Anda di halaman 1dari 39

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Sistem Limbik


Sistem limbik manusia terdiri dari struktur primitif/responsif (mis.,
amigdala, hipokampus, talamus) berfungsi dalam kemampuan seseorang untuk
memahami, memproses, dan menciptakan memori tentang emosi dengan valensi
emosional (Janak dan Tye, 2015). Korteks serebral juga terlibat dalam emosi
melalui hubungan ke sistem limbik dan daerah otak lainnya. Informasi sensorik
yang kompleks diproses di korteks. Korteks juga memodulasi emosi seseorang
(Salzman dan Fusi, 2010). Sistem limbik menjadi target penelitian dalam gangguan
bipolar karena perannya dalam mengontrol suasana hati dan emosi (Yidiz, 2015).
Sistem limbik secara skematis dibagi menjadi 2 jalur yang saling terhubung.
Jalur limbik anterior berpusat di amigdala, terutama berperan dalam dorongan
emosi dan perilaku; jalur posterior berpusat di hipokampus, sangat penting untuk
memori deklaratif/eksplisit, termasuk memori autobiografi/episodik, memori
visuospatial, dan memori faktual/semantik (Flemming et al., 2015).

Gambar 2. 1 Struktur Anatomi Sistem Limbik (Flemming et al., 2015)

5
6

2.1.1 Jalur Limbik Anterior


Amigdala terletak rostral dari hipokampus, dekat temporal ventrikel lateral.
Amigdala terdiri dari beberapa inti yang dapat dikelompokkan menjadi 3 unit
fungsional:
1) Amigdala basolateral (inti amigdala basal dan lateral);
2) Amigdala kortikomedial atau diperpanjang (inti amigdala medial dan
pusat, inti stria terminalis, dan otak depan basal yang berdekatan); dan
3) Amigdala penciuman (Flemming et al., 2015).
Pusat jalur anterior adalah amigdala, yang bertanggung jawab untuk
pengaturan emosi dan perilaku. Beberapa penelitian menyatakan bahwa
peningkatan aktivasi amigdala terjadi pada pasien gangguan bipolar yang
mengalami depresi (Strakowski et al., 2012).
2.1.2 Jalur Limbik Posterior
Jalur hipokampus meliputi pembentukan hipokampus (dentate gyrus, area
CA1 – CA3, dan subkulum), korteks entorhinal, korteks parahippocampal, dan
kortikal cingulate retrosplenial dan posterior (Flemming et al, 2015).
Jalur limbik posterior sangat penting untuk belajar (memperoleh informasi),
penyimpanan, dan pengambilan (memori deklaratif). Memori deklaratif termasuk
memori episodik (memori peristiwa otobiografi), memori visuospatial (memori
tempat dan lokasi), dan memori semantik (memori fakta umum dan pengetahuan)
(Flemming et al, 2015).
2.2 Definisi Gangguan Bipolar
Gangguan bipolar atau penyakit mania – depresi adalah gangguan suasana
hati yang serius, ditandai dengan perubahan suasana hati (mood), energi, dan
aktivitas (Mintz, 2015). Episode mania atau depresi dapat terjadi secara berurutan
dengan atau tanpa periode suasana hati yang normal (Wells et al., 2015). Bipolar
merupakan gangguan kejiwaan yang serius, dapat dikaitkan dengan kesulitan sosial
dan akademik serta dapat meningkatkan risiko bunuh diri (Skuse et al., 2011).
Bipolar diklasifikasikan menjadi empat, yaitu bipolar I, bipolar II, gangguan
cyclothymic, dan gangguan bipolar yang tidak ditentukan (Wells et al., 2015).
Gangguan bipolar I ditandai dengan satu atau lebih episode suasana hati mania atau
campuran. Gangguan bipolar II dicirikan oleh satu atau lebih episode depresi dan
7

setidaknya satu episode hipomania (Chisholm-Burns et al., 2016). Ketika berada


pada episode depresi, penderita akan merasa sedih tak berdaya, serta merasa putus
asa. Ketika pada episode mania, penderita akan terlihat riang gembira dan penuh
energi (Jiwo, 2012). Gangguan bipolar akan mengakibatkan periode emosi yang
luar biasa kuat, perubahan pola tidur, tingkat aktivitas, dan perilaku yang tidak biasa
(NIMH, 2016). Gambar dibawah ini menunjukkan gambaran klinis gangguan
bipolar :

Gambar 2. 2 Gambaran Klinis Gangguan Bipolar (Ahuja, 2011)


2.2 Klasifikasi Gangguan Bipolar
Gangguan bipolar I ditandai dengan episode mania berat dan depresi berat
(Ahuja, 2011). Gangguan bipolar I ditandai dengan episode mania yang bertahan
paling tidak 7 hari, atau dengan gejala mania yang sangat parah sehingga orang
tersebut memerlukan perawatan di rumah sakit. Biasanya episode depresi juga
terjadi minimal 2 minggu (NIMH, 2016).
Gangguan bipolar II ditandai dengaan episode depresi dan episode
hipomania, namun bukan episode mania full-blown (NIMH, 2016). Menurut DSM
– V, gangguan bipolar II lebih ringan dibandingkan bipolar I (Kring et al., 2012).
Seseorang dianggap gangguan bipolar II apabila memiliki episode depresi berulang
dengan setidaknya satu episode hipomania (Videbeck et al., 2011).
Gangguan cyclothymic merupakan bentuk ringan dari gangguan bipolar,
ditandai dengan banyak episode hipomania dan episode depresi yang berlangsung
minimal selama 2 tahun (1 tahun pada anak-anak dan remaja) (NIMH, 2016).
8

Gambar 2. 3 Siklus Suasana Hati Gangguan Bipolar (Videback et al., 2011)


Keterangan :
1. Bipolar campuran: siklus campuran (yang bergantian) antara episode mania,
suasana hati normal, episode depresi, suasana hati normal, episode mania, dan
sebagainya.
2. Bipolar tipe I: episode mania dengan setidaknya satu episode depresi.
3. Bipolar tipe II: episode depresi berulang dengan setidaknya satu episode
hipomania.
2.3 Epidemiologi
Menurut WHO (2017) gangguan bipolar mempengaruhi sekitar 60 juta
orang di seluruh dunia. Sekitar 1 dari setiap 100 orang dewasa terkena gangguan
bipolar dalam kehidupan mereka. Biasanya gangguan bipolar terjadi antara usia 15
sampai 19 tahun dan jarang terjadi saat memasuki usia 40 tahun. Pada laki-laki dan
perempuan mempunyai kemungkinan sama untuk terkena gangguan bipolar
(RCPpsych, 2015). Anak-anak juga dapat mengalami gangguan bipolar, penyakit
ini biasanya berlangsung seumur hidup (Mental Health, 2017).
Pada tahun 2016, terdapat sekitar 60 juta orang terkena gangguan bipolar,
sedangkan data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018 menunjukkan prevalensi
ganggunan mental emosional yang ditunjukkan dengan gejala-gejala depresi dan
kecemasan untuk usia 15 tahun ke atas mencapai 9,8% dari jumlah penduduk
Indonesia. Angka ini naik 3,8% dari hasil riset tahun 2013. Prevalensi tertinggi
gangguan mental emosional terdapat pada provinsi Sulawesi Tengah 19,8% dan
provinsi Jambi memiliki prevalensi terrendah yaitu 3,6%, sedangkan di Jawa Timur
mempunyai prevalensi 6,8% (Kemenkes, 2018). Berikut merupakan prevalensi
9

gangguan mental emosional pada penduduk usia >15 tahun menurut provinsi
(Kemenkes, 2018).
Tabel II. 1 Prevalensi Gangguan Mental Emosional menurut Provinsi (Riskesdas,
2018)

Provinsi Gangguan mental emosional (%)


Aceh 9,0
Sumatera Utara 11,6
Sumatera Barat 13,0
Riau 10,4
Jambi 3,6
Sumatera Selatan 6,3
Bengkulu 7,4
Lampung 5,6
Bangka Belitung 11,0
Kepulauan Riau 5,5
Dki Jakarta 10,1
Jawa Barat 12,1
Jawa Tengah 7,7
Di Yogyakarta 10,1
Jawa Timur 6,8
Banten 14,0
Bali 8,4
Nusa Tenggara Barat 12,8
Nusa Tenggara Timur 15,7
Kalimantan Barat 10,9
Kalimantan Tengah 7,4
Kalimantan Selatan 7,8
Kalimantan Timur 9,6
Kalimantan Utara 10,2
Sulawesi Utara 10,9
Sulawesi Tengah 19,8
Sulawesi Selatan 12,8
Sulawesi Tenggara 11,0
Gorontalo 17,7
Sulawesi Barat 8,5
Maluku 11,6
Maluku Utara 13,2
Papua Utara 11,3
Papua 8,5
10

Gangguan bipolar biasanya berlangsung seumur hidup. Episode mania dan


depresi biasanya terjadi kembali dari waktu ke waktu (NIMH, 2012). Tingkat
prevalensi seumur hidup dari bentuk klinis yang berbeda dari gangguan bipolar
ditunjukkan pada Tabel II.2 Kenaikan gangguan bipolar umumnya dianggap
kurang dari 1 persen pertahun, namun sulit diperkirakan karena bentuk gangguan
bipolar yang lebih ringan sering terlewatkan (Sadock et al., 2015).
Tabel II. 2 Prevalensi Seumur Hidup dari Bentuk Klinis (Sadock et al., 2015)

Jenis Persentase (%)


Gangguan bipolar I 0 – 2,4
Gangguan bipolar II 0,3- 4,8
Siklotimia 0,5 – 6,3
Hipomania 2,6 – 7,8
Usia terjadinya gangguan bipolar sangat bervariasi. Rentang usia baik
bipolar I dan bipolar II adalah mulai masa kanak-kanak sampai 50 tahun, dengan
rata-rata yang terserang sekitar 21 tahun. Kebanyakan dalam kasus ini di mulai
ketika usia 15-19 tahun, kemudian onset berikutnya pada usia 20-24 tahun. Namun,
bagi mulainya tanda pada usia lebih dari 50 tahun perlu di curigai adanya gangguan
medis atau neurologis seperti penyakit serebrovaskular (Ikawati, 2011).
2.4 Etiologi
2.4.1 Faktor Biologi
2.4.1.1 Amina Biogenik
Pada amina biogenik, norepinefrin dan serotonin adalah dua
neurotransmitter yang paling terlibat dalam patofisiologi gangguan mood (Sadock
et al., 2015).
2.4.1.1.1 Norepinefrin
Serangkaian penelitian mengatakan bahwa kekurangan norepinefrin dapat
menyebabkan depresi (Tasman et al., 2015). Norepinefrin melepaskan hormon dari
bagian limbik otak kemudian akan memberi sinyal pada hormon lainnya, hal ini
dapat meningkatkan tekanan darah dan meningkatkan denyut jantung, serta
meningkatkan metabolisme (Slate et al., 2017). Korelasi yang disarankan oleh
sebuah studi ilmiah dasar antara downregulation atau penurunan sensitivitas
reseptor β-adrenergik dan respons antidepresan klinis menunjukkan peran langsung
sistem noradrenergik dalam depresi. Bukti lain juga melibatkan reseptor β2-
11

presinaptik dalam depresi karena aktivasi reseptor ini menyebabkan penurunan


jumlah norepinefrin yang dilepaskan, penurunan ini akan menyebabkan terjadinya
depresi (Sadock et al., 2015).
2.4.1.1.2 Serotonin
Pada manusia, seretonin (5-HT, 5-hidroksitriptamin, 3-[-aminoetil]-5-
hidrosiindol) ditemukan pada sel enterokromafin di seluruh saluran GI, pada granul
penyimpanan di platelet, serta disepanjang sistem saraf pusat (SSP). Seretonin
disentesis melalui 2 tahap jalur dari triptofan dan triptofan hidroksilase. Triptofan
hidroksilase diotak biasanya tidak terjenuhkan oleh substrat sehingga konsentrasi
triptofan dalam otak memengaruhi sintesis seretonin (Brunton et al., 2010).
Serotonin ditemukan di sebagian besar otak. Neurotransmiter dari dalam otak
ke bagian luar korteks frontal. Reseptor neuron serotonin ditemukan di daerah otak
utama yang terkait dengan penyakit bipolar seperti sistem limbik (terutama
amigdala, hipokampus, dan cingulate), lobus frontal, korteks frontal, dan batang
otak. Selain itu, serotonin bergerak melalui thalamus, yang ditemukan hampir di
pusat otak. Talamus penting dalam gangguan mood karena ia menerima, dan
sebagian memproses, sensasi yang diciptakan oleh daerah otak kunci dan
meneruskan pesan yang berinteraksi ke lobus frontal dan korteks, di mana mereka
bipolar diproses menjadi fungsi dan perilaku eksekutif (Taylor E, 2006).
2.4.1.1.3 Dopamin
Meskipun norepinefrin dan serotonin adalah amina biogenik yang paling
sering dikaitkan dengan patofisiologi depresi, dopamin juga berperan dalam
gangguan mood. Data menunjukkan pada gangguan bipolar, terjadinya penurunan
dopamin akan menyebabkan terjadinya episode depresi, sebaliknya peningkatan
dari dopamin akan menyebabkan terjadinya episode mania. Dua teori terbaru
tentang dopamine dan depresi adalah bahwa jalur dopamin mesolimbik mungkin
tidak berfungsi secara normal dalam depresi dan bahwa reseptor dopamin D1
mungkin kurang aktif dalam depresi (Sadock et al., 2015).
2.4.1.2 Gangguan Neurotransmiter Lainnya
GABA (Asam Gamma-Aminobutirat) adalah neurotransmitter inhibisi
utama di CNS. GABA disintesis di otak dari siklus Krebs antara α-ketoglutarat,
yang ditransaminasi ke glutamat oleh GABA-T. GABA kemudian terbentuk dari
12

glutamat oleh enzim GAD; kehadiran GAD di neuron karena itu menggambarkan
neuron yang menggunakan GABA sebagai pemancar (Brunton et al., 2018).
GABA memiliki efek penghambatan pada jalur monoamina, terutama
sistem mesokortikal dan mesolimbik. Pengurangan GABA telah diamati pada
tingkat plasma, CSF, dan GABA otak dalam depresi. Penelitian pada hewan juga
menemukan bahwa stres kronis dapat menurunkan kadar GABA. Sebaliknya,
reseptor GABA diregulasi oleh antidepresan, dan beberapa obat GABAergik
memiliki efek antidepresan yang lemah. (Sadock et al., 2015).
2.4.1.3 Pencitraan Struktural dan Fungsional Otak
Dalam gangguan mood, penelitian pencitraan otak (pemindaian CT
scan/MRI otak, PET scan, dan SPECT) telah menghasilkan temuan yang tidak
konsisten namun sugestif. Termasuk dalam temuan ini yakni dilatasi ventrikel,
hiperintensitas materi putih, perubahan aliran darah dan metabolisme di beberapa
bagian otak (seperti korteks prefrontal, korteks anterior cingulate, dan kaudatus)
(Ahuja, 2011).
2.4.1.4 Pertimbangan Neuroanatomikal
Baik gejala gangguan mood dan temuan penelitian biologi mendukung
hipotesis bahwa gangguan mood melibatkan patologi otak. Modem afektif
neuroscience berfokus pada pentingnya empat wilayah otak dalam pengaturan
emosi normal, yaitu korteks prefrontal (PFC), cingulate anterior, hippocampus, dan
amigdala. PFC dipandang sebagai struktur yang menyimpan representasi tujuan dan
tanggapan yang tepat untuk mendapatkan sasaran-sasaran ini. Anterior cingulate
cortex (ACC) berfungsi sebagai titik integrasi input attentional dan emosional.
Hippocampus paling jelas terlibat dalam berbagai bentuk pembelajaran dan ingatan,
termasuk pengkondisian rasa takut, serta regulasi penghambatan aktivitas sumbu
HPA. Amigdala, terletak tepat di atas hippocampi bilateral menjadi cara yang
sangat penting untuk memproses rangsangan baru (emosional) dan mengkoordinasi
atau mengatur respons kortikal (Sadock et al., 2015).
Sumbu HPA dalam sistem biologi mengelola stres dan akan beraktivitas
berlebihan selama episode depresi berat (major depressive disorder [MDD]).
Amilgada reaktif pada pasien MDD dan akan mengirimkan sinyal, dan amigdala
mengirimkan sinyal yang mengaktifkan sumbu HPA. Sumbu HPA memicu
13

pelepasan kortisol hormon stres utama. Kortisol disekresikan pada saat stres dan
meningkatkan aktivitas sistem kekebalan tubuh untuk membantu tubuh
mempersiapkan diri terhadap ancaman. Berbagai temuan menghubungkan depresi
dengan kadar kortisol tinggi (Kring et al., 2012).
2.4.2 Faktor Genetik
2.4.2.1 Studi Keluarga
Data keluarga menunjukkan bahwa jika salah satu orang tua memiliki
gangguan mood, seorang anak akan memiliki risiko antara 10 dan 25 persen untuk
gangguan mood. Jika kedua orang tuanya terpengaruh, risiko ini akan meningkat
dua kali lipat. Semakin banyak anggota keluarga yang terpengaruh, semakin besar
risikonya bagi seorang anak. Risikonya lebih besar jika anggota keluarga yang
terkena adalah kerabat tingkat pertama daripada kerabat yang jauh (Sadock et al.,
2015).
2.4.2.2 Studi Adopsi
Studi adopsi memberikan alternatif untuk memisahkan faktor genetik dan
lingkungan keluarga dalam penularan. Satu penelitian besar menemukan
peningkatan tiga kali lipat dalam tingkat gangguan bipolar dan peningkatan dua kali
lipat pada gangguan unipolar pada keluarga biologis dari pengguna bipolar (Sadock
et al., 2015).
2.4.2.3 Studi Kembar
Studi kembar memberikan pendekatan yang paling kuat untuk memisahkan
genetik dari faktor lingkungan. Data kembar memberikan bukti yang meyakinkan
bahwa gen hanya menjelaskan 50 hingga 70 persen etiologi gangguan suasana hati.
Lingkungan atau faktor lain merupakan sisanya. Studi ini menemukan tingkat
konkordansi untuk gangguan mood pada kembar monozigotik (MZ) dari 70 hingga
90 persen dibandingkan dengan kembar yang sama-seks dizigotik (DZ) 16 hingga
35 persen (Sadock et al., 2015).
2.4.3 Faktor Psikososial
2.4.3.1 Riwayat Hidup dan Stres Lingkungan
Observasi klinis menemukan bahwa peristiwa kehidupan yang penuh stres
lebih sering mengalami episode pertama gangguan mood. Sebuah teori menjelaskan
bahwa stres yang menyertai episode pertama menghasilkan perubahan-perubahan
14

jangka panjang dalam biologi otak. Perubahan-perubahan yang tahan lama ini dapat
mengubah keadaan fungsional dari berbagai neurotransmitter dan sistem sinyal
intraneuronal, perubahan yang bahkan mungkin termasuk hilangnya neuron dan
pengurangan berlebihan pada kontak sinaptik. Akibatnya, seseorang memiliki
risiko tinggi mengalami episode gangguan mood berikutnya, bahkan tanpa stressor
eksternal (Sadock et al., 2015).
2.4.3.2 Faktor Psikodinamik dalam Mania
Sebagian besar teori mania memandang episode mania sebagai pertahanan
terhadap depresi yang mendasarinya. Lewin menganggap ego pasien mania itu
diliputi oleh dorongan yang menyenangkan, seperti seks, atau oleh impuls yang
ditakuti, seperti agresi. Klein juga melihat mania sebagai reaksi defensif terhadap
depresi, menggunakan pertahanan manik seperti kemahakuasaan, di mana orang
mengembangkan delusi keagungan (Sadock et al., 2015).
2.4.4 Teori Depresi Lainnya
2.4.4.1 Teori Kognitif
Aaron Beck mempostulatkan tiga kognitif depresi yang terdiri dari (1)
pandangan diri sendiri tentang suatu ajaran diri yang negatif, (2) tentang
kecenderungan yang menginginkan dunia untuk bermusuhan, dan (3) tentang
harapan penderitaan serta kegagalan masa depan (Sadock et al., 2015).
2.4.4.2 Teori Ketidakberdayaan
Teori ketidakberdayaan yang dipelajari dari depresi menghubungkan
fenomena depresif dengan pengalaman peristiwa yang tak dapat dikendalikan.
Behavioris menekankan bahwa peningkatan depresi bergantung pada pembelajaran
pasien, rasa kontrol dan penguasaan lingkungan (Sadock et al., 2015).
2.5 Patofisiologi Gangguan Bipolar
2.5.1 Faktor Genetik
Faktor genetik meruapakan salah satu hipotesis yang sering diajukan dalam
gangguan bipolar. Faktor genetik telah dibuktikan dengan studi kembar pada 11
penelitian kembar yang menunjukkan kembar monozigot konkordansi yang lebih
tinggi untuk menderita gangguan bipolar dari pada kembar dizigot. Dalam dua
dekade terakhir, hubungan ekstensif dan studi asosiasi genetik telah dilakukan
untuk mencari basis genetik gangguan bipolar. Namun, gen penyebab atau faktor
15

risiko genetik belum teridentifikasi. Faktor genetik berkontribusi pada timbulnya


gangguan bipolar episode mania dan depresi disertai dengan perubahan dari
neurotransmisi dopaminergik. Peningkatan kejadian hiperintensitas subkortikal,
saluran kalsium, GSK3β, disfungsi mitokondria dan disfungsi stres dikaitkan
dengan perubahan neurotransmisi dopaminergik. Kehilangan atau disfungsi neuron
penstabil mood mungkin merupakan jalur akhir dari gangguan bipolar. Perubahan
pada faktor genetik akan menyebabkan berbagai macam perubahan yang akhirnya
akan menyebabkan terjadinya disregulasi pada jalur dopaminergik (Kato Tadafumi,
2008). Neurotransmisi dopaminergik merupakan salah satu neuorotransmisi yang
berpengaruh pada kejadian mood pasien gangguan bipola, data menunjukkan
bahwa terjadinya penurunan dopamin akan menyebabkan terjadinya episode
depresi, sebaliknya peningkatan dari dopamin akan menyebabkan terjadinya
episode mania (Sadock et al., 2015).

Gambar 2. 4 Mekanisme Patofisiologi Faktor Genetik


2.5.2 GABA
GABA (gamma aminobutyric acid) adalah neurotransmitter penghambat
utama pada SSP dan berperan penting dalam mengatur kecemasan dan mengurangi
stres (Sadock et al., 2015). Beberapa penelitian menunjukkan bahwa kelainan pada
GABA mungkin berperan gangguan mood yang parah. Sebagai neurotransmitter
penghambat, GABA memfasilitasi koordinasi aktivitas kortikal yang dapat
mempengaruhi kemampuan pemrosesan kognitif. Dengan demikian perubahan
pada sistem GABAergic dapat menyebabkan gangguan pada pasien gangguan
bipolar (Roscoe et al., 2013). Menurut penelitian Mann et al tahun 2014 pasien
16

bipolar mengalami penurunan kadar GABA pada CSF, penurunan ini menyebabkan
peningkatan kecemasan psikis dan depresi berat.
GABA merupakan hasil dari sintesis glutamat yang di katalis oleh GAD
(Glutamat dekarboksilase) (Katzung et al., 2012). Setelah terjadinya eksositosis,
GABA akan berdifusi dari presinap menuju celah sinap dan berikatan dengan
reseptornya kemudian GABA akan direuptake menuju presinap dan diuptake
menuju glia oleh GAT-1/2/3, peningkatan uptake akan mengakibatkan penurunan
GABA pada celah sinap, efek dari penurunan GABA akan memicu terjadinya
gangguan bipolar dengan episode depresi (Daniele et al., 2012).
2.5.3 Sistem Limbik dan Paralimbik
Patofisiologi dari gangguan bipolar akibat disregulasi jalur neural yang di
pengaruhi oleh perubahan fungsional dan perubahan struktural. Hal tersebut dapat
terjadi akibat ketidakseimbangan volume otak. Pada studi pencitraan struktural
menunjukkan bahwa depresi berat dikaitkan dengan penurunan volume 5-10% di
hipokampus. Sumbu HPA memicu pelepasan kortisol sebagai hormon stres utama.
Kortisol disekresikan pada saat stres dan meningkatkan aktivitas sistem kekebalan
tubuh dalam membantu tubuh mempersiapkan diri terhadap ancaman. Berbagai
temuan menghubungkan depresi dengan kadar kortisol tinggi. Penurunan maupun
kenaikan volume otak akan mempengaruhi perubahan fungsional dari amilgada,
hipokampus, PFC maupun ACC (Kring et al., 2012).
Beberapa daerah limbik dan paralimbik yang terlibat dalam patofisiologi
gangguan bipolar memiliki peran penting dalam pengaturan fungsi otonom dan
kekebalan tubuh. Meskipun tidak tersedia data yang menghubungkan gangguan di
daerah limbik/paralimbik ini dengan peradangan pada gangguan bipolar, tapi
beberapa penelitian baru-baru ini telah melaporkan peningkatan sitokin inflamasi
perifer pada pasien depresi dan mania bipolar dibandingkan dengan kontrol sehat
(Maletic dan Raison, 2014).
17

Gambar 2. 5 Ilustrasi Interaksi Glia pada Kondisi Normal (A) dan Peningkatan
Sitokin Inflamasi (B) (Maletic dan Raison, 2014)
Keterangan :
Pada kondisi normal (A) sel glial berperan dalam mengoptimalkan fungsi
sistem saraf pusat. Tiga jenis sel glia adalah mikroglia, oligodendrosit, dan
astroglia. Mikroglia berperan dalam sistem kekebalan (1), menangkap respon
inflamasi perifer. Oligodendrosit mengoptimalkan sinyal neuronal dengan cara
18

membentuk benang-benang myelin (2). Astrosit memiliki fingsi: pertahanan sawar


darah otak dan sebagai penyambung neurovaskular (3), perlindungan sinapsi
neuron (4) dengan membuang ion berlebih, pelepasan ATP untuk mengurangi
pelepasan glutamat (5), menstabilkan mikroglia melalui pelepasan ATP, GABA,
TGFb (6), membantu siklus melalui BDNF dan GDNF ke neuron, mikroglia, dan
oligodendrosit (7), GDNF yang dilepas juga mendukung fungsi astrosit (8).
Kondisi Inflamasi (B) mikroglia merespon adanya inflamasi perifer yang
disampaikan oleh makrofag perivaskular dengan melepaskan ATP, sitokin,
kemokin, RNS dan ROS (1). Astrosit memberikan umpan balik positif dengan juga
melepaskan ATP dan sitokin yang memicu pelepasan sitokin inflamasi lebih lanjut
oleh mikroglia dan menyebabkan siklus inflamasi berkelanjutan (2). Astrosit tidak
mampu mempertahankan sawar darah otak dan tidak optimal sebagai penyambung
neurovaskular (3). Glutamat tidak dapat dikurangi di celah sinap, astrosit
sebaliknya melepaskan sejumlah neurotransmiter yang menghasilkan kelebihan
glutamat (4). Pelepasan GABA dikurangi (5). Astroglia juga mengurangi BNDF
dan GNDF (6) Penurunan BDNF dan GDNF selanjutnya menyebabkan aktivasi
mikroglia, yang menunjukkan peningkatan aktivitas enzim indoleamine 2,3-
dioxygenase, yang akhirnya mengubah triptofan menjadi asam kuinolinat (QA).
Peningkatan metabolisme triptofan menjadi asam quinolinic dapat mengganggu
sinyal serotonin akibat penipisan triptofan, sementara asam quinolinic yang
dilepaskan berkontribusi terhadap neurotoksisitas melalui stimulasi reseptor
NMDA ekstra-sinaptik (7) (Maletic dan Raison, 2014).
2.6 Manifestasi Klinis Gangguan Bipolar
2.6.1 Depresi
Depresi ditandai dengan perasaan sedih dan putus asa yang tak henti-
hentinya. Suasana dysphoric atau suasana hati yang sangat menyakitkan sering
disertai oleh insomnia, kehilangan nafsu makan dan berat badan, dan berkurangnya
minat dalam kegiatan yang menyenangkan dan hubungan interpersonal (Mc Cance
et al.,2014). Episode depresi adalah periode selama dua minggu di mana seseorang
memiliki setidaknya lima hal berikut (APA, 2017) :
• Sedih atau putus asa yang teramat dalam, merasa tidak berdaya
• Hilangnya minat pada aktivitas yang pernah dilakukan sebelumnya
19

• Merasa tidak berharga atau selalu merasa bersalah


• Kekurangan atau kelebihan tidur
• Merasa resah atau gelisah (misalnya, mondar-mandir)
• Perubahan nafsu makan (kenaikan atau penurunan)
• Hilangnya energi, merasa kelelahan
• Kesulitan untuk konsentrasi, sulit membuat keputusan
• Sering memikirkan tentang kematian atau bunuh diri
Episode depresi dapat terjadi atau kambuh secara tiba-tiba atau bertahap dan
berlanjut dari beberapa minggu ke bulan, dan 20% dapat menunjukkan bentuk
depresi kronis (Mc Cance et al., 2014).
2.6.2 Mania
Mania adalah periode yang berbeda dari mood yang abnormal dan terus-
menerus meningkat, ekspansif yang berlangsung setidaknya 1 minggu atau kurang
jika seorang pasien harus dirawat di rumah sakit (Sadock et al., 2015). Episode
mania mengalami peningkatan level euforia dan harga diri diiringi perasaan suka
cita. Tingkat energi sangat meningkat bahkan ketika kekurangan tidur. Namun,
peningkatan energi tidak mengarah pada rencana dan pemikiran yang terorganisasi
(Mc Cance, 2014).
2.6.3 Hipomania
Episode hipomania berlangsung setidaknya 4 hari dan mirip dengan episode
mania tetapi tidak cukup parah untuk menyebabkan kerusakan dalam fungsi sosial
atau pekerjaan, dan tidak ada fitur psikotik yang hadir. Baik mania dan hypomania
dikaitkan dengan harga diri yang meningkat, kebutuhan tidur yang menurun,
aktivitas fisik dan mental yang hebat, dan banyak terlibat dalam perilaku yang
menyenangkan (Sadock, et al., et al., 2015). Tidak ada kelainan yang berarti dalam
fungsi sosial atau pekerjaan, tidak ada delusi, dan tidak ada halusinasi. Beberapa
pasien mungkin lebih produktif dari biasanya, tetapi 5% hingga 15% pasien dapat
dengan cepat beralih ke episode mania (Wells et al., 2015).
2.7 Diagnosa Gangguan Bipolar
Dalam DSM – V (Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders)
tahun 2013, termasuk dalam diagnosis gangguan bipolar adalah gangguan bipolar
I, gangguan bipolar II, gangguan siklotimik, gangguan bipolar pengaruh obat,
20

gangguan bipolar kondisi medis lain, gangguan bipolar spesifik, dan bipolar yang
tidak spesifik.
2.7.1 Gangguan Bipolar I
Untuk diagnosis gangguan bipolar I, perlu memenuhi kriteria berikut untuk
episode mania. Episode mania mungkin telah didahului oleh dan dapat diikuti oleh
episode hipomania atau episode depresi berat.
2.7.1.1 Episode Mania
A. Periode yang berbeda dari suasana hati yang meningkat secara abnormal
dan terus-menerus, ekspansif, atau mudah tersinggung (dengan berlebihan) dan
terus-menerus hiperaktif atau berenergi, berlangsung setidaknya 1 minggu dan
berlangsung hampir sepanjang hari, hampir setiap hari.
B. Selama periode gangguan mood dan peningkatan energi atau aktivitas, tiga
(atau lebih) dari gejala berikut (empat jika mood hanya mudah marah atau
tersinggung) hadir ke tingkat yang signifikan dan mewakili perubahan nyata dari
perilaku biasa:
1) Meningkatnya harga diri yang berlebihan.
2) Menurunnya kebutuhan tidur (misalnya, terasa beristirahat setelah hanya 3
jam tidur).
3) Lebih banyak bicara daripada biasanya atau adanya tekanan untuk terus
berbicara.
4) Meningkatnya gagasan atau pengalaman subyektif bahwa pikiran sedang
berlomba.
5) Distractibility (yaitu, perhatian yang berlebihan sehingga terlalu mudah
ditarik ke rangsangan eksternal yang tidak penting atau tidak relevan),
seperti yang dilaporkan atau diamati.
6) Peningkatan energi dalam aktivitas yang diarahkan pada tujuan (baik secara
sosial, di tempat kerja atau sekolah, atau secara seksual) atau agitasi
psikomotor (yaitu, kegiatan yang tidak diarahkan pada tujuan).
7) Keterlibatan yang berlebihan dalam kegiatan yang berpotensi tinggi untuk
memberikan konsekuensi yang menyakitkan (mis., Terlibat dalam tindakan
membeli yang tidak terkendali, pelecehan seksual, atau investasi bisnis yang
bodoh).
21

C. Gangguan mood cukup parah untuk dapat menyebabkan gangguan dalam


fungsi sosial atau pekerjaan atau untuk mengharuskan rawat inap untuk mencegah
kerusakan lain pada diri sendiri atau orang lain, atau ada fitur psikotik.
D. Episode ini tidak disebabkan oleh efek fisiologis suatu zat (misalnya,
penyalahgunaan narkoba, pengobatan, pengobatan lain) atau kondisi medis lain.
Catatan:
• Episode mania penuh yang muncul selama pengobatan antidepresan (mis.,
Obat-obatan, terapi elektrokonvulsif) tetapi bertahan pada tingkat sindromal
sepenuhnya di luar efek fisiologis pengobatan itu adalah bukti yang cukup
untuk episode mania dan dapat didiagnosis gangguan bipolar I.
• Kriteria A-D merupakan episode mania. Setidaknya satu episode mania
seumur hidup diperlukan untuk diagnosis gangguan bipolar I.
2.7.1.2 Episode Hipomania
A. Periode yang berbeda dari mood yang abnormal dan terus-menerus
meningkat, ekspansif, atau mudah tersinggung, aktivitas dan energi yang tidak
normal dan terus-menerus meningkat, berlangsung setidaknya 4 hari berturut-turut
dan hampir setiap hari.
B. Selama periode gangguan mood dan peningkatan energi dan aktivitas, tiga
(atau lebih) dari gejala-gejala berikut (empat jika mood hanya mudah marah atau
tersinggung) terjadi, mewakili perubahan nyata dari perilaku biasa, dan telah terjadi
secara signifikan :
1) Meningkatnya harga diri yang berlebihan.
2) Menurunnya kebutuhan tidur (misalnya, terasa beristirahat setelah hanya 3
jam tidur).
3) Lebih banyak bicara daripada biasanya atau adanya tekanan untuk terus
berbicara.
4) Meningkatnya gagasan atau pengalaman subyektif bahwa pikiran sedang
berlomba.
5) Distractibility (yaitu, perhatian yang berlebihan sehingga terlalu mudah
ditarik ke rangsangan eksternal yang tidak penting atau tidak relevan),
seperti yang dilaporkan atau diamati.
22

6) Peningkatan energi dalam aktivitas yang diarahkan pada tujuan (baik secara
sosial, di tempat kerja atau sekolah, atau secara seksual) atau agitasi
psikomotor (yaitu, kegiatan yang tidak diarahkan pada tujuan).
7) Keterlibatan yang berlebihan dalam kegiatan yang berpotensi tinggi untuk
memberikan konsekuensi yang menyakitkan (mis., Terlibat dalam tindakan
membeli yang tidak terkendali, pelecehan seksual, atau investasi bisnis yang
bodoh).
C. Episode ini terkait dengan perubahan fungsi yang jelas yang tidak biasa dari
individu ketika tidak bergejala.
D. Gangguan mood dan perubahan fungsi dapat diamati oleh orang lain.
E. Episode ini tidak cukup parah untuk menyebabkan kerusakan dalam fungsi
sosial atau pekerjaan atau untuk mengharuskan rawat inap.
F. Episode ini tidak disebabkan oleh efek fisiologis suatu zat (misalnya
penyalahgunaan obat, pengobatan lain).
Catatan:
• Episode hipomania penuh yang muncul selama pengobatan antidepresan
(mis., Obat-obatan, terapi elektrokonvulsif) tetapi tetap pada tingkat
sindromal sepenuhnya di luar efek fisiologis dari pengobatan tersebut
adalah bukti yang cukup untuk diagnosis episode hipomania. Namun, hati-
hati diindikasikan sehingga satu atau dua gejala (terutama peningkatan
iritabilitas, edginess, atau agitasi setelah penggunaan antidepresan) tidak
dianggap cukup untuk diagnosis episode hipomania, atau bisa saja
menunjukkan diatesis bipolar.
• Kriteria A-'F merupakan episode hipomania. Episode hipomania biasa
terjadi gangguan bipolar I tetapi tidak diperlukan untuk diagnosis gangguan
bipolar I.
2.7.1.3 Episode Depresi Berat
A. Lima (atau lebih) dari gejala berikut terjadi selama periode 2 minggu yang
sama dan merupakan perubahan dari fungsi sebelumnya; setidaknya salah satu
gejalanya adalah (1) perasaan depresi atau (2) kehilangan minat atau kesenangan.
Catatan: Jangan memasukkan gejala yang jelas disebabkan kondisi medis lain.
23

1) Mood depresi terjadi hampir sepanjang hari, hampir setiap hari, seperti yang
ditunjukkan oleh salah satu laporan subjektif (misalnya, merasa sedih,
kosong, atau putus asa) atau pengamatan yang dilakukan oleh orang lain
(misalnya, tampak menangis). (Catatan: Pada anak-anak dan remaja, bisa
jadi suasana hati yang mudah tersinggung.)
2) Minat atau kesenangan dalam segala bidang berkurang.
3) Penurunan berat badan yang signifikan saat tidak melakukan diet atau
penambahan berat badan (misalnya, perubahan lebih dari 5% berat badan
dalam sebulan), atau penurunan atau peningkatan nafsu makan hampir
setiap hari. (Catatan: Pada anak-anak, pertimbangkan kegagalan untuk
membuat kenaikan berat badan yang diharapkan.)
4) Insomnia atau hipersomnia hampir setiap hari.
5) Agitasi psikomotor atau keterbelakangan hampir setiap hari (dapat diamati
oleh orang lain; bukan hanya perasaan subyektif dari kegelisahan atau
diperlambat).
6) Kelelahan atau kehilangan energi hampir setiap hari.
7) Perasaan tidak berharga atau rasa bersalah yang berlebihan atau tidak pantas
(yang mungkin delusional) hampir setiap hari (bukan hanya mencela diri
sendiri atau merasa bersalah karena sakit).
8) Kemampuan untuk berpikir atau berkonsentrasi berkurang, muncul
keraguan, hampir setiap hari (baik oleh akun subyektif atau seperti yang
diamati oleh orang lain).
9) Pikiran berulang tentang kematian (bukan hanya takut mati), ide bunuh diri
berulang tanpa rencana spesifik, atau upaya bunuh diri atau rencana khusus
untuk melakukan bunuh diri.
B. Gejala-gejala tersebut menyebabkan gangguan atau kerusakan yang
signifikan secara klinis di bidang fungsi sosial, pekerjaan, atau area penting lainnya.
C. Episode ini tidak disebabkan oleh efek fisiologis suatu zat atau kondisi
medis lain.
24

Catatan:
• Kriteria A-C merupakan episode depresi berat. Episode depresi berat sering
terjadi pada gangguan bipolar I tetapi tidak diperlukan untuk diagnosis
gangguan bipolar I.
• Respons terhadap kerugian yang signifikan (mis., Kehilangan, kehancuran
keuangan, kerugian akibat bencana alam, penyakit medis serius atau
kecacatan) dapat mencakup perasaan intens kesedihan, perenungan tentang
kehilangan, insomnia, nafsu makan yang buruk, dan penurunan berat badan.
Pada Kriteria A, yang mungkin menyerupai episode depresi. Meskipun
gejala-gejala seperti itu dapat dianggap tepat untuk kerugian, kehadiran
episode depresi berat di samping respons normal terhadap kerugian yang
signifikan juga harus dipertimbangkan secara hati-hati. Keputusan ini pasti
membutuhkan latihan penilaian klinis berdasarkan sejarah individu dan
norma-norma budaya untuk ekspresi kesusahan dalam konteks kerugian.
2.7.2 Gangguan Bipolar II
Untuk diagnosis gangguan bipolar II, perlu untuk memenuhi kriteria berikut
untuk episode hipomania saat ini atau masa lalu dan kriteria berikut untuk episode
depresi berat saat ini atau sebelumnya:
2.7.2.1 Episode Hipomania
A. Periode yang berbeda dari suasana normal, terjadi secara terus-menerus,
ekspansif, atau iritasi suasana hati dan abnormal dan terus-menerus meningkatkan
aktivitas atau energi, yang berlangsung setidaknya 4 hari berturut-turut dan terjadi
hampir sepanjang hari, hampir setiap hari.
B. Selama periode gangguan mood dan peningkatan energi dan aktivitas, tiga
(atau lebih) dari gejala berikut ini bisa terjadi (empat jika mood hanya mudah
tersinggung atau marah), mewakili perubahan nyata dari perilaku biasa, dan telah
terjadi :
1) Meningkatnya harga diri yang berlebihan.
2) Menurunnya kebutuhan tidur (misalnya, terasa beristirahat setelah hanya 3
jam tidur).
3) Lebih banyak bicara daripada biasanya atau adanya tekanan untuk terus
berbicara.
25

4) Meningkatnya gagasan atau pengalaman subyektif bahwa pikiran sedang


berlomba.
5) Distractibility (yaitu, perhatian yang berlebihan sehingga terlalu mudah
ditarik ke rangsangan eksternal yang tidak penting atau tidak relevan),
seperti yang dilaporkan atau diamati.
6) Peningkatan energi dalam aktivitas yang diarahkan pada tujuan (baik secara
sosial, di tempat kerja atau sekolah, atau secara seksual) atau agitasi
psikomotor (yaitu, kegiatan yang tidak diarahkan pada tujuan).
7) Keterlibatan yang berlebihan dalam kegiatan yang berpotensi tinggi untuk
memberikan konsekuensi yang menyakitkan (mis., Terlibat dalam tindakan
membeli yang tidak terkendali, pelecehan seksual, atau investasi bisnis yang
bodoh).
C. Episode ini terkait dengan perubahan fungsi yang jelas yang tidak biasa dari
individu ketika tidak bergejala.
D. Gangguan mood dan perubahan fungsi dapat diamati oleh orang lain.
E. Episode ini tidak cukup parah untuk menyebabkan kerugian dalam fungsi
sosial atau pekerjaan atau untuk mengharuskan rawat inap.
F. Episode ini tidak disebabkan oleh efek fisiologis suatu zat (misalnya, obat
penyalahgunaan, obat atau perawatan lain).
Catatan:
• Episode hipomania penuh yang muncul selama pengobatan antidepresan
(mis., Obat-obatan, terapi elektrokonvulsif) tetapi tetap pada tingkat
sindromal sepenuhnya di luar efek fisiologis dari pengobatan tersebut
adalah bukti yang cukup untuk diagnosis episode hipomania. Namun, hati-
hati diindikasikan sehingga satu atau dua gejala (terutama peningkatan
iritabilitas, edginess, atau agitasi setelah penggunaan antidepresan) tidak
dianggap cukup untuk diagnosis episode hipomania, atau bisa saja
menunjukkan diatesis bipolar.
2.7.2.2 Episode Depresi Berat
A. Lima (atau lebih) dari gejala berikut terjadi selama periode 2 minggu yang
sama dan merupakan perubahan dari fungsi sebelumnya; setidaknya salah satu
26

gejalanya adalah (1) perasaan depresi atau (2) kehilangan minat atau kesenangan.
Catatan: Jangan memasukkan gejala yang jelas disebabkan kondisi medis lain.
1) Mood depresi terjadi hampir sepanjang hari, hampir setiap hari, seperti yang
ditunjukkan oleh salah satu laporan subjektif (misalnya, merasa sedih,
kosong, atau putus asa) atau pengamatan yang dilakukan oleh orang lain
(misalnya, tampak menangis). (Catatan: Pada anak-anak dan remaja, bisa
jadi suasana hati yang mudah tersinggung.)
2) Minat atau kesenangan dalam segala bidang berkurang.
3) Penurunan berat badan yang signifikan saat tidak melakukan diet atau
penambahan berat badan (misalnya, perubahan lebih dari 5% berat badan
dalam sebulan), atau penurunan atau peningkatan nafsu makan hampir
setiap hari. (Catatan: Pada anak-anak, pertimbangkan kegagalan untuk
membuat kenaikan berat badan yang diharapkan.)
4) Insomnia atau hipersomnia hampir setiap hari.
5) Agitasi psikomotor atau keterbelakangan hampir setiap hari (dapat diamati
oleh orang lain; bukan hanya perasaan subyektif dari kegelisahan atau
diperlambat).
6) Kelelahan atau kehilangan energi hampir setiap hari.
7) Perasaan tidak berharga atau rasa bersalah yang berlebihan atau tidak pantas
(yang mungkin delusional) hampir setiap hari (bukan hanya mencela diri
sendiri atau merasa bersalah karena sakit).
8) Kemampuan untuk berpikir atau berkonsentrasi berkurang, muncul
keraguan, hampir setiap hari (baik oleh akun subyektif atau seperti yang
diamati oleh orang lain).
9) Pikiran berulang tentang kematian (bukan hanya takut mati), ide bunuh diri
berulang tanpa rencana spesifik, atau upaya bunuh diri atau rencana khusus
untuk melakukan bunuh diri.
B. Gejala-gejala tersebut menyebabkan gangguan atau kerusakan yang
signifikan secara klinis di bidang fungsi sosial, pekerjaan, atau area penting lainnya.
C. Episode ini tidak disebabkan oleh efek fisiologis suatu zat atau kondisi
medis lain.
27

Catatan:
• Kriteria A-C merupakan episode depresi berat.
• Respons terhadap kerugian yang signifikan (mis., Kehilangan, kehancuran
keuangan, kerugian akibat bencana alam, penyakit medis serius atau
kecacatan) dapat mencakup perasaan intens kesedihan, perenungan tentang
kehilangan, insomnia, nafsu makan yang buruk, dan penurunan berat badan.
Pada Kriteria A, yang mungkin menyerupai episode depresi. Meskipun
gejala-gejala seperti itu dapat dianggap tepat untuk kerugian, kehadiran
episode depresi berat di samping respons normal terhadap kerugian yang
signifikan juga harus dipertimbangkan secara hati-hati. Keputusan ini pasti
membutuhkan latihan penilaian klinis berdasarkan sejarah individu dan
norma-norma budaya untuk ekspresi kesusahan dalam konteks kerugian.
2.7.3 Cyclothymic Disorder
A. Terjadi setidaknya selama 2 tahun (setidaknya 1 tahun pada anak-anak dan
remaja) ada banyak periode dengan gejala hipomania yang tidak memenuhi kriteria
untuk episode hipomania dan banyak periode dengan gejala depresi yang tidak
memenuhi kriteria untuk episode depresi berat.
B. Selama periode 2 tahun di atas (1 tahun pada anak-anak dan remaja), periode
hipomania dan depresi telah terjadi setidaknya setengah waktu dan individu tidak
memiliki gejala lebih dari 2 bulan pada satu waktu.
C. Kriteria untuk episode depresi, mania, atau hipomania tidak pernah
terpenuhi.
D. Gejala-gejala dalam Kriteria A tidak dijelaskan lebih baik oleh gangguan
skizoafektif, skizofrenia, gangguan skizofreniform, gangguan delusional, atau
spektrum skizofrenia tertentu atau tidak spesifik dan gangguan psikotik lainnya.
E. Gejala-gejalanya tidak disebabkan oleh efek fisiologis suatu zat (misalnya
obat penyalahgunaan, obat) atau kondisi medis lain (misalnya, hipertiroidisme).
F. Gejala-gejalanya menyebabkan distress atau gangguan yang signifikan
secara klinis di bidang fungsi sosial, pekerjaan, atau area penting lainnya.
28

2.8 Penatalaksanaan Terapi Gangguan Bipolar


Tujuan terapi gangguan bipolar (Wells et al., 2015)
• Menghilangkan episode suasana hati dengan remisi lengkap gejala (yaitu,
pengobatan akut)
• Mencegah kekambuhan atau relaps dari episode suasana hati (mis.
Perawatan fase lanjutan)
• Kembali ke fungsi psikososial komplit
• Maksimalkan kepatuhan dengan terapi
• Minimalkan efek buruk
• Gunakan obat dengan tolerabilitas terbaik dan interaksi obat paling sedikit
• Obati penggunaan dan penyalahgunaan zat komorbiditas
• Menghilangkan alkohol, marijuana, kokain, amfetamin, dan halusinogen
• Meminimalkan penggunaan nikotin dan menghentikan asupan kafein
setidaknya 8 jam sebelum tidur
• Menghindari stressor atau zat yang mengendapkan episode akut
2.8.1 Terapi Non Farmakologi
2.8.1.1 Psikoterapi
Ketika dikombinasikan dengan obat-obatan, psikoterapi (juga disebut
"terapi bicara") dapat menjadi pengobatan yang efektif untuk gangguan bipolar. Ini
dapat memberikan dukungan, pendidikan, dan bimbingan kepada orang-orang
dengan gangguan bipolar dan keluarga mereka. Beberapa perawatan psikoterapi
yang digunakan untuk mengobati gangguan bipolar meliputi (NIMH, 2016):
• Terapi perilaku kognitif (CBT)
• Terapi yang berfokus pada keluarga
• Terapi ritme interpersonal dan sosial
• Psikoedukasi
2.8.1.2 Terapi Elektrokonvulsif
Electroconvulsive therapy (ECT) dapat memberikan bantuan untuk orang
dengan gangguan bipolar berat yang belum dapat pulih dengan perawatan lain.
Kadang-kadang ECT digunakan untuk gejala bipolar ketika kondisi medis lainnya,
termasuk kehamilan, membuat obat terlalu berisiko. ECT dapat menyebabkan
beberapa efek samping jangka pendek, termasuk kebingungan, disorientasi, dan
29

kehilangan ingatan. Orang dengan gangguan bipolar harus mendiskusikan


kemungkinan manfaat dan risiko ECT dengan ahli kesehatan yang berpengalaman
(NIMH, 2016).
2.8.2 Terapi Farmakologi
2.8.2.1 Terapi Mania Akut
Terapi mania akut, atau hipomania, biasanya merupakan fase gangguan
bipolar paling mudah untuk diobati. Pasien dengan mania berat sebaiknya dirawat
di rumah sakit di mana dosis agresif memungkinkan untuk diberikan dan respon
yang memadai dapat dicapai dalam beberapa hari atau minggu. Namun, kepatuhan
terhadap pengobatan sering menjadi masalah karena pasien dengan mania sering
tidak memiliki wawasan tentang penyakit mereka dan menolak untuk minum obat
(Sadock et al., 2015).
2.8.2.2 Terapi Depresi Akut
Pengobatan farmakologis lini pertama untuk depresi bipolar adalah inisiasi lithium
atau lamotrigin. Sebagai alternatif, terutama untuk pasien yang lebih parah,
beberapa dokter akan melakukan perawatan simultan dengan lithium dan
antidepresan. Pada pasien dengan inanisi, bunuh diri, atau psikosis yang
mengancam jiwa, ECT juga merupakan alternatif yang masuk akal. ECT juga
merupakan pengobatan potensial untuk depresi berat selama kehamilan (APA,
2010).
2.8.2.3 Terapi Perawatan
Mencegah rekurensi episode suasana hati adalah tantangan terbesar yang
dihadapi dokter. Tidak hanya harus rejimen yang dipilih mencapai tujuan utama-
berkelanjutan, tetapi obat-obatan tidak boleh menghasilkan efek samping yang
tidak diinginkan yang mempengaruhi fungsi. Sedasi, gangguan kognitif, tremor,
berat badan, dan ruam adalah beberapa efek samping yang mengarah pada
penghentian pengobatan. Lithium, karbamazepin, dan asam valproat, sendiri atau
dalam kombinasi, adalah agen yang paling banyak digunakan dalam pengobatan
jangka panjang pasien dengan gangguan bipolar. Lamotrigin memiliki profilaksis
antidepresan dan, berpotensi sebagai sifat penstabil mood (Sadock et al., 2015).
30

2.8.3 Golongan Obat Gangguan Bipolar


2.8.3.1 Antidepressant
Antidepresan adalah pengobatan pilihan untuk sebagian besar episode
depresi. Berbagai antidepresan sekarang tersedia di pasar. Karena hampir semua
antidepresan sama dalam efikasi antidepresan dan tidak ada antidepresan tunggal
yang efektif untuk semua pasien depresi, pilihan antidepresan sering ditentukan
oleh faktor lain. Faktor-faktor ini termasuk biaya dan kemudahan ketersediaan obat,
profil efek samping dari obat, riwayat respons dan (ada) gangguan medis atau
psikiatri co-morbid.
Ada tiga fase utama pengobatan:
*) Pengobatan akut (sampai remisi terjadi),
*) Perawatan lanjutan (dari remisi sampai akhir perawatan), dan
*) Perawatan pencegahan (untuk mencegah kekambuhan lebih lanjut).
Perawatan pencegahan dapat diindikasikan pada pasien berikut:
*) Respon total terhadap pengobatan akut.
*) Kontrol gejala yang buruk selama perawatan lanjutan.
*) Lebih dari 3 episode (90% kemungkinan kekambuhan).
*) Lebih dari 2 episode dengan usia awal onset, atau kekambuhan dalam 2 tahun
setelah menghentikan antidepresan, atau depresi berat dan / atau mengancam jiwa,
atau riwayat keluarga gangguan mood.
*) Depresi kronis (> 2 tahun) (Ahuja, 2011).
Tabel II. 3 Klasifikasi Obat Antidepresan (Ahuja, 2011)

# Efek Samping
Dosis Oral
Obat *Ortostatic
(mg/day) *Sedasi *Antikolenergik
hipotensi
I. Cyclic Antidepressants
A. Tricyclic Tertiary Amines
1. Amitriptyline 75-300 +++ +++ +++
2. Clomipramine 75-250 ++ ++ ++
3. Dosulepin
75-300 +++ +++ ++
(Dotheipin)
4. Doxepine 75-300 +++ +++ +
5. Imipramine 75-300 ++ ++ ++
6. Lofepramine 70-210 + + +
7. Tri-imipramine 75-300 +++ ++ ++
31

Lanjutan dari halaman 30


# Efek Samping
Dosis Oral
Obat *Ortostatic
(mg/day) *Sedasi *Antikolenergik
hipotensi
B. Tricyclic Secondary Amines
1. Desipramine 75-300 ± + ++
2. Nortriptyline 75-200 + ++ +
3. Protriptyline 15-60 0 ++ ++
C. Tetracyclic Antidepressants
1. Amoxapine 150-400 + + ++
2. Maprotiline 75-225 ++ ++ ++
3. Mianserin 30-120 +++ ± ±
D. Bicyclic Antidepressants
1. Viloxazine 100-300 ± ± ±
II. Selektif Serotonin Reuptake Inhibitor (SSRI)
1. Citalopram 20-40 ± ± 0
2. Escitalopram 10-20 ± ± 0
3. Fluoxetine 20-60 ± 0 0
4. Fluvoxamine 50-300 ± ± ±
5. Paroxetin 20-40 + 0 ±
6. Sertraline 50-200 ± ± 0
III. Serotonin Norepinephrine Reuptake Inhibitors (SNRIs)
1. Duloxetine 60 ± ± ±
2. Venlafaxine 75-375 + ± ±
IV. Norepinephrine Serotonin Reuptake Enhancers (NSREs)
1. Tianeptin 37.5 + 0 ±
V. Noradrenergic and Specific Serotonergic Antagonists (NaSSAs)
1. Mirtazapine 15-45 +++ + ±
VI. Norepinephrine Dopamine Reuptake Inhibitors (NDRIs)
1. Bupropion 150-450 Active 0 0
VII. Serotonin Antagonists and Reuptake Inhibitors (SARIs)
1. Nefazodone 200-600 ++ + ±
2. Trazodone 150-400 +++ ± ±
VIII. Noradrenergic Reuptake Inhibitors (NARIs)
1. Reboxetine 8-10 ± ± ±
Keterangan :
# Perkiraan efek samping dalam tabel ini adalah pedoman kasar dan empiris untuk
penggunaan klinis antidepresan. Dosis obat pada setiap pasien perlu dilakukan
secara individual berdasarkan gejala klinis, tingkat keparahan, respons terhadap
pengobatan dan beberapa faktor klinis lainnya.
32

*0 = Tidak ada ± = Kemungkinan / Sangat sedikit + = Ringan


++ = Sedang +++ = Parah
2.8.3.1.1 Selective Serotonin Reuptake Inhibitors
Selective serotonin reuptake inhibitors (SSRIs) mewakili kelas agen yang
beragam secara kimia yang memiliki sebagai aksi utama mereka penghambatan
transporter serotonin (Katzung et al., 2012).
2.8.3.1.1.1 Indikasi
Saat ini ada enam SSRI yang tersedia dan merupakan antidepresan yang
paling umum dalam penggunaan klinis. Selain penggunaannya dalam depresi berat,
SSRI memiliki indikasi dalam GAD, PTSD, OCD, gangguan panik, PMDD, dan
bulimia. Fluoxetine, sertraline, dan citalopram ada sebagai isomer dan
diformulasikan dalam bentuk rasemat, sedangkan paroxetine dan fluvoxamine tidak
aktif secara optik. Escitalopram adalah enansiomer S dari citalopram. Seperti semua
antidepresan, SSRI sangat lipofilik. Popularitas SSRI sebagian besar berasal dari
kemudahan penggunaan, keamanan dalam overdosis, tolerabilitas relatif, biaya
(semua kecuali escitalopram secara umum tersedia), dan spektrum penggunaan
yang luas (Katzung et al., 2012).
2.8.3.1.1.2 Farmakokinetik
Tabel II. 4 Sifat Farmakokinetik dari SSRI (Ciraulo, 2011).

Fluoxetine
Fluvoxamine Paroxetine Sertraline Citalopram
(Prozac®)
(Sarafem®) (Luvox®) (Paxil CR®) (Zoloft®) (Celexa®)
Kadar
6–8 jam 5 jam 6–10 jam 4.5–8.4 jam 2–4 jam
Puncak
Ikatan
94.5 77 93–95 98 50
Protein(%)
Anak-anak 26 jam
T 𝟏⁄𝟐 15 jam 15–20 jam 33 jam
1–3 hari anak-anak
33

2.8.3.1.1.3 Dosis
Tabel II. 5 Dosis SSRI (Ciraulo, 2011)

Kisaran
Rentang
Dosis Dosis Awal Sediaan
Dosis
(mg/hari)
SSRI
Citalopram 10–80 10–20 20–40 Tablet 20, 40 mg
Escitalopram 10–20 10 10 Tablet 10, 20 mg
Kapsul 10, 20, 40 mg, tablet
Fluoxetine 10–80 10–20 20–60
10 mg
Fluvoxamine 50–300 25–50 150–200 Tablet 25, 50, 100 mg
Paroxetine 10–50 10–20 20–40 Tablets 10, 20, 30, 40 mgl
Sertraline 50–200 25–50 100–200 Tablet 25, 50, 100 mg

2.8.3.1.1.4 Obat Golongan Selective Serotonin Reuptake Inhibitors


2.8.3.1.1.4.1 Fluoxetine
Fluoxetine dan sertraline sama efektifnya. Hanya saja Fluoxetine memiliki
keuntungan yaitu kerjanya lebih lama (Ahuja, 2011). Sejak diperkenalkannya
Fluoxetine di Amerika Serikat pada tahun 1987, pengobatan depresi telah berubah
secara dramatis. Sebelum Fluoxetine, beberapa psikiater, yang dikenal sebagai
psikofarmakolog, antidepresan yang diresepkan adalah golongan TCA dan MAOI
(Rothschild et al., 2012).

Gambar 2. 6 Struktur Kimia Fluoxetine (Katzung et al., 2012)


2.8.3.1.1.4.1.1 Indikasi
• Gangguan depresi mayor (usia 8 tahun ke atas)
• Gangguan obsesif-kompulsif (OCD) (usia 7 tahun ke atas)
• Premenstrual dysphoric disorder (PMDD)
• Bulimia nervosa
• Gangguan panik
• Depresi bipolar [dalam kombinasi dengan olanzapine (Symbyax)]
34

• Pengobatan resistant depression [dalam kombinasi dengan olanzapine


(Symbyax)]
• Social anxiety disorder (social fobia)
• Posttraumatic stress disorder (PTSD) (Stahl, 2013).
2.8.3.1.1.4.1.2 Mekanisme Aksi
Mekanisme Fluoxetine yaitu memblokade secara selektif transporter
serotonin (SERT) dan memiliki sedikit efek pada transporter norepinefrin (NET)
(Katzung et al., 2012). Fluoxetine juga memiliki sifat antagonis pada reseptor
5HT2C, yang dapat meningkatkan neurotransmisi norepinefrin dan dopamin (Stahl,
2013).
2.8.3.1.1.4.1.3 Farmakokinetik
Beberapa pasien mungkin mengalami peningkatan energi atau aktivasi dini
setelah memulai pengobatan. Onset tindakan terapeutik biasanya tidak segera
terjadi, tetapi sering tertunda 2 hingga 4 minggu. Jika obat tidak bekerja dalam 6-8
minggu, mungkin memerlukan peningkatan dosis atau mungkin tidak bekerja sama
sekali. Dapat digunakan terus – menerus (bertahun-tahun) untuk mencegah
kambuhnya gejala (Stahl, 2013).
2.8.3.1.1.4.1.4 Dosis Teraupetik
Dosis awal 20 mg / hari. Rentang dosis pemakaian 20 – 60 mg / hari.
Maksimal 80 mg / hari; dosis dapat ditingkatkan dengan penambahan 20 mg; dosis
5 atau 10 mg / hari telah digunakan sebagai terapi awal; dosis > 20 mg / hari dapat
diberikan dalam dosis harian tunggal atau dibagi dua kali sehari (Wells et al., 2015).
2.8.3.1.1.4.1.5 Efek Samping
Efek samping yang mungkin dapat terjadi (Stahl, 2013) :
• Disfungsi seksual (pria: ejakulasi tertunda, disfungsi ereksi; pria dan wanita:
penurunan hasrat seksual, anorgasmia)
• Gastrointestinal (penurunan nafsu makan, mual, diare, sembelit, mulut
kering)
• Sebagian besar CNS (insomnia tetapi juga sedasi, agitasi, tremor, sakit
kepala, pusing)
35

Catatan: pasien dengan gangguan bipolar atau psikotik terdiagnosis atau


tidak terdiagnosis mungkin lebih rentan terhadap CNS -mengaktifkan
SSRIs
• Berkeringat
• Memar dan pendarahan langka
• SIADH (syndrome of inappropriate antidiuretic hormone secretion)
2.8.3.1.1.4.1.6 Sediaan Fluoxetine
Tabel II. 6 Sedian Fluoxetine (MIMS Vol. 13, 2012).

Nama
Sediaan Kandungan Produsen Rute
Dagang
Kapsul 10 mg Fluoxetine
Antiprestin® Pharos Oral
Kapsul 20 mg HCL
Kapsul 10 mg Fluoxetine
Kalxetin® Kalbe farma Oral
Kapsul 20 mg HCL
Fluoxetine
Nopres® Kapsul 20 mg Dexa medica Oral
HCL
Fluoxetine
Prozac® Kapsul 20 mg Eli Lilly Oral
HCL
Fluoxetine Novell
Oxipres® Kapsul 20 mg Oral
HCL pharma

2.8.3.1.1.4.1.7 Penelitian Fluoxetine


Penelitian yang dilakukan oleh Jay Amsterdam (2010) menggunakan
metode double – blind yang dilakukan secara acak pada pasien minimal berusia 18
tahun yang sembuh dari episode depresi utama setelah 50 minggu menerima
monoterapi double – blind dengan Fluoxetine (1 x 10 – 40 mg) po, Lithium (1 x
300 – 1200 mg) po, atau plasebo. Ukuran keberhasilan adalah berapa lama waktu
yang dibutuhkan untuk kambuh. Hasil dari penelitian ini menunjukkan waktu untuk
kambuh adalah 249,9 hari untuk kelompok Fluoxetine, 156,4 hari untuk kelompok
Lithium, dan 186,9 hari untuk kelompok plasebo. Bahaya kambuh secara signifikan
lebih rendah pada Fluoxetine dibandingkan dengan Lithium, dan bahaya yang
diperkirakan kambuh dengan Lithium adalah 2,5 kali lebih besar dibandingkan
dengan Fluoxetine.
36

2.8.3.1.1.4.2 Sertraline

Sertraline adalah SSRI yang biasanya diresepkan pada pasien depresi


geriatri. Sertraline juga memiliki keuntungan dari rendahnya interaksi
farmakokinetik obat dan memiliki tolerabilitas yang baik (Ciraulo, 2011).
Dosis awal untuk depresi / gangguan obsesif-kompulsif (1 x 50 mg / hari)
PO, dapat meningkatkan dosis harian, dengan interval tidak kurang dari 1 minggu,
hingga maksimum 200 mg / hari (Lexi, 2009).

Gambar 2. 7 Struktur Kimia Sertraline (Brunton et al., 2010)


2.8.3.1.2 Serotonin-Norepinephrine Reuptake Inhibitors

2.8.3.1.2.1 Selective Serotonin-Norepinephrine Reuptake Inhibitors

Venlafaxine secara ekstensif dimetabolisme di hati melalui isoenzim


CYP2D6 menjadi O-desmethylvenlafaxine (desvenlafaxine). Keduanya memiliki
waktu paruh yang sama sekitar 11 jam. Meskipun waktu paruh yang relatif singkat,
kedua obat tersedia dalam formulasi yang memungkinkan dosis sekali sehari.
Venlafaxine dan Desvenlafaxine memiliki ikatan protein terendah dari semua
antidepresan (27-30%) (Katzung et al., 2012).
2.8.3.1.2.2 Cyclic Antidepressants
TCA digunakan terutama dalam depresi yang tidak responsif terhadap
antidepresan yang lebih umum digunakan seperti SSRI atau SNRI. Kehilangan
popularitas mereka sebagian besar berasal dari tolerabilitas yang relatif lebih buruk
dibandingkan dengan agen yang lebih baru, kesulitan penggunaan, dan mematikan
dalam overdosis. Kegunaan lain untuk TCA termasuk pengobatan kondisi nyeri,
enuresis, dan insomnia (Katzung et al., 2012).
37

2.8.3.1.2.2.1 Farmakokinetik
TCA cenderung diabsorbsi dengan baik dan memiliki waktu paruh yang
panjang. Akibatnya, sebagian besar diberikan satu kali sehari pada malam hari
karena efek penenangnya. TCA menjalani metabolisme ekstensif melalui
demetilasi, hidroksilasi aromatik, dan konjugasi glukuronon. Hanya sekitar 5%
TCA diekskresikan tidak berubah dalam urin (Katzung et al., 2012). TCA terikat
pada glikoprotein dan albumin asam-1. Metabolisme TCA terjadi di hati melalui
demetilasi dan / atau hidroksilasi, diikuti oleh konjugasi glukuronid. Metabolisme
juga bisa terjadi di dalam otak (Ciraulo, 2011).
2.8.3.1.2.2.2 Mekanisme Aksi
Aksi antidepresan dari TCA diperkirakan karena penghambatan reuptake
norepinefrin (NE) dan serotonin (5-HT), sehingga menyebabkan peningkatan
konsentrasi monoamina ini di celah sinaptik. Down-regulasi reseptor postsinaptik
dan perubahan selanjutnya dalam ekspresi gen pada akhirnya menyebabkan efek
antidepresan (Ciraulo, 2011).
2.8.3.1.3 Monoamine Oxidase Inhibitors
2.8.3.1.3.1 Farmakokinetik
MAOI dimetabolisme melalui jalur yang berbeda tetapi cenderung memiliki
efek first-pass yang luas yang secara substansial dapat menurunkan bioavailabilitas.
MAOIs diserap dengan baik dalam saluran pencernaan. Karena efek first-pass yang
menonjol dan kecenderungan mereka untuk menghambat MAO dalam usus
(mengakibatkan efek tyramine pressor), rute alternatif administrasi sedang
dikembangkan. Misalnya, selegiline tersedia dalam transdermal dan sublingual
bentuk yang memotong usus dan hati. Rute-rute ini mengurangi risiko interaksi
makanan dan menyediakan bioavailabilitas yang meningkat secara substansial
(Katzung et al., 2012).
2.8.3.1.3.2 Interaksi Obat
MAOI terkait dengan dua kelas interaksi obat yang serius. Yang pertama
adalah interaksi farmakodinamik MAOI dengan agen serotonergik termasuk SSRI,
SNRI, dan sebagian besar TCA bersama dengan beberapa agen analgesik seperti
meperidine. Kombinasi ini dari MAOI dengan agen serotonergik dapat
menyebabkan sindrom serotonin yang mengancam jiwa. Sindrom serotonin diduga
38

disebabkan oleh rangsangan berlebihan reseptor 5-HT di pusat inti kelabu dan
medula. Gejala berkisar dari ringan hingga mematikan dan termasuk trias kognitif
(delirium, koma), otonom (hipertensi, takikardia, diaphorus), dan somatik
(myoclonus, hyperreflexia, tremor) efek. Kebanyakan antidepresan serotonergik
harus dihentikan setidaknya 2 minggu sebelum memulai MAOI. Fluoxetine, karena
waktu paruh yang panjang, harus dihentikan selama 4-5 minggu sebelum MAOI
dimulai. Sebaliknya, MAOI harus dihentikan setidaknya 2 minggu sebelum
memulai agen serotonergik.
Interaksi serius kedua dengan MAOI terjadi ketika MAOI dikombinasikan
dengan tyramine dalam diet atau dengan substrat simpatomimetik MAO. Sebuah
MAOI mencegah pemecahan tyramine di usus, dan ini menghasilkan tingkat serum
yang tinggi yang meningkatkan efek noradrenergik perifer, termasuk meningkatkan
tekanan darah secara dramatis (Katzung et al., 2012).
2.8.3.1.4 Tetracyclic and Unicyclic Antidepressants
Sejumlah antidepresan tidak sesuai dengan kelas lainnya. Di antaranya
bupropion, mirtazapine, amoxapine, dan maprotiline. Bupropion agak menyerupai
amfetamin dalam struktur kimia dan, seperti stimulan, memiliki sifat pengaktifan
sistem saraf pusat (SSP) (Katzung et al., 2012).
Mirtazapine, amoxapine, dan maprotiline memiliki struktur tetrasiklik.
Amoksapine adalah metabolit Noxyline yang ter methylated, obat antipsikotik yang
lebih tua. Amoxapine dan maprotiline memiliki kesamaan struktural dan efek
samping yang sebanding dengan TCA. Akibatnya, tetracyclics ini tidak umum
ditentukan dalam praktik klinik saat ini. Penggunaan utama mereka adalah MDD
yang tidak responsif terhadap agen lainnya (Katzung et al., 2012).
2.8.3.1.5 Antagonis 5-HT2
Dua antidepresan diperkirakan bertindak terutama sebagai antagonis pada
Reseptor 5-HT2: trazodone dan nefazodone. Struktur Trazodone mencakup bagian
triazolo yang dianggap memberi efek antidepresan. Metabolit utamanya,
mchlorphenylpiperazine (m-cpp), adalah antagonis 5-HT2 yang kuat. Trazodone
adalah antidepresan yang paling sering diresepkan sampai digantikan oleh SSRI
pada akhir 1980an. Penggunaan trazodone yang paling umum dalam praktik klinik
39

saat ini adalah hipnosis yang tidak diberi label, karena sangat menenangkan dan
tidak terkait dengan toleransi atau ketergantungan (Katzung et al., 2012).
2.8.3.2 Mood Stabilizers
Obat ini biasanya efektif dalam pengobatan mania oleh karena itu terkadang
disebut dengan antimania. Obat-obat ini efektif dalam mencegah perubahan
suasana hati pada gangguan bipolar, akhirnya disebut penstabil mood. Agen
penstabil mood yang paling umum digunakan dalam klinis adalah Litium, Valproat,
Carbamazepine, dan Lamotrigin, meskipun ada beberapa penstabil mood lain
seperti Pinus Oxcarbaze (Sadock et al., 2015).
2.8.3.2.1 Litium
Litium adalah unsur atomic number 3 dan atomic 7 yang merupakan ion
alkali terkecil. Unsur itu ditemukan pada tahun 1817 oleh Arfuedson. Sejak saat itu,
telah digunakan untuk pengobatan asam urat dan untuk penggantian garam pada
penyakit jantung, namun penggunaannya dibatasi karena toksisitas fatal (Ahuja,
2011).
Pada tahun 1940an litium digunakan sebagai pengganti natrium klorida
pada pasien hipertensi namun setelah itu dilarang setelah terbukti terlalu beracun
untuk digunakan tanpa pemantauan. Pada tahun 1949, Cade menemukan bahwa
litium adalah pengobatan yang efektif untuk gangguan bipolar, melahirkan
serangkaian percobaan terkontrol yang menegaskan keefektifannya sebagai
monoterapi untuk fase mania gangguan bipolar (Katzung et al., 2012).
2.8.3.2.2 Valproat
Valproat dan litium telah banyak digunakan sebagai obat lini pertama untuk
pengobatan mania serta profilaksis gangguan mood bipolar. Asam Valproat
pertama kali disintesis oleh Burton dan digunakan sebagai pelarut organik. Pada
tahun 1963, Meunier secara kebetulan menemukan sifat antiepileptik asam
valproat, sementara Lambert melaporkan pada tahun 1966 bahwa valpromida
(analog asam valproat) mungkin efektif sebagai antimania. Ini disetujui oleh FDA
AS sebagai obat antiepilepsi untuk mengatasi kejang pada tahun 1978 dan untuk
pengobatan mania akut (dan profilaksis kepala migrain) pada tahun 1996. Meskipun
mekanisme kerjanya tidak dipahami secara jelas (Ahuja, 2011).
40

Gambar 2. 8 Struktur Kimia Asam Valproat (Brunton et al., 2010)


2.8.3.2.3 Benzodiazepin
Lorazepam (IV dan oral) dan Clonazepam digunakan untuk pengobatan
episode mania; Namun, digunakan lebih sering sebagai adjuvant untuk antipsikotik
(Ahuja, 2011).
2.8.3.2.4 Karbamazepin dan Oxcarbazepin
Ini adalah senyawa trisiklik yang disintesis pada tahun 1953 oleh Schindler.
Memiliki struktur yang mirip dengan TCA. Onset of action bisa lebih cepat
dibandingkan dengan litium, tapi lebih lambat dibandingkan dengan valproat. Dosis
biasa 600-1600 mg / hari secara oral, dalam dosis terbagi. Tingkat darah terapeutik
adalah 4-12 μg / ml dan kadar toksiknya biasanya mencapai> 15 μg / ml (Ahuja,
2011).

Gambar 2. 9 Struktur Kimia Karbamazepin (Brunton et al., 2010)


2.8.3.3 Antipsychotics
Digunakan dalam pengobatan gangguan psikotik dan gejala psikotik.
Golongan ini juga dikenal sebagai penenang utama, leptik neuro, ataraktik, obat
anti-skizofrenia dan penghambat reseptor D2. Namun, istilah antipsikotik
tampaknya merupakan istilah yang paling tepat dan paling banyak digunakan
(Katzung et al., 2012). Klasifikasi obat golongan antipsikotik dapat dilihat pada
Tabel II. 7.
41

Tabel II. 7 Klasifikasi Antipsikotik (Ahuja, 2011).

Dosis #Some Common Adverse Effects


Obat Oral *Se *Hipo *Ep *Weight *Increased
mg/d dasi tensi se Gain Prolactin
I. Phenothiazines
A. Aliphatic
1. Chlorpromazine 300-
+++ +++ + ++ ++
(CPZ) 1000
100-
2. Triflupromazine ++ ++ ++ ++ ++
400
B. Piperidines
100-
1. Mesoridazine ++ + + ++ +
400
300-
2. Thioridazine +++ ++ + ++ +
600
C. Piperazines
1. Fluphenazine 2-20 + + +++ + +++
45-
2. Prochlorperazine + + +++ + +++
150
II. Thioxanthenes
A. Aliphatics
75-
1. Chlorprothixene +++ ++ ++ ++ ++
600
B. Piperazines
1. Flupentixol 3-18 + + ++ ++ ++
2. Thiothixene 6-60 + ++ ++ ++ ++
III. Butyrophenones
1. Haloperidol 5-30 + + +++ + +++
0.5-
2. Trifluperidol ± ± +++ + ++
8.0
IV. Diphenylbutylpiperidines
20-60
1. Penfluridol + + ++ + ++
mg/w
V. Indolic Derivatives (Dihydroindolones)
50-
1. Molindone ++ 0 + ± ±
225
VI. Dibenzoxapines
25-
1. Loxapine ++ ++ ++ + +++
250
VII. Atypical or Second Generation Antipsychotics
42

Lanjutan dari halaman 41


Dosis #Some Common Adverse Effects
Obat Oral *Se *Hipo *Ep *Weight *Increased
mg/d dasi tensi se Gain Prolactin
A. Dibenzodiazepines
50-
1. Clozapine +++ +++ 0 +++ 0
900
B. Substituted Benzamides
400-
1. Amisulpride ± + + + +++
1200
C. Benzisoxales
1. Iloperidone 4-24 0 + + ++ 0
2. Paliperidone 3-12 + ++ + ++ +++
3. Risperidone 2-8 + ++ + ++ +++
D. Benzisothiazolyl
40-
1. Ziprasidone ± + 0 ± ±
160
E. Thienobenzodiazepine
1. Olanzapine 5-20 ++ + ± +++ +
F. Dibenzothiazepine
150-
1. Quetiapine ++ ± 0 ++ 0
750
G. Partial Agonists
1. Aripiprazole 5-30 0 0 0 ± 0
2. Bifeprunox 20 0 0 0 ± 0
H. Dibenzothiepin
75-
1. Zotepine ++ ± + ++ ++
300
Keterangan:
# Perkiraan efek samping yang umum dalam tabel ini adalah pedoman kasar dan
empiris untuk penggunaan klinis antipsikotik. Dosis obat pada setiap pasien perlu
dilakukan secara individual berdasarkan gejala klinis, tingkat keparahan, respons
terhadap pengobatan dan beberapa faktor klinis lainnya.
*EPSE berarti efek samping ekstrapiramidal.
** 0 = Tidak ada ± = Kemungkinan / Sangat sedikit
+ = Ringan ++ = Sedang +++ = Parah
43

2.8.3.3.1 Partial Agonist


2.8.3.3.1.1 Aripiprazole

Aripiprazole dan olanzapine sama – sama efektif sebagai monoterapi untuk


profilaksis mania, tetapi penggunaan olanzapine dihindarkan karena dikhawatirkan
akan menimbulkan efek metabolik, dan aripiprazole tidak menunjukkan adanya
manfaat untuk mencegah kambuhnya depresi. Aripiprazole disetujui FDA untuk
mania akut pada anak-anak dan remaja berusia 10-17 tahun.

Gambar 2. 10 Struktur Kimia Aripiprazole (Brunton et al., 2010)


2.8.3.3.2 Benzisoxales
2.8.3.3.2.1 Risperidone
Risperidone (RSP) adalah agen antipsikotik yang disetujui untuk
pengobatan schizophrenia dan fase mania akut gangguan bipolar. Farmakokinetika
RSP cepat diserap setelah pemberian oral, dengan konsentrasi plasma puncak
dicapai sekitar satu jam, bioavailabilitas oral yang cukup baik adalah sekitar 70-
85% (Mauri et al., 2014).

Gambar 2. 11 Struktur Kimia Risperidone (Katzung et al., 2012)

Anda mungkin juga menyukai