Anda di halaman 1dari 54

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Keperawatan merupakan suatu bentuk layanan kesehatan profesional yang


merupakan bagian integral dari layanan kesehatan yang didasarkan pada
ilmu dan kiat keperawatan. Menurut UU Republik Indonesia No.23 tahun
1992 tentang kesehatan, Perawat adalah mereka yang memiliki
Kemampuan dan kewenangan melakukan tindakan keperawatan
berdasarkan ilmu yang dimiliki dan diperoleh melalui pendidikan
keperawatan.

Pengertian dasar seorang perawat yaitu seseorang yang berperan dalam


merawat atau memelihara, membantu dan melindungi seseorang karena
sakit, injury dan proses penuaan. Perawat yang profesional adalah perawat
yang bertanggung jawab dan berwenang memberikan palayanan
keperawatan secara mandiri dan berkolaborasi dengan tenaga kesehatan
lainnya sesuai dengan kewenangannya untuk melakukan prosedur yang
diprogramkan oleh dokter untuk mengkaji pasien dan mengatasi masalah
mereka (Depkes RI, 2002 dalam Fatmawati.,I, 2014)

Perawat memiliki peran dan fungsi yang sangat penting dalam


memberikan pelayanan kesehatan.Fungsi utama perawat adalah membantu
klien, baik dalam kondisi sakit maupun sehat, guna mencapai derajat
kesehatan yang optimal melalui layanan keperawatan.Layanan
keperawatan diberikan karena adanya kelemahan fisik, mental, dan
keterbatasan pengetahuan (Amadi, 2008).
2

Perawat bertugas memberikan pelayanan keperawatan dan bertanggung


jawab atas kondisi peningkatan kesehatan, pelayanan bagi pasien serta
pencegahan penyakit.Tugas seorang perawat sebagai tenaga kesehatan
sangat bervariasi antara lain melakukan medikasi, mengangkat,
memindahkan pasien serta membantu pasien untuk melakukan mobilisasi
(Sumangando.,Rottie.,Lolong, 2017).

Perawat menjadi salah satu staf medis yang berperan aktif untuk
meningkatkan pembangunan kesehatan, namun dalam melakukan
aktivitasnya, perawat seringkali tidak memperhatikan hal-hal penting yang
menjadi faktor resiko terjadinya penyakit akibat kerja.Penyakit akibat
kerja yang umum terjadi adalah Low Back Pain atau Nyeri punggung
bawah.Low Back Pain merupakan salah satu gangguan muskuloskeletal
yang diakibatkan oleh aktivitas tubuh yang kurang baik, yang sering di
alami oleh orang usia lanjut, namun tidak tertutup kemungkinan dialami
oleh orang usia muda.low back pain disebabkanoleh berbagai penyakit
muskuloskeletal, gangguan psikologi dan mobilisasi yang salah. Dengan
demikian low back pain adalah gangguan musculoskeletal yang dirasakan
pada daerah punggung bawah yang disebabkan oleh berbagai penyakit dan
aktivitas tubuh yang kurang baik (Sumangando.,Rottie.,Lolong, 2017).

Low Back Pain adalah Nyeri yang dirasakan daerah punggung bawah,
dapat berupa nyeri lokal maupun nyeri radikuler atau keduanya.Nyeri ini
terasa diantara sudut iga terbawah sampai lipat bokong bawah yaitu daerah
lumbal atau lumbo-sakral dan sering disertai dengan penjalaran nyeri
kearah tungkai dan kaki (Samuel, 2005). Dijelaskan juga olehNaude
(2008)bahwa Low back pain adalah nyeri didaerah lumbosakral meliputi
vertebra lumbar pertama sampai sakral pertama. Nyeri juga bisa menjalar
ke daerah punggung atas dan pangkal paha.Low back pain dapat di
klasifikasikan kedalam dua kelompok yaitu kronik dan akut.Low back
pain akut keluhan terjadi dalam waktu kurang dari 12 minggu.Sedangkan
low back pain kronik terjadi dalam waktu 3 bulan (Rogers, 2006).
3

Faktor resiko terjadinya Low Back Pain antara lain Usia, Indeks massa
tubuh, obesitas, kehamilan dan faktor psikologi. Seorang yang berusia
lanjut akan mengalami low back pain karena penurunan fungsi-fungsi
tubuhnya terutama tulang, sehingga tidak lagi elastis seperti diwaktu
muda. Sedangkan postur merupakan faktor pendukung low back
pain.Kesalahan postur seperti kepala menunduk kedepan, bahu
melengkung kedepan dan lordosis lumbal berlebihan dapat menyebabkan
spasme otot (ketegangan otot).Hal ini merupakan penyebab terbanyak dari
low back pain.Aktivitas yang dilakukan dengan tidak benar, seperti salah
posisi saat mengangkat beban yang berat juga menjadi penyebab low
backpain[ CITATION Fat12 \l 1033 ].

Berdasarkan data statistic dari Health and safety executive (2016) di


United Kingdom of Great Britain terdapat 1,3 juta pekerja mengidap
penyakit akibat kerja dan pekerja di Negara tersebut mengalami LBP pada
tahun 2013/2014 berjumlah 310 kasus. Dan diperkirakan jumlah kasus
baru 150 (Health and safety executive, 2014) dalam (Lukmanulhakim.,
Solihin, R, 2017). Data yang di peroleh dari RS. dr. Drajat Prawiranegara
pada bulan Maret 2014 mengenai Low Back Pain adalah sebanyak 88
orang dari 100 responden menyatakan mengeluh nyeri pinggang bawah
dan 12 orang lainnya tidak mengeluh nyeri pada pinggang bawah. Low
back pain merupakan alasan terbanyak kedua untuk kunjungan ke pusat
pelayanan kesehatan dank arena efek dari biaya terapi serta hilangnya jam
kerja, gangguan ini menyebabkan lebih banyak biaya pelayanan kesehatan
dibandingkan dengan kondisi medis ( Black, & Hawk, 2014). Low Back
Pain bisa terjadi kepada setiap orang, baik jenis kelamin, usia, ras status
pendidikan dan profesi[ CITATION WHO13 \l 1033 ].

Pekerja rumah sakit mempunyai resiko lebih tinggi dibanding dengan


pekerja industri lain dalam hal penyakit akibat kerja, sehingga perlu dibuat
standar perlindungan bagi pekerja yang ada di rumah sakit (Kepmenkes,
2010). Aktivitas kerja di rumah sakit mempunyai potensi timbulnya
4

penyakit akibat kerja. Sebagai garda terdepan dalam memberikan


pelayanan kesehatan, profesi perawat merupakan tenaga medis yang
paling tinggi beresiko mengalami LowBack Pain[ CITATION Won10 \l
1033 ].

Ningsih (2016) menjelaskan Perawat mempunyai tugas yang kolaboratif


seperti memberikan obat melalui suntikan, memasang kateter, dan lain-
lain.Perawat dalam melakukan pekerjaannya banyak menggunakan
gerakan seperti membungkuk, memutar tubuh, mengangkat benda berat
dan mengangkat pasien merupakan faktor resiko terbesar terkena low back
pain.Pekerjaan yang sering dilakukan diantaranya mengangkat maupun
memindahkan pasien yang dilakukan berulang dengan tindakan ergonomis
yang buruk akhirnya berakibat LBP[ CITATION Kar09 \l 1033 ].

Perawat dalam melayani pasien dituntut untuk memberikan waktu dan


tenaga dalam memenuhi setiap kebutuhan dasar Pasien. Dengan adanya
tanggung jawab akan berdampak dan mempengaruhi beban kerja perawat.
Beban kerja perawat adalah seluruh kegiatan atau aktivitas yang dilakukan
seorang perawat selama bertugas di suatu unit pelayanan keperawatan
(Marquis dan Huston, 2004 dalam Mastini 2013). Adanya beban kerja
yang dimiliki oleh perawat sering kali menyebabkan berbagai keluahan
yang diderita oleh perawat, diantaranya Low Back Pain (LBP)[CITATION
Sar15 \l 1033 ].Aktivitas kerja tersebut secara tidak langsung akan
membahayakan kesehatan perawat terlebih bagi perawat perempuan.
Resiko keluhan otot pada perempuan akan lebih besar jika dibandingkan
dengan laki-laki. Hal ini dikarenakan secara fisiologis, kemampuan otot
perempuan memang lebih rendah dari pada laki-laki (Tarwaka, 2004).

Sakinah (2012) dalam penelitiannya menjelaskan bahwa Masa kerja


seorang perawat berhubungan erat dengan kemampuan fisik, semakin lama
perawat bekerja semakin menurun pula kemampuan fisiknya, sehingga
dapat terjadi kelelahan akibat dari kontraksi otot dan penyangga perut, hal
5

ini secara tidak langsung terindikasi sebagai resiko keluhan low back pain.
Walaupun pengaruhnya relatif kecil Indeks massa tubuh merupakan salah
satu faktor penyebab resiko keluhan low back pain, perawat yang memiliki
berat badan yang berlebih resiko nyeri pinggang lebih besar, karena beban
pada sendi penumpu berat badan meningkat, sehingga dapat
memungkinkan terjadinya nyeri pinggang[ CITATION Rin11 \l 1033 ]

Naude (2008) menjelaskan jumlah penderita nyeri punggung pada perawat


di Netherland dan Cape Town adalah 36% sampai 63%. Sedangkan untuk
daerah benua Asia Seperti di Negara Korea terdapat 72%, Negara Thailand
61,5% dan Negara China 56%. Laporan The ILO Report forWorld Day
Safety and Health at work (2005) di beberapa Negara percaya bahwa
sekitar 30% tenaga kerja menderita nyeri punggung dan gangguan
musculoskeletal. National Safety Council (NSC) juga melaporkan bahwa
di Israel, angka prevalensi cedera punggung terjadi pada perawat 16,8%.
Di Australia, diantara 813 perawat 87% pernah mengalami Low Back
Pain, dan di Amerika Serikat insiden cidera muskuloskeletal 4,62%
perawat per tahun[ CITATION Kep10 \l 1033 ] . Di Amerika serikat tenaga
pelayanan kesehatan yang memiliki tingkat tertinggi dari Low Back Pain
adalah Perawat, dengan prevalensi tahunan 40-50 % dan prevalensi
seumur hidup 35-80 % [ CITATION Baq15 \l 1033 ].

Hasil penelitian di Indonesia yang dilakukan oleh Nurdiati, Utami dan


Uami (2015). Di Rumah sakit Awal Bros Pekanbaru teridentifikasi 39
orang perawat (19,5%) dari total 200 orang perawat menderita LBP. Pada
penelitian lain Di Rumah Sakit dr. Drajat Prawiranegara Serang Banten,
dari jumlah responden 37 perawat, didapatkan hasil 45,9% memiliki resiko
rendah sedangkan 35,1% dalam kategori sedang [ CITATION Luk17 \l 1033 ] .
Hasil serupa juga terindentifikasi oleh patrianingrum, Oktaliansah, dan
Surahman (2001), dalam penelitiannya di dapatkan prevalensi LBP yang
terjadi di lingkungan kerja anestiologi dan terapi intensif Rumah sakit
Hasan Sadikin Bandung sebesar 35,7%. Dan 90% kasus LBP yang di
6

temukan tersebut bukan disebabkan kelainan sistem organ, melainkan


disebabkan oleh kelainan ergonomis dalam bekerja[ CITATION And15 \l 1033
].

Perawat anak dapat dikatakan beresiko dikarenakan keperawatan anak


salah satu cabang ilmu keperawatan mempunyai karakteristik pekerjaan
yang sama dengan keperawatan pada umumnya, seperti bekerja dengan
postur janggal, manual handling serta bekerja dengan frekuensi dan durasi
lama. Sehingga perawat yang bekerja diruang anak dapat diindikasikan
sebagai pekerja yang beresiko terjadinya keluhan Low back pain

Hasil Studi pendahuluan di ruang anak RSUD provinsi Banten


teridentifikasi bahwa perawat pelaksana yang bekerja berjumlah 13 orang
dan Jumlah pasien 15 orang dengan pembagian shif pagi, siang dan
malam. Rata-rata shif pagi berjumlah 6 orang dan shif siang dan malem
masing-masing 3 perawat pelaksana dimana setiap shif bekerja selam 7-9
jam, setelah melakukan wawancara kepada perawat pelaksana ruangan
anak didapatkan hasil bahwa belum ada yang mengalami atau
mengeluhkan Low Back Pain pada saat melakukan dan setelah melakukan
pekerjaannya. tetapi setelah peneliti mengamati secara langsung, melihat
perbandingan dengan jumlah 13 perawat yang menangani 15 pasien hal itu
dapat mengakibatkan resiko keluhan low back pain. Perawat anak sebagai
pemberi asuhan keperawatan Dalam melakukan tindakan seperti
menginfus, menyuntik, mengangkat dan memindahkan harus
meminimalisasi trauma pada anaksehingga perawat memerlukan waktu
yang lama dan tidak memperhatikan posisi yang ergonomis pada waktu
melakukan tindakan.Berdasarkan uraian diatas peneliti tertarik untuk
melakukan penelitian lebih lanjut mengenai faktor apa saja yang
berhubungan dengan resiko keluhan Low Back Pain yang dialami perawat
di ruang perawatan bedah RSUD dr. Dradjat Prawiranegara.
7

B. Rumusan Masalah

Angka kejadian LBP di Australia diantara 813 perawat 87% mengalami


LBP, bahkan dalam satu penelitian di salah satu Rumah sakit di Indonesia,
39 (19,5%) perawat dari 200 perawat mengalami nyeri pinggang bawah.
Low back pain merupakan penyakit akibat kerja yang dirasakan pada
daerah pinggang bawah. Faktor yang berhubungan dengan low back pain
antara lain : Usia, masa kerja, postur kerja, Indek massa tubuh dan lain
sebagainya. Berdasarkan uraian diatas permasalahan utama yang ingin di
teliti adalah Faktor-faktor yang berhubungan dengan resiko keluhan Low
back Pain pada perawat ruang perawatan bedah RSUD dr. Dradjat
Prawiranegara.

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum
Mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan resiko Keluhan
Low back pain pada perawat ruang perawatan bedah RSUD dr. Dradjat
Prawiranegara Tahun 2019.

2. Tujuan Khusus
a. Diketahui gambaran distribusi frekuensi Resiko keluhan low back
pain pada perawat ruang perawatan bedah RSUD dr. Dradjat
Prawiranegara Tahun 2019.
b. Diketahui gambaran distribusi frekuensi Usia perawat ruang
perawatan bedah RSUD dr. Dradjat Prawiranegara Tahun 2019.
c. Diketahui gambaran distribusi frekuensi masa kerja perawat ruang
perawatan bedah RSUD dr. Dradjat Prawiranegara Tahun 2019.
d. Diketahui gambaran distribusi frekuensi postur kerja perawat
ruang perawatan bedah RSUD dr. Dradjat Prawiranegara Tahun
2019.
8

e. Diketahui gambaran distribusi frekuensi Indek Massa Tubuh


perawat ruang perawatan bedah RSUD dr. Dradjat Prawiranegara
Tahun 2019.
f. Diketahui hubungan antara usia perawat dengan resiko keluhan
low back pain perawat di ruang perawatan bedah RSUD dr.
Dradjat Prawiranegara Tahun 2019.
g. Diketahui hubungan antara masa kerja perawat dengan resiko
keluhan low back pain di ruang perawatan bedah RSUD dr.
Dradjat Prawiranegara Tahun 2019.
h. Diketahui hubungan antara posisi kerja perawat dengan resiko
keluhan low backpain di ruang perawatan bedah RSUD dr. Dradjat
Prawiranegara Tahun 2019.
i. Diketahui hubungan antara Indek massa Tubuh perawat dengan
resiko keluhan low back pain di ruang perawatan bedah RSUD dr.
Dradjat Prawiranegara Tahun 2019.

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi Institusi Pendidikan


Dapat menjadi referensi bagi tenaga kerja, mahasiswa dan peneliti
selanjutnya sebagai masukan dalam pengembangan ilmu kesehatan dan
keselamatan kerja, terutama yang berkaitan dengan faktor-faktor yang
berhubungan dengan resiko keluhan low back pain.

2. Bagi RSUD dr. Dradjat Prawiranegara


Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan informasi bagi RSUD
dr. Dradjat Prawiranegara mengenai resiko keluhan Low back pain
yang dirasakan perawat untuk meningkatkan kinerja dan kesehatan
perawat, serta dapat menambah pengetahuan dan pemahaman perawat
tentang faktor-faktor yang dapat beresiko menyebabkan low back pain.
Hasil daripenelitian ini juga diharapkan dapat memberikan solusi
9

alternative tindakan pencegahan terhadap resiko low backpain pada


perawat untuk melakukan upaya dalam melindungi diri dan terhindar
dari penyakit akibat kerja,sehingga kesehatan dan keselamatan kerja
perawat dapat menjadi lebih baik.
3. Bagi Peneliti
Dapat mengamalkan, meningkatkan pengetahuan dan menambah
wawasan keilmuan dibidang kesehatan kerja yang telah dipelajari
selama mengikuti kegiatan perkuliahan di STIKes Faletehan.Serta
dapat dijadikan pembekalan yang bermanfaat dalam penerapan selama
melakukan tindakan keperawatan.

E. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan


dengan resiko keluhan Low back pain yang dilakukan kepada perawat
ruang perawatan bedah RSUD dr. Dradjat Prawiranegara, meskipun pada
saat survei dan wawancara singkat tidak ditemukan keluhan nyeri
pinggang bawah, tetapi setelah melakukan pengamatan secara langsung
peneliti melihat perbandingan antara 13 jumlah perawat dalam
memberikan pelayanan seperti memasang infus, menyuntik, memeriksa
keadaan pasien dan lain-lain kepada 15 jumlah pasien di ruangan, perawat
tidak memperhatikan posisi kerja yang ergonomis sehingga kondisi
tersebut menjadi indikator sebagai salah satu faktor resiko terjadinya Low
back pain. Penelitian ini dilakukan di ruang perawatan bedah RSUD dr.
Dradjat Prawiranegara bulan mei tahun 2019 dengan cara melakukan
observasi langsung dan memberikan lembar kuesioner serta mengukur
dengan menggunakan metode RULA selanjutnya data yang di peroleh
akan dilakukan uji Chi Square.
10

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Dasar Low Back Pain

1. Anatomi dan Fisiologi Punggung


Tulang belakang (vertebra) merupakan kolumna yang tersusun dari
sejumlah tulang dengan bentuk serupa, yang terhubung anatara satu
dengan lainnya melalui sejumlah artikulasi sehingga membentuk suatu
bentuk yang rigid, namun masih memiliki fleksibilitas dalam batas tertentu
(Rahim, 2012).Panjang rangkaian tulang belakang pada orang dewasa
mencapai 57 sampai 67 sentimeter. Selanjutnya terdapat 33 ruas tulang, 24
buah diantaranya adalah tulang terpisah dan 9 ruas sisanya dikemudian
hari menyatu menjadi sakrum 5 buah dan koksigeus 4 buah.

gambar 2.1 Ruas-ruas tulang belakang


sumber : (Pustekom Depdiknas 2008)
11

Fungsi kolumna vertebra adalah Menyangga berat tubuh dan


melindungi medulla spinalis. Vertebra-vertebra menyusun kolumna
dan dipisahkan diskus fibrokartilago intervertebral (Sloane,
2012).Tulang belakang (vertebra) adalah satu-satunya organ yang
terdiri atas tulang-tulang, sendi-sendi, ligamen-ligamen, jaringan
lemak, berlapis-lapis otot, saraf tepi, ganglion sensoris, ganglion
otonom dan saraf tulang belakang.Struktur-struktur tersebut di suplai
oleh suatu sistem arteri dan vena yang rumit. Selain itu, pergerakkan
dari tulang belakang itu sendiri sangat kompleks dan cedera pada
tulang belakang dan struktur-struktur tersebut akan menghasilkan pola
nyeri yang unik (Black & Hawk, 2014).

Vertebra dikelompokan dan dinamai sesuai dengan daerah yang


ditempatinya, yaitu :

a. Vertebra Servikal
Vertebra servikal terdiri dari tujuh tulang atau ruas tulang leher, ruas
tulang leher adalah ruas tulang paling kecil. Ruas tulang leher pada
umumnya mempunyai ciri badannya kecil dan persegi panjang, lebih
panjang kesamping daripada panjang kedepan atau kebelakang
lengkungnya besar, proseus spinosus atau tuju duri ujungnya dua atau
bivida. Proseus transverses atau tuju sayap berlubang-lubang karena
banyak foramina untuk lewatnya arteri vertebralis.Masing-masing
prosesus transversus memiliki tuberkulum anterior tempat origo otot
servikalis anterior dan tuberkulum posterior yang merupkan tempat
origo otot servikalis anterior dan tuberkulum posterior yang merupakan
tempat origo dan insersi servikalis posterior (Rahim, 2012).

b. Vertebra Torakalis
Vertebra Torakalis terdiri dari dua belas tulang atau nama lainnya
adalah ruas tulang punggung, lebih besar dari pada yang sevikal dan
disebelah bawah menjadi lebih besar. Ciri khasnya adalah badannya
berbentuk lebar lonjong dengan faset atau lengkungnya agak kecil, taju
duri panjang dan mengarah kebawah, sedangkan taju sayap yang
12

membantu mendukung iga adalah tebal dan kuat, serta memuat faset
persendian untuk iga (Syaifuddin, 2009).

c. Vertebra Lumbalis
Vertebra Lumbalis terdiri dari lima ruas tulang atau nama lainnya
adalah ruas tulang pinggang, ruas tulang pinggang adalah yang
terbesar. Taju durinya lebar dan berbentuk seperti kapak kecil.Taju
sayapnya panjang dan langsing.Ruas kelima membentuk sendi dan
sakrum pada sendi lumbosakral.Berbeda dengan vertebra servikal
maupun torakal, vertebra lumbal tidak memiliki foramen transversus
maupun faset artikulasi kosta.Selain itu, korpus vertebra di daerah
lumbal lebih besar dan diameter lateralnya jauh lebih besar
dibandingkan dengan diameter anteroposteriornya.Korpus di anterior
sedikit lebih tebal dibandingkan posterior.Pedikelnya lebih tebal,
terletak pada aspek dorsosuperolateral korpus dengan lamina
membentuk suatu foramen/ vertebra yang berbentuk segitiga (Rahim,
2012).

d. Vertebra Sakralis
Vertebra sakralis terdiri dari lima ruas tulang atau nama lainnya adalah
tulang kelangkang. Tulang kelangkang berbentuk segi tiga dan terletak
pada bagian kolumna vertebralis, terjepit diantara kedua tulang
inominata.Dasar dari sakrum terletak diatas dan bersendi dengan
vertebra lumbalis kelima dan membentuk sendi intervertebral yang
khas.Tapi anterior dari basis sakrum membentuk promontorium
sakralis.kanalis sakralis terletak dibawah kanalis vertebra. Dinding
kanalis sakralis berlubang-lubang untuk dilalui saraf sakral.Taju duri
dapat dilihat pada pandangan posterior dan sakrum. Tulang ini terdiri
dari lima vertebra yang awalnya tidak bersatu, pada saat usia 16-18
tahun akan terjadi penyatuan dan setelah memasuki usia 34 tahun
Tulang tersebut akan benar-benar menyatu menjadi satu kesatuan
(Rahim, 2012).
13

e. Vertebra Kosigeus
Koksigis atau tulang ekor merupakan segemen terakhir dari
vertebra.Dengan adanya bantuan fibrokartillaginosa dan simfisis
sakrokoksigis Tulang ini melekat pada tulang sakrum yang
memungkinkan gerakkan terbatas antara sakrum dan tulang ekor
(Rahim, 2012). Vertebra koksigeus terdiri dari empat atau lima
vertebra yang rudimeter yang bergabung menjadi satu (Evelyn C.
Pearce, 2006)

2. Low Back Pain


a. Definisi
Nyeri Punggung bawah atau Low Back Pain adalah kondisi yang tidak
mengenakan atau nyeri kronis minimal keluhan 3 bulan disertai adanya
keterbatasan aktivitas yang diakibatkan nyeri apabila melakukan
pergerakan atau mobilisasi.
Low Back Pain adalah rasa nyeri yang terjadi didaerah pinggang
bawah dan dapat menjalar ke kaki terutama pada bagian belakang dan
smping luar. Keluhan ini akan terasa hebatnya sehingga pasien
mengalami kesulitan dalam bergerak dan pasien harus istirahat serta
dirawat di Rumah sakit. LBP merupakan salah satu gangguan
muskuloskeletal yang disebabkan oleh aktivitas tubuh yang kurang
baik (Maher, Salmond & Pellino, 2002).

b. Klasifikasi
Berdasarkan sumber nyerinya, LBP di klasifikasikan menjadi lima,
yaitu (Rahim, 2012) :

1) LBP spondilogenik
LBP tipe ini berasal dari kolumna vertebra dan struktur-struktur
yang berkaitan dengannya, serta merupakan penyebab nyeri
punggung paling utama.Nyeri biasanya diperberat dengan
pergerakkan dan menjafi lebih ringan dengan istirahat.Penyebab
14

nyeri dapat berupa suatu lesi yang melibatkan komponen vertebra,


perubahan sendi sakroiliaka atau paling sering ialah perubahan
pada jaringan lunak (diskus, ligamen dan otot).

2) LBP neurogenik
Iritasi, tegangan atau kompresi terhadap serabut saraf lumbal akan
menyebabkan pengalihan nyeri ke tungkai, baik salah satu maupun
keduanya. Gangguan fungsi serabut saraf merupakan penyebab
utama nyeri neurogenik.Akan tetapi perlu juga di perhatikan
penyebab-penyebab lainnya.Seperti lesi pada SSP, misalnya tumor
talamus. Selain itu terdapat lesi patologis lain yang sering
menyebabkan kesulitan dalam menegakkan diagnosis yaitu
neurofibroma, neurilemoma, ependimoma dan beberapa kista yang
mengenai serabut saraf. Lesi-lesi ini biasanya berada pada segmen
lumbal bagian atas.

3) LBP viserogenik
Nyeri yang berasal dari kelainana organ-organ dalam, seperti ginjal
atau tumor retroperitoneal.Nyeri punggung viserogenik tidak
diperberat dengan aktivitas dan tidak berkurang dengan istirahat.

4) LBP vaskulogenik
Aneurisma aorta abdominalis atau penyakit vaskular perifer dapat
menyebabkan nyeri punggung atau gejala yang menyerupai
sciatica.nyeri di perberat saat berjalan dan berkurang dengan
berdiri diam. Nyeri dapat menjalar ke tungkai melalui saraf
ischiadikus.

5) LBP psikogenik
Keluhan nyeri punggung psikogenik terkadang ditemui pada
praktek sehari-hari.Gejala sering disertai dengan emosi yang
berlebihan.
15

Sedangkanperjalanan Low back pain dibedakan menjadi dua yaitu :


1) Acute low back pain
Rasa nyeri yang menyerang secara tiba-tiba dan sebentar antara
beberapa hari sampai beberapa minggu, gejala klinis ini
disebabkan karena luka traumatik akibat terjatuh dan kecelakaan
mobil yang dapat melukai jaringan, otot, ligament maupun
tendon.Nyeri dapat hilang beberapa saat kemudian.

2) Chronic low back pain


Rentang waktu nyeri yang dirasakan lebih dari 3 bulan, nyeri dapat
berulang-ulang atau kambuh kembali. Pada fase ini low back pain
terjadi karena osteoarthritis, rhematoidarthritis, proses degenerasi
discus intervertebralis dan tumor. Nyeri dirasakan akan sembuh
dalam jangka waktu yang lama.

c. Etiologi
Nyeri punggung bawah disebabkan oleh dua faktor, yaitu faktor
mekanik dan faktorn nonmekanik.

1) faktor mekanik
Pekerjaan yang berhubungan dengan pergerakkan tubuh dilakukan
dalam waktu yang lama dan melakukan mobilisasi yang salah
(Putra, 2014).
Beberapa faktor mekanik yang berhubungan dengan kondisi LBP,
misalnya sebagai berikut.:
a) degenerasi segmen diskus, misalnya osteoarthritis tulang
belakang atau stenosis tulang belakang.
b) Nyeri diskogenik tanpa gejala radicular.
c) radikulopati structural.
d) Fraktur vertebra segmen atau osesus.
e) Spondilosis, disertai atau tanpa adanya stenosisi kanal spinal.
16

f) Makro dan mikro ketidak stabilan atau ketidak stabilan


ligament lumbosacral dan kelemahan otot.
g) ketidaksamaan panjang tunkai.
h) Lansia (perubahan struktur tulang belakang).

2) Faktor nonmekanik
Low back pain yang disebabkan faktor organ dan organ visceral
(Fauci et tal, 2009).
a) Sindrom neurologis
Mielitis struktural, regangan lumbosacral akut, miopati dan
spinal segmental
b) Gangguan sistemik
Primer atau neoplasma metastasis, Infeksi oseus, diskus, atau
epidural serta Penyakit metabolic tulang, termasuk
osteoporosis.
c) Nyeri kiriman (reffered Pain)
Gangguan Ginjal, gangguan gastroinstestinal, masalah pelvis,
tumor retroperineal, aneurisma abdominal dan Masalah
psikosomatik.

d. Patofisiologi
Kontruksi punggung yang unik memungkinkan terjadinya fleksibilitas
dan memberikan perlindungan terhadap sumsum tulang belakang.Otot-
otot abdominal berperan pada aktivitas mengangkat beban dan sarana
pendukung tulang belakang. Adanya obesitas, masalah struktur, dan
peregangan berlebihan pada sarana pendukung ini akan berakibat pada
nyeri punggung. Adanya perubahan degenerasi diskus intervertebralis
akibat usia menjadi fibrokartilago yang padat dan tidak teratur
merupakan penyebab nyeri Punggung biasa, dimana L4-L5 dan L5-S1
menderita stress mekanis dan menekan sepanjang akar saraf tersebut
(Brunner & Suddarth, 2011).
17

e. Manifestasi klinik
Kebanyakan nyeri punggung bawah terjadi akibat gangguan
muskuloskeletal dan diperberat oleh aktivitas, sedangkan nyeri akibat
lainnya tidak di pengaruhi oleh aktivitas.Obesitas, stress, dan
terkadang depresi juga dapat mengakibatkan LBP.pasien dengan LBP
kronis biasanya mengalami ketergantungan terhadap beberapa jenis
analgesik

f. Faktor penyebab Low back pain


Peter Vi (2000) menjelaskan bahwa, terdapat beberapa faktor yang
dapat menyebabkan terjadinya keluhan sistem muskuloskeletal antara
lain sebagai berikut :

a) Peregangan otot yang berlebihan


Peregangan otot yang berlebihan pada umumnya sering dikeluhkan
oleh pekerja dimana aktivitas kerjanya menurut pengerahan tenaga
yang besar seperti aktivitas mengangkat, mendorong, menarik dan
menahan beban yang berat, peregangan otot ini terjadi karena
peregangan tenaga yang diperlukan melampaui kekuatan optimum
otot.Apabial hal serupa sering dilakukan, maka dapat
mempertinggi resiko terjadinya keluhan otot, bahkan dapat
terjadinya cidera otot skeletal.

b) Aktivitas berulang
Aktivitas berulang adalah pekerjaan yang dilakukan secara terus
menerus seperti pekerjaan mencakul, membelah kayu besar,
angkat-angkat dan sebagainya.keluhan otot terjadi karena otot
menerima tekanan akibat beban kerja secara terus menerus tanpa
memperoleh kesempatan untuk relaksasi.
18

c) Sikap kerja tidak alamiah


Sikap kerja tidak alamiah adalah sikap kerja yang menyebabkan
posisi bagian-bagian tubuh menjauhi posisi alamiah, misalnya
pergerakan tangan terangkat, punggung terlalu membungkuk,
kepala terangkat, dan sebagainya.Semakin jauh posisi tubuh dari
pusat gravitasi tubuh, maka semkin beresiko terjadinya gangguan
sistem muskuloskeletal. Sikap kerja tidak alamiah terjadi karena
tuntutan tugas, alat kerja dan stasiun kerja tidak sesuai dengan
kemampuan dan keterbatasan pekerja (Grandjen,1993.,Anis&
McConville,1996.,Waters & Anderson,1996 & Manuaba,2000).

d) Faktor penyebab sekunder


1) Tekanan
Terjadinya tekanan langsung pada jaringan otot lunak sehingga
terjadinya peregangan otot yang menyebabkan rasa nyeri otot
yang menetap.

2) Getaran
Getaran dengan frekuensi tinggi akan menyebabkan kontraksi
otot akan bertambah. kontraksi statis ini menyebabkan
peredaran darah tidak lancar, penimbunan asam laktat
meningkat dan kemudian akan menimbulkan rasa nyeri
(Suma’mur, 1996).

3) Mikroklimat
Paparan suhu dingin yang berlebihan dapat menurunkan
kelincahan, kepekaan dan kekuatan pekerja sehingga kegiatan
pekerja menjadi lamban, sulit bergerak yang disertai dengan
menurunnya kekuatan otot.Demikian juga dengan paparan suhu
panas. Beda suhu lingkungan dengan suhu tubuh yang
19

terlampau besar menyebabkan sebagian energi yang ada dalam


tubuh akan termanfaatkan oleh tubuh untukberadaptasi dengan
lingkungan tersebut. Apabila hal tersebut tidak diimbangi
dengan pasokan energi yang cukup, maka akan terjadi
kekurangan suplai oksigen ke otot. sebagai akibatnya peredaran
darah kurang lancar, suplai oksigen ke otot menurun, proses
metabolisme karbohidrat terhambat dan terjadi penimbunan
asam laktat yang dapat menimbulkan rasa nyeri .

e) Penyebab kombinasi
Resiko terjadinya keluhan otot skeletal akan semakin meningkat
apabila dalam melakukan tugasnya, pekerja dihadapkan pada
beberapa faktor resiko dalam waktu yang bersamaan.

Low Back Pain dapat terjadi oleh beberapa faktor penyebab yang lain
seperti:
a) Kelainan punggung sejak lahir.
Keadaan ini lebih dikenal dengan istilah Hemi vertebra.Menurut
Soeharso (1978) kelainan-kelainan kondisi tulang vertebra tersebut
dapat berupa tulang vertebra hanya setengah bagian karena tidak
lengkap pada saat lahir.Hal ini dapat menimbulkan nyeri punggung
yang disertai dengan skoliosis ringan.

b) Nyeri punggung karena cidera.


Gerakan bagian punggung belakang yang kurang baik dapat
menyebabkan kekakuan yang tiba-tiba pada otot punggung ,
mengakibatkan trauma punggung sehingga menimbulkan nyeri
punggung. Kekakuan otot cenderung dapat sembuh dengan
sendirinya dalam jangka waktu tertentu. Namun pada kasus-kasus
yang berat memerlukan pertolongan medis agar tidak
mengakibatkan gangguan lebih lanjut (Idyan,2007).
20

c) Nyeri Punggung karena pengaruh gaya berat


Gaya berat tubuh terutama dalam posisi berdiri, duduk dan berjalan
dapat mengakibatkan rasa nyeri pada punggung dan dapat
menimbulkan komplikasi pada bagian tubuh yang lain, misalnya
genu valgum, genu varum dan coxa valgum.Beberapa pekerjaan
yang mengharuskan berdiri dan duduk dalam waktu yang lama
juga dapat mengakibatkan terjadinya LBP atau nyeri punggung
(Klooch, 2006 dalam Shocker, 2008).

g. Pemeriksaan penunjang low back pain


Pemeriksaan penunjang Low back pain dapat dilakukan sebagai
berikut:
1) Laboratorium
Pada pemeriksaan laboratorium untuk melihat laju endap darah
(LED), kadar Hb, Jumlah leukosit dengan hitung jenis dan fungsi
ginjal.
2) Fungsi Lumbal (LP)
Lumbal Pungsi akan normal pada fase permulaan prolapse diskus,
namun belakangan akan terjadi transudasi dari low olecular weight
albumin sehingga terlihat albumin yang sedikit meningkat sampai
dua kali dari level normal.
3) Pemeriksaan Radiologis
Pada Foto rontgen biasa (plain photos) sering terlihat normal atau
kadang-kadang dijumpai penyempitan ruangan intervertebral,
spondilolistesis, perubahan degenerative, dan tumor spinal.
Sedangkan CT scan adalah sarana diagnostik yang efektif bila
vertebra dan level neurologis telah jelas dan kemungkinan karena
kelainan tulang. Mielografi berguna untuk melihat kelainan radiks
spinal.
21

h. Metode Penilaian Low Back Pain.


Ada beberapa cara yang telah diperkenalkan dalam melakukan
evaluasi ergonomi untuk mengetahui hubungan antara tekanan fisik
dengan resiko low back pain. Pengukuran terhadap tekanan fisik ini
cukup sulit karena melibatkan berbagai faktor subjektif seperti :
kinerja, motivasi, harapan dan toleransi kelelahan (Waters &
Anderson, 1996). Alat ukur ergonomi yang dapat digunakan cukup
banyak dan bervariasi, namun demikian, dari berbagai alat ukur dan
metode yang ada tentunya mempunyai kelebihan dan keterbatasan
masing-masing. Metode tersebut antara lain : Metode observasi postur
tubuh meliputi metode ‘OWAS’, ‘RULA’, dan ‘REBA’, sedangkan
penilaian subjektif terhadap tingkat keparahan low back pain dengan
metode ‘Nordic Body Map’ serta ‘Checklist’ sederhana yang dapat
digunakan untuk melakukan identifikasi potensi bahaya pada
pekerjaan-pekerjaan yang berkaitan dengan resiko MSDs/LBP.

i. Pengobatan Low Back Pain


Obat-obatan mungkin diperlukan untuk menangani nyeri
akut.Analgetik narkotik digunakan untuk memutus lingkaran nyeri,
relaksasi otot dan penenang di gunakan untuk membuat relaks pasien
dan otot yang mengalami spasme sehingga dapat mengurangi
nyeri.obat antiinflamasi, seperti aspirin dan obat antiinflamasi
nonsteroid (NSAID), berguna untuk mengurangi nyeri.Kortikosteroid
jangka pendek dapat mengurangi respons inflamasi dan mencegah
timbulnya neurofibrosis yang terjai akibat gangguan iskemia
(Rin,2011).

j. Therapi Low Back Pain


Fisioterapi perlu diberikan untuk mengurangi nyeri dan spasme otot,
terapi bisa meliputi pendinginan (menggunakan es), pemanasan sinar
22

infa merah, kompres lembab dan panas, kolam bergolak dan


traksi.Gangguan sirkulasi, gangguan perabaan dan trauma merupakan
kontra indikasi kompres panas.penggunaan koyo dapat mengurangi
nyeri punggung anda, sebelum anda memutuskan untuk meminta resep
pain killer, ada baiknya anda mencoba mengkonsumsi suplemen
vitamin neurotropic seperti neurobion (Budiyani, 2014).

k. Langkah mengatasi Low Back Pain


Berdasarkan rekomendasi dari Occupational Safety and Health
Administration (OSHA), tindakan ergonomik untuk mencegah adanya
sumber penyakit adalah melalui dua cara, yaitu rekayasa teknik seperti:
desain stasiun dan alat kerja ( eliminasi, substansi, partisi, dan
ventilasi), dan rekayasa manajemen, seperti : kriteria dan organisasi
kerja ( pendidikan dan pelatihan, pengaturan waktu krja dan istirahat
yang seimbang, pengawasan yang intensif. Langkap preventif ini
dimaksudkan untuk mengeliminir overerexion dan mencegah adanya
sikap kerja tidak alamiah.
sebagai gambaran, berikut ini diberikan contoh tindakan untuk
mencegah dan mengatasi terjadinya keluhan otot atau Low Back Pain
pada berbagai kondisi/aktivitas.
1) Aktivitas angkat-angkat material secara manual
Usahakan meminimalkan aktivitas angkat-angkat secara manual,
upayakan agar lantai kerja tidak licin, upayakan menggunakan alat
bantu kerja yang memadai, gunakan alas apabila harus mengangkat
diatas kepala atau bahu serta upayakan agar beban angkat tidak
melebihi kapasitas angkat pekerja.
2) Berat badan dan alat
Upayakan untuk menggunakan bahan dan alat yang ringandan
menggunakan alat angkut dengan kapasitas <50kg
3) Alat Tangan
Upayakan agar ukuran pegangan tangan sesuai dengan lingkar
genggam pekerja atau karakteristik pekerjaan, pasang lapisan
23

peredam getaran pada pegangan tangan, upayakan pemeliharaan


yang rutin sehingga alat selalu dalam kondisi layak pakai, berikan
pelatihan sehingga pekerja terampil dalam mengoperasikan
alat.Jika melakukan pekerjaan pada ketinggian gunakan alat bantu
kerja yang memadai seperti : tangga kerja dan lift, upayakan untuk
menyediakan alat-alat yang dapat disetel/disesuaikan dengan
ukuran tubuh pekerja.

B. Konsep Keperawatan

1. Definisi Perawat
Perawat adalah mereka yang memiliki Kemampuan dan kewenangan
melakukan tindakan keperawatan berdasarkan ilmu yang dimiliki dan
diperoleh melalui pendidikan keperawatan (UU RI No.23 Tahun 1992).
Pengertian dasar seorang perawat yaitu seseorang yang berperan dalam
merawat atau memelihara, membantu dan melindungi seseorang karena
sakit, injury dan proses penuaan (Fatmawati, 2014).

2. Konsep keperawatan
a. Konsep keperawatan menurut Dorothea Orem’s (1978)
Keperawatan adalah suatu kegiatan yang berfokus pada pemenuhan
kebutuhan individu baik yang mampu atau tidak mampu melakukan
perawatan mandiri sehingga individu tersebut mampu
mempertahankan atau melakukan perawatan sendiri.

b. Lokakarya keperawatan 1983


Perawatan adalah pelayanan professional yang merupakan bagian
integral dari pelayanan kesehatan berdasarkan ilmu dan kiat
keperawatan, berbentuk pelayanan bio-psiko-sosial-spiritual yang
menyeluruh ditujukan kepada individu, kelompok dan masyarakat
baik sehat maupun sakit yang mencakup seluruh proses kehidupan
manusia.
24

Dari berbagai definisi yang disebutkan maka dapat disimpulkan bahwa


Keperawatan merupakan suatu bentuk pelayanan/asuhan yang bersifat
humanistik, profesional, holistik berdasarkan ilmu dan kiat, memiliki
standar asuhan dan menggunakan kode etik, serta dilandasi oleh
profesionalisme yang mandiri dan/atau kolaborasi.

3. Peran dan Fungsi Perawat

a. Peran Perawat
Peran merupakan tingkah laku yang diharapkan oleh orang lain
terhadap seseorang sesuai dengan kedudukan dalam system, dimana
dapat dipengaruhi oleh keadaan sosial baik dari profesi perawat
maupun diluar profesi keperawatan yang bersifat konsisten.
Peran perawat menurut konsorsium ilmu kesehatan tahun 1989 terdiri
dari :
1) Pemberi asuhan keperawatan
Perawat memberikan asuhan keperawatan dengan memperhatikan
keadaan kebutuhan dasar manusia yang dibutuhkan melalui
pemberian pelayanan keperawatan dengan menggunakan proses
keperawatan, mendiagnosis keperawatan agar bisa direncanakan
dan dilaksanakantindakan yang sesuai dengan tingkat kebutuhan
dasar manusia kemudian dapat dievaluasi tingkat
perkembangannya.
2) Advokat klien
Peran ini dilakukan perawat dalam membantu klien dan keluarga
dalam meninterpretasikan informasi dari pemberi pelayanan.
3) Edukator
25

Peran ini dilakukan dengan membantu klien dalam meningkatkan


tingkat pengetahuan kesehatan, penyakit, bahkan tindakan yang
akan diberikan.
4) Koordinator
Peran ini dilaksanakan dengan mengarahkan, merencanakan serta
mengorganisasi pelayanan kesehatan dari tim kesehatan supaya
pemberian pelayanan kesehatan dapat terarah serta sesuai dengan
kebutuhan klien.
5) Kolabolator
Perawat bekerjasama dengan tim kesehatan yang etrdiri dari
dokter, fisioterapis, ahli gizi dan lain-lain.
6) Konsultan
Perawat sebagai tempat konsultasi terhadap masalah atau tindakan
keperawatan yang tepat.Peran ini dilakukan atas permintaan klien
terhadap tujuan pelayanan keperawatan.
7) Peneliti / Pembaharu
Peran ini dilakukan dengan mengadakan perencanaan, kerjasama,
perubahan yang sistematis dan terarah sesuai dengan metode
pemberian pelayanan keperwatan.

b. Fungsi Perawat
Dalam menjalankan perannya, perawat akan melaksanakan berbagai
fungsi diantaranya :
1) Fungsi Independent
Merupakan fungsi mandiri dan tidak tergantung pada profesi lain,
dimana perawat dalam melaksanakan tugasnya dilakukan sendiri
dengan keputusan sendiri dalam melakukan tindakan untuk
memenuhi kebutuhan dasar manusia klien seperti pemenuhan
kebutuhan oksigenasi, kebutuhan nutrisi, kebutuhan aktivitas dan
lain-lain.
26

2) Fungsi Dependent
Merupakan fungsi perawat dalam melaksanakan kegiatan atas
instruksi dan pelimpahan tugas dari profesi lain.

3) Fungsi Interdependent
Fungsi ini dilakukan dalam kelompok tim yang bersifat saling
ketergantungan antara tim satu dengan lainnya. Fungsi ini dapat
terjadi apabila pelayanan membutuhkan kerjasama tim dalam
pemberian pelayanan kesehatan.

C. Faktor-faktor resiko keluhan Low Back pain


Beberapa faktor resiko keluhan Low Back Pain dilihat dari karakteristik
Individu seseorang, antara lain :
1. Umur
Umumnya keluhan sistem muskuloskeletal mulai dirasakan pada usia
kerja, yaitu 25 – 35 tahun (Chaffin, 1979, Guo, 1995). Keluhan pertama
biasanya dirasakan pada umur 35 tahun dan tingkat keluhan akan terus
meningkat sejalan dengan bertambahnya umur. Hal ini terjadi karena
pada umur setengah baya, keluhan otot mulai meningkat.Hasil penelitian
menunjukan bahwa kekuatan otot maksimal terjadi pada saat umur antara
20 – 29 tahun, selanjutnya terjadi penurunan sejalan dengan
bertambahnya umur.Pada saat umur 60 tahun, rata-rata kekuatan otot
menurun sampai 20%. LBP umum terjadi pada usia antara 25 sampai 64
tahun. Prevalensi LBP puncaknya diantara umur 35 sampai 55 tahun
(Norasteh, 2012). Menurut National Health Interview Survey (2002),
prevalensi LBP sebesar 17%, seiring bertambahnya usia prevalensi akan
mengalami peningkatan dimulai pada usia 18 tahun ke atas (Norasteh,
2012).
Lukmanulhakim dan Solihin (2017) dalam penelitiannya mengidentifikasi
terdapat hubungan yang signifikan antara umur dengan risiko keluhan
LBP. Responden yang mengalami keluhan LBP paling banyak pada usia
25-35 tahun.
27

2. Masa Kerja
Lama kerja atau masa kerja merupakan kurun waktu atau lamanya tenaga
kerja di suatu tempat kerja. Menurut Suma’mur (1996) semakinlama
seseorang bekerja maka semakin banyak diaterpapar bahayayang
ditimbulkan oleh lingkungan kereja tersebut.hal ini sesuai dengan hasil
penelitian Suwandi (2012), Sang (2013) yang menyatakan hasil bahwa
adanya hubungan antara masa kerja dengan resiko keluhan low back
pain. Dari keseluruhan yang dirasakan seorang pekerja dengan masa kerja
kurang dari 1 tahun paling banyak mengalami keluhan.Kemudian keluhan
tersebut berkurang pada pekerja setelah bekerja selama 1-5 tahun.
Berdasarkan hasil penelitian Lukmanulhakim dan Solihin R (2017) uji
statistik dengan menggunakan uji Chi Square, terdapat hubungan yang
signifikan antara masa kerja dengan risiko keluhan LBP. Responden yang
mengalami keluhan LBP paling banyak dengan masa kerja <5 tahun
dengan keluhan sedang sebanyak 7 orang. Hal ini sesuai dengan
penelitian yang telah dilakukan oleh Dewi (2015), dari hasil uji statistik
korelasi spearman adanya hubungan antara masa kerja dengan risiko
keluhan low back pain. Demikian pula dengan penelitian yang dilakukan
Fathoni, Handoyono dan Swasti (2012), dari hasil uji statistik korelasi
pearsonterdapat hubungan yang signifikan antara masa kerja dengan low
back pain.

3. Postur Kerja
Postur kerja merupakan pengaturan sikap tubuh dalam bekerja (Tayyari,
1997).Postur kerja dengan risiko rendah membutuhkan perubahan postur
dalam bekerja untuk menghindari risiko yang lebih tinggi. Kesalahan
postur pada saat bekerja seperti kepala menunduk ke depan ataupun bahu
melengkung dapat menyebabkan spasme otot (Fathoni, Handoyono dan
Swasti, 2012). Berdasarkan Penelitian yang dilakukan Lukmanulhakim,
Solihin (2017) dari hasil uji statistik dengan menggunakan uji Chi Square
terdapat hubungan antara postur kerja dengan keluhan low back
paindengan tingkat keeratan hubungan yang cukup kuat.
28

4. Indeks Massa Tubuh


Status gizi merupakan salah satu yang menyebabkan keluhan sistem
muskuloskeletal. Seorang tenaga kerja dengan status gizi yang baik akan
memiliki kapasitas kerja dan ketehanan tubuh yang baik juga (Budiono
dkk, 2003). Walaupun pengaruhnya relatif kecil, berat badan, tinggi badan
dan massa tubuh merupakan faktor yang dapat menyebabkan terjadinya
sistem muskuloskeletal.
Beberapa ahli menyatakan bahwa ukuran tubuh yang gemuk mempunyai
resiko dua kali lipat dibandingakan ukuran tubuh yang kurus. Temuan
lain menyatakan bahwa pada tubuh yang tinggi umumnya sering
menderita keluhan sakit punggung, tetapi tubuh yang tinggi tidak
pengaruh terhadap keluhan pada leher, bahu dan pergelangan tangan.
Rismayanti (2015) dalam penelitiannya menjelaskan bahwa, ada
hubungan antara indeks massa tubuh dengan keluhan nyeri punggung
bawah. Hasil yangsama pula didapat dari penelitian Heru (2010) yaitu
adanya hubungan antara indeks massa tubuh (IMT) dengan keluhan Nyeri
punggung bawah yang didasarkan dengan hasil uji Chi square.

D. Instrumen Penelitian
1. Instrumen Postur Kerja : Rapid Upper Limb Assesment (RULA)
Rapid Upper Limb Assesment merupakan instrument yang digunakan
untuk meneliti postur kerja yang dikembangkan oleh Dr.Lynn Mc
Atamney dan Dr. Nigel Corlett yang merupakan ergonom dari
University of Nottingham’s Instituteof Occupational Ergonomics.
Instrumen ini pertama kali dijelaskan dalam bentuk jurnal aplikasi
ergonomik pada tahun 1993.
RULA adalah metode yang dikembangkan dalam bidang ergonomik
untuk menginvestigasi dan menilai posisi kerja yang dilakukan oleh
tubuh bagian atas. Instrumen inidigunakan untuk mengambilnilai
postur kerja dengan cara mengambil sampel kerja yang dianggap
mempunyai risiko berbahaya bagi kesehatan pekerja, yang selanjutnya
dilakukan penilaian/scoring postur tersebut.
29

Skoring yang didapat dari hasil observasi digunakan untuk mengetahui


apakah postur kerja telah memenuhi prinsip ergonomic yang baik atau
belum. Metode ini menggunakan diagram postur yang terdiri dari tiga
tabel penilaian (tabel A, B, dan C). Melalui penilaianini akan
didapatkan skor akhir yang dilihat dari table C dengan nilai berkisar
antara 1-7 yang digunakan untuk menetapkan evaluasifaktor risiko.
Untuk mempermudah penilaian postur tubuh, metode ini dibagi
menjadi 2 segmen table yaitu table A dan B.

a. Penilaian postur table A


Postur tubuh pada table A terdiri atas lengan atas (upperarm),
lengan bawah (lower arm), pergelangan tangan (wrist) dan putaran
pergelangan tangan (wrist twist).

1) Lengan atas (upperarm)


Penilaian dilakukan terhadap lengan atas (upper
arm)terhadap sudut yang dibentuk lengan atas pada saat
melakukan pekerjaan. Sudut Postur lengan atas dapat dilihat
pada gambar 2.2

Gambar 2.2. Postur Tubuh lengan atas (upperarm)


Sumber:rula.co.uk

Setelah dilakukan penilaian postur kerja, selanjutnya


diberikan skor penilaian untuk postur tubuh lengan atas
(upperarm).
30

Tabel 2.1. Skor PenilaianLengan Atas (Upper Arm)

Pergerakkan Skor Skor Perubahan

20° ke depan maupun +1


ke belakang bagian
tubuh

>20° ke belakng atau +2 +1 jika bahu naik


20-45° ke depan. +1 jika lengan
berputar/bengkok

45-90° +3

>90° +4

Sumber: Fisiologi & Pengukuran Kerja. (2016).

2) Lengan bawah (lower arm)


Penilaian dilakukan terhadap lengan bawah (lower arm)
terhadap sudut yang dibentuk pada saat melakukan
pekerjaan.Sudut postur lengan bawah dapat dilihat pada
gambar 2.3.

Gambar 2.3. Postur tubuh lengan bawah (lowerarm)


Sumber: rula.co.uk

Setelah dilakukan penilaian postur kerja, selanjutnya diberikan


skor penilaian untuk postur tubuh lengan bawah (lower arm).

Tabel 2.2. Skor Penilaian Lengan Bawah

Pergerakkan Skor Skor Perubahan

60-100° +1
31

<60° atau 100° +2 +1 apabila lengan bawah bekerja


pada sisi sebelahnya/melewati
gari tengah tubuh

Sumber: Fisiologi & Pengukuran Kerja. (2016).

3) Pergelangan tangan (wrist)


Penilaian dilakukan terhadap sudut yang dibentuk pada saat
melakukan pekerjaan.Sudut postur pergelangan tangan dapat
dilihat pada gambat 2.4.

Gambar 2.4. Postur tubuh pergelangan tangan (wrist)


Sumber: rula.co.uk

Setelah dilakukan penilaian postur kerja, selanjutnya diberikan


skor penilaian untuk postur tubuh pergelangan tangan (wrist).

Tabel 2.3. Skor Penilaian pergelangan tangan (wrist)

Pergerakkan Skor Skor Perubahan

Netral +1

0-15° ke atas maupun +2 +1 jika pergerakkan


ke bawah menjauhi sisi tengah

>15° ke atas maupun ke +3


bawah
32

Sumber: Fisiologi & Pengukuran Kerja. (2016).

4) Putaran pergelangan tangan (wrist twist)

Gambar 2.5. Postur tubuh putaran pergelangan tangan


(wrist twist)
Sumber: rula.co.uk

Tabel 2.4.Skor Penilaian putaran pergelangan tangan

Pergerakkan Skor

posisi tengah dari +1


putaran

pada atau dekat dari +2


putaran

Sumber: Fisiologi & Pengukuran Kerja. (2016).

Selanjutnya skor dari postur tubuh lengan atas (upper arm),


lengan bawah (lower arm), pergelangan tangan (wrist) dan
putaran pergelangan tangan (wrist twist) di masukkan kedalam
tabel A.
Tabel 2.5. Skor Grup A

Upper Lower Wrist


Arm Arm
1 2 3 4

Wrist Wrist Wrist Wrist


Twist Twist Twist Twist

1 2 1 2 1 2 1 2
33

1 1 1 2 2 2 2 3 3 3

2 2 2 2 2 3 3 3 3

3 2 3 2 3 3 3 4 4

2 1 2 2 2 3 3 3 4 4

2 2 2 2 3 3 3 4 4

3 2 3 3 3 3 4 4 5

3 1 2 3 3 3 4 4 5 5

2 2 3 3 3 4 4 5 5

3 2 3 3 4 4 4 5 5

4 1 3 4 4 4 4 4 5 5

2 3 4 4 4 4 4 5 5

3 3 4 4 5 5 5 6 6

5 1 5 5 5 5 5 6 6 7

2 5 6 6 6 6 7 7 7

3 6 6 6 7 7 7 7 8

6 1 7 7 7 7 7 8 8 9

2 7 8 8 8 8 9 9 9

3 9 9 9 9 9 9 9 9

Sumber: Fisiologi & Pengukuran Kerja. (2016).

5) Penambahan skor penggunaan otot


Setelah didapatkan skor dari postur tubuh grup A. Selanjutnya
tambahkan dengan skor penggunaan otot saat bekerja.Skor
penggunaan otot bisa dilihat dari tabel 2.5.

Tabel 2.6. Skor Tubuh Penggunaan Otot

Aktivitas Skor Skor Perubahan

Postur Statik +1 Satu atau lebih bagian tubuh


34

statis

Pengulangan +1 Tindakan dilakukan berulang-


ulang lebih dari 4 kali permenit

Sumber: Fisiologi & Pengukuran Kerja. (2016).

6) Penambahan skor gaya atau beban yang diterima


Selanjutnya tambahkan dengan skor gaya atau beban yang
diterima seperti tabel 2.7.

Tabel 2.7. Skor Beban yang Diterima

Aktivitas Skor Skor Perubahan

< 2 kg 0

2 kg – 10 kg +1 +1 apabila postur statis dan


dilakukan berulang-ulang

> 10 kg +3

Sumber: Fisiologi & Pengukuran Kerja. (2016).

Berikut merupakancontohtabelgrupAdalambentuk aslinya.


35

Gambar 2.6. Contoh Tabel Grup A dengan Pengisian Skoring

b. Penilaian postur tabel B


Penilaian postur B terdiri dari leher (neck), batang tubuh (trunk),
dan kaki (legs).

1) Leher (neck)
Penilaian dilakukan pada saat pekerja sedang melaksanakan
aktivitasnya.Postur leher dapat dilihat dari gambar 2.7.
36

Gambar 2.7. Postur tubuh bagian Leher (neck)

Setelah dilakukan penilaian postur kerja, selanjutnya diberikan


skor penilaian untuk postur tubuh bagian leher (neck).

Tabel 2.8. Skor Tubuh Bagian Leher (Neck)

Aktivitas Skor Keterangan

0-10° +1 +1 apabila postur leher


berputar

10-20° +2 +1 apabila leher miring


ke samping

>20° +3

Ekstensi +4

Sumber: Fisiologi & Pengukuran Kerja. (2016).

2) Batang tubuh (Trunk)


Penilaian terhadap sudut saat bekerja yang dibentuk tulang
belakang tubuh.Kemiringan batang tubuh saat bekerja dapat
dilihat dari gambar 2.7.
37

Gambar 2.8. PosturBatang Tubuh (Trunk)

Selanjutnya setelah dilakukan observasi postur batang tubuh,


skoring posturbisa dilakukan dengan memasukan postur yang
sesuai dengan tabel 2.9.

Tabel 2.9. Skor Batang Tubuh (Trunk)

Aktivitas Skor Keterangan

Posisi Normal +1 +1 apabila postur batang


tubuh berputar

0-20° +2 +1 apabila postur batang tubh


miring ke samping

20-60° +3

>60° +4

Sumber: Fisiologi & Pengukuran Kerja. (2016).

3) Kaki (Legs)
Penilaian terhadap sudut saat bekerja yang dibentuk kaki.Postur
kaki saat bekerja dapat dilihat dari gambar 2.8.

Gambar 2.9. Postur Kaki (Legs)


38

Sementara skor penilaian untuk postur kaki dapat dilihat pada


tabel 2.10.

Tabel 2.10. Skor Bagian Kaki (Legs)

Postur Skor

Posisi seimbang/mendukung tubuh bagian atas +1

Tidak seimbang +2

Sumber: Fisiologi & Pengukuran Kerja. (2016).

Selanjutnya skor dari postur leher, batang tubuh, serta kaki


dimasukkan ke tabel 2.11.

Tabel 2.11. Skor Grup B

Neck Trunk Posture Score

1 2 3 4 5 6

legs Legs legs legs legs legs

1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2

1 1 3 2 3 3 4 5 5 6 6 7 7

2 2 3 2 3 4 5 5 5 6 7 7 7

3 3 3 3 4 4 5 5 6 6 7 7 7

4 5 5 5 6 6 7 7 7 7 7 8 8

5 7 7 7 7 7 8 8 8 8 8 8 8

6 8 8 8 8 8 8 8 9 9 9 9 9

Sumber: Fisiologi & Pengukuran Kerja. (2016).

4) Penambahan skor penggunaan otot


39

Setelah didapatkan hasil penambahan dengan skor aktivitas


untuk postur grup B, selanjutnya skor tersebut ditambah
dengan skor penggunaan otot.
Tabel 2.12. Skor Penggunaan Otot

Aktivitas Skor Keterangan

Postur Statik +1 Satu atau lebih bagian tubuh


statis

Pengulangan +1 Tindakan dilakukan


berulangulang lebih dari 4
kali permenit

Sumber: Fisiologi & Pengukuran Kerja. (2016).

5) Penambahan skor beban


Setelah diakukan penambahan skor penggunaan otot,
selanjutnya dilakukan penambahan skor beban seperti tabel
2.13.
Tabel 2.13. Skor Beban yang Diterima

Aktivitas Skor Keterangan

< 2 kg 0 -

2 kg-10 kg +1 +1 apabila postur statis dan


dilakukan berulangulang

> 10 kg +3 -

Sumber: Fisiologi & Pengukuran Kerja. (2016).

selanjutnya setelah dilkukan penilaian terhadap tabel A dan B,


dilakukan penilaian skor akhir pada tabel C.
Tabel 2.14.Skor Tabel C

Tabel C Neck, Trunk, Leg Score


1 2 3 4 5 6 7
40

Wrist/Ar 1 1 2 3 3 4 5 5
2 2 2 3 4 4 5 5
m score
3 3 3 3 4 4 5 6
4 3 3 3 4 5 6 6
5 4 4 4 4 5 6 6
6 4 4 5 6 6 7 7
7 5 5 6 6 7 7 7
8 5 5 6 7 7 7 7
Sumber: Fisiologi & Pengukuran Kerja. (2016).
Hasil skor dari tabel 2.15.tersebut selanjutnya di klasifikasikan
ke dalam tabel skor akhir.

Tabel 2.15. Skor Akhir Penilaian RULA

Skor Tingkat Risiko


1-2 Risiko di abaikan, postur sesuai aturan

3-4 Risiko rendah, perubahan dibutuhkan

5-6 Risiko sedang, butuh pperubuahan segera

6+ Risiko Tinggi, Lakukan perubahan sekarang

Sumber: Fisiologi & Pengukuran Kerja. (2016).

2. Instrumen Risiko Keluhan LBP: Kuesioner Gejala LBP


Kusioner gejala LBP pertama kali dikembangkan dan digunakan dalam
penelitian Primala (2012) yang di adopsi dari The Pain and
DistressScale William J.K Zung (1983).Kuesioner terdiri dari 20
pertanyaan dengan pilihan jawaban terdiri dari Selalu (SL), sering
(SR), jarang (JR), dan tidak pernah (TP).Hasil dari penelitian
selanjutnya di kategorikan menjadi normal, risiko ringan, risiko
sedang, dan risiko berat.
41

BAB III

KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL, DAN HIPOTESIS


PENELITIAN

A. Kerangka Konsep

konsep adalah suatu abstraksi yang dibentuk dengan cara


menggeneralisasikan suatu pengertian. Suatu konsep tidak dapat di ukur dan
di amati secara langsung apabila tidak di jabarkan dan di bentuk ke dalam
suatu variabel. Kerangka konseptual digunakan untuk menghubungkan
antara konsep yang telah dijelaskan menjadi kerangka yang menjelaskan
hubungan antar variabel (Notoatmodjo, 2010).

Variabel Independen Variable Dependen


Faktor-faktor : Resiko Keluhan Low
1. Usia Back Pain
2. Masa kerja
3. Postur Kerja
42

4. Indeks massa Tubuh


(IMT)

Gambar 3.1Kerangka Konsep

Variabel Penelitian terdiri dari :

1. Variabel Bebas ( independen )


Variabel bebas dalam penelitian ini adalah Usia, masa kerja, Indeks
massa tubuh, dan postur kerja.

2. Variabel terikat (dependen )


Variabel terikat dalam penelitian ini adalah resiko keluhan Low back
pain yang dialami oleh perawat ruang anak.
B. Definisi Operasional
Definisi operasional adalah definisi terhadap variabel yang berdasarkan
konsep teori dan bersifat operasional agar variabel dapat di ukur atau bahkan
di uji baik oleh peneliti maupun peneliti lain. Dapat bersifat naratif maupun
menggunakan kolom atau tabel (Swarjana, 2012).Manfaat definisi
operasional yaitu membantu ruagan lingkup atau pengertian-pengertian
variabel yang diamati atau diteliti guna mengarahkan kepada pengukuran
atau pengamatan terhadap variabel yang bersangkutan atau pengembangan
instrumen (alat ukur).

Tabel 3.1 Definisi Operasional dan Skala Pengukuran Variabel

No Nama Variabel Definisi Alat ukur Kategori Skala


Dependen :
1. Resiko Keluhan Keadaan dimana Kuesioner 0= Ada resiko Ordinal
Nyeri Pinggang dapat terjadi keluhan
bawah ( low back Keluhan rasa 1= tidak ada resiko
pain ) nyeri yang keluhan
dirasakan pada
daerah pinggang
Independen :
1. Usia Umur atau Usia Kuesioner 0=1 <25 tahun Ordinal
seseorang dari = 25-35 tahun
lahir sampai 2= >35 tahun
43

dengan sekarang
dalam hal ini
keluhan LBP pada
umumnya
2. Masa Kerja Masa kerja sejak Kuesioner 0= <5 tahun Ordinal
menjadi perawat 1= >5 tahun
di RSUD Banten
3. Postur Kerja Sikap atau posisi Kuesioner 0= Beresiko jika Ordinal
badan responden dan postur tubuh
saat bekerja metode mendapatkan skor
dengan postur RULA 3-7 berdasarkan
tubuh yang tidak dengan metode RULA
netral dalam kamera Tidak beresiko
posisi ekstrim foto 1= jika postur tubuh
atau membawa mendapatkan skor
beban 1-2 berdasarkan
metode RULA
4. Indek Massa Kondisi status Timbangan 0= Tidak normal jika Ordinal
Tubuh gizi responden dan IMT(<18,5)
saat dilakukan microtoise 1= Normal, jika IMT
penelitian di (18,5-25)
hitung
denganrumus
IMT=BB/TB

C. Hipotesis
Hipotesis adalah jawaban sementara dari suatu penelitian, patokan atau dalil
sementara yang kebenarannya akan dibuktikan dalam penelitian
(Notoadmojo, 2012). Berdasarkan pemaparan masalah yang ada, maka
hipotesis dalam penelitian ini adalah :

Ha1 : Ada hubungan Usia dengan resiko keluhan low back pain pada
Perawat Ruang Perawatan Bedah Rsud Dr. Dradjat Prawiranegara
Tahun 2019.
Ha2 : Ada hubungan Masa kerja dengan resiko keluhan low back pain
pada Perawat Ruang Perawatan Bedah Rsud Dr. Dradjat
Prawiranegara Tahun 2019.
Ha3: Ada hubungan postur kerja dengan resiko keluhan low back pain
pada Perawat Ruang Perawatan Bedah Rsud Dr. Dradjat
Prawiranegara Tahun 2019.
Ha4: Ada hubungan Indeks massa tubuh dengan resiko keluhan low back
pain pada Perawat Ruang Perawatan Bedah Rsud Dr. Dradjat
Prawiranegara Tahun 2019
44

BAB IV

METODOLOGI PENELITIAN

Setelah merumuskan tujuan, hipotesis penelitian, teori yang terkait dan


kerangka konsep penelitian, langkah selanjutnya yaitu membuat rancangan
pelaksanaan penelitian dengan menguraikan metodologi penelitian yang
meliputi : jenis dan desain penelitian, populasi dan sampel penelitian,
waktu dan tempat penelitian, pengumpulan data, instrument penelitian,
pengolahan data dan analisa data.

A. Jenis dan Desain Penelitian


Jenis penelitian yang digunakan adalah analitik observasional, yang
bertujuan untuk mencari hubungan antar variabel. Menurut Nursalam
(2008), bahwa dalam penelitian, peneliti itu mencari, menjelaskan dan
menguji suatu hubungan berdasarkan suatu teori. Adakah hubungan antara
variabel bebas (independen) yaitu Umur, masa kerja, postur kerja dan
45

indeks massa tubuh dengan variabel terikat (dependen) yaitu Resiko


keluhan low back pain.
Variabel – variabel tersebut diukur  hanya satu kali pada satu saat ketika
waktu penelitian ini berlangsung saja. Penelitian ini menggunakan
pendekatan cross sectional yaitu variabel independen dan variabel
dependen diukur atau dikumpulkan secara simultan (dalam waktu yang
bersamaan) (Notoatmodjo, 2010).

B. Lokasi dan Waktu Penelitian


1. Lokasi Penelitian
Dalam penelitian ini, lokasi yang digunakan peneliti untuk melakukan
penelitian adalah ruang perawatan bedah RSUD dr. Dradjat
Prawiranegara.

2. Waktu penelitian
Waktu Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei 2019
.
C. Populasi dan Sampel Penelitian

1. Populasi
Populasi penelitian adalah keseluruhan objek penelitian atau objek
yang sedang diteliti (Notoatmodjo, 2012). Sedangkan menurut
(Hidayat, 2012) Populasi merupakan seluruh subjek ataupun objek
karakteristik tertentu yang akan diteliti.Populasi pada penelitian ini
adalah seluruh perawat yang bekerja di ruang perawatan bedah RSUD
dr. Dradjat Prawiranegara yaitu berjumlah 13 petugas.

2. Sampel
Sampel adalah sebagian dari keseluruhan obyek yang diteliti dan
dianggap mewakili seluruh populasi (Notoatmodjo, 2012).Metode
sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah sampel keseluruhan
46

(total sampling), dimana jumlah sampel sama dengan jumlah


populasinya (Sugiyono, 2007) sehingga sampel pada penelitian ini
adalah seluruh perawat yang bekerja di ruang perawatan bedah RSUD
dr. Dradjat Prawiranegara. Hal ini dikarenakan jumlah populasi kurang
dari 100 sehingga seluruh populasi dijadikan sampel penelitian.

D. Alat dan Teknik Pengumpulan Data

1. Alat pengumpulan data


Alat pengumpulan data yang digunakan pada penelitian ini antara lain
Rapid Upper Limb Assesment (RULA) worksheet untuk pengukuran
variabel postur kerja, kuesioner gejala LBP untuk pengukuran variabel
risiko keluhan LBP serta lembar isi karakteristik responden untuk
pengumpulan variabel Umur , masa kerja dan Indeks massa tubuh.

a. Lembar isi karakteristik responden


Mengidentifikasi karakteristik responden terdiri dari umur, IMT,
masa kerja sebagai data variabel independent.

b. RULA worsheet untuk pengukuran postur kerja Rapid UpperLimb


Assesment merupakan instrumen yang digunakan untuk meneliti
postur kerja yang dikembangkan oleh Dr.Lynn McAtamney dan
Dr.Nigel Corlett yang merupakan ergonom dari University of
Nottingham’s Institute of Occupational Ergonomics. Instrumen ini
pertama kali dijelaskan dalam bentuk jurnal aplikasi ergonomik
pada tahun 1993. Dinyatakan dengan skor keseluruhan dari item
pertanyaan kuesioner RULA dengan rentang skor 1-2:
risikodiabaikan, skor 3-4: risiko rendah, skor 5-6: risiko sedang,
skor 6+: risiko tinggi. Instrumen RULA adalah alat ukur yang
sudah baku digunakan untuk menilai postur kerja, pengangkatan
secara manual dan keluhan muskuloskeletal. Instrumen RULA
47

merupakan salah satu instrumen ergonomi yang sering digunakan


dalam penelitian teradap pekerja industri maupun tenaga
kesehatan.

c. Kuesioner gejala LBP untuk pengukuran tingkat risiko keluhan


LBP Kusioner gejala LBP pertama kali dikembangkan dan
digunakan dalam penelitian Primala (2012) yang di adopsi dari The
Pain and Distress Scale William J.K Zung (1983). Kuesioner
terdiri dari 20 pertanyaan dengan pilihan jawaban terdiri dari
Selalu (SL), sering (SR), jarang (JR), dan tidak pernah (TP). Hasil
dari penelitian selanjutnya di kategorikan menjadi normal, risiko
ringan, risiko sedang, dan risiko berat. Dinyatakan dengan skor
keseluruhan dari item pertanyaan kuesioner gejala LBP dengan
rentang skor 20-35: normal, skor 36-50: ringan, skor 51-65:
sedang, skor 66-80 :tinggi.
Instrumen kuesioner gejala LBP adalah alat ukur yang sudah
pernah dilakukan uji validitas dan reliabilitas dalam penelitian
Primala (2012) yang di adopsi dari The Pain and Distress Scale
William J.K Zung dengan nilai cronbach’s alpha 0.89 artinya
suatu instrumen tersebut sangat andal digunakan.

2. Teknik pengumpulan Data


Pengumpulan data adalah suatu proses pendekatan kepada subjek dan
proses pengumpulan karakteristik subjek yang diperlukan dalam suatu
penelitian (Nursalam, 2010) Data dikumpulkan dengan pembagian
kuesioner dan observasi langsung kepada responden penelitian untuk
mencari variabel-variabel yang akan diteliti. Cara pengumpulan data
dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
a. Tahap persiapan
1) Penelitian ini dilakukan setelah mendapatkan izin dari dosen
pembimbing STIKes Faletehan Serang.
48

2) Sebelum dilakukan penelitian, peneliti mengajukan surat izin


kepada Direktur RSUD dr. Dradjat Prawiranegara.
3) Selanjutnya peneliti meminta izin Kepala Ruangan anak.
b. Tahap Pelaksanaan
1) Peneliti melakukan koordinasi terlebih dahulu dengan CI dan
kepala ruangan.
2) Peneliti melakukan pengumpulan data dalam tiga shift .
3) Peneliti memulai observasi dengan memotret postur kerja yang
berisiko pada saat responden melakukan kegiatannya.
4) Peneliti menemui calon responden dan meminta kesediaan
untuk berpartisipasi dalam penelitian dengan mengisi lembar
informed consent apabila responden bersedia.
5) Peneliti menyebarkan lembar kuesioner kepada responden.
6) Setelah kuesioner diisi oleh responden, peneliti langsung
mengambil kembali kuesioner tersebut dan selanjutnya dicek
kelengkapan data, jika ada yang tidak lengkap, maka peneliti
akan meminta kepada responden untuk melengkapi kembali,
jika responden bersedia.
7) Melakukan pengecekan ulang terhadap lembar isi dan
kuesioner yang telah terkumpul
8) Selanjutnya melakukan pemberian skor pada RULA worksheet,
serta melakukan pengolahan data kuesioner dan lembar isi.

E. Pengolahan dan Analisa Data

1. Pengolahan Data
Pengolahan data dilakukan sebelum data di analisis. Tahapan-tahapan
pengolahan data secara teoritis (Notoatmodjo, 2012) sebagai berikut :

a. Data Editing
49

Menilai kelengkapan data yang diperoleh dari responden.Setelah


responden mengisi kuesioner dilakukan pengecekan jawaban yang
ada sudah terisi semua, relevan dan konsisten.
b. Data Coding
Peneliti  memberi kode pada setiap respon responden untuk
memudahkan dalam pengolahan data dan analisis data. Kegiatan
yang dilakukan, setelah diedit data kemudian diberi kode.  Seluruh
variabel yang ada diberi kode.
c. Data Entry
Memproses data untuk keperluan analisa.Kegiatan memproses data
dilakukan dengan memasukkan data dari kuesioner dalam bentuk
kode ke komputer.Kemudian data yang sudah ada diproses dengan
komputer.
d. Proseccing (proses data)
Setelah semua isian kuesioner terisi dan benar, dan sudah melewati
pengkodingan, maka langkah selanjutnya adalah memproses data
agar dapat dianalisis.Pengolahan data dilakukan dengan cara
memasukan data kuesioner ke program computer.
e. Data Cleaning
Kegiatan pembersihan seluruh data agar terbebas dari kesalahan
sebelum dilakukan analisa data, baik kesalahan dalam pengkodean
maupun dalam membaca kode, kesalahan juga dimungkinkan
terjadi pada saat kita memasukkan data kekomputer.Setelah data
didapat dilakukan pengecekan lagi apakah data ada kesalahan atau
tidak.Pengelompokan data yang salah diperbaiki hingga tidak
ditemukan kembali data yang tidak sesuai, sehingga data siap
dianalis.

2. Analisa Data
Analisa Data dilakukan untuk mencapai tujuan dari penelitian dengan
melihat hubungan antara variabel yang terdapat pada kerangka konsep,
melalui tahapan-tahapan analisis.Analisis data dibagi menjadi tiga
50

macam yaitu analisis unvariat, analisis bivariat dan analisis


multivariate (Notoatmodjo,2012). Dalam penelitian ini hanya
dilakukan dua analisis univariat dan analisis bivariat dengan
menggunakan komputerisasi SPSS.

a. Analisis Univariat
Analisa univariat dilakukan untuk menganalisavariabel
independent dan variabel dependent.Dalam analisis ini hanya
menghitung frekuensi dan prosentase dari masing-masing variabel
(Notoadmodjo, 2010). Analisis univariat pada variabel yang
berbentuk kategorik (umur, masa kerja, postur kerja dan IMT)
menggunakan analisis proporsi dan dituangkan dalam tabel
distribusi frekuensi,
Selanjutnya, data yang telah diperoleh dari tiap tabel dilakukan
penafsiran data agar dapat dengan mudah dianalisis (Arikunto,
2010). Dengan perincian sebagai berikut :

0% : Tidak satupun responden


1-26% : Sebagian kecil responden
27-49% : Hampir setengah responden
50% : Setengah dari responden
51-75% : Sebagian besar responden
76-99% : Hampir seluruh responden
100% : Seluruh responden

b. Analisis Bivariat
Setelah melakukan analisis univariat, sehingga hasilnya diketahui
karakteristik atau distribusi setiap variabel, maka dapat dilanjutkan
dengan Analisis Bivariat. Analisis bivariat dilakukan terhadap
dua variabel yang diduga berhubungan atau korelasi
(Notoatmojo,2010), Analisa ini dilakukan untuk membuktikan
51

hipotesis yang telah dirumuskan sebelumnya apakah ada hubungan


antara Variabel independent (Usia, masa kerja, postur kerja, IMT)
dengan variabel dependent (risiko keluhan LBP).
Untuk mengetahuai adanya hubungan antara dua variabel tersebut
digunakan uji Chi-Square Test. Analisis menggunakan signifikasi
α : 5%. Jika p value ≤ 0.05 berarti hasil perhitungan statistik
menunjukkan adanya hubungan bermakna antara variabel
independent dan variabel dependent. Berikut merupakan tabel
kekuatan korelasi dan signifikasi menurut Dahlan (2009).
Tabel 4.1. Hasil uji hipotesis berdasarkan kekuatan korelasi

Paramete Nilai Interpretasi


r
Kekuatan 0.00-0.199 Sangat lemeh
0.20-0.399 Lemah
0.40-0.599 Sedang
0.60-0.799 Kuat
0.80-1.000 Sangat kuat
Nilai p ≤ 0.05 Terdapat hubungan bermakna antara
signifikasi dua variabel yang diuji
p > 0.05 Tidak terdapat hubungan bermakna
antara dua variabel yang diuji
Sumber : Dahlan (2009)

DAFTAR PUSTAKA

Amadi. (2008). Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta: Kedokteran EGC.

Andini, F. (2015). Risk Factors of low back pain in workers. J majority vol 4, 12-
19.

Arikunto, S. (2010). Prosedur penelitian Suatu pendekatan praktik. Jakarta: PT.


Rineka putra.
Baqar M, H. Z. (2015). Work related Musculoskeletal symptoms Among
Motorcycle Mechanics, Lahore (Pakistan) : an application of standardized
Nordic Questionnaire. College of Earth and Environment Sciences,
University of the Punjab.
Black, M & Hawk Jane. (2014). Keperawatan medikal bedah edisi 8: manjemen
klinis untuk hasil yang diharapkan. Jakarta : Salemba Medika.
52

Budiono., Sugeng AM. (2003). Bunga Rampai Hiperkes dan KK. Semarang:
Badar Universitas diponogoro.
Budiyani, R. (2014). Pengobatan Low back pain tanpa efek samping.
http://Kesehatan.kompasiana.com/medis/2014/07/30/atasi low-back-
paintanpaefeksamping. diakses tanggal 5 November 2018
Brunner &Suddarth. (2011). Keperawatan Medikal Bedah edisi 12. Jakarta: EGC.

Evelyn C. Pearce. (2006). Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Jakarta:


Gramedia.
Dahlan, M.S. (2009). Evidance based medicine seri 2 Besar sampel dan cara
pengambilan sampel dalam penelitian kedokteran dan kesehatan edisi
kedua. Jakarta: Salemba Medika.
Dewi, A.K.P. (2015). Hubungan tingkat resiko postur kerja dan karakteristik
individu dengan tingkat keluhan low back pain pada perawat bangsal kelas
III di Rumah sakit PKU Muhamadiyah Surakarta. Naskah Publikasi.
Surakarta: UMS press.
Fathoni, H., Handoyono., Swasti K.G. (2012). Hubungan sikap danposisi kerja
dengan low back pain pada perawat RSUD Purbalingga. Jurnal
Keperawatan Soedirman volume 7, 86-92.
Fatmawati, I. (2014). faktor-faktor yang berhubungan dengan keluhan Low back
pain di Rumah sakit umum daerah serang tahun 2014. Serang: STIKes
Faletehan.
Fauci S.F., Braunwald E., Kasper D.L., Hauser S.L., Longo D.L., Jameson J.L &
Loscalzo J. (2009). Horrison's manua of medicine Edisi 17. Chicago: Mc
Graw Hill.
Hidayat, A. (2012). Riset Keprawatan dan teknik penulisan Ilmiah edisi 2.
Jakarta: Salemba Medika.
Fathoni, H., Handoyono., Swasti K.G. (2012). Hubungan sikap danposisi kerja
dengan low back pain pada perawat RSUD Purbalingga. Jurnal
Keperawatan Soedirman volume 7, 86-92.
Karahan, A., Kav, S., Abbasoglu, A., Dogan, N. (2009). Low back pain :
prevalence and associated risk factors among hospital staff. J adv Nurs.
65(3), 516-524.
Kepmenkes. (2010). Standar kesehatan dan keselamatan kerja di RS. Jakarta:
Kepmenkes RI.
Lukmanulhakim., Solihin R. (2017). The Relationship beetween work posture and
risk for low back pain complaint of emergency department nurses in dr.
Drajat Prawiranegara General Hospital Serang Banten. Jurnal ilmu
Keperawatan Vol 5 no.2 November 2017, 161-171.
53

Maher., S. (2002). Low back pain Syndroma. Philadelpia: Davis Company.

Mastini. (2013). Hubungan pengetahuan, Sikap dan beban kerja dengan


kelengkapan pedokumentasian Asuhan Keperawatan IRNA Di Rumah
Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar : Program Studi ilmu kesehatan
Masyarakat Universitas Udayana Denpasar.
http//www.pps.unud.ac.id/thesis/pdf. diakses tanggal 28 Oktober 2018
Naude. (2008). Factors associeted with low back pain in hospital employees.
Johannesburg: University of the Witwaterstrand.
Ningsih. (2016). Keluhan low back pain pada perwat inap RSUD selasi pangkalan
kerinci : Riau.
Norastch, Ali. (2012). Low Back Pain. Croatia: Intech.

Notoatmodjo, S. (2010). Metodologi Kesehatan. Jakarta: PT. Rinerka Cipta.

Notoatmodjo, S. (2012). Metodologi Kesehatan. Jakarta: PT. Rinerka Cipta.

Nurdiati, W., Utami,G.T., Utami, S. (2015). Pengaruh latihan Peregangan


Terhadap penurunan Intensitas Nyeri pada Perawat yang menderita Low
Back Pain (LBP). JOM. Vol.2(1), 600-605.
Nursalam. (2010). Konsep dan penerapan metodologi penelitian ilmu
keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.
Putra, B. (2014). Intervensi sikap duduk ergonomis mengurangi keluhan
muskuloskeletal mahasiswa saat melakukan small Grup discussion diruang
SGD sekat fakultas kedokteran Universitas Udayana. Majalah Ilmiah
Fisioterap Indonesiai Vol(2) no.1, 15-18.
Rahim, A. (2012). Vertebra. Bandung: Sagung Seto.

Rin, A. (2011). Low back pain. http://ameliarina.blogspot.com/2011/03/low-


backpain.html. diakses tanggal 30 Oktober 2018.
Rismayanti. (2015). Keluhan nyeri punggung bawah pada buruh bulog Makasar.
Makasar: Universitas Hasanudin Makasar.
Rogers, R. (2006). Research-Based Rehabilitation oh The Lower Back. Strength
And Conditioning journal. http://www.Proquest.com/pqdauto.diakses
tanggal 27 Oktober 2018.
Sakinah. (2012). Faktor yang berhubungan dengan keluhan nyeri punggung
bawah pada pekerja batu bata di kelurahan lawawoi kabupaten sidrap.
Universitas hasanudin makasar.
Sang. (2013). Hubungan resiko postur kerja dengan keluhan Muskuloskeletal
Disorder (WMSDs) pada pemenen kelapa sawit di PT Sinergi Perkebunan
Nusantara Makasar. FKM UNHAS.
54

Sarwili. (2015). Hubungan beban kerja perawat terhadap angka kejadian LBP
(low back pain). Jakarta : Sekolah Tinggi Ilmu kesehatan Indonesia.
http://journal.stikim.ac.id/journal/pdf/JURNAL
%20KEPERAWATAN/JURNAL%PDF%202015/Vol
%205%20No.3%20September%202015/jurnal%20MINI.pdf. diakses
tanggal 15 Oktober 2018.
Sloane, Ethel. (2012). Anatomi dan Fisiologi untuk pemula. Editor Edisi Bahasa
Indonesia: Palupi Widiyastuti, SKM. Jakarta: EGC.
Sugiyono. (2007). Metode penelitian pendidikan Kuantitatif kualitatif dan R&D.
Bandung: Alfa Beta.
Suma'mur. (2013). Hygiene perusahaan dan kesehatan kerja. jakarta: sagung seto.
Suma'mur. (2013). Hygiene perusahaan dan kesehatan kerja (Hiperkes). Jakarta:
Sagung Seto.
Suma'mur, P. (1996). Hygiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja. Jakarta: PT.
Gunung Agung.
S Sumangando M., Rottie J., Lolong J. (2017). Hubungan beban kerja dengan
kejadian Nyeri pinggang bawah (LBP) pada perawat pelaksana Di RS TK
III R.W Mongisidi Manado. Ejournal Keperawatan (eKp) volume 5, 1.
Suwandi. (2012). Faktor-faktor yang berhubungan dengan keluhan kesehatan pada
kuli panggul di pelabuhan Merak. Banten. Serang: STIKes Faletehan.
Swarjana, I. (2012). Metodologi Kesehatan. Yogyakarta: CV. Andi ofset.

Syafiuddin. (2009). Anatomi fisiologi: untuk mahasiswa keperawatan. Jakarta:


EGC.
Tarwaka. (2004). Ergonomi untuk Keselamatan Kerja dan Produktivitas.
Surakarta: UNIBA.
WHO. (2013). Low back pain: Priority medicines for Europe and the world.
Wong, Ts., Teo, N., Kyaw. (2010). Prevalence and risk factors assosiated with
low back pain among health care providers in district hospital. Malaysian
Ortopedic Journal vol 2, 23-28.

Anda mungkin juga menyukai