jaringan

listrik, air bersih, dan telekomunikasi. Sedangkan prasarana yang belum ada di sekitar

lokasi studi (Kawasan Adat Ammatoa) antara lain; Homestay/ Penginapan di sekitar

kawasan adat belum ada, pengunjung dipastikan akan menetap di ibu kota Bulukumba

yang jarak tempunya relatif jauh (sekitar 3 jam perjalanan), papan informasi dan penunjuk

jalan.

Andri Machmury
MAISA (Maidah Minassama): Jurnal Ekonomi Syaraiah
Volume 1, Nomor 2, Oktober, 2018
P a g e | 14

Gambar 3. Fasilitas Lahan Parkir di Kawasan Adat Ammatoa


(Dokumentasi peneliti, 2018)

Pengembangan strategi ST yaitu strategi pengembangan ekonomi kreatif berbasis

kearifan lokal berkelanjutan. Startegi yang dapat dilakukan adalah dengan menerapkan

konsep pariwisata yang berkelanjutan. Mengingat dampak negatif terhadap lingkungan

yang diakibatkan karena pariwisata akan memerlukan waktu yang sangat lama untuk

dipulihkan. Terdapat beberapa strategi pelaksanaan yang dapat dilakukan dalam mencegah

timbulnya kerusakan lingkungan yaitu: (1) Menerapkan konsep Agrowisata khususnya di

Kawasan Kajang Luar, artinya bahwa untuk kawasan adat Ammatoa tidak dilakukan

penanganan, akan tetapi kawasan sekitarlah yang menjadi fokus penanganan. Hal ini untuk

menjaga kelestarian alam dan menghormati prinsip hidup masyarakat adat Kawasan

Ammatoa. Terdapat beberapa titik yang refresentatif misalnya di wilayah Dassa dan

Bontodidi.

Andri Machmury
MAISA (Maidah Minassama): Jurnal Ekonomi Syaraiah
Volume 1, Nomor 2, Oktober, 2018
P a g e | 15

Gambar 4. Aktivitas Pengunjung di Gerbang Kawasan Adat Ammatoa


(Dokumentasi Peneliti, 2018)

Menurut Sznajder, Pzezborska, dan Scrimgeour (2009:), terdapat dua konsep

agrowisata yaitu agrowisata tradisional dan agrowisata modern. Agrowisata tradisional

hanya menawarkan paket liburan dengan tinggal sementara kepada wisatawan untuk

menikmati sumber daya alami usaha tani. Sedangkan, dalam agrowisata modern, petani

lebih berinisiatif melakukan investasi untuk dapat menawarkan lebih banyak produk

agroturistik dengan harapan dapat memberikan sumbangan nyata terhadap pendapatan

usaha taninya. Masyarakat Sekitar Kawasan Adat Ammatoa dapat menggunakan kedua

konsep tersebut dalam usaha pengembangan agrowisata berbasis ekonomi kreatif, sehingga

yang perlu masyarakat di Kajang luar siapkan adalah; menyiapkan lahan parkir untuk

kendaraan wisatawan yang datang berkunjung serta masyarakat setempat mempersiapkan

rumah-rumah penduduk sebagai tempat penginapan bagi wisatawan yang ingin bermalam

walaupun jumlah penginapannya dan kualitas layanannya masih sangat minim.

Selain itu, masyarakat setempat juga mempersiapkan tempat yang menjual oleh-oleh
khas yang berasal dari produk lokal, misalnya kopi, makanan tradisonal, souvenir berupa
kerajinan tangan sebagai bentuk investasi dari produk kampung tersebut. Prasarana
Andri Machmury
MAISA (Maidah Minassama): Jurnal Ekonomi Syaraiah
Volume 1, Nomor 2, Oktober, 2018
P a g e | 16

tersebut dapat dibuat dan dikembangkan sesuai dengan tradisi dari masyarakat adat
Kawasan Ammatoa Kecamatan Kajang Kabupaten Bulukumba. Hal ini senada dengan
pendekatan adaptancy dan developmental dari Spillane (1994) bahwa model
pengembangan agrowisata berbasis masyarakat diantaranya 1. Perencanaan kawasan; 2.
Pemberdayaan institusi masyarakat lokal dan kemitraan; 3. Keberlanjutan agrowisata dari
aspek ekonomi dan 4. Prinsip Edukasi.

PENUTUP
KESIMPULAN

Aspek pengembangan ekonomi kreatif berbasis kearifan lokal dalam menunjang

daya Tarik wisata pada kawasan adat Ammatoa Kecamatan Kajang Kabupaten Bulukumba

meliputi;

Potensi tradisi adat masyarakat adat Ammatoa: Tradisi masyarakat yang masih

berpegang teguh pada aturan adat “Pasang Ri Kajang” yang merefresentasikan tingkah

laku masyarakat tercermin dalam pengelolaan hutan, upacara adat, kesenian dan bentuk

kerajinan rakyat. Akan tetapi terdapat pula permasalahan pokok yang menjadi kelemahan

dan ancaman, meliputi; aspek infrastruktur di bidang pariwisata yang masih terbatas

bahkan sebagian belum tersedia, sedangkan, aspek aksesibilitas yang rendah akibat dari

kondisi jalan yang kurang-tidak baik, keterbatasan fasilitas di lingkungan permukiman;

keterbatasan infrastrukur transportasi menuju lokasi studi, serta belum maksimalnya upaya

promosi dan belum tersedianya Tourist Information Center (TIC).

Strategi pengembangan Ekonomi Kreatif yang perlu dilakukan di kawasan kawasan

adat Ammatoa Kecamatan Kajang Kabupaten Bulukumba, meliputi: (a) Penataan kawasan

permukiman di sekitar atau diluar kawasan adat Ammatoa Kecamatan Kajang Kabupaten

Bulukumba dengan konsep Agrowisata (b) Memfasilitasi masyarakat di Kawasan luar


Andri Machmury
MAISA (Maidah Minassama): Jurnal Ekonomi Syaraiah
Volume 1, Nomor 2, Oktober, 2018
P a g e | 17

Ammatoa untuk mengembangkan usaha kecil menengah melalui bantua modal, dengan

harapan peningkatan kualitas produk-produk industry kreatif, (c) Peningkatan promosi

wisata oleh Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Bulukumba, Kerjasama dengan

Biro Perjalanan Wisata (BPW), ASITA, Penyediaan Tourist Information Center (TIC),

(d) Merancang Branding untuk Kawasan Adat Ammatoa dan (e) Peningkatan sumber daya

manusia melalui pelatihan sertifikasi kompetensi.

DAFTAR PUSTAKA
Ayatrohaedi. 1986. Kepribadian Budaya Bangsa (Local Genius). Jakarta: Pustaka Pelajar.
Freddy, Rangkuti. 2014. Analisis SWOT Teknik Pembeda Kasus Bisnis. Jakarta: PT
Gramedia Pustaka Utama.
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan III 2014
Keraf, S. A. 2002. Etika Lingkungan. Jakarta. Diterbitkan oleh PT. Kompas Media
Nusantara.
Lureng, G. 1991. Instal Ri Kajang: Suatu Pendekatan Dari aspek Antropologi. Makassar.
Qandhi. 2012. Pendidikan, Kebudayaan dan Masyarakat Sipil Indonesia. Bandung
Diterbitkan oleh PT Pemuda Rosdakarya. Ramli. 2012. Budaya Manusia dan
Masyarakat Kajang. Makassar. Diterbitkan oleh Pustaka Reflection.
Ooi, C. S. (2006). Tourism and the Creative Economic in Singapore. Work paper
Woodbury School of Business. 1-19.
Peraturan Daerah Kabupaten Bulukumba Tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang
Daerah Tahun 2005-2025.
Rakib, Muhammad. 2017. Strategi Pengembangan Ekonomi Kreatif Berbasis Kearifan
Lokal Sebagai Penunjang Daya Tarik Wisata . Jurnal Kepariwisataan, Volume 01,
No. 02 Agustus 2017. Hal. 54 – 69 ISSN 2580-7803 (print), 2580-5681 (online)
Politeknik Pariwisata Makassar .
Ridwan,Masri., Fatchan,Ach., Astina, Komang. 2016. Potensi Objek Wisata Toraja Utara
Berbasis Kearifan Lokal Sebagai Sumber Materi Geografi Pariwisata. Jurnal
Andri Machmury
MAISA (Maidah Minassama): Jurnal Ekonomi Syaraiah
Volume 1, Nomor 2, Oktober, 2018
P a g e | 18

Pendidikan: Teori, Penelitian, dan Pengembangan Volume: 1 Nomor: 1 Bulan


Januari Tahun 2016 Halaman: 1—10
Sedarmayanti, 2014. Membangun dan Mengembangkan Kebudayaan dan Industri
Pariwisata (Bunga Rampai Tulisan Pariwisata). Bandung: PT Refika Aditama.
Spillane, J.J. Pariwisata Indonesia Siasat Ekonomi dan Rekayasa Kebudayaan. Penerbit
Kanisius, Yogyakarta. 1 994
Sumar’in dkk, 2017. Pengembangan Ekonomi Kreatif Berbasis Wisata Budaya: Studi
Kasus pada Pengrajin Tenun di Kabupaten Sambas. IAI Sultan Muhammad
Syarifuddin : Jurnal Ekonomi Bisnis dan Kewirausahaan 2017, Vol. 6 , No. 1, 1-
17.
Sznajder, M., Pzezborska, L. dan Scrimgeour, F. Agritourism. AMA DataSet Ltd, UK.
2009.
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009
Yoeti, O.A. (1985). Pengantar Ilmu Pariwisata. Bandung: Angkasa.
Sumber Internet:
https://ekonomi.kompas.com/read/2017/04/13/203000326/inilah.tiga.sektor.ekonomi.kreati
f.yag.sedang.naik.daun.

Andri Machmury
MAISA (Maidah Minassama): Jurnal Ekonomi Syaraiah
Volume 1, Nomor 2, Oktober, 2018

Anda mungkin juga menyukai