Anda di halaman 1dari 8

KONSEP 10 D WILLIAM BYGRAVE

PADA PENGUSAHA MADE SUTAMAYA


Nama : Feli Ramasari
NIM : 1711072007
Kelas : 4 DIV Teknik Telekomunikasi
Mata Kuliah : Kewirausahaan

Pengusaha Made Sutamaya adalah seorang pengusaha yang bergerak pada


bidang kerajinan interior. Hal yang membedakan produk Made Sutamaya dari
bidang usaha yang sama adalah bahan pembuatan dan desain yang diterapkan yaitu
menggunkan sampah kayu sebagai bahan utamanya sehingga menghasilkan desain
unik, kreatif dan original. Oleh sebab itu, dalam banyak artikel online memberikan
judul seperti Made Sutamaya: Pengepul Sampah Kayu menjadi Pengusaha
Beromset Rp 300 Juta Per Bulan. Berikut merupakan analisis konsep 10D William
Bygrave yang ada pada Made Sutamaya :

1. Dream (Mimpi)
Mempunyai mimpi, visi dan misi yang akan dicapai dalam berwirausaha
menjadi salah satu penguat dalam mewujudkan impian usaha yang diiginkan.
Begitu pula yang dilakukan dan diungkapkan oleh Made pada wawancaranya
bersama tim blog Indotranding news, ia mengungkapkan bahwa ingin sekali
menjadi seorang pengusaha. Impiannya dapat terwujud dari hasil kerja keras,
kreatifitas dan dukungan dari latar belakang dirinya yang merupakan mantan
pekerja di perusahaan mebel selama 23 tahun. Pengetahuan akan ilmu mebel,
kesukaannya untuk membuat produk handmade, dan limbah kayu di pantai
menjadi modal dan kemampuan yang dimiliki Made untuk mewujudkan
mimpinya tersebut. Seperti hasil wawancaranya bersama indotrending news
mengatakan bahwa "Ya saya memang punya mimpi ingin sekali menjadi
pengusaha," Made semangat. Modal awalnya memang murah, tinggal kantung
plastik, kayu bekas, dan juga paku. Sangat beruntung pengalaman bekerja di
toko mebel begitu berasa mendukung bisnisnya kini.

2. Decisiveness (Ketegasan)
Seorang wirausaha harus memiliki sikap cepat dengan pengambilan
keputusan dilakukan secara tegas dan penuh pertimbangan. Pada diri Made
Sutamaya terlihat ketegasan tersebut dari awal ia memulai bisnisnya, dimana
hanya bermodalkan dua karung plastik, kayu pantai, paku dan palu dapat
menghasilkan produk interior yang bagus. Selain itu, keputusannya untuk
mengontrak sebuah tempat untuk workshop diputuskan dengan tegas dan bijak
walaupun menambah pengeluaran namun workshop adalah hal penting untuk
dimiliki dalam pengembangan usahanya. Ketegasan Made juga terlihat dari
keputusan dirinya untuk mengikuti berbagai pameran sebagai sarana
memperkenalkan dan memasarkan produknya karena dia tidak bisa hanya
menunggu pelanggan untuk datang ke workshop-nya. Jalan satu-satunya yang
bisa dia lakukan adalah dengan mengikuti berbagai event atau pameran.
Menurut penuturannya juga pembeli bukan datang tapi perlu didatangi
untuk menghasilkan penjualan yang maksimal.

3. Doers (Pelaku)
Sikap tidak menunda-nunda untuk mengambil tindakan dan kesempatan
akan perkembangan baik untuk usaha adalah poin konsep berikutnya. Made
Sutamaya telah menerapkan poin konsep ini, dia tidak menyia-nyiakan
kesempatan akan banyaknya sampah kayu di pantai dekat rumahnya untuk
diolah menjadi kerajinan mebel dan menghasilkan pundi-pundi uang serta
mewujudkan mimpinya untuk menjadi seorang pengusaha. Kesempatan
mengikuti event atau pameran juga dimanfaatkan dengan baik oleh Made
karena pameran dianggap sebagai jalan alternatif mencari dan mendapati
calon pembeli yang potensial. Memanfaatkan kesempatan sosial media
Facebook menjadi situs berdagang juga diambil oleh Made.

4. Determination (Determinasi)
Berkomitmen untuk berjuang pantang menyerah dalam menjalani usaha
dengan berbagai rintangan yang akan dihadapi di proses pengimplementasian
usaha menjadi poin berikutnya. Made dalam menjalani usahanya juga
mengalami kesulitan seperti memasarkan produk usahanya yang notabenenya
tidak menjadi kebutuhan primer di masyarakat. Made tidak tinggal diam
menunggu pelanggan datang di workshop-nya, seperti yang Made tuturkan
dalam wawancara bersama indotrending news mengatakan “Ya awalnya
sangat susah sekali, ya karena ini kita ciptakan awal dari 2003, ya awal-
awal ya harus berpameran dulu. Makanya saya ajak para UKM yang lain
untuk berpameran karena di pameran kita akan mendapatkan buyer lebih
banyak, tidak seperti di toko,” tuturnya Setelah itu, Made bermanuver
dengan menggunakan media online seperti Faceboo k untuk menjual
barang dagangannya. Kedua cara tersebut kini menjadi tumpuan Made
untuk meraup keuntungan dari bisnis ini. “Beda dengan 20 tahun yang
lalu sistemnya masih manual, tidak ada online dan semacamnya. Tapi
zaman sekarang sudah banyak acara pameran, media online itu
memudahkan kita untuk memasarkan produk kita dan mendapatkan buyer
bahkan dari luar negeri,” ucapnya. Alhasil nama Made Sutamaya muai
dikenal banyak orang lewat interior desain dengan menggunakan sampah
kayu bekas. Ia mampu meraup omzet hingga Rp 300 juta per bulan.

5. Dedication (Dedikasi/Pengabdian)
Mereka berdedikasi total terhadap bisnisnya, kadangkala mengorbankan
hubungan mereka dengan kawan atau keluarganya. Mereka bekerja tak kenal
lelah. Dua belas jam sehari dan tujuh hari seminggu bukan merupakan hal yang
tidak biasa bagi seorang wirausahawan yang memperjuangkan tinggal landas
bagi usahanya (Ratni, 2012). Made dalam usahanya telah berdedikasi, hal ini
dilihat dari perkembangan jenis produk mebel yang terus bervariasi. Selain itu,
Made memiliki andil besar dalam pebuatan produknya. Potongan-potongan
sampah kayu yang Made dapatkan dari pinggir pantai kemudian dibawa
ke sebuah rumah di Tegalalang, Bali untuk diolah. Di sana, Made
kemudian memilih jenis kayu yang masih layak pakai. Kayu-kayu
tersebut kemudian dikeringkan dan lanjut ke tahapan perakitan. “Saya
rakit produk-produk saya ini,” ungkapnya. Made juga ikut berperan aktif
dalam membuat berbagai desain dan mengajari ilmu yang didapatkan nya
secara gratis pada karyawannya

6. Devotion (Kesetiaan)
Mencintai apa yang kita kerjakan membuat kita setia untuk melakukannya
setiap saat, tanpa mengalami bosan atau kejenuhan. Begitu pula apabila
kecintaan dan kesetian tersebut diiimplementasikan langsung pada usaha yang
dijalani. Seperti yang dilakukan oleh Made Sutamaya yang menjelaskan bahwa
membangun bisnis tidaklah mudah, Ia ingat betul awalnya dia cuma ngontrak.
Dari uang jerih payah menawarkan kesana- kemari. Uang tersebut dibuat
ngontrak satu rumah, yang disulapnya menjadi workshop sederhana. "Awalnya
saya ngontrak dulu..." Sukses kemudian penghasilan Made dijadikan rumah.
Membeli rumah, kemudian Made kembali menjadi "pemulung" dipinggiran
pantai. Dengan jarinya merakit sendiri produknya. Kebanyakan kayu tersebut
ia katakan masih layak pakai. Tinggal dikeringkan karena habis terendam di
laut lumayan lama. Dirakit dulu kemudian barulah didesain bentuk. Kayu
dijadikan berbagai perkakas rumahan. Kalau sudah bentuk interior dianggapnya
paling susah. Dia menyebutkan butuh lebih dari sekedar merakit. Desain yang
dia rencanakan harus detail termasuk penggunaan bahan kayu apa. Made tidak
bosan melakukan kegiatan-kegiatan tersebut dan terus setia menjalani usahanya
walaupun itu tidak mudah untuk mengumpulkan, membersikan dan merakit
desainnya sendirian, Namun, dengan kesetian dan kecintaan pada usahanya
itulah usahanaya terus berkembang hingga sampai ke luar negeri.

7. Details (Cermat)
Pengimplementasian usaha dalam kehidupan harus dilakukan dengan teliti
agar hasil yang didapat sesuai dengan harapan. Ketelitian diperlukan agar
menghindari kesalahan produksi usaha dan produk selalu bertahan pada kualitas
yang sama dengan produk awalnya atau bahkan melebihi kualitas sebelumnya.
Oleh sebab itu, seorang wirausaha harus menguasai rincian yang bersifat kritis
tersebut. Made dalam mengolah bahan baku sampah kayunya sangat teliti dalam
melakukan proses pembuatan produknya mulai dari tahapan mengunpulkan
potongan-potongan sampah kayu di pinggir pantai hingga membentuk sebuah
produk layak jual. Potongan-potongan sampah kayu yang Made dapatkan
dari pinggir pantai kemudian dibawa ke sebuah rumah di Tegalalang, Bali
untuk diolah. Di sana, Made kemudian memilih jenis kayu yang masih
layak pakai. Kayu-kayu tersebut kemudian dikeringkan dan lanjut ke
tahapan perakitan. Setelah kayu-kayu tersebut dirakit, Made kemudian
mendesain serta membentuk kayu menjadi berbagai macam model
perkakas rumah yang bakal dijadikan interior desain. Misalnya meja,
kursi, kaca, lampu dan lain-lain. Saat proses perakitan sendiri, Made
biasanya menggunakan paku atau lem kayu. Sementara itu, Made
mengaku agak sedikit kesulitan saat ia membuat berbagai macam model
perkakas rumah tangga yang dijadikan interior desain. Ia harus
memperhatikan betul jenis sampah kayu yang ada, konsep, konstruksi
sampai proses perakitan kayu.
“Pertama tergantung jenis barang yang akan kita buat termasuk
perakitannya juga. Nah katakanlah seperti misalnya meja disana saya
perlu membuat sebuah konsep opsi awal dari konsep. Bagaimana
membuat sebuah konstruksi yang benar dan kuat. Nah kalau membuat
burung, itu tidak perlu konstruksi ini hanya diperlukan satu imajinasi,”
tuturnya. Setelah selesai, proses terakhir adalah pernis. Seluruh meja,
kursi, kaca dan lainnya akan dibuat mengkilat dengan menggunakan
cairan tertentu. Sedangkan untuk persiadaan bahan baku berupa sampah
kayu, Made tidak perlu khawatir. Sampah kayu sangat mudah ia jumpai
di pinggir pantai. Kalaupun jumlahnya jarang, Made siap membeli kayu -
kayu bekas dari orang yang menawarkan padanya.
“Nah kalau bahan bakunya ini kan adanya di musim hujan, setiap enam
bulan sekali. Makanya kami harus mikirin bagaimana caranya memiliki
stok untuk di musim panas. Dengan cara mencari source yang baru karena
kalau kita berpameran pertama bahan baku harus cukup, kedua produksi
juga karyawan yang mengerjakan harus cukup, pemasaran juga harus oke
kan, nah baru bisa seimbang. Tapi kalau ada salah satu yang timpang, itu
tidak akan jalan,” jelasnya.Uraian cerita diatas menunjukkan betapa
cermatnya seorang Made dalam menjalani proses produksi pada usaha
yang dijalani ini.

8. Destiny (Takdir)
Bertanggung jawab terhadap apa yang kita pilih untuk dijalani sabagai
takdir atas pilihan kita adalah hal yang wajib untuk dilakukan karena tidak ada
kesempatan untuk menyalahkan orang lain akan takdir yang kita jalani
berdasarkan pilihan awal kita. Begitu pula seorang wirausaha yang harus
bertanggung jawab akan takdirnya dan tidak mau bergantung terhadap orang
lain. Made bertanggung jawab atas pilihannya untuk mengolah sampah kayu
yang pada musim panas sangat jarang ditemukan si pinggir pantai dan kerasnya
kayu yang diolah karena proses kimiawi antara air lautan dengan kayu yang
membuatnya susah untuk dibentuk. Namun Made tidak serta merta
menyalahkan keadaan yang dialaminya, ia membuat solusi alternatif untuk
permasalahan bahan baku yang berkurang di musim panas dengan membeli
kayu-kayu bekas yang ditawarkan kepadanya dan mencari sumber pasokan baru.
Selain itu, Made membuat kayu yang keras dan susah dibentuk itu sebagai
keunggulan produknya bukan suatu kelemahandari produknya. Seperti
penuturannya yang mengatakan bahwa konstrukis kayu kuat dan ketahanan luar
bisa. Dia sudah memilah dahulu. Kayunya keras sekali, kenapa keras ternyata
ada rahasia alam, bayangkan saja ikan keras terendam air laut. Ikan diawetkan
pakai garam kan? Nah, prinsip ini diaplikasikan kekerasan kayu tersebut, kayu-
kayu terendam sampai berpuluhan tahun bisa. Konstruksi kayu terbentuk karena
proses kimiawi. Terombang-ambing di air kemudian mengawetkan produk
buatannya tanpa pelapis kayu! Ketahanan kayu menurut Made sampai 20- 30
tahunan. Bahannya kayu bekas di pinggiran pantai. Sambil menyelam minum
air laut. Sambil menjadi pengusaha juga menjaga lautan. Sambil menghasilkan
uang lingkungan terselamatkan.

9. Dollars (Uang)
Seorang wirausaha sangat memperhitungkan nilai waktu, tenaga, pikiran,
strategi dan usaha ditinjau dari nilai mata uang tetapi menghindari menjadi
wirausaha yang materialistis karena membahayakan dirinya sendiri. Uang tidak
menjadi tujuan atau motivasi utama dalam melakukan usaha namun menjadi
tolak ukur kesuksesan bisnis usahanya tersebut. Made dalam menjalankan
usahanya dibantu dengan karyawan-karyawan yang nota benenya bukan dari
kalangan berpendidikan tinggi, namun dengan memberdayakan mereka yang
telah putus sekolah dan ibu-ibu pengangguran yang berada disekitar rumahnya.
Hal ini dilakukan untuk membuka peluang pekerjaaan dan meningkatkan
kualitas penghidupan di Indonesia. Selain menghasilkan produk usaha, made
juga ikut aktif dalam membersihkan lingkungan dari sampah-sampah kayu
terserbut. Harapan terbesar Made untuk usahanya adalah usahanya tetap
bertahan hingga dilanjutkan ke generasi berikutnya.

10. Distribute (Mendistribusikan)


Memiliki orang kepercayaan dan karyawan untuk mendistribusikan
kepemilikan usahanya merupakan hal yang bijak dilakukan seorang wirausaha.
Made dalam proses produksinya seperti yang dijelaskan pada poin 9 memiliki
karyawan yang berasal dari mereka yang putus sekolah dan ibu-ibu
pengangguran. Selain itu, Made dalam wawancaranya bersama indotreding
news mengatakan “Ya harus saya harus memiliki generasi jadi usaha saya
diturunkan kepada anak saya, saya selalu mengajak anak-anak saya
berpameran, dan mereka juga dilibatkan dalam pembuatan seni ini.
Karena harapan saya jangan sampai usaha ini putus,” Anak Made pun ikut
serta dalam melaksanakan dan mendistribusikan hasil usahanya. Tidak
hanya itu, saat ini Made juga telah memiliki mitra bisnis sebanyak 250
orang yang tersebar di Jawa Timur, Bali, Lombok dan Sumbawa. Bagi
Made, semakin banyak mitra bisnis maka semakin baik terutama untuk
memperluas jaringan pemasaran.

Sumber Data :

https://news.indotrading.com/dari-pengepul-sampah-kayu-made-kini-jadi-
pengusaha-beromzet-rp-300-jutabulan/

https://biografi-pengusaha.blogspot.com/2016/11/kayu-bekas-di-pinggir-pantai-
jadi-apa.html

http://coretankutulis.blogspot.com/2013/06/konsep10-d-william-bygrave-
yang.html

Anda mungkin juga menyukai